51
KOMA & BRAIN DEATH Fitria dewinur

Koma & Brain Death - Fitria

Embed Size (px)

DESCRIPTION

koma, brain death

Citation preview

KOMA & BRAIN DEATHFitria dewinur

koma

Definisi merupakan penurunan kesadaran yang paling

rendah. Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara, maupun reaksi motorik.

Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian.

Etiologi

Sirkulasi (stroke, penyakit jantung) Ensefalitis (dengan tetap

mempertimbangkan adanya infeksi sistemik atau sepsis yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan)

Metabolik (hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, dan koma hepatikum)

Elektrolit (diare dan muntah)

Neoplasma (tumor otak baik primer ataupun metastasis)

Intoksikasi (berbagai macam obat atau bahan kimia)

Trauma (terutama trauma kapitis : kontusio, komosio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, dan dapat pula trauma andomen dan dada)

Epilepsi (pasca serangan grand mal atau pada status epileptikus)

etiologi

Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks serebri termasuk ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas), dengan ascending reticular activating system (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai dari pertengahan bagian atas pons. ARAS menerima serabut-serabut saraf kolateral dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relay nuclei dipancarkan secara difus ke kedua korteks serebri. ARAS bertindak sebagai suatu off-on switch, untuk menjaga korteks serebri tetap sadar (awake). Proses terganggu -> penurunan kesadaran.

Koma supratentorial Lesi mengakibatkan kerusakan difus

kedua hemisfer serebri, sedang batang otak tetap normal. Ini disebabkan proses metabolik.

Lesi struktural supratentorial (hemisfer). Adanya massa yang mengambil tempat di dalam cranium (hemisfer serebri) beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan hematom mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di sekitarnya

Koma Infra tentorial Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS

atau/serta merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan nekrosis. Misalnya pads stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya.

Proses di luar batang otak yang menekan ARAS. Langsung menekan pons. Hemiasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon

melaluicelah tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon.

Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnumdan menekan medula oblongata. Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan sebagainya.

Koma metabolikKoma disebabkan kegagalan difus dari

metabolisme sel saraf.1) Ensefalopati metabolik primer. Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan

terganggunya metabolisme sel saraf dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer.

2) Ensefalopati metabolik sekunder. Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral

melibatkan metabolisme otak, yang mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun keracunan.

Pada koma metabolik ini biasanya ditandai gangguan sistim motorik simetris dan tetap utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan glutethimide atau atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien mempergunakan barbiturat).

Ciri diagnostik

Koma metabolik : Refleks pupil dan gerakan bola mata

baik. Pernafasan depressed atau Cheyne-

Stokes. Anggota gerak hipotonus/refleks

simetris.

Hemiasi : Hemiparesis dan papil edema. Bertahap hilangnya fungsi n.I1I atau

ada ciri-ciri kerusakan batang otak. Lesi (lokal) batang otak :

Gangguan pergerakan bola mata dan tetraplegia sejak permulaan.

penatalaksanaan

Umum : Proteksi jalan nafas : adekuat oksigenasi dan

ventilasi Hidrasi intravena : gunakan normal saline

pada pasien dengan edema serebri atau peningkatan TIK

Nutrisi : lakukan pemberian asupan nutrisi via enteral dengan nasoduodenal tube, hindari penggunaan naso gastrik tube karena adanya ancaman aspirasi dan refluks

Kulit : hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam, dan gunakan matras yang dapat dikembangkan dengan angin dan pelindung tumit

Mata : hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau tutup mata dengan plester

Perawatan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses (docusate sodium 100 mg 3x1 ) dan pemberian ranitidin 50 mg iv tiap 8 jam untuk menghindari stress ulcer akibat pemberian steroid dan intubasi

Perawatan bladder : indwelling cateter urin dan intermiten kateter tiap 6 jam

Mobilitas joint : latihan pasif ROM untuk menghindari kontraktur

Khusus Pada herniasi

Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30 mmHg.

Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.

Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.

Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.

Pengobatan khusus tanpa herniasi Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih

teliti. Jika pada CT scan tak ditemukan

kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan antibiotik yang sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan terapi sesuai dengan pengobatan perdarahan subarakhnoid.

Prognosis

Vegetative state persisten memiliki prognosis yang buruk, prognosis lebih baik dapat terjadi pada kelompok anak-anak dan remaja. Koma metabolik memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan koma traumatik

BRAIN DEATH

Definisi 1. otak yang tidak berfungsi lagi secara

permanen, ditentukan dengan : tidak adanya resepsi dan respon terhadap

rangsang, tidak adanya pergerakan napas tidak adanya refleks-refleks, yaitu respon

pupil terhadap cahaya terang, pergerakan okuler pada uji penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip, aktivitas postural (misalnya deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea, refleks faring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar.

2. data konfirmasi yakni EEG yang isoelektris. Kedua tes tersebut dilakukan ulang 24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu kurang dari 32,2O C) atau depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat.

Definisi mati otak di Amerika (New York State De Department of Health, 2005) : hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel, termasuk batang otak. Tiga temuan penting dalam kematian otak adalah koma, hilangnya refleks batang otak, dan apnea.

Pernyataan IDI tentang mati: dalam Surat Keputusan PB IDI No.336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusulkan dengan Surat Keputusan PB IDI No.231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seorang dikatakan mati, bila fungsi pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible, atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.

Etiologi

Utama : cedera kepala traumatik cerebrovascular accidents cedera hipoksik iskemi setelah henti

jantung

Penyebab lainnya : overdosis obat tenggelam tumor otak primer Meningitis hipoglikemia jangka panjang

Patofisiologi

Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar 50 sampai 60 mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruh otak, yang kira-kira beratnya 1200 – 1400 gram terdapat 700 sampai 840 ml/menit.

Penghentian aliran darah ke otak secara total akan menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 5 sampai 10 detik. Karena tidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang kemudian langsung menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak yang terhenti untuk tiga menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat irreversibel

Kriteria

Kriteria Harvard Tidak bereaksi terhadap stimulus noksius yang

intensif (unresponsive coma). Hilangnya kemampuan bernapas spontan. Hilangnya refleks batang otakdan spinal. Hilangnya aktivitas postural seperti deserebrasi. EEG datar. Hipotermia dan pemakaian depresan seperti barbiturat harus disingkirkan. Kemudian, temuan klinis dan EEG harus tetap saat evaluasi sekurang-kurangnya 24 jam kemudian

Kriteria Minnesota Hilangnya respirasi spontan setelah masa 4 menit

pemeriksaan. Hilangnya refleks otak yang ditandai dengan: pupil

dilatasi, hilangnya refleks batuk, refleks kornea dan siliospinalis, hilangnya doll’s eye movement, hilangnya respon terhadap stimulus kalori dan hilangnya refleks tonus leher.

Status penderita tidak berubah sekurang-kurangnya dalam 12 jam, dan

Proses patologis yang berperan dan dianggap tidak dapat diperbaiki

Diagnosa Koma atau tidak adanya respon.

Tidak ada respon pada rangsangan nyeri, dengan stimulasi nyeri pada penekanan daerah supraorbita, sternum dan dasar kuku.

Absennya refleks batang otak. Pupil : menguji respon terhadap cahaya

yang terang. ukuran 4 hingga 6 mm

Pergerakan okuler : Reflex okulosefalik > menggerakkan kepala secara cepat dan tegas dari posisi tengah ke posisi 90 derajat kiri dan kanan, pada orang normal akan menghasilkan deviasi mata ke arah berlawanan dengan gerakan kepala. Pergerakan mata vertikal juga diuji dengan melakukan fleksi leher. Pada kematian otak, tidak akan ditemukan adanya pembukaan kelopak mata dan pergerakan mata vertikal dan horizontal.

Tes kalori cara kobrak menggunakan spuit 5 atau 10 mL, ujung jarum disambung dengan kateter. Perangsangan dilakukan dengan mengalirkan air es (0ºC), sebanyak 5 mL selama 20 detik ke dalam liang telinga.Sebagai akibatnya terjadi transfer panas dari telinga dalam yang menimbulkan suatu arus konveksi dalam endolimfe. Hal ini menyebabkan defleksi kupula dalam kanalis yang sebanding dengan gravitasi, dan rangsangan serabut-serabut aferennya.Suatu cairan dingin yang dialirkan ke liang telinga kanan akan menimbulkan nistagmus dengan fase lambat ke kanan

Sensasi fasial dan respon motor fasial : Refleks kornea harus diuji dengan swab tenggorok. Refleks kornea dan refleks rahang harus negatif. Wajah yang mengernyit saat diberikan rangsang nyeri dapat diuji dengan memberikan tekanan dalam dengan obyek tumpul pada dasar kuku, tekanan pada daerah supraorbita, atau tekanan yang dalam pada kedua kondilus setinggi sendi temporomandibuler.

Refleks faring dan trakhea : Respon tersedak, yang diuji dengan merangsang faring posterior dengan laringoskop, harus absen. Tidak adanya refleks batuk pada suction bronkhial juga harus tampak.

▪ ApneaPada uji apnea, harus diperhatikan beberapa kondisi sebelum dilakukannya pengujian. Persyaratan-persyaratan berikut ini harus diperhatikan:

suhu inti ≥ 36,5o C tekanan darah sistolik ≥ 90 mm Hg, euvolemia (atau lebih baik apabila balans cairan

positif selama 6 jam sebelum pemeriksaan), eukapnea (atau apabila PCO2 arteri ≥ 40 mm Hg),

dan normoksemia (atau apabila PO2 arteri ≥ 200 mm

Hg).

▪ Tes Konfirmasisyarat :

Tidak boleh ada positif palsu, sehingga saat tes mengkonfirmasi adanya kematian otak, maka tidak boleh ada pasien yang sembuh atau memiliki potensi untuk sembuh.

Tes harus dapat berdiri sendiri dalam menegakkan apakah kematian otak benar-benar terjadi atau tidak.

Tes tidak boleh dipengaruhi faktor yang dapat menyesatkan seperti efek obat atau gangguan metabolik.

Tes harus distandarisasi dalam hal teknologi, teknik, dan klasifikasi hasilnya.

Tes harus dapat diperoleh secara umum, aman, dan dengan mudah dilakukan.

Rekomendasi : Trauma spinal servikal berat atau trauma

fasial berat Kelainan pupil sebelumnya Level toksis beberapa obat sedatif,

aminoglikosida, antidepresan trisiklik, antikolinergik, obat antiepilepsi, agen kemoterapi, atau agen blokade neuromuskular

Sleep apnea atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis CO2

Beberapa tes konfirmatif yang biasa dilakukan antara lain:

Tes-tes tambahan yang ada saat ini terutama meliputi tes elektrofisiologis (elektroensefalografi, potensial pacuan somatosensorik dan potensial pacuan pendengaran batang otak, dan respon pacuan motorik),

Tes aliran darah otak (angiografi serebri empat vasa, tes kedokteran nuklir aliran darah otak, Doppler transkranial, MRI, angiografi resonansi magnetik, dan pemeriksaan CT),

Pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan metabolisme, pemeriksaan oksigen vena jugularis, dan tes atropin.

New York State Department of Health (2005) menyebutkan langkah-langkah yang diperlukan dalam penetapan kematian batang otak adalah sebagai berikut: Evaluasi kasus koma Memberikan penjelasan kepada keluarga

mengenai kondisi terkini pasien Penilaian klinis awal refleks batang otak

Periode interval observasi sampai dengan usia 2 bulan, periode

interval observasi 48 jam usia lebih dari 2 bulan sampai dengan 1

tahun, periode interval observasi 24 jam usia lebih dari 1 tahun sampai dengan

kurang dari 18 tahun, periode interval observasi 12 jam

usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam

Penilaian klinis ulang refleks batang otak Tes apnea Pemeriksaan konfirmatif bila ada indikasi Persiapan akomodasi yang sesuai Sertifikasi kematian batang otak Penghentian penyokong kardiorespirasi

DD

Status vegetative menetap (Persistent Vegetative States). Keadaan ini berbeda dengan mati otak. Fungsi batang otak masih baik. Pada PVS yang diperkirakan hilang adalah fungsi neokortikal dari otak. Pasien masih dapat bernafas spontan dan reflex-reflex masih ada. Pasien tidak sadarkan diri dengan mata terbuka dan pupil melebar. Pada PVS kriteria Harvard tidak terpenuhi.

Pasien PVS masih hidup secara biologis, tetapi secara intelektual dan sosial sudah mati. Kemungkinan pulih ke keadaan normal sangat sulit, hanya satu banding seribu

Terima kasih