Rika Fitria - 1407101030341

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lapkas neuro

Citation preview

Laporan kasus ruanganPERDARAHAN SUBARAKHNOID TRAUMATIKDiajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior

pada Bagian Saraf Fakultas Kedokteran UnsyiahOleh:Rika Fitria1407101030341Pembimbing:dr. Farida, Sp.S

BAGIAN ILMU SARAFFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALARSUD dr. ZAINOEL ABIDIN ACEH

BANDA ACEH

2015KATA PENGANTARAlhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas presentasi kasus yang berjudul Perdarahan Subarakhnoid Traumatika. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.Penyusunan presentasi kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Saraf RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada dr. Farida, Sp.S yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam penulisan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai.Akhir kata penulis berharap semoga referat ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu saraf pada khususnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.Banda Aceh, Juli 2015 PenulisDAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

i

KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I PENDAHULUAN

1

BAB II LAPORAN KASUS

2

2.1Identitas Pasien

2

2.2Anamnesis

2

2.3Pemeriksaan Fisik

3

2.4Status General

3 2.5Status Neurologis

5

2.6 Pemeriksaan Penunjang

8

2.7 Diagnosis

9 2.8 Terapi

9BAB III TINJAUAN PUSTAKA

10

3.1 Definisi

10

3.2 Insidensi

11

3.3 Patofisiologi

12

3.4 Diagnosis

12

3.5 Komplikasi dan Penatalaksanaan

14BAB IV KESIMPULAN

21DAFTAR PUSTAKA

22

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangCedera kepala merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada semua kelompok usia. Saat ini, belum ada penanganan yang efektif untuk memulihkan efek yang menetap dari cedera kepala primer dan penanganan ditujukan untuk mengurangi efek sekunder dari cedera kepala yang dapat terjadi akibat dari iskemik, hipoksia dan peningkatan tekanan intrakranial. Memahami epidemiologi dari cedera kepala berguna untuk tindakan preventif, perencanaan strategi preventif primer berdasarkan populasi untuk meningkatkan penanganan yang efektif dan efisien, termasuk ketentuan fasilitas rehabilitasi bagi mereka yag terkena cedera kepala.Perubahan neuropatologi terkait dengan sejumlah faktor, termasuk tipe dan keparahan cedera yang dapat terjadi akibat cedera yang tumpul maupun tajam yang dapat menyeuruh ataupun lokal. Patologi dari cedera kepala juga dipengaruhi dari faktor pasien seperti usia, komorbid, alkohol, hipoksia, sepsis dan penanganan. Cedera kepala masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian karena sering menimpa golongan usia produktif dan menyebabkan kecacatan serta yang terburuk adalah kematian. Prevalensinya sekitar 5,3 juta orang di Amerika Serikat dengan insidensi 90 per 100.000 penduduk. Dilaporkan oleh Thurman dkk. angka kecacatan yang terjadi sekitar 80.000 hingga 90.000 orang pada pasien dengan cedera kepala. Di Indonesia khususnya RSCM Jakarta, penderita trauma kepala yang dirawat menduduki peringkat pertama penyakit neurologik melebihi kasus penyakit serebrovaskular.

Komplikasi primer dari cedera kepala ini yaitu terjadinya perdarahan intrakranial diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan subarakhnoid. Angka kejadian perdarahan subarakhnoid traumatik (SAHt) semakin meningkat pada kasus cedera kepala. Laporan dari studi HIT II angka kejadian SAHt sekitar 33%. Data lain dari American Traumatic Coma Data Bank menyebutkan kejadian SAHt sekitar 40% dari seluruh kejadian cedera kepala.BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama

: Tn. MNUmur

: 63 tahunAlamat

: Uteunkot Kec. Muara Dua, Aceh UtaraJenis Kelamin

: Laki-LakiAgama

: Islam

Suku

: Aceh

Pekerjaan

: WiraswastaNo. Rekam Medik: 0-05-80-08Tanggal Masuk

: 9 Juli 2015

Tanggal Pemeriksaan: 17 Juli 2015

2.2 Anamnesis

Keluhan UtamaPenurunan kesadaran. Keluhan Tambahan

Kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri. Muntah proyektil Kejang Nyeri kepala Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan rujukan dari RSUD Cut Mutia Lhokseumawe datang ke RSUDZA dengan penurunan kesadaran sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien terjatuh dari tangga membentur anak tangga dan mengalami penurunan kesadaran. Pasien mengalami muntah proyektil sebanyak 1 kali dan kejang (tonik klonik) dengan durasi lebih kurang 3 menit dengan frekuensi 2 kali dan disertai nyeri kepala yang cenderung intermitten, tumpul, dan berdenyut. Anggota gerak kanan pasien tampak lebih aktif daripada anggota gerak sebelah kiri (hemiparesis sinistra). Pasien tidak mengalami gangguan pada BAK dan BAB. Pasien tidak mengalami demam. Laju pernapasan pasien mengalami peningkatan. Riwayat Penyakit DahuluDari alloanamnesis, keluarga pasien menyatakan bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi kurang lebih 7 tahun yang lalu. Riwayat penyakit Diabetes Melitus tidak ada. Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga

Dari alloanamnesis, keluarga pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga lainnya yang menderita kelainan seperti yang dialami pasien. Riwayat Pengobatan

Pasien tidak menggunakan obat-obatan rutin sebelumnya.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan UmumKeadaan Umum

: Kesan sakit sedang

Tekanan Darah

: 150/80 mmHg

Nadi

: 68 x/menit

Pernafasan

: 28 x/menit

Suhu

: 36,6 oC

2.4 Status General Kepala

Bentuk

: normocephali

Wajah

: simetris

Mata

Konjungtiva

: Pucat (-/-)

Sklera

: Ikterik (-/-)

Kedudukan bola mata

: ortoforia/ortoforia

Pupil

: isokor 3mm:3mm

Lensa

: jernih/jernihRefleks cahaya langsung

: (+/+)

Refleks cahaya tidak langsung: (+/+) Telinga

Lubang

: lapang

Penyumbatan

: -/-

Perdarahan

: -/-

Cairan

: -/-

Mulut

Bibir

: Sianosis (-)

Lidah

: Tremor (-), hiperemis (-), papil atrofi (-)

Tonsil

: Dalam batas normal

Faring

: Dalam batas normal

Leher

Trakhea

: Terletak ditengah, deviasi (-)

KGB

: Pembesaran (-)

Kelenjar Tiroid: Pembesaran (-)

Kelenjar Limfe: Pembesaran (-)

Thoraks

Inspeksi

: Simetris (+/+)Palpasi :Stem FremitusParu KananParu Kiri

Lapangan Paru AtasStem Fremitus NormalStem Fremitus Normal

Lapangan Paru TengahStem Fremitus NormalStem Fremitus Normal

Lapangan Paru BawahStem Fremitus NormalStem Fremitus Normal

Perkusi:

Lapangan ParuParu KananParu Kiri

Lapangan Paru AtasSonorSonor

Lapangan Paru TengahSonorSonor

Lapangan Paru BawahSonorSonor

Auskultasi :

Suara Nafas UtamaParu KananParu Kiri

Lapangan Paru AtasVesikulerVesikuler

Lapangan Paru TengahVesikulerVesikuler

Lapangan Paru BawahVesikulerVesikuler

Suara Nafas TambahanParu KananParu Kiri

Lapangan Paru AtasRh (-), Wh (-)Rh (-), Wh (-)

Lapangan Paru TengahRh (-), Wh (-)Rh (-), Wh (-)

Lapangan Paru BawahRh (-), Wh (-)Rh (-), Wh (-)

Jantung

Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS V LMCS 1 jari ke lateral

Perkusi Batas Jantung Atas : ICS III Linea Midclavicula Sinistra Batas Jantung Kiri : ICS V Linea Mid Clavikula Sinistra Batas Jantung Kanan : ICS IV Linea Parasternal Dextra Auskultasi: BJ I > BJ II, reguler, bising (-) AbdomenInspeksi: Simetris (+)Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-)Hati: Tidak teraba pembesaranLimpa: Tidak teraba pembesaranGinjal: Ballottement (-/-)Perkusi: Timpani (+)Auskultasi: Peristaltik kesan normal EkstremitasEdema (-/-), pucat (-/-), ikterik (-/-), sianosis (-/-)2.5 Status Neurologis (Pasien di Ruangan)Kesadaran: E4M6V5

Mata

: Pupil Isokor, bulat, ukuran 3mm/3mm

RCL (+/+), RCTL (+/+)

TRM

: Kaku Kuduk (+), Laseque Test (-), Kernig Sign (-) Nervus Kranialis

NervusCranialis

KananKiri

Nervus I

Fungsi PenciumanDalam batas normalDalam batas normal

Nervus II

VisusDalam batas normalDalam batas normal

Lapangan PandangDalam batas normalDalam batas normal

Nervus III

Ukuran3 mm3 mm

Bentuk PupilBulatBulat

Reflek CahayaPositifPositif

Nervus III, IV, VI

Lateral

negatifpositDalam batas normalDalam batas normal

AtasDalam batas normalDalam batas normal

BawahDalam batas normalDalam batas normal

MedialDalam batas normalDalam batas normal

DiplopiaDalam batas normalDalam batas normal

Nervus V

Membuka Mulut

Dalam batas normalDalam batas normal

Menggigit dan mengunyahDalam batas normalDalam batas normal

Nervus VII

Mengerutkan dahiDalam batas normalDalam batas normal

Menutup MataDalam batas normalDalam batas normal

Sudut bibir

Dalam batas normalDalam batas normal

Nervus VIII

PendengaranDalam batas normalDalam batas normal

Nervus IX dan X

Bicara

Dalam batas normal

Reflek menelanDalam batas normal

Nervus XI

Memutar kepalaDalam batas normalDalam batas normal

Nervus XII

Posisi lidah didalam mulutPosisi di tengah

Menjulurkan lidahDalam batas normal

Badan

MotorikGerakan Columna Vertebralis: simetris

Bentuk Columna Vertebralis: kesan simetris

Sensibilitas

Rasa Suhu: Dalam batas normalRasa nyeri: Dalam batas normalRasa Raba: Dalam batas normal

Anggota Gerak Atas

Motorik

Kanan

Kiri

Pergerakan Kuat

KuatKekuatan

5555

5555Tonus

positif

positif

Refleks

Kanan

Kiri

Bisceps

positif

positif

Trisceps positif

positif

Anggota Gerak Bawah

Motorik

Kanan

Kiri

Pergerakan Kuat

KuatKekuatan

5555

5555Tonus

positif

positif

Kanan Kiri

Patella

positif positif

Achilles

positif positif

Babinski

negatif negatif

Chaddok negatif negatif

Openheim negatif negatif

Gordon negatif negatifSensibilitas

Rasa Suhu: Dalam batas normalRasa nyeri: Dalam batas normalRasa Raba: Dalam batas normal Fungsi saraf otonomBAB dan BAK lancar, tidak ada gangguan. 2.6 Pemeriksaan Penunjang

CT Scan Kepala Non KontrasHasil CT Scan Kepala Non Kontras:

Tampak area hyperdens abnormal pada hemisfer serebri dextra dengan area hypodens mengelilinginya. Tampak area hyperdens pada sulcy dan gyri hemisfer serebri dextra et sinistra. Tampak deviasi mid line shift. Tak tampak kalsifikasi abnormal. Sinus maksilaris, ethmoidalis, sphenoidalis dan frontalis normal. Orbita normal.Kesimpulan : kesan SAH + ICH.2.7 Diagnosis

Diagnosa klinis : Penurunan kesadaran + hemiparesis sinistra + kejang + muntah proyektilDiagnosa etiologi : Perdarahan subarakhnoid traumatika dan perdarahan intraserebralDiagnosa topis : Hemisfer serebri dextra et sinistra dan korteks serebriDiagnosa patologis : -2.8 Terapi

1. Terapi non medikamentosa Adapun survey primer mencakup :

a) Airway (jalan napas)

Bebaskan jalan napas dengan memeriksa mulut, bila terdapat secret atau benda asing segera dikeluarkan dengan suction atau swab. Bila perlu dapat digunakan intubasi untuk menjaga patenisasi jalan napas. Waspadai bila ada fraktur servikal.

b) Breathing (Pernapasan)

Pastikan pernapasan adekuat, perhatikan frekwensi, pola napas dan pernapasan dada atau perut dan kesetaraan pengembangan dada kanan dan kiri. Bila ada gangguan pernapasan segera cari penyebab, gangguan terjadi pada sentral atau perifer. Bila perlu, berika oksigen sesuai kebutuhan. Pertahankan saturasi oksigen O2 > 92%

c) Circulation

Jika pasien menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik, jalur IV harus segera terpasang. Karena autoregulasi aliran darah serebral sering terganggu pada cedera kepala akut, harus terus dipantau untuk menghindari hipotensi yang dapat menyebabkan iskemik otak atau hipertensi yang dapat memperburuk edema serebral. Pertahankan TD sistolik > 90 mmHg, hindari pemakaian cairan hipotonis.

d) Disability (mengetahui lateralisasi dan kondisi umum dan neurologis)

Observasi:

Tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan. GCS

Pupil: ukuran, bentuk dan reflex cahaya. Pemeriksaan neurologis cepat: hemiparese, reflex patologis

Luka-luka

Anamnesa: AMPLE (allergies, Medication, Past Illness, Last Meal, event/Environtment related to the injury)Survey sekunder meliputi:

a) Laboratorium

Darah: Hb, leukosit, trombosit, ureum kreatinin, Gula Darah Sewaktu,

Analisa Gas Darah dan elektrolit Urin: perdarahan

Radiologi

Foto polos kepala

CT Scan otak

Foto lain sesuai indikasi

Managemen terapi Siapkan untuk operasi pada pasien yang mempunyai indikasi Siapkan ruangan intensif Penanganan luka-luka Pemberian obat sesuai kebutuhan

2. Terapi medikamentosa : Citicolin 1000 mg/12 jam Alinamin F 1 amp/24 jam Ranitidine 1 amp/8 jam Fenitoin 1 amp/12 jam Ceftriaxone 1 gr/12 jam Dexamethasone 1 amp/12 jam3. Operatif : Tidak ada indikasiBAB III

DISKUSI

Pada kasus ini pasien seorang laki-laki berusia 63 tahun datang dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit yang disertai kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri, muntah, dan kejang setelah pasien terjatuh dari tangga dan membentur anak tangga. Penyebab cedera kepala secara epidemiologi sangat bervariasi. Hampir setengahnya penyebab cedera kepala yaitu kecelakaan kendaraan bermotor dan sekitar 20% - 35% nya disebabkan karena terjatuh. Angka kejadian SAH traumatika sangat bervariasi. Data dari American Traumatic Coma Data Bank menyebutkan SAH traumatika mencapai sekitar 40% dari seluruh kejadian cedera kepala. Perdarahan subarakhnoid umumnya terjadi karena pecahnya aneurisma pada 80% kasus SAH non traumatik. Sekitar 62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun. Pasien kemudian didiagnosis dengan perdarahan subarachnoid traumatika dan perdarahan intraserebral berdasarkan gejala klinis dan deficit neurologis yang sesuai yaitu penurunan kesadaran, kelemahan anggota gerak sebelah kiri, muntah proyektil, kejang (tonik klonik) dengan durasi lebih kurang 3 menit dengan frekuensi 2 kali, dan nyeri kepala. Dari hasil pemeriksaan penunjang berupa CT Scan menunjukkan adanya gambaran lesi hiperdens pada hemisfer serebri dextra dengan area hipodens mengelilinginya. Tampak area hiperdens pada sulcy dan gyri hemisfer serebri dextra et sinistra, tampak deviasi mid line shift, kesan perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral. Perdefinisi perdarahan subarakhnoid (SAH) adalah suatu keadaan terdapatnya darah pada rongga subarakhnoid yang menyelimuti otak dan medula spinalis. Penyebab terbanyak dari SAH yaitu akibat trauma kepala (SAHt). Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dapat terjadi di bagian manapun di otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage). Kasus Perdarahan intraserebral umumnya terjadi di Putamen 61%, Perdarahan Subkortikal 18%, Perdarahan Thalamus 12%, serta Perdarahan Pons dan Serebelum 9%.

Rongga subarachnoid dalam keadaan normal terisi oleh cairan serebrospinal yang jernih dan tidak berwarna serta jaringan penunjang berbentuk trabekula halus, selain itu juga terdapat bagian distal dari sinus kavernosus, arteri carotis interna beserta percabangannya. Adapun patofisiologi perdarahan subarakhnoid traumatik misalnya akibat trauma kepala melalui mekanisme tertentu. Akselerasi angular yang merupakan kombinasi akselerasi translasional dan rotasional adalah bentuk proses cedera akibat gaya kelembaman (inertial forces) yang paling sering. Pada akselerasi angular, pusat gravitasi kepala bergerak terhadap poros di pusat angulasi, yaitu vertebra servikal bawah atau tengah. Kekuatan dan lamanya akselerasi angular menentukan parahnya kerusakan otak yang disebabkannya. Akselerasi berkecepatan tinggi dalam durasi singkat menyebabkan kerusakan pembuluh darah superfisial seperti vena-vena jembatan dan pembuluh-pembuluh pial. Sedangkan akselerasi berkecepatan tinggi dengan durasi yang lebih lama dapat menyebabkan kerusakan aksonal. Perdarahan subarakhnoid traumatik ini dihubungkan dengan robeknya pembuluh darah kecil yang melintas dalam ruang subarakhnoid karena teregang saat fase akselerasi atau deselerasi. Selain itu terkumpulnya darah di ruang subarakhnoid dapat disebabkan dari darah akibat kontusio serebral dan perluasan perdarahan intra ventrikel ke ruang subarachnoid.Adanya akumulasi darah pada ruang subarachnoid menyebabkan pergeseran volume otak yang mengakibatkan peningkatan tekanan intra cranial (TIK) yang dapat bermanifestasi sebagai nyeri kepala, muntah proyektil dan papil edema. Keluhan nyeri kepala cenderung intermitten, tumpul, berdenyut yang semakin lama semakin memberat. Pada kasus ini adanya nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat yang dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial atau dapat pula disebabkan adanya rangsangan pada bangunan peka nyeri seperti duramater, pembuluh darah dan periosteum.Pada saat terjadi peningkatan tekanan intracranial karena adanya edema akibat cedera kepala, selanjutnya akan merangsang reseptor tekanan intracranial. Ketika reseptor tekanan intracranial terangsang akan mengakibatkan pusat muntah di dorsolateral formation reticularis terangsang. Selanjutnya formation retikularis akan menyalurkan rangsang motorik melalui nervus vagus. Selanjutnya nervus vagus akan menyebabkan kontraksi duodenum dan antrum lambung dan terjadi peningkatan tekanan intraabdomen, selain itu nervus vagus juga membuat sfingter esophagus membuka. Oleh karena itu terjadi muntah menyemprot. Pada pasien ini juga ditemukan adanya gejala muntah yang proyektil.

SAH traumatik dapat menyebabkan terjadinya kejang. Probabilitas SAH menyebabkan kejang kurang dari 15%. Proses epileptogenesis dari perdarahan subarakhnoid traumatik berkaitan erat dengan kontak langsung antara darah dengan jaringan korteks. Hemolisis darah pada ruang subarakhnoid akan menghasilkan deposisi ion Fe yang mengaktifkan kaskade asam arakhidonat dan osilasi kalsium dalam sel-sel glia yang selanjutnya menyebabkan kematian neuron yang berakhir dengan terbentuknya gliosis (parut glia) yang menjadi pusat aktivitas epileptiform. Suatu lesi yang melibatkan korteks serebri, seperti pada tumor, infark, atau cedera traumatik, menyebabkan kelemahan sebagian tubuh sisi kontra-lateral. Temuan klinis khas yang berkaitan dengan lesi di lokasi tersebut adalah paresis ekstremitas atas bagian distal yang dominan, konsekuensi fungsional yang terberat adalah gangguan kontrol motorik halus. Kelemahan tersebut tidak total (paresis, bukan plegia), dan lebih berupa gangguan flaksid, bukan bentuk spastik, karena jaras motorik tambahan (nonpiramidal) sebagian besar tidak terganggu.Pada pasien ini didapatkan adanya kaku kuduk, Kaku kuduk terjadi karena meningismus, menunjukkan tahanan yang disertai nyeri terhadap fleksi leher pasif maupun aktif yang disebabkan oleh iritasi meningen servikal oleh darah dalam ruang subarakhnoid atau oleh inflamasi. Pergerakan fleksi kepala akan menjadi tegang dan kaku pada struktur lokasi dari meningen, serabut saraf, atau medula spinalis yang mengalami inflamasi dan ataupun edema. Penatalaksanaan pada kasus cedera kepala yaitu survey primer meliputi Airway, Breathing, Circulation dan Disability maupun survey sekunder seperti pemeriksaan laboratorium, urin, maupun radiologi diagnostik. Pengobatan perdarahan subarachnoid meliputi pengobatan pencegahan terhadap komplikasi yang umumnya bersifat fatal. Penatalaksanaan umum terhadap pencegahan terjadinya perdarahan berulang antara lain menempatkan penderita pada ruangan khusus yang tenang dan dengan penerangan yang sederhana. Kepala sepenuhnya harus ditinggikan 30% untuk memperbaiki intra kranialvenous return.berikan obat-obatan yang melunakkan feces (stool softener), berikan anti muntah dan berikan obat analgetik. Pemberian kortikosteroid masih kontroversial tetapi dexamethasone sering kali diberikan terutama pada penderita dengan keadaan poorer gradeyang disertaibrain edemadan tekanan intrakranial meningkat. Pemberian antasida atau H2-antagonist diperlukan terutama pada pemberian obat-obat golongan steroid dan akibatstress ulcersdari perdarahan subarachnoidnya sendiri.Epilepsi sekunder umumnya terjadi sebagai komplikasi perdarahan subarachnoid. Walaupun pemberian antikonvulsan sebagai profilaksis masih kontroversial tetapi dengan pemberian antikonvulsan ini diharapkan akan memberikanoutcomeyang lebih baik. Antikonvulsan fenitoin dapat diberikan walaupun pada penderita yang mengalami gangguan kesadaran dan juga tersedianya dalam bentuk sediaan injeksi untuk intravenous.Prognosis pada pasien-pasien dengan SAH traumatik sangat bergantung pada klasifikasi keparahan cedera kepalanya, banyaknya volume perdarahan dan distribusi SAH. Adanya perdarahan subarakhnoid pada sisterna basal dan konveksitas serebri mengindikasikan keluaran yang buruk. Pada penelitian oleh Kakarieka dkk. Di Jerman menunjukkan keluaran pasien cedera kepala berat (CKB) dengan SAH traumatik secara bermakna lebih buruk daripada pada pasien CKB tanpa SAH traumatik.BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologi, pasien laki-laki berusia 63 tahun didiagnosis dengan perdarahan subaraknoid traumatika dan perdarahan intraserebral. Pada kasus ini, pasien mengalami penurunan kesadaran yang disertai muntah dan kejang. Setelah mendapat penanganan dan kesadaran membaik, pasien mengeluhkan nyeri kepala. Pada pasien ini telah dilakukan CT Scan kepala tanpa kontras dengan kesan perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral.Terapi pada kasus ini adalah pengobatan umum (suportif) untuk mengatasi kejang, nyeri kepala, penanganan leukositosis, pemberian cairan dan hidrasi, serta nutrisi. Untuk penanganan secara operatif masih harus dipertimbangkan lebih lanjut dikarenakan oleh faktor usia dan komplikasi.

Perdarahan subarakhnoid traumatika merupakan salah satu komplikasi akibat dari cedera kepala yang ringan hingga berat. Dalam mendiagnosis SAHt ini secara anamnesis ataupun klinis dapat timbul kesulitan terutama pada kasus cedera kepala ringan dan tidak menimbulkan gejala klinis yang khas seperti keadaan iritasi pada meningen. Oleh karenanya pemeriksaan penunjang imajing untuk membantu mendiagnosis dalam hal ini CT Scan menjadi penting bagi klinisi dalam hal penatalaksanaan selanjutnya.DAFTAR PUSTAKA1. Rose FC. The history of cerebral trauma in Neurology and Trauma. 2nd ed. Oxford University Press.2006; 2:19.

2. Weintraub A, Ashley MJ. Aging and Related Neuromedical Issues in Traumatic Brain Injury Rehabilitative Treatment and Case Management. 2nd ed. CRC press.2004; 9:273.

3. Thurman, D.J et.al., Traumatic Brain Injury in the United States: A public health perspective, J. Head Trauma Rehabil. 14(6), 602-615.

4. Misbach J. Patofisiologi cedera kranioserebral. Neurona 1999 Jul;16(4):4-7

5. Kakarieka A. The German Study of Nimodipine in Traumatic Subarachnoid Haemorrhage in Ischemia in Head Injury in 10th European Congress of Neurosurgery. Berlin.1995.

6. Torner JC., Choi S, Barnes TY. Epidemiology of head injuries in Traumatic brain injury. Thieme.1999; 2:22.

7. Graham DI, Saatman KE, Marklund N, et.al. The neuropathology of trauma in Neurology and Trauma. 2nd ed. Oxford University Press.2006; 4:47.

8. Suryamiharja A. Penatalaksanaan cedera kranioserebral akut. Neurona 1999 Jul;16(4):8-11.

9. Soertidewi L. Penatalaksanaan kedaruratan cedera kranio serebral. Dalam: Hakim M, Ramli Y, Lastri DN, Hamonangan R, Bayu P, Roiana N, editors. Proceedings updates in emergencies II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 51-72.

10. Graham DI. Neuropathology of head injury. In: Narayan RK, Wilberger JE Jr., Povlishock JT, editors. Neurotrauma. New York: McGraw-Hill; 1996. p. 43-59.

11. Gershon A. Subarachnoid hemorrhage. From : www.emedicine.com

12. Demircivi F, Ozkan N, Buyukkececi S, Yurt I, Miniksar F, Tektas S. Traumatic subarachnoid haemorrhage: analysis of 89 cases. Acta Neurochir (Wien). 1993;122(1-2):45-8

13. Greene KA, Marciano FF, Johnson BA, et.al. Impact of traumatic subarachnoid hemorrhage on outcome in nonpenetrating head injury. Part I: A proposed computerized tomography grading scale. J Neurosurg. 1995 Sep;83(3):445-52.

14. Agrawal A, Agrawal CS, Singh GK, et.al. Head injuries and mortality : Where can ce improve ? A single Institution experience. Nepal Journal of Neuroscience 2005 3:40-48.

15. Halliday AL. Patophysiology of severe traumatic brain injuries. In: Marion DW, editor. Traumatic brain injury. New York: Thieme; 1999. p. 29-38.

16. Basyiruddin A. Mekanisme dan patofisiologi dari cedera kepala. Dalam: Amir D, Basyiruddin A, Frida M, Djamil J, editors. Kumpulan makalah simposium cedera kepala. Padang: Anonymous; 1995. p. 1-22.

17. Lowe JG, Northrup BE. Traumatic intracranial hemorrhage. In: Evans RW, editor. Neurology and trauma. Philadelphia: W. B. Saunders; 1999. p. 140-50.

18. Zee CS, Go JL, Kim PE, Geng D. Computed tomography and magnetic resonance imaging in traumatic brain injury. In Neurology and trauma. Evans RW 2nd ed. New York : Oxford University Press; 2006. p. 36

19. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical Neurology. 5th ed. New York: McGraw-Hill; 2002. p. 70-94.

20. Turner C. Crash course neurology. 2nd ed. Italy, Mosby, 2006.p165

21. DeMyer WE. Technique of the neurologic examination. 5th ed. New York; McGraw-Hill, 2004.p590

22. Newton T, Krawczyk J, Lavine S. Subarachnoid hemorrhage [monograh on the Internet]. eMedicine; c 2005 [updated 2004 Nov 11; cited 2006 Mar 20]. Available from: http://www.emedicine.com/htm.

23. Edlow AJ, Caplan LR. Avoiding pitfalls in the diagnosis of subarachnoid hemorrhage. New England J of Med 2000 Jan;342(1):29-36.

24. Van Gijn J, Rinkel GJE. Subarachnoid haemorrhage: diagnosis, causes and management. Brain 2001 Feb;124(2):249-78.

25. Kneyber MCJ, et.al. Earli posttraumatic subarachnoid hemorrhage due to dissecting aneurysms in three children. Neurology 2005;65:1663-1665.

26. Zubkov AY. Posttraumatic vasospasm: is it important? [monograph on the Internet]. Russian Neurosurg 2001 [cited 2006 Apr 28];1(3). Available from: http://www.neuro.neva.ru/English/Issues/Articles I 2001/zubkov.htm.

27. Dorsch N. Subarachnoid haemorrhage and associated vasospasm: Do they play a role in traumatic brain ischemia in Ischemia in head injury 10th European congress of neurosurgery. Berlin. 1995. p33

28. Oertel M, Boscardin WJ, Obrist WD, Glenn TC, McArthur DL, Gravori T, et al. Posttraumatic vasospasm: the epidemiology, severity, and time course of an underestimated phenomenon: a prospective study performed in 299 patients. J Neurosurg 2005 Nov;103(5):812-24.

29. Dowling JL, Brown AP, Dacey RG Jr. Cerebrovascular complications in the head-injured patient. In: Narayan RK, Wilberger JE Jr., Povlishock JT, editors. Neurotrauma. New York: McGraw-Hill; 1996. p. 655-72.

30. Harris S. Penatalaksanaan perdarahan subarachnoid. Dalam: Hakim M, Ramli Y, Lastri DN, Hamonangan R, Bayu P, Roiana N, editors. Proceedings updates in emergencies II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 154-65.

31. Cohadon F. The concept of secondary damage in brain trauma. In: Smith TCG, editor. Ischaemia in head injury: proceedings of a special symposium. Berlin: Springer-Verlag; 1996. p. 1-7.

32. Yang SY, Wang ZG. Therapeutic effect of nimodipine on experimental brain injury. Chin J Traumatol 2003 Dec;6(6):326-31.

33. Murthy SP, Bhatia P, Prabhakar T. Cerebral vasospasm: aethiopathogenesis and intensive care management. Indian J Crit Care Med 2005 Mar;9(1):42-6.

34. Borel CO, McKee A, Parra A, Haglund MM, Solan A, Prabakhar V, et al. Possible role for vascular cell proliferation in cerebral vasospasm after subarachnoid hemorrhage. Stroke 2003;34:427.

35. Abraszko R, Zub L, Mierzwa J, Berny W, Wronski J. Posttraumatic vasospasm and its treatment with nimodipine. Neurol Neurochir Pol. 2000 Jan-Feb;34(1):113-20.

36. JLangham, CGoldfrad, GTeasdale, DShaw, KRowan. Calcium channel blockers for acute traumatic brain injury. The Cochrane Database of Syst Rev 2003;(4):CD000565.

37. Blardi P, Urso R, de Lalla A, Volpi L, Perri TD,Auteri A. Nimodipine: drug pharmacokinetics and plasma adenosine levels in patients affected by cerebral ischemia. Clin Pharm & therapeutics 2002 Nov;72(5):556-61.

38. Anonymous. Nimotop30mg tablets, nimotopiv solution. Available from: www.intekom.com/pharm/bayer/nimotop.html.

39. Anonymous. Nimotop (nimodipine) capsules for oral use. Available from: www.univgraph.com/bayer/inserts/nimotop.pdf.

40. Abernethy DJ, Schwartz JB. Calcium-antagonist drugs. New England J of Med 1999;341(19):1447-57.

41. Smith DE, Greenwald BD. Management and staging of traumatic brain injury [monograph on the Internet]. eMedicine; c 2005 [updated 2003 Dec 19; cited 2006 Mar 20]. Available from: http://www.emedicine.com/htm.

42. Temkin NR, Haglund M, Winn HR. Post-traumatic seizures. In: Narayan RK, Wilberger JE Jr., Povlishock JT, editors. Neurotrauma. New York: McGraw-Hill; 1996. p. 71-101.

43. Gaetani P, Tancioni F, Tartara F, Carnevale L, Brambilla G, Mille T, et al. Prognostic value of the amount of post-traumatic subarachnoid haemorrhage in a six month follow up period. J Neurol Neurosurg Psychiatry 1995;59:635-7.

44. Kakarieka A, Braakman R, Schakel EH. Clinical significance of the finding of subarachnoid blood on CT scan after head injury. Acta Neurochir (Wien) 1994;129(1-2):1-5.

45. Shigemori M, Tokutomi T, Hirohata M, Maruiwa H, Kaku N, Kuramoto S. Clinical significance of traumatic subarachnoid hemorrhage. Neurol Med Chir (Tokyo) 1990 Jun;30(6):396-400.

46. Wahjoepramono EJ, Sidipramono P, Yunus Y. The treatment of spontaneous subarachnoid hemorrhage. Neurona, vol.20, No.3-4, Juli 2003. p17

47. Hijdra et.al. Stroke.1990; 21: 1156-61.

i