Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KOMPARASI PENGGUNAAN FILLER KACA PADA CAMPURAN
HRS DAN SMA TERHADAP KARAKTERISTIK
MARSHALL DAN WORKABILITAS
NASKAH PUBLIKASI
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Sipil
diajukan oleh :
Rossian March Setiawan
NIM : D 100 090 040
Kepada :
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
1
COMPARISON USE GLASS FILLER ON MIXED OF HRS AND SMA TOWARD
CHARACTERISTICS OF MARSHALL AND WORKABILITY
KOMPARASI PENGGUNAAN FILLER KACA PADA CAMPURAN HRS DAN SMA TERHADAP
KARAKTERISTIK MARSHALL DAN WORKABILITAS
Rossian March Setiawan1),Agus Riyanto2) dan Sri Widodo3)
1) Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan Surakarta 57102.
Email : [email protected] 2), 3) Staf pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan Surakarta 57102.
ABSTRACT
HRS and SMA is a mixture of open graded asphalt aggregate with a relatively high asphalt content of glass while functioning
as an alternative filler to fill voids and increase the contact area between the grains aggregate thereby increasing the density,
strength and other characteristics of the asphalt concrete. The purpose of this study is to find the Marshall characteristics of the mixture HRS-WC and SMA 0/11 with the use of glass filler and filler optimum proportion and magnitude Workability.
This study used an experimental method with a variation of bitumen content 5.5 %, 6 %, 6.5 %, 7 %, 7.5 % and 8 % of the
total aggregate weight of each mixture to determine the optimum bitumen content , while the manufacture of mixed HRS-WC and SMA 0/11 this refers to the specification of Highways 2010. Having obtained the optimum bitumen content values
respectively - each blend , made with a variety of specimen glass filler 0 %, 25 %, 50 %, 75 %, 100 % of the average weight -
average aggregate pass no. 200 . Then be tested against the test object with the Marshall test method , while for workability use high parameters of the test specimen at 5x and 150x collisions . Marshall value analysis results with glass filler levels
0 % , 25 % , 50 % , 75 % , 100 % indicates that the mixture HRS-WC and SMA 0/11 score stability, VFWA, MQ tend has
increased , while the value of flow, VIM, VMA tended to decrease with increasing filler content. Analysis of the results obtained optimum filler content of 22.75 % for mixed HRS-WC and 31.50 % for mixed SMA 0 / 11. The value is based on a
review of factors workabilitas mixture density at HRS-WC and SMA 0/11 tended to decrease with increasing levels of glass
filler, whereas the values obtained by the method Cabrera Workability Index (WI), which tends to decrease on a mix HRS -
WC, and tend steady on mixed SMA 0/11 in line with increasing levels of glass filler .
Keyword : Glass Filler, Hot Rolled Sheet Wearing Course, Split Mastic Asphalt, Marshall characteristics, Workability.
ABSTRAK
HRS dan SMA merupakan suatu campuran aspal agregat yang bergradasi terbuka dengan kandungan aspal yang relatif tinggi
sedangkan kaca sebagai alternatif filler berfungsi mengisi rongga dan menambah bidang kontak antar butir agregat sehingga akan meningkatkan kepadatan, kekuatan dan karakteristik lain beton aspal. Tujuan penelitian ini adalah mencari karakteristik
Marshall pada campuran HRS - WC dan SMA 0/11 dengan menggunakan filler kaca dan proporsi filler optimum serta
besarnya Workabilitas. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan variasi kadar aspal 5,5%, 6%, 6,5%, 7%, 7,5% dan 8% terhadap total berat agregat masing masing campuran untuk menentukan kadar aspal optimum, sedangkan pada
pembuatan campuran HRS-WC dan SMA 0/11 ini mengacu pada spesifikasi Bina Marga 2010. Setelah didapatkan nilai kadar
aspal optimum masing – masing campuran, dibuat benda uji dengan variasi filler kaca 0%, 25%, 50%, 75%, 100% dari berat rata – rata agregat lolos no. 200. Kemudian dilakukan pengujian terhadap benda uji tersebut dengan metode Marshall test,
sedangkan untuk workabilitas menggunakan parameter tinggi benda uji pada 5x dan 150x tumbukan. Hasil analisa nilai
Marshall dengan kadar filler kaca 0%, 25%, 50%, 75%, 100% menunjukkan bahwa campuran HRS - WC dan SMA 0/11 nilai
stabilitas, VFWA, MQ cenderung mengalami kenaikan, sedangkan nilai flow, VIM, VMA cenderung mengalami penurunan
seiring bertambahnya kadar filler. Dari hasil analisa diperoleh kadar filler optimum sebesar 22,75% untuk campuran HRS -
WC dan 31,50% untuk campuran SMA 0/11. Besarnya nilai workabilitas berdasarkan tinjauan faktor kepadatan pada campuran HRS – WC dan SMA 0/11 cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kadar filler kaca,
sedangkan berdasarkan metode Cabrera didapatkan nilai Workability Index (WI) yang cenderung mengalami penurunan pada
campuran HRS – WC, dan cenderung stabil pada campuran SMA 0/11 seiring dengan bertambahnya kadar filler kaca.
Kata kunci : Filler kaca, Hot Rolled Sheet Wearing Course, Split Mastic Asphalt, Karakteristik Marshall, Workabilitas.
LATAR BELAKANG
Lapis perkerasan jalan adalah bagian terpenting dari
struktur konstruksi jalan dalam mendukung beban lalu lintas
kendaraan. Banyak sekali jalan-jalan yang mengalami kerusakan
sebelum umur layanannya berakhir. Penelitian-penelitian terus
dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja
campuran agregat aspal dan mengantisipasi kerusakan jalan
sebelum waktunya, seperti terjadinya retak, alur (bekas roda
kendaraan) serta bleeding. Salah satu campuran aspal agregat
yang banyak digunakan dan dikembangkan untuk lalu lintas berat
adalah campuran Hot Rolled Sheet (HRS) dan Split Mastic Aspal
(SMA). HRS dan SMA merupakan suatu campuran aspal agregat
yang bergradasi terbuka dengan kandungan aspal yang relatif
tinggi. Selain hal tersebut, campuran ini juga membutuhkan
bahan pengisi (filler) untuk mendukung kekuatan, jumlah rongga
udara, permeabilitas dan ketahanan terhadap gaya luar serta
pengaruh cuaca sehingga dapat mewujudkan konstruksi yang
tahan terhadap air dan udara. Bahan pengisi yang sering
digunakan ialah abu batu, kapur, portland cement dan lain
sebagainya.
Pengolahan limbah merupakan usaha melakukan kegiatan
proses daur ulang atau penggunaan kembali suatu bahan agar
dapat menjadi sebuah produk yang mempunyai nilai ekonomis,
termasuk penggunaan dalam konstruksi perkerasan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kaca sebagai
filler dikarenakan kaca merupakan sebuah subtansi yang keras
dan rapuh, serta di dalam kaca terdapat silika sebagai bahan
komponen utama. Dapat diketahui bahwa silika merupakan
2
bahan yang bersifat mengikat atau memiliki angka adhesi yang
cukup tinggi.
Alasan pemanfaatan kaca dari limbah botol merupakan
wujud kepedulian terhadap lingkungan sebagai bahan tepat guna,
selain itu didalam kaca mempunyai kandungan silika yang tinggi,
sehingga diharapkan akan menambah daya tahan lapis perkerasan
aspal terhadap kerusakan yang disebabkan oleh air dan cuaca.
Oleh karena itu, peneliti mencoba menggunakan limbah kaca
sebagai filler pada campuran HRS dan SMA, sehingga diharapkan
dapat menambah daya tahan lapis perkerasan aspal terhadap
kerusakan terhadap gaya luar dan cuaca
TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya
nilai-nilai Marshall dan filler optimum pada tiap – tiap variasi
penambahan filler kaca pada campuran Hot Rolled Sheet (HRS)
dan Split Mastic Aspalt (SMA), serta mengetahui pengaruh filler
terhadap workabilitas campuran.
Pengujian Marshall terhadap campuran aspal beton ini
untuk mencari data dari persyaratan campuran dan memperoleh
hasil perhitungan akhir dari sifat-sifat Marshall seperti:
1. Volume Pori Dalam Agregat Campuran (VMA)
VMA adalah banyaknya pori diantara butir-butir agregat di
dalam beton aspal padat, dinyatakan persentase. Maka
menggunakan rumus:
VMA = (100 –
) % dari volume bulk beton aspal
padat (1)
dengan :
VMA = Volume pori antara agregat di dalam beton aspal
padat, % dari volume bulk beton aspal padat.
Gmb = Berat jenis bulk dari beton aspal padat.
Ps = Kadar agregat, % terhadap berat beton aspal
padat.
Gsb = Berat jenis bulk dari agregat pembentuk beton
aspal padat.
2. Volume Pori Dalam Beton Aspal Padat (VIM)
VIM adalah banyaknya pori di antara butir-butir agregat yang
diselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap
volume beton aspal padat.
Maka menggunakan rumus :
VIM = (
) dari volume bulk beton
aspal padat (2)
dengan :
VIM = Volume pori dalam beton aspal padat, % dari
volume bulk beton aspal padat
Gmm = Berat jenis maksimum dari beton aspal yang
belum dipadatkan
Gmb = Berat jenis bulk dari beton aspal padat
3. VFWA (Voids filled with asphalt)
VFWA adalah nilai yang merupakan persentase volume beton
aspal padat yang menjadi selimut aspal.
Maka dengan menggunakan rumus :
VFWA =
dari VMA (3)
dengan :
VFWA = Volume pori antara butir agregat yang terisi
aspal, % dari VMA.
VMA = Volume pori antara butir agregat didalam beton
aspal padat,% dari volume bulk beton aspal padat.
VIM = Volume pori dalam beton aspal padat, % dari
volume bulk beton aspal padat.
4. Stabilitas Marshall
Stabilitas merupakan kemampuan perkerasan jalan menerima
beban lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti,
gelombang, alur dan blending. Perhitungan stabilitas dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
S = P x K x T x 0,4536 (4)
dengan :
S = Stabilitas (kg)
P = Angka pembacaan arloji
K = Angka kalibrasi alat
T = Angka kolerasi tinggi
0,4536 = Angka konversi berat dari lbs ke kg
5. Kelelehan (Flow)
Kelelehan atau flow merupakan besarnya deformasi vertikal
sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai
kondisi kestabilan mulai menurun. Pengukuran flow bersamaan
dengan pengukuran stabilitas Marshall.
6. Marshall Quotient
Marsahall Quotient merupakan hasil bagi dari stabilitas dengan
kelelehan. Karakterisk ini dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
MQ = S/F (5)
dengan :
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
S = Stabilitas (kg)
F = Kelelehan (mm)
Workabilitas adalah kemudahan dalam pelaksanaan, Faktor
yang mempengaruhi workabilitas adalah gradasi agregat,
temperatur pemadatan dan kandungan bahan pengisi. Ada
beberapa metode untuk untuk mengetahui nilai workabilitas
disini dijelaskan dengan dua metode yang digunakan yaitu :
1. Mencari nilai workabilitas berdasarkan faktor kompaksi
(pemadatan) terhadap bahan perkerasan. Untuk mengetahui
berapa besarnya nilai workabilitas dapat menggunakan rumus :
Faktor kepadatan (C)
C = x100%n x tumbuka150 Volume
n x tumbuka5 Volume (6)
dengan :
- Volume 5 x tumbukan = ¼ π d2 t
d = Diameter benda uji
t = Tinggi benda uji setelah 5 x tumbukan
- Volume 150 x tumbukan = ¼ π d2 t
d = Diameter sampel
t = Tinggi benda uji setelah 150 x tumbukan
2. Mencari nilai Workabilitas dengan metode yang dikembangkan
oleh Cabrera (Zacrob, S.E. at all, 1990). Untuk mengukur
workabilitas campuran aspal dengan menggunakan alat
Gyratory Testing Machine (GMT) secara singkat terdiri atas
beberapa langkah:
a. Ukur pengurangan tinggi benda uji selama proses pemadatan.
b. Gunakan tinggi benda uji untuk menghitung volume benda
uji dan porositasnya pada i putaran, menggunakan rumus
berikut:
Vi = 4
1x π x D2 x hi (7)
Di =
iV
aW
(8)
dengan :
Vi = Volume benda uji pada i putaran (cm3)
hi = Tingi benda uji pada i putaran (cm) (%)
Di = Kepadatan pada i putaran (gram/cm3)
Wa = Berat benda uji di udara (gram)
Berat jenis (SG) untuk setiap benda uji diperoleh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
3
SG =
bSG
wbP
fSG
wfP
sSG
wsP
aSG
waP
100
(9)
Dan porositas pada i putaran:
Pi =
(
-
SG
iD
)
x 100 (10)
dengan :
Pi = porositas total pada i putaran (%)
SG = berat jenis benda uji
Pw = persen berat dalam campuran, a = agregat kasar,
s = pasir, f = filler, b = bitumen
Dari data yang diperoleh dibuat gambar hubungan antara Pi
dengan log[jumlah putaran(i)]. Gambar yang terjadi akan
berbentuk linear dengan persamaan :
Pi = A – B log i (11)
dengan :
A = intercept pada sumbu y,
B = kemiringan garis
i = jumlah putaran
Menurut Zacrob (1999) untuk pemadatan medium jika
digunakan pemadat Gyratory diperlukan 80 putaran yang
ekuivalen dengan 50 tumbukan alat penumbuk Marshall.
Sedang untuk pemadatan berat diperlukan 120 putaran untuk
alat pemadat Gyratory yang ekuivalen dengan 75 tumbukan
alat penumbuk Marshall. Dari sini dapat disimpulkan bahawa 1
tumbukan penumbuk Marshall akan ekuivalen dengan 1,6
putaran pemadat Gyratory. Ekuivalensi nilai jumlah tumbukan
penumbuk Marshall dengan pemadat Gyratory antara lain
sebagai berikut :
8 putaran = 5 tumbukan Marshall
40 putaran = 25 tumbukan Marshall
80 putaran = 50 tumbukan Marshall
120 putaran = 75 tumbukan Marshall
200 putaran = 125 tumbukan Marshall
240 putaran = 150 tumbukan Marshall
Workabilitas dinyatakan dengan Workability Index (WI) yang
didefinisikan dengan rumus :
WI =
(
A
1
)
x 100 (12)
Batas suatu campuran aspal panas dikategorikan mudah untuk
dikerjakan dan dipadatkan adalah apabila nilai Workability
Index (WI) lebih besar dari 6.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan langkah–langkah sebagai
berikut :
a. Pengujian bahan, meliputi pengujian dar agregat kasar, agregat
halus, aspal dan filler.
b. Pengujian Marshall untuk menentukan kadar aspal optimum
masing-masing campuran campuran HRS-WC dan SMA 0/11.
c. Pengujian Marshall dan Workabilitas dengan variasi
penambahan filler gelas kaca 0%, 25%, 50%, 75%, 100% dari
berat rata-rata agregat lolos no. 200 masing-masing campuran.
Dengan menggunakan kadar aspal optimum yang didapat dari
pengujian sebelumnya
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kadar Aspal Optimum
Didalam penelitian ini didapatkan kadar aspal optimum
pada campuran HRS – WC gradasi semi senjang sebesar 7,17%,
sedangkan untuk campuran SMA 0/11 adalah 7,06%.
Hasil Pengujian Marshall
Hasil pemeriksaan Marshall test untuk variasi filler kaca
untuk campuran HRS – WC gradasi semi senjang dengan kadar
aspal optimum ditunjukkan pada Tabel 1 dan untuk campuran
SMA 0/11 ditunjukkan pada Tabel 2
Tabel 1 Hasil pemeriksaan Marshall test dengan variasi filler kaca pada campuran HRS – WC gradasi semi
senjang.
Kadar Filler
(%)
Kadar Aspal Optimum
(%)
Stabilitas
(kg)
Flow
(mm)
VFWA
(%)
VIM
(%)
MQ
(kg/mm)
VMA
(%)
0
7.17
2084.43 3.34 71.99 5.91 623.17 21.09
25 2102.33 3.21 72.03 5.88 654.52 21.03
50 2158.92 3.18 72.31 5.79 684.32 20.92
75 2268.37 2.83 72.42 5.75 804.34 20.84
100 2394.36 2.63 72.44 5.73 915.29 20.79
Spesifikasi min 800 min 3 min 68 4 - 6 min 250 min 18
(Sumber : Hasil Penelitian)
Tabel 2 Hasil pemeriksaan Marshall test dengan variasi filler kaca pada campuran SMA 0/11.
Kadar Filler (%) Kadar Aspal
Optimum (%) Stabilitas (kg) Flow (mm) VFWA (%) VIM (%) MQ (kg/mm)
0
7.06
801.92 3.86 77.15 4.53 207.79
25 873.02 3.73 77.36 4.46 233.88 50 926.17 3.68 77.55 4.40 252.12
75 964.13 3.01 77.59 4.38 330.83
100 977.98 2.71 77.45 4.39 367.49 Spesifikasi min 670 2 - 4 76-82 3 - 5 190-300
(Sumber : Hasil Penelitian)
4
Analisis Sifat Marshall
Berdasarkan analisis sifat Marshall yang dilakukan
diperoleh nilai-nilai Karakteristik Marshall antara lain Marshall
Test diperoleh nilai VMA, VIM, VFWA, Stabilitas, Flow, dan
Marshall Quotient.
1. Pengaruh terhadap stabilitas
Nilai stabilitas menunjukkan besarnya kemampuan lapis
perkerasan untuk menahan terjadinya perubahan bentuk akibat
beban berulang dari lalu lintas. Campuran dengan nilai
stabilitas kurang dari batas minimum spesifikasi akan
menyebabkan lapisan permukaan menjadi lembek dan tidak
fleksibel, sebaliknya nilai stabilitas yang melebihi dari batas
maksimum dari spesifikasi yang ada akan menyebabkan
lapisan perkerasan mudah retak karena bersifat lebih kaku dan
getas.
Dari hasil perhitungan pada Tabel 1 dan Tabel 2
menunjukkan bahwa nilai stabilitas yang dihasilkan semakin
meningkat dengan bertambahnya prosentase filler yang
digunakan, hal ini disebabkan karena friksi / gaya gesek filler
kaca yang tinggi dibandingikan dengan abu batu. Namun
dengan pemakaian filler kaca yang terlalu banyak dapat
menyebabkan campuran cenderung kaku dan getas.
2. Pengaruh terhadap flow
Nilai flow atau kelelehan menunjukkan besarnya
deformasi/ perubahan bentuk yang terjadi pada suatu lapis
perkerasan akibat menahan beban tang diterima. Nilai flow
dipengaruhi oleh nilai VIM, VFWA, dan nilai stabilitas.
Campuran dengan nilai flow yang rendah dan stabilitas yang
tinggi cenderung bersifat kaku dan getas, sedangkan campuran
dengan nilai flow yang tinggi dan stabilitas yang rendah
cenderung plastis dan mudah mengalami perubahan bentuk
apabila mendapat beban lalu lintas.
Dari hasil perhitungan pada Tabel 1 dan Tabel 2
menunjukkan nilai flow yang mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan karena friksi / gaya gesek filler kaca yang tinggi
dibandingkan dengan abu batu. Sehingga dengan pemakaian
filler kaca yang terlalu banyak dapat menyebabkan campuran
cenderung kaku.
3. Pengaruh terhadap VFWA (Voids Filled With Asphalt)
Nilai VFWA menunjukkan besarnya rongga udara dalam
campuran yang terisi oleh aspal dan dinyatakan dalan persen.
Besarnya nilai VFWA mempengaruhi kekedapan campuran
terhadap air dan udara serta mempengaruhi kekuatan dari lapis
perkerasan. Nilai VFWA yang besar berarti tersedianya banyak
rongga dalam campuran yang dapat diselimuti oleh aspal.
Tetapi apabila nilai VFWA di bawah spesifikasi yang ada
berarti aspal yang dapat menyelimuti agregat terbatas sehingga
akan menghasilkan film yang tipis. Lapisan dengan film yang
tipis berakibat lapisan tidak lagi kedap air, oksidasi mudah
terjadi dan lapis perkerasan mudah mengalami kerusakan.
Dari hasil perhitungan pada Tabel 1 dan Tabel 2
menunjukkan bahwa dengan penambahan variasi kadar filler
kaca campuran cenderung mengalami kenaikan walau pun
sangat kecil sekali. Hal ini dikarenakan kaca cenderung tidak
menyerap aspal sehingga rongga dalam filler kaca mengalami
kenaikan seiring bertambahnya kadar filler kaca.
4. Pengaruh terhadap VIM (Void In The Mix)
Nilai VIM menunjukkan banyaknya rongga yang ada
dalam campuran. Nilai VIM dipengaruhi oleh banyak hal
diantaranya adalah suhu pemadatan, gradasi agregat, kadar dan
jenis bahan tambah serta kadar dan jenis aspal yang digunakan.
Mengingat dalam penelitian ini suhu pemadatan, gradasi
agregat serta kadar dan jenis aspal yang digunakan sama, maka
faktor yang mempengaruhi nilai VIM hanya berdasarkan variasi
kadar filler yang digunakan. Adanya variasi kadar filler,
menghasilkan nilai VIM yang cenderung semakin menurun
dengan bertambahnya kadar filler. Hal ini karena filler mampu
mengisi lebih banyak rongga udara yang terjadi. Pada waktu
pemadatan, partikel agregat ini dapat merapat dan butir bahan
pengisi akan mengisi rongga yang ada, sehingga dapat
memperkecil rongga yang terjadi.
Dari hasil perhitungan pada Tabel 1 dan Tabel 2
menunjukkan bahwa dengan penambahan variasi kadar filler
kaca nilai VIM mengalami penurunan walaupun angka
penurunannya kecil sekali. Hal ini dikarenakan butiran –
butiran dari filler kaca lebih mampu mengisi rongga – rongga
dalam campuran dibandingkan dengan abu batu.
5. Pengaruh terhadap MQ (Marshall Quotient)
Faktor yang mempengaruhi nilai MQ adalah stabilitas
dan flow. Campuran yang mempunyai nilai MQ rendah berarti
nilai stabilitasnya rendah disertai nilai flow yang tinggi,
sehingga campuran tersebut akan mengalami deformasi yang
cukup tinggi pada saat menerima beban lalulintas. Sebaliknya
pada campuran yang memiliki nilai MQ tinggi maka nilai
stabilitasnya tinggi disertai nilai flow yang rendah, sehingga
campuran akan menjadi kaku/getas dan bila menerima beban
lalu lintas akan mudah mengalami retak.
Dari hasil perhitungan pada Tabel 1 dan Tabel 2
menunjukkan bahwa meningkatnya pemakaian kadar filler kaca
pada campuran memberikan pengaruh terhadap kenaikan nilai
MQ, sehingga campuran cenderung kaku/getas.
6. Pengaruh terhadap VMA (Void In The Mineral Aggregate)
Nilai karakteristik VMA menunjukkan banyaknya rongga
diantara butir - butir agregat dalam beton aspal padat. Nilai
VMA dipengaruhi oleh jenis agregat, jenis bahan tambah yang
digunakan serta kadar dan jenis aspal yang digunakan.
Penurunan nilai VMA ini menunjukkan semakin berkurangnya
rongga antar butiran agregat dimana campuran semakin padat
karena rongga-rongga telah terisi oleh filler sehingga ruang
yang tersedia untuk aspal dan udara semakin berkurang.
Dari hasil perhitungan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
meningkatnya pemakaian kadar filler kaca pada campuran
memberikan penurunan nilai VMA, hal ini dikarenakan butiran
– butiran dari filler kaca lebih mampu mengisi rongga – rongga
dalam campuran dibandingkan dengan abu batu sehingga ruang
yang tersedia untuk aspal dan udara semakin berkurang
walaupun sedikit penurunannya.
Kadar Filler Optimum
Berdasarkan hasil pengujian Marshall beberapa variasi
kadar filler kaca didapatkan kadar filler optimum pada campuran
HRS – WC gradasi semi senjang sebesar 22,75 %, sedangkan
untuk campuran SMA 0/11 diperoleh 31,50 %.
Workabilitas Campuran
Workabilitas merupakan kemudahan dalam pelaksanaan,
faktor yang mempengaruhi workabilitas adalah gradasi agregat,
temperatur pemadatan dan kandungan bahan pengisi.
1. Hasil benda uji tinjauan workabilitas berdasarkan faktor
pemadatan.
Untuk hasil benda uji tinjauan workabilitas berdasarkan
faktor pemadatan campuran HRS – WC gradasi semi senjang
dapat dilihat pada Tabel 3dan untuk campuran SMA 0/11 dapat
dilihat pada Tabel 4 di bawah ini
.
5
Tabel 3. Nilai kepadatan benda uji campuran HRS – WC gradasi semi senjang
Kadar filler Sampel
Tinggi Sampel (mm) Diameter
(mm)
Volume
5 x tumb.
Volume
150 x tumb.
Faktor
Kepadatan Rata rata
5 x tumb. 150 x tumb.
0% I 7.70 6.45
10.15
623.035 521.893 119.380 119.367
II 7.77 6.51 628.699 526.748 119.355
25% I 7.74 6.5 626.272 525.939 119.077
118.837 II 7.78 6.56 629.508 530.794 118.598
50% I 7.75 6.57 627.081 531.603 117.960
118.374 II 7.84 6.6 634.363 534.030 118.788
75% I 7.82 6.6 632.745 534.030 118.485
118.155 II 7.8 6.62 631.127 535.649 117.825
100% I 7.85 6.61 635.172 534.839 118.759
117.938 II 7.8 6.66 631.127 538.885 117.117
(Sumber : Hasil Penelitian)
Tabel 4. Nilai kepadatan benda uji campuran SMA 0/11
Kadar filler Sampel
Tinggi Sampel (mm) Diameter
(mm)
Volume
5 x tumb.
Volume
150 x tumb.
Faktor
Kepadatan
Rata
rata 5 x tumb. 150 x tumb.
0% I 8.20 6.70
10.15
663.492 542.122 122.388 122.371
II 8.21 6.71 664.301 542.931 122.355
25% I 8.24 6.75 666.729 546.167 122.074
121.968 II 8.25 6.77 667.538 547.786 121.861
50% I 8.28 6.81 669.965 551.022 121.586
121.904 II 8.25 6.75 667.538 546.167 122.222
75% I 8.26 6.80 668.347 550.213 121.471
121.465 II 8.32 6.85 673.202 554.259 121.460
100% I 8.34 6.96 674.820 563.159 119.828
121.338 II 8.28 6.74 669.965 545.358 122.849
(Sumber : Hasil Penelitian)
Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 terlihat bahwa nilai
faktor kapadatan cenderung menurun seiring semakin besarnya
kadar filler. Hal ini dikarenakan sifat adhesi pada filler kaca yang
besar sehingga dengan penambahan filler kaca pada campuran
aspal akan cenderung sulit untuk dipadatkan dan campuran
cenderung lebih kaku dan getas, ini ditunjukkan dari nilai faktor
kepadatannya yang semakin menurun. hubungan antara nilai
faktor kapadatan dengan nilai workabilitas adalah berbanding
lurus.
2. Hasil benda uji tinjauan workabilitas berdasarkan metode
Cabrera.
Untuk hasil benda uji tinjauan workabilitas berdasarkan
metode Cabrera campuran HRS – WC gradasi semi senjang
dapat dilihat pada Tabel 5 dan untuk campuran SMA 0/11
dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 5. Hasil perhitungan nilai porositas campuran HRS – WC gradasi semi senjang.
Kadar filler Tumb. i putaran log i hᵢ (%) Wa Vi (cm³) Di (gram/cm³) SG Pi (%)
0% 5 x 8 0.9 7.70 1263 623.035 2.027
2.320 12.641
150 x 240 2.4 6.45 1257 521.893 2.409 -3.825
25% 5 x 8 0.9 7.74 1259 626.272 2.010
2.314 13.123
150 x 240 2.4 6.56 1259 530.794 2.372 -2.504
50% 5 x 8 0.9 7.75 1260 627.081 2.009
2.308 12.948
150 x 240 2.4 6.57 1266 531.603 2.381 -3.176
75% 5 x 8 0.9 7.82 1263 632.745 1.996
2.302 13.305
150 x 240 2.4 6.61 1271 534.839 2.376 -3.215
100% 5 x 8 0.9 7.85 1264 635.172 1.990
2.297 13.352
150 x 240 2.4 6.61 1271 534.839 2.376 -3.473
(Sumber : Hasil Penelitian)
6
Tabel 6. Hasil perhitungan nilai porositas campuran SMA 0/11.
Kadar filler Tumb. i putaran log i hᵢ (%) Wa Vi (cm³) Di (gram/cm³) SG Pi (%)
0% 5 x 8 0.9 8.21 1263 664.301 1.901
2.336 18.627
150 x 240 2.4 6.71 1267 542.931 2.334 0.121
25% 5 x 8 0.9 8.25 1263 667.538 1.892
2.329 18.752
150 x 240 2.4 6.77 1270 547.786 2.318 0.441
50% 5 x 8 0.9 8.25 1262 667.538 1.891
2.321 18.546
150 x 240 2.4 6.75 1269 546.167 2.323 -0.107
75% 5 x 8 0.9 8.32 1263 673.202 1.876
2.313 18.900
150 x 240 2.4 6.85 1272 554.259 2.295 0.795
100% 5 x 8 0.9 8.28 1262 669.965 1.884
2.306 18.305
150 x 240 2.4 6.74 1268 545.358 2.325 -0.839
(Sumber : Hasil Penelitian)
Dari hasil perhitungan nilai porositas campuran diatas dibuat
kurva hubungan antara Pi dengan log [jumlah putaran (i)]
sehingga didapat nilai A (Intercept pada sumbu y) masing –
masing penambahan kadar filler kaca. Sehingga didapatkan nilai
A sebagai berikut dan dilihat pada Tabel 7 dibawah ini.
Tabel 7. Hasil perhitungan nilai A (Intercept pada sumbu y).
Jenis
Campuran
Kadar filler
kaca (%)
Ekuivalen jumlah
putaran alat Gyratory
Intercept
sumbu y
(A) 8 240
HRS - WC
0% 12.641 -3.825 27.836
25% 13.123 -2.504 27.847
50% 12.948 -3.176 27.967
75% 13.305 -3.215 28.526
100% 13.352 -3.473 28.744
SMA0/11
0% 18.627 0.121 34.479
25% 18.752 0.441 34.485
50% 18.546 -0.107 34.489
75% 18.900 0.795 34.508
100% 18.305 -0.839 34.544
(Sumber : Hasil Penelitian)
Workability Index (WI) campuran aspal
Semakin besar Workability Index campuran aspal panas maka
campuran tersebut semakin mudah untuk dikerjakan dan
dipadatkan. Batas suatu campuran aspal panas dikategorikan
mudah untuk dikerjakan adalah jika WI nya lebih besar dari 6.
Hasil perhitungan WI berbagai macam variasi gradasi pada kadar
aspal optimum diperlihatkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil perhitungan Workability Index
Jenis
Campuran
Kadar filler
kaca (%)
Intercept
sumbu y (A)
Workability
Index (WI)
HRS - WC
0% 27.836 3.592
25% 27.847 3.591
50% 27.967 3.576
75% 28.526 3.506
100% 28.744 3.479
SMA0/11
0% 34.479 2.9003
25% 34.485 2.8998
50% 34.489 2.8995
75% 34.508 2.8979
100% 34.544 2.8949
(Sumber : Hasil Penelitian)
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
campuran aspal panas dengan filler kaca, serta pembahasan yang
telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil analisa komparasi karakteristik Marshall diperoleh:
a. Kadar aspal optimum
Kadar aspal optimum pada campuran HRS – WC gradasi semi
senjang sebesar 7,17%, sedangkan untuk campuran SMA
0/11 adalah 7,06%.
b. Stabilitas
Nilai stabilitas pada campuran HRS – WC gradasi semi
senjang seiring bertambahnya kadar filler kaca cenderung
mengalami kenaikan, sedangkan untuk campuran SMA 0/11
juga sama nilai stabilitasnya mengalami kenaikan seiring
bertambahnya kadar filler kaca
c. Flow
Nilai flow pada campuran HRS – WC gradasi semi senjang
seiring bertambahnya kadar filler kaca cenderung mengalami
penurunan, sedangkan untuk campuran SMA 0/11 juga sama
nilai flow mengalami penurunan seiring bertambahnya kadar
filler kaca
d. VFWA (Void Field With Asphalt)
Nilai VFWA pada campuran HRS – WC gradasi semi senjang
seiring bertambahnya kadar filler kaca cenderung naik,
sedangkan untuk campuran SMA 0/11 juga sama nilai VFWA
cenderung naik seiring bertambahnya kadar filler kaca.
e. VIM (Void In The Mix)
Nilai VIM pada campuran HRS – WC gradasi semi senjang
seiring bertambahnya kadar filler kaca cenderung mengalami
penurunan, sedangkan untuk campuran SMA 0/11 juga sama
nilai VIM cenderung mengalami penurunan seiring
bertambahnya kadar filler kaca.
f. MQ (Marshall Quotient)
Nilai MQ pada campuran HRS – WC gradasi semi senjang
seiring bertambahnya kadar filler kaca cenderung naik,
sedangkan untuk campuran SMA 0/11 juga sama nilai MQ
cenderung naik seiring bertambahnya kadar filler kaca.
g. VMA (Void In The Mineral Agregat)
Nilai VMA pada campuran HRS – WC gradasi semi senjang
seiring bertambahnya kadar filler kaca cenderung mengalami
penurunan, sedangkan untuk campuran SMA 0/11 juga sama
nilai VMA cenderung mengalami penurunan seiring
bertambahnya kadar filler kaca.
2. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan kadar filler optimum
pada campuran HRS – WC gradasi semi senjang sebesar 27,75
%, sedangkan untuk campuran SMA 0/11 diperoleh 31,50 %.
3. Hasil analisa nilai workabilitas diperoleh:
a. Nilai workabilitas berdasarkan metode faktor kompaksi
(kepadatan).
Pada campuran HRS – WC gradasi semi senjang nilai
kepadatannya mengalami penurunan seiring dengan
bertambahnya kadar filler kaca, sedangkan untuk campuran
SMA 0/11 sama nilai kepadatannya mengalami penurunan
dengan bertambahnya kadar filler kaca.
7
b. Nilai workabilitas berdasarkan metode yang dikembangkan
oleh Cabrera.
Pada campuran HRS – WC gradasi semi senjang didapatkan
nilai Workability Index (WI) yang cenderung mengalami
penurunan sehingga campuran cenderung kurang workable
seiring dengan bertambahnya kadar filler kaca. Sedangkan
untuk campuran SMA 0/11 nilai Workability Index (WI)
cenderung stabil walaupun mengalami penurunan yang
sangat kecil jadi dapat disimpulkan bahwa dengan
bertambahnya filler kaca pada campuran tidak mempengaruhi
nilai Workability Index (WI).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat
dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Mengingat hasil yang dididapat dari perhitungan nilai
Workability Index yang tidak berbeda jauh berdasar variasi
penambahan kadar filler yang diberikan, maka disarankan
untuk pengujian yang akan datang dapat menggunakan alat
aslinya yaitu alat uji Gyratory.
2. Disarankan pada penelitian dengan filler kaca untuk jenis
konstruksi perkerasan yang lain.
3. Untuk selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terhadap material kaca ini dengan tujuan penggunaannya
sebagai material tambahan lain dalam struktur perkerasan jalan
selain fungsinya sebagai filler.
DAFTAR PUSTAKA
Alkausar, Isa, 2007, Pemanfaatan Batu Bata Bangunan Gedung
Sebagai Filler terhadap sifat Marshall, Nilai Struktural
dan Workabilitas HRA, Skripsi. Surakarta: Program Studi
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Hardiyatmo, H.C., 2007, Pemeliharaan Jalan Raya, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Hardiyatmo,H.C., 2011, Perancangan Perkerasan Jalan dan
Penyelidikan Tanah, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Kementrian Pekerjaan Umum, 2010, Spesifikasi Umum 2010,
Direktorat Jendral Bina Marga.
Siswosoebroto I. dkk, Wokrability And Resilient Modulus of
Aspalt Concrete Mixtures Containing Flaky Aggregates
Shape, Journal of the Eastern Asia Society for
Transportation Studies, Vol. 6, pp. 1302 -1312, 2005,
Bandung Institute of Technology.
Sukirman, Silvia, 1995, Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung:
Nova.
Sukirman, Silvia, 2003, Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta:
Granit.
Suprapto Tm., 2004, Bahan dan Struktur Jalan Raya ; edisi II.,
Biro Pernerbit KMTS FT UGM, Yogyakarta.
Tahir, Anas, 2011, Kinerja Campuran Split Mastic Aspalt (SMA)
Yang Menggunakan Serat Selulosa Alami Dedak Padi,
Jurnal Rekayasa dan Manajemen Transportasi / Volume
I, No.1, Januari 2011, Universitas Tadulako Palu.
Waryanto, 2005, Kinerja Split Mastic Aspalt (SMA) Grading
0/11 Dengan Filler Portland Cement Dan Debu Batu
Terhadap Nilai Struktural, Skripsi. Surakarta: Program
Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Widodo, Sri, 2006, Pengaruh Gradasi Agregat Terhadap
Workabilitas Campuran Aspal Panas, Jurnal ECO
REKAYASA,
Volume 2, No. 1, Maret 2006.
.