14
Komplikasi neurologis pada diabetik ketoasidosis- sebelum dan setelah terapi insulin Manmohan Krishna Pandey, Purnima Mittra, Jitendra Doneria, Pradeep Kumar Maheshwari. Abstrak Latar Belakang: komplikasi neurologis pada DKA dapat hadir sebelum, selama dan setelah terapi. Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi komplikasi neurologis pada DKA dan efek dari terapi insulin. Tujuan: Untuk membandingkan komplikasi neurologis dari DKA sebelum dan sesudah terapi insulin. Bahan dan Metode: Studi Cross-Sectional ini menggunakan ukuran sampel 40. 40 kasus diabetes mellitus pada DKA diberi pengobatan standar dengan infus insulin dan cairan intravena. Pasien dibandingkan gejala dan tanda- tanda DKA-nya sebelum dan 12 jam dari terapi insulin. Hasil dianalisis dengan Software Grafik Pad dengan paired t test-dan dibahas dari segi nilai p. Hasil: Gejala umum seperti nyeri abdomen, haus, mual dan muntah dan tanda-tanda umum dari DKA seperti takikardi, hipotensi membran mukosa kering, dehidrasi dan respirasi Kussmaul menunjukkan perbaikan klinis yang signifikan dan secara statistik sangat signifikan dengan nilai p kurang dari 0,05 setelah terapi infus insulin. Gejala SSP seperti sakit kepala, perubahan pikir, tidak sadarkan diri dan respon verbal/motor abnormal terhadap nyeri meningkat setelah 12 jam terapi insulin infus dan cairan intravena dan hasilnya secara statistik signifikan dengan nilai p 0,0221 dan tanda- tanda SSP dari DKA seperti bradycardia, respon plantar ekstensor, papilledema dan kelumpuhan saraf kranial ketiga menunjukkan hasil klinis yang signifikan tetapi secara statistik tidak signifikan dengan nilai p 0,0911 setelah terapi insulin infus. Kesimpulan: manifestasi SSP pada DKA dapat memperburuk gejala dan tanda-tanda dengan terapi insulin infus. Pasien harus dipantau untuk manifestasi SSP selama 1

Komplikasi Neurologis Pada DKA Sebelum Dan Setelah Terapi Insulin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

translate jurnal

Citation preview

Page 1: Komplikasi Neurologis Pada DKA Sebelum Dan Setelah Terapi Insulin

Komplikasi neurologis pada diabetik ketoasidosis-sebelum dan setelah terapi insulin Manmohan Krishna Pandey, Purnima Mittra, Jitendra Doneria, Pradeep Kumar Maheshwari.

AbstrakLatar Belakang: komplikasi neurologis pada DKA dapat hadir sebelum, selama dan setelah terapi. Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi komplikasi neurologis pada DKA dan efek dari terapi insulin.

Tujuan: Untuk membandingkan komplikasi neurologis dari DKA sebelum dan sesudah terapi insulin.

Bahan dan Metode: Studi Cross-Sectional ini menggunakan ukuran sampel 40. 40 kasus diabetes mellitus pada DKA diberi pengobatan standar dengan infus insulin dan cairan intravena. Pasien dibandingkan gejala dan tanda-tanda DKA-nya sebelum dan 12 jam dari terapi insulin. Hasil dianalisis dengan Software Grafik Pad dengan paired t test-dan dibahas dari segi nilai p.

Hasil: Gejala umum seperti nyeri abdomen, haus, mual dan muntah dan tanda-tanda umum dari DKA seperti takikardi, hipotensi membran mukosa kering, dehidrasi dan respirasi Kussmaul menunjukkan perbaikan klinis yang signifikan dan secara statistik sangat signifikan dengan nilai p kurang dari 0,05 setelah terapi infus insulin. Gejala SSP seperti sakit kepala, perubahan pikir, tidak sadarkan diri dan respon verbal/motor abnormal terhadap nyeri meningkat setelah 12 jam terapi insulin infus dan cairan intravena dan hasilnya secara statistik signifikan dengan nilai p 0,0221 dan tanda-tanda SSP dari DKA seperti bradycardia, respon plantar ekstensor, papilledema dan kelumpuhan saraf kranial ketiga menunjukkan hasil klinis yang signifikan tetapi secara statistik tidak signifikan dengan nilai p 0,0911 setelah terapi insulin infus.

Kesimpulan: manifestasi SSP pada DKA dapat memperburuk gejala dan tanda-tanda dengan terapi insulin infus. Pasien harus dipantau untuk manifestasi SSP selama terapi bersamaan dengan saturasi oksigen, tekanan darah, hidrasi dan parameter penting lainnya.

Kata kunci: Ketoasidosis diabetik, Sistem Syaraf Pusat, Edema serebral, Diabetes Mellitus

Pendahuluan

DKA adalah sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia, ketosis, dan asidosis.

Hal ini terjadi sebagai akibat dari kekurangan insulin relatif atau absolut dan

kelebihan insulin kontra-regulasi hormon (insulin counter-regulatory hormones =

ICRH)[1]. Ketidakseimbangan hormon ini mempromosikan glikolisis,

glikogenolisis dan menghambat pemanfaatan perangkat glukosa oleh otot dan

jaringan adiposa yang mengakibatkan percepatan kerusakan protein dan lipolisis.

1

Page 2: Komplikasi Neurologis Pada DKA Sebelum Dan Setelah Terapi Insulin

Hal ini menyebabkan hiperglikemia, peningkatan asam lemak bebas, gliserol,

asam amino dan laktat. β-oksidasi dari asam lemak bebas dalam hati

mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yaitu β-hidroksi-butirat dan

aseton menyebabkan hyperketonemia kemudian asidosis dan meningkatkan anion

gap. Defisiensi insulin menyebabkan glikogenolisis dan glukoneogenesis

meningkat dan penurunan glikolisis. Hiperglikemia dan glukosuria berat

menimbulkan diuresis osmotik, kehilangan air dan elektrolit yang menyebabkan

dehidrasi berat hipotensi, dan shock[2].

Sebelum penemuan insulin pada tahun 1922, angka kematian akibat DKA hampir

100%.[3] Dengan penemuan insulin, antibiotik, penggantian kalium intravena dan

penggunaan nor-epinefrin untuk mendukung tekanan darah[4] angka kematian

berkisar antara 2,5 % sampai 9% di antara pasien yang dirawat dengan DKA

dalam studi yang lebih baru. [5-7]

Komplikasi serebral dari DKA (termasuk jauh lebih jarang infark serebral arteri,

trombosis vena sinus, dan infeksi sistem saraf pusat) adalah penyebab paling

umum dari diabetes-terkait kematian pasien diabetes muda [8], tercatat 31%

kematian berhubungan dengan DKA dan 20% dari semua kematian diabetes,

setelah melewati aspirasi, ketidakseimbangan elektrolit, infark miokard, dll

Edema serebral merupakan komplikasi DKA yang jarang namun fatal terutama

terjadi pada anak-anak. Dalam studi terbesar dilaporkan, 95% kasus terjadi pada

pasien yang lebih muda dari 20 tahun, sepertiga terjadi pada pasien yang lebih

muda dari 5 tahun[9]. Hal ini terjadi pada anak-anak yang tampak secara metabolik

kembali normal, umumnya 3-12 jam setelah mulai terapi[10-12] Edema otak

subklinis merupakan hal umum jika tidak universal selama pengobatan DKA baik

pada orang dewasa[13,14] maupun anak-anak[11]. Insiden edema otak pada anak

dengan DKA berkisar 0,7% dan 1%.[15-17] Hal ini lebih sering terjadi pada pasien

yang baru didiagnosa diabetes[15] dan merupakan penyebab kematian paling umum

pada anak-anak dengan diabetes.[18] Angka kematian pada serial studi yang

berbeda telah bervariasi secara luas, dengan laporan antara 24% dan 90%[17,19].

Presentasi klinis edema otak ditandai dengan penurunan tingkat kesadaran, lesu,

2

Page 3: Komplikasi Neurologis Pada DKA Sebelum Dan Setelah Terapi Insulin

gairah menurun dan sakit kepala.[1,15] Waktu pengembangan edema serebral

merupakan variabel, dengan sebagian besar kasus terjadi 4 sampai 12 jam setelah

memulai pengobatan. Beberapa laporan kasus menunjukkan adanya edema

serebral sebelum memulai terapi.[19] Sebuah metode diagnosis klinis berdasarkan

evaluasi bedside neurologis untuk DKA telah dikembangkan[20].

Edema otak tidak terjadi jika hiperglikemia diperbaiki bahkan dengan sejumlah

besar cairan hipotonik[27] atau isotonik[28], namun jika hiperglikemia diobati dengan

kombinasi cairan dan insulin, kation otak dan zat osmotik aktif lainnya

terakumulasi lebih lanjut, dan edema otak terjadi. Studi menunjukkan bahwa

edema otak hanya terjadi setelah mulai terapi dan terapi insulin telah dikaitkan

dengan edema serebral dalam pengaturan ini.[3] Faktor kemungkinan DKA

meliputi hipoksia, yang secara osmotik mendorong pergerakan air ke dalam SSP

ketika osmolalitas plasma menurun dengan cepat selama pengobatan DKA, dan

efek langsung insulin pada membran plasma sel-sel otak, yang dapat

menyebabkan edema seluler [1,15,19]. Penelitian ini dilakukan untuk menilai

komplikasi otak dari DKA dan efek terapi insulin pada manifestasi SSP dari DKA

sebagaimana beberapa studi yang telah dilakukan pada manusia untuk memahami

patofisiologi dan simtomatologi. Oleh karena itu, penelitian ini direncanakan

untuk menilai neurologis pasien sebelum dan setelah terapi insulin pada DKA.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan di pusat perawatan tersier di India Utara dengan

persetujuan Komite Etik Medical College dan dilakukan setelah mengambil

persetujuan relatif pasien. 40 kasus dengan durasi diabetes mellitus dengan DKA

yang berbeda dilibatkan dalam penelitian ini. Pasien yang didiagnosis diabetes

mellitus dengan gejala sakit kepala, muntah, penglihatan kabur, nyeri pada

abdomen dan dukungan diagnosis laboratorium DKA dilibatkan dalam penelitian,

sementara pasien yang starvasi (lapar) ketosis, ketoasidosis alkoholik, asidosis

laktat, intoksikasi salisilat, intoksikasi metanol / etilen glikol, gagal ginjal kronis,

kehamilan dan pseudo-ketosis dikeluarkan.

3

Page 4: Komplikasi Neurologis Pada DKA Sebelum Dan Setelah Terapi Insulin

Pasien menjalani pemeriksaan klinis secara rinci dan dinilai untuk usia, tinggi /

berat badan, BMI dan diselidiki gula darahnya (puasa, acak dan post-prandial),

kadar glukosa urin dan badan keton, serum keton, kreatinin, urea, natrium,

kalium; analisis gas darah arteri (arterial blood gas = ABG), urin dan kultur

darah, total leukosit dan hitung diferensial, X ray dada dan EKG.

Kasus dengan tanda-tanda atau gejala dan penyelidikan sugestif dari diabetic

ketoacidosis diberi perawatan intensif dari DKA dengan insulin intravena dan

infus cairan. Gejala dan tanda-tanda dibandingkan sebelum dan sesudah dua belas

jam dari mulai infus insulin.

Hasil

Jumlah maksimum kasus berada dalam kelompok usia 40-50 (Tabel 1) dan jumlah

maksimum pasien memiliki diabetes selama durasi 6-10 tahun (Tabel 2). Empat

puluh pasien dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala ketoasidosis diabetes pada

saat presentasi dan setelah 12 jam terapi insulin.

Gejala umum dari DKA seperti nyeri abdomen (↓ 68% → 30%), mual dan muntah

(87% ↓ → 10%), haus (80% ↓ → 7,5%) menunjukkan perbaikan klinis yang

signifikan dan secara statistik sangat signifikan dengan nilai p 0,0025 setelah

terapi insulin infus (Tabel 3). Tanda-tanda umum dari DKA seperti takikardi,

hipotensi, membran mukosa kering, dehidrasi dan respirasi Kussmaul

menunjukkan perbaikan klinis dan secara statistik sangat signifikan dengan nilai p

0,0001 setelah terapi infus insulin (Tabel 4).

Gejala SSP seperti sakit kepala (10% → 30%), perubahan pikir (25% → 30%),

pingsan (8% → 10%) dan respon oral / motor terhadap nyeri abnormal (5% →

8%) meningkat setelah 12 jam terapi insulin infus dan cairan intravena dan

hasilnya secara statistik signifikan dengan nilai p 0,0221 setelah terapi infus

insulin (Tabel 5).

Tanda-tanda SSP DKA yaitu bradikardia (5% → 18%), respon plantar ekstensor

(8% → 25%), papilledema (12% → 18%), palsy saraf kranial ketiga (3% → 5%)

muncul secara klinis namun secara statistik tidak signifikan (nilai p 0,0911)

setelah terapi insulin infus (Tabel 6).

4

Page 5: Komplikasi Neurologis Pada DKA Sebelum Dan Setelah Terapi Insulin

Pembahasan

DM tipe 2 tercatat sekitar 98% dari DM di India. [24] Secara keseluruhan 6-8%

dari diabetes mengalami DKA di dalam hidup mereka. DM tipe 1 memiliki risiko

20% dalam waktu hidup.[2] Studi ini juga memiliki kelompok usia yang secara

sugestif memiliki jumlah maksimum DKA adalah DM tipe 2. Beberapa penelitian

melaporkan bahwa rata-rata usia pasien yang dirawat karena DKA adalah 40

sampai 50 tahun[5,25], tetapi risiko tersebut menurun seiring dengan usia [27].

Penelitian ini memiliki data yang mendukung penelitian sebelumnya bahwa

pasien paling banyak berada dalam kelompok usia 40-50 tahun. Rasio laki-laki

dan perempuan dalam penelitian ini adalah 1,5/1. Beberapa studi telah

melaporkan dominasi perempuan [5,7,26,27], mungkin karena perempuan muda lebih

cenderung telah mengulangi episode DKA [7,28].

DKA merupakan kondisi darurat yang disebabkan oleh kekurangan insulin yang

parah yang menghasilkan kadar glukosa darah tinggi dan akumulasi asam keton

dalam darah[29,30]. DKA-CE merupakan komplikasi yang jarang namun berpotensi

merugikan pada anak-anak yang terjadi di hari pertama terapi [31-33]. Kematian

terkait dengan DKA-CE diperkirakan 21-25% dan morbiditas neurologis yang

signifikan pada 10-26%.[31] Penyebab DKA-CE masih diperdebatkan [29,34,35].

Mekanisme yang diusulkan untuk memperoleh DKA-CE meliputi peningkatan

hidrostatik dan / atau penurunan tekanan osmotik, peningkatan permeabilitas

barier darah otak, hilangnya auto-regulasi pembuluh darah otak dan perubahan

aliran darah otak, produksi osmoles intraseluler dalam sel-sel otak, dan / atau

asidosis intrakranial. Studi telah menghubungkan diagnosis diabetes baru, usia

muda, CO2 darah rendah, nitrogen urea darah tinggi dan administrasi bikarbonat

untuk pengembangan DKA-CE[33,36,37]. Studi-studi epidemiologi ini dapat

mengidentifikasi anak-anak yang beresiko mengembangkan dari DKA- CE, studi

pada hewan coba akan memberikan wawasan tentang mekanisme seluler yang

berkontribusi terhadap DKA-CE. Pada tikus muda yang kekurangan insulin

mengembangkan perubahan biokimia yang mirip dengan DKA pada anak-anak.

Peningkatan kadar air otak = Brain Water Content (BWC) diamati hanya pada

tikus DKA yang menerima insulin dan terapi gabungan bikarbonat, menunjukkan

5

Page 6: Komplikasi Neurologis Pada DKA Sebelum Dan Setelah Terapi Insulin

bahwa alkalinisasi sistemik yang cepat pada keberadaan insulin dapat

menyebabkan DKA-CE.[38] DKA-CE yang diamati dengan kombinasi bikarbonat

dan terapi insulin mencerminkan overhydration parenkim otak[31] dan

pembengkakan seluler langsung[35]. Edema tampak jelas di kedua ruang

perineuronal dan perivaskular. Perubahan neuropathological yang paling umum di

ganglia basal, sebuah temuan yang berkorelasi dengan studi pencitraan pada anak-

anak dengan DKA-CE.[39,40] Pasien yang bertahan hidup setelah DKA, 20 sampai

40% menderita cacat neurologis yang serius dan permanen termasuk defisit

motor, gangguan penglihatan, gangguan kejang, ketidakmampuan belajar dan

gangguan bicara.[41,42] Edema serebral diperumit oleh DKA adalah masalah

pediatrik dan hampir tidak ditemui pada orang dewasa.[41] biasanya terjadi 4-12

jam setelah pengobatan diaktifkan.[43,44] Namun, edema serebral bisa berkembang

setiap saat selama pengobatan untuk DKA dan bahkan dapat hadir sebelum

perawatan dimulai.[45-49] Edema serebral merupakan diagnosis klinis utama dan

harus dicurigai bila ada penurunan tak terduga pada status neurologis setelah

perbaikan awal atau persistensi keadaan koma tanpa penyebab yang jelas. Tanda-

tanda peringatan termasuk lesu, penurunan gairah, sakit kepala, muntah,

bradikardia, dan hipertensi.[41] Kerusakan neurologis mungkin cepat, dengan

kejang, inkontinensia, perubahan pupil dan pernapasan. Progresi mungkin begitu

cepat sehingga papilledema tidak dapat ditemukan. Setelah gejala klinis selain

lesu dan perubahan perilaku terjadi, angka kematian yang tinggi (> 70%), dengan

hanya 7-14% dari pasien pulih tanpa morbiditas permanen.[9] Rosenbloom

melaporkan studi post-mortem pada 24 penelitian dari 69 pasien.[41] Cerebral

edema adalah universal dan herniasi batang otak hadir di hampir semua cerebral

edema. 10% dari episode edema serebral klinis akibat edema basilar lokal, dan 8

sampai 10% lainnya adalah sebagai akibat dari infeksi, trombosis atau perdarahan.

Dua studi populasi berdasarkan faktor demografi yang berhubungan dengan

edema serebral di DKA telah dilaporkan dalam beberapa tahun terakhir.[42,49] Pada

dokumen dari semua kasus DKA di Inggris selama 3 tahun antara tahun 1995 dan

1998, Edge, et al. melaporkan 34 kasus edema serebral didokumentasikan

diantara 2940 episode DKA (0,68% atau 6,8 per 1000 kasus)[42]. Lebih jauh lagi

6

Page 7: Komplikasi Neurologis Pada DKA Sebelum Dan Setelah Terapi Insulin

26 anak dengan deteriorasi yang tak jelas dalam hal kesadaran dan dua kematian

pada anak-anak diduga memiliki edema otak sebelum masuk ke rumah sakit.

Penelitian prospektif berbasis populasi di Kanada melaporkan frekuensi serupa

5,1 per 1000 kasus DKA.[49] Frekuensi yang lebih tinggi telah dilaporkan dari

layanan kesehatan yang merawat anak-anak paling parah, misalnya 13,2% dalam

sebuah laporan dari unit perawatan intensif anak dari perawatan tersier di rumah

sakit India [50]. Edge, et al. melaporkan frekuensi yang lebih tinggi dari edema

serebral dalam onset DM tipe 1 baru (11,9 per 1000 kasus) dibandingkan dengan

anak-anak yang telah diketahui DM (3,8 per 1000 kasus).[42] Asosiasi ini juga

dilaporkan oleh penelitian di Kanada[49] dan studi lain berbasis non-populasi[41,51],

dan dalam sebuah penelitian multisenter dari Amerika Utara.[43] Asosiasi dengan

kelompok usia yang lebih muda telah dicatat dalam kasus edema serebral[41]

meskipun tidak dalam laporan prospektif berbasis populasi terbaru [42,49]. Bellos, et

al. telah melaporkan asosiasi dengan durasi gejala yang lebih lama daripada

sebelum pengobatan diabetes[51].

Glaser et al [39] melaporkan tekanan parsial karbon dioksida lebih rendah pada 61

kasus DKA dengan edema serebral yang dibandingkan tidak hanya dengan 184

kontrol DKA acak tetapi juga 174 kasus yang sesuai pH vena-nya. Asosiasi tetap

signifikan pada analisis multivariat.[43] Terapi alkali, yang dapat menyebabkan

asidosis paradoks SSP, ditunjukkan dalam sebuah studi eksperimental untuk

menghasilkan hipoksia otak pada anjing [32] Dalam studi klinis oleh Glaser, et al[43],

penggunaan bikarbonat memberikan risiko relatif 4,2 (95% CI 1,5-12,1, p <0,008)

untuk pengembangan edema serebral. Kenaikan tertunda atau tidak memadai

dalam natrium serum dikoreksi sebagai kadar glukosa yang menurun selama

terapi DKA (menimbulkan penurunan osmolalitas plasma) telah berkorelasi

dengan terjadinya edema serebral dalam sejumlah besar studi.[43,52-55] Durr, et al.[56]

menunjukkan glukosa darah saat onset dan laju penurunan glukosa darah serta

osmolalitas dengan pengobatan berkorelasi positif dengan kejadian dan

perkembangan edema serebral asimtomatik seperti yang terlihat oleh CT scan, hal

ini belum terbukti menjadi kasus di sebagian studi mengenai gejala edema

serebral.[31,38,39,41,43,51] Penggunaan saline hypoosmolal (0,45%) ditemukan terkait

7

Page 8: Komplikasi Neurologis Pada DKA Sebelum Dan Setelah Terapi Insulin

dengan edema otak pada penelitian Harris et al. [53] Keparahan asidosis yang

berkorelasi signifikan dalam edema serebral asimtomatik dalam penelitian Durr,

et al [56] juga seperti yang dijelaskan dalam studi populasi berbasis di Kanada [49]

tetapi tidak pada studi klinis lain tentang gejala edema serebral [41,43]. Seiring

dengan aktivasi penukaran Na+-H+, ada terjadi perubahan yang kompleks seperti

aktivasi pompa yang mendorong hilangnya anion dan kation lain dari sel otak.

Pemindaian alat PET dan spektroskopi MR non-invasif dapat mendeteksi

perubahan awal dari edema serebral pada DKA [42].

Dalam analisis Rosenbloom[41] pada 69 pasien, lebih dari 50% dari pasien yang

dirawat karena edema otak sebelum terjadinya pernapasan selamat secara normal

sementara hanya 6,5% dari mereka yang dirawat setelah pernapasan. Deskripsi ini

memungkiri keyakinan umum yang menyatakan bahwa kematian di edema otak

adalah universal, dan menunjukkan upaya yang kuat untuk mencegah DKA,

mencegah edema serebral, mengenali dan mengobati lebih dini. Dapat

disimpulkan, manifestasi SSP dari DKA dapat memburuk dengan terapi insulin

infus. Pasien harus dipantau untuk manifestasi SSP selama terapi bersamaan

dengan saturasi oksigen, tekanan darah, hidrasi dan parameter penting lainnya dan

manajemen darurat yang diperlukan.

Kesimpulan

Manifestasi SSP pada DKA dapat memperburuk gejala dan tanda-tanda dengan

terapi insulin infus. Pasien harus dipantau untuk manifestasi SSP selama terapi

bersamaan dengan saturasi oksigen, tekanan darah, hidrasi dan parameter penting

lainnya. Edema serebral merupakan komplikasi dari DKA pada anak maupun

orang dewasa. Edema serebral harus dipantau sebelum, selama dan setelah

manajemen DKA dan diperlakukan untuk menghindari komplikasi yang fatal dan

mencegah defisit neurologis persisten.

8