Upload
rizky-alanda
View
40
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
konsep dasar post partum
Citation preview
Konsep Dasar Post Partum
A. Konsep Post Partus
1. Pengertian Post Partus
Post partus (purperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Abdul Bari. S, dkk, 2002:115).
Post partus (Purperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat –
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil ( Eny Retna Ambarwati 2009:1)
Post partus adalah masa yang di perlukan untuk pulihnya alat-alat kandungan
pada keadaan normal yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Di jumpai dua
kejadian penting dari purperium yaitu involusi uterus dan proses laktasi (Mac Donald,
Gant, Cunningham, 1995:281).
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post partus adalah suatu
masa segera setelah melahirkan yaitu masa yang diperlukan untuk pulihnya alat
kandungan sebelum hamil atau prahamil, pada masa itu di temui involusi uterus dan
proses laktasi. Masa ini berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari.
2. Tahapan Post Partus
Menurut Eny Retna Ambarwati (2009: 3), tahapan post partus dibagi menjadi tiga
tahap yaitu :
a. Purperium dini
Purperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah di perbolehkan berdiri dan
berjalan – jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh melakukan
hubungan suami istri apabila setelah 40 hari.
b. Purperium Intermedial
Purperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang
lamanya 6 – 8 minggu.
c. Remote Purperium
Remote purperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil dan waktu persalinan mempunyai komplikasi.
Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu – minggu, bulanan bahkan tahunan.
3. Involusi
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram.
a. Proses involusi uterus
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah, kira – kira 2 cm di
bawah umbilicus dengan bagian pundus bersandar pada promontoriu saklaris. Pada saat
ini besar uterus kira – kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu
dengan berat 1000 gram.
b. Perubahan – perubahan normal pada uterus selama post partus
Pada persalinan normal dan post sectio caesaria setelah plasenta lahir konsistensi
uterus secara berangsur - angsur menjadi kecil sehingga akhirnya kembali sebelum hamil,
tetapi pada post operasi sectio caesaria mungkin akan terjadi perlambatan akibat dari
adanya luka operasi pada uterus.
Tabel 2.1
Perubahan uterus masa nifas
Involusi
uteri
Tinggi
fundus uteri
Berat
uterus
Diameter
uterus
Palpasi
cervik
Plasenta
lahir
Setingi
pusat
1000 gr 12,5 cm Lembut/
lunak
7 hari
( minggu 1)
Pertengaha
n pusat dan
shympisis
500 gr 7,5 cm 2 cm
14 hari
(minggu 2)
Tidak
teraba
350 gr 5 cm 1 cm
6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm menyempit
b. Vulva
Pada pasien post section caessarea juga terdapat lochea. Lochea adalah eksresi
cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua dan
nekrotik dari dalam uterus (Eny Retna Ambarwati, 2009: 78).
Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan yaitu :
1) Lochea rubra/ merah (kruenta)
Lochea ini muncul pada hari pertama sampai hari ke empat masa post partum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi drah segar.
2) Lochea Sanguilenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung hari ke
empat dan ke tujuh post partum.
3) Lochea Serosa
Lochea serosa berwarna kuning kecoklatan karna mengandung serum, lekosit dan
robekan / laserasi plasenta. Muncul ada hari ke tujuh sampai hari ke empat belas post
partum.
4) Lochea Alba
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir,servik dan serabut
jaringan yang mati. Lochea alba biasanya berlangsung selama dua sampai enam
minggu post partum.
4. Perineum
Pada pasien post sectio caesarea tidak akan ada perubahan atau perlukaan.
a. Sistem pencernaan
Pada sistem pencernaan, bising usus terdengar samar atau tidak jelas karena
terjadi penurunan peristaltik usus dua sampai tiga hari bisa disebabkan karena
efek dari anastesi, diet cair atau obat-obatan analgetik selama persalinan.
b. Sistem perkemihan
Kateter mungkin terpasang pada pasien post sectio caessarea, urin jernih,
pembentukan urin oleh ginjal meningkat sehingga terjadi dieresis
c. Sistem musculoskeletal
- Dinding perut dan peritoneum
Pembesaran uterus dan persendian, tetapi biasanya akan pulih kembali dalam
waktu 6 sampai 8 minggu setelah persalinan
Pada pasien post operasi sectio caessarea selain menjadi kendur juga terdapat
luka post operasi pada lapisan perut dan peritoneum.
d. Ekstremitas atas dan bawah
Pada ektremitas atas dan bawah dampak dari anastesi dapat mendepresikan
saraf pada sistem muskuloskeletal sehingga tonus otot menurun, sehingga terjadi
kelemahan.
e. Sistem Endokrin
Hormon progesteron dan estrogen dihasilkan oleh plasenta yang menghambat
pengeluaran prolaktin pada saat hamil, sedangkan setelah plasenta lahir maka
hormone prolaktin dengan bebas merangsang produksi ASI.
f. Sistem Kardiovaskuler
Pada persalinan pervagina kehilangan darah sekitar 300 – 400 cc bila
kelahiran melalui sectio caessarea kehilangan darah dapat dua kali lipat. Pada
persalinan sectio cessarea haemokonsentrasi kembali stabil dan kembali normal
setelah 4 -6 minggu.
g. Sistem Hematologi
Setelah post partum, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor – faktor
pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen
dan plasma akan menurun tetapi darah akan lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan factor pembekuan darah.
B. KONSEP DASAR MENYUSUI
1. DEFINISI MENYUSUI ATAU LAKTASI
Menyusui adalah salah satu komponen dari proses reproduksi yang terdiri atas
haid, konsepsi, kehamilan, persalinan, menyusui, dan penyapihan (Prawirohardjo, 2009).
Menyusui merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi ibu
sekaligus memberikan manfaat yang tidak terhingga pada anak (Yuliarti, 2010).
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi dan pengeluaran
(Perinasia, 2004).
2. FISIOLOGI LAKTASI
Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi, refleks prolaktin dan
refleks aliran timbul akibat perangsangan puting susu oleh hisapan bayi.
a. Refleks prolaktin
Dalam puting susu terdapat banyak ujung sensoris. Bila ini dirangsang,
timbul impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya ke kelenjar hipofisis
bagian depan sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon
inilah yang berperan dalam produksi ASI di tingkat alveoli. Dengan demikian
mudah dipahami bahwa makin sering rangsangan penyusuan makin banyak
pula produksi ASI.
b. Refleks aliran (let down reflex)
Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar
hipofisis depan, tetapi juga kelenjar hipofisis bagian belakang, yang
mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos
yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar.
Makin sering menyusui, pengosongan alveolus dan saluran makin baik
sehingga kemungkinan terjadinya bendungan susu makin kecil, dan menyusui
akan makin lancar. Saluran ASI yang mengalami bendungan tidak
hanya menganggu penyusunan, tetapi juga berakibat mudah terkena infeksi.
Tiga refleks yang penting dalam mekanisme hisapan bayi, meliputi :
a. Refleks menangkap (rooting reflex)
Timbul bila bayi baru lahir tersentuh pipinya, bayi akan menoleh ke
arah sentuhan. Bila bibirnya dirangsang dengan papilla mammae, maka bayi
akan membuka mulut dan berusaha untuk menangkap puting susu.
b. Refleks menghisap
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh, biasanya
oleh puting. Supaya puting mencapai bagian belakang palatum, maka
sebagaian besar areola harus tertangkap mulut bayi. Dengan demikian, maka
sinus laktiferus yang berada di bawah areola akan tertekan antara gusi, lidah,
dan palatum, sehingga ASI terperas keluar.
c. Refleks menelan
Bila mulut bayi terisi ASI, ia akan menelannya (Perinasia,2004).
3. POSISI DAN PELEKATAN MENYUSUI
Cara menyusui ada tiga macam, yaitu :
a. Cara menyusui dengan cara duduk
1) Ibu duduk tegak, tetapi santai. Usahakan ibu duduk di kursi tanpa sandaran tangan.
Kursi dengan sandaran tangan akan mengganggu gerak ibu saat menyusui. Pada saat
duduk, kaki ibu mencapai lantai atau tidak tergantung.
2) Pada saat ibu memangku bayinya, lengan yang menopang tubuh bayi perlu diganjal
bantal agar tidak lelah menahan bayi. Bayi pun dapat tidur dengan nyaman.
3) Tangan penopang selalu menopang punggung dan leher bayi, sedangkan telapak
tangan menahan bokong bayi. Letakkan bantal penahan lengan di antara tangan
penopang dan paha ibu.
4) Tangan lain yang tidak menopang tubuh bayi membantu mengeluarkan ASI ke mulut
bayi. Caranya, jari tangan dan ibu jari menjepit payudara. Usahakan mulut bayi
masuk sampai mencapai lingkaran pangkal puting (daerah lingkaran cokelat).
5) Jika menyusui baru berlangsung 2-3 menit, tetapi payudara terasa masih tagang,
padahal bayi tampak malas atau mengantuk, sebaiknya bayi dibangunkan dan disusui
kembali ASI masih cukup banyak.
6) Sadari bahwa menyusui merupakan kesempatan yang paling baik dalam memberi
bayi kesempatan berada di dekat ibunya walaupun sewaktu bekerja ibu terpaksa
berpisah dengan bayinya.
7) Jika selama menyusui (5-10 menit) payudara sudah tidak tegang, susui bayi dengan
payudara yang lain sampai bayi kenyang dan tertidur.
8) Untuk mengeluarkan udara yang masuk ke dalam lambung bayi, yakni udara yang
terisap pada saat menyusui, sandarkan dada bayi ke dada ibu sampai kepalanya di atas
bahu ibu, kemudian urut atau tepuk punggungnya secara perlahan selama dua menit
sehingga bayi dapat bersendawa.
9) Setelah bayi kenyang disusui, tidurkanlah dengan posisi miring. Jika terjadi muntah,
muntahnya tidak masuk ke jalan napas.
b. Cara menyusui sambil berbaring
1) Ibu berbaring miring dan punggung diganjal bantal.
2) Usahakan lengan sebelah payudara yang mengarah ke mulut bayi dapat menopang tubuh
bayi, mulai dari leher, punggung, dan bokongnya. Jadi, kedudukan bayi tetap berbaring
sambil ditopang lengan ibunya.
3) Leher bayi terletak di persendian lengan ibunya. Punggung bayi di lengan bawah ibu,
sedangkan bokongnya ditopang dengan telapak tangan ibu. Dengan demikian, mulut bayi
dapat diatur agar dapat mencapai putung payudara ibu.
4) Tangan ibu yang bebas membantu memasukkan puting susu ke mulut bayi sambil telapak
tangan menahan payudara agar tidak menutup hidung bayi. Jari telunjuk dan jari tengah
membantu mengeluarkan ASI dengan cara menjepit payudara.
5) Jangan menyusui menggunakan dot sebelum cara menyusui ini bisa dilakukan dengan
baik (Saminem, 2009).
c. Cara menyusui football Hold
1) Pastikan ibu menggunakan kursi atau bangku dengan bantalan yang nyaman. Ibu
dapat menambahkan bantal untuk menopang punggungnya atau di bawah bayinya
agar bayi lebih mudah diposisikan untuk menyususui.
2) Hindari posisi membungkuk selama menyusui. Posisi seperti ini membuat ibu tegang,
dan akhirnya dapat menderita sakit punggung.
3) Gendong bayi seperti membawa bola, arahkan bayi mendekat ke bagaian samping
tubuh ibu. Ibu yang dalam masa pemulihan dari bedah sesar sering memilih posisi ini
karena dapat mempertahankan bayi dekat abdomen ibu.
4) Pastikan kepala bayi tertopang dengan baik, dan bayi seperti duduk, karena kepala
posisinya lebih tinggi dari abdomennya. Dengan posisi ini, bayi dapat lebih mudah
bersendawa.
5) Arahkan puting ke tengah-tengah dan bayi akan melekatkan mulutnya. Ketika puting
berada di tengah, ibu dapat mengubah arah puting dengan cara menekan ibu jari agar
bergerak ke arah atas atau menekan jari lainnya agar mengarah ke bawah.
6) Ketika posisi mulut bayi terhadap payudara sudah benar, bibir bawah
akan melengkung ke luar (Kelly, 2010).
d. Tanda-tanda posisi menyusui yang benar, yaitu :
1) Kepala dan badan bayi berada dalam satu garis lurus.
2) Wajah bayi harus menghadap payudara dengan hidung berhadapan dengan puting.
3) Ibu harus memeluk badan bayi dekat dengan badannya.
4) Jika bayi baru lahir, ibu harus menyangga seluruh badan bayi, bukan hanya kepala
dan bahu.
Pelekatan mulut bayi dengan puting susu ibu, antara lain :
1) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas, dan jari yang lain menopang di bawah
(bentuk huruf C).
2) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut dengan cara : a. Menyentuh pipi
dengan puting susu, b. Menyentuh sisi mulut dengan puting susu
3) Tunggu sampai bayi bereaksi dengan membuka lebar mulutnya dan menjulurkan
lidahnya.
4) Dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu dengan menggerakkan bahu belakang
bayi.
5) Posisikan puting susu di atas bibir atas bayi dan berhadapan dengan hidung bayi.
6) Usahakan sebagaian areola masuk ke mulut bayi (tampak lebih sedikit areola bagian
bawah dari pada bagian atas).
7) Setelah bayi mengisap dengan baik, payudara tidak perlu disangga lagi
Tanda-tanda pelekatan bayi yang baik saat menyusui antara lain :
a. Tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu.
b. Dagu menyentuh payudara ibu dengan mulut terbuka lebar.
c. Hidung bayi mendekati dan kadang-kadang menyentuh payudara ibu.
d. Mulut bayi mencakup sebanyak mungkin areola (tidak hanya puting saja), lingkar
areola atas terlihat lebih banyak daripada areola bagian bawah. Bibir bawah bayi
melengkung ke luar.
e. Bayi mengisap kuat dan dalam secara perlahan dan kadang-kadang
disertai dengan berhenti sesaat (jeda) yang menandakan bahwa dalam mulutnya
penuh ASI, dan hal ini merupakan kesempatan bayi untuk menelan ASI.
f. Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu. Puting susu tidak terasa sakit atau
lecet.
Tanda bayi puas setelah menyusu :
a. Bayi tertidur nyenyak
b. Bayi melepas sendiri puting susu ibunya (Depkes RI, 2009).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada menetekkan bayi :
1) Susuilah bayi segera setelah lahir
2) Berilah bayi ASI saja pada bulan pertama dan kedua
3) Ibu yang menyusui sebaiknya makan makanan yang bergizi tinggi dan
minum kurang lebih 8-12 gelas perhari
4) Ibu harus istirahat yang cukup
5) Susuilah bayi dengan santai dan penuh kasih saying
6) Jagalah kebersihan, gunakan pakaian yang longgar dan tidak kaku, serta gunakan BH
khusus untuk menyusui (Djitowiyono, dkk, 2010).
4. LANGKAH-LANGKAH MENYUSUI YANG BENAR
a. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting dan
areola payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfeksi dan menjaga
kelembaban puting susu.
b. Bayi diposisikan menghadap perut atau payudara ibu.
c. Ibu duduk atau berbaring dengan santai. Bila duduk, lebih baik menggunakan kursi
yang rendah (agar kaki tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada
sandaran kursi.
d. Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada
lengkung siku ibu (kepala bayi tidak boleh menengadah dan bokong bayi disokong
dengan telapak tangan).
e. Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang lain di depan.
f. Perut bayi menempel pada badan ibu dan kepala bayi menghadap payudara tidak
hanya membelokkan kepala bayi).
g. Telinga dan lengan bayi terletak pada suatu garis lurus.
h. Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
i. Payudara dipegang dengan dengan ibu jari di atas dan jari lain menopang di bawah.
Jangan menekan puting susu atau areola saja.
j. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (reflex rooting) dengan cara menyentuh
sisi mulut bayi dengan jari. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi
didekatkan ke payudara ibu dan puting serta areola payudara dimasukkan ke mulut
bayi.
k. Usahakan sebagaian besar areola payudara dapat masuk ke mulut bayi, sehingga
puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar
dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah areola payudara. Posisi yang
salah, yaitu bila bayi hanya mengisap pada puting susu saja, yang akan
mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan puting susu lecet.
l. Setelah bayi mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi
(Bahiyatun, 2009).
5. METODE MENYENDAWAKAN BAYI
a. Gendong bayi dengan kepalanya disandarkan di bahu ibu. Tepuk atau gosok perlahan
punggung bayi sampai ia bersendawa.
b. Posisikan bayi duduk di atas pangkuan dan pastikan kepala danpunggung bayi
ditopang dengan tangan. Tepuk atau gosok secara perlahan punggung bayi sampai ia
bersendawa.
c. Baringkan bayi dengan posisi kepala bersandar miring di atas pangkuan atau matras.
Miringkan kepala bayi dan topang dengan tangan. Tepuk atau gosok perlahan
punggung bayi sampai ia bersendawa (Kelly, 2010).
6. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU UNTUK MENYUSUI
Menurut Arbon dan Byme (2001), faktor yang mempengaruhi ibu untuk menyusui
sebagai berikut, antara lain :
a. Faktor psikis
Status psikis mendasari ibu dan pendukungnya untuk
keberhasilan menyusui,termasuk percaya diri ibu dan komitmennya untuk menyusui.
Bayi yang merasa kenyang adalah kepuasan bagi ibu menyusui. Dukungan
orangorang terdekat juga termasuk ke dalam faktor psikis. Dukungan bisa
dilakukan dengan banyak cara, diantaranya member informasi atau pengetahuan
tentang keuntungan menyusui dan cara menyusui, memberi pengertian,
membesarkan hati, menyayangi, dan memberi pertolongan fisik agar ibu dapat
menyusui bayinya. Pemberi dukungan dapat berasal dari mana saja, mulai dari
keluarga, suami, teman, teman dekat, tenaga kesehatan, sampai lingkungan hidup.
b. Faktor tenaga kesehatan
Dukungan yang diberikan tenaga kesehatan dapat membangkitkan rasa
percaya diri ibu untuk membuat keputusan menyusui bayinya. Informasi
tentang perawatan payudara selama masa kehamilan, lama menyusui,
keuntungan menyusui, dan inisiasi menyusui dini merupakan dukungan tenaga
kesehatan yang dapat membantu menyukseskan kelangsungan pemberian ASI
eksklusif.
c. Faktor demografi
Faktor demografi terbagi menjadi dua, yaitu faktor sosiodemografi dan
faktor biomedik. Yang termasuk faktor sosiodemografi diantaranya usia,
pendidikan, status perkawinan, suku, tingkat sosial, dan penghasilan. Sementara
yang termasuk faktor biomedik adalah jumlah kelahiran, kesehatan bayi, dan kesehatan
ibu (selama hamil, melahirkan, dan setelah melahirkan) (Aprillia, 2010).
7. MASALAH DALAM MENYUSUI
Berikut adalah masalah-masalah yang biasanya terjadi dalam menyusui, antara lain :
a. Puting susu lecet
Sebanyak 57% ibu yang menyusui dilaporkan pernah menderita kelecetan
pada puting. Penyebab lecet tersebut adalah sebagai berikut :
1) Kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui sampai areola tertutup oleh
mulut bayi.
2) Akibat dari pemakaian sabun, alkohol, krim, atau zat iritan lainnya untuk mencuci
puting susu.
3) Bayi dengan frenulum lingue (lidah yang pendek), sehingga menyebabkan bayi sulit
mengisap sampai ke kalang payudara dan isapan hanya pada puting susu saja.
4) Rasa nyeri juga dapat timbul apabila ibu menghentikan menyusui dengan kurang
berhati-hati.
Penatalaksanaan :
a. Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada puting yang normal yang lecetnya sedikit.
Untuk menghindari tekanan lokal pada puting, maka posisi menyusu harus sering
diubah. Untuk puting yang sakit dianjurkan mengurangi frekuensi dan lamanya
menyusui. Untuk menghindari payudara yang bengkak, ASI dikeluarkan dengan
tangan pompa, kemudian diberikan dengan sendok, gelas, dan pipet.
b. Setiap kali selesai menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tetapi diangin-
anginkan sebentar agar melembutkan puting sekaligus sebagai antiinfeksi. c. Jangan
menggunakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk membersihkan payudara.
c. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak sampai
terlalu penuh dan bayi tidak begitu lapar juga tidak menyusu terlalu rakus.
Pencegahan :
a. Tidak membersihkan puting susu dengan sabun, alkohol, atau zat-zat iritan lainnya.
b. Sebaiknya untuk melepaskan puting dari isapan bayi pada saat bayi selesai menyusu,
tidak dengan memaksa menarik puting, tetapi dengan menekan dagu atau dengan
memasukkan jari kelingking yang bersih ke mulut bayi.
c. Posisi menyusu harus benar, yaitu bayi harus menyusu sampai ke kalang payudara
dan menggunakan kedua payudara.
2. Payudara bengkak
Penyebab :
Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusui dengan adekuat,
Gejala :
Payudara yang mengalami pembengkakan tersebut sangat sulit disusui oleh bayi, karena
kalang payudara lebih menonjol, puting lebih datar dan sulit diisap oleh bayi,kulit pada
payudara Nampak lebih mengkilap, ibu merasa demam, dan payudara terasa nyeri. Oleh karena
itu, sebelum disusukan pada bayi, ASI harus diperas dengan tangan atau pompa terlebih dahulu
agar payudara lebih lunak, sehingga bayi lebih mudah menyusu.
Penatalaksanaan :
1. Masase payudara dan ASI diperas dengan tangan sebelum menyusui.
2. Kompres dingin untuk mengurangi statis pembuluh darah vena dan mengurangi rasa
nyeri. Bisa dilakukan selang-seling dengan kompres panas untuk melancarkan pembuluh darah.
3. Menyusui lebih sering dan lebih lama pada payudara yang terkena untuk melancarkan
aliran ASI dan menurunkan tegangan payudara.
Pencegahan :
1. Susukan bayi tanpa jadwal.
2. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi ASI melebihi kebutuhan bayi.
3. Saluran susu tersumbat
Penyebab :
1. Tekanan jari ibu yang terlalu kuat pada waktu menyusui.
2. Pemakaian bra yang terlalu ketat.
3. Komplikasi payudara bengkak, yaitu susu terkumpul tidak segera dikeluarkan, sehingga
terbentuklah sumbatan.
Gejala :
1. Pada wanita yang kurus, gejalanya terlihat dengan jelas dan lunak pada perabaan.
2. Payudara pada daerah yang mengalami penyumbatan terasa nyeri dan bengkak yang
terlokalisir.
Penatalaksanaan :
1. Untuk mengurangi rasa nyeri dan bengkak, dapat dilakukan masase serta kompres panas
dan dingin secara bergantian.
2. Bila payudara masih terasa penuh, ibu dianjurkan untuk mengeluarkan ASI dengan
tangan atau dengan pompa setiap kali selesai menyusui.
3. Ubah-ubah posisi menyusui untuk melancarkan aliran ASI.
Pencegahan :
1. Perawatan payudara pascapersalinan secara teratur, untuk menghindari terjadinya statis
aliran ASI.
2. Posisi menyusui yang diubah-ubah.
3. Mengenakan bra yang menyangga, bukan yang menekan.
4. Mastitis (radang pada payudara)
Penyebab :
1. Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat, akhirnya terjadimastitis.
2. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara bengkak.
3. Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia akan mudah terkena infeksi.
Gejala :
1. Bengkak, nyeri pada seluruh payudara/nyeri lokal.
2. Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya lokal.
3. Payudara keras dan berbenjol-benjol.
4. Panas badan.
5. Abses payudara
Merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis.
Gejala :
1. Payudara lebih merah dan mengkilap.
2. Benjolan lebih lunak karena berisi nanah, sehingga perlu diinsisi untuk mengeluarkan
nanah tersebut.
Penatalaksanaan :
1. Teknik menyusui yang benar.
2. Kompres air hangat atau dingin.
3. Terus menyusui pada mastitis.
4. Susukan dari yang sehat.
5. Rujuk.
6. Pengeluaran nanah dan pemberian antibiotic bila abses bertambah. Bila terjadi abses,
menyusui dihentikan, tetapi ASI tetap dikeluarkan (Saleha, 2009).
6. Bayi sering menangis
Bayi menangis pastilah ada sebabnya, karena bayi menangis berarti berkomunikasi. Oleh karena
itu bila bayi sering menangis harus dilakukan pemeriksaan yang teliti dengan cermat dan dapat
dilakukan penanganan yang tepat. Bayi menangis bisa karena lapar, takut, kesepian, bosan,
popok atau pakaian basah atau kotor atau bahkan sakit. Kira-kira 80% bayi menangis dapat
ditolong dengan menyusui dengan cara yang tepat. Bila karena bayi sakit haruslah dirujuk ke
dokter ahli.
7. Bayi enggan menyusu
Ada kalanya bayi enggan menyusu, bahkan muntah, diare, mengantuk, kuning, kejang. Kondisi
seperti ini sebaiknya dirujuk ke dokter ahli.
Penyebab :
a) Hidung tertutup lendir atau ingus, karena pilek, sehingga sulit bernafas.
b) Bayi mengalami stomatitis (sariawan).
c) Terlambat mulainya menyusu ketika berada di rumah sakit, karena tidak dirawat gabung.
d) Ditinggal ibu cukup lama, karena ibunya sakit atau bekerja.
e) Teknik menyusui salah.
f) ASI kurang lancar atau sebaliknya terlalu keras memancar.
g) Bayi yang diberikan dot bergantian dengan menyusu.
Cara mengatasi :
a) Bila pilek, diajarkan cara membersihkan lubang hidung.
b) Bila mulut bayi sakit karena moniliasis atau stomatitis diberi pengobatan.
c) Ibu diberikan kesempatan untuk merawat bayinya sendiri, sehingga lebih hangat dan dekat
secara psikologis dan mengenal sifat bayinya.
d) Teknik menyusui yang benar.
e) Tidak memberikan makanan tambahan terlalu dini.
f) Bila ASI memancar terlalu deras sebelum menyusui, kemudian bayi disusui dengan cara
posisi tegak atau berdiri.
8. Bayi bingung puting susu
Tanda bingung puting :
1) Bayi mengisap puting susu seperti mengisap dot.
2) Ketika menyusu terputus-putus seperti mengisap dot susu formula.
3) Bayi menolak untuk menyusu pada payudara ibu.
Pencegahan :
1) Diusahakan bayi hanya menyusu pada ibu.
2) Cara menyusu yang tepat.
3) Menyusunya lebih lama dan lebih sering tanpa ada jadwal.
4) Diperlukan kesabaran.
5) Ibu melakukan perawatan payudara post-natal secara benar, sistematis dan teratur
(Fitramaya, 2008).
C. ADAPTASI FISIOLOGIS POST PARTUM
Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara progresif.
Semua perubahan pada ibu post partum perlu dimonitor oleh perawat, untuk menghindari
terjadinya komplikasi. Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sistem Respirasi
Penggunaan obat-obat anesthesia umum selama proses pembedahan menyebabkan
perubahan kecepatan frekuensi, kedalaman dan pola respirasi. Setelah operasi mungkin
terjadi penumpukan secret pada jalan nafas yang menyebabkan perubahan pola nafas, juga
suara tambahan berupa rales. Hal ini tidak ditemukan pada anesthesia spinal. Sedangkan
peningkatan respirasi mungkin terjadi sebagai respon klien terhadap adanya nyeri.
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu
nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus
pada saluran nafas.
2. Sistem Cardiovaskuler
Selama masa kehamilan dan persalinan sistem cardiovaskuler banyak mengalami perubahan
antara lain :
a. Cardiak Output
Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari pertama setelah
persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan adanya perdarahan,
kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat terjadi hipotensi orthostatik dengan
penurunan tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg yang merupakan kompensasi pertahanan
tubuh untuk menurunkan resistensi vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena.
Biasanya ini terjadi beberapa saat setelah persalinan, dan saat pertama kali melakukan
mobilisasi (ambulasi). Bila terjadi penurunan secara drastic merupakan indikasi terjadinya
perdarahan uteri.
b. Volume dan Konsentrasi Darah
Pada 72 jam pertama setelah persalinan banyak kehilangan plasma dari pada sel darah.
Selama persalinan erithropoesis meningkat menyebabkan kadar hemoglobin menurun dan
nilainya akan kembali stabil pada hari keempat post partum. Jumlah leukosit meningkat
pada early post partum hingga nilainya mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi. Apabila
peningkatan lebih dari 30 % dalam 6 jam pertama, maka hal ini mengindikasikan adanya
infeksi.
Jumlah darah yang hilang selam persalinan sekitar 400-500 ml. Pada klien post partum
dengan seksio sesarea kehilangan darah biasanya lebih banyak dibanding persalinan normal
(600-800 cc).
3. Sistem Gastrointestinal
Pada klien dengan post partum seksio sesarea biasanya mengalami penurunan tonus otot dan
motilitas traktus gastrointestinal dalam beberapa waktu. Pemulihan kontraksi dan motilitas
otot tergantung atau dipengaruhi oleh penggunaan analgetik dan anesthesia yang digunakan,
serta mobilitas klien. Sehingga berpengaruh pada pengosongan usus. Secara spontan
mungkin terhambat hingga 2-3 hari. Selain itu klien akan merasa pahit pada mulut karena
dipuasakan atau merasa mual karena pengaruh anesthesia umum. Sebagai akibatnya klien
akan mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi serta gangguan eliminasi BAB. Klien
dengan spinal anesthesia tidak perlu puasa sebelumnya.
4. Sistem Endokrin
a. Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human Chorionic Gonadotropin
(HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7
postpartum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum
b. Hormon pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu
2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan
LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
c. Hipotalamik Pituitary Ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia
mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang
dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita laktasi sekitar 15%
memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara wanita yang
tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24
minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang
tidak laktasi 50% siklus pertama anovulasi.
5. Sistem Perkemihan
Dinding kandung kencing memperlihatkan oedem dan hyperemia. Kadang-kadang oedema
trigonum, menimbulkan abstraksi dari uretra sehingga terjadi retensio urine. Kandung
kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung
kencing penuh atau sesudah kencing masih tertinggal urine residual (normal + 15 cc). Sisa
urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi.
Dilatasi ureter dan pyolum normal dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan
(poliurie) antara hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan sebagai
akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang-kadang hematuri
akibat proses katalitik involusi. Acetonurie terutama setelah partus yang sulit dan lama yang
disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena kegiatan otot-otot rahim dan karena
kelaparan. Proteinurine akibat dari autolisis sel-sel otot.
Pada klien seksio sesarea terutama pada kandung kemih dapat terjadi karena letak blass
berdempetan dengan uterus, sehingga pengosongan kandung kemih mutlak dilakukan dan
biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan sampai 2 hari post operasi. Dengan
demikian kmungkinan dapat terjadi gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien perlu
dilakukan bldder training. Kaji warna urine yang keluar, jumlahnya dan baunya.
6. Sistem Pencernaan
a. Nafsu Makan
Ibu biasanya setelah melahirkan diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan ringan dan
setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu
merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang
biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang sering-sering ditemukan.
b. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang
singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anesthesia bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses
persalinan dan pada awal masa pascapartum, ibu biasanya merasakan nyeri diperinium
akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid. Kebiasaan buang air besar yang teratur perlu
dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.
7. Sistem Persarafan
Sistem persarafan pada klien post partum biasanya tidak mengalami gangguan kecuali ada
komplikasi akibat dari pemberian anesthesia spinal atau penusukan pada anesthesi epidural
dapat menimbulkan komplikasi penurunan sensasi pada ekstremitas bawah. Klien dengan
spinal anesthesia perlu tidur flat selama 24 jam pertama. Kesadaran biasanya
10. Sistem Integumen
Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan akibat dari penurunan
hormon progesterone dan melanotropin, namun pada beberapa wanita ada yang tidak
menghilang secara keseluruhan, kadang ada yang hyperpigmentasi yang menetap.
Pertumbuhan rambut yang berlebihan terlihat selama kehamilan seringkali menghilang
setelah persalinan, sebagai akibat dari penurunan hormon progesterone yang mempengaruhi
folikel rambut sehingga rambut tampak rontok.
11. Sistem Muskuloskletal
Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini menyebabkan hilangnya
kekenyalan otot pada masa post partum, terutama menurunnya tonus otot dinding dan
adanya diastasis rektus abdominalis. Pada dinding abdomen sering tampak lembek dan
kendur dan terdapat luka/insisi bekas operasi, secara berangsur akan kembali pulih, selain
itu sensasi ekstremitas bawah dapat berkurang selama 24 jam pertama setelah persalinan,
pada klien post partum dengan seksio sesaria, hal ini terjadi bila dilakukan regio anestesi
dapat terjadi pula penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh peregangan otot.
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi
lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus
jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor.
Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.
Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat
besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara
waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan.
12. Perubahan Tanda- Tanda Vital
a. Suhu Badan
Satu hari (24jam) postprtum suhu badan akan naik sedikit (37,5°C – 38°C) sebagai akibat
kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila keadaan normal
suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena adanya
pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI.
Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, tractus
genitalis atau sistem lain.
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya
denyut nadi itu akan lebih cepat.
c. Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan
karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya
preeklampsi postpartum.
13. Perubahan Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor
pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma
akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel
darah putih dapat mencapai 15000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari
pertama dari masa postpartum.
Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi sampai 25000 atau 30000 tanpa adanya
kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobine,
hematokrit dan erytrosyt akan sangat bervariasi pada awal-awal masa postpartum sebagai
akibat dari volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah.
Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kira-kira
selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan
peningkatan hematokrit dan hemoglobine pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali
normal dalam 4-5 minggu postpartum.
14. Dinding Abdomen
Strie abdominal tidak bisa dilenyapkan sama sekali akan tetapi mereka bisa berubah menjadi
garis-garis yang halus berwarna putih perak (Varney, 2004:255).
Ketika miometrium berkontraksi dan berektrasi setelah kelahiran dan beberapa hari
sesudahnya, peritonium yang membungkus sebagian besar uterus dibentuk menjadi lipatan-
lipatan dan kerutan-kerutan. Ligamentum latum dan rotundum jauh lebih kendor daripada
kondisi tidak hamil, dan mereka memerlukan waktu cukup lama untuk kembali dari
peregangan dan pengendoran yang telah dialaminya selama kehamilan tersebut.
15. Kehilangan Berat Badan
Seorang wanita akan kehilangan berat badannya sekitar 5 kg pada saat melahirkan.
Kehilangan ini berhubungan dengan berat bayi, placenta dan cairan ketuban. Pada minggu
pertama post partum seorang wanita akan kehilangan berat badannya sebesar 2 kg akibat
kehilangan cairan (Varney, 2004:255).
16. Varises
Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil.
Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, akan mengecil dengan cepat setelah
bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkan selama masa hamil. Regresi total atau
mendekati total diharapkan terjadi setelah melahirkan (Varney, 2004:156).
ADAPTASI PSIKOLOGIS POST PARTUM (REVA RUBIN)
1. Adaptasi psikologi ibu post partum
a. Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama samapi hari
kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, focus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.
Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurant tidur, seperti mudah
tersinggung. Hal ini memebuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.
Komunikasi yang baik sangat diperlukan pad fase ini
b. Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bay, selain itu
perasaannya sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurangb hati-hati.
Pada saat ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupkan kesempatan yang baik untuk
menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya
diri.
c. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10
hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini
F. ADAPTASI KELUARGA
1. Adaptasi psikologis orangtua
Ketika kelahiran telah dekat, klien mengalami kegembiraan dengan kelahiran bayi. Perasaan
emosi yang tinggi menurun dengan cepat setelah kelahiran bayi, terjadi perubahan psikologis
yang cukup kompleks. Kondisi psikologis ibu dipengaruhi pula oleh respon anggota keluarga
terhadap kelahiran bayi, sehingga seluruh keluarga, perlu mempersiapkan diri secara psikologis
dalam menerima kehadiran anggota keluarga baru
Beberapa adaptasi psikologis antara lain :
a. Adaptasi parental
Proses menjadi orangtua terjadi sejak masa konsepsi. Selama periode prenatal, ibu merupakan
bagian pertama yang memberikan lingkungan untuk berkembang dan tumbuh sebelum anak
lahir. Proses menjadi orangtua tidak mudah dan sering menimbulkan konflik dan krisis
komunikasi karena ketergantungan penuh bayi pada orangtua. Untuk menjadi orangtua
diperlukan komponen yaitu :
1) kemampuan kognitif dan motorik, merupakan komponen pertama dari respon menjadi
orangtua dalam perawatan bayi.
2) Kemampuan kognitif dan afektif merupakan komponen psikologis dalam perawatan bayi.
Perasaan keibuan, kebapakan, dan pengalaman awal menjadi orangtua.
b. Fase maternal
Tiga fase yang terjadi pada ibu post partum yang disebut “Rubin Maternal Phases” yaitu :
1) Taking in (periode ketergantungan)
Fase ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan dimana ibu berfokus pada diri
sendiri, bersikap pasif dan tergantungan secara emosional ibu berusaha untuk mengintegrasikan
pengalaman persalinan dalam kehidupannya.
2) Taking hold (fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian)
Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan dalam fasi ini secara bertahap
tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa lebih nyaman, focus perhatian mulai beralih pada bayi, ibu
sangat antusias dalam merawat bayinya, mulai mandiri dalam perawatan diri, terbuka pada
pengajaran perawatan, saat yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri
sendiri.
3) Letting go (fase mampu sendiri)
Fase ini antara dua sampai empat minggu setelah persalinan dimana ibu mulai menerima peran
barunya yaitu sebagai ibu dari bayi yang baru lahir. Ibu melepas bayangan persalinan dengan
harapan yang tidak terpenuhi serta mapu menerima kenyataan.
2. Adaptasi ayah
Kemampuan ayah dalam beradaptasi dengna kelahiran bayi dipengaruhi oleh keterlibatan ayah
selama kehamilan, partisipasi saat persalinan, struktur keluarga, identifikasi jenis kelamin,
tingkat kemampuan dalam penampilan dan latar belakang cultural
Ayah mungkin menjadi anggota keluarga yang terlupakan, terutama bila hal ini merupakan anak
yang pertama. Sebelum bayi tiba di rumah, ia merupakan bagian terbesar dari keluarganya yang
terdiri dari dua orang. Aktivitas siang hari dimana mudah disesuaikan dengan pasangannya
malam hari tanpa gangguan. Kini rumah menjadi tidak terkendali, makan menjadi tidak
terjadwal, tidur mengalami gangguan dan hubungan seksual untuk sementara ditangguhkan.
Ayah harus dilibatkan dalam perwatan anak dan pemeliharaan aktivitas rumah. Dengan berbagai
tanggung jawab seperti ini, mereka menjadi bagian dari pengalaman mengasuh anak. Sebagai
akibat, pasangan menjadi lebih dekat.
Sebagai ayah baru, peran ayah tidak kurang rumitnya dibandingkan peran istri. Tentu sang ayah
tidak mengandung si bayi selam 9 bulan, tetapi harus membuat penyesuaian secara fisik dan
emosi ketika waktu persalinan semakin dekat dan persiapan untuk bayi menjadi penting sekali.
Di satu pihak, sang ayah ungkin merasa seolah-olah tidak ada hubungan dengan persalinan tetapi
pada sisi lain ini adalah bayinya juga.
Ketika bayi akhirnya lahir, sang ayah mungkin merasa sangat lega dan juga gembira serta gugup.
Sewaktu menyaksikan kelahiran bayi, perasaan komitmen dan cinta membanjir ke permukaan
menghilangkan kekhwatiran bahwa sang ayah tidak akan pernah mempunyai keterikatan dengan
bayinya. Sang ayah juga merasakan penghargan yang besar dan cinta kepada istri lebih dari pada
sebelumnya. Pada waktu yang sama, merenungkan tanggung jawab untuk merawat baka ini
salam 20 tahun ke depan dapat membuat sang ayah lemah.
Pendekatan terbaik adalah menjadi ayah yang seaktif mungkin. Misalnya, saat istrinya
melahirkan di rumah sakit, ayah mungkin di tempatkan di dalam ruang rawat gabung sampai
waktunya membawa pulang bayi ke rumah. Ini akan membantu ayah merasa tidak seperti
penonton tetapi lebih sebagai peserta aktif. Ayah akan mengenal bayinya dari permulaaan juga
memungkinkan ayah berbagi pengalaman emonsional dengan istirnya.
Begitu seluruh keluarga berada di rumah, sang ayah dapat dan harus membantu memakaikan
popok, memandikan dan membuat senang bayi. Kebalikan dengan sterotype kuno, pekerjaan ini
bukanlah pekerjaan eksklusif wanita.
Tidak ada alasan mengapa seorang ayah tidak mampu melaksanakan pekerjaan sehari-hari
mengurus rumah dan anak sebaik ibu. Umumnya ayah yang bersedia mengurus rumah tangga
hanya untuk menyenangkan istrinya saja. Alangkah baiknya jika pekerjaan ini dikerjakan dengan
perasaan bahwa sudah selayaknya menerima tanggung jawab di dalam rumah yaitu merawat
anak dan rumah tangga sehari-hari.
3. Adaptasi sibling
Biasanya kelahiran adik atau bayi dapat menjadi suatu perubahan pada sibling atau saudara, anak
pertama lebih ingin mempertahankan dirinya lebih tinggi dari adik barunya.
Salah satu peristiwa kunci dalam kehidupan anak adalah kelahiran adik baru. Kehamilan itu
sendiri merupkan waktu ideal bagi anak-anak untuk memahami darimana bayi berasal dan
bagaimana bayi itu dilahirkan.
Anak mungkin memiliki reaksi campuran terhadap adik baru, bergairalah karena mendapat
teman bermain baru, takut akan ditelantarkan dan sering kecewa ketika sang adik tidak mau
segera bermain. Akan tetapi persaingan sengit yang ditakutkan oleh banya orang tua bukan tidak
dapat dihindari. Temperamen anak tertentu itu dan cara orang tua memperlakukan anak adalah
faktor kunci yang menentukan seberapa besar persaigan yang terjadi di antara saudara kandung.
Tidak mudah memang untuk menjaga keseimbangan yang tepat antara menyesuaikan diri dengan
kebutuhan bayi baru dan membantu anak yang lebih besar mengatasi perubhahn itu. Usahakan
agar anak yang lebih besar mendapat beberapa keistimewaan, mungkin dengan waktu tidur lebih
larut atau waktu khusus untuk perhatian yang tidak terbagi untuknya. Pastikan pula bahwa anak
yang lebih kecil dilindungi dari perlakuan marah dan suka memerintah dari anak yang lebih
besar, lebih kuat dan lebih pandai.
Percekcokan yang bercampur dengan permainan yang menyenangkan adalah pola yang
lazim di antara kakak dan adik. Tidak bijaksana bila kit mengharapkan seseorang anak selalu
bertindak adil menurut standar orang dewaasa. Barna gkali lebih baik mengajar semua anak
karena tidak bertengkar atau memarahi mereka semua ketika mereka berkelahi daripada
mencoba menyelidiki siapa yang benar dan siapa yang salah. Walaupun tanpa bisa dihindari
sekali waktu mungkin bertindak berlebihan, waspadalah agar seorang anak jangan selalu diberi
dukungan dengan mengorbakan anak lain.
Jika saudara kandung adalah anak prasekolah, dia akan lebih dapat lebih memahami apa
yang sedang terjadi. Dengan mempersiapkan dia selama kehamilan, orang tua dapat membantu
mengurangi kebingungan atau rasa irinya. Dia dapat memahami fakta dasar dari situasi tersebut
dan dia kemungkinan akan sangat ingin tahu tentang orang yang ingin dia ketahui ini.
Begitu bayi lahir, anak yang lebih besar mersa kehilangan orang tuanya dan marah karena bayi
akan menjadi pusat perhatian baru. Tetapi dengan memuji dia karena telah memabtu dan
bertindak seperti “orang dewasa” akan membuat anak tahu bahwa dia juga mempunyai peran
baru yang penting untuk dimainkan. Pastikan bahwa anak mendapatkan waktu menjadi “orang
penting” dan diizinkan menjadi “bayi” sewaktu dia merasa perlu. Selain itu sering diberikan
kesempatan agar dia tahu bahwa ada scukup ruang dan cinta kasih dalam hati orang tua untuk
mereka berdua.
Jika saudara kandung sudah memasuki usia sekolah, dia mungkin tidak lagi merasa terncam oleh
pendatang baru dalam keluarga. Bahkan kemungkinan besar dia kagum dengan proses kehamilan
dan persalinan, serta ingin sekali bertemu dengan bayi yang baru.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Identitas klien dan penanggung
Keluhan utama klien saat ini
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
Riwayat penyakit keluarga
Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama
prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif
pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan,
menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih ,
efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
Pemeriksaan Fisik
a. Suhu badan biasanya meningkat sampai 38J C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan
kembali normal (36J C – 37J C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
b. Nadi: denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang
semakin berat.
c. Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
d. Pernafasan: bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
e. Pemeriksaan Khusus
f. Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan
mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1) Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
2) Sistem vaskuler
· Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya
· Tensi diawasi tiap 8 jam
· Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
· Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
· Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik
trombositopeni purpura.
3) Sistem Reproduksi
· Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama
3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
· Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau
· Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah
ada jahitannya yang lepas
· Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
· Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
· Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub
involusi)
· Traktus urinarius
· Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan
lain-lain
4) Traktur gastro intestinal. Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
5) Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
2. Diagnosa
a. Nyeri berhubungan dengan bekas luka post op sc
b. gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan sensasi pada kandung kemih
c. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi, penurunan kekuatan dan
ketahanan, ketidaknyamana fisik
d. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap
bakteripembedahan
3. Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan bekas luka
Tujuan : Nyeri hilang, berkurang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri berkurang
- Klien tampak tenang
Intervensi Rasional
a. Kaji karakteristik, skala nyeri
b. Motivasi untuk mobilisasi sesuai
indikasi
c. Anjurkan penggunaaan teknik
relaksasi.
d. Kolaborasi pemberian analgetik
a. untuk mengetahui skala nyeri dan
memberikan tindakan selanjutnya
b. memperlancar pengeluaran lochea,
mempercepat involusi
dan mengurangi nyeri secara bertahap.
c. Untuk mengatur rasa nyeri luka post
op
d. Obat analgetik di berikan untuk
menghilangkan rasa nyer
b. Gangguan eliminasi urine
Tujuan dan Kreteria Evaluasi:
Setelah diberikan askep diharapkan ibu tidak mengalami gangguan eliminasi (BAK)
KE: ibu dapat berkemih sendiri dalam 6-8 jam post partum tidak merasa sakit saat BAK, jumlah
urine 1,5-2 liter/hari.
Intervensi Rasional
a. Kaji dan catat cairan masuk dan
keluar tiap 24 jam.
a. mengetahui balance cairan pasien
sehingga diintervensi dengan tepat.
b. Anjurkan berkamih 6-8 jam post
partum.
c. Berikan teknik merangsang
berkemih seperti rendam duduk, alirkan
air keran.
d. Kolaborasi pemasangan kateter.
b. melatih otot-otot perkemihan.
c. agar kencing yang tidak dapat keluar,
bisa dikeluarkan sehingga tidak ada
retensi.
d. mengurangi distensi kandung kemih.
c. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi, penurunan kekuatan dan
ketahanan, ketidaknyamana fisik
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan ibu dapat
memenuhi ADLnya dengan mandiri, dengan kriteria hasil :
- Ibu dapat melakukan perawatan terhadap dirinya
- Kebutuhan ADL terpenuhi
Intervensi Rasional
a. Bimbing dan demonstrasikan pada
ibu tentang bagaimana cara melakukan
perawatan diri
b. Beri bantuan sesuai dengan
a. Bimbingan dan demonstrasi yang
benar dapat memberi contoh bagi ibu
untuk dapat melakukannya dengan baik
bila telah pulang dari rumah sakit
b. Bantuan tindakan dapat membantu
ibu dalam memenuhi perawatan dirinya
yang tidak mampu dilakukan secara
mandiri
kebutuhan (misalnya : perawatan mulut,
mandi dan vulva hygiene)
c. Jelaskan kepada ibu tentang
pentingnya menjaga kondisi tubuh
dengan mempertahankan nutrisi dan
kebersihan ibu
c. Untuk mempercepat proses
penyembuhan dan mencegah terjadinya
komplikasi
d. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, karakteristik
payudara.
Tujuan dan Kreteria Evaluasi:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu dapat mencapai kepuasan menyusui
dengan criteria evaluasi: ibu mengungkapkan proses situasi menyusui, bayi mendapat ASI yang
cukup.
Intervensi Rasional
a. Kaji ulang tingkat pengetahuan dan
pengalaman ibu tentang menyusui
sebelumnya.
b. Demonstransikan dan tinjau ulang
teknik menyusui
c. Anjurkan ibu mengeringkan puting
setelah menyusui
a. membantu dalam mengidentifikasi
kebutuhan saat ini agar
memberikan intervensi yang tepat.
b. posisi yang tepat biasanya mencegah
luka/pecah putting yang dapat merusak
dan mengganggu.
c. agar kelembapan pada payudara tetap
dalam batas normal.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC
Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta
Carpenito, L. J. 1998. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi 6. EGC.
Jakarta
Doengoes, E. Marilyn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi Edisi 2. Jakarta: EGC
Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas. Edisi 2. EGC. Jakarta
Hadijono, Soerjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Bina Pustaka
http://www. Us elsevierhealth. com. Nursing diagnoses. Outcomes and interventions
NANDA. 2001. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification. Philadelphia
Sarwono, P. 1994. Ilmu Kebidanan. Balai Penerbit UI. Jakarta
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002.Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal.
MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS
“ ASUHAN KEPERAWATAN PADA POST PARTUM”
Oleh :
KELOMPOK 5
Anggi Gusti Maulana (133110233)
Lisa Achmanda Sari (133110247)
Refiazka Yusalia (133110256)
Rizky Alanda (133110260)
Shindy Novia Mirzal (133110262)
Siska Andika (133110264)
Vina Burmalis (133110267)
Kelas : II B
Dosen Pembimbing :
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2014 / 2015