Upload
vokhuong
View
351
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
KONSEP DZIKIR TAREKAT NAQSABANDIYAH DI
MAJELIS DZIKIR BAITUL MA’RUF DESA
PALESANGGAR PEGANTENAN PAMEKASAN
MADURA
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Agama
Oleh:
AINUR RAHMAN
NIM: 11510017
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
vi
PERSEMBAHAN
********
Skripsi ini saya persembahkan untuk
kedua orang tua
Ibu Misbahah dan Bapak Muhammad Abdurrahman
Saudara saya
Kakak Mahbub Ghazi dan Mbakyu Siti Rosida
Yang sudah mendoakan sekaligus memberikan dukungan
penuh dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini bisa
diselesaikan
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
I. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
Alif ..... Tidak ا
dilambangkan
Ba’ B Be ب
Ta’ T Te ت
Tsa’ Ts Te dan es ث
Jim J Je ج
Ha’ H{ Ha titik dibawah ح
Kha’ Kh Ka dan ha خ
Dal D De د
Zal Dz De dan zet ذ
Ra’ R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy Es dan ye ش
Shad S{ Es titik di bawah ص
Dlad D{ De titik dibawah ض
Tha’ T{ Te titik dibawah ط
Dha’ Z{ Zet titik dibawah ظ
Ain ....’.... Apostrof‘ ع
Ghain G Ge غ
Fa’ F Ef ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Waw W We و
Ha’ H Ha ه
Hamzah .....’.... Apostrof ء
Ya’ Y Ye ي
viii
II. Konsonan rangkap karena tasydid ditulis rangkap
ditulis ‘iddah عدّةIII. Ta’ Marbut}a>h di akhir kata
ditulis jizyah جزية
IV. Vokal panjang
ditulis ja>hiliyyah جاهلية
<ditulis yas’a يسعى
ditulis masji>d مجيد
ditulis furu>d فروض
V. Vokal rangkap
1. Fathah + ya mati ditulis ai
ditulis bainakum بينكم
2. Fathah + waw mati ditulis au
ditulis qaul قول
VI. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan dengan
apostrof
ditulis a’antum أأنتم
VII. kata sandang alif + lam, baik diikuti huruf qamariyah ataupun syamsiyyah
ditulis al-
ditulis al-Qur’a>n القران
ditulis al-Syams الشمش
VIII. penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut
penulisannya
السنةاهل ditulis ahl al-sunnah
ditulis dzawi al-furu>d ذوي الفروض
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat serta hidayah-Nya pada kita untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
Dan juga berkat hidayah dan ma’unah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul
Ma’aru Desa Palesanggar Pamekasan Madura”. Shalawat serta salam kepada
Nabi Muhammad saw yang telah mengajarkan kita bagaimana cara melakukan
perubahan sosial, sehingga manusia dapat dientaskan dari zaman penindasan
menuju zaman kemanusiaan.
Islam adalah agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, manusia hidup
di dunia tidak lepas dari pengawasan sang Khaliq. Nafsu menjadi hambatan bagi
manusia untuk lebih dekat dengan Tuhannya maka diperlukan sistem komunikasi
yang inten yaitu dzikir karena dengan dzikir hati manusia akan tentram karena di
dalam diri orang yang berdzikir terdapat Tuhan yang bersemayan dalam hatinya
sehingga ia lupa akan segala nikmat yang ada di dunia fana ini. Dzikir menjadikan
seseorang menjadi manusia yang menghargai terhadap sesama mahluk Tuhan
yang ada di bumi dzikir adalah bentuk komunikasi yang aktif terhadap Allah Swt.
Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih penulis sampaikan yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Kedua orang tua saya Bapak, Moh. Abdurrahman dan Ibu Misbahah yang
senantiasa memberikan do’a, dukungan bimbingan dan kasih sayang yang
tak terhingga kepada penulis baik dalam bentuk tindakan ataupun perkataan.
Kakak dan Mbak saya, Mahbub Ghazi dan Siti Rosida yang telah
memberikan motivasi tambahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Prof. Drs. Yudian Wahyudi, M.A. Ph.D., selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, beserta jajarannya.
3. Dr. Alim Ruswantoro, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam, beserta jajarannya.
x
4. Dr. Robby Habiba Abror, S.Ag., M.Hum. Selaku Ketua Program Studi
seklaigus Pembimbing Akademik dan Dr. Moh Fatkhan, S.Ag., M.Hum.
selaku Sekretaris Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam. Di prodi inilah
penulis mengetahui ilmu-ilmu yang belum pernah didapatkan sebelumnya.
5. Dr. H. Syaifan Nur, M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktunya serta memberikan pengarahan dan
masukan dalam proses penulisan skripsi dalam kesibukannya.
6. Seluruh dosen prodi Akidah dan Filsafat Islam, staff Tata Usaha di
lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam dan staf UPT
Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakar
7. Teman-teman di Blok-O Institute (BOI), Junaidi, Fandi Ahmad dan Ahmad
Fauzi.
8. Teman-teman di Forum Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar
(FKMSB)
9. Teman-teman di Forum Akidah Filsafat A 2011
10. Teman-teman jurusan Akidah dan Filsafat Islam angkatan 2011 yang tidak
dapat penulis sebutkan satu-satu.
11. Teman-teman seperjuangan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Komisariat Fakultas Ushuluddin dan seluruh pengurus HMI Cabang
Yogyakarta Periode 2015-2016
12. Teman-teman Being Eleven, yang masih setia ngopi sampai akhirnya skrispi
ini bisa diselesaikan
13. Pasukan Bual Kopas Squad, yang tidak henti-hentinya mengkritik yang
sifatnya kontruktif sampai skripsi ini bisa diselesaikan.
14. Pimpinan dan seluruh anggota Ihwan Majelis Dzikir Baitul Ma’aruf Desa
Palesanggar
xi
Tentu skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, kritik dan saran konstruktif
sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga karya ini bermanfaat bagi para
penulis dan pembaca. Amiin.
Yogyakarta,
Penulis, 22 November 2017
Ainur Rahman
NIM: 11510017
xii
Abstrak
Skripsi ini membahasa tentang konsep dzikir Tarekat Naqsabandiyah di Majelis
Dzikir Baitul Ma’aruf, Tarekat mempunyai hubungan substansial dan fungsional
dengan tasawuf. Tarekat pada mulanya tata cara dalam mendekatkan diri kepada
Allah dan digunakan untuk sekelompok yang menjadi pengikut bagi seorang
syekh, kelompok ini kemudian menjadi lembaga-lembaga yang mengumpul dan
mengikat sejumlah pengikut dengan aturan-aturan dengan kata lain, tarekat adalah
tasawuf yang melembaga. Dengan demikian tasawuf adalah usaha mendekatkan
diri kepada Allah, sedangkan tarikat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh
seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Tuhan.
Tarekat Naqsabandiyah merupakan salah satu tarekat yang banyak dianut oleh
beberapa tasawuf yang inti ajaranyanya adalah dzikir. Dzikir sebagai sarana agar manusia
bisa dekat bahkan bisa bersama Allah sepanjang hidupnya, model gerakan dzikir di
tarekat beranekaragam mulai dari tarian sufi yang dikembangkan oleh Jalaluddin Rumi
dan ada juga dzikir dengan gerakan silat yang ada di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf.
Agar dalam pembahasan skripsi ini lebih tepat sasaran maka dibuatlah rumusan masalah
sebagai berikut;
1. Bagaimana konsep dzikir Tarekat Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf?
2. Bagaimana makna dari dzikir dengan simbol gerakan silat serta memperaktikan
dzikir dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari?
Adapun metodelogi penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
(1) jenis penelitian, jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Researsch). (2)
Model pendekatan; konstruksi sekaligus menafsirkan simbol dari gerakan dengan simbol
silat (3) metode penelitian; analisis-deskiriptif yang bertujuan untuk membuat gambran
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat. Sedang yang menjadi sumber utamanya
untuk memperoleh data adalah wawancara, observasi, dokumentasi dan literatur yang
berkaitan dengan obyek dari penelitian ini.
Akhirnya skripsi ini menyimpulkan bahwa; (1)Baitul Ma’ruf dalam
mengajarkan konsep berdzikir secara batin tetapi juga dilakukan secara keras da nada
tambahan bacaan yang dilakukukannya seperti sholawat dan alfatihah, disisi lain ajaran
tarekat qodariyah dan tijaniyah juga di anut di dalam Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf. (2)
model dzikir ini adalah pengayom, gerakan silat yang dikeluarkan oleh orang yang
berdzikir dihasilkan dari kekhusuan dalam bacaannya sehinga dari dzikir yang dilakukan
secara khusu’ dapat memancarkan kesuluruh tubuh dan menghasilkan sebuah gerakan,
prakteknya dilakukan di depan mursyid tarekat yang dimulai dengan bai’at, sehingga
mursyid akan mengontrol dzikir pada lathoifnya. Pengayom ini tidak boleh dilakukan
diluar sepengetahuan mursyid, kaena jika dilakukan sendirian maka akan mengalami
jadzab (gila). Pengayom ini bertujuan agar menjadi aktivitas sehari-sehari untuk selalu
bersama Allah, karena tujuan ibadah adalah dekat dengan Allah bahkan bisa bersama
Allah, sehingga sesuatu yang diperbuat dari orang tersebut murni dari Allah (Af’alullah).
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i
HALAMAN SURAT KEASLIAN ................................................................................. ii
HALAMAN SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ....................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ..................................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................... vi
HALAMAN TRANSLITERASI .................................................................................. vii
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................................. ix
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................................. xi
HALAMAN DAFTAR ISI ........................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang ..................................................................................... 1
b. Rumusan masalah................................................................................ 6
c. Tujuan dan kegunaan .................................... ..................................... 6
d. Telaah pustaka ..................................................................................... 7
e. Kerangka Teori.................................................................................... 9
f. Metode penelitian .............................................................................. 12
g. Sistematika pembahasan ................................................................... 19
BAB II GAMBARAN UMUM DESA PALESANGGAR DAN SEJARAH
BERDIRINYA BAITUL MA’RUF
a. Diskripsi Wilayah Penelitian............................................................. 20
b. Sejarah Berdirinya Majelis Dzikir Baitul Ma’aruf............................ 35
c. Biografi KH. Syafi’i .................................................................................... 37
BAB III AJARAN MAJELIS DZIKIR BAITUL MA’ARUF
a. Tarekat Naqsabandiyah ..................................................................... 39
b. Ajaran Tarekat Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf...... 40
xiv
c. Kegiatan Rutin Baitul Ma’ruf ........................................................... 49
d. Larangan-Larangan Ihwan Baitul Ma’ruf ......................................... 50
e. Syair Baitul Ma’ruf (Nista Bergaya) ................................................. 52
f. Diam dan Pasrah .............................................................................. 54
BAB IV KONSEP DZIKIR DI BAITUL MA’ARUF
a. Konsep Dzikir ................................................................................... 56
b. Tingkatan Dzikir ............................................................................... 58
c. Khalwat dan Anjuman....................................................................... 60
d. Konsep Dzikir Di Baitul Ma’aruf Jhar dan Sirr .............................. 60
e. Makna Dzikir dengan Gerakan Silat ................................................. 64
f. Pengaruh Dzikir dalam Kehidupan Sehari-hari ................................ 66
BAB V PENUTUP
a. Kesimpulan ....................................................................................... 68
b. Saran ................................................................................................. ̀ 70
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 71
CURRICULUM VITAE ................................................................................................. 73
LAMPIRAN ........................................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Esensi agama Islam adalah moral, yaitu moral antara hamba dengan
Tuhannya, antara seorang dengan dirinya sendiri, antara dia dengan orang lain,
moralitas yang diajarkan tasawuf akan mengangkat manusia ke tingkatan shafa al-
tauhid. Pada tahap inilah manusia akan memiliki moralitas Allah (al-takhalluq bi
Akhla Allah)1. Melalui pendekatan kepada Tuhan lewat tasawuf yang
dilembagakan menjadi Majelis Dzikir.
Dalam bidang tasawuf atau dalam bahasa Inggris sufisme2- merupakan
disiplin keilmuan dan tingkah laku spiritual mempunyai banyak aspek yang
menjadikannya sulit untutk menetapkan difinisi khusus untuk istilah itu. Akan
tetapi semua kaum sufi mengalami “pengalaman” yang sama, walaupun sifat
pengalaman itu berbeda-beda. Ibrahim Beisuni seorang sarjana Mesir mencoba
merumuskan definisi tasawuf sebagai “keterbangunan fitrah yang mengarahkan
1 Abdul Muhaya, Peranan Tasawuf dalam Menanggulangi Krisis Spritual, dalam buku
Tasawuf dan Krisis. (Yogyakrta: Pustaka Pelajar, 2001), cet.I. hlm.24.
2 Kata Sufi berasal dari bahasa Arab yakni Safawa yang berarti jernih. Sebagian yang
lain berpendapat bahwa kata tersebut di ambil dari kata safwa yang berarti orang terpilih. Ada lagi
yang berpendapat bahwa kata suif diturunkan dari kata saff, yang berarti barisan atau deretan.
Sebagian lagi berasumsi asal-usul kata sufi adalah suf yang berarti wol. Masih ada beberapa
pendapaat lain mengenai sufi dengan berbagai varian dan maknanya, namun yang jelas istilah
sufisme hadir dengan menunjuk makna orang-orang yang tertarik pada pengetahuan sebelah dalam
(ruhani) yang menegantarkannya pada kesadaran dan pencerahan hati. Lihat Syaikh Fadhlalla
Haeiri, jenjang-jenjang Sufisme, terj. Ibnu Burdah dan Shohifullah (Yogyakrta: Pustaka Pelajar,
2000) hlm. 1-2.
2
jiwa yang berkesungguhan, untuk berjuang sehingga ia mencapai pengalaman-
pengalaman sampai dan berhubungan langsung dengan wujud mutlak”.3
Sesuai dengan definisi tersebut, maka tasawuf sebenarnya telah
berkembang sejak zaman sahabat Rasulullah, para tabi’in hingga zaman modern
sekarang ini. Namun demikian istilah tasawuf atau sufisme baru digunakan pada
abad ke-2 atau 3 Hijriyah, ketika manusia telah banyak tergoda dan ternoda oleh
gemerlapnya dunia, dan meninggalkan usaha yang bersungguh-sungguh untuk
akhirat.4
Selanjutnya tarekat lebih banyak digunakan para ahli tasawwuf. Mustafa
Zahri dalam hubungan ini mengatakan tarikat adalah jalan atau pentujuk dalam
melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad dan dikerjakan oleh sahabat sahabatnya, tabi’in dan tabi’at turun
temurun sampai kepada guru-guru secara berantai sampai pada masa kita ini.5
Fakta sejarah juga membuktikan bahwa Rasulullah sendiri sebelum diangkat
menjadi Rasul berulangkali melakukan tahannus dan khalwat di Gua Hira dengan
tujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati.6
Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut di atas kiranya data
diketahui bahwa yang di maksud dengan tarekat adalah jalan yang bersifat
3 Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam, edisi 1987, s. v. “Tasawuf”.
4 Umar Asasuddin Sokah, Sufisme dan Jihad Suatu Dikotomi Palsu, Al-jamiah, No. 57,
Th.;1994, hlm. 77-78
5 Mustafa Zahri, Kunci Memahami ilmu Tasawwuf. (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), cet.I,
hlm.56.
6 Proyek Bimpertais (Pembina Perguruan Tinggi Agama Islam), Pengantar Ilmu
Tasawuf (Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982), hlm. 35.
3
spiritual bagi seorang sufi yang di dalamnya berisi amalan ibadah dan lainnya
yang bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-siafatNya disertai penghayatan
yang mendalam. Amalan dalam tarekat ini ditujukan untuk memperoleh hubungan
sedekat mungkin (secara rohaniah) dengan Tuhan.7
Pada masa-masa selanjutnya para pelaku tasawuf sudah banyak dijumpai
hampir merata di seluruh penjuru dunia Islam sebagai metode yang lebih
sistematis dan terorganisir. Inilah yang kemudian hari di kenal dengan istilah
tarekat.8 Yang metodenya sudah disusun serta sistematis oleh seorang yang secara
ruhaniyah sudah mendapat pencerahan. Adapun metode tersebut berupa tahap-
tahap (maqamat) yang harus dilalui seorang murid, dan pada setiap tahap tersebut
mempunyai sifat dan penekanan yang berbeda dan biasanya berpengaruh terhadap
keadaan ruhani sang murid (ahwal).
Di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat9 mengenai posisi
tasawuf dalam Islam, yakni adanya pendapat yang pro dan kontra. Mereka yang
berpendapat pro menyatakan bahwa seorang akan mampu mencapai derajat
7 Abuddin Nata, Akhlak Tasawwuf, . (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm.271.
8 Tarekat secara harfiah berarti jalan, metode, cara yang diatur, jalan untuk mencapai
kesempurnaan jiwa dan pencerahan. Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Imiah
Populer (Surabaya: Arkola,1994), hlm. 740. Secara terminology tarekat adalah menjalankan ajaran
agama Islam dengan lebih hati-hati dan teliti sebgaimana menjauhi/meninggalkan yang syubhat
dan melaksakan keutamaan-keutamaan sesudah melaksanakan kewajiban-kewajiban serta
sungguh-sungguh mengerjakan ibadah. Lihat: Sekretariat Muktamar IX Jam’iyyah Ahlith
Thariqoh Al-mu’tabarah an-Nahdliyyah, Hasil-hasil Muktamar IX Jam’iyyah Ahlith Thariqoh al-
Mu’tabrah an Nahdliyyah (Pekalongan: Kanzus Sholawat, 2000), hlm . 212.
9 Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perbedaan dan keragaman dalam pemikiran
dan keberagaman umat Islam. Pertama, faktor internal yang berkaitan dengan kecendrungan
penafsiran dan pemahaman nilai-nilai al-quran. Kedua, faktor eksternal yang melibatkan sejarah,
etnik, latar belakang sosial-budaya, dan juga faktor-faktor politik. Lihat Muhammed Yunis, Politik
Pengkafiran & Petaka Kaum Beriman, alih bahasa: Dahyal Afkar (Yogyakarta: Pilar Media
,2006), hlm. Xiii.
4
ma’rifat hanya dengan melalui bimbingan seseorang guru spiritual (mursyid).
Sedangkan mereka yang berpendapat kontra menyatakan bahwa seorang akan
mampu mencapai derajat ma’rifat tanpa bimbingan seorang guru spiritual
(mursyid) sekalipun.
Tarekat mempunyai hubungan substansial dan fungsional dengan
tasawuf. Tarekat pada mulanya berarti tata cara dalam mendekatkan diri kepada
Allah dan digunakan untuk sekelompok yang menjadi pengikut bagi seorang
syekh, kelompok ini kemudian menjadi lembaga-lembaga yang mengumpul dan
mengikat sejumlah pengikut dengan aturan-aturan dengan kata lain, tarekat adalah
tasawuf yang melembaga. Dengan demikian tasawuf adalah usaha mendekatkan
diri kepada Allah, sedangkan tarikat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh
seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Tuhan.10
Tarekat dikategorikan menjadi dua dan dapat diketahui apakah sebuah
tarekat bisa dinyatakan Shahih (benar) atauhkah batal yakni mu’tabarah dan
ghairu ma’tabarah adalah tarekat yang tersambung sanadnya kepada Rasulullah
SAW. Beliau menerima Malaikat Jibril As. Malaikat Jibril dari Allah SWT.11
Sedangkan ghairu mu’tabarah jumlahnya ada 44,12
baik yang dikenal
maupun(masyhur) dan banyak pengikutnya maupun yang bersifat lokal dan tidak
begitu dikenal.
10Abdul Muhaya, Peranan Tasawuf dalam Menanggulangi Krisis Spritual,,,,,,,,,,,. hlm.
.27.
11 Aziz Masyhuri (Perhimpunan), Permasalahan Thariqah; Hasil Kesepakatan dan
Musyarah Besar Jam’iyyah Ahlith Thriqah al-Mu’tabarah Nahdatul Ulama (1957-2005 M.)
(Surabaya: Khalista bekerjasama dengan pesantren al-Aziziyah Jombang, 2006), hlm.166.
12 Aziz Masyhuri (Perhimpunan), Permasalahan Thariqah….., hlm 22-23.
5
Ada banyak tarekat yang berkembang di Indonesia salah satunya adalah
tarekat naqsabandiyah yang sudah ada di Indonesia sejak dua abad sebelum
Belanda mengenalnya untuk pertama kali kendatipun bentuk tarekat itu mungkin
berbeda. Ulama dan sufi Indonesia yang pertama sekali menyebut tarekat ini
dalam tulisan tulisannya adalah Syaikh Yusuf Makassar (1962-1669).13
Adapun
ajaran dasar tarekat Naqsabandiyah menurut Najmuddin Amin Al-kurdi dalam
kitabnya “Tanwirul Qulub”, terdiri dari atas 11 kalimat bahasa persi, 8
diantaranya berasal dari Syekh Muhammad Bahauddin Naqsabandi.14
Amalan
pokok paling mendasar bagi penganut Tarekat Naqsabandiyah adalah dzikrullah
(mengingat Allah).15
Melalui dzikir manusia akan dekat dengan Allah, Dzikir
adalah sebagai bentuk ungkapan cinta kepada Allah bahkan ia sebagai syimbol
utamanya16
Dzikir sebagai sarana agar manusia bisa dekat bahkan bisa bersama Allah
sepanjang hidupnya, model gerakan dzikir di tarekat beraneka sangat beragam
mulai dari tarian sufi yang dikembangkan oleh Jalaluddin Rumi dan ada juga
dzikir dengan gerakan silat yang ada di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf
Baitul Ma’ruf merupakan majelis dzikir yang ada di wilayah desa
Palesanggar Pemakesan Madura, yang menganut paham tarekat naqsabandiyah.
13 Martin Van Brunissen ,Tarekat Naqsandiyah Di Indonesia, Survei Historis, Geografis
dan Susioogis. (Bandung: Mizan. 1992) Cet, 1. Hlm. 34
14 H.A.Fuad Said, Hakekat Tarikat Naqsandiyah (Jakarta: PT. Alusna Dzikra 1996)
hlm. 47
15 H.A.Fuad Said, Hakekat Tarikat…., hlm. 52
16 Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Zikir Cahaya Kehidupan. Abdul Hayyie al-Kattani,
Budiman Musthafa “terj.”(Jakarta: Gema Insani Press 2002) hlm. 121
6
Motto yang di gunakan dalam majeliz dzikir ini adalah “Tempat Berupaya
Menata Hati Mengenal Diri, Diri Bukan Siapa-Siapa dan Tidak Menjadi Apa-
apa”.
Ajaran Baitul Ma’aruf selain dzikir dan khalwat yaitu dzikir dengan
gerakan silat, uniknya gerakan silat ini secara tehnis tidak diajarkan tetapi karena
dzikir yang khusuk bisa mengerakan seluruh badan ini yang menjadi pembeda
dengan majelis dzikir lain yang sama-sama juga mengembangkan tarekat.
Fenomena dari gerakan dzikir silat yang dilakukan oleh jammah Baitul
Ma’ruf merupakan dzikir yang dihasilkan dari kekhusuan dalam membacanya
sehingga fenomena menarik untuk diangkat di sisi akademik dan wilayah tarekat-
tarekat yang berkembang di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
permasalahanya dapat dirumuskan sebagai berikut :
3. Bagaimana konsep dzikir Tarekat Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul
Ma’ruf?
4. Bagaimana makna dari dzikir dengan simbol gerakan silat serta
memperaktikan dzikir dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Mencari jawaban bagaimana Konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah di
Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf
2. Mengatahui makna dari dzikir dengan gerakan silat
7
3. Mengetahui bagaimana cara mengaplikasikan praktik dzikir Tarekat
Naqsabandiyah di Baitul Ma’ruf.
Adapun kegunaan dari penelitian sebagai berikut :
1. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat teoritis
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan informasi
mengadakan penelitian tentang konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah
khususnya oleh pada sufi-sufi Indonesia
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan
agama, dalam khazanah dan perbendaharaan ilmu khususnya ilmu tasawuf
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan intelektual penulis
tentang pemahaman agama.
D. Telaah Pustaka
Telaah pustaka digunakan untuk menentukan posisi penyusun dalam
sebuah penelitian yang dapat memebedakan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh penelitian lain. Berkaitan dengan penelitian yang
peneliti buat terdapat beberapa karya tulis, baik berupa buku maupun skripsi.
Berikut beberapa karya tulis yang peneliti jadikan sebagai telaah pustaka:
Karya Skripsi Taufik Rahman, Mahasiswa Universitas Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakrta Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam yang berjudul
Dzikir dan Relasi Sosial : Ajaran Tauhid Sosial Dalam doktrin Tarekat
8
Qodariyah Naqsabandiyah di Dusun Balak Magelang.17
Skripsi ini membahas
tentang dampak sosial.
Karya Skripsi Slamet Rofiah, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniura yang berjudul Dzikir
dan kecerdasan Spritual Pada Warga Dusun Karangasem Patalan Jetis Bantul
Yogyakarta18
dalam Skripsi ini di bahas tentang bagaimana peran dzikir
mempengaruhi kecerdasan manusiwa di wilayah spiritual.
Karya Skripsi Moch Choirul Huda, Mahasiswa19
Univeristas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
yang berjudul Konsep Zuhud Dalam Tarekat Akmaliyah (Studi Lapangan
Terhadap Doktrin Zuhud. Skripsi ini menjelaskan bagaimana konsep zuhud
didalam terekat akmaliyah serta pengaruhnya kepada kehidupan sehari-hari.
Dzikir : Cahaya Kehidupan, karya Ibn Qoyyim Al-Jauziyah yang judul
aslinya Fawaid Al zikr diterbitkan di Jakrta oleh Gema Insani Pers tahun 2003.
Buku ini menjelaskan tentang doa dan dzikir tetapi dalam buku ini tidak
membahas secara konsep langsung dan pengamalan dari dzikir tersebut.
Karya skripsi Rizem Aizid, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam yang berjudul
Tanda-Tanda Dalam Dzikir Manaqib Syeikh Abdul Qodir Jailani di Pondon
17 Taufik Rahman Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta. tahun 2011
18 Slamet Rofiah Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniura UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2012
19 Moch Choirul Huda Prodi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta tahun 2008.
9
Pesantren Alqodri Jember20
. Skripsi ini membahas tentang dzikir manaqibnya
syeikh Abdul Qodir Jailani.
Skripsi Gufron Ahmadi, Mahasiswa21
Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta dengan Judul Sumber Ajaran Tarekat naqsabandiyah
Kadirun Yahya (Studi Kasus di Surau Saiful Amin Yogyakarta) dalam skripsi ini
dibahas tentang sumber jaran dan skripsi tidak membahas konsep dan praktik
dzikir secara detail.
Karya skripsi Rizki Hamdan, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Fungsi Dzikir Terhadap Pengendalian Hawa
Nafsu dalam Kitab Minhajul Abidin.22
Skripsi ini membahas tentang kegunaan
dzikir telaah kitab Minhajul Abidin.
Buku karya K.H.A. Musthofa Bisri yang berjudul Pesan Islam sehari hari
: Ritus Dzikir dan Gempitan Umat diterbitkan di Surabaya oleh Risalah Gusti
pada Tahun 1996. Pembahasan dalam buku ini seruan dzikir kepada Allah sebagai
alat komunikasi untuk dekat kepada Allah.
E. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh
Clifford Geertz yang menjelaskan bahwa unutk menangkap makan-makna
20 Rizem Aizid fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta. tahun 2013
21 Gufron Ahmadi Program Studi Ilmu Alquran dan Tafsir Faklutas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam Tahun 2009
22 Rizki Hamdan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Univeristas Islam Negeri Sunan
Kalijga Yogyakarta tahun 2013.
10
kebudayaan, perlu mengetahui terlebih dahulu cara menafsirkan simbol-simbol.23
Yang setiap saat dan tempat dipergunakan orang dalam kehidupan umum.24
Ia
memahami bahwa setiap obyek tindakan, peristiwa, sifat atau hubungan yang
dapat berperan sebagai wahana suatu konsepsi mempunyai “makna”25
simbol.
Jadi penafsiran kebudayaan pada dasarnya adalah penafsiran terhadap makna-
makna simbol. Untuk memahami simbol-simbol, maka perlu menangkap makna-
makna yang memerlukan sebuah interpretasi.26
Menurut Geertz simbol budaya adalah sesuatu yang perlu ditangkap
maknanya. Adapun mekanisme dalam memaknai simbol-simbol kebudayaan,
maka didasarkan pada data konkrit peristiwa atau dunia kehidupan yang sudah
ada. Selanjutnya, untuk memperoleh pemahaman atau penafsiran terhadap dunia
kehidupan, maka bagi seorang peneliti harus menempatkan dirinya dalam
pengertian “hadir di tempat yang diteliti” baik secara intelektual maupun
23 Symbol dalam salah satu pengertiannya adalah kata, tanda, isyarat yang digunakan
untuk mewakili sesuatu yang lain. dalam sejarahnya pengguna symbol ini mencakup dua wilayah.
Pertama, wilyah pemikiran dan praktik keagamaan. Kedua, dalam system pemikiran logis dan
ilmiah. Lihat Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 1007-1008.
24 Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan, terj. F. Budi Hardiman (Yogyakarta: Kanisius,
1992) ,hlm. 15 dan 21-22.
25 Menurut Geertz, makan adala sebuah penjelasan dan penguraian atas segala sesuatu
ekspresi-ekspresi (tindakan, gejala dan peristiwa) sosial. Ia menjelaskan bahwa dalam setiap
permukaan ekspresi-ekspresi kehidupan sosial terdapat jaringan-jaringan makna yahng
memerlukan terkaan-terkaan yang bersifat interpretative. Clifford Geertz , Tafsir Kebudayaan….,
hlm. 5-7.
26 Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan…..,hlm. 8.
11
emosional, dan berusaha menghasilkan atau memeproduksi makna yang di
peroleh melalu “mata kepala” warga masyarakat yang diteliti.27
Geertz megatakan bahwa dalam studi kebudayaan, penanda-penanda
bukanlah gejala, melainkan tindakan-tindakan simbolis yang memerlukan analisis
dengan mencari makan-makna yang tidak tampak dari kenyataan untuk
diungkapkan dan diinterpretasikan. Kemudian ia menjelaskan bahwa budaya
adalah suatu dimensi yang aktif dan konstitutif dari kehidupan sosial. Ia melihat
bahwa budaya merupakan “lengkung simbolis” yang dengannya seseorang bisa
menciptakan dunia mereka, dalam praktiknya terwujud dalam sistem budaya.28
Untuk memahami sistem budaya maka perlu memaknai tindakan manusia sebagai
ungkapan-ungkapan yang simbolis yang bermakna dalam dua level sekaligus:
emosi dan kognitif.29
Dalam konteks ini, Geertz menegaskna bahwa setiap symbol budaya
yang ada dalam masyarakat merupakan “kendaraan” pembawa makna. Geertz
berkesimpulan bahwa selama ini sistem simbol yang tersedia di kehidupan umum
sebuah masyarakat sesungguhnya menunjukkan bagaimana para warga
masyarakat yang bersangkutan: melihat, merasa dan berfikir tentang dunia mereka
dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang sesuai.30
Penekanan Geertz dalam teori
ini adalah untuk lebih memperhatikan apa yang disebut makna daripada sekedar
27 Mujdi Sutrisno dan Hendar Purwanto, (ed.), Teori-teori Kebudayaan (Yogyakarta:
Kanisius, 2005,) hlm. 213.
28 Mujdi Sutrisno dan Hendar Purwanto, (ed.), Teori-teori Kebudayaan…, hlm. 212
29 F.W. Delistone, The Power Of Syimbol, terj. A. Widyamartaya (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), hlm. 116
30 Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan…..,hlm. 55-59.
12
perilaku manusia, karena dalam setiap menanggapi sebuah gejala atau peristiwa
manusia, ia menganjurkan untuk lebih mementingkan pencarian pemahaman
makna daripada sekedar mecari hubungan sebab akibat dengan merencanakan
landscape yang abstrak.31
Demikian juga memahami dan menangkap sebuah konsep dzikir tarekat
naqsabandiyah di majelis dzikir Baitul Ma’ruf, idealnya warisan Geertz tersebut
akan diajadikan refrensi untuk memahami dan memaknai simbol-simbol dalam
ajaran majelis dzikir Baitul Ma’ruf serta pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-
hari, pengamalan yang dilalui oleh pelaku dzikir nantinya akan menjadi sumber
penelitian.
F. Metodelogi Penelitian
Untuk memperoleh data dan menganalisa suatu penelitian maka
diperlukan metode-metode tertentu. Pada dasarnya metode berarti suatu cara yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tujuan umum penelitian
adalah untuk memecahkan masalah, maka langkah-langkah yang ditempuh harus
relevan dengan masalah yang dirumuskan.32
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field research) yang
bersifat kualitatif. Alsannya, dalam penelitian ini mengambil obyek Majelis Dzikir
(Konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah di Desa Palesanggar, Pegantenan,
Pamekasan Madura). Kualitatif dimaksud adalah bentuk prosedur penelitian yang
31 Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan…..,hlm. 25.
32 Hadari Nawai, Metode Penelitian Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1998), hlm 61.
13
menghasilkan data deskriptif tertulis yang diperoleh dari narasumber, baik
melalui pengamatan ataupun dari hasil wawancara terhadap sumber-sumber
informan yang telah dijadikan sebagai subyek penelitian.33
2. Sumber data
a. Data Primer
Data primer yang dimaksud di sini adalah data yang diperoleh dari hasil
kombinasi observasi berperan serta wawancara tidak terstruktur terhadap beberapa
informan kunci (key Person), yakni para pakar, pengurus dan pengikut/anggota
Majelis Dzikir Baitul ma’ruf di desa Palesanggar. Wawancara ini dilakukan
dengan cara melakukan wawacara mendalam tentang konsep Dzikir Tarekat
Naqsabandiyah yang ada di dalam majelis dzikir Baitul Ma’ruf.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini (sesuai dengan
tuntunan penggunaan data yang turut digunakan) adalah sumber-sumber
kepustakaan yang membahas tentan ilmu tasawwuf terutama yang ada
hubungannya dengan kosep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah. Data pustaka ini
diperoleh melalui buku-buku, jurnal, artikel, karya ilmiah akademik dan lain
sebagainya.
33 Robert Bogdam dam Steven J. Taylor, Pengantar Metodelogi Penelitian Kualitatif
Studi Pendekatan Fenomenologis Terhadap IlmuSosial, terj, Arif Rahman (Surabaya: Usaha
Nasional, 1992), hlm. 21-22.
14
3. Jenis Data
Subyek penelitian dalam skirpsi ini adalah para pakar, pengurus sekaligus
anggota Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf di Desa Palesanggar. Penelitian ini akan
mengambil informan yang memahami dan terlibat langsung dalam kegiatan yang
diadakan di dalamnya. Alasannya adalah untuk memberi ruang guna mengarahkan
penulis agar memperoleh sumber data dari informan (narasumber) secara
langsung. Sedangkan pengikut atau anggota yang telah di wawancarai untuk
dijadikan informan (narasumber ) dalam penelitian ini fleksibel dan tidak
mengikat yakni tergantung kebutuhan data. Disamping itu, subyek penelitian ini
juga melibatkan para pengurus dan anggota majelis yang di anggap pakar dalam
kaitannya dengan penelitian ini.
4. Tehnik Pegumpulan Data
Tehnik pengumpaulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan
dan pencatatan secara sistematis teradap gejala yang tampak pada obyek
penelitian. Baik observasi langsung maupun tidak langsung.34
Metode ini
digunakan hampir setiap pengumpulan data termasuk juga ketika melakukan
penelitian sementara. Observasi ini dilakukan karena dalam penelitian ini tidak
terlepas dari hasil pengamatan yang dilihat dan didengar kemudian dianalisa
untuk dijadikan catatan agar mendapat hasil yang maksimal.
34 Kartini Kartono. Pengantar Metodelogi Riset Sosial (Bandung: Mandar Maju, 1996),
hlm, 157.
15
Adapun jenis pengamatan atau observasi yang penulis lakukan adalah
observasi model partisipan atau pengamatan berperan serta, yaitu pengamatan
yang dilakukan dengan ikut ambil bagian atau terlibat langsung dalam situasi
obyek (aktivitas jamaah Baitul Ma’ruf) yang diteliti. Tujuannya adalah untuk
memperoleh data yang akurat.35
b. Wawancara
Wawancara (interview) merupakan metode pengumpulan data dengan
jalan Tanya jawab yang dilakukan secara sistematis berdasarkan tujuan
penelitian.36
Metode wawancara yang peneliti lakukan adalah bertujuan untuk
mengetahui konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah di dalam Majelis Dzikir Baitul
Ma’ruf.
Penulis dalam hal ini melakukan sebuah wawancara yang mendalam,
yaitu wawancara yang bersifat inklusif. Dengan proses wawancara berlangsung
mengikuti kebutuhan dan situasi. Adapun yang akan dijadikan responden adalah:
1. Pimpinan Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf
2. Anggota yang di anggap memahami ajaran Baitul Ma’ruf.
35 Pengataman berperan serta sering disebutkan juga etnografi atau penleitian lapangan,
yakni “pergi kelapangan”. Tujuannya adalah unutk menelaah sebanyak mungkin proses sosial dan
perilaku dalam budaya tersebut, yakni dengan menguraikan setting-nya dan menghasilkan
gagasan-gagasan teoritis yang akan menjelsakan apa yang dlihat dan didengar dengan memahami
arti apa yang mereka katakana (what people say) dan juga apa yang mereka lakukan(what people
do). Lihat Dedy Mulyana, Metodelogi Penelitian Kualitatif, hlm. 166.
36 Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan mengumpulkan keterangan untuk
menemukan sesuatu yang tidak dapat dipantau seperti, perasaan, pikiran, motivasi tentang
pemahaman manusia dalam suatu tindakannya. Wawancara merupakan suatu bentuk metode
penelitian untuk membantu utama dari metode observasi. Lihat Koentjaranigrat, Metode-metode
Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm. 129.
16
Pada bagian ini peneliti akan menggunakan metode Purposive37
, dikarenakan
dalam Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf bukan organisasi struktural sehingga metode
ini sangat pas untuk mendapatkan data yang akurat. Tehnik pengambilan data
diambil secara acak dengan cara wawancara terbuka dan pengamatan, cara ini
dipilih karena jumlah penganutnya tidak diketahui secara pasti.38
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara pengumpulan data-data tertulis, berupa
dokumen yang dianggap relevan untuk mendukung pembahasan penelitian.
Dokumen ini diantaranya yang berbentuk buku-buku yang berkenaan dengan
konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah dan beberapa dokumen resmi, misalnya
arsip data anggota yang terdaftar dalam Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf dan
dokumen yang berkenaan dengan goegrafis, demografis dan tupografisnya
sehingga penelitian ini memperoleh gambaran yang utuh tentang keberadaan
lokasi dilapangan.
5. Tehnik Analisa Data
Sesuai dengan sifat penelitian ini, maka dalam pengolahan dan analisa
data dilakukan dengan dua cara. Pertama, dilakukan bersamaan dengan proses
pengumpulan data. Kedua, dilakukan setelah proses selesai.39
Analisa data dalam
37 Purposive Sampling adalah salah satu tehnik pengambilan sample/data yang sering
dugunakan dalam penelitian. Sacara bahasa, kata purposive berarti sengaja. Sederhananya
purposive sampling adalah tehnik pengambilan sampel secara sengaja. Lihat Burhan Bangin,
Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm 78
38 Ida Bagus Mantra, Filsaafat Penelitian&Metode Sosial,(Yogyakarta: Pelajar Pustaka,
2004), Hlm. 146
39 Betty R. Schaarf, Kajian Sosiologi Agama (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995), hlm. 2-
3
17
penelitian ini dilaksanakan dengan cara mengoalah data dan menyeleksinya secara
sistemaatis, kemudian dikelompokan sesuai dengan kerangka penelitian dan
selanjutnya data yang diperoleh tersebut dianalisa.
Penelitian ini menggunakan metode analisis-deskiriptif yang bertujuan
untuk membuat gambran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta, sifat serta hubungan antar subyek-obyek yang diteliti. Analisa
data merupakan upaya untuk mencari dan menata secara sistematis catatan hasil
observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk meningkatkan pemahaman tantang
obyek dan menyajikan sebagai temuan bagi orang lain.40
Dengan demikian,
analisis diskriptif dalam penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan dan
menggambarkan secara sistematis mengenai konsep Dzikir Tarekat
Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf.
6. Pendekatan
Untuk memahami dan memaknai sebuah fenomena masyarakat terdapat
metode studi sosial yang bertujuan untuk mengungkapkan dunia riil kehidupan
sosial masyarakat sebagai kebudayaan. Alfred Schurtz mengemukakan bahwa
penyelidikan terhadap suatu sistem budaya mau tidak mau harus mulai dengan
40 Dalam hal ini, Alfred Schutz mengemukakan bahwa unutk mengetahui suatu system
budaya dalam kehiduoan manusia terdapat tiga kunci untuk mengetahuinya. Pertama adalah
memahami bahwa dalam kehidupan sosial yang harus diterima dalam lingkup situasi yang sudah
ada (taken-for-grented word). Kedua adalah memaksimalkan pengetahuan akal sehat (common-
sense knowledge). Ketiga adalah melakukan klarifikasi objek dalam klasifikassi umum
(typification). Gagasan Schutz ini berbeda dengan gagasan rumit versi Husserl yang memisahkan
pengetahuan akal sehat dengan penalaman (persepsi murni) menurut versi Schutz yang hendak
ditekakanya adalah penyelidikan terhadap system budaya harus mulai dengan penyelidikan dunia
common sense sekelompok orang disitulah terlihat tanggapan dan pengertian mereka sehari hari
mengenai dunia kehidupannya. Lihat: Mujdi Sutrisno Dan Hendra Puranto, (ed). Teori-teori
Kebudayaan ….., hlm, 82.
18
penyelidikan dunia commun sense sekelompok orang, karena disitulah terlihat
tanggapan dan penegertian mereka sehari-hari mengenai dunia kehidupannya.41
Sebagaimana Geertz ungkapkan bahwa unutk memahami dan
menanggapi sebuah gejala atau peristiwa dunia kehidupan manusia, ia lebih
memperhatikan apa yang disebut makna daripada sekedar perilaku manusia.
Menurut Geertz, dalam menanggapi sebuah peristiwa manusiawi, ia
menganjurkan seseorang untuk mencari pemahaman makna daripada sekedar
mencari hubungan sebab akibat.42
Oleh karena itu, pendekatan konstruksi ini akan
dijadikan refrensi untuk menganalisa dan memaknai bagaimana konsep Dzikir
Tarekat Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf yang ada di Desa
Palesanggar.
Dalam memahami sebuah gejala atau peristiwa dunia kehidupan
manusia, Geertz mengemukakan bahwa untuk menangkap yang disebut makna
kebudayaan, perlu diketahui lebih dahulu cara menafsirkan simbol-simbol yang
setiap saat dan tempat dipergunakan orang dalam kehidupan umum. Geertz
menawarkan sebuah metode atau cara menafsirkan simbol-simbol kebudayaan.
Metode ini dikenal dengan istilah “lukisan mendalam” (Tick Discripstion),43
yakni
41 Saifuddin Azwar, metode penelitian…, hlm. 136 dan 126. Lihat juga: Lexi J.
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif…, hlm. 66
42 Lihat: Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan,,,,. Hlm. Vi dan 25.
43 Kebalikan dari tick discripstion adalah thin description. Geertz meminjam istilah dari
Gilbert Ryle, ia mencontohkan anak kecil yang mengedipkan mata, dengan analisa thin
description hanya dapat dilihat bahwa anak itu menutup matanya. Tetapi, tick description akan
menggambarkan anak yang mengedipkan mata mempunyai makna simbolik sesuai dengan
konteksnya sendiri. Dalam menggunakan metode thick description diharapkan dapat memperoleh
suatu informasi tentang makna simbolik dibalik apa yang dikerjakan seseorang. Lihat : clifrord
Geertz, Tafsir kebudyaan …, hlm . 6-8.
19
sebuah penafsiran atau terkaan-terkaan dengan memaparkan konfigurasi atau
sistem simbol-simbol dengan pemaknaan secara mendalam dan menyeluruh.44
Bagi Geertz, prosedur atau operasional cara kerja dalam memehami
makna kebudayaan dengan poola “tick description” terdapat tiga kata kunci yang
harus dilakukan seorang peneliti. Pertama, adalah harus menempatkan dirinya
dalam pengertian “hadir di tempat yang diteliti” (being there). Baik secara
intelektual maupun emosional.45
Kedua adalah menguraikan berbagai aktivitas
mengkaji secara detail peristiwa yang ditelitinya, sehingga dalam hasil penelitian
tersebut seorang pembaca diajak untuk menyaksikan dunia lewat kacamata
pandang yang diteliti. Ketiga adalah melakukan pemahaman dan berusaha
menangkap makna-makna simbolik terhadap sistem simbol sesuai dengan konteks
para pelakunya. Dengan kata lain, peneliti seharusnya belajar bagaimana
mendekati dan memasuki kehidupan yang diteliti.46
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan proses penelitian ini agar masalahnya yang ditelti
dapat dianalisa secara cermat, sistematis dan berada dalam jalur yang ditentukan,
maka penulis akan mengikuti sistematika penelitian sebagai berikut.
44 Clifrord Geertz, Tafsir kebudyaan,,. Hlm. 25.
45 Clifford Geertz Tafsir Kebudayaan. Hlm 3-5
46 Geertz mengaplikasikan Teorinya, diantaranya adalah ketika ia melakukan penelitian
etnografis dengan judul bukunya “islam observed, Religious Devlopment in Maroco and
Indoenesia”. Karya ini mmengungkpakan apa makna Islam bagi dua masyarakat yang berbeda,
maka untuk memperoleh “makna” harus didasarkan menurut kaca mata pandangan orang Maroco
dan Indonesia. Dalam konteks ini, Geertz mengajak para rekan-rekannya (antropolog) untuk lebih
memperhatikan dan memahami makna kebudayaan yang didasarkan pada peristiwa itu sendiri.
Lihat Clifford Geertz Tafsir Kebudayaan ,. Hlm 40-68
20
Bab I memuat pendahuluan. Bab ini akan menguraikan latar belakang
dan problematikan penelitian sekaligus menggambarkan secara keseluruhan
metodelogi penelitian. Sistematika dalam pemabahasan bab ini berisi latar
belakang masalah, signifikansi penelitian, telaan pustaka, kerangka teori, metode
penelitian dan sistematisasi laporan penelitian.
Bab II memuat tentang gambaran umum mengenai tempat, kondisi
georafis, latar belakang sosial budaya Desa Palesanggar dan sejarah berdirinya
dimana keseluruhannya mempengaruhi pola pikir dan kecenderungan jamaah
Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf.
Bab III meliputi tentang ajaran yang dimaksudkan untuk
mendeskirpsikan secara mendalam mengenai ajaran Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf
di Desa Palesanggar.
Bab IV membahas tentang dzikir menurut pimpinan dan anggota yang di
anggap memahami di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf serta makna simbol dari dzikir
dengan gerakan silat dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.
Bab V merupakan penutup yang meliputi kesimpulan penelitian yang
telah dijabarkan dam bab ketiga kemudian saran-saran.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal
mengenai konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf
Desa Palesanggar Pamekasan Madura
Dalam tarekat Naqsabandiyah ajaran utamanya adalah dzikir bil qolb
(dzikir di hati) dan dilakukan terus menerus tanpa mengnal ruang dan waktu,
namun di Majelis Dzikir Baitul Ma’aruf konsep dzikirnya tidak hanya di hati
tetapi mulai dari konsep dzikir yang keras (Jahr) sampai yang halus (sirr)
metode dzikir jahr ini digunakan oleh Tarekat Qodariyah, begitu juga dengan
kalimat yang diucapkan ada beberapa tambahan amalan seperti membaca alfatihah
100 kali, sholawat 100 kali jenis bacaan ini digunakan juga oleh tarekat Tijaniyah.
Salah satu ajaran dzikir yang terdapat di Baitul Ma’aruf adalah dzikir
dengan gerakan silat yang isitilah tersebut dinamakan dengan pengayom (perisai
diri, pelindung diri). Uniknya gerakan yang menyerupai silat ini secara tehnis
gerakan tidak diajarkan, geraknya tanpa disengaja dan gerakan ini murni bukan
berasal dari diri ikhwan. Gerakan ini sebagai bentuk meditasi agar hati jauh dari
ego, nafsu dan hal-hal yang sifatnya dunia fana.
Tujuan dari pengayom ini agar ihwan Baitul Ma’aruf melakukan sesuatu
murni dari allah (af’alullah) sesuai sabda Rasullah Saw : berakhlaklah kalian
semua dengan ahlak Allah. Pengayom tersebut tidak boleh di lakukan sendiri
kecuali bagi ihwan yang tingkatan dzikirnya sudah berada pada latifah terakhir
71
yaitu latifatu kullil jasad karena kalau belum mencapai titik ini maka ihwan bisa
jadzab (gila).
B. Saran
Berdasarkan kesmipulan penelitian, maka penulis merekomendasikan
berupa saran-saran sebagai berikut :
1. Pengikut tarekat agar lebih membuka diri terhadap masyarkat setelah
bergabung dalam komunitas tarekat. Tujuannya untuk membina
kerukunan khusunya di Desa Palesanggar
2. Bagi masyarakat pada umumnya, hendaklah menganggap komunitas
tarekat ini sebgai komunitas inklusif bukan komunitas eksklusif, agar
bisa mengetahui tentang hakikat dari ajaran taerkat ini.
3. Untuk mahasiswa-mahasiswi ushuluddin yang ingin menyusun skripsi
maka tarekat ini sangat tepat karena masih banyak tarekat di Indonesia
yang perlu di angkat di wilayah akademik.
72
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Ahmad Bangun & Siregar, Rayani Hanum. Ahlak&Tasawuf. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Al-Jauziyah, Ibnul Qayyim. Zikir Cahaya Kehidupan. terjAbdul Hayyie al-
Kattani, Budiman Musthofa Jakarta: Gema Insani Press, 2002
Al-Kharraz, Abu Sa’id. Jalan Cinta Menuju Allah.Yogyakarta: Pustaka Sufi 2003
Asasuddin, Sokah Umar. Sufisme dan jihad Suatu Dikotomi Palsu”, Al-jamiah,
No. 57, 1994
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 2002.
Bangin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011.
Bogdam, Robert dan Taylor, Steven J. Pengantar Metodelogi Penelitian Kualitatif
Studi Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu Sosial, terj, Arif
Rahman. Surabaya: Usaha Nasional, 1992.
Brunissen, Martin. Van. Tarekat Naqsandiyah Di Indonesia, Survei Historis,
Geografis dan Susioogis. Bandung: Mizan. 1992.
Delistone, F.W. The Power Of Syimbol, terj. A. Widyamartaya. Yogyakarta:
Kanisius, 2002.
Eskavari, Muhammad Fana’i. Tafsir dan Khiddir Ratapan Suci Para Sufi. Jakarta:
Al-huda, 2009.
Fadhlalla, Haeiri Syaikh. jenjang-jenjang Sufisme, terj. Ibnu Burdah dan
Shohifullah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Geertz, Clifford. Tafsir Kebudayaan, terj. F. Budi Hardiman Yogyakarta:
Kanisius, 1992.
Kartono, Kartini. Pengantar Metodelogi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju,
1996.
Koentjaranigrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 1997.
Mantra, Ida Bagus. Filsaafat Penelitian&Metode Sosial. Yogyakarta: Pelajar
Pustaka, 2004.
73
Masyhudi, In’amuzzahidin. Dari Waliyullah Menjadi WaliGila: Antara Tasawuf
dan Psikologi. Semarang: Syifa Press, 2007.
Masyhuri, Aziz, Permasalahan Thariqah; Hasil Kesepakatan dan Musyarah
Besar Jam’iyyah Ahlith Thriqah al-Mu’tabarah Nahdatul Ulama
(1957-2005 M.) Surabaya: Khalista bekerjasama dengan pesantren al-
Aziziyah Jombang, 2006.
Nata, Abuddin, Ahlak Tasawwuf. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Nawai, Hadari. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1998.
Proyek Bimpertais (Pembina Perguruan Tinggi Agama Islam), Pengantar Ilmu
Tasawuf, Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982.
Said, H.A.Fuad. Hakekat Tarikat Naqsandiyah. (Jakarta: PT. Alusna Dzikra 1996.
Salamah, Ummu. Sosialisme Tarekat Menjajaki Tradisi dan Amaliah Spritual
Sufisme. Bandung: Humaniora, 2005.
Schaarf, Betty R. Schaarf, Kajian Sosiologi Agama (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1995.
Simuh, Tasawuf dan Krisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Sutrisno, Mujdi dan Purwanto, Hendar (ed.). Teori-teori Kebudayaan.
Yogyakarta: Kanisius, 2005.
Syukur, H.M. Amin. Tasawuf Kontekstual Solusi Problem Manusia Modern.
Yogyakarta: 2003.
Yunis, Muhammed. Politik Pengkafiran & Petaka Kaum Beriman, alih bahasa:
Dahyal Afkar. Yogyakarta: Pilar Media ,2006.
Zahri, Mustafa. Kunci Memahami ilmu Tasawwuf. Surabaya: Bina Ilmu, 1995.
Statistik Daerah Kecamatan Pegantenan 2016 di terbitkan oleh Badan Pusat
Statistik Kabupaten Pamekasan 2016
74
CURRICULUM VITAE
PERSONAL
INFORMATION
AINUR RAHMAN
Palesanggar, Pamekasan, East Java
(+62)82225097699
Sex Male | Date of birth 14/03/1993 | Nationality
Indonesian
EDUCATION BACKGROUND
1998 – 2004 Primary School SDN Palesanggar IV Pamekasan, East Java, Indonesia
2004 – 2007 Junior High School MTs ASH SHOHIBIYAH
Pamekasan, East Java, Indonesia
2007 – 2010 Senior High School MA Darul Ulum I Banyunyar
Pamekasan, East Java, Indonesia (http://banyunyar.net) 2011 – 2018 Bachelor Degree of Religion
Faculty of Ushuluddin and Islamic Thought, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,
Indonesia (http://www.uin-suka.ac.id)
General Indonesian Theoretical, practical, and research on Philosophy Religion
Subjects Included Hermeneutics Islamic Philosophy Ethics and Aestetics
ORGANIZATONAL EXPERIENCE
2011 – 2012 Association of Banyuanyar Alumnus Students Yogyakarta (FKMSB)
Non-Profit Organization
Yogyakarta
75
Position Head of discourses enhancement and discussion
Responsibility Responsible for monitoring intelectual progress and stimulating quality of
members in academical term..
2013 – 2014 Association of Islamic University Student (HMI)
Non-profit Organization
Commissariat Faculty of ushuluddin and Islamic Thought, UIN Sunan
kalijaga, Yogyakarta, Indonesia
Position Chief of Oreganisation
Responsibility Responsible for all of activities in commissariat
2015 – 2016 Association of Islamic University Student (HMI) Non-profit Organization Branch of Yogyakarta, Indonesia
Position Chief of Apparatus Organization’s Development
Responsibility Responsible for all Apparatus Organization Development under Branch of
Yogykarta HMI
2017 – present Majelis Dzikir Blok O Institute (BOI) Non-profit Organization
Religion and Education organisation in South Yogyakarta Java
Position
Volunteer