Upload
grita-cyntia-dewi
View
45
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Konsep nyeri, Asuhan Keperawatan Teori Nyeri, Asuhan Keperawatan Kasus
Citation preview
MATERI SEMINAR
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA KOLABORASI
KEPERAWATAN NYERI BERHUBUNGAN DENGAN PEMASANGAN WSD
PADA PASIEN FLUIDOPNEUMOTHORAKS
Oleh:
Fajar Ibnu Sabil P27820714004
Grita Cyntia Dewi P27820714008
Asfin Novia Rahmadhani P27820714010
Ihsan Nur Mahmudi P27820714015
Aravika Nur Hariadi P27820714018
TINGKAT II SEMESTER III
PRODI D-IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Materi Seminar “Asuhan Keperawatan Pasien dengan Diagnosa
Keperawatan Nyeri Berhubungan dengan Pemasangan WSD Pada Pasien
Fluidopneumothoraks”.
Seminar ini berisi uraian secara tuntas tentang pembahasan konsep nyeri
berhubungan dengan pemasangan WSD. Semoga materi seminar tentang
Pemasangan WSD pada pasien pneumothoraks ini bisa menjadi inspirasi bagi para
pembaca agar dapat mengetahui tentang konsep nyeri.
Dalam penyelesaian materi seminar ini, penulis banyak mendapatkan
bimbingan dari Dosen Pembimbing Ibu Lembunai Tat Alberta , oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa materi yang kami sampaikan memiliki banyak
kesalahan dan kekurangan.Mohon dimaklumi adanya
Surabaya,05 Desember 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG........................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................2
C. TUJUAN.............................................................................................................2
BAB II KONSEP NYERI
A. DEFINISI............................................................................................................3
B. ETILOGI.............................................................................................................3
C. KLASIFIKASI NYERI.......................................................................................4
D. MEKANISME NYERI.......................................................................................5
E. PATOFISIOLOGI...............................................................................................7
F. MANIFESTASI KLINIS....................................................................................7
G. INTENSITAS NYERI........................................................................................8
H. PENATALAKSANAAN....................................................................................10
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG........................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI GANGGUAN RASA NYAMAN
(NYERI)
A. PENGKAJIAN....................................................................................................12
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN........................................................................14
C. PERENCANAAN...............................................................................................14
D. IMPLEMENTASI...............................................................................................15
E. EVALUASI.........................................................................................................16
ii
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
A. PENGKAJIAN....................................................................................................17
B. ANALISA DATA...............................................................................................21
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN........................................................................23
D. PERENCANAAN KEPERAWATAN...............................................................24
E. PELAKSANAAN...............................................................................................27
F. EVALUASI.........................................................................................................31
BAB V PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN....................................................................................................35
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN........................................................................35
C. PERENCANAAN...............................................................................................36
D. IMPLEMENTASI...............................................................................................37
E. CATATAN PERKEMBANGAN.......................................................................37
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fluidopneumothoraks adalah penimbunan transudate dalam rongga
pleura.(penimbunan cairan pada cavum pleura).Penimbunan cairan pada cavum
pleura biasanya bersifat serosa,serosanguinea atau kemerahan (berdarah).
Fluidopneumothoraks lebih serring diderita pada umur 40 tahun dan lebih
banyak diderita pada laki-laki dibandingkan wanita.
Bernapas merupakan aktivitas yang penting bagi manusia. Tubuh
memerlukan suplai oksigen yang cukup untuk proses metabolisme. Jika terjadi
gangguan pada saluran pernapasan misalnya saluran pernapasan terisi oleh zat
lain seperti cairan, maka pertukaran gas akan terganggu. Oleh karena itu perlu
dilakukan tindakan untuk membantu mengembalikan fungsi normal saluran
pernapasan, salah satunya adalah dengan pemasangan WSD (Water Seal
Drainage).
Kebutuhan pemasangan WSD (Water Seal Drainage) misalnya, pada
trauma (luka tusuk di dada), biasanya disebabkan oleh benda tajam, bila tidak
mengenai jantung, biasanya dapat menembus rongga paru-paru. Mekanisme
penyebabnya bisa satu tusukan kuat ataupun satu gerakan mendadak yang hebat.
Akibatnya, selain terjadi peradarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan
masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, paru-paru pada sisi yang
luka akan mengempis. Penderita nampak kesakitan ketika bernapas dan
mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang
(Kartono, M. 1991). Komplikasi pemasangan WSD yaitu perdarahan, edema
paru, infeksi, nyeri, emfisema, perdarahan, laserasi (yang mencederai organ:
hepar, lien), empfisema subkutis. (Anas Tamsuri, 2000)
Nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat.
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Nyeri adalah apa yang dikatakan orang yang mengalami nyeri dan bila
yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada. Nyeri dapat diekspresikan
melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku (Mc Caffrey & Beebe,
1989 dikutip dari Betz & Sowden, 2002).
Maka dari itu kami, mengangakat diagnosa nyeri berhubungan dengan
pemasangan WSD pada pasien fluidopneumothoraks. Karena pada pemasangan
1
WSD untuk memasukkan atau menghubungkan selang WSD dengan paru-paru
yang terdapat cairan dan udara perlu dilakukan pemasangan WSD, sehingga
terjadi kerusakan jaringan kulit agar selang WSD bisa masuk ke dalam organ
paru. Kerusakan jaringan kulit akibat pemasangan WSD mengakibatkan
terjadinya nyeri pada kulit yang terjadi kerusakan tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari nyeri?
2. Apa saja etiologi dari nyeri?
3. Apa saja klasifikasi dari nyeri?
4. Bagaimana mekasnisme nyeri?
5. Bagaimana patofisiologi nyeri?
6. Apa saja manifestasi klinis nyeri?
7. Seperti apa intensitas nyeri?
8. Bagaimana penatalaksanaan nyeri?
9. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan nyeri?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian nyeri
2. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari nyeri
3. Untuk mengetahui klasifikasi nyeri
4. Untuk mengetahui mekanisme nyeri
5. Untuk mengetahui patofisiologi nyeri
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis nyeri
7. Untuk mengetahui intensitas nyeri
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan nyeri
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang nyeri
2
BAB II
KONSEP NYERI
A. DEFINISI
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007).
Menurut Internatinal Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
Menurut Engel (1970) menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi
ketidaknyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai
penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau
fantasi luka.
Nyeri adalah apa yang dikatakan orang yang mengalami nyeri dan bila
yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada. Nyeri dapat diekspresikan
melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku (Mc Caffrey & Beebe,
1989 dikutip dari Betz & Sowden, 2002)
B. ETIOLOGI
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis.
Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik,
termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi
darah, dan lain-lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena
adanya trauma psikologis.
Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas, dingin. Trauma kimiawi dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran
listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
3
Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan, atau
metastase. Nyeri pada peradangn terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan
bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan
pengaruhnya terhadap fisik. Kasus ini dapat dijumpai pada kasus yang termasuk
kategori psikosomatik. Nyeri karena faktor ini disebut psychogenic pain.
C. KLASIFIKASI NYERI
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan
pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan.
a. Nyeri berdasarkan tempatnya:
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada kulit, mukosa.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh viseral.
3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di
daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karenaa perangsangan pada sistem
saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya:
1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama.
3) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap +/- 10-15 menit, lalu
menghilang, kemudian timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat ringannya:
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan:
4
1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka
operasi, ataupun pada suatu penyakit arterio sclerosis pada arteri
koroner.
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri
kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan
periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali lagi
nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang konstan,
artinya rasa nyeri tersebut terus-menerus terasa makin lama semakin
meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan.
Misalnya, nyeri karena neoplasma.
Perbedaan nyeri akut dengan nyeri kronis
Nyeri akut:
Waktu: kurang dari enam
bulan
Daerah nyeri terlokalisasi
Nyeri terasa tajam seperti
ditusuk, disayat, dicubit,
dan lain-lain
Respon sistem saraf
simpatis: takikardia,
peningkatan respirasi,
peningkatan tekanan darah,
pucat, lembab, berkeringat,
dan dilatasi pupil.
Penampilan klien tampak
cemas, gelisah, dan terjadi
ketegangan otot
Nyeri kronis:
Waktu: lebih dari enam
bulan
Daerah nyeri menyebar
Nyeri terasa tumpul seperti
ngilu, linu, dll
Respon sistem saraf
parasimpatis: penurunan
tekanan darah, bradikardia,
kulit kering, panas, dan
pupil konstriksi.
Penampilan klien tampak
depresi dan menarik diri.
D. MEKANISME NYERI
Ada beberapa teori yang menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Teori
tersebut di antaranya adalah the specificity theory, the intensity theory, dan the
gate control theory.
1. The Specificity Theory (Teori Spesifik)
5
Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan struktur
tubuh melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap indra perasa
bersifat spesifik. Artinya, saraf sensoris dingin hanya dapat dirangsang
oleh sensasi dingin, bukan oleh panas. Begitu pula dengan saraf
sensoris lainnya.
Ada dua tipe serabut saraf yang menghantarkan stimulus nyeri yaitu
serabut saraf tipe delta A dan serabut saraf tipe C.
Serabut saraf tipe delta A:
Daya hantar sinyal relatif
cepat
Bermielin halus dengan
diameter 2-5 mm
Membawa rangsangan nyeri
yang menusuk
Serabut saraf tipe ini berakhir
di kornu dorsalis dan lamina I
Serabut saraf tipe C:
Daya hantar sinyal lebih
lambat
Tidak bermielin dengan
diameter 0,4-1,2 mm
Membawa rangsangan nyeri
terbakar dan tumpul
Serabut saraf tipe ini berakhir
di lamina II, III, dan V
Menurut teori spesifik ini, timbulnya sensasi nyeri berhubungan
dengan pengaktifan ujung-ujung serabut saraf bebas oleh perubahan
mekanik, rangsangan kimia, atau temperatur yang berlebihan. Persepsi
nyeri yang dibawa oleh serabut saraf nyeri diproyeksikan oleh
spinotalamik ke spesifik pusat nyeri di talamus.
2. The Intensity Theory ( Teori Intensitas)
Nyeri adalah hasil rangsangan pada reseptor. Setiap rangsangan
sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika intensitasnya
cukup kuat.
3. The Gate Control Theory
Teori ini menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Kegiatannya
bergantung pada aktivitas saraf aferen berdiameter besar atau kecil
yang dapat mempengaruhi sel saraf di substansia gelatinosa. Aktivitas
serat yang berdiametr besar menghambat transmisi yang artinya “pintu
ditutup”, sedangkan serat saraf yang berdiameter kecil mempermudah
transmisi yang artinya “pintu dibuka”.
6
Tetapi menurut penelitian terakhir, tidak ditemukan hambatan
presinaptik. Hambatan oleh presinaptik pada serat berdiameter besar
maupun kecil hanya terjadi bila serat tersebut dirangsang secara
berturut-turut. Oleh karena tidak semua sel saraf di substansia
gelatinosa menerima input konvergen dari sel saraf besar maupun kecil
baik yang membahayakan atau tidak, maka peranan kontrol pintu ini
menjadi tidak jelas.
E. PATOFISIOLOGI
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-
zat kimia seperti bradikinin, serotonin dan enzim proteotik.kemudian zat-zat
tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan
tersebut akan dihantarkan ke hyypothalamus melalui saraf asenden.
Sedangkan di korteks nyeri akan di persiapkan sehingga individu mengalami
nyeri. Selain dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi
terhadap reseptor mekanisme sensitive pada termosensitive sehingga dapat
juga menyebabkan atau mnegalami nyeri (Wahit Chayatin, N. Mubarak.
2007)
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguan tidur
2. Posisi menghindari nyeri
3. Gerakan menghindari nyeri
4. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
5. Perubahan nafsu makan
6. Tekanan darah meningkat
7. Nadi meningkat
8. Pernafasan meningkat
7
G. INTENSITAS NYERI
Intensitas nyeri menurut Perry and Potter (2005):
1. Skala intensitas nyeri deskriptif sederhana
2. Skala intensitas nyeri numeric 0-10
3. Skala analog visual (VAS)
Keterangan:
0 : tidak nyeri
1-3 (nyeri ringan) : hilang tanpa pengobatan, tidak menganggu
aktivitas sehari-hari
4-6 (nyeri sedang) : Nyeri yang menyebar ke perut bagian bawah,
menganggu aktivitas sehari-hari, membutuhkan
obat untuk mengurangi nyerinya
7-9 (nyeri berat) : Nyeri disertai pusing, sakit kepala berat,
muntah, diare, sangat mengganggu aktifitas
sehari-hari
10 (nyeri tidak tertahankan) : Menangis, meringis, gelisah,
menghindari percakapan dan kontak
sosial, sesak nafas, immobilisasi,
menggigit bibir, penurunan kesadaran.
9
4. Skala Face’s
H. PENATALAKSANAAN
1. Non-Farmakologi
Metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi
nyeri antara lain:
a. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri.
Teknik distraksi antara lain sebagai berikut:
1) Bernafas lambat dan berirama secara teratur
2) Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya
3) Mendengarkan musik
4) Mendorong untuk mengkhayal (gude imagery) yaitu
melakukan bimbingan yang baik pada klien untuk
mengkhayal
5) Massage (pijatan)
b. Relaksasi
Teknik ini berdasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh
berespon pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau
kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan
ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala
ditopang dalam posisi berbaring atau duduk di kursi. Hal utama
yang diperlukan dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien
dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat,
dan lingkungan yang tenang.
2. Farmakologi
a. Nyeri ringan
1) Aspirin: 325-650 mg, setiap 4 jam sekali
2) Asetaminofen: 325-650 mg, setiap 4-6 jam sekali
3) Ibuprofen: 200 mg setiap 4-6 jam sekali
10
4) Sodium Naproksen: awalan 440 mg selanjutnya 220 mg, setiap 8-
12 jam sekali
5) Ketoproten: 12,5 mg, setiap 4-6 jam sekali
b. Nyeri sedang
1. Tramadol: 50-100 mg, setiap 4-6 jam
c. Nyeri berat
1. Morfin: bila terapi non narkotik tidak efektif dan ada riwayat
terapi narkotik untuk nyeri
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan USG unruk data penunjang bila ada nyeri tekan abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan lab sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya
d. CT Scan (Cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang
pecah di otak
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI)
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas berisikan nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, nomor registrasi, dan tanggal MRS.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan klien: klien mengatakan nyeri.
P (provocate): faktor yang memengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
Q (quality): seperti apa, tajam,tumpul, atau tersayat.
R (region): daerah nyeri.
S (severe): intensitas nyeri.
T (time): lama waktu serangan atau frekuensi nyeri.
3. Riwayat Nyeri
Secara umum pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, yaitu :
a. Lokasi: untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini bisa dilakukan dengan
bantuan gambar tubuh. Klien bisa menandai bagian tubuh yang
mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang
memiliki lebih dari satu sumber nyeri.
b. Intensitas nyeri: penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang
mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri pasien. Skala
nyeri yang paling sering digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka
0 menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi menandakan
nyeri yang hebat.
b. Kualitas nyeri: terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau
“ditusuk-tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan
pasien untuk menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat
dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan
tindakan yang diambil.
12
c. Pola: meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval
nyeri. Perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
d. Gejala yang menyertai: meliputi mual, muntah, pusing, dan diare.
Gejala itu bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
e. Faktor presipitasi: terkadang aktifitas tertentu dapat memicu munculnya
nyeri, seperti aktifitas yang serta dapat menimbulkan nyeri dada. Selain
itu factor lingkungan, stressor fisik, dan emosional juga dapat memicu
nyeri.
f. Pengaruh pada aktifitas sehari-hari: dengan mengetahui sejauh mana
nyeri mempengaruhi aktifitas harian klien akan membantu perawat
memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan
yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi,
pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktifitas di
rumah, aktifitas di waktu senggang, serta status emosional.
g. Sumber koping: setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda
dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh
pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya.
h. Respons afektif: respons afektif klien terhadap nyeri bervariasi,
bergantung pada situasi, derajat dan durasi nyeri, interpretasi tentang
nyeri, dan banyak factor lain. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan
ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri pasien.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi, pernafasan meningkat
b. Perilaku : Meletakkan tangan di
paha, tungkai, dan paha flexi
c. Expresi wajah : Meringis kesakitan, cemberut, menahan sakit.
5. Analisa Data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah
klien, analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi
pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola
dan data yang terkumpul, serta membandingkan susunan atau kelompok
13
data dengan standar nilai normal, mengintervensi data, dan akhirnya
membuat kesimpulan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan
lainnya. Penegakkan diagnose keperawatan yang akurat akan dapat
dilaksanakan apabila data dan analisa pengkajian yang dilkukan cermat dan
akurat.
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan untuk klien yang
mengalami nyeri atau ketidaknyamanan adalah:
1. Nyeri akut
2. Nyeri kronis
Saat menuliskan pernyataan diagnostic, perawat harus menyebutkan
lokasinya. Lebih lanjut, karena nyeri dapat mempengaruhi banyak aspek fungsi
individu, kondisi tersebut pula menjadi etiologi untuk diagnosis keperawatan
lain seperti ketidakefektifan bersihan jalan napas, ansietas, ketidakefektifan
koping, dll.
C. PERENCANAAN
Tujuan asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami
ketidaknyamanan atau nyeri bervariasi, bergantung pada diagnosis dan batasan
karakteristiknya.
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan:
a. Trauma pada perineum selama persalinan dan pelahiran
b. Trauma jaringan dan reflex spame otot, sekunder akibat gangguan
musculoskeletal, gangguan visceral, kanker, gangguan vascular
c. Inflamasi
d. Efek kanker
e. Kram abdomen, diare, muntah, sekunder akibat (gastroenteritis,
influenza, ulkus lambung)
14
f. Inflamasi dan spasme otot polos, sekunder akibat (batu ginjal, infeksi
pencernaan)
g. Trauma jaringan dan spasme otot reflex, sekunder akibat
(pembedahan, kecelakaan, terbakar, tes diagnostik)
b. Demam
c. Respons alergi
d. Iritan kimia
Kriteria hasil: Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan
pereda nyeri yang diberikan yang ditandai dengan (sebutkan)
Intervensi umum:
Intervensi ini menurut Lynda Juall C.2013:
1. Menjelaskan penyebab nyeri pada klien
R/: agar klien memahami tentang nyeri yang dirasakan dan dapat
menghindari hal-hal yang dapat memperparah nyeri
2. Kaji nyeri pada klien
R/: untuk mengetahui rasa nyeri yang dialami klien
3. Beri klien waktu istirahat yang cukup
R/: untuk memberi rasa nyaman pada klien
4. Beri penjelasan pada klien dan keluarga untuk mengenal penggunaan
terapi distraksi
R/: untuk membantu klien agar relaks dan mengalihkan perhatian
nyeri yang dirasakan oleh klien
5. Ajarkan metode distraksi pada klien
R/: untuk mengurangi rasa nyeri pada klien selama klien nyeri dan
mengalihkan perhatian nyeri yang dirasakan oleh klien
6. Ajarkan tentang tindakan pereda nyeri non invasive (Relaksasi)
R/: untuk mengurangi rasa nyeri dan mengalihkan perhatian rasa
nyeri klien
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah perwujudan pelaksanaan dari perencanaan yang
telah disusun. Dilaksanakan sesuai dengan susunan perencanaan.
15
E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan
dengan menilai kemampuan dalam respon rangsangan nyeri, diantaranya: klien
melaporkan adanya penurunan rasa nyeri, mampu mempertahankan fungsi fisik
dan psikologis yang dimiliki, mampu menggunakan terapi yang diberikan
untuk mengurangi rasa nyeri.
16
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA KOLABORASI
KEPERAWATAN NYERI BERHUBUNGAN DENGAN PEMASANGAN WSD
PADA PASIEN FLUIDOPNEUMOTHORAKS
A. PENGKAJIAN
Ruangan : Palem II
No. Reg : 12.44.86.24
Tanggal : 15 oktober 2015
I. Identitas
Nama : Ny. T
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa Timur/ Madura
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Gresikan Krian, Sidoarjo
Diagnosa Medis : Fluidopneumothoraks + TB paru + luka posh WSD Bernanah
Alasan dirawat : Nyeri pada bagian dada (pada luka post WSD) dan bengkak
Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri pada bagian dadanya
Riwayat keluahan utama : pasien jalan-jalan lalu terjatuh hingga luka post WSD
terbuka dan bengkak sehari kemudian pasien
mengatajan nyeri pada dada setelah pemasangan WSD
saat dirawat di Rumah sakit.
Riwayat penyakit dahulu : pasien pernah dirawat selama 3 bulan yang lalu
dengan diagnosa Fluidopneumothoraks + DM + TB
paru. Pernah dilakukan operasi pemasangan WSD 3
bulan yang lalu.
17
Riwayat penyakit keluarga: keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit
Fluidopneumothoraks
Genogram : tidak terkaji, karena klien merupakan anak yang di adopsi, dan tidak
mengetahui silsilah keluarganya.
Keadaan kesehatan lingkungan : pasien mengatakan lingkungan sekitar rumah
bersih
Alergi : pasien mengatakan tidak memiliki alergi
II. POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan rokok, tembakau, dan alkohol
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
SMRS : makan 3x sehari selalu habis dan sering makan dan minum yan
manis-manis
MRS : makan 3x sehari sesuai diit dirumah sakit dan minum secukupnya
3. Pola eliminasi
SMRS : kebiasaan BAB dirumah 1x setiap hari dan BAK sering dalam sehari
MRS : tidak bisa BAB selama dirumah sakit dan BAK secara spontan
4. Pola tidur dan istirahat
SMRS : kebiasaan tidur tidak tepat waktu 4-5 jam perhari
MRS : sering tidur sekitar 11 jam perhari
5. Pola aktifitas
SMRS : pasien secara mandiri melakukan aktifitas
MRS : pasien banyak menghabiskan waktunya dengan tidur dan istirahat
6. Pola hubungan dan peran
SMRS : pasien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan juga pencari nafkah
dengan cara berdagang
MRS : pasien tidak dapat melaksanakan perannya sebagai ibu rumah tangga
dan tidak dapat berdagang karena sakit
7. Pola persepsi dan konsep diri
Pasien menganggap penyekitnya adalah unjian dari Allah SWT
8. Pola sensori dan kognitif
Pasien memiliki sensori yang baik dan proses berfikir yang lancar
9. Pola reproduksi seksual
Pasien telah memiliki satu orang anak laki-laki
18
10. Pola penanggualangan stress
Pasien mengatakan istirahat jika sakit kepala
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
SMRS : pasien mengatakan rutin menjalankan shalat 5 waktu dalam sehari
MRS : pasien tidak menjalankan kewajibannya selama dirawat di rumah
sakit
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status kesehatan Umum
Kesadaran composmentis GCS:456, suhu: 35,7, TD: 120/80 mmHg, N:
80x/menit, RR: 24x/menit
2. Sistem Pernafasan
RR: 24x/menit, dengan irama nafas teratur, suara nafas vesikuler, tidak
terdapat alat bantu nafas terdapat pemasangan WSD terdapat nyeri dengan
provokatif: pemasangan WSD; Quality: seperti tertusuk; Region: dada bagian
kanan; skala nyeri: 4; dan timing: setiap saat terlebih saat bergerak.
3. Sistem kardiovaskuler
TD: 120/80 mmHg; N: 80x/menit, tidak terdapat nyeri dada, irama
jantung ireguler, CRT kurang dari 2 detik akral hangat, kering, dan merah.
4. Sistem persyarafan
S: 37 C; GCS: 456; tidak terdapat keluhan pusing; istirahat 11 jam/hari
5. Sistem perkemihan
Kebersihan genetalia bersih; tidak terdapat sekret dan ulkus, tidak
memiliki keluhan kencing, berkemih spontan, tidak ada pembesaran kandung
kemih, tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah.
6. Sistem Pencernaan
TB: 150 cm; BB: 42kg; mulut bersih, membran mukosa lembab,
abdomen tegang, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat luka operasi, BAB:
1x/hari, konsistensi keras, diit padat, nafsu makan baik, dengan frekuensi 3
kali perhari, porsi makan rata-rata habis.
7. Sistem Pengindraan
Conjungtiva anemis, kornea jernih, respon cahaya postaf, iris hitam,
tidak terdapat keluhan nyeri, tidak terdapat luka operasi.
8. Sistem pendengaran
Tidak terdapat peradangan, tidak terdapat keluhan nyeri, tidak terdapat
luka operasi
19
9. Sistem muskulusskeletal
Pergerakan sendi bebas, tidak terdapat kelainan ektermitas, tidak
terdapat kelainan tulang belakang, tidak terdapat fraktur, traksi, gips dan
keluhan nyeri tidak ada, kulit kemerahan, turgor baik, kekuatan otot
5 5
5 5
10. Sistem Integumen
Terdapat luka post WSD dan pemasangan WSD pada daerah dada
kanan, terdapat eritema dan hangat disekitar luka. Terdapat pus pada luka.
11. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar Tyroid dan getah bening.
IV. Pemeriksaan Penunjang
Gas Darah
SO2 : 95
pH : 7,43
pCO2 : 33 mmHg
pO2 : -
Elektrolit
Na : 137 mmol/l (136-144)
K : 4,6 mmol/l (3,8-5,0)
Cl : 105 mmol/l (97-103)
Lain-lain
HBSAG Rapid test : negatif
HIV Rapid test-stik : non reaktif
V. Terapi
CRX post WSD
Ceftazidin
Ketorolax
Lavemir
Novorapid
PZ
Dulcolax
20
ANALISA DATA
Pengelompokan Data Kemungkinan Penyebab Masalah
DS:
pasien mengatakan nyeri
pada bagian tubuh yang
terpasang WSD
DO:
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/menit
RR : 24x/menit
- Pengkajian nyeri
P : pemasanagan WSD
Q :tajam
R :dada bagian kanan
S : 4
T : setiap saat terlebih
saat bergerak
Fluido Pneumothoraks
Paru kolaps
Pemasangan WSD
Nyeri
Nyeri Akut
DS :
Pasien mengatakan
aktifitas setiap hari hanya
tidur, karena merasa nyeri
jika bergerak
DO :
- Kulit kering
- Terdapat luka bekas
jahitan WSD yang
mengandung pus
- Terdapat eritema
- Terdapat kehangatan
pada sekitar luka
Fluido Pneumothoraks
Paru kolaps
Pemasagan WSD
Imobilisasi
Kerusakan Integritas kulit
Kerusakan Integritas
kulit
21
DS :
Pasien mengatakan tidak
bisa BAB selama 2
minggu
DO :
- Perut tegang
- Klien tidak
diperbolehkan
mengkonsumsi
makanan berserat
terlalu banyak oleh
dokter
- Teraba skibala
pada abdomen
Fluidopneumothoraks
Paru kolaps
Pemasangan WSD
Imobilisasi
Kurang aktivitas
Gangguan konstipasi
Gangguan konstipasi
22
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan Ditemukan masalah Masalah teratasi
Tanggal paraf tanggal paraf
1. Nyeri akut berhubungan
dengan pemasangan WSD
15/10/2015
2. Kerusakan Integritas kulit
berhubungan dengan
pemasangan WSD
15/10/2015
3. Gangguan konstipasi
berhubungan dengan
imobilisasi
17/10/2015
23
25
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Tindakan keperawatan Rasionalisasi
1. Nyeri akut
berhubungan dengan
pemasangan WSD
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 3x24 jam
pasien tidak mengalami
nyeri
KH :
- Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
- Tanda-tanda vital
dalam rentan normal
- Ajarkan tentang teknik
relaksasi napas dalam
- Berikan informasi
tentang edukasi nyeri
- Berikan posisi yang
nyaman
- Melakukan pengkajian
nyeri (PQRST)
- Observasi tanda-tanda
vital
- Untuk membantu meringankan nyeri klien
- Agar pasien kooperatif dengan tindakan
keperawatan
- Untuk membantu mengurangi nyeri klien
- Untuk mengetahui tingkat nyeri,
karakteristik dll
- Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2 Kerusakan integritas
kulit berhubungan
dengan pemasangan
WSD
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 3x24 jam
kerusakan integritas kulit
pasien teratasi dengan
kriteria hasil
- Tidak ada luka atau lesi
pada kulit
- Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembapan kulit dan
perawatan alami
- Menunjukkan terjadinya
proses penyembuhan
luka
- Tanda-tanda vital dalam
rentan normal
- Lakukan perawatan luka
dengan teknik aseptik
- Memonitor kulit akan
adanya kmerahan
- Mobilisasi pasien
(miring kiri) setiap
empat jam sekali
- Menjaga kebersihan
disekitar luka
- Kolaborasi ahli gizi
pemberian diit tinggi
kalori tinggi protein
- Untuk mencegah terjadinya infeksi
- Memastikan tanda-tanda infeksi pada pasien
- Untuk mencegah terjadinya kerusakan kulit
berulang
- Untuk mencegah terjadinya infeksi
- Pemberian asupan gizi yang cukup dapat
meningkatkan daya tahan tubuh pasien
PELAKSANAAN
NO. No. Diagnosa Tindakan Keperawatan Tanda Tangan
1. 1 16/10/15
- Mengajarkan teknik relaksasi nafas
dalam
Hasil: klien memahami teknik
relaksasi napas
- Memberikan informasi tentang
nyeri
Hasil: klien memahami tentang
penyebab nyeri
- Memberikan posisi yang nyaman
Hasil: nyeri pada daerah
pemasangan WSD berkurang
- Melakukan pengkajian nyeri
P : pemasangan WSD
Q : seperti tertusuk
R : dada bagian kanan
S : 4
T :setiap saat terlebih jika
bergerak
- Mengobservasi TTV
TD : 100/70 mmHg
N : 68x/menit
RR : 23x/menit
S : 36,2 C
2. 2 16/10/15
- Melakukan perawatan luka dengan
teknik aseptik
Hasil: terdapat pus pada luka
- Memonitor kulit akan adanya tanda
infeksi
Hasil: terdapat tanda eritema dan
hangat disekitar luka
- Memobilisasi pasien setiap 4 jam
26
sekali
Hasil: pasien kooperatif untuk
melakukan mobilisasi
- Menjaga kebersihan kulit sekitar
luka
Hasil: klien diseka sehari sekali
3. 1 17/10/15
- Memberikan posisi yang nyaman
Hasil: nyeri pada daerah
pemasangan WSD berkurang
- Melakukan pengkajian nyeri
P : pemasangan WSD
Q : seperti tertusuk
R : dada bagian kanan
S : 4
T : setiap saat
- Mengobservasi TTV
TD : 110/80 mmHg
N : 80 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36,4o C
4. 2 17/10/15
- Memobilisasi pasien setiap 4 jam
Hasil: klien kooperatif melakukan
mobilisasi dengan bantuan keluarga
- Menjaga kebersihan kulit di sekitar
luka
Hasil: klien diseka sehari sekali
5. 1 18/10/15
- Mengajarkan teknik relaksasi nafas
dalam
Hasil: klien memahami dan
menjalankan teknik relaksasi nafas
- Memberikan informasi tentang
nyeri
Hasil: klien memahami penyebab
nyeri dan menghindari penyebab
27
nyeri
- Memberikan posisi yang nyaman
Hasil: intensitas nyeri pada daerah
pemasangan WSD berkurang
- Melakukan pengkajian nyeri
P : pemasangan WSD
Q : seperti tertusuk
R :dada bagian kanan
S : 3
T : setiap saat terlebih saat
bergerak
- Mengobservasi TTV
TD :120/60 mmHg
N : 84x/menit
RR : 18x/menit
S : 36,7 C
6. 2 18/10/15
- Melakukan perawatan luka dengan
teknik aseptic
Hasil: tidak terdapat pus
- Memonitor kulit akan adanya tanda
infeksi
Hasil: tidak terdapat tanda-tanda
infeksi
- Memobilisasi pasien setiap 4 jam
Hasil: klien kooperatif dengan
tindakan keperawatan dengan
bantuan keluarga
- Menjaga kebersihan kulit disekitar
luka
Hasil: klien kooperatif untuk
melakukan mobilisasi
7. 3 18/10/15
- Mengidentifikasi faktor penyebab
konstipasi
Hasil: penyebab konstipasi klien
karena pola BAB tidak teratur dan
28
anjuran dokter untuk tidak makan
makanan berserat terlalu banyak
- Menjelaskan pada pasien manfaat
diit (cairan dan serat) terhadap
eliminasi
Hasil: klien memahami manfaat diit
terhadap eliminasi
- Kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian obat pencahar
Hasil: klien bisa BAB, tapi sangat
sedikit
29
EVALUASI
TanggalNo.
DiagnosaEvaluasi Keperawatan paraf
17/10/15 1 S :
- Pasien mengatakan masih terasa nyeri
O :
- Pasien mengatakan nyeri akibat
pemasangan WSD
- Pasien mengatakan nyeri dengan skala 4
- Observasi TTV
TD : 110/80 mmHg
N : 80 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36,4o C
- Pengkajian nyeri
P : pemasangan WSD
Q : seperti tertusuk
R : dada bagian kanan
S : 4
T : setiap saat
A :
- Masalah belum teratasi
P :
- Intervensi dilanjutkan
2 S :
- Pasien mengatakan aktifitas sehari-hari
hanya tidur
O :
- Terdapat pus pada luka post WSD
- Terdapat eritema dan kehangatan pada
kulit di sekitar luka post pemasangan
WSD
A :
- Masalah belum teratasi
P :
- Intervensi dilanjutkan
30
18/10/15 1 S :
- Pasien mengatakan masih terasa nyeri
O :
- Pasien mengatakan nyeri akibat
pemasangan WSD
- Pasien mengatakan nyeri dengan skala 4
- Observasi TTV
TD : 120/60 mmHg
N : 84 x/mnt
RR : 18 x/mnt
S : 36,7o C
- Pengkajian nyeri
P : pemasangan WSD
Q : seperti tertusuk
R : dada bagian kanan
S : 3
T : setiap saat
A:
- Masalah belum teratasi
P :
- Intervensi dilanjutkan
2 S :
- Pasien mengatakan aktifitas sehari-hari
hanya tidur
O :
- Terdapat luka bula disamping luka WSD
- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
- Observasi TTV
TD : 120/60 mmHg
N : 84 x/mnt
RR : 18 x/mnt
S : 36,7o C
A :
- Masalah belum teratasi
P :
31
- Intervensi dilanjutkan
19/10/15 1 S :
- Pasien mengatakan masih terasa nyeri
O :
- Observasi TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 90 x/mnt
RR : 18 x/mnt
S : 35,8o C
- Pengkajian nyeri
P : pemasangan WSD
Q : seperti tertusuk
R : dada bagian kanan
S : 3
T : setiap saat
A :
- Masalah teratasi sebagian
P :
- Intervensi dilanjutkan 3,4,5
2 S :
- Pasien mengatakan aktifitas sehari-hari
hanya tidur
O :
- Terdapat luka bula disamping luka WSD
- Tidak terdapat pus pada luka post
pemasangan WSD
- Tidak terdapat eritema dan kehangatan di
sekitar luka
A :
- Masalah teratasi sebagian
P :
- Intervensi dilanjutkan 1, 2, 3, 4, 5, 6
3 S :
- Pasien mengatakan BAB hanya sedikit
32
BAB V
PEMBAHASAN
Pembahasan ini dimulai dari tahap pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi
keperawatan. Penulis akan membahas tentang analisis kesenjangan antara teori dan
praktek asuhan keperawatan di lapangan. Penulisan ini diambil Dari klien dengan
masalah kebutuhan dasar manusia nyeri berhubungan dengan pemasangan WSD
pada klien Fluidopneumothoraks di ruang Palem II RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian identitas, didapatkan klien berusia 33 tahun dengan
jenis kelamin laki-laki. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh
Arif Mansyoer (2000). Biasanya penderita Penumothoraks lebih sering
ditemukan pada usia 40-50 tahun dan sering ditemukan pada semua jenis
kelamin baik wanita maupun laki-laki. Kesenjangan antara teori dengan
praktik ini dikarenakan sebelumnya klien sudah memiliki riwayat
TB+fluidopneumothoraks, dan relaps dikarenakan luka jahitan yang ada pada
klien terbuka.
Pada pemeriksaan fisik status kesehatan umum, ditemukan hasil TD
120/80 mmHg, nadi 80x/mnt, RR 24x/mnt. Hal ini tidak sesuai dengan teori,
yang menyatakan bahwa manifestasi klinis dari nyeri adalah TD, nadi, dan
RR meningkat (Wahit, 2007). Hal ini dikarenakan ambang nyeri setiap orang
berbeda-beda, dan koping setiap orang berbeda-beda. Dan Ny. T ini memiliki
koping yang sangat bagus meskipun skala nyerinya 4, klien tidak merasa
kesusahan dan sakit.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang terjadi pada klien adalah nyeri akut
berhubungan dengan pemasangan WSD. Pada klien dengan pemasangan
WSD akan muncul diagnosa keperawatan salah satunya nyeri akut. Hal ini
berhubungan dengan teroi NANDA, yang menyatakan bahwa klien dengan
nyeri dapat didiagnosa dengan dua diagnosa yaitu nyeri aku dan nyeri kronis.
Diagnosa keperawatan ini diambil berdasarkan pengkajian pada klien, yaitu
klien mengeluh merasa nyeri di bagian dada sebelah kiri seperti tertusuk dan
terasa setiap saat lebih-lebih saat bergerak.
34
Selain nyeri, ditemukan dua diagnosa lain, yaitu kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan imobilisasi dan gangguan konstipasi berhubungan
dengan imobilisasi. Dua diagnosa ini diambil bukan dari konsep nyeri,
melainkan dari pemasangan WSD. Hal ini sesuai dengan teori Anas Tamsuri
(2008) yang menyatakan komplikasi dari pemasangan WSD adalah
perdarahan, edema paru, emfisema, infeksi dan nyeri. Hal ini dikarenakan
perasaan nyeri yang dialami klien mengakibatkan klien imobilisasi.
C. PERENCANAAN
Pada asuhan keperawatan kasus terdapat beberapa kesenjangan dengan
asuhan keperawatan kasus. Kesenjangan ini terjadi dikarenakan pada asuhan
keperawatan kasus, didasarkan pada SOP yang ada di rumah sakit. Pada
asuhan keperawatan teori, perencanaan yang harus dilakukan (Lynda Juall C,
2013) adalah menjelaskan penyebab nyeri pada klien, kaji nyeri pada klien,
beri klien waktu istirahatn yang cukup, beri penjelasan pada klien dan
keluarga untuk mengenal penggunaan terapi distraksi, ajarkan metode
distraksi pada klien, dan ajarkan tentang tindakan pereda nyeri non invasif
(relaksasi). Sedangkan pada asuhan keperawatan kasus, perencanaan yang
dilakukan adalah ajarkan tentang relaksasi nafas dalam, berikan informasi
tentang edukasi nyeri, berikan posisi nyaman, melakukan pengkajian nyeri,
observasi tanda-tanda vital.
Kesenjangan pada intervensi pertama adalah pada perencanaan
memberikan posisi nyaman. Hal ini terjadi dikarenakan pemberian posisi
yang nyaman sangat diperlukan oleh pasien dengan pemasangan selang
WSD, di mana jika tidak diberikan posisi yang nyaman dan benar, selang
WSD akan mengenai organ paru-paru yang lain yang akhirnya akan
menyebabkan rasa nyeri pada klien. Sedangkan pada teori menurut Lynda
Juall C. (2013) tidak menyebutkan intervensi untuk memberikan posisi
nyaman.
Kesenjangan pada intervensi kedua adalah observasi tanda-tanda vital.
Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi dari tekanan darah, nadi,
dan RR klien. Di mana klien dengan nyeri, akan mengalami peningkatan TD,
nadi, dan RR. Sedangkan pada teori menurut Lynda Juall C. (2013) tidak
menyebutkan intervensi untuk observasi TTV.
35
Kesenjangan pada intervensi ketiga adalah memberikan klien
kesempatan untuk istirahat yang cukup. Hal ini tidak dilakukan oleh penulis
dikarenakan waktu istirahat klien sudah cukup, yaitu 11 jam setiap harinya.
Kesenjangan pada intervensi keempat adalah mengajarkan metode
distraksi pada klien. Hal ini sebenarnya dilakukan oleh penulis ketika
berkunjung ke klien dengan mengajak klien berbicara dengan santai dan lues,
namun tidak didokumentasikan oleh penulis.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah disusun.
Namun, intervensi yang disusun tidak sesuai dengan intervensi pada teori.
E. CATATAN PERKEMBANGAN
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dan alat ukur keberhasilan
pemberian asuhan keperawatan. Pada klien, masalah belum teratasi dalam
waktu 3x24 jam. Pada catatan perkembangan, diperoleh hasil evaluasi TD
klien klien mengalami peningkatan yaitu 140/90 mmHg dan suhu klien
mengalami penurunan yaitu 35,8oC. Peningkatan TD klien ini sesuai dengan
teori di mana klien dengan nyeri akan mengalami peningkatan TD.
Sedangkan penurunan suhu klien ini terjadi dikarenakan klien merasa tidak
nyaman dengan lingkungan yang dingin dan klien merasa gelisah dikarenakan
tidak ingin operasi dan ingin pulang.
36