Upload
yuna-tafa
View
98
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
keperawatan
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA KLIEN DENGAN NYERI DADA
A. Pengertian
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada
dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred
pain).
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena
suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan
metabolisme miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena
lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan
parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit
B. Etiologi
Nyeri dada dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan
seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang
bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari
dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma,
mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh
Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang
subdiafragmatik pneumotoraks dan penumomediastinum
2. Nyeri dada non pleuretik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat
menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru :
a. Kardial
1) Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal
yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan
terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke
epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa
nyeri dada substernal.
Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama
iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan
apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf melalui
medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf
sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila
kebutuhan 02 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner.
Pda penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang
karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
a) Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan
nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya
beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau
istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada udara
yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan
emosi.
b) Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :
Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang
kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat
atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
c) Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari
20-30 menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada
berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan
rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada
tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak
diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga
penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa
ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym
jantung.
2) Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau
substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya
murmur akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaran
echokardiogram dapat membantu menegakan diagnose.
3) Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik
juga dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.
b. Perikardial
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas
diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area
preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan
punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik
nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan
tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa
nyeri angina.
Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum
dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis
c. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan
resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri
dada depan yang hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri
dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih
sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung
lokasi dan luasnya pendesakan.
d. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan
nyeri esofageal. Neri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke
punggung, bahu dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan
sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum,
pankreatitis akut distensi gaster kadang – kadang dapat menyebabkan
nyeri substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri
seperti terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan
regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan
antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara
serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan
gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.
e. Muskuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas
fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti
halnya nyeri pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam.
Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri
pleuritik biasanya tidak demikian.
f. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa
tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan
emosi tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat
membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
g. Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis
dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada
emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan
substernal. Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik.
Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri
prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan
keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke pleura, organ
medianal atau dinding dada.
C. Patofisiologi
Terjadi penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection
fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik
ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium
kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung).
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga
daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan
kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk
mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen
miokard Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan
juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard
yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal.
Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk
akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan
gagal jantung terjadi. Sebagai akibat sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non
infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan
mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinami ini tidak statis. Bila makin tenang fungsi
jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-
daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akan
menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat
pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila
iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti
ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan
memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit tersering dan terjadi terutama pada menit-menit
atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan
masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.
D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
1. Nyeri ulu hati
2. Sakit kepala
3. Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
4. Diaforesis / keringat dingin
5. Sesak nafas
6. Takikardi
7. Sesak nafas
8. Kulit pucat
9. Sulit tidur (insomnia)
10. Mual, Muntah, Anoreksia
11. Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
12. Kelemahan
13. Wajah tegang, merintih, menangis
14. Perubahan kesadaran
E. Pemeriksaan penunjang
1. EKG 12 lead selama episode nyeri
a. Takhikardi / disritmia
b. Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
c. Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat
perlu dilakukan. Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit
jantung koroner yang berat. EKG bisa didapatkan gambaran iskemik
dengan infark miokard lama atau depresi ST dan T yang terbalik pada
penyakit yang lanjut.
2. Laboratorium
a. Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
b. Fungsi hati : SGOT, SGPT
c. Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
d. Profil Lipid : LDL, HDL
3. Foto Thorax
4. Echocardiografi
5. Kateterisasi jantung
F. Terapi / penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri
epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard.
Dilatasi terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada
pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah
isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari
nitrat long-acting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi
adalah suatu keadaan yang memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk
merangsang efek hemodinamik atau anti-angina. Nitrat yang short-acting
seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan
lebih sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat
sedangkan jenis buccal mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul
toleransi
b. Beta bloker
Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian
besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi
denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta
Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis
pemberian hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan
tetapi tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme,
bradikardi dan gagal jantung.
c. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma
koroner, Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina,
memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise.
Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama bila
dikombinasi dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat mengurangi
efek samping beta bloker. Efek anti angina lebih baik pada pemberian
nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker daripada pemberian
beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker
di samping sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat
ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan lain sebagai pengganti beta-
bloker dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak
merangsang tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan
angina maka penderita harus direncanakan untuk terapi bedah koroner.
Pengobatan pada angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita
harus dirawat di rumah sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila ca-
antagonis ditambah pada beta-bloker akan tetapi dosis harus disesuaikan
untuk mencegah hipertensi. Sebagian penderita sengan pengobatan ini
akan stabil tetapi bila keluhan menetap perlu dilakukan test exercise dan
arteriografi koroner. Sebagian penderita lainnya dengan risiko tinggi harus
diberi nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah turun.
Biasanya kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk
kemudian dilakukan bedah pintas koroner atau angioplasti.
d. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan
antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita
angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat
menurunkan mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada
penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama
dan sering diberikan daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan
menstabilkan keadaan penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-
obatan pada angina pektoris tak stabil secara praktis dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin
selama fase akut maupun sesudahnya
2) Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum
mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak
ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker
dengan ca-antagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan.
3) Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker
dapat ditambah dengan nifedipin.
4) Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.
e. Pembedahan
Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery)
Walupun pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan
angina dapat memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut
belum dapat dibuktikan pada kelompok penderita tertentu terutama
dengan penyakit koroner proksimal yang berat dan gangguan fungsi
ventrikel kiri dengan risiko kerusakan mikardium yang luas.
Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan
kapasitas exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala
angina didapatkan pada 90% penderita selama 1 tahun pertama dengan
kekambuhan setelah itu 6% pertahun. Kekambuhan yang lebih cepat
biasanya disertai dengan penutupan graft akibat kesulitan teknis saat
operasi sedangkan penutupan yang lebih lama terjadi setelah 5 – 12 tahun
sering karena adanya graft ateroma yang kembali timbul akibat pengaruh
peninggian kolesterol dan diabetes.
Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena
tetap baik dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna. Mortalitas
pembedahan tidak lebih dari 2% akibat risiko yang besar pada penderita
angina tak stabil dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk. Resiko
meninggi pada umur lebih dari 65 tahun akibat penyakit yang lebih berat
terutama pada kerusakan ventrikel kiri walaupun memberikan respons
yang baik dengan graft dan sekarangpun pembedahan biasa dilakukan
pada penderita umur 20 tahun. Morbiditas pembedahan juga tidak sedikit
yaitu sering didapatkan perubahan neuropsikiatrik sementara dan insidens
stroke 5%. Akan tetapi kebanyakan penderita lambat laun akan kembali
seperti semula.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
NYERI DADA
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1) Bagaimana kepatenan jalan nafas
2) Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?
3) Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?
b. Breathing
1) Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?
2) Apakah menggunakan otot bantu pernafasan?
3) Apakah ada bunyi nafas tambahan?
c. Circulation
1) Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan
tegangan)
2) Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau
oliguri?
3) Apakah ada penurunan kesadaran?
4) Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?
2. Pengkajian Sekunder
Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner) :
a. Lokasi nyeri
Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner : mulai dari
sternal menjalar ke leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian ulna)
b. Sifat nyeri
Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk,
mencekik/rasa terbakar, dll.
c. Ciri rasa nyeri
Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu.
d. Kronologis nyeri
Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan
e. Keadaan pada waktu serangan
Apakah timbul pada saat-saat / kondisi tertentu
f. Faktor yang memperkuat / meringankan rasa nyeri misalnya sikap/posisi
tubuh, pergerakan, tekanan, dll.
g. Gejala lain yang mungkin ada atau tidaknya hubungan dengan nyeri dada.
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu
dikaji adalah:
1. Aktivitas /istirahat:
Gejala:
a. Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
b. Riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur
Tanda: Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja
2. Sirkulasi :
Gejala:
a. Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk/berdiri.
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
3) BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan
kontraktilitas atau komplian ventrikel
4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
5) Friksi; dicurigai perikarditis
6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
7) Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan
gagal jantung/ventrikel.
8) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3. Integritas ego:
Gejala:
a. Menyangkal gejala penting.
b. Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
c. Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’
d. Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda:
1) Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
2) Gelisah, marah, perilaku menyerang
3) Fokus pada diri sendiri/nyeri.
4. Eliminasi :
Tanda:
a. Bunyi usus normal atau menurun
b. Makanan/cairan:
Gejala:
1) Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
2) Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
3) Muntah,
4) Perubahan berat badan
5. Hygiene :
Gejala/tanda:
a. Kesulitan melakukan perawatan diri.
6. Neurosensori :
Gejala:
a. Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
1) Perubahan mental
2) Kelemahan
7. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
a. Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
b. Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c. Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
d. Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
e. Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM,
hipertensi dan lansia.
Tanda:
1) Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
2) Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
3) Menarik diri, kehilangan kontak mata
4) Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan,
warna kulit/kelembaban, kesadaran.
8. Pernapasan:
Gejala:
a. Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
b. Batuk produktif/tidak produktif
c. Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:
1) Peningkatan frekuensi pernapasan
2) Pucat/sianosis
3) Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing
4) Sputum bersih, merah muda kental
9. Interaksi sosial:
Gejala:
a. Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
b. Kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
1) Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
2) Menarik diri dari keluarga
10. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
a. Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit
Vaskuler Perifer
b. Riwayat penggunaan tembakau
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan kenyamanan nyeri (nyeri akut) b.d iskemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri, inflamasi jaringan
2. Perubahan perfusi jaringan (otot jantung) b.d penurunan aliran darah
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan
metabolisme jaringan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Prinsip-prinsip Tindakan :
1. Tirah baring (bedrest) dengan posisi fowler / semi fowler
2. Melakukan EKG 12 lead kalau perlu 24 lead
3. Mengobservasi tanda-tanda vital
4. Kolaborasi pemberian O2 dan pemberian obat-obat analgesik, penenang,
nitrogliserin, Calcium antagonis dan observasi efek samping obat.
5. Memasang infus dan memberi ketenangan pada klien
6. Mengambil sampel darah
7. Mengurangi rangsang lingkungan
8. Bersikap tenang dalam bekerja
9. Mengobservasi tanda-tanda komplikasi
DX. 1
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
a. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi,
intensitas, durasi), catat setiap
respon verbal/non verbal,
perubahan hemo-dinamik
b. Berikan lingkungan yang tenang
dan tunjukkan perhatian yang tulus
kepada klien.
c. Bantu melakukan teknik relaksasi
(napas dalam/perlahan, distraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi)
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi:
1. Antiangina seperti nitogliserin
(Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-
Dur)
2. Beta-Bloker seperti atenolol
(Tenormin), pindolol (Visken),
propanolol (Inderal)
3. Analgetik seperti morfin,
meperidin (Demerol)
4. Penyekat saluran kalsium
seperti verapamil (Calan),
diltiazem (Prokardia).
a. Nyeri adalah pengalaman subyektif yang
tampil dalam variasi respon verbal non
verbal yang juga bersifat individual
sehingga perlu digambarkan secara rinci
untuk menetukan intervensi yang tepat.
b. Menurunkan rangsang eksternal yang
dapat memperburuk keadaan nyeri yang
terjadi.
c. Membantu menurunkan persepsi-respon
nyeri dengan memanipulasi adaptasi
fisiologis tubuh terhadap nyeri.
1. Nitrat mengontrol nyeri melalui efek
vasodilatasi koroner yang meningkatkan
sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
2. Agen yang dapat mengontrol nyeri
melalui efek hambatan rangsang
simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi
miokard yang buruk)
3. Morfin atau narkotik lain dapat dipakai
untuk menurunkan nyeri hebat pada fase
akut atau nyeri berulang yang tak dapat
dihilangkan dengan nitrogliserin.
4. Bekerja melalui efek vasodilatasi yang
dapat meningkatkan sirkulasi koroner
dan kolateral, menurunkan preload dan
kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa
di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.
DX. 2
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
a. Pantau perubahan kesadaran
/keadaan mental yang tiba-tiba
seperti bingung, letargi, gelisah,
syok.
b. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit
dingin/lembab dan catat kekuatan
nadi perifer.
c. Pantau fungsi pernapasan
(frekuensi, kedalaman, kerja otot
aksesori, bunyi napas)
d. Pantau fungsi gastrointestinal
(anorksia, penurunan bising usus,
mual-muntah, distensi abdomen
dan konstipasi)
e. Pantau asupan caiaran dan
haluaran urine, catat berat jenis.
f. Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium (gas darah, BUN,
kretinin, elektrolit)
g. Kolaborasi pemberian agen
terapeutik yang diperlukan:
1. Hepari / Natrium Warfarin
(Couma-din)
a. Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh
curah jantung di samping kadar elektrolit
dan variasi asam basa, hipoksia atau
emboli sistemik.
b. Penurunan curah jantung menyebabkan
vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan
oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan
penurunan denyut nadi.
c. Kegagalan pompa jantung dapat
menimbulkan distres pernapasan. Di
samping itu dispnea tiba-tiba atau
berlanjut menunjukkan komplokasi
tromboemboli paru.
d. Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat
menimbulkan disfungsi gastrointestinal
e. Asupan cairan yang tidak adekuat dapat
menurunkan volume sirkulasi yang
berdampak negatif terhadap perfusi dan
fungsi ginjal dan organ lainnya.
f. BJ urine merupakan indikator status hidrsi
dan fungsi ginjal.
g. Penting sebagai indikator perfusi/fungsi
organ.
1. Heparin dosis rendah mungkin
diberikan mungkin diberikan secara
profilaksis pada klien yang berisiko
tinggi seperti fibrilasi atrial,
kegemukan, anerisma ventrikel atau
2. Simetidin (Tagamet), Ranitidin
(Zantac), Antasida.
3. Trombolitik (t-PA,
Streptokinase)
riwayat tromboplebitis. Coumadin
merupakan antikoagulan jangka
panjang.
2. Menurunkan/ menetralkan asam
lambung, mencegah ketidaknyamanan
akibat iritasi gaster khususnya karena
adanya penurunan sirkulasi mukosa.
3. Pada infark luas atau IM baru,
trombolitik merupakan pilihan utama
(dalam 6 jam pertama serangan IMA)
untuk memecahkan bekuan dan
memperbaiki perfusi miokard.
DX. 3
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau HR, irama, dan
perubahan TD sebelum,
selama dan sesudah aktivitas
sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi
aktivitas
3. Anjurkan klien untuk
menghindari peningkatan
tekanan abdominal.
4. Batasi pengunjung sesuai
dengan keadaan klinis klien.
1. Menentukan respon klien terhadap
aktivitas.
2. Menurunkan kerja miokard/konsumsi
oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
3. Manuver Valsava seperti menahan
napas, menunduk, batuk keras dan
mengedan dapat mengakibatkan
bradikardia, penurunan curah jantung
yang kemudian disusul dengan
takikardia dan peningkatan tekanan
darah.
4. Keterlibatan dalam pembicaraan
panjang dapat melelahkan klien tetapi
kunjungan orang penting dalam suasana
5. Bantu aktivitas sesuai dengan
keadaan klien dan jelaskan
pola peningkatan aktivitas
bertahap.
6. Kolaborasi pelaksanaan
program rehabilitasi pasca
serangan IMA.
tenang bersifat terapeutik.
5. Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai
dengan kemampuan kerja jantung.
6. Menggalang kerjasama tim kesehatan
dalam proses penyembuhan klien.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, N.1999. Anamnesa dan pemeriksaan Jasmani Sistem Kardiovaskuler dalam
IPD Jilid I. Jakarta: FKUI
Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Hudak &Gallo. 1995. Keperawatan Kritis cetakan I. Jakarta : EGC
Carpenito (2000), D iagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis , Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan , Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Ed.4, EGC,
Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam , BP FKUI, Jakarta.