Upload
murti-manda
View
238
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
TINGKAT SELF DIRECTED LEARNING DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SELF DIRECTED LEARNING MAHASISWA
AKPER PEMPROV JATENG TAHUN AJARAN 2015/2016
DISUSUN OLEH: MURTI MANDAWATI
ARIES ASMOROHADI
AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa mahasiswa keperawatan
perlu dipersiapkan untuk menghadapi perubahan pelayanan kesehatan yang
sangat cepat berubah dan semakin kompleks. Oleh karena itu sikap-sikap
menjadi pembelajar seumur hidup,dan self directed learning (SDL)(kemampuan
belajar mandiri) menjadi sikap yang harus dimiliki oleh lulusan sekolah
keperawatan. Beberapa penelitian mengenai kemampuan mahasiswa
keperawatan dalam belajar mandiri (self directed learning) menunjukkan bahwa
SDL mahasiswa diploma keperawatan di Indonesia berada di tingkat di bawah
rata-rata (198). Kondisi ini menempatkan SDL mahasiswa keperawatan di
Indonesia berada di posisi di bawah rata-rata kemampuan SDL mahasiswa
keperawatan di negara lain (Amerika Serikat (214), Australia (205), Irlandia
(215,5) (Saha, 2006).
Penelitian Saha (2006) dilakukan ketika metode teacher centered learning
masih digunakan di sekolah diploma keperawatan di Indonesia. Sejak tahun 2009
Akper Pemprov Jateng telah mengembangkan kurikulum pendidikan yang
mengarahkan mahasiswa untuk aktif belajar sendiri (student centered learning).
Akper Pemprov Jateng juga menerapkan beberapa metode untuk mendorong
mahasiswa belajar mandiri, misalnya dengan mengharuskan mahasiswa
mambuat learning contract ketika akan menjalani pendidikan praktik dan
membuat refleksi saat menjalani praktik. Menurut Saha (2006), ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengembangkan SDL mahasiswa, yaitu pembuatan
learning contract, pembuatan refleksi, disediakannya modul pembelajaran dan
pembelajaran dengan model problem based learning (Saha, 2006).
Beberapa metode pembelajaran yang mengarahkan mahasiswa untuk
menjadi self directed learner sudah diterapkan di Akper Pemprov Jateng, tetapi
penerapannya masih belum sempurna. Selain itu, belum pernah dilakukan
pengukuran mengenai self directed learning yang dimiliki mahasiswa Akper
Pemprov Jateng. Menurut Grow (1991) tingkat self directed learning mahasiswa
dapat diketahui dari beberapa aktivitas mahasiswa yang dapat diamati misalnya
motivasi mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran, ketepatan waktu masuk
untuk mengikuti pembelajaran, tugas-tugas yang disusun mahasiswa dan
keaktifan mahasiswa ketika mengikuti pembelajaran di kelas. Meskipun begitu,
tingkat self directed learning mahasiswa dapat diukur menggunakan instrument
Self Directed learning Readiness Scale (SDLRS) yang disusun oleh Guilenamo
(1991). Penelitian ini bertujuan untuk mengukur SDL mahasiswa Akper Pemprov
Jateng menggunakan instrument SDLRS.
B. Perumusan Masalah
Selama ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai tingkat SDL
mahasiswa Akper Pemprov Jateng. Berdasar hal tersebut, rumusan masalah
pada penelitian ini adalah
1. Bagaimana gambaran tingkat SDL mahasiswa Akper Pemprov Jateng tingkat
III, II dan I?
2. Apakah ada perbedaan tingkat SDL mahasiswa tingkat III,II dan I?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat SDL mahasiswa Akper
Pemprov Jateng
2. Tujuan khusus :
a. Mengetahui gambaran tingkat SDL mahasiswa tingkat III, II dan I
b. Mengetahui perbedaan tingkat SDL mahasiswa tingkat III, II, dan I
D. Manfaat Peneltian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini akan memberikan umpan balik mengenai konsep pengaruh
learning contract, modul pembelajaran, refleksi dan PBL terhadap SDL
mahasiswa.
2. Manfaat praktis
a. Sebagai evaluasi program pembelajan yang diterapkan di Akper Pemprov
Jateng.
b. Sebagai studi pilot project dalam penerapan learning contract, modul,
refleksi dan PBL yang baru di Akper Pemprov Jateng.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian replikasi dari penelitian Saha (2006) yang
mengukur tingkat SDL mahasiswa diploma keperawatan di Kalimantan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Self Directed Learning
Self directed learning merupakan konsep pembelajaran pada
orang dewasa. Orang dewasa belajar secara berbeda dengan anak-
anak. Pembelajaran pada orang dewasa lebih menitikberatkan pada
pembelajaran yang didorong oleh motivasi internal dan kemampuan
untuk bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil
(Knowles, 1984). Lebih lanjut Knowles (1984) menjelaskan
karakteristik pembelajaran pada orang dewasa, yaitu orang dewasa
memerlukan alasan untuk mempelajari sesuatu, orang dewasa
belajar untuk dapat memecahkan masalah, dan orang dewasa akan
belajar dengan sangat baik jika ilmu yang dipelajari bernilai dalam
kehidupannya. Knowles sudah mengembangkan definisi self
directed learning sejak tahun 1975, menurut Knowles (1975) SDL
adalah proses seseorang untuk berinisiatif dalam menentukan
kebutuhan belajar, menentukan tujuan belajar, mengidentifikasi
sumber – sumber belajar yang dimiliki, dan mengevaluasi outcome
belajar. Semua itu dapat dilakukan oleh dirinya sendiri atau dengan
bantuan orang lain. Berdasar pada pendapat Knowles (1975),
Iwasiw (1987) merangkum bahwa SDL adalah salah satu bentuk
pembelajaran dimana seseorang bertanggung jawab mulai dari
proses perencanaan, implementasi dan evaluasi proses belajar
yang dilakukan.
Ada tiga tahapan implementasi SDL seorang mahasiswa.
Tahapan tersebut meliputi:
Tahap I: Tahap “learning how to learn” yaitu, tahap
seseorang belajar cara belajar dari guru. Pada tahap ini guru harus
mengelola materi yang diajarkan dengan baik. Mahasiswa akan
belajar memilih bahan yang penting untuk dipelajari,
mengorganisasi materi pembelajaran, dan mengingat kembali
materi yang dipelajari.
Tahap II: Tahap “learning how to teach a course to oneself”
Pada tahap ini guru mengajari bagaimana cara mempelajari materi
pembelajaran kepada mahasiswa sehingga mahasiswa mampu
belajar dengan gaya belajarnya sendiri, mampu mengorganisasikan
materi pembelajarannya sendiri, mampu belajar dengan orang lain,
mengecek kemajuan belajarnya, dan mendapatkan sesuatu dari hal
yang dipelajari.
Tahap III: Tahap “learning how to direct one’s own learning”.
Pada tahap ini mahasiswa mulai menentukan tujuan belajarnya, dan
membuat strategi untuk mencapai tujuan belajarnya.
Peran guru adalah mengajarkan cara menjadi self directed
learner, mahasiswa akan berusaha menjadi self directed learner.
Ada 4 tingkatan yang dilalui agar seseorang menjadi self directed
learner. Tingkatan-tingkatan tersebut adalah :
Tingkat I: Dependent learner. Tahap ini seseorang memiliki
kemampaun SDL yang masih rendah, seseorang memerlukan
sosok yang memiliki otoritas penuh terhadap proses belajarnya.
Pada tingkatan ini guru memiliki otoritas penuh terhadap proses
pembelajaran. Proses pembelajaran dapat dilakukan dengan
ceramah, tutorial individual terstruktur.
Tingkat II: Interested learner. Pada tahap ini seseorang
memiliki tingkat SDL sedang. Seseorang tertarik untuk belajar dan
memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi, tetapi kemungkinan
besar masih belum mengetahui materi yang harus dipelajari. Pada
tahap ini guru berperan sebagai motivator atau pengarah. Metode
pembelajaran dapat dilakukan dengan diskusi, demonstrasi dan
diikuti dengan pengarahan.
Tingkatan III: Involved learner. Pada tahap ini seseorang
telah mencapai tahap SDL lanjut. Seseorang telah memiliki
ketrampilan dan pengetahuan dasar dan mampu melihat
kemampuan yang dimiliki. Seseorang sudah siap dan mampu
mengeksplorasi materi tertentu dengan arahan yang baik dari guru.
Pada tahapan ini guru berperan sebagai fasilitator. Proses
pembelajaran dapat dilakukan dengan seminar, pembuatan kontrak
belajar, evaluasi capaian belajar dengan chek list.
Tingakatan IV: Self directed learner. Tahap ini adalah tahap
SDL yang tinggi. Seseorang sudah memiliki keinginan dan
kemampuan untuk merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi
pembelajaran yang dijalani dengan atau tanpa batuan dari guru.
Pada tingkatan ini guru berperan sebagai konsultan dan delegator.
Metode pembelajaran dengan belajar mandiri, mahasiswa
melakukan diskusi terarah.
Meskipun SDL dapat diajarkan di institusi pendidikan, tetapi
menurut Grow (1991) SDL tidak sepenuhnya dapat dibentuk di
institusi pendidikan. Hal tersebut karena institusi pendidikan dibatasi
oleh kurikulum. Dalam institusi pendidikan outcome yang dicapai
lebih dititik beratkan pada membentuk mahasiswa menjadi
pembelajar sepanjang hayat (lifelong learner).
2. Metode pembelajaran yang dapat peningkatkan SDL
Ada beberpa strategi belajar mengajar yang dapat
meningkatkan SDL dan ada sejumlah alat yang dapat digunakan
untuk meningkatkan SDL mahasiswa (Atkin dan Murphy, 1993;
Garrison, 1987, Knowles, 1990, Margetson, 1994; O’shea, 2003;
Parker, 199; taylor, 1997). Beberapa strategi tersebut adalah
pembuatan kontrak belajar, refleksi, penyediaan modul belajar, dan
pembelajaran dengan metode problem based learning (PBL).
Menurut Knowles (1986) pembuatan kontrak belajar (rencana
pembelajaran) merupakan metode untuk mengarahkan mahasiswa
menjadi self directed learner. Menurut Parker et al (1995), refleksi
merupakan metode yang dapat mengarahkan seseorang menjadi
self directed learner, karena refleksi merupakan suatu proses
belajar yang membutuhkan pengalaman sendiri. Melalui refleksi ini
seseorang dapat mengubah cara pandang terhadap diri sendiri dan
dunia (Atkins dan Murphy, 1993). Menurut Crooks et al., (2001)
refleksi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SDL. Refleksi
membantu mahasiswa mencari arti dalam pengalaman belajarnya.
Refleksi akan meningkatkan kedalaman belajar mahasiswa. Selain
pembuatan rencana belajar dan refleksi, metode yang dipercaya
dapat memfasilitasi seseorang menjadi self directed learner adalah
metode pembelajaran dengan pendekatan masalah (problem based
learning) (Margetson, 1994). Pada pembelajaran dengan
pendekatan PBL ini mahasiswa diberikan scenario masalah,
mahasiswa akan menentukan tujuan yang ingin dicapai dari
permasalahan yang dihadapi. Kemudian mahasiswa akan membuat
strategi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan
memanfaatkan sumber-sumber yang dimiliki. Akhirnya mahasiswa
akan memperoleh umpan balik dari proses belajar yang dijalani.
Metode lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
seseorang untuk menjadi self directed learner adalah adanya modul
pembelajaran (Garrison, 1987).
3. Pembelajaran di Akper pemprov Jateng
Akper Pemprov Jateng menerapkan kurikulum D3
Keperawatan yang diadopsi dari Departemen Kesehatan RI 2006
dan West Pacific South East Asia Region (WPSEAR) pada tahun
2011 – 2013. Mulai tahun ajaran 2014/2015 Akper Pemprov Jateng
menerapkan kurikulum berbasis kompetensi yang tetapkan dari
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dalam kurikulum tersebut mahasiswa belajar materi
mengenai pengembangan kepribadian ada 4 mata kuliah, materi
ilmu dan keterampilan keperawatan sebanyak 2 mata kuliah, mata
kuliah keahlian keperawatan sebanyak 17 mata kuliah, dan materi
mengenai kehidupan social sebanyak 2 mata kuliah, Dua puluh lima
mata kuliah tersebut tersebar dalam 112 satuan kredit semester.
Metode pembelajaran di Akper Pemprov Jateng meliputi
pembelajaran tatap muka di kelas, pembelajaran praktikum di
laboratorium ketrampilan klinik dan pembelajaran di lapangan.
Pembelajaran di kelas dilakukan dengan ceramah. Dalam metode
ceramah ini dosen mentransfer pengetahuan kepada mahasiswa.
Pembelajaran praktikum di laboratorium dilakukan dengan cara
dosen mendemonstrasikan ketrampilan keperawatan tertentu diikuti
oleh mahasiswa. Pembelajaran di lapangan dilakukan dengan
system precetorship. Selama menjalani proses pembelajaran
mahasiswa akan mendapat tugas terstruktur dari dosen, selain itu
mahasiswa juga wajib belajar mandiri.
Untuk mendukung pembelajaran di kelas beberapa mata
kuliah telah menyiapkan modul untuk mahasiswa. Modul tersebut
berisi materi dan buku kerja mahasiswa. Jurnal refleksi dan kontrak
belajar sudah diterapkan dalam pembelajaran di lapangan. Tetapi
kedua metode ini belum sepenuhnya diterapkan dengan baik.
Umpan balik terhadap jurnal refleksi dan kontrak belajar belum
didilakukan secara maksimal oleh dosen.
B. Kerangka Konsep Penelitian
C. Hipotesis Penelitian
Tingkat SDL mahasiswa tingkat I lebih rendah daripada tingkat
SDL mahasiswa II,
Tingkat SDL mahasiswa tingkat II
Tingkat SDL pre test mahasiswa tingkat I
Tingkat SDL mahasiswa tingkat I dan III
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratori. Mengeksplorasi SDL
mahasiswa tingkat I,II dan III.
B. Variable penelitian
1. Variabel independen dalam penelitian deskriptif adalah tingkat SDL
mahasiswa
2. Variabel dependen tingkat SDL mahasiswa tingkat II
C. Definisi Operasional
1. SDL mahasiswa adalah tingkat self directed learning mahasiswa tingkat I, II
dan III diukur dengan instrument SDLRS yang dikembangkan oleh Fisher et
al (2001).
2. Tingkat I,II, dan III adalah tahun mahasiswa menempuh pendidikan di Akper
Pemprov Jateng. Tingkat I adalah mahasiswa Akper Pemprov Jateng yang
menempuh pendidikan pada tahun pertama. Tingkat II adalah mahasiswa
yang menemouh pendidikan di Akper Pemprov Jateng pada tahun kedua.
Tingkat III adalah mahasiswa yang menempuh pendidikan di Akper Pemprov
Jateng pada tahun ketiga.
D. Bahan dan alat penelitian
Instrumen dalam penelitian ini ada dua, yaitu instrument SDLRS.
Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner SDLRS yang dikembangkan oleh
Fisher et al. (2001). Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini telah dilakukan
penterjemahan dan dilakukan uji reliabilitas dan validitas terhadap mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan UGM. Instrumen ini juga telah digunakan oleh
banyak peneliti lain di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Kuesioner SDLRS yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 40 item
dengan 3 sub sakala. Penilaian item-item kuesioner tersebut menggunakan skala
pengukuran Likert yang terdiri dari 5 skala, yaitu; mulai dari 1 untuk “sangat tidak
setuju” dan sampai 5 untuk “sangat setuju”. Penilaian kemampuan SDL
mahasiswa dilakukan dengan menjumlahkan nilai seluruh item atau
menjumlahkan total nilai sub skala dari kuesioner tersebut. Pada penelitian Fisher
et al. (2001) dilakukan pengukuran central tendency dan dispersion pada total
skala dan subskala, total skor sampel pada penelitian tersebut berdistribusi
normal. Kesimpulan yang ditemukan Fisher et al. (2001) adalah jika total SDL ≤
73, SDL mahasiswa dikatakan sedang jika nilai total SDL antara 74 – 148, dan
SDL mahasiswa dikatakan tinggi jika total SDL ≥ 149. Jenis data yang diperoleh
dari kuesioner SDLRS adalah data dengan skala interval.
Tabel 3. Distribusi skala kuesioner SDLR
Sub skala kuesioner Jumlah item Nomor item
Keinginan untuk belajar 13 item 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,12, 13
Manajemen diri 12 item 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21,22, 23, 24, 25
Kontrol diri 17 item 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33,34, 35, 36, 37, 38, 39, 40
Akbar (2014) telah mengukur SDL pada 451 mahasiswa yang terdiri
mahasiswa Kedokteran, Keperawatan dan Gizi FK UGM dengan menggunakan
kuesioner SDLRS dari Fisher (2001). Pada penelitian tersebut nilai alfa Cronbach
yang diperoleh, yaitu 0.878. Hasil uji validitas diskriminasi dan validitas
konvergen diperoleh korelasi antar item dalam sub skala yang berbeda
menunjukkan nilai yang rendah (r < 0,6) dan uji korelasi antar subskala dengan
skor total menunjukkan hubungan yang kuat (r > 0,6).
Sebelum digunakan untuk mengukur kemampuan SDL mahasiswa
diploma III keperawatan, kuesioner ini dilakukan uji keterbacaan terhadap 30
mahasiswa tingkat I Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sains Al quran.
E. Jalannya penelitian
1. Dilakukan uji keterbacaaan instrument SDLRS , Uji keterbacaan ini dilakukan
terhadap mahasiswa yang memiliki karakteristik hampir sama dengan
mahasiswa yang akan dilakukan penelitian. Uji reliabilitas ini akan dilakukan
terhadap mahasiswa tingkat I Fakultas kesehatan UNSIQ.
2. Dilakukan pengukuran SDLRS terhadap mahasiswa yang menjadi responden
pada penelitian
F. Rencana Penelitian
WaktuKegiatan
Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des
Menyususun proposal penelitian
Menyusun modul
Uji coba instrument dan analisis hasil
Analisis hasil
Menyusun laporan penelitian
Seminar
Publikasi jurnal
Daftar Pustaka
Akbar, S. (2014) Hubungan persepsi mahasiswa terhadap problem based learning, dan motivasi intrinsic, dengan self directed learning di Fakultas Kedokteran universitas Gadjah Mada. Master Thesis. Universitas Gadjah Mada
Crooks, D., Lunyk-Child, O., Petterson, C., & Legris, J. (2001). Facilitating Self Directed Learning. In E Rideout (Ed)., Transforming nursing education through problem-based learning (pp. 1-74). Toronto: Jones and BArlett Publisher
Grow, G (1991). The staged Self Directed Learning Mpdel. In H.B. Long (Ed). Self-directed learning: Consensus and conflict (pp. 199-226). Norman, OK: Oklahoma Research center for Continuing Prefesional and Higher Education of the University of Oklahoma.
Guglemino, L.M & Guglielmino, P.J. (2005). The self Directed Learning Readiness Scale.
Gugliemino, L.M & Guglielmino, P.J (1991). The learning preference assessment. Don Mills, Ontario: Organisation Design and Develompment Inc.
Iwasiw, C.L. (1987). The role of the teacher in self-directed learning. Nurse education Today, 7(5), 222-227
Knowles, M.S (1986). The Adult learners: A neglected species (4th ed). Houston: Gulf Publishing Company.
Knowles, M.S. (1975). Self Directed Learning: a guide for learners and teacher. Cambridge: Prentice Hall Regent
Knowles, M.S. (1986). Using leanring contract. San Francisco: Jossey Bass
O’shea, E. (2003). Self directed learning in nurse education: a review of the literature. Journal of Advanced nursing, 43(1), 62-70
Parker, D.L, Webb, J., & D’Souza, B. (199). The value of critical incident analysis as an educational tool and relation to self directed learning. Nurse education Today, 15(2) 111-116
Saha, D. (2006). Improving Indonesian Nursing students’ Self Directed Learning Readiness. Doctoral thesis. Queensland University of technology School of Nursing
KUISONER SDLRS
Pilihlah jawaban yang menurut anda paling sesuai untuk menggambarkan diri anda dengan menyilang ( X ) atau melingkari ( O ) pada pilihan jawaban yang disediakan. Keterangan:STS = Sangat Tidak SetujuTS = Tidak SetujuN = NetralS = SetujuSS = Sangat Setuju
No Pernyataan Jawaban1 Saya mengatur waktu saya dengan baik STS TS N S SS
2 Saya seorang yang disiplin STS TS N S SS
3 Saya seorang yang melakukan sesuatu secara terencana
STS TS N S SS
4 Saya menetapkan batas waktu yang ketat untuk menyelesaikan sesuatu tugas
STS TS N S SS
5 Saya memiliki kemampuan yang baik dalam mengatur segala sesuatu
STS TS N S SS
6 Saya seorang yang sistematis STS TS N S SS
7 Saya belajar secara sistematis STS TS N S SS
8 Saya menetapkan waktu khusus untuk belajar
STS TS N S SS
9 Saya memecahkan masalah dengan melakukan perencanaan
STS TS N S SS
10 Saya mengutamakan tugas saya STS TS N S SS
11 Saya dapat dipercaya untuk mampu menyelesaikan pendidikan saya
STS TS N S SS
12 Saya lebih suka merencanakan proses belajar sendiri
STS TS N S SS
13 Saya sangat percaya diri terhadap kemampuan saya untuk mencari informasi
STS TS N S SS
14 Saya ingin mempelajari informasi baru STS TS N S SS
15 Saya menikmati dalam mempelajari informasi baru
STS TS N S SS
16 Saya memiliki keinginan untuk belajar STS TS N S SS
17 Saya menikmati tantangan STS TS N S SS
18 Saya senang belajar STS TS N S SS
19 Saya mengevalusi ide-ide baru dengan kritis STS TS N S SS
20 Saya suka mengumpulkan fakta terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan
STS TS N S SS
21 Saya suka mengevaluasi apa yang telah saya lakukan
STS TS N S SS
22 Saya terbuka terhadap ide-ide baru STS TS N S SS
23 Saya belajar dari kesalahan saya sendiri STS TS N S SS
24 Saya butuh mengetahui mengapa suatu hal terjadi
STS TS N S SS
25 Saat dihadapkan kepada masalah yang tidak dapat saya selesaikan, saya akan meminta bantuan untuk menyelesaikannya
STS TS N S SS
26 Dalam belajar, saya sering merujuk bagaimana seorang dokter melakukan pekerjaannya.
STS TS N S SS
27 Saya harus membatasi hal-hal yang saya pelajari
STS TS N S SS
28 Saya lebih suka untuk menentukan tujuan saya sendiri dalam melakukan suatu hal
STS TS N S SS
29 Saya suka untuk membuat keputusan untuk diri saya sendiri
STS TS N S SS
30 Saya bertanggung jawab terhadap keputusan/tindakan saya sendiri
STS TS N S SS
31 Saya mengendalikan kehidupan saya sendiri STS TS N S SS
32 Saya memiliki standar diri yang tinggi dalam melakukan sesuatu
STS TS N S SS
33 Saya lebih suka untuk menentukan tujuan belajar saya sendiri
STS TS N S SS
34 Saya mengevaluasi kinerja saya sendiri STS TS N S SS
35 Saya seorang yang logis STS TS N S SS
36 Saya seorang yang memiliki sifat yang bertanggung jawab
STS TS N S SS
37 Saya memiliki harapan yang tinggi STS TS N S SS
38 Saya mampu untuk fokus pada satu masalah STS TS N S SS
39 Saya sadar terhadap keterbatasan diri sendiri
STS TS N S SS
40 Saya dapat mencari informasi untuk diri saya sendiri
STS TS N S SS
41 Saya memiliki keyakinan yang tinggi terhadap kemampuan diri saya sendiri
STS TS N S SS
42 Saya lebih menyukai untuk menentukan kriteria sendiri dalam mengevaluasi kinerja saya
STS TS N S SS
BAB IVHASIL PENELITIAAN
1. Analisis Univariate
a. Distribusi frekuesni responden
Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Tingkat
Tingkat Jumlah PersentaseTingkat 1 48 51,1%Tingkat 2 46 48,9%
Total 94 100%
Responden pada penelitian ini terdiri dari 48 mahasiswa tingkat
satu (51,1%). Ada 17 kuesioner yang tidak dapat dianalisis karena tidak
lengkap dalam pengisiannya. Ada 46 mahasiswa tingkat dua (48,9%), ada
17 kuesioner yang tidak dapat dianalisis karena kurang lengkap dalam
pengisian.
b. Umur
Rerata usia responden adalah 18,5 sampai 19,5 tahun. Hal
tersebut terdapat pada table 5 di bawah ini.
Tabel 5. Distribusi frekuensi umur responden
Tingkat Rerata Jumlah PersentaseTingkat 1 18,47 48 51,1%Tingkat 2 19,44 46 48,9%
c. Distribusi rata-rata SDL mahasiswa
Tabel 6. Distribusi rata-rata SDL mahasiswa
Variabel Mean SD Minimal – Maksimal
95% CI
SDL 156,37 12,159 131 – 210 153,88 – 158,86
Rerata SDL mahasiswa Tingkat satu dan tingkat dua Akper
Pemprov Jateng adalah 156,37 dengan tingkat SDL minimal sebesar 131
dan maksimal 210. Angka ini menunjukkan bahwa tingkat SDL mahasiswa
tingkat I dan II Akper Pemprov Jateng di Kampus I Wonosobo dari sedang
sampai tinggi > 149).
d. Distribusi rata-rata masing-masing variable dalam SDL mahasiswa
Tabel 7. Distribusi rata-rata masing-masing variable dalam SDL mahasiswa
Sub Variabel Mean SD Minimal – Maksimal
95%CI
Self management
46,50 4,713 37 - 65 45,53 – 47,47
Desire for learning
47,89 4,38 38 – 60 47,00 – 48,79
Self controle 61,98 5,68 49 - 85 60,82 – 63,14
Dari tiga sub variable yang menyusun SDL kontrol diri menjadi sub
variable dengan rerata tertinggi (61,98) diikuti sub variable keinginan untuk
belajar dan sub variable manajemen diri.
e. Distribusi frekuensi Tingkat SDL mahasiswa
Tabel 8. Distribusi frekuensi Tingkat SDL mahasiswa
Responden Tingkat SDL
Frekuensi Persentase Persentase kumulatif
Tingkat 1 Rendah 0 0% 0%Sedang 5 10,4% 10,4%Tinggi 43 89,6% 100%
Tingkat 2 Rendah 0 0% 0%
Sedang 17 37% 37%Tinggi 29 63% 100%
Sebagian besar mahasiswa tingkat I (89,6%) dan tingkat II (63%)
memiliki SDL tinggi. Persentase mahasiswa dengan SDL tinggi pada
mahasiswa tingkat I lebih besar daripada mahasiswa tingkat II.
2. Analisis Bivariate
a. Distribusi Variabel SDL mahassiswa berdasar tingkat
Tabel 8. Distribusi Variabel SDL mahassiswa berdasar tingkat
Tingkat Mean SD SE P Value NTingkat 1 159,83 10,76 1,55 0,000 48Tingkat 2 152,76 12,59 1,85 46
Nilai signifikansi sebesar 0,000. Karena 0,000 ≤ 0,05, maka
disimpulkan bahwa “ada perbedaan SDL antara Mahasiswa Tingkat 1 dan
2. Nilai SDL mahasiswa tingkat 1 berbeda dengan mahasiswa tingkat II,
dan factor peluang hanya mempengaruhi sebesar 0,000 . Karena factor
peluang hanya menentukan hasil sebesar 0,000, maka hasil yang
didapatkan bermakna.
b. Distribusi Sub Variabel SDL mahasiswa berdasar tingkat
Tabel 9. Distribusi Sub Variabel SDL mahasiswa berdasar tingkat
Sub Variabel Tingkat Mean SD SE P value NSelf management
Tingkat 1 1,67 0,04 0,0058 0,0325 48
Tingkat 2 1,65 0,044 0,0065 46Desire for learning
Tingkat 1 1,69 0,0365 0,00527 0,002 48
Tingkat 2 1,67 0,388 0,00573 46Self controle Tingkat 1 1,80 0,035 0,0051 0,01 48
Tingkat 2 1,78 0,040 0,0059 46
Ada perbedaan bermakna secara statistic pada sub variable self
manajemen antara tingkat I dan 2 dengan p= 0,0325 sehingga Ho ditolak
artinya ada perbedaan bermakna pada sub variabel self management
antara mahasiswa tingkat 1 dengan tingkat 2. Ada perbedaan bermakna
secara statistic pada sub variable desire for learning antara mahasiswa
tingkat 1 dan 2 dengan p= 0,002 (p< 0,05). sehingga Ho ditolak artinya
ada perbedaan bermakna direct for learning antara mahasiswa tingkat 1
dan 2. Ada perbedaan bermakna secara statistic pada sub variable self
controle antara mahasiswa tingkat 1 dan 2 dengan p = 0,01 (p< 0,05)
sehingga Ho ditolak artinya ada perbedaan bermakna self controle antara
mahasiswa tingkat 1 dan 2.
BAB VPEMBAHASAN