15
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n 1 J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEK KEBUDAYAAN (J.F. Hamah Sagrim) Kita akan mencoba mengulas misteri rumah tinggal orang Jawa, dengan penekanan pada konsep ruang yang terjadi melalui pengetahuan budaya yang dimiliki oleh orang Jawa. Pengetahuan budaya yang terdiri dari kepercayaan dan ritual terlihat mempunyai kaitan yang erat dengan konsep ruang yang terjadi mulai dari orientasi ruang maupun konfigurasi ruang. Banyak hal yang terjelaskan dan membuktikan bahwa ruang pada arsitektur rumah Jawa tidak bebas nilai. Dalam era globalisasi saat ini dunia kehilangan sekat batas antara negara dan kebudayaan menimbulkan banyak persoalan kebudayaan. Akibat pertemuan antar kebudayaan maka terjadilah banyak mutasi kebudayaan yang berakibat pada mutasi perwujudan arsitektur. Dibalik masalah globalisasi muncul global paradoks, nilai-nilai lokal menguat dan diyakini mampu menjadi sesuatu yang mempunyai nilai jual cukup tinggi. Hal ini ditunjang pula dengan menguatnya pemikiran post modernisme yang merambah segala aspek kehidupan. Banyak wujud bentuk masa lalu diadopsi untuk dihadirkan pada masa kini dengan reinterpretasi baru. Kehadiran arsitektur tradisional Jawa dapat dilihat dan dirasakan pada berbagai arsitektur dengan fungsi bermacam-macam dan berbagai improvisasi. Mulai muncul berbagai keluhan dan kerisauan di kalangan masyarakat, apakah kehadiran arsitektur tradisional Jawa saat ini sudah sesuai dengan filosofi bangunan Jawa dan pertanyaan tersebut masih dapat dilanjutkan: kalau sudah sesuai maka filosofi bangunan Jawa yang mana. Sebab kalau dilihat kedudukan Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan jawa Timur sangat spesifik dan sangat luar biasa dalam sejarah Indonesia dan sekaligus menempatkan pada posisi kunci dalam sejarah Asia Tenggara akibat ”pengalaman ganda”. Menurut Denys Lombard,1996 Jawa Tengah dan Jawa Timur mengalami tumpang tindih dan saling berpaut dua kebudayaan besar. Menurut Lombard 1996, mutasi yang pertama adalah ”Indianisasi” dan mutasi yang kedua adalah ”Kolonialisasi Belanda”. Belum lagi antara kebudayaan Jawa pedalaman dan kebudayaan Jawa pesisir. Data dan kodifikasi arsitektur tradisional Jawa yang terekam dengan jelas adalah pada saat mulai ”Indianisasi” sedangkan sebelumnya sangat sulit sekali ditelusuri kebenaran perwujudan arsitekturnya. Sangat miskin data yang ada, baik yang berupa inskripsi maupun artefak yang tertinggal. Banyak hipotesis yang mengacu kepada gambar-gambar bangunan yang terpampang di dinding percandian Hindu gaya Jawa Tengah. Hipotesa inipun patut dipertanyakan kebenarannya, sebab gambar-gambar tersebut apakah merupakan bentukan yang telah hadir sebelum Hindu masuk atau pada saat Hindu berkembang. Salah satu indikator dari akibat kuatnya ”Indianisasi” mempengaruhi Jawa- Tengah dan Jawa Timur adalah kehadiran bentuk bangunan yang tidak mempunyai kolong (rumah panggung). Bentuk ini berbeda dengan bentuk yang dimiliki daerah tetangganya seperti Jawa Barat, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan kawasan Indonesia Timur yang memiliki kolong pada bangunannya. Menurut Parmono Atmadi 1984, hal ini bisa saja akibat terpengaruh kebudayaan India yang berbentuk bangunan percandian yang ada di India.

KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

1J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEK KEBUDAYAAN(J.F. Hamah Sagrim)

Kita akan mencoba mengulas misteri rumah tinggal orang Jawa, dengan penekanan padakonsep ruang yang terjadi melalui pengetahuan budaya yang dimiliki oleh orang Jawa.Pengetahuan budaya yang terdiri dari kepercayaan dan ritual terlihat mempunyai kaitan yangerat dengan konsep ruang yang terjadi mulai dari orientasi ruang maupun konfigurasi ruang.Banyak hal yang terjelaskan dan membuktikan bahwa ruang pada arsitektur rumah Jawa tidakbebas nilai.

Dalam era globalisasi saat ini dunia kehilangan sekat batas antara negara dan kebudayaan menimbulkanbanyak persoalan kebudayaan. Akibat pertemuan antar kebudayaan maka terjadilah banyak mutasikebudayaan yang berakibat pada mutasi perwujudan arsitektur.

Dibalik masalah globalisasi muncul global paradoks, nilai-nilai lokal menguat dan diyakini mampumenjadi sesuatu yang mempunyai nilai jual cukup tinggi. Hal ini ditunjang pula dengan menguatnyapemikiran post modernisme yang merambah segala aspek kehidupan.

Banyak wujud bentuk masa lalu diadopsi untuk dihadirkan pada masa kini denganreinterpretasi baru. Kehadiran arsitektur tradisional Jawa dapat dilihat dan dirasakan pada berbagaiarsitektur dengan fungsi bermacam-macam dan berbagai improvisasi. Mulai muncul berbagai keluhan dankerisauan di kalangan masyarakat, apakah kehadiran arsitektur tradisional

Jawa saat ini sudah sesuai dengan filosofi bangunan Jawa dan pertanyaan tersebut masih dapatdilanjutkan: kalau sudah sesuai maka filosofi bangunan Jawa yang mana. Sebab kalau dilihat kedudukanPulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan jawa Timur sangat spesifik dan sangat luar biasa dalam sejarahIndonesia dan sekaligus menempatkan pada posisi kunci dalam sejarah Asia Tenggara akibat ”pengalamanganda”. Menurut Denys Lombard,1996 Jawa Tengah dan Jawa Timur mengalami tumpang tindih dansaling berpaut dua kebudayaan besar. Menurut Lombard 1996, mutasi yang pertama adalah ”Indianisasi”dan mutasi yang kedua adalah ”Kolonialisasi Belanda”. Belum lagi antara kebudayaan Jawa pedalamandan kebudayaan Jawa pesisir. Data dan kodifikasi arsitektur tradisional Jawa yang terekam dengan jelasadalah pada saat mulai ”Indianisasi” sedangkan sebelumnya sangat sulit sekali ditelusuri kebenaranperwujudan arsitekturnya. Sangat miskin data yang ada, baik yang berupa inskripsi maupun artefak yangtertinggal. Banyak hipotesis yang mengacu kepada gambar-gambar bangunan yang terpampang di dindingpercandian Hindu gaya Jawa Tengah. Hipotesa inipun patut dipertanyakan kebenarannya, sebabgambar-gambar tersebut apakah merupakan bentukan yang telah hadir sebelum Hindu masuk atau padasaat Hindu berkembang. Salah satu indikator dari akibat kuatnya ”Indianisasi” mempengaruhi Jawa-Tengah dan Jawa Timur adalah kehadiran bentuk bangunan yang tidak mempunyai kolong (rumahpanggung). Bentuk ini berbeda dengan bentuk yang dimiliki daerah tetangganya seperti Jawa Barat,Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan kawasan Indonesia Timur yang memiliki kolong pada bangunannya.Menurut Parmono Atmadi 1984, hal ini bisa saja akibat terpengaruh kebudayaan India yang berbentukbangunan percandian yang ada di India.

Page 2: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

2J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

Gambar 5. Diagram Empat LingkaranKonsentris Kerajaan Jawa

(Selo Sumarjan, 1962)

A. Latar Belakang Kepercayaan Dan Ritual JawaKepercayaan Jawa didasarkan atas pandangan dunia Jawa yaitu keseluruhan keyakinan deskriptip

orang Jawa tentang realitas sejauh mana merupakan suatu kesatuan dari padanya manusia memberistruktur yang bermakna kepada pengalamannya (Suseno,1984).

Magnis Suseno membedakan 4 unsur pandangan dunia Jawa yang berhubungan dengan yang Illahiatau Adikodrati. Kesatuan dengan yang Illahi disebut Numinus yang berasal dari kata Numen artinya cahayaIllahi atau Adikodrati.Kesatuan Numinus menunjuk pada suatu keadaan jiwa (state of mind) yang mampumenghubungkan realitas dengan gejala-gejala Adikodrati yang dialami dengan perasaan penuh misteri,kekaguman, takut dan cinta.

Unsur pertama adalah kesatuan numinus antara alam, masyarakat dan alam adikodrati. Orang Jawa,terutama petani di pedesaan dalam melakukan pekerjaannya sebagai petani mengenal irama alamseperti pergantian siang dan malam, musim hujan dan musim kering yang menentukan hasil pertaniannya.Mereka percaya ada suatu kekuatan gaib yang mengendalikan alam, kekuatan ini muncul secara jelas padasaat-saat terjadinya bencana. Orang Jawa dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan masyarakatnya.Masyarakat terwujud pertama-tama dalam lingkungan keluarga, kemudian tetangga, keluarga yang lebihluas dan akhirnya masyarakat seluruh desanya. Dalam lingkungan keluarga inilah setiap individumenemukan identitasnya dan merasa aman. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Revianto BudiSantosa, 2000 bahwa orang Jawa begitu keluar dari rumah dan keluarganya maka dia akan merasakan ketidakpastian dan kemungkinan berhadapan dengan halangan. Dengan ”berada dijalan” seseorang berartiberada pada posisi tak menentu karena meninggalkan rumah, pijakan dirinya yang mapan baik secara sosialmaupun spatial. Kesatuan numinus antara alam, keluarga dengan yang Adikodrati dicapai lewat upacara-upacara ritual. Penghormatan terhadap Dewi Sri yang dilakukan di Sentong Tengah yang terdapat padasetiap rumah petani merupakan upaya untuk memelihara keserasian dengan kekuatan gaib yang menguasaialam agar panenan berhasil.

Unsur yang kedua yaitu kesatuan numinus dengan kekuasaan. Dalam paham Jawa kekuasaanadalah ungkapan energi Illahi yang tanpa bentuk, suatu kekuatan yang berada dimana- mana. Pusat kekuatanitu ada pada raja. Konsep kerajaan jawa adalah suatu lingkaran konsentris mengelilingi Sultan sebagai pusat.Lingkungan yang terdekat dengan sultan adalah keraton.Lingkaran yang kedua yang mengitari keraton adalah ibukotanegara, lingkungan ketiga adalah Negaragung yang secaraharafiah berarti ibukota yang besar, lingkaran terakhiradalah mancanegara atau negara asing (Selosoemarjan, 1962),lihat gambar 5

1. Kraton2. Nagara (Ibu Kota)3. Nagara Gung (Negara agung)4. Manca Negara (Secara Harafiah Negara

Asing)Unsur ketiga adalah dasar numinus keakuan. Pada

dasarnya keakuan manusia manunggal dengan dasarIllahi dari mana ia berasal, karena itu orang Jawasepanjang hidupnya akan berusaha untuk menemukan

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

2J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

Gambar 5. Diagram Empat LingkaranKonsentris Kerajaan Jawa

(Selo Sumarjan, 1962)

A. Latar Belakang Kepercayaan Dan Ritual JawaKepercayaan Jawa didasarkan atas pandangan dunia Jawa yaitu keseluruhan keyakinan deskriptip

orang Jawa tentang realitas sejauh mana merupakan suatu kesatuan dari padanya manusia memberistruktur yang bermakna kepada pengalamannya (Suseno,1984).

Magnis Suseno membedakan 4 unsur pandangan dunia Jawa yang berhubungan dengan yang Illahiatau Adikodrati. Kesatuan dengan yang Illahi disebut Numinus yang berasal dari kata Numen artinya cahayaIllahi atau Adikodrati.Kesatuan Numinus menunjuk pada suatu keadaan jiwa (state of mind) yang mampumenghubungkan realitas dengan gejala-gejala Adikodrati yang dialami dengan perasaan penuh misteri,kekaguman, takut dan cinta.

Unsur pertama adalah kesatuan numinus antara alam, masyarakat dan alam adikodrati. Orang Jawa,terutama petani di pedesaan dalam melakukan pekerjaannya sebagai petani mengenal irama alamseperti pergantian siang dan malam, musim hujan dan musim kering yang menentukan hasil pertaniannya.Mereka percaya ada suatu kekuatan gaib yang mengendalikan alam, kekuatan ini muncul secara jelas padasaat-saat terjadinya bencana. Orang Jawa dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan masyarakatnya.Masyarakat terwujud pertama-tama dalam lingkungan keluarga, kemudian tetangga, keluarga yang lebihluas dan akhirnya masyarakat seluruh desanya. Dalam lingkungan keluarga inilah setiap individumenemukan identitasnya dan merasa aman. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Revianto BudiSantosa, 2000 bahwa orang Jawa begitu keluar dari rumah dan keluarganya maka dia akan merasakan ketidakpastian dan kemungkinan berhadapan dengan halangan. Dengan ”berada dijalan” seseorang berartiberada pada posisi tak menentu karena meninggalkan rumah, pijakan dirinya yang mapan baik secara sosialmaupun spatial. Kesatuan numinus antara alam, keluarga dengan yang Adikodrati dicapai lewat upacara-upacara ritual. Penghormatan terhadap Dewi Sri yang dilakukan di Sentong Tengah yang terdapat padasetiap rumah petani merupakan upaya untuk memelihara keserasian dengan kekuatan gaib yang menguasaialam agar panenan berhasil.

Unsur yang kedua yaitu kesatuan numinus dengan kekuasaan. Dalam paham Jawa kekuasaanadalah ungkapan energi Illahi yang tanpa bentuk, suatu kekuatan yang berada dimana- mana. Pusat kekuatanitu ada pada raja. Konsep kerajaan jawa adalah suatu lingkaran konsentris mengelilingi Sultan sebagai pusat.Lingkungan yang terdekat dengan sultan adalah keraton.Lingkaran yang kedua yang mengitari keraton adalah ibukotanegara, lingkungan ketiga adalah Negaragung yang secaraharafiah berarti ibukota yang besar, lingkaran terakhiradalah mancanegara atau negara asing (Selosoemarjan, 1962),lihat gambar 5

1. Kraton2. Nagara (Ibu Kota)3. Nagara Gung (Negara agung)4. Manca Negara (Secara Harafiah Negara

Asing)Unsur ketiga adalah dasar numinus keakuan. Pada

dasarnya keakuan manusia manunggal dengan dasarIllahi dari mana ia berasal, karena itu orang Jawasepanjang hidupnya akan berusaha untuk menemukan

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

2J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

Gambar 5. Diagram Empat LingkaranKonsentris Kerajaan Jawa

(Selo Sumarjan, 1962)

A. Latar Belakang Kepercayaan Dan Ritual JawaKepercayaan Jawa didasarkan atas pandangan dunia Jawa yaitu keseluruhan keyakinan deskriptip

orang Jawa tentang realitas sejauh mana merupakan suatu kesatuan dari padanya manusia memberistruktur yang bermakna kepada pengalamannya (Suseno,1984).

Magnis Suseno membedakan 4 unsur pandangan dunia Jawa yang berhubungan dengan yang Illahiatau Adikodrati. Kesatuan dengan yang Illahi disebut Numinus yang berasal dari kata Numen artinya cahayaIllahi atau Adikodrati.Kesatuan Numinus menunjuk pada suatu keadaan jiwa (state of mind) yang mampumenghubungkan realitas dengan gejala-gejala Adikodrati yang dialami dengan perasaan penuh misteri,kekaguman, takut dan cinta.

Unsur pertama adalah kesatuan numinus antara alam, masyarakat dan alam adikodrati. Orang Jawa,terutama petani di pedesaan dalam melakukan pekerjaannya sebagai petani mengenal irama alamseperti pergantian siang dan malam, musim hujan dan musim kering yang menentukan hasil pertaniannya.Mereka percaya ada suatu kekuatan gaib yang mengendalikan alam, kekuatan ini muncul secara jelas padasaat-saat terjadinya bencana. Orang Jawa dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan masyarakatnya.Masyarakat terwujud pertama-tama dalam lingkungan keluarga, kemudian tetangga, keluarga yang lebihluas dan akhirnya masyarakat seluruh desanya. Dalam lingkungan keluarga inilah setiap individumenemukan identitasnya dan merasa aman. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Revianto BudiSantosa, 2000 bahwa orang Jawa begitu keluar dari rumah dan keluarganya maka dia akan merasakan ketidakpastian dan kemungkinan berhadapan dengan halangan. Dengan ”berada dijalan” seseorang berartiberada pada posisi tak menentu karena meninggalkan rumah, pijakan dirinya yang mapan baik secara sosialmaupun spatial. Kesatuan numinus antara alam, keluarga dengan yang Adikodrati dicapai lewat upacara-upacara ritual. Penghormatan terhadap Dewi Sri yang dilakukan di Sentong Tengah yang terdapat padasetiap rumah petani merupakan upaya untuk memelihara keserasian dengan kekuatan gaib yang menguasaialam agar panenan berhasil.

Unsur yang kedua yaitu kesatuan numinus dengan kekuasaan. Dalam paham Jawa kekuasaanadalah ungkapan energi Illahi yang tanpa bentuk, suatu kekuatan yang berada dimana- mana. Pusat kekuatanitu ada pada raja. Konsep kerajaan jawa adalah suatu lingkaran konsentris mengelilingi Sultan sebagai pusat.Lingkungan yang terdekat dengan sultan adalah keraton.Lingkaran yang kedua yang mengitari keraton adalah ibukotanegara, lingkungan ketiga adalah Negaragung yang secaraharafiah berarti ibukota yang besar, lingkaran terakhiradalah mancanegara atau negara asing (Selosoemarjan, 1962),lihat gambar 5

1. Kraton2. Nagara (Ibu Kota)3. Nagara Gung (Negara agung)4. Manca Negara (Secara Harafiah Negara

Asing)Unsur ketiga adalah dasar numinus keakuan. Pada

dasarnya keakuan manusia manunggal dengan dasarIllahi dari mana ia berasal, karena itu orang Jawasepanjang hidupnya akan berusaha untuk menemukan

Page 3: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

3J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

dasar Illahi, usaha untuk mencari realitas diri ini tersirat dalam istilah manunggaling kawulo lan gusti ataumencari sangkan paraning dumadi. Pengalaman manusia Jawa dalam mencari dasar Illahikeakuannya terbentuk menjadi rasa yaitu suatu pengertian tentang asal dan tujuan segala mahlukhidup. Bagi petani pengertian rasa ini adalah suatu keadaan batin yang tenang, bebas dari ancamanatau kekacauan.

Unsur keempat adalah kepercayaan atau kesadaran akan takdir yaitu kesadaran bahwa hidupmanusia sudah ditetapkan dan tidak bisa dihindari. Hidup atau mati, nasib buruk dan penyakitmerupakan nasib yang tidak dapat dilawan. Menentang nasib hanya akan mengacaukan keselarasankosmos. Setiap orang mempunyai tempat yang spesifik yang sudah ditakdirkan, tempat ini ditentukansecara jelas melalui kelahiran, kedudukan sosial dan lingkungan geografis. Pemenuhan kewajibankehidupan yang spesifik sesuai dengan tempatnya masing-masing akan mencegah konflik, sehinggadicapai ketentraman batin dan keseimbangan dalam masyarakat serta kosmos. Konsep di atasmerupakan konsep yang mencerminkan sikap orang jawa terhadap dunia, manusia wajib memperindahdunia dengan tidak mengganggu keselarasannya.

B. Rumah Tinggal Orang JawaMengenai asal muasal wujud rumah tinggal orang Jawa sampai saat ini masih merupakan hal

yang belum jelas karena kurangnya sumber-sumber tertulis pada jaman sebelum ”Indianisasi”.Menurut suatu naskah tentang rumah Jawa koleksi museum pusat Dep. P&K No.Inv.B.G.608disebutkan bahwa rumah orang Jawa pada mulanya dibuat dari bahan batu, teknik penyusunannyaseperti batu-batu candi. Tetapi bukan berarti rumah orang Jawa meniru bentuk candi. Bahkan beberapaahli menduga bahwa candi meniru bentuk rumah tertentu pada waktu itu (Hamzuri, tanpa tahun).Namun dugaan ini masih perlu dibuktikan lebih lanjut mengingat bangunan candi di Jawa dibuatseiring dengan masuknya agama Hindu dan Buddha ke Jawa dari India dan seperti diketahui orang Indiasebagai pembawa ajaran agama Hindu dan Buddha telah mempunyai pengetahuan yang cukup canggihdalam pembuatan bangunan candi di India (Manasara dan Silpasastra). Pada relief candi Borobudurabad VIII yang diteliti oleh Parmono Atmadi ditemui gambaran tentang bangunan rumah konstruksikayu yang mempunyai bentuk atap pelana, limasan dan tajug. Pada relief candi Borobudur tidakditemui bentuk atap Joglo (Atmadi,1979).

Page 4: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

4J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

Gambar 6. Rumah Tinggal Tradisional Jawa selo sumarjan 1962

Pengertian rumah bagi orang Jawa dapat ditelusuri dari kosa kata Jawa. MenurutKoentjaraningrat (1984) dan Santosa (2000) kata omah-omah berarti berumah tangga,ngomahake membuat kerasan atau menjinakkan, ngomah-ngomahake menikahkan, pomahanpekarangan rumah, pomah penghuni rumah betah menempati rumahnya.

Sebuah rumah tinggal Jawa setidak-tidaknya terdiri dari satu unit dasar yaitu omah yang terdiridari dua bagian, bagian dalam terdiri dari deretan sentong tengah, sentong kiri, sentong kanan danruang terbuka memanjang di depan deretan sentong yang disebut dalem sedangkan bagian luar disebutemperan seperti dijelaskan dalam gambar 7.

Panggang Pe Kampung Pokok Limasan Pokok Tajug Pokok

Tajuk Lawakan Tajug Lambang Gantung

Joglo Lawakan Joglo Lambang Gantung

Gambar 6: Tipologi Bangunan Jawa (DIY)Sumber Selo Sumarja, 1962, dikomposisikan oleh Peneliti, 2011

Page 5: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

5J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

Rumah tinggal yang ideal terdiri dari 2 bangunan atau bila mungkin 3, yaitu pendopo dan peringgitan,bangunan pelengkap lainnya adalah gandok, dapur, pekiwan, lumbung dan kandang hewan, lihatgambar 7.

Gambar 7. Denah Rumah Tinggal Tradisional Jawa.Sumber Selo Sumarja, 1962.

Dikomposisikan Oleh Peneliti, 2011

Page 6: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

6J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

C. Ruang Pada Rumah Jawaa. Konsep Ruang

Konsep ruang dalam pandangan barat berasal dari dua konsep klasik yang bersumber pada filsafatYunani. Konsep yang pertama dari Aristoteles, menyatakan bahwa ruang adalah suatu medium dimanaobjek materiil berada, keberadaan ruang dikaitkan dengan posisi objek materiil tersebut (konsep position-relation). Konsep yang kedua dari Plato kemudian dikembangkan oleh Newton yaitu konsep displacement-container yang melihat ruang sebagai wadah yang tetap, jadi walaupun objek materiil yang ada didalamnyadapat disingkirkan atau diganti namun wadah itu tetap ada Munitz,1951). Kedua konsep tersebut mendasaripandangan Barat yang melihat ruang dari dimensi fisiknya yaitu suatu kesatuan yang mempunyai panjang,lebar dan tinggi atau kedalaman, dengan demikian ruang mempunyai sifat yang terukur dan pasti.

Ini dipertegas oleh Descartes dengan konsep Cartesian space yang memilah-milah ruang kedalambentuk-bentuk geometris seperti, kubus, bola, prisma, kerucut atau gabungan dari bentuk-bentuk gseometristersebut (Van de Ven, 1978). Konsep ruang barat ini banyak sekali dipakai oleh para arsitek masa kini.Nama ruang pada rumah tinggal ”modern” mencerminkan secara jelas fungsi-fungsi untuk pemenuhankebutuhan fisik-biologis. Fungsi-fungsi yang mencerminkan kebutuhan sosial dan ungkapan budayakurang diperhatikan karena penataan ruang-ruang tersebut lebih menekankan aspek ekonomis (efisiensi)dan teknis (Tjahjono,1989). Demikian pula dengan pembatas halaman pada rumah tinggal moderndipergunakan pagar-pagar besi yang tinggi sehingga membuat pemisahan teritorial yang tegas sehinggamempunyai kesan tertutup, tidak komunikatif dengan tetangga.

Gambar 8. Skema Denah Rumah Tinggal Tradisional Jawa, Sumber Selo Sumarjan 1962.Dikomposisikan oleh Peneliti, 2011

Page 7: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

7J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

Konsep ruang dalam rumah tinggal menurut tradisi arsitektur Jawa pada kenyataannya berbedadengan konsep ruang menurut tradisi Barat. Tidak ada sinonim kata ruang dalam bahasa Jawa, yangmendekati adalah Nggon, kata kerjanya menjadi Manggon dan Panggonan berarti tempat atau Place. Jadibagi orang Jawa lebih tepat pengertian tempat dari pada ruang (Tjahjono,1989, Setiawan,1991).Rumah tinggal bagi orang Jawa dengan demikian adalah tempat atau tatanan tempat, konsep ruanggeometris tidak relevan dalam pengertian rumah tinggal Jawa. Pengertian tempat lebih lanjut dapatdilihat pada bagian-bagian rumah tinggal orang Jawa. Pada rumah induk (omah) istilah dalem dapatdiartikan sebagai keakuan orang Jawa karena kata dalem adalah kata ganti orang pertama (aku) dalambahasa Jawa halus. Dasar keakuan dalam pandangan dunia Jawa terletak pada kesatuan dengan Illahiyang diupayakan sepanjang hidupnya dalam mencari sangkan paraning dumadi dengan selalu memperdalamrasa yaitu suatu pengertian tentang asal dan tujuan sebagai mahluk (Magnis Suseno,1984). Sentong tengahyang terletak dibagian Omah merupakan tempat bagi pemilik rumah untuk berhubungan dan menyatudengan Illahi sedangkan Pendopo merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan sesama manusianya(Priyotomo,1984). Demikianlah pengertian ruang dalam rumah tinggal Jawa ini mencakup aspek tempat,waktu dan ritual. Rumah tinggal merupakan tempat menyatunya jagad-cilik (micro cosmos) yaitu manusiaJawa dengan jagad-gede (macro-cosmos) yaitu alam semesta dan kekuatan gaib yang menguasainya. Bagiorang Jawa rumah tinggalnya merupakan poros dunia (axis-mundi) dan gambaran dunia atau imago-mundi(Eliade,1957) dan memenuhi aspek kosmos dan pusat (Tjahjono,1981), lihat gambar 9.

Skema Konsep Persatuan Ibu Pendopo pringgitan UmahBumi dan Bapa Langit

Gambar 9. Urutan Tingkat Kesakralan dan Cahaya DalamRuang (Gunawan Tjahjono, 1981)dikomposisikan oleh Peneliti, 2011

b. Orientasi RuangRumah tinggal di daerah Yogyakarta dan Surakarta kebanyakan memiliki orientasi arah hadap ke

Selatan. Orientasi ini menurut tradisi bersumber pada kepercayaan terhadap Nyai Roro Kidul yangbersemayam di Laut Selatan. Demikian juga dengan arah tidur (Wondoamiseno dan Basuki, 1986). Namunrupanya makin jauh dari pusat keraton (kebudayaan Jawa) kebiasaan ini makin ditinggalkan, seperti yangterjadi di daerah Somoroto, Ponorogo (Setiawan,1991). Dalam primbon Betaljemur Adammakna bab 172dipaparkan juga cara penentuan arah rumah yang diperhitungkan berdasarkan hari pasaran kelahiranpemilik rumah berkaitan dengan arah ke empat penjuru angin.

Page 8: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

8J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

c. Konfigurasi Ruang

Konfigurasi ruang atau bagian-bagian rumah orang Jawa di desa membentuk tatanan tiga bagian linierbelakang. Bagian depan pendopo, di tengah peringgitan dan yang paling belakang dan terdalam adalahdalem. Konfigurasi linier ini memungkinkan membuat rumah secara bertahap dengan bagian dalemdibangun terlebih dahulu. Luas pendopo pada rumah tinggal orang Jawa kenyataannya cukup luas. Halini terjadi karena diprediksikan dapat menampung sanak-sedulur atau kindred pada hari raya Idul Fitridimana semua anak cucu dan para kerabat akan datang. Selain itu pendopo mempunyai fungsi untukpengeringan padi. Pada konfigurai ruang rumah Jawa dikenal adanya dualisme (oposisi binair), antara luardan dalam, antara kiri dan kanan, antara daerah istirahat dan daerah aktivitas, antara spirit laki-laki (tempatplacenta yang biasanya diletakkan sebelah kanan) dan spirit wanita (tempat placenta yang biasanyadiletakkan pada bagian kiri), sentong kanan dan sentong kiri. Pembagian dua ini juga terjadi pula pada saatpagelaran wayang, dimana layar diletakkan sepanjang Peringgitan, dalang dan perangkatnya di bagianpendapa dengan penonton laki-laki sedangkan perempuan menonton dari bagian belakang (bayangannya)dibagian Emperan rumah, lihat gambar 10.

Gambar 10. Posisi Pagelaran Wayang. Sumber Selo Sumarjan 1962.Dikomposisikan oleh Peneliti, 2011

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

8J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

c. Konfigurasi Ruang

Konfigurasi ruang atau bagian-bagian rumah orang Jawa di desa membentuk tatanan tiga bagian linierbelakang. Bagian depan pendopo, di tengah peringgitan dan yang paling belakang dan terdalam adalahdalem. Konfigurasi linier ini memungkinkan membuat rumah secara bertahap dengan bagian dalemdibangun terlebih dahulu. Luas pendopo pada rumah tinggal orang Jawa kenyataannya cukup luas. Halini terjadi karena diprediksikan dapat menampung sanak-sedulur atau kindred pada hari raya Idul Fitridimana semua anak cucu dan para kerabat akan datang. Selain itu pendopo mempunyai fungsi untukpengeringan padi. Pada konfigurai ruang rumah Jawa dikenal adanya dualisme (oposisi binair), antara luardan dalam, antara kiri dan kanan, antara daerah istirahat dan daerah aktivitas, antara spirit laki-laki (tempatplacenta yang biasanya diletakkan sebelah kanan) dan spirit wanita (tempat placenta yang biasanyadiletakkan pada bagian kiri), sentong kanan dan sentong kiri. Pembagian dua ini juga terjadi pula pada saatpagelaran wayang, dimana layar diletakkan sepanjang Peringgitan, dalang dan perangkatnya di bagianpendapa dengan penonton laki-laki sedangkan perempuan menonton dari bagian belakang (bayangannya)dibagian Emperan rumah, lihat gambar 10.

Gambar 10. Posisi Pagelaran Wayang. Sumber Selo Sumarjan 1962.Dikomposisikan oleh Peneliti, 2011

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

8J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

c. Konfigurasi Ruang

Konfigurasi ruang atau bagian-bagian rumah orang Jawa di desa membentuk tatanan tiga bagian linierbelakang. Bagian depan pendopo, di tengah peringgitan dan yang paling belakang dan terdalam adalahdalem. Konfigurasi linier ini memungkinkan membuat rumah secara bertahap dengan bagian dalemdibangun terlebih dahulu. Luas pendopo pada rumah tinggal orang Jawa kenyataannya cukup luas. Halini terjadi karena diprediksikan dapat menampung sanak-sedulur atau kindred pada hari raya Idul Fitridimana semua anak cucu dan para kerabat akan datang. Selain itu pendopo mempunyai fungsi untukpengeringan padi. Pada konfigurai ruang rumah Jawa dikenal adanya dualisme (oposisi binair), antara luardan dalam, antara kiri dan kanan, antara daerah istirahat dan daerah aktivitas, antara spirit laki-laki (tempatplacenta yang biasanya diletakkan sebelah kanan) dan spirit wanita (tempat placenta yang biasanyadiletakkan pada bagian kiri), sentong kanan dan sentong kiri. Pembagian dua ini juga terjadi pula pada saatpagelaran wayang, dimana layar diletakkan sepanjang Peringgitan, dalang dan perangkatnya di bagianpendapa dengan penonton laki-laki sedangkan perempuan menonton dari bagian belakang (bayangannya)dibagian Emperan rumah, lihat gambar 10.

Gambar 10. Posisi Pagelaran Wayang. Sumber Selo Sumarjan 1962.Dikomposisikan oleh Peneliti, 2011

Page 9: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

9J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

Demikian juga pada saat pernikahan dilakukan tatanan pengantin di depan sentong tengah dan paratamu dibagi menjadi 2 bagian antara tamu laki-laki dan tamu perempuan seperti pada gambar 7.

Rupa bangunan rumah tinggal tradisional Jawa didominasi oleh bentuk atapnya. Ada 3 bentukdasar atap yaitu Kampung, limasan dan joglo yang disebut bucu di daerah ponorogo (Setiawan,1991).Panggang Pe tidak termasuk dalam kategori ini karena umumnya bersifat sementara dan Tajug umumnyauntuk mesjid. Badan bangunan terdiri dari tiang-tiang kayu yang berukuran kecil antara 5 cm sampaidengan 20 cm, berdiri bebas tanpa dinding karena itu ruangnya terbuka (pendopo). Ukuran tinggi badanmulai dari bangunan muka lantai sampai garis atap terendah dibandingkan tinggi atap mulai dari garis atapterendah sampai puncak atap (molo) kira-kira 1:3 sampai 5 pada atap limasan dan bucu, karena badanbangunan pendek, terbuka dan berkesan ringan sedangkan atap menjulang tinggi, masif dan terkesan beratmaka bentuk atap menjadi dominan.

Untuk ornamentatif dekoratif, bangunan di pusat kebudayaan Jawa yaitu di keraton mempunyaibanyak ragam hias flora yang diwarnai merah, hitam, hijau, putih dan kuning keemasan sedangkan padadaerah pinggiran kebudayaan Jawa pada umumnya rumah tinggalnya sangat sedikit sekali diberikanornamentatif dan dekoratif dan warna yang digunakan lebih natural. Lihat gambar. 11.

Gambar 11. Denah Rumah Pak Suratman Saat Pesta Perkawinan.Sumber Selo Sumarjan 1962. Dikompisisikan oleh Peneliti, 2011

Page 10: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

10J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

Rumah tinggal orang Jawa selalu memperhatikan keselarasan dengan kosmosnya dalampengertianselalu memperhatikan dan menghormati potensi-potensi tapak yang ada disekitarnya. Konsep ruang tidakseperti yang dimiliki oleh konsep ruang barat tetapi lebih berwatak tempat (place) yang sangat dipengaruhioleh dimensi waktu dan ritual. Rumah Jawa juga memiliki pusat dan daerah yang ditata secara oposisi binair.Ruang yang terjadi memiliki hirarkhi ruang yang ditata secara unik dengan menggunakan aspek pencahayaan.

Page 11: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

11J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

DAFTAR PUSTAKA

Atmadi, P. 1979. Beberapa patokan perencanaan bangunan candi. Yogyakarta: Universitas gajah Mada,Disertasi, Fakultas Teknik, 1984. Apa yang Terjadi Pada Arsitektur Jawa. Yogyakarta: LembagaJavanologi. Dakung, S. 1981. Arsitektur tradisional daerah Istimewa Yogyakarta. ProyekInventarisasidan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Jakarta: Departemen Pendidikan danKebudayaan.

Eliade, M. 1959. The Sacred and the Profane.The nature of the religion. Diterjemahkan olehWillard R.Trask.A. New York: Harvest Book, Harcourt, Brace& World,Inc.

Hamzuri, ......., Rumah tradisional Jawa. Proyek Pengembangan Permusiuman DKI. Jakarta: DepartemenPendidikan dan kebudayaan.

Ismunandar, K.R. 1986. Joglo,Arsitektur rumah tradisional Jawa. Semarang: Dahara Prize. Lombard, D.1999. Nusa Jawa: Silang budaya, warisan kerajaan-kerajaan konsentris.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.Munitz, M.K. 1981. Space, Time and Creation: Philosophical aspects of scientific cosmology.

New York: Dover.Priyotomo, J. 1984. Ideas and forms of Javanese Architecture. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.Santosa, R.B. 2000. Omah, membaca makna rumah Jawa. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.Selosumarjan. 1962. Social changes in Yogyakarta. Ithaca: Cornell University Press.Suseno, M.F. 1984. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Orang Jawa.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.Setiawan, A.J. 1991. Rumah tinggal orang Jawa;Suatu kajian tentang dampak perubahan wujud arsitektur

terhadap tata nilai sosial budaya dalam rumah tinggal orang Jawa di Ponorogo. Jakarta:Universitas Indonesia, Tesis.

Berke, D. (1997). Thoughts on The Everyday. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.),Architecture of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.Harris, S. (1997). Everyday Architecture. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.), Architectureof The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.Wigglesworth, S. & Till, J. (1998). The Everyday and Architecture. Architectural Design.Fausch, D. (1997). Ugly and Ordinary: The Representation of the Everyday . Dalam Harris, S. danBerke, D. (Ed.), Architecture of the Everyday. New York: Princeton Architectural Press.Harris, S. (1997). Everyday Architecture. Dalam Harris, S. dan Berke, D. (Ed.), Architecture of theEveryday. New York: Princeton Architectural Press.Lefebvre, H. (1997). The Everyday and Everydayness. Dalam Harris, S. dan Berke, D. (Ed.),Architecture of the Everyday. New York: Princeton Architectural Press.Catanese, A. J. & Snyder, J. C. (1991). Pengantar Arsitektur. Jakarta: Penerbit ErlanggaO’Gorman, J. F. (1997). ABC of Architecture. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.

Page 12: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

12J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

Rasmussen, S. E. (1964). Experiencing Architecture. Cambridge: The MIT Press.Shepheard, P. (1999). What is Architecture? Cambridge: The MIT Press.Wigglesworth, S. & Till, J. (1998). The Everyday and Architecture. Architectural Design.Berke, D. (1997). Thoughts on The Everyday. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.),Architecture of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.Harris, S. (1997). Everyday Architecture. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.), Architectureof The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.Wigglesworth, S. & Till, J. (1998). The Everyday and Architecture. Architectural Design.http://juanfranklinsagrim.blogspot.comhttp://www. Hamah.socialgo.comGoogle terjemahan bebas, tentang kebudayaa, arsitektur, kota.

Page 13: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

13J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

TENTANG PENULIS

Juan Frank Hamah Sagrim, Lahir di lembah perbukitan Hamah Yasib,Kampung Sauf, Distrik Ayamaru, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, pada06 April 1982. Ayah Nixon Sagrim (alm) dan Ibu Marlina Sagrim/Sesa.Orang tua bekerja sebagai Penginjil di lingkungan Klasis GKI Maybrat,dan tenaga Medic Klasis GKI Maybrat. Hamah adalah anak Kedua dariempat Bersaudara, (Jeremias, Daud Itas, dan Desi Sah Bolara).Pendidikan: SD Bethel Sauf, SLTP N1 Ayamaru, SMA YPK 1Ebenhaezer Sorong. Melanjutkan Kuliah di Institut Teknologi Adhi TamaSurabaya “ITATS” Jurusan Teknik Arsitektur, pindah danMelanjutkannya di Universitas Widya Mataram Yogyakarta, 2006, padaJurusan yang sama. Aktivitas Ekstra: Menjadi Tutor Pelatihan Mengetik10 jari bersama Missionaris Jerman Tn. Hesse dkk. Di wilayah Maybrat,Imian, Sawiat, Tehit, thn.2000. Sekretaris Ikatan Mahasiswa Papua se-Jawa timur Surabaya, 2004, Menjabat Ketua Ikatan Mahasiswa Papua se-Jawa Timur 2005. Anggota Ikatan Arsitektur Asia Pacific 2003. Anggota Gerakan MahasiswaNasional Indonesia (GMNI) 2004. Team Perumusan Metode Belajar Mengajar Nusantara bersamaDirjen Pendidikan Tinggi RI 2006. Menjabat Koordinator Mahasiwa Arsitektur Asia Pacific Rayon IIIndonesia Bagian Tengah DIY 2006-2008. Anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)2008. Menjabat Ketua Asrama Mahasiswa Papua 2008. Menjabat Direktur Program Lembaga StudyPapua (LSP) 2007-2008. Anggota Luar Biasa University Harytake program UNESCO 2007-2008.Menjabat Sekretaris Umum Lembaga Intelektual Tanah Papua 2009-sekarang. Peneliti Tamu bidanglintas Budaya (researcher of cross culture) pada Yayasan Pondok Rakyat (YPR) DIY 2008-2009.Civitas Yayasan STUBE-hemat Yogyakarta 2007-sekarang. Tenaga Pengarah kerja padaperkumpulan seniman rantau di Yogyakarta 2009-sekarang. Agen Informan GRIC dan Pax Roman2008-2010. Anggota International Working Group (IWG) for Asia Africa to Globalization 2009-sekarang. Staf Ahli pada Team Peneliti dan Pemerhati Arsitektur Tradisional Nusantara UWMY,2010. Peneliti Lepas dan Penulis. Ketika Menulis Buku ini, masih aktif Sebagai MahasiswaUniversitas Widya Mataram Yogyakarta. Berkeinginan besar sebagai Peneliti dan Ilmuwan Muda.Beberapa Karya Tulis adalah:

• Makalah Ilmiah “ Kajian Tentang Keterkaitan Seni BudayaEtnic Negro Melanesoid Papua Dan Negroid Afrika”, 2009.

“Karya ini merupaka karya yang luarbiasa baginya daripada karya yang lain”Karya yang sudah diterbitkan adalah:

Page 14: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

14J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

HISTORY OF GOD IN TRIBALS RELIGIONKISAH TUHAN DALAM AGAMA SUKU

RAHASIA THEOLOGIA TRADISIONAL SUKU MAYBRAT IMIAN SAWIAT PAPUAWiyon-wofle

DIPARALELKAN DENGAN ALKITABBeberapa karya Tulis yang belum diterbitkan adalah:1. Arsitektur Tradisional suku Maybrat Imian Sawiat Papua “Halit-Mbol Chalit” dalam

Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Dengan Usulan Konsep Desain dari Bentuk Tradisionalke Bentuk Moderen. “sebagai suatu kajian ethno arsitektur”.

2. Sistem Kepemimpinan dan sistem Politik tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat “Ra Bobot-NaBobot-Big Man” dan Pengaruh Wanita Maybrat, Imian, Sawiat, Terhadap Lingkungannya .

3. Menyelamatkan Hutan Adat Papua Sebagai Suplai Oksigen Terbesar Dunia, dengan usulankonsep dan rekomendasi agar dalam pernyataan Protokol Kyoto mencanangkan pola penanganantata laksana lingkungan hidup untuk mengatasi Global warming dengan sistem communal.

4. Mengapa Orang Papua Diprediksikan akan Punah Pada tahun 2030?5. Tata Bahasa Maybrat. Disusun Dalam Bahasa Indonesia – Inggris –Maybrat.6. Penuntun Untuk Berpikir Bijaksana “The Bigest Thingking”.7. Bamboo in the socio cultural living society of Java - Kegunaan Bambu dalam kehidupan sosial

budaya masyarakat Jawa8. Teori Arsitektur Maybrat, Imian, Sawiat9. Pengaruh Arsitektur Terhadap Fenomena Lingkungan Alam10. Pendidikan Tradisional Wanita Maybrat, Imian, Sawiat - “Finya mgiar”.

Kini sedang mempersiapkan penyusunan buku barunya, yaitu:1. ENCYCLOPEDIA ADAT ISTIADAT BUDAYA MAYBRAT

2. KAMUS BAHASA MAYBRAT

Makalah-makalah kajian lain adalah:1. Menguak Imunity Rasial Diskriminasi Terhadap Orang Papua (Makalah Konferensi Asia-

Afrika) disampaikan pada “International Conference of 55th. Asia – Africa Sustainabelity”,Thaksin University-Mindanao, Moro, Philipines; March, 2009; UI Depok Jakarta, Oktober, 2009.

2. Benturan budaya lokal negara non kapitalisme dengan budaya global negara kapitalisme(Makalah Simposium) – disampaikan pada “Simposium nasional”. Kebudayaan dankeeksistensian local wosdom sebagai tatanan bangsa, UGM, Yogyakarta, Juni, 2008.

3. Pandangan Kontemporer Papua tentang keindonesiaan (Makalah Dialog) - disampaikan pada“Dialog Nasional, Ketahanan Negara”, UC UGM, Yogyakarta, July, 2010.

4. Usaha Melepaskan Papua Dari Cengkeraman Asing (Makalah Seminar Nasional)- disampaikanpada “ National Seminary”, UPI Bandung, September, 2009.

5. Penyusunan Metode Belajar Mengajar Nusantara Bersama DIKTI, (Makalah Pembelajaran,Student Equity), Quality Hotel Yogyakarta April, 2006.

Page 15: KONSEP RUANG TRADISIONAL JAWA DALAM KONTEKS BUDAYA- HAMAH SAGRIM-PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA DALAM SOSIAL BUDAYA MODEREN

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

15J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

6. Peran Pemuda Dalam Memajukan Bangsa (Makalah Dialog), disampaikan dalam “DialogPemuda Nasional Regional II Indonesia Bagian Tengah”, Gedung Negara Gubernur Yogyakarta,Oktober, 2006.

7. Apa Peran Gereja di Tengah Pergolakan Umat Manusia di Tanah Papua (Makalah Diskusi),disampaikan dalam “Saresehan LITP”, Pogung Rejo Yogyakart, September, 2010.

8. SAVING EARTH’S HAS INTEGRAL LIFE SYSTEM: Can Asian-African Visions RescueBiodiversity from the West-born Globalization? (Makalah Konferensi) disampaikan dalam“Comemoration 55th. Asia-Afrika Conference”, Yogyakarta Indonesia, October, 25-27, 2010 -Rabat Moroco 23-25 Nopember, 2010.

9. Indegenous People In Papua and Asia Religion: DIVERSITY IN GLOBALIZED SOCIETY.(Makalah Konferensi) disampaikan dalam “The Role of Asia and Africa for a SustainableWorld 55 Years after Bandung Asian-African Conference 1955. Asia – Africa Summit,Yogyakarta-Molucas Nopember, 2010.

10. Kajian Kritis Tentang Pasar Bebas dan Pengaruhnya terhaap Ketahanan Negara nonKapitalisme. Kliping Pribadi, 2009

11. Pendidikan Zaman Pendudukan Bangsa Asing di Papua. Kliping Pribadi, 2010.12. Pranata Kehidupan Negara Berkembang. Kliping Pribadi, 2009.13. Struktur Fungsional Dominasi Budaya Kapitalisme. Kliping Pribadi, 2008.14. Memaknai Arsitektur Nusantara Sebagai Kearifan Lokal Di Era Globalisasi. Kliping Pribadi,

2010.15. Difusi Ajaran dan Pemikiran Kristen Dalam Konstelasi Kristen di Tehit, Maybrat, Imian,

Sawiat, Papua. Kajian sejarah. Kliping Pribadi, 2007.16. Evolusi Pemikiran Pembangunan. Kliping Pribadi, 2007.17. Kajian Kritis Tafsiran Yesus Kristus – Isa Almaseh dari Alkitab dan Al-Quran. Kliping

Pribadi, 2009.18. Refleksi Kehidupan Masyarakat Plural Moderen dan Majemuk Papua. Kliping Pribadi, 2010.19. Sejarah-Sejarah Alkitab dan yang berkaitan dengan Kejadian dalam Alkitab. Kliping Pribadi,

2008.20. Transisi Masyarakat Tradisional Indonesia. Kliping Pribadi, 2009.21. Teori konvergensi dan Pertumbuhan Ekonomi. Kliping pribadi, 2007.22. Arsitektur Tradisional dalam RENSTRA Pengembangan tata ruang kota berbasis kebudayaan

lokal. Kliping pribadi, 2008.23. Usulan teori dalam berarsitektur; Rasionansi Arsitektur, dan Empirisme arsitektur.

Kliping Pribadi, 2011.