113
KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh : Mamur Rizki 1110054100038 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN

DALAM PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Mamur Rizki

1110054100038

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN

DALAM PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Mamur Rizki

1110054100038

Dibawah Bimbingan :

Muhtadi, M.Si

19750601 2014111 001

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 3: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …
Page 4: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …
Page 5: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

i

ABSTRAK

Mamur Rizki

Konsepsi Negara Kesejahteraan Dalam Pancasila Dan Undang-Undang Dasar

1945.

Negara kesejahteraan merupakan model ideal pembangunan yang difokuskan

pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada

negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif

kepada warganya. Pilihan model seperti itu juga telah diinisiasi oleh para pendiri

bangsa dan tertuang jelas dalam pancasila dan undang-undang dasar 1945.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui konsep dan praktik negara

kesejahteraan dalam Pancasila dan UUD 1945. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan (library

reasearch) dan wawancara. Adapun teknik analisis data yang penulis gunakan yaitu

deskriptif-analisis, Deskriptif berarti memaparkan dan menggambarkan secara

objektif isi seluruh UUD 1945 dan Pancasila yang berkaitan dengan materi muatan

negara kesejahteraan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sejarah dan

sosial. Sementara analitis berarti upaya memahami posisi, pemikiran, dan upaya

menularkan gagasan baru tentang konsep negara kesejahteraan disertai kritik dan

kesimpulan.

Hasil penelitian dan analisis menunjukan bahwa Indonesia menganut negara

kesjehateraan. Hal tersebut tertuang jelas dalam undang-undang dasar dan bertumpu

pada sila kelima Pancasila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dimana

dalam proses perumusan Pancasila para pendiri bangsa menghendaki bentuk Negara

Indonesia sebagai negara kesejahteraan. Kemudian prinsip dalam UUD 1945

mengakomodir ketiga konsep rezim negara kesejahteraan. Konsep residual welfare

state tertuang dalam pasal 34 ayat 1. Konsep universal welfare state tertuang dalam

pasal 27 ayat 2, pasal 28H, pasal 31, pasal 33 dan pasal 34 ayat 2, 3, 4. Konsep social

insurance welfare state tercermin pada pasal 28C ayat 2. Sementara pada praktiknya

Indonesia lebih dekat dengan Konsep Residual Welfare State, hal itu terlihat dari

program-program yang dikeluarkan lebih bersifat kuratif dan residu.

Kata kuci: Negara kesejahteraan; Pancasila; deskriptif analisis; undang-undang dasar;

residu

Page 6: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-

Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “Konsep Negara Kesejahteraan Menurut Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945”. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan

Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya, dan semoga kita

termasuk dalam golongan yang istiqomah menjalankan sunnahnya hingga hari

kiamat.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat

guna meraih gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses

penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis

ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun

tidak langsung kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Ibu

Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum,

Bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi

Kesejahteraan Sosial, Ibu Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris

Program Studi Kesejahteraan Sosial. Terima kasih atas nasehat dan

bimbingannya.

3. Bapak Muhtadi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membantu

mengarahkan, memberikan masukan dan selalu bersedia meluangkan

waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

iii

4. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada

penulis.

5. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, Bukhori Muslim dan Siti

Khodijah yang tidak pernah berhenti mendoakan dan memberikan

dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

6. HMJ Kesejahteraan Sosial, DEMA Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi dan keluarga besar mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah menjadi tempat belajar dan berproses yang “asik” bagi

peneliti.

7. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menemukan,

merumuskan dan menyelesaikan skripsi ini.

Dengan demikian skripsi ini penulis susun dengan sebaik-baiknya.

Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi kita semua yang membacanya,

terutama dalam memajukan keilmuan Kesejahteraan Sosial. Amin.

Ciputat, Januari 2017

Mamur Rizki

Page 8: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. . vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 10

D. Metodologi Penelitian ................................................................... 11

E. Tinjauan Pustaka…………………………………………………. 13

F. Sistematika Penulisan…………………………………………….. 14

BAB II LANDASAN TEORI

A. Negara Kesejahtaraan .................................................................... 15

1. Pengertian Negara Kesejahteraan ........................................... 15

2. Filosofi Negara Kesejahteraan……………………………… 21

3. Sejarah dan Dinamika Negara Kesejahteraan ........................ 26

BAB III ANALISIS KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM

PANCASILA DAN UUD 1945

A. Latar Belakang Konsep Negara Kesejahteraan dalam Pancasila .. 37

1. Fase Pembuahan Keadilan Sosial ............................................ 38

Page 9: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

v

2. Fase Perumusan Keadilan Sosial ............................................. 45

B. Undang-undang Negara Kesejahteraan Di Indonesia .................... 51

1. Kebijakan Ketenagakerjaan ....................................................... 51

2. Kebijakan Pendidikan ................................................................ 53

3. Kebijakan Ekonomi ................................................................... 55

4. Kebijakan Sosial ........................................................................ 59

C. Kelembagaan ...................................................................................... 62

1. Departemen Sosial (Kementerian Sosial) .................................. 62

2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ....................................... 64

BAB IV PRAKTIK NEGARA KESEJAHTERAAN DI INDONESIA

A. Praktik Negara Kesejahteraan Di Indonesia ...................................... 66

B. Analisis Konsep Negara Kesejahteraan dalam Pancasila dan UUD 1945

........................................................................................................... 74

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................... 86

B. Saran .............................................................................................. 87

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 88

Page 10: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

vi

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Kebijakan ketenagakerjaan……………………………….. 53

2. Tabel 2 Kebijakan Pendidikan……. ................................................ 54

3. Tabel 3 Kebijakan Ekonomi............................................................. 59

4. Tabel 4 Kebijakan Sosial................................................................. 62

Page 11: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertanyaan awal ketika berbicara tentang negara kesejahteraan

Adalah bagaimana mendefinisikan konsep negara kesejahteraan itu

sendiri, karena negara kesejahteraan bukanlah sebuah konsep dengan

pendekatan baku. negara kesejahteraan sering ditengarai dari atribut-

atribut kebijakan pelayanan sosial dan transfer sosial yang disediakan

negara kepada warganya, seperti pelayanan pendidikan, lapangan

pekerjaan, pengurangan kemiskinan sehingga negara kesejahteraan dan

kebijakan sosial sering diidentikkan.1

Sebagai kajian makro dalam ilmu kesejahteraan sosial, negara

kesejahteraan jarang sekali mendapat perhatian. Hal tersebut terjadi karena

pertama-tama wacana pendekatan negara kesejahteraan lebih sering

bernuansa negatif ketimbang positif. Misalnya saja, seperti yang sering

kita dengar bahwa negara kesejahteraan adalah pendekatan yang boros,

tidak kompatibel dengan pembangunan ekonomi, dan menimbulkan

ketergantungan penerima manfaat (beneficiaries). Akibatnya, tidak sedikit

yang beranggapan sistem ini telah menemui ajalnya, alias sudah tidak

dipraktekkan lagi di negara manapun. Meskipun anggapan ini jarang

1 Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan

(Jakarta: LP3ES,2006), h. 8.

Page 12: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

2

disertai argumen dan riset yang memadai, banyak orang menjadi kurang

berminat membicarakan, dan apalagi memperhitungkan pendekatan ini.2

Di sisi lain kajian mikro maupun mezzo lebih populer di Indonesia.

Seperti kita tahu bidang ini mengedepankan pelayanan pada lingkup

individu yang sudah kadung menyandang masalah kesejahteraan sosial,

yang tidak lain sifat dari lingkup ini adalah kuratif (mengobati). Sementara

ada yang salah di bagian hulu sehingga terkesan individu-individu yang

mempunyai masalah kesejahteraan sosial tak pernah habis dan bertambah

terus jumlahnya. Seperti yang disampaikan Edi Suharto dalam makalahnya

“Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos” bahwa peningkatan

kesejahteraan, termasuk pemberdayaan masyarakat, tidaklah vakum dari

situasi sosial yang mengitarinya. Seringkali, kemiskinan yang dialami

masyarakat di suatu wilayah bukanlah disebabkan oleh ketiadaan modal

finansial dan faktor-faktor produksi lainnya. Melainkan, oleh lemahnya

modal sosial, tidak adanya perlindungan sosial, dan tidak beroperasinya

sistem keadilan sosial.3

Sementara itu program dalam lingkup mikro tersebut juga kerap

menimbulkan stigma. Di Inggris, sebagai ilustrasi, The Poor Law

dirancang untuk orang miskin. Karena tidak efektif dan menimbulkan

stigma pada penerimanya sistem ini ganti oleh Welfare State. Program dan

pelayanan yang hanya diberikan kepada orang miskin tidak akan dapat

2 Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reniventing Depsos,” artikel diakses pada 6

September 2008 dari

http://209.85.175.104/search?q=cache:gBlPSii64oJ:www.depsos.go.id/modules.php%3Fnam

%3DDownloads%26d_op%3Dgetit%26lid%3D24+sejarah+lahir+negara+kesejahteraan&hl=id&c

=clnk&cd=5&gl=id 3 Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos,” h. 19.

Page 13: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

3

mencegah kemiskinan. Karena orang harus miskin terlebih dahulu agar

dapat menerima program dan pelayanan ini.4

Saat ini upaya untuk mentransformasikan gagasan konsep negara

kesejahteraan begitu urgen. Faktor utama yang mendorong mengapa

konsep negara kesejahteraan begitu urgen dan secepat mungkin harus

direalisasikan karena didasarkan pada fakta bahwa di negara-negara

berkembang saat ini tingkat kemiskinan kian hari kian memperihatinkan.

Peran negara yang semakin berkurang di sektor publik seiring dengan

berjalannya proses demokratisasi, segala sesuatu yang bukan menjadi

urusan negara akan diserahkan kepada masyarakat. Sebagai salah satu

contoh misalnya ialah privatisasi beberapa perguruan tinggi negeri, rumah

sakit dan perusahaan-perusahan milik negara.

Tim Peneliti PSIK dalam bukunya ”Negara Kesejahteraan dan

Globalisasi”, mengutip dari buku Adam Smith, yang berjudul “An Inquiry

into the Nature and the Causes of the Wealth of Nation”, menjelaskan

bahwa ada dua tugas utama yang menjadi tanggung jawab negara.

Pertama, negara memiliki kewajiban untuk menciptakan sebuah rasa aman

bagi setiap warga negaranya dari ancaman dalam bentuk apa pun. Kedua,

kewajiban negara harus mendorong dan menciptakan kesejahteraan

ekonomi bagi semua warga negara. Faktor keamanan biasanya menjadi

pilar utama bagi terwujudnya kesejahteraan sosial.5 Jadi keamanan dan

kesejahteraan merupakan dua hal yang sangat sulit untuk dipisahkan,

4 Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos,” h. 16.

5 Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi:

Pengembangan Kebijakan Dan Perbandingan Pengalaman (Jakarta: PSIK Universitas

Paramadina, 2008), h. 16.

Page 14: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

4

situasi sosial dan politik yang tidak stabil akan menyulitkan terciptanya

kesejahteraan sosial, dan situasi keamanan sulit untuk terwujud bila suatu

negara warganya tidak memiliki jaminan kesejahteraan sosial.

Mimpi akan terciptanya sebuah negara yang “Budiman”, yakni

sebuah negara yang kuat namun mencurahkan segala upaya untuk

memenuhi dan melindungi hak-hak warganya dan negara yang berdaya

dan peduli terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar sosial-politik-ekonomi

warga negaranya. Namun setelah tiga dasawarsa lebih, Negara lebih sering

diidentikkan dengan wajah bengisnya, angan-angan tentang sebentuk

negara yang kuat dan budiman bisa menjadi bahan “cemooh”. Tidak dapat

dipungkiri lagi ruang publik didominasi oleh wacana “emoh negara” atau

“state denial”. Negara seolah-olah berasosiasi dengan segala keburukan.

Dibidang ekonomi, negara berkonotasi dengan kolusi, inefisiensi dan

nepotisme; di ranah birokrasi, bergandeng makna korupsi; sedangkan di

dalam ranah politik, negara disandingkan dengan aneka bentuk

pelanggaran hak-hak asasi manusia. Sebuah reputasi buruk yang seolah

memberikan legitimasi bagi pelucutan kapasitas dan peran Negara.6

Pengalaman empiris negara-negara Eropa dengan demikian

merupakan sumber telaah yang menarik dan penting. Perjalanan negara

kesejahteraan Eropa yang dimulai dari era Otto Van Bismarck pada tahun

1883 hingga awal abad ke-21 ini telah menggambarkan pengalaman

empiris yang kaya tentang bagaimana negara menjalankan peran

kesejahteraan dan beradaptasi dengan tantangan-tantangan eksternal dan

6 Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:

LP3ES,2006), h. 1-2.

Page 15: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

5

internal yang terus berubah. Eksperimen yang dilakukan negara-negara

Eropa Barat dan Utara melalui format negara kesejahteraan tersebut

menunjukkan bahwa negara mampu memikul peran yang aktif dalam

pengurangan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja yang luas, sistem

kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh warga, serta jaminan sosial

yang universal. Hal ini membuktikan bahwa negara kesejahteraan (walfare

state) merupakan bentuk paling riil dari angan-angan tentang “negara

budiman”.7

Indonesia, merupakan negara yang unik. Yang berbeda dengan

negara lain. Dalam hal ideologi, Indonesia tidak menganut paham sosialis,

liberalis, nasionalis, ataupun agamis. Melainkan ideologi yang dibentuk

melalui budaya bangsa Indonesia sendiri. Adalah Pancasila, yang menjadi

dasar bagi negara Indonesia. Sedangkan penjelas bagi Pancasila termaktub

dalam Undang-undang Dasar 1945.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

mengamanatkan bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk

melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan

umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.8

Cita-cita demokrasi Indonesia tidak hanya memperjuangkan

emansipasi dan partisipasi di bidang politik namun juga emansipasi dan

partisipasi di bidang ekonomi. Sila keempat (kerakyatan) dan sila kelima

(keadilan) dari pancasila merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat

7 Triwibowo dan Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, h. 4.

8 Lihat Pembukaan UUD 1945

Page 16: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

6

dipisahkan. Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, hasil rumusan

orisinil Panitia 9, kedua sila tersebut dihubungkan dengan kata sambung

(“serta”), “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah-kebijaksanaan dalam

permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”9 Soekarno menyebut keterkaitan

kedua sila tersebut sebagai rangkaian dari prinsip “sosio-demokrasi”.

Istilah terakhir ini dia pinjam dari seorang teoritikus Marxis Austria, Fritz

Adler, yang mendefinisikan “sosio demokrasi” sebagai “Politiek

ekonomische democratie” (demokrasi politik-ekonomi). Ungkapan Adler

yang sering dikutip Bung Karno adalah bahwa, “demokrasi yang kita kejar

janganlah hanya demokrasi politik saja, tetapi kita harus mengejar pula

demokrasi ekonomi.”10

Dalam suatu pamflet berjudul „Menuju Indonesia Merdeka‟ Bung

Hatta menulis, “Di atas sendi [cita-cita tolong menolong] dapat didirikan

tonggak demokrasi. Tidak lagi orang seorang atau satu golongan kecil

yang mesti menguasai penghidupan orang banyak seperti sekarang,

melainkan keperluan dan kemauan rakyat yang banyak harus menjadi

pedoman perusahaan dan penghasilan”. Selanjutnya dia menegaskan

bahwa demokrasi politik dan demokrasi ekonomi tidak bisa dipisahkan

dan saling terkait. “Cita-cita demokrasi kita lebih luas, tidak saja

demokrasi politik tetapi juga demokrasi ekonomi.” Senada dengan itu,

Soekarno kerap mengatakan bahwa “Untuk membangun satu negara yang

9 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas,dan Aktualitas Pancasila

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), h.491. 10

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila,

h.491.

Page 17: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

7

demokratis, maka satu ekonomi yang merdeka harus dibangun. Tanpa

ekonomi yang merdeka, tak mungkin kita mencapai kemerdekaan, tak

mungkin kita mendirikan negara, tak mungkin kita tetap hidup”.11

Para pendiri Republik Indonesia secara sadar menganut pendirian

bahwa revolusi kebangkitan bangsa Indonesia, sebagai bekas bangsa

terjajah dan sebagai bangsa yang telah hidup dalam alam feodalisme

ratusan tahun lamanya, haruslah berwajah dua: revolusi politik (nasional)

dan revolusi sosial. Revolusi politik (nasional) adalah untuk

mengenyahkan kolonialisme dan imperialisme serta untuk mencapai satu

Negara Republik Indonesia. Revolusi sosial adalah untuk mengoreksi

struktur sosial-ekonomi yang ada dalam rangka mewujudkan suatu

masyarakat adil dan makmur.12

Cita-cita keadilan dan kemakmuran sebagai tujuan akhir dari

revolusi Indonesia hendak diwujudkan dengan jalan mensinergikan

demokrasi politik dengan demokrasi ekonomi melalui pengembangan dan

pengintegrasian pranata-kebijakan ekonomi dan pranata-kebijakan sosial

yang berorientasi kerakyatan, keadilan dan kesejahteraan. Keadilan

ekonomi dan jaminan sosial diupayakan tanpa mengorbankan hak milik

dan usaha swasta (pasar). Daulat pasar dihormati dalam kerangka

penguatan daulat rakyat (keadilan sosial). Sebagai katalis untuk

menghadirkan pranata-kebijakan ekonomi dan pranata-kebijakan sosial

yang berorientasi kerakyatan, keadilan dan kesejahteraan itu, para pendiri

8 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h.

492. 9 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h.

492.

Page 18: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

8

bangsa menghendaki penjelmaan negara Republik Indonesia sebagai

“Negara Kesejahteraan” (dalam istilah Yamin) atau “Negara Pengurus”

(dalam istilah Hatta).13

Sebagai gagasan atau cita-cita kebangsaan “Kesejahteraan Sosial”

pertama kali dikemukakan oleh Bung Karno dalam pidato 1 juni 1945,

sebagai sila ke 4 Pancasila. Tapi istilah itu hilang dari rumusan Pancasila

dan diganti dengan istilah “Keadilan Sosial”, sebuah istilah yang

dikemukakan oleh Bung Hatta. Tapi istilah keadilan sosial itu, oleh Bung

Hatta dijelaskan sebagai kesejahteraan sosial. Dengan demikian, dapat

diinterpretasikan bahwa keadilan sosial adalah prinsip yang mendasari

kesejahteraan sosial. Dalam pengertian itu istilah kesejahteraan sosial

sinonim dengan istilah “adil dan makmur” atau kemakmuran yang

berkeadilan yang dijelaskan juga sebagai kemakmuran yang merata di

antara semua warga atau istilah “samarasa-samarata” dalam istilah

pejuang sosialis Mas Marco.14

Istilah kejahteraan muncul kembali dalam Piagam Jakarta dan

Mukaddimah UUD 1945, dalam istilah “kesejahteraan umum” sebagai

salah satu tujuan kemerdekaan. Sementara itu istilah kesejahteraan sosial

sendiri menjadi judul bab XIV UUD 1945, yang berisikan pasal 33 dan

34.15

Landasan ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

dengan jelas menegaskan bahwa Republik Indonesia adalah negara

13

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h.

492-493. 14

M. Dawam Rahardjo, Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Di Era Globalisasi, h. 1. 15

M. Dawam Rahardjo, Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Di Era Globalisasi, h. 1.

Page 19: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

9

kesejahteraan. Tetapi sistem negara kesejahteraan Indonesia berbeda

dengan ketiga model sistem negara kesejahteraan diutarakan di atas.

Sistem negara kesejahteraan dari negara-negara kapitalis barat, baik model

universal, asuransi sosial, maupun selektif residual, semuanya berbasis

kapitalisme liberal, sebagai lampiran dari sistem kaptalisme, untuk

memelihara kelangsungan hidup kaptalisme, bukan untuk mewujudkan

kesejahteraan rakyat, dan kesejahteraan yang adil. Sistem negara

kesejahteraan Indonesia berdasarkan demokrasi politik dan demokrasi

ekonomi.16

Oleh karena itu, melalui penelitian ini, penulis ingin memahami

dan mengkaji serta ikut berpartisipasi memberikan sedikit sumbangsih

literasi tentang “Konsepsi Negara Kesejahteraan Menurut Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar penelitian ini tidak jauh melebar perlu kiranya penulis

membatasi masalah, yaitu memfokuskan penelitian pada persoalan

bagaimana konsep negara kesejahteraan dalam Pancasila dan UUD 1945

serta bagaimana praktik negara kesejahteraan di indonesia.

Dalam penelitian ini penulis mencoba merumuskan beberapa hal

pokok yang akan menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini, antara

lain:

16

Holil Sulaiman, Perencanaan Kebijakan dan Program Sosial, h. 18.

Page 20: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

10

1. Bagaimana konsep Negara Kesejahteraan menurut Pancasila dan

UUD 1945 ?

2. Bagaimana praktik negara kesejahteraan di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah agar mengetahui konsep negara

kesejahteraan menurut Pancasila dan UUD 1945.

2. Manfaat Penelitian

a) Manfaat Akademis

1) Melacak jejak akar konsep Negara Kesejahteraan

dalam sejarah politik Indonesia pada masa-masa

awal kemerdekaan.

2) Sebagai tambahan referensi atau perbandingan bagi

studi-studi selajutnya, dan akan menambah jumlah

studi mengenai Negara Kesejahteraan.

3) Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana

strata satu (S1) di Program Studi Kesejahteraan

Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Page 21: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

11

b) Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai

referensi bagi penelitian lebih lanjut tentang Negara

Kesejahteraan dan atau kebijakan sosial di Indonesia.

D. Metodelogi Penelitian

1. Pendekatan

Dalam menggarap skripsi ini, jenis data yang digunakan adalah

kualitatif dimana pengumpulan data diperoleh dari berbagai sumber

tertulis seperti buku, artikel, jurnal, serta majalah yang berkaitan dengan

Pancasila dan UUD 1945 serta hubungannya dengan konsep negara

kesejahteraan dan kesejahteraan sosial.

2. Teknik Pengumpulan Data

Secara kategoris, teknik pengumpulan data dalam skripsi ini

menggunakan penelitian pustaka (library research), yaitu dengan

memanfaatkan sumber informasi yang berada di perpustakaan baik berupa

buku, jurnal dan lain sebagainya. Menurut M. Nazir dalam bukunya yang

berjudul ‟Metode Penelitian‟ mengemukakan bahwa yang dimaksud

dengan Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan

mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,

catatan-catatan, dan laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang

dipecahkan. 17

17

M.Nazir, Metode Penilitian ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008), cet ke-5. h. 27.

Page 22: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

12

Peneliti juga menambahkan metode wawancara dalam skripsi ini

kepada narasumber yaitu Yudi Latif (penulis buku Negara Paripurna dan

Ketua Harian Pusat Studi Pancasila, Universitas Pancasila). Alasan penulis

memilih Yudi Latif sebagai narasumber dalam penelitian ini adalah karena

beliau fokus mengkaji Pancasila, itu terlihat dari karya-karyanya seperti

“Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila”

yang merupakan karya monumental yang oleh banyak kalangan intelektual

dianggap sebagai buku klasik yang menjadi rujukan di era mendatang, satu

lagi adalah buku yudi latif yang berjudul “Mata Air Keteladanan:

Pancasila dalam Perbuatan”.

3. Teknik Analisis Data

Data tersebut kemudian diklasifikasi sesuai dengan judul yang akan

dibahas oleh penulis. Secara metodologis, penelitian ini bersifat deskriptif-

analitis. Deskriptif berarti memaparkan dan menggambarkan secara

objektif isi seluruh UUD 1945 dan Pancasila dalam kaitannya dengan

materi muatan negara kesejahteraan. Pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan sejarah dan sosial. Sementara analitis berarti upaya memahami

posisi, pemikiran, dan upaya menularkan gagasan baru tentang konsep

Negara Kesejahteraan disertai kritik dan kesimpulan.

4. Keabsahan Data

Pada teknik keabsahan data, penulis melakukan diskusi secara

analitis dimana hasil penelitian sementara diekspos. Kemudian, dilakukan

pola pengoreksian bersama teman sejawat untuk kemudian melakukan

Page 23: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

13

perbaikan secara terus menerus dan memfokuskan pada isu yang sedang

diteliti.

5. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk tujuan mempermudah, teknik penulisan yang dilakukan

dalam skripsi ini merujuk pada buku “Pedoman Karya Ilmiah” yang

diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta 2008.

E. Tinjauan Pustaka

Seperti yang telah disinggung di atas, topik tentang negara

kesejahteraan seolah tak ada habisnya untuk dikaji dan diteliti. Oleh

karena itu, penelitian tentang negara kesejahteraan juga telah banyak

dilakukan, akan tetapi hanya sedikit yang mengungkapkan dan meneliti

konsep negara kesejahteraan menurut Pancasila dan UUD 1945.

Dari beberapa skripsi yang penulis temukan ada juga yang

membahas negara kesejahteraan, tetapi tidak mengkhusukan diri pada

Pancasila dan UUD 1945 tentang konsep negara kesejahteraan. Seperti

skripsi Abdul Aziz Azamzami, dari Fakultas Ushuludin dan Filsafat,

Jurusan Pemikiran Politik Islam tahun 2008, yang berjudul Negara

Kesejahteraan Dalam Kepemimpinan Umar Bin Khattab. Skripsi ini,

sesuai dengan judulnya lebih mengulas konsep kepemimpinan syaidinna

Umar tentang negara kesejahteraan. Dalam bentuk karya tulis lain ada juga

yang membahas tentang negara kesejahteraan dalam konteks Indonesia

salah satunnya adalah Antonius Galih Prasetyo yang bertajuk “Ekonomi

Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan: Pencarian Model bagi Indonesia”

Page 24: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

14

karya tersebut berbebentuk prosiding yang diterbitkan oleh Institute of

International Studies Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, tahun 2013.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian skripsi ini, terdiri dari beberapa bab dengan

penyusunan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian,

pedoman penulisan skripsi, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II : PENGERTIAN NEGARA KESEJAHTERAAN

Menguraikan mengenai pengertian dan beberapa contoh model

Negara Kesejahteraan di dunia.

BAB III : ANALISIS KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN

DALAM PANCSILA dan UUD 1945

Menguraikan tentang latar belakang dan bentuk negara

kesejahteran dalam pancasila dan UUD 1945.

BAB IV: PRAKTIK NEGARA KESEJAHTERAAN DI INDONESIA

Menguraikan tentang praktik negara kesejahteraan di Indonesia.

BAB V : PENUTUP

Pada bab ini berisi kesimpulan, kritik dan saran.

Page 25: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

15

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. Negara Kesejahteraan (Welfare State)

1. Pengertian Negara Kesejahteraan (Welfare State)

Kesejahteraan rakyat merupakan wacana yang menarik untuk

selalu dijadikan bahan perdebatan oleh politisi dan akademisi, karena

kesejahteraan merupakan hal paling mendasar yang harus diciptakan oleh

negara. Ide konsep negara kesejahteraan berangkat dari upaya negara

dalam mengelola sumber daya yang dimiliki dengan tujuan untuk

menciptakan kesejahteraan rakyat. Tujuan mulia untuk mensejahterakan

rakyat, kemudian direalisasikan oleh negara lewat kebijakan-kebijakan

pelayanan sosial (social service). Dengan demikian dalam negara

kesejahteraan menuntut adanya peranan yang dominan dalam

pengelolaan sektor publik.

Seperti yang dituliskan pada bab sebelumnya pengertian tentang

sebuah negara kesejahteraan sangatlah beragam dan itu artinya

pengertian negara kesejahteraan tidak bersifat statis dan baku.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi negara kesejahteran

adalah negara yang mengusahakan kesejahteraan rakyat dengan

mengatasi anarki produksi dan krisis ekonomi, meningkatkan jaminan

hidup warga dengan memberantas pengangguran.1 Sedangkan Edi

Suharto dalam bukunya berjudul Kebijakan Sosial: Sebagai Kebijakan

1 Save M. dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: LKPN, 2000), h. 708.

Page 26: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

16

Publik mendefinisikan negara kesejahteraan (welfare state) sebagai

model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan

kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara

dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif

kepada warganya. Jadi fokus dari sistem negara kesejahteraan adalah

untuk menciptakan sebuah sistem perlindungan sosial yang melembaga

bagi setiap warga negara sebagai gambaran adanya hak warga negara dan

kewajiban negara.2 Negara kesejahteraan sebenarnya tidak hanya

menciptakan pelayanan-pelayanan sosial untuk orang miskin saja, akan

tetapi pelayanan sosial ditunjukan untuk semua penduduk seperti; orang

tua dan anak-anak, pria dan wanita, kaya dan miskin. Hal ini

dimaksudkan agar pelayanan sosial yang diselanggarakan oleh negara

bisa tersebar secara merata dan adil.

Karya Richard Titmuss, Essays on the Welfare State (1958) telah

mendapat tempat istimewa dalam studi-studi tentang negara

kesejahteraan, Buku Titmuss ini dapat dikatakan sebagai magnum-opus

yang secara mendalam mengupas ide negara kesejahteraan sebagai

berikut: "a welfare state is a state in which organized power is

deliberately used through politics and administration in an effort to

modify the play of market forces to achieve social prosperity and

economic well-being of thepeople".3

2 Edi Suharto, Kebijakan Sosial:Sebagai Kebijakan Publik (Bandung: ALFABET, 2007),

h. 57.

3 Richard Titmuss, “Essays on the Welfare State” dalam Triwibowo dan Bahagijo, ed.,

Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 11.

Page 27: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

17

Pemikiran tersebut dapat disarikan menjadi tiga hal esensial.

Pertama, negara harus menjamin tiap individu dan keluarga untuk

memperoleh pendapatan minimum agar mampu memenuhi kebutuhan

hidup paling pokok. Kedua, negara harus memberi perlindungan sosial

jika individu dan keluarga ada dalam situasi rawan/rentan sehingga

mereka dapat menghadapi masa-masa krisis, seperti sakit, usia lanjut,

menganggur, dan miskin yang potensial mengarah ke atau berdampak

pada krisis sosial. Ketiga, semua warga negara, tanpa membedakan status

dan kelas sosial, harus dijamin untuk bisa memperoleh akses pelayanan

sosial dasar, seperti pendidikan, kesehatan, pemenuhan gizi (bagi anak

balita), sanitasi, dan air bersih.4

Negara kesejahteraan sering ditengarai dari atribut-atribut

kebijakan pelayanan sosial dan transfer sosial yang disediakan negara

kepada warganya, seperti pelayanan pendidikan, lapangan pekerjaan,

pengurangan kemiskinan sehingga negara kesejahteraan dan kebijakan

sosial sering diidentikkan.5 Namun hal tersebut dinilai kurang tepat

karena kebijakan sosial dan negara kesejahteraan tidak mempunyai

hubungan dua arah. Kebijakan sosial bisa diterapkan tanpa keberadaan

negara kesejahteraan, tapi sebaliknya negara kesejahteraan selalu

membutuhkan kebijakan sosial untuk mendukung keberadaannya.6

Secara umum, suatu negara bisa digolongkan sebagai negara

kesejahteraan jika mempunyai empat pilar utamanya, yaitu: (i) social

4 Titmuss, “Essays on the Welfare State” h. 12.

5 Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:

LP3ES,2006), h. 8. 6 Triwibowo dan Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, h. 8.

Page 28: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

18

citizenship; (ii) full democracy; (iii) modern industrial relation systems;

serta (iv) rights to education and the expansion of modern mass

education systems.7 Keempat pilar ini dimungkinkan dalam negara

kesejahteraan karena negara memperlakukan penerapan kebijakan sosial

sebagai “penganugerahkan hak-hak sosial” (the granting of social rights)

kepada warganya yang diberikan berdasarkan basis kewargaan

(citizenship) dan bukan atas dasar kinerja atau kelas.8

Negara kesejahteraan berusaha membebaskan warganya dari

ketergantungan pada mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan

yang (kemudian disebut sebagai dekomodifikasi) dengan menjadikannya

sebagai hak setiap warga yang diperoleh melalui perangkat kebijakan

sosial yang disediakan oleh negara. Lebih jauh lagi, keberadaan hak-hak

sosial dan social citizenship ini digunakan oleh negara untuk menata

ulang relasi kelas dalam masyarakat, serta menghapuskan kesenjangan

kelas yang terjadi. Seperti yang di ungkapan oleh Esping-Andersen:

“…negara kesejahteraan bukan hanya suatu mekanisme untuk

melakukan intervensi terhadap, atau mengoreksi struktur

ketidaksetaraan yang ada. Namun, merupakan suatu sistem stratifikasi

sosial yang khas. Negara kesejahteraan merupakan suatu kekuatan

yang dinamis dalam penataan ulang relasi sosial…”.9

Jelaslah bahwa negara kesejahteraan adalah lebih dari kumpulan

kebijakan sosial. Keberadaannya tidak bisa dengan sederhana diukur

melalui besaran pengeluaran sosial oleh negara karena negara

7 Esping-Andersen “Three World of Welfare Capitalism” dalam Triwibowo dan Bahagijo,

ed., Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 9. 8 Esping-Andersen “Three World of Welfare Capitalism” h. 9.

9 Esping-Andersen, “Social Foundation for Postindustrial Economies” dalam Triwibowo

dan Bahagijo, ed., Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 9

Page 29: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

19

kesejahteraan adalah upaya negara untuk menggunakan kebijakan sosial

sebagai alat untuk meredefinisikan relasinya terhadap warga. Seperti

halnya yang diungkapkan Marshall:

“…istilah tersebut (negara kesejahteraan) merujuk pada suatu

komitmen politik yang baru, penulisan ulang kontrak sosial antara

negara dan warganya.. yang melibatkan pengakuan atas hak sosial

seluruh warga dan merefleksikan suatu tekad untuk menjembatani

kesenjangan kelas sosial yang ada…”.10

Dalam negara kesejahteraan, adanya sistem kesejahteraan sebagai

hak sosial warga harus diimbangi oleh dua hal yang saling terakait, yaitu

pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja penuh (full employment).

Di satu sisi, hak sosial tidak seharusnya menjadi disinsentif bagi warga

untuk terlibat dalam pasar tenaga kerja, sehingga Negara harus

menerapakan kebijakan ketenagakerjaan yang aktif untuk mendorong

partisipasi penuh warga dalam pasar tenaga kerja. Di sisi lain, luasnya

basis hak sosial membutuhkan sumber pembiayaan yang memadai

melalui sistem perpajakan yang kuat yang hanya dimungkinkan dalam

pertumbuhan ekonomi dengan peran aktif pemerintah didalamnya.

Segitiga antara peran negara dalam pertumbuhan ekonomi-jaminan hak

sosial-kebijakan aktif tenaga kerja merupakan karakteristik kunci dari

suatu negara kesejahteraan.11

Negara kesejahteraan sendiri bukanlah satu entitas berwajah

tunggal. Luas cakupan dan ragam kebijakan sosial yang diterapkan oleh

negara bervariasi dari satu negara kesejahteraan dengan negara

10

Esping-Andersen, “Social Foundation for Postindustrial Economies” h. 10-11. 11

Kuhnle dan Hort, “The Developmental Welfare State in the Scandinavia: Lessons for

the Developing World” dalam Triwibowo dan Bahagijo, ed., Mimpi Negara Kesejahteran (Jakarta:

LP3ES, 2006), h. 11.

Page 30: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

20

kesejahteraan lainnya. Titmuss telah mengidentifikasi adanya dua

tipologi negara kesejahteraan, yaitu residual welfare state dan

institusional welfare state. Residual welfare state mengasumsikan

tanggung jawab negara sebagai penyedia kesejahteraan jika dan hanya

jika keluarga dan pasar gagal menjalankan fungsinya serta terpusat pada

kelompok tertentu dalam masyarakat, seperti kelompok marginal serta

mereka yang patut mendapatkan alokasi kesejahteraan dari negara.

Sedangkan institutional welfare state bersifat universal, mencakup

semua populasi warga, serta terlembaga dalam basis kebijkan sosial

yang luas dan vital bagi kesejahteraan masyarakat.12

Penggolongan Titmuss membawa kita pada pemahaman tentang

pengaruh rezim kesejahteraan terhadap kemampuan negara

kesejahteraan untuk memproduksi dan mendistribusi kesejahteraan

melalui kebijkan sosial. Rezim kesejahteraan mengacu pada pola

interaksi dan saling keterkaitan dalam produksi dan alokasi

kesejahteraan antara negara, sistem pasar, dan keluarga/rumah tangga.

Ketiga lembaga tersebut merupakan penyedia kesejahteraan dan tempat

individu mendapatkan perlindungan dari resiko-resiko sosial. Masing-

masing lembaga menerapkan pola pengelolaan resiko yang berbeda.

Sebagai contoh, dalam keluarga, pola alokasi kesejahteraan bersandar

pada resiprositas (reciprocity), sedangkan pada pasar basisnya adalah

pertukaran tunai (cash nexus), dan dalam negara basisnya adalah

redistribusi otoritatif (authoritative redistribution) melalui kebijakan

12

Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:

LP3ES, 2006), h. 11-12.

Page 31: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

21

sosial. Bagaimana risiko dikelola dan siapa aktor utama pengelola

risiko/penyedia kesejahteraan akan menentukan bentuk rezim

kesejahteraan.13

2. Filosofi Negara Kesejahteraan

Negara kesejahteraan adalah bagian dari rezim kesejahteraan.

Rezim mengacu pada seperangkat norma, prinsip, aturan dan prosedur

pengambilan keputusan, baik implisit maupun eksplisit, yang

menyatukan ekspektasi para aktor dalam wilayah tertentu dalam

kehidupan sosial.14

Sebagai temuan kelembagaan (institutional invention)

dalam suatu bentuk rezim, negara kesejahteraan juga terikat dan

didasarkan pada kerangka etik spesifik. Barr (1998) menyatakan bahwa

kerangka etik negara kesejahteraan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai

Katolik dan pengaruh doktrin karitatif sosial (social charity) gereja. Hal

senada juga diungkapkan oleh Huber dan Stephens (2001) maupun

Manow (2004) yang menengarai pengaruh doktrin sosial katolik dalam

desain dan proses pengembangan negara kesejahteraan di negara-negara

Eropa. Manow menyimpulkan bahwa perbedaan rezim kesejahteraan di

negara-negara Eropa juga dipengaruhi oleh “ragam” basis religius, yang

didalamnya negara-negara dengan basis Protestan reformis lebih memilih

rezim kesejahteraan liberal; negara dengan basis Protestan Lutheran

cenderung kearah rezim sosial demokrat; sedangkan negara dengan basis

13

Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, h. 13-14. 14

Krasner dan I Gough, “Welfare Regimes: On Adapting the Framework to Development

Countries,” dalam Triwibowo dan Bahagijo, ed., Mimpi Negara Kejahteraan (Jakarta: LP3ES,

2006), h. 18.

Page 32: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

22

Gereja Katolik Roma lebih condong ke rezim kesejahteraan

konservatif.15

Kelley (1994) menyatakan bahwa etika Katolik yang “alergi”

terhadap orientasi-diri (selfishness) dan ketamakan (avarice),

menyebakan munculnya paham keadilan sosial yang menjadi legitimasi

intervensi negara terhadap mekanisme pasar.16

Kelley membagi paham

keadilan sosial menjadi dua aliran, yaitu Welafrism dan egalitarianism.

Welafrism memandang bahwa individu mempunyai hak untuk

mendapatkan kebutuhan dasar tertentu dalam hidup, sehingga menjadi

kewajiban masyarakat untuk memastikan setiap individu mempunyai

akses pada kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sistem kapitalis laissez-faire

tidak mampu menjamin tercapainya hal tersebut, sehingga dibutuhkan

intervensi negara untuk memodifikasi pasar agar bisa memenuhi

tanggung jawab distribusinya. Egalitarianism, disisi lain, menyatakan

bahwa kemakmuran yang diproduksi oleh masyarakat harus

didistribusikan dengan adil. Sistem kapitalis berbasis pasar cenderung

membenarkan bahkan mendorong terjadinya kesenjangan, baik

pendapatan maupun kemakmuran di antara individu-individu. Inilah yang

menyebabkan dibutuhkannya negara untuk memastikan terjadinya

distribusi kemakmuran yang lebih merata.

Paham ini sangat dekat dengan pandangan liberal dalam teori

sosial. Seperti yang diungkapkan George dan Wilding dalam Barr (1998),

15

Philip Manow, “The Good, the Bad,and the Ugly: Esping-Andersen‟s Regime

Typology and the Religious Roots of the Western Welfare State,” dalam Triwibowo dan Bahagijo,

Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 19. 16

David Kelley, “Altruism and Capitalism,” dalam Triwibowo dan Bahagijo, Mimpi

Negaara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 19.

Page 33: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

23

kaum liberal memandang bahwa: (i) kapitalisme merupakan sistem yang

paling efisien dibandingkan dengan sistem lain yang ada; (ii) meskipun

efisien, kapitalisme mempunyai efek negatif berupa kemiskinan dan

ketimpangan; (iii) negara mampu mengatasi efek negatif tersebut.

Berbeda dengan kaum natural –right libertarian (seperti Nozick), yang

memandang intervensi negara salah secara moral, dan kaum empirical

libertarian (seperti layaknya Hayek dan Friedman), yang memandang

bahwa campur tangan negara akan menurunkan kesejahteraan agregat,

kaum liberal meyakini pentingnya fungsi redistribusi kesejahteraan dari

negara untuk menjamin terjadinya keadilan sosial dan pemerataan dalam

sistem kapitalis.17

Merujuk pada Beveridge:

“(adalah suatu hal yang penting) untuk

menggunakan kuasa negara, sepanjang diperlukan dengan tanpa

batasan apapun, untuk menghindari merajalelanya lima „iblis‟

utama didalam tatanan masyarakat, yaitu ketamakan, penyakit

menular, ketidakpedulian, kekejaman (squalor), serta kesia-siaan

(idleness)”18

Seperti halnya Beveridge, Keynes memandang bahwa kapitalisme

tidak mengatur dirinya sendiri.19

Berbeda dengan yang dijanjikan hukum

pasar say, permintaan tidak selalu bisa mengimbangi tingkat produksi.

Keynes menunjukkan bahwa kapitalisme, sebagai suatu sistem ekonomi,

tidak selalu akan dengan sendirinya mengoordinasi permintaan dan

penawaran dengan harmonis melalui mekanisme pasar bagi keseluruhan

17

Nicholas Barr, “The Economics of the Welfare State” dalam Triwibowo dan Bahagijo,

Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 20-21. 18

Barr, “The Economics of the Welfare State” h. 22. 19

Vic George dan Paul Wilding, Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat (Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti, 1992), hal. 75.

Page 34: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

24

perekonomian, khususnya ketika terjadi defisit permintaan agregat.20

Kaum kolektivis setengah hati, seperti Keynes, Galbraith, dan Beveridge,

sependapat dengan pandangan liberal dan percaya tentang dibutuhkannya

peran negara dalam perokonomian. Mereka berpendapat bahwa negara

dibutuhkan untuk memikul tanggung jawab pengelolaan perekonomian

guna memelihara suatu agregat permintaan yang akan menjamin

kesempatan kerja penuh.21

Mereka juga percaya bahwa tanpa tindakan

pemerintah, pertumbuhan ekonomi tidak akan mampu mengahapuskan

kemiskinan.22

Hanya saja, seperti disampaikan Tawney, negara kesejahteraan

bukanlah wujud dari sosialisme.23

Dalam format negara kesejahteraan

memang terdapat persinggungan antara pemikiran liberal dan kolektivis

sosial demokrat, khususnya dalam area “social justice” dan “mutual

responsibility and the duty of the strong aid to the weak”.24

Namun,

persinggungan tersebut tidak bisa menghapuskan perbedaan dasar

diantara pandangan kolektivis dan liberal. Kaum kolektivis menilai

negara kesejahteraan sebagai bentuk peralihan dari kapitalisme laissez-

faire menuju sosialisme, sehingga dalam kaca mata mereka, negara

kesejahteraan tidak pernah lebih dari suatu “tahapan antara” (a staging

post in the transition).25

Kaum kolektivis Marxian bahkan menilai

20

George dan Wilding, Ideologi dan Kesejahteran Rakyat, h. 82. 21

George dan Wilding, Ideologi dan Kesejahteran Rakyat, h.90. 22

George dan Wilding, Ideologi dan Kesejahteran Rakyat, h.93. 23

George dan Wilding, Ideologi dan Kesejahteran Rakyat, h.108. 24

Nicholas Barr, “The Economics of the Welfare State” dalam Triwibowo dan Bahagijo,

Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 22. 25

Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:

LP3S, 2006), h. 23.

Page 35: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

25

negara kesejahteraan bukan didorong oleh motif keadilan sosial,

melainkan lebih sebagai tipu daya kaum kapitalis untuk melindungi

kepentingan kapitalisme itu sendiri. Negara kesejahteraan kemudian

hanya berfungsi membantu memenuhi kebutuhan industri kapitalis untuk

tenaga kerja terdidik yang sehat, dan itu adalah uang tebusan yang

dibayar oleh elite penguasa yang mengandung kerusuhan sosial.26

Pandangan a la Marx ini akurat pada tahap awal pengembangan negara

kesejahteraan, khususnya di Eropa kontinental yang konservatif, tapi

menjadi tidak akurat dengan makin berkembangnya pengakuan hak

sosial warga yang makin universal, khususnya di Skandinavia.

Rawls, Keynes, Beveridge, maupun Galbraith, sebaliknya,

bukanlah kolektivis. Mereka memandang kapitalisme sebagai sistem

yang paripurna dan negara kesejahteraan adalah upaya untuk

menyelamatkan kapitalisme agar bisa lebih diterima secara moral dengan

menggunakan campur tangan negara.27

Apa yang ingin mereka capai

adalah menyelamatkan kapitalisme dan unsur-unsur pentingnya, sambil

mengurangi atau menghapus hal-hal yang sekarang tidak dapat diterima.

Keynes melihat kesalahan-kesalahan kapitalisme lebih sebagai kesalahan

teknis daripada kesalahan mendasar. Kapitalisme, merujuk pada Keynes,

jika dikelola secara bijak mungkin dapat menjadi alat yang efisien untuk

mencapai tujuan ekonomi dibandingkan dengan sistem lain manapun

yang dibayangkan. Melalui tindakan yang tepat ia percaya bahwa suatu

26

Triwibowo dan Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, h. 23. 27

Vic George dan Paul Wilding, Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat (Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti ,1992), h. 103.

Page 36: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

26

jalan tengah dapat ditemukan antara anarki laissez-faire dan kelaliman

totaliterisme.28

Negara kesejahteraan, dengan demikian, merupakan jalan

tengah tersebut.

3. Sejarah dan Dinamika Negara Kesejahteraan

Gagasan Negara kesejahteraan lahir di Eropa sebagai respon

kemiskinan akibat proses industrialisasi pada abad 19. Munculnya

teknologi baru dalam industri dimana mesin-mesin mengambil peran

lebih dan menggantikan tenaga manusia mengakibatkan pengangguran

dan menurunkan upah buruh. Dengan demikian, maka sumber

kemiskinan ada dua, upah buruh rendah dan pengangguran.

Di Jerman cikal bakal Welfare State adalah program kesejahteran

yang diciptakan oleh Kanselir Jerman, Otto Van Bismark (1815-1878).

Latar belakang ontologisnya adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh

proses industrialisasi yang menimbulkan kemerosotan kesejahteraan

dikalangan kaum buruh. Karena kekhawatiran terhadap gerakan sosialis

yang merebak kuat di Jerman ketika itu, maka Bismark berusaha

membendungnya dengan program kesejahteraan dalam bidang yang

sempit, yaitu jaminan sosial dalam bentuk skema asuransi oleh negara.

Tapi UU itu disertai dengan UU Anti-Sosialis pada tahun 1878, yang

pada intinya adalah pemberangusan kebebasan pers.29

Dalam kasus ini

program kesejahteran sosial yang di gagas oleh Bismark adalah sebagai

peredam dari gerakan sosialisme yang masiv di negara-negara eropa

28

George dan Wilding, Ideologi dan Kesejahteran Rakyat, h. 84. 29

M. Dawam Rahardjo, Mewujudkan Kesejahteraan Sosial di Era Globalisasi, h. 3.

Page 37: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

27

dalam konteks ini adalah Jerman. Setelah Jerman pada tahun 1884

menerapkan sistem asuransi nasional wajib pertama untuk

penanggulangan penyakit. Segera setelah itu Denmark dan Negara-

negara Skandinavia lain ikut menyusul.

Sir William Beveridge (1942) dan T.H. Marshall (1963) adalah

merupakan tokoh lain yang turut mempopulerkan sistem negara

kesejahteraan. Di Inggris, dalam laporannya mengenai Social Insurance

and Allied Services (asuransi sosial dan kumpulan pelayanan sosial),

yang terkenal dengan nama Beveridge Report, Beveridge, menyebut

kekurangan (want), kemelaratan (squalor), Kebodohan (ignorance),

Penyakit (disease) dan Kemalasan (idleness) sebagai „the five giant evil’

(lima setan-setan raksasa) yang harus diperangi. Dalam laporan itu,

Beveridge, memiliki gagasan-gagasan mengenai perlindungan hak-hak

warga negara yang harus dipenuhi oleh negara, yaitu dengan

menciptakan sebuah sistem asuransi sosial yang komperhensif. Menurut

Beveridge, hanya sistem itu yang mampu memberikan kesejahteraan dan

mampu melindungi hak-hak warga negara dari mulai lahir hingga

meninggal (from cradle to grave). Pengaruh laporan Beveridge tidak

hanya di Inggris, melainkan juga menyebar ke negara-negara lain di

Eropa dan bahkan hingga ke Amerika Serikat dan kemudian menjadi

dasar bagi pengembangan skema jaminan sosial di negara-negara

tersebut.30

30 Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reniventing Depsos,” dalam Abdul Aziz

Azamzami, Negara Kesejahteraan Dalam Kepemimpinan Umar Bin Khattab, (Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008), h. 28.

Page 38: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

28

Kesejahteraan sosial dengan sistem asuransi yang digagas oleh

Beveridge, memiliki banyak kekurangan. Karena dengan menggunakan

dasar prinsip dan skema asuransi, banyak resiko-resiko yang dihadapi

oleh warga negara, terutama ketika mereka tidak mampu membayar

kontribusi (premi). Kemudian asuransi sosial juga tidak mampu

merespon kebutuhan kelompok-kelompok khusus, seperti; orang cacat,

orang tua tunggal, serta orang-orang yang tidak mendapatkan pekerjaan.

Manfaat asuransi sosial terkadang tidak mampu memenuhi kesejahteraan

warga negara, karena jumlahnya yang terlalu kecil sehingga hanya

mampu memenuhi kebutuhan dasar secara minimal.

Marshall, memiliki pemikiran yang berbeda mengenai

kesejahteraan sosial terutama dalam konteks kapitalisme. Menurutnya

kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan sosial menjadi

tanggungjawab semua warga negara. Warga negara memiliki kewajiban

kolektif untuk memperjuangkan kesejahteraan orang lain lewat sebuah

lembaga yang disebut negara. Ketidakadilan yang disebabkan karena

ketidak sempurnaan pasar menyebabkan kesejahteraan sosial tidak

tumbuh secara merata dalam kehidupan warga negara. Menjadikan

negara sebagai lembaga yang mampu menciptakan pelayanan sosial dan

kesejahteraan sosial merupakan sebuah solusi untuk menutupi dan

mengurangi ketidak sempurnaan pasar dan juga untuk mengurangi

dampak-dampak negatif dari sistem kapitalisme.31

31

Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reniventing Depsos,” dalam Abdul Aziz

Azamzami, Negara Kesejahteraan Dalam Kepemimpinan Umar Bin Khattab, (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008), h. 28.

Page 39: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

29

Pematangan konsep negara kesejahteraan terjadi pada periode

akhir 1960-an dan awal 1970-an. Pada periode-periode tersebut di

negara-negara Eropa khususnya, kebijakan-kebijakan sosial tumbuh

dengan pesat dan negara banyak mengeluarkan kas negaranya untuk

menciptakan pelayanan sosial. Negara-negara Eropa banyak mengadopsi

berbagai program jaminan sosial baru, seperti; program pensiun, program

jaminan orang cacat, dan santunan bagi pengangguran.32

Program-

program kesejahteraan sosial yang diciptakan oleh negara terus

mengalami peningkatan sesuai dengan kemajuan industrialisasi dan laju

pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Sistem negara kesejahteraan mencoba menjadi penyeimbang

antara peran negara dan pasar, antara oligarki dan redistribusi ekonomi,

antara pertumbuhan dan pemerataan. Seperti Amerika Serikat, Inggris,

Kanada, Uni Eropa dan negara Skandinavia, menganut negara

kesejahteraan atau welfare state sebagai langkah untuk membangun

kesejahteraan sosial warganya. Seperti telah dijelaskan diatas, pada

hakikatnya kesejahteraan sosial merupakan hak asasi warga negara yang

wajib dipenuhi oleh negara. Maka, hak asasi merupakan sebuah titik

sentral pertimbangan negara dalam pengambilan kebijakan-kebijakan

sosial. hak-hak dasar warga negara yang harus dipenuhi oleh negara,

yaitu; hak untuk mendapatkan keamanan sosial, hak mendapatkan

pekerjaan, hak mendapatkan tempat tinggal yang layak, hak

mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan pelayanan kesehatan, dan

32

Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:

LP3ES, 2006), h. 28.

Page 40: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

30

jaminan-jaminan sosial lainnya. Bila hak warga negara tidak dipenuhi

oleh negara maka negara telah melakukan pelanggaran kemanusiaan dan

tidak menjalankan fungsinya.33

Upaya untuk menyingkirkan peranan negara atau intervensi

negara terhadap kebijakan-kebijakan publik telah dimulai sejak lahirnya

pemikiran aliran Kanan Baru, aliran ini sering disebut ekonomi

Thatcherisme atau Reaganisme.

Neoliberalisme pertama kali dipraktekkan oleh Perdana Menteri

Margareth Thatcher di Inggris, yaitu dengan menghapus kewajiban

negara memikul tanggung jawab terhadap rakyat yang tidak produktif,

meminggirkan komitmen pemerintah untuk mewujudkan full employment

(kesempatan kerja penuh), memangkas secara radikal subsidi-subsidi

sosial, dan sebagai gantinya, pemerintahan Thatcher lebih mementingkan

pelayanan terhadap swasta, melakukan pemotongan pajak, menjalankan

program privatisasi/swastanisasi dan liberalisasi, menghilangkan

pengawasan terhadap penyiaran, telekomunikasi, transportasi, dan

perikanan, kemudian membabat habis seluruh serikat buruh dan

menyalahkannya sebagai penyebab rendahnya kinerja industri Inggris.34

Pelucutan peran negara terus berlanjut lewat pengaruh globalisasi

pada abad ke-21. Istilah globalisasi menempati berbagai agenda

intelektual dan politik. Kata itu sekarang muncul dimana-mana, pidato

politik tidak lengkap, atau manual bisnis tidak dapat diterima jika tidak

33

Negara dan Kesejahteraan, artikel diakses pada 6 September 2015 dari

http://www.inilah.com/berita/2008/07/24/40004/negara-dan-kesejahteraan/. 34

Noreena Herzt, Perampok Negara: Kuasa Kapitalisme Global dan Matinya

Demokrasi, dengan judul asli buku; “The Silent Take Over; Global Capitalism and the Death of

Democracy” (Yogyakarta: Alinea, 2005), h. ix.

Page 41: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

31

menyebut kata globalisasi. Globalisasi dengan segala kebaikan dan

keburukannya telah mendorong perdebatan intens, dan menjadi pusat dari

sebagian besar diskusi politik dan perdebatan ekonomi.35

Istilah globalisasi berakar pada konsep yang lebih umum bahwa

akumulasi modal, perdagangan dan investasi tidak lagi dibatasi pada

negara-bangsa. Dalam pengertiannya yang lebih umum, globalisasi

mengacu pada aliran-aliran barang, investasi, produksi dan teknologi

lintas bangsa. Globalisasi telah menciptakan sebuah tatanan dunia baru

dengan lembaga-lembaga dan konfigurasi-konfigurasi kekuasaannya

yang menggantikan struktur-struktur sebelumnya yang diasosiasikan

dengan negara-bangsa.36

Perkembangan ekonomi global memiliki implikasi terhadap

negara kesejahteraan (welfare state). Batas dan kekuatan negara yang

semakin memudar, organisasi-organisasi independen, badan-badan supra-

nasional dan perusahaan perusahaan multinasional. Sebuah konsekuensi

logis dari kecenderungan global dan telah memunculkan kritik terhadap

sistem negara kesejahteraan yang dipandang tidak tepat lagi untuk

diterapkan sebagai pendekatan dalam pembangunan suatu negara.

Bahkan berkembangnya anggapan yang menyatakan bahwa negara

kesejahteraan telah mati (welfare state has gone away and died).37

35

Anthony Giddens, Jalan Ketiga: Pembaruan Demokrasi Sosial, dengan judul asli buku;

“The Third Way: The Renewal of Social Democracy” (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002),

Cet. Ke-4, h. 32. 36

James Petras dan Henry Veltmeyer, Imperialisme Abad 21, dengan judul asli buku;

“Globalization Unmasked: Imperialism in the 21 Century” (Yogyakarta: Kreasi Wacana,2002), h.37. 37

Edi Suharto, “Peta dan Dinamika Welfare State Di Beberapa Negara”, artikel diakses

pada tenggal 12 September 2016 dari

situs: http://www.policy.hu/suharto/naskah%20PDF/UGMWelfareState.pdf

Page 42: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

32

Edi Suharto, dalam makalahnya yang berjudul “Islam dan Negara

Kesejahteraan” mengutip dari bukunya Ramesh Misrah, yang berjudul

“Globalization and welfare state” , dijelaskan bahwa globalisasi telah

membatasi kapasitas negara-bangsa dalam melakukan perlindungan

sosial. Lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia (World Bank)

dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF)

menjual kebijakan-kebijakan ekonomi dan sosial kepada negara-negara

berkembang dan negara-negara Eropa Timur agar memperkecil

pengeluaran pemerintah, memberikan pelayanan sosial yang selektif dan

terbatas, serta menyerahkan jaminan sosial kepada pihak swasta.38

Adanya anggapan yang mengatakan bahwa negara kesejahteraan

telah berakhir (mati), karena tidak mampu menghadapi ancaman

globalisasi dan berkuasanya sistem kapitalisme adalah sebuah anggapan

yang tidak benar. Sistem Negara Kesejahteraan masih tetap berdiri kokoh

dengan segala skema-skema kesejahteraan sosial yang dipraktekkan di

negara-negara Skandinavia, Eropa Barat, bahkan di negara-negara yang

menganut paham liberal yang kuat seperti Amerika, Inggris dan

Australia. Dalam hal ini, negara kesejahteraan sedang mengalami

reformulasi dan penyesuaian sejalan dengan tuntutan perubahan tatanan

global. Jadi, sangat salah bila menganggap sistem negara kesejahteraan

telah menemui akhir dari sejarahnya.

38

Edi Suharto, “Islam dan Negara Kesejahteraan”, artikel diakses pada tanggal 25

September 2016 dari

http://www.policy.hu/suharto/Naskah20%PDF/IslamNegaraKesejahteraan.pdf.

Page 43: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

33

Salah satu bukti yang mampu mematahkan mitos the end of

welfare state, adalah masih beroperasi 3 (tiga) model negara

kesejahteraan yang dipraktekkan oleh negara-negara di dunia, yaitu:39

1. Model Residual (Residual Welfare State)

Model ini dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon yang

meliputi Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada dan Selandia

Baru. Model negara kesejahteraan residual dicirikan dengan basis

rezim kesejahteraan liberal dan pemberian jaminan sosial kepada

warga negara secara terbatas dan selektif, serta adanya kesempatan

besar bagi swastanisasi pelayanan publik. Umumnya pelayanan

sosial yang diberikan berjangka pendek dan relatif kecil.

2. Model Universal (Universalist Welfare State)

Model universal sering juga disebut sebagai The

Scandinavia Welfare State. Model ini diadopsi oleh negara-negara

seperti; Swedia, Norwegia, Denmark, Finlandia, dan Belanda.

Model negara kesejahteraan ini dicirikan dengan basis rezim

kesejahteraan sosial demokrat dan jaminan sosial yang diberikan

kepada warga negara bersifat komprehensif.

3. Model Korporasi (Social Insurance Welfare State)

Model korporasi ini diadopsi oleh negara-negara seperti;

Jerman, Austria, Belgia, Prancis, Italia, dan Spanyol. Model negara

kesejahteraan ini dicirikan dengan basis rezim kesejahteraan

konservatif dan jaminan sosial yang diberikan kepada warga negara

39

Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan

(Jakarta:LP3ES, 2006), h. 14-15.

Page 44: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

34

dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun kontribusi

terhadap berbagai skema jaminan sosial berasal dari tiga pilar,

yaitu; pemerintah, dunia usaha dan pekerja (buruh). Dalam hal ini,

pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara diberikan

terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan

kontribusi melalui skema asuransi sosial. Ide model negara

kesejahteraan ini pertama kali dikembangkan oleh Otto Van

Bismarck dari Jerman, dan model negara kesejahteraan ini sering

disebut sebagai model Bismarck.

Globalisasi yang menjadi anak kandung dari sistem kapitalisme

memiliki peran yang besar dalam upaya pelucutan segi tiga “suci”

(pertumbuhan ekonomi kesempatan kerja penuh-jaminan sosial) sistem

negara kesejahteraan. Seiring perubahan tatanan global dan perekonomian

dunia, peristiwa itu telah memaksa sistem negara kesejahteraan yang

dipraktekkan di beberapa negara-negara direstrukturisasi. Restrukturisasi

itu sebenarnya lebih kepada upaya untuk melucuti skema-skema

kesejahteraan yang ada dalam sistem negara kesejahteraan.40

Negara memang bukan satu-satunya lembaga yang dapat

menyelenggarakan pelayanan sosial kepada warga negaranya. Namun,

negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan sosial kepada

warga negaranya sebagai usaha untuk menciptakan kesejahteraan sosial,

dan mandat negara untuk melaksanakan pelayanan sosial lebih kuat dari

pada masyarakat, dunia usaha atau lembaga-lembaga kemanusiaan

40

Triwibowo dan Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, h. 29.

Page 45: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

35

internasional. Negara sebagai lembaga yang memiliki legitimasi publik

yang dipilih dan dibiayai oleh rakyat, memiliki kewajiban untuk

memenuhi, melindungi dan menghargai hak-hak dasar warga negara,

ekonomi dan budaya.

Edi Suharto, dalam makalahnya yang berjudul “Negara

Kesejahteraan dan Reinventing Depsos”, mengutip dari buku Bessant, Rob

Watts Judith, Tony Dalton dan Paul Smith yang berjudul, “Talking Policy:

How Social Policy in Made”, menjelaskan bahwa akar atau ide dasar

konsep negara kesejahteraan telah ada sejak abad ke-18, yaitu ketika

Jeremy Bentham (1748-1832), mempromosikan gagasan bahwa

pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest

happiness (welfare) of the greatest number of their citizens (kebahagiaan

terbesar atau kesejahteraan dari sebanyak-banyaknya warga negara

mereka). Ia mencoba menjelaskan konsep kebahagiaan dan kesejahteraan

dengan menggunakan istilah kegunaan (Utilitarian). Menurutnya segala

sesuatu yang mampu menciptakan atau menghadirkan kebahagiaan yang

lebih adalah sesuatu yang baik. Begitupun sebaliknya sesuatu yang tidak

menghadirkan kebahagiaan atau kesejahteraan adalah sesuatu yang buruk.

Dalam hal ini ia ingin menjelaskan bahwa negara harus mampu

menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan sebanyak mungkin untuk

rakyat. Negara pun harus mampu melakukan upaya reformasi hukum yang

tidak mengarah kepada kesejahteraan, peran konstitusi dan penelitian

sosial untuk membangun kebijakan sosial. Bentham, lewat gagasan-

Page 46: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

36

gagasannya itu ia digelari sebagai “Bapak Negara Kesejahteraan” (father

of welfare state).41

41

Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reniventing Depsos,” dalam Abdul Aziz

Azamzami, Negara Kesejahteraan Dalam Kepemimpinan Umar Bin Khattab, (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008), h. 28.

Page 47: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

37

BAB III

NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN UUD 1945

A. Latar Belakang Konsep Negara Kesejahteraan dalam Pancasila

Dalam penetapan tujuan-tujuan hidup berbangsa dan bernegara, sebuah

bangsa merumuskan konsep-konsep tersendiri yang diidentifikasi oleh pemimpin

dan rakyatnya sebagai kristalisasi dari hasrat dan ikhtiar untuk membumikan apa-

apa yang dianggap sebagai ideal. Dasar dan ideologi negara seringkali menjadi

payung dan sumber referensi utama untuk pencarian tujuan-tujuan bersama

tersebut. Dalam konteks Indonesia, Pancasila berperan sebagai sumber mata air

konseptual tersebut sehingga darinyalah kemudian para pendiri bangsa

merumuskan model-model tata pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara

dalam segala bidang. Termasuk dalam konteks negara kesejahteraan di Indonesia,

Pancasila merupakan sumber telaah penting. Sehingga membaca dan mempelajari

teks serta konteks dalam proses perumusan Pancasila adalah jalan untuk

menemukan pengetahuan tentang bagaimana negara ini dirancang.

Sejarah konseptualisasi pancasila sudah melewati beberapa fase yang

panjang, fase “pembuahan” ,fase “perumusan” dan fase “pengesahan”. Fase

“pembuahan” dimulai pada 1920-an dalam bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk

mencari sintesis antar ideologi dan gerakan. Fase “perumusan” dimulai pada masa

persidangan pertama BPUPK dengan pidato Soekarno (1 juni) yang kemudian

memunculkan istilah pancasila, dan di godok melalui pertemuan Chuo Sangi in

dengan membentuk panitia Sembilan yang menyempurnakan rumusan pancasila

Page 48: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

38

dari pidato Soekarno dalam versi piagam Jakarta. Fase “pengesahan” dimulai

sejak 18 Agustus 1945 yang mengikat secara konstitusional dalam kehidupan

bernegara.1

Salah satu yang menjadi kesepakatan bersama para pendukung Negara

Kesejahteraan di Indonesia adalah bahwa konsep ini bertumpu pada sila kelima

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”.2 Maka di bab ini penulis akan

membahas khusus pada sila kelima saja. Mulai dari fase pembuahan, fase

perumusan, dan fase pengesahan.

1. Fase Pembuahan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Pada fase ini para tokoh dari kalangan pergerakan kebangsaan Indonesia

mulai mengemukakan gagasannya tentang apa yang disebut sebagai sosialisme a

la Indonesia. Munculnya istilah tersebut karena besarnya pengaruh ajaran

Sosialisme-Marxisme yang merebak di dunia, khususnya kritik kaum Marxis

terhadap kolonialisme yang oleh mereka dianggap sebagai perpanjangan tangan

dari individualisme dan kapitalisme.

Sosialisme-Marxisme masuk ke Indonesia lewat salah satu pemimpin

partai buruh Belanda Henk Sneevliet.3 Kehadiran ajaran sosialisme-marxisme di

Indonesia menimbulkan sisi positif sekaligus negatif. Positif karena telah

merangsang proses pembelajaran social bagi elemen-elemen pergerakan yang ada

1 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h. 39. 2 Antonius. G. Prasetyo, “Ekonomi Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan: Pencarian Model bagi

Indonesia.,” h. 3. 3 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h. 514.

Page 49: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

39

untuk merumuskan ideologinya masing-masing, baik sebagai respon terhadap

pengaruh Marxisme maupun sebagai cara perlawanan baru terhadap kolonialisme.

Di sisi lain, kritik ideologi Marxisme juga mendorong terjadinya perpecahan pada

perkumpulan Sarekat Islam.4

Dalam perkembangan lebih lanjut, ada upaya untuk membumikan

sosialisme dalam kenyataan sosial-historis negeri ini. Upaya ini berkembang

seiring kemunculan generasi baru intelegensia yang lahir pada awal abad ke-20,

baik yang berkuliah di Eropa maupun di dalam negeri.5

Dari dalam negeri, salah satu tokoh terpenting dari generasi baru

intelegensia ini adalah Soekarno. Dalam pidato pembelannya di depan hakim

kolonial pada 1930, yang kemudian diterbitkan dalam buku Indonesia

Menggugat, Soekarno mengalamatkan sumber kesengsaraan dan kemelaratan

bangsa Indonesia di masa kolonial pada kapitalisme dan imperialisme. Terlebih

dahulu dia mendefinisikan kapitalisme dan imperialism sebagai berikut:

“Kapitalisme adalah sistem pergaulan hidup yang timbul dari cara

produksi yang memisahkan kaum buruh dan alat-alat produksi.

Kapitalisme timbul dari cara produksi, yang oleh karenanya menjadi

penyebab nilai lebih baik jatuh di dalam tangan kaum buruh melainkan

jatuh di dalam tangan kaum majikan. Kapitalisme oleh karena itu pula,

menyebabkan akumulasi capital, sentralisasi capital dan industriele

reservearmee (tentara kaum pengganggu). Kapitalisme mempunyai arah

kepada Verelendung (memelaratkan kaum buruh).”6

Soekarno memandang perlu adanya kontekstualisasi Marxisme dalam

realitas sosial-historis keindonesiaan dalam rangka menghadirkan sosialisme yang

4 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h. 515. 5 Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, cet. Ke-4. h. 517.

6 Soekarno, Pancasila Dasar Falsafah Negara (Jakarta: Panitia Nasional Peringatan Hari Lahirnya

Pancasila, 2001), h. 10.

Page 50: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

40

berakar dan berjalan. Sejak 1926, dalam tulisannya “Nasionalisme, Islamisme dan

Marxisme”, Soekarno beragumen bahwa Marxisme sendiri mengalami perubahan

baik secara taktis maupun teoritis. “… sebab taktik Marxisme yang baru, tidaklah

menolak pekerjaan bersama Nasionalis dan Islamis di Asia …”.7 Secara teoritis,

menurutnya sudah berubah dan memang seharusnya seperti itu, selengkapnya

Soekarno menyatakan:

Marx dan Engels bukanlah nabi-nabi, yang bisa mengadakan

aturan-aturan yang bisa terpakai untuk segala zaman. Teori-teorinya

haruslah diobah, kalau zaman itu berobah; teori-teorinya haruslah

diikutkan pada perobahannya dunia, kalau tidak mau menjadi bangkrut.

Marx dan Engels sendiripun mengerti akan hal ini; mereka sendiripun

dalam tulisan-tulisannya sering menunjukkan perobahan paham ataupun

perobahan tentang kejadian-kejadian pada zaman mereka hidup.

Bandingkanlah pendapat-pendapatnya sampai tahun 1847; bandingkanlah

pendapatnya tentang arti Verelendung (pemelaratan kaum buruh) sebagai

yang dimaksudkan dalam “Manifes Komunis” dengan pendapat tentang

arti perkataan itu dalam “Das Kapital”, maka segeralah tampak pada kita

perobahan faham atau perindahan itu. Bahwasanya: benarlah pendapat

Sosia-demokrat Emile Vandervelde, di mana ia mengatakan, bahwa

“revisionisme” itu tidak dimulai dari Bernstein, akan tetapi dengan Marx

dan Engels adanya.”8

Dalam pandangan Soekarno, keadaan kapitalisme di Eropa berbeda

dengan keadaan kapitalisme di Indonesia. Di Eropa, kapitalisme yang

berkembang terutama kapitalisme kepabrikan, sedang di sini ia adalah kapitalisme

pertanian; di Eropa, kapitalisme bersifat industrial, sedang di sini sebagian besar

bersifat perkebunan. Oleh karena itu, di Eropa dampak buruk kapitalisme

kepabrikan-industrial melahirkan terutama kaum proletar, yakni kaum yang tidak

memiliki alat produksi. Adapun di sini, kapitalisme pertanian-perkebunan

menghasilkan kaum tani melarat; pada umumnya, mereka masih memiliki alat

7 Soekarno, 19 Tahun Lahirnya Panjta Sila (Jakarta: Departemen Penerangan RI,1965), h. 17.

8 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi (Jakarta: Panitia Di Bawah Bendera Revolusi, 1964) h. 256.

Page 51: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

41

produksi (lahan, cangkul dan sebagainya), namun sangat terbatas dan hasilnya

tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.9

Dengan mempertimbangkan hal itu, Soekarno berkesimpulan bahwa

revolusi sosialisme yang di alamatkan kepada kaum proletar tidak bisa

sepenuhnhya di terapkan di Indonesia. Untuk memperkuat argumennya kemudian

Soekarno membuat istilah baru yang lebih tepat menggambarkan kaum kecil di

Indonesia yakni “Marhaen” yang kemudian ia sebut sosialisme a la Indonesia

(Marhaenisme).10

Dari luar negeri, salah satu tokoh terpenting dari intelegensia generasi

baru adalah Mohammad Hatta. Sebagai mahasiswa ilmu ekonomi, Hatta memiliki

perhatian mendalam mengenai keadaan struktur ekonomi kolonial serta

bagaimana politik perekonomian yang praktis sebagai jalan ekonomi menuju

ekonomi kemerdekaan sejati. Sebagai aktivis Perhimpunan Indonesia, Hatta

mewakili kecenderungan baru aktivis mahasiswa Indonesia di Belanda setelah

Perang Dunia I yang lebih progresif dan apresiatif terhadap pemikiran-pemikiran

sosialisme. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa Indonesia tidak saja harus

mencapai kemerdekaan politik, tetapi juga kemerdekaan ekonomi.

Seperti halnya Soekarno, Hatta juga ditangkap di Negeri Belanda pada

akhir 1927, karena aktivitas politiknya. Dalam pidato pembelaannya di depan

Pengadilan Den Haag pada 9 Maret 1928, yang kemudian diterbitkan dalam

“Indonesia Merdeka”, Bung Hatta mulai melancarkan tuntutan keadilan ekonomi

dan sosial bagi rakyat Indonesia. Selanjutnya dikatakan:

9 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h. 520. 10

Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 521.

Page 52: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

42

“Orang melihat dengan jelas, betapa telah dipakai dua macam

ukuran! Hal ini memang cocok dengan system kolonial, yang bertolak dari

prinsip, bahwa daerah jajahan harus mendukung kesejahteraan negeri

penjajah, sehingga tekanan yang paling berat justru dilakukan atas

penduduk bumiputera yang lemah ekonominya.”11

Usaha memperjuangkan keadilan dan kemakmuran, dalam pandangan

Bung Hatta, meniscayakan adannya semangat kerja sama, tolong-menolong

sesama rakyat dalam suasana kesederajatan. Dalam suatu pamflet berjudul

“Menuju Indonesia Merdeka” tahun 1932, Bung Hatta menulis, “ Di atas sendi

cita-cita tolong menolong dapat didirikan tonggak demokrasi. Tidak lagi orang

seorang atau satu golongan kecil yang mesti menguasai penghidupan orang

banyak seperti sekarang, melainkan keperluan dan kemauan rakyat yang banyak

harus menjadi pedoman perusahaan dan penghasilan”.12

Meski memeperjuangkan keadilan dan kolektivisme dalam perekonomian,

gagasan sosialisme Hatta tidak mau menjadi epigon dari paket utuh Marxisme.

Seperti halnya Soekarno, dia memandang perlu untuk mengembangkan sosilaisme

yang cocok dengan perspektif sosio-historis dan alam pemikiran keindonesiaan.

Dia lebih dekat dengan paham social-democracy seperti yang dikembangkan di

Negara-negara Skandinavia, yang berusaha memperjuangkan sosialisme melalui

jalur parlemen (demokrasi). Perbedaan pahamnya dengan pengikut komunisme

ditandai oleh penghapusan namanya dari keanggotaan Liga Imperialisme dan

untuk Kemerdekaan Nasional pada 1930. Sebuah majalah komunis di Berlin

mengumumkan bahwa empat orang dikeluarkandari organisasi tersebut karena

11

Mohammad Hatta, Indonesia Merdeka (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1976), h. 113. 12

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h. 523-524.

Page 53: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

43

dituduh berhaluan reformis. Dua orang dari Eropa (Maxton dan Edo Fimmen)

dituduh sebegai reformis social, dan dua orang dari Asia (Mohammad Hatta dan

Jawaharlal Nehru) dituduh sebagai reformis nasional.13

Dalam risalahnya tentang

teori Marx, Hatta menuliskan catatan kritisnya bahwa Marx tidak

memperhitungkan munculnya banyak irasionalitas dalam masyarakat. Buruh yang

membelanya, dalam kasus Jerman, malah mendukung Fasisme dan menindas

kelas mereka sendiri.14

Haluan sosialisme Hatta diperkuat ke arah yang lebih “kanan” oleh

sejawat Yuniornya di Perhimpunan Indonesia dan Pendidikan Nasional Indonesia,

Sutan Sjahrir. Dalam serangkaian tulisannya seperti dalam jurnal Daulat Ra’jat,

Sjahrir menyerang Komunisme sebagai ideology yang mengkhianati sosialisme

karena mengabaikan kemanusiaan. Dengan mengutip pandangan tokoh peletak

dasar sosialisme, Robert Owen, dia menekankan bahwa, “… Sosialisme yang kita

perjuangkan adalah sosialisme yang memerdekakan manusia dari penindasan dan

penghisapan oleh manusia ...”. Dalam konteks ini kebebasan individu dihormati

namun individu tersebut hendaknya individu yang kooperatif dengan sikap

altruism, asosiatif dan harmonis dengan kehidupan secara kolektif.

Persebrangan garis pemikirannya dengan komunisme juga tampak dalam

konsepsinya tentang negara. Di satu sisi, dalam pemikiran komunisme-leninisme

negara dipandang semata-mata sebagai alat kekuasaan golongan yang berkuasa

yaitu kelas borjuis dan harus diganti menjadi alat kekuasaan diktator proletariat.

Di sisi lain, Sjahrir menyandarkan pemikirannya pada pemikiran kaum sosialis

13

Mohammad Hatta, Memoir Mohammad Hatta (Jakarta: Tintamas, 1982), h. 242-243. 14

Eko Kurniawan Komara, Kemerdekaan, Demokrasi, dan Keadilan Sosial: Penggalan Riwayat dan

Pemikiran Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Tan Malaka (Jakarta: Tempo Institute, 2009), h. 4.

Page 54: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

44

(sosial-demokrasi) yang memandang bahwa negara mempunyai bentuk yang

dinamis sesuai dengan perkembangan dan perbandingan kekuatan yang ada.

Berdasarkan pada cara pandang seperti itu, Sjahrir mengidealkan adanya suatu

bentuk negara yang mampu menjembatani dinamika masyarakat dan

mengharmoniskan kekuatan-kekuatan yang ada di dalamnya. Sejak tahun 1930-

an, Sjahrir juga sudah mulai menggagas apa yang dikenal sebagai konsep “Negara

Kesejahteraan”. Dalam artikelnya di Daulat Ra’jat (1931-1934) yang berjudul “

Barisan Persatoean Baroe”, Sjahrir menuliskan pelbagai bentuk intervensi Negara

dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan social antara lain:

1. Standar penghidupan minimum,

2. Upah atau pendapatan elementer guna memenuhi keperluan hidup

secara sederhana (ditetapkan batas upahnya dengan peraturan yang

bijaksana,

3. Pesangon (pensiun) bagi para orang tua,

4. Dibebaskan dari kewajiban membayar pajak bagi orang-orang yang

penghasilannya minim karena hanya cukup dipakai untuk memenuhi

kehidupan sederhana bagi keluarganya,

5. Kerja 8 jam per hari bagi pekerja,

6. Anak-anak di bawah 15 tahun tidak boleh menjadi buruh,

7. Perempuan hamil tidak boleh bekerja,

8. Ada uang pengganti ongkos berobat,

9. Ekstra gaji bagi buruh yang mendapat kecelakaan.

Page 55: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

45

Berkaitan dengan jaminan-jaminan sosial tersebut, Sjahrir juga menyebut tugas-

tugas yang harus dikeluarkan oleh negara:

1. Membuat aturan pajak progresif,

2. Membuat undang-undang sosial tentang keselamatan kerja,

3. Menetapkan batas upah minimum (living wage),

4. Menghapus hukuman sanksi rodi dan segala bentuk kerja paksa,

5. Mengeluarkan undang-undang anti-riba,

6. Peraturan yang mewajibkan semua orang untuk menyekolahkan anak-

anaknya dan bebas uang sekolah kepada anak-anak miskin hingga

umur 15 tahun,

7. Memerangi buta huruf melalui pengurusan rakyat dan pendidikan

umum.15

2. Fase Perumusan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Visi keadilan dan kesejahteraan rakyat yang diidealisasikan oleh para

pemimpin pergerakan kebangsaan kemudian mewarnai diskusi tentang dasar

falsafah negara dalam persidangan BPUPK. Sebelum dinyatakan Soekarno dalam

pidatonya pada 1 juni 1945, gagasan keadilan dan kesejahteraan telah

dikemukakan oleh beberapa pembicara.

Pada 29 mei, Muhammad Yamin pada poin kesepuluh dari pidatonya,

menyebutkan tentang pentingnya “kesejahteraan rakyat: perubahan besar tentang

kesejahteraan yang mengenai kehidupan ekonomi dan sosial sehari-hari yang

mengenai dari putra-putra negeri”. Pada hari yang sama, Soerio menyatakan

15

Sutan Sjahrir, Pikiran dan Perjuangan (Yogyakarta: Jendela, 2000), h. 65-66.

Page 56: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

46

bahwa salah satu yang dikehendaki oleh negara baru nanti adalah bahwa negara

tersebut harus “subur dan makmur”. Untuk mencapai negara yang subur dan

makmur itu, menurutnya, “membutuhkan perekonomian yang sehat dan praktis”.

Dalam kaitan ini, “karena perekonomian ini berhubungan erat dengan keadaan

rakyat jelata, maka seharusnya kita pandang lebih dahulu keadaan rakyat pada

dewasa ini”. Untuk itu, menurutnya selain perlu mengatasi “kerendahan

penghidupan”, yang amat penting diperhatikan dari kesejehteraan rakyat adalah

“kesehatan”.16

Pada 30 Mei, A. Rachim Pratalykrama menyatakan bahwa salah satu dasar

negara yang harus diperhatikan adalah masalah perekonomian. “Ekonomi dalam

arti seluas-luasnya perlu diperluas dan diperdalam disegala lapangan misalnya

nasionalisasi dari perusahaan-perusahaan. Aturan-aturan hak tanah-tanah komunal

dihapuskan, tanah erfpach,... dan opstal harus dikembalikan pada rakyat via

pemerintah.”17

Pada 31 Mei, Abdul Kadir menyatakan bahwa salah satu dari tiga dasar

pembentukan negara baru yang diusulkannya adalah “Pembangunan untuk

memajukan ekonomi yang sehat agar rakyat menjadi makmur”. Pada tanggal yang

sama Soepomo menguraikan gagasan tentang keadilan sosial ini secara lebih

elaboratif, dalam kaitannya dengan “perhubungan antara negara dengan

perekonomian”. Menurutnya, “Dalam negara yang berdasar integralistik yang

16

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h. 528. 17

Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 528.

Page 57: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

47

berdasar persatuan, maka dalam lapangan ekonomi akan dipakai sistem

„sosialisme negara‟ (staatssocialime).”18

Pada 1 Juni 1945, giliran Soekarno menyampaikan pidatonya. Dalam

uraiannya mengenai dasar falsafah negara Indonesia merdeka , dia memasukan

prinsip “kesejahteraan” sebagai prinsip keempat. Dia memulai uraiannya

mengatakan bahwa “saya dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu

prinsip kesejahteraan”. Pernyataan itu barangkali disebabkan prinsip keadilan dan

kesejahteraan itu dikemukakan oleh para pembicara sebelumnya dengan formulasi

yang beragam dan secara umum tidak dinyatakan dalam terma “kesejahteraan”.

Meski demikian secara substantif prinsip ini juga diidealisasikan oleh anggota-

anggota BPUPKI lainnya. Selanjutnya, Soekarno mengemukakan visi

emansipasinya, bahwa dengan prinsip kesejahteraan, “ tidak akan ada kemiskinan

di dalam Indonesia merdeka”. Juga tidak akan dibiarkan “kaum kapitalis

merajalela”.19

Dalam perkembangan selanjutnya, pemikiran-pemikiran yang berkembang

pada masa persidangan pertama dan usulan dari anggota Chuo Sang In itu

dirumuskan ulang oleh panitia sembilan yang merancang pembukaan UUD

Negara Republik Indonesia 1945. Berdasarkan hasil rumusan panitia sembilan,

prinsip kesejahteraan, yang disebut sebagai prinsip keempat dalam pidato

Soekarno pada 1 juni, ditempatkan menjadi sila ke-5. Redaksinya disempurnakan

menjadi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.20

18

Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 529-530. 19

Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 530-531. 20

Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h.533.

Page 58: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

48

Menurut penjelasan tentang UUD Negara Republik Indonesia, Pembukaan

UUD 1945 mengandung empat pokok pikiran. Dua dari empat pikiran pokok

tersebut terkait dengan “keadilan sosial”. Pokok pikiran pertama menyatakan,

“Negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan „keadilan sosial‟

bagi seluruh rakyat Indonesia.” Pokok pikiran ini mengandung pengertian bahwa

persatuan nasional sebagai wahana untuk melindungi segenap bangsa dan tanah

air mensyaratkan perwujudan keadilan sosial. Pokok pikiran kedua menyatakan,

“Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Dengan pokok pikiran ini, negara mengemban misi mewujudkan keadilan sosial

sebagai basis legitimasinya.21

Pada hari kedua masa persidangan kedua BPUPK (11 Juli), Radjiman

Widioningrat selaku Ketua BPUPK membentuk tiga kelompok panitia: (1) panitia

perancang hukum dasar, (2) panitia perancang keuangan dan ekonomi, (3) panitia

perancang pembelaan tanah air. yang pertama diketuai oleh Soekarno, yang kedua

diketuai oleh Mohammad Hatta, dan yang ketiga diketuai oleh Abikoesno

Tjokrosoejoso. Dalam perkembangannya, Panitia Perancang Hukum Dasar yang

diketuai Soekarno membentuk Panitia Kecil yang bertugas untuk merumuskan

rancangan UUD yang dipimpin oleh Soepomo. Persoalan yang menyangkut

prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial dibicarakan dalam Panitia Kecil

perumus rancangan UUD dan dalam Panitia Perancang Keuangan dan Ekonomi

yang diketuai oleh Mohammad Hatta.

21

Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 534.

Page 59: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

49

Hatta memberi masukan kepada Panitia Kecil perumus UUD mengenai

persoalan keadilan dan kesejahteraan sosial diantaranya:

1. Orang Indonesia hidup dalam tolong menolong,

2. Tiap-tiap orang Indonesia berhak mendapat pekerjaan dan mendapat

penghidupan yang layak bagi manusia. Pemerintah menanggung dasar

hidup minimum bagi seseorang,

3. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama, menurut dasar kolektif,

4. Cabang-cabang produksi yang menguasai hidup orang banyak,

dikuasai oleh pemerintah,

5. Tanah adalah kepunyaan masyarakat, orang-seorang berhak memakai

tanah sebanyak yang perlu baginya sekeluarga,

6. Harta milik orang-seorang tidak boleh menjadi alat penindas orang

lain,

7. Fakir dan miskin dipelihara oleh Pemerintah.

Mempertimbangkan sifat supel dari rancangan UUD, tidak semua

masukan Hatta itu diakomodasi dalam pasal-pasal (rancangan) UUD. Meski

demikian, pokok-pokok pikiran yang tidak tersurat dalam pasal-pasal UUD itu

tetap menjiwai pasal-pasal UUD yang berkaitan dengan keadilan dan

kesejahteraan sosial yakni pasal 27 ayat 2, pasal 33 dan pasal 34.22

Pada Rapat Besar BPUPK (15 juli) yang membahas rancangan UUD

tersebut, Soekarno sekali lagi mengingatkan: “Kita telah menentukan di dalam

sidang yang pertama bahwa kita menyetujui kata keadilan dan preambule.

22

Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 536.

Page 60: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

50

Keadilan inilah protes kita yang maha hebat kepada dasar individualisme.”23

Setelah Soepomo menjelaskan hasil rancangan UUD, Muhammad Yamin

mengajukan usulan, “hendaklah fasal-fasal tentang kesejahteraan, seperti

dijanjikan dalam pembuka undang-undang dasar, diberi jaminan yang lebih luas

dan lebih terang”. Yamin juga menekankan perlunya Republik Indonesia

mewujudkan diri sebagai “negara kesejahteraan”. Selengkapnya dia nyatakan:

“Adapun republik Indonesia ialah negara kesejahteraan, maka

seperti Constution Weimar, Rusia, Filipina dan Republik Tiongkok

hendaklah garis-garis besar kesejahteraan diatur dengan sebaik-baiknya

dan sejelas-jelasnya. Rancangan ini mempunyai isi yang sangat

sederhana dan tidak memberi jaminan yang teguh kepada suatu dasar,

yang telah dijanjikan dalam penerangan kemerdekaan dan preambule

undang-undang dasar ini.”24

Demikianlah, prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial menjadi perhatian

penting dalam Pembukaan UUD 1945. Prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial

dari Pembukaan ini meliputi suasana kebatinan perumusan pasal-pasal UUD dan

dokumen lain yang terkait dengan itu yang bisa dijadikan sebagai sumber hukum

yang tidak tertulis. Komitmen keadilan itu tampak nyata, baik dalam pasal-pasal

yang menyangkut pengelolaan keuangan negara yang menekankan pemuliaan

partisipasi dan daulat rakyat maupun dalam pasal-pasal yang menyangkut

pengelolaan perekonomian yang menekankan pemenuhan hak warga dan jaminan

keadilan dan kesejahteraan sosial.

23

Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 539. 24

Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 541-542.

Page 61: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

51

B. Undang-undang Negara Kesejahteraan di Indonesia

Dalam gambaran besarnya Indonesia adalah negara kesejahteraan. Ini bukan

merupakan pembacaan yang ahistoris atau retrospektif karena sudah sejak masa-masa

persiapan kemerdekaan, para pendiri bangsa mencita-citakan terbentuknya negara

kesejahteraan di Indonesia. Cita-cita itu lalu kemudian diterjemahkan ke dalam sila

kelima Pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh Indonesia” dan beberapa pasal dalam

konstitusi, di antaranya Pasal 27 (2), 31, 33, dan 34. Prinsip negara kesejahteraan

diterima secara bulat, baik oleh anggota BPUPKI maupun anggota PPKI yang bersidang

pada 18 Agustus 1945.25

1. Kebijakan Ketenagakerjaan

Pasal 27 ayat 2 “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

yang layak” oleh Soepomo dalam Rapat Besar BPUPK 15 juli 1945 dijelaskan “bahwa

panitia memasukan ayat ini dalam undang-undang dasar, sebagai pernyataan, bahwa kami

hendak menyelesaikan hukum negara kita dengan aliran zaman. Ini sesungguhnya aliran

keadilan sosial yang sesuai dengan sifat kekeluargaan.”26

Kebijakan ketenagakerjaan merupakan kebijakan yang paling utama dalam negara

kesejahteraan. Di sini, negara harus mampu menyediakan akses lapangan pekerjaan bagi

warganya. Tujuan dari kebijakan ketenagakerjaan tidak lain adalah untuk menciptakan

daya beli masyarakat dan mengurangi ketergantungan warga negara atas tunjangan-

tunjangan sosial yang disediakan oleh negara.

25

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h.584. 26

Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h. 539.

Page 62: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

52

Kebijakan ketenagakerjaan (employment policy) dibagi kedalam dua kebijakan

pokok, yaitu; outset kebijakan dan kebijakan active employment (kebijakan tenaga kerja

aktif). Mengenai Outset kebijakan, negara memiliki beberapa kewajiban: Pertama,

negara harus membuat sebuah kebijakan dan upaya untuk memberikan bantuk-bentuk

asuransi penganguran, sebagai peranan negara dalam mensiasati kompetisi yang tidak

sempurna dalam dunia lapangan kerja. Kedua, negara harus membuat kebijakan dan

upaya agar tidak tercipta tingginya angka pengangguran, karena hal itu akan menimbulan

konflik masyarakat dan meningkatnya angka kemiskinan. Ketiga, negara membuat

kebijakan dan upaya untuk mengaitkan antara kebijakan pendidikan dengan kebijakan

ketenagakerjaan dengan tujuan untuk merespon tantangan sosial-ekonomi yang dihadapi

negara.27

Sedangkan kebijakan active employment yaitu kebijakan yang akan menjawab

segala permasalahan dalam ketenagakerjaan, terutama pasar tenaga kerja. Pasar tenaga

kerja merupakan penjelasan mengenai kondisi dan status dari warga negara yang

berkaitan dengan kerja, seperti; lapangan pekerjaan, usia kerja, jenis pekerjaan, dan

output kerja. Ketika suatu lembaga statistik memberikan data mengenai pasar tenaga

kerja, kewajiban pemerintah, para ahli dan politisi adalah mampu menafsirkan data pasar

tenaga kerja secara benar dan kemudian merekomendasikan kepada warga negara. Jika

mereka gagal menafsirkan data pasar tenaga kerja, maka warga negara akan menuai

kualitas kehidupan yang buruk. Pemerintah tidak hanya berkewajiban untuk menyediakan

27

Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi: Pengembangan

Kebijakan Dan Perbandingan Pengalaman (Jakarta: PSIK Universitas Paramadina, 2008), h. 70-71.

Page 63: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

53

lapangan pekerjaan bagi warga negara di satu sisi, disisi lain lapangan pekerjaan yang

disediakan pemerintah harus mampu mensejahterakan.28

Tabel 1

Kebijakan Ketenagakerjaan

NO. KEBIJAKAN KETERANGAN

1 UUD 1945 Pasal 27

ayat 2

Membahas mengenai ketenagakerjaan bahwa

setiap warga negara, baik individu atau

kelompok berhak mendapatkan pekerjaan dan

penghidupan yang layak.

2 UU Nomor 13 Tahun

2003 Pasal 4

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap

tenaga kerja mempunyai perlindungan yang

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

serta pemerataan kesempatan kerja untuk

mencapai pembangunan nasional.

2. Kebijakan Pendidikan

Pasal 31 terdiri dari 4 ayat berikut: (1) setiap warga negara berhak mendapatkan

pendidikan; (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah

wajib membiayainya; (3) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4)

negara memperioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen

dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja

daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

28

Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi: Pengembangan

Kebijakan Dan Perbandingan Pengalaman, h. 71.

Page 64: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

54

Keempat ayat tersebut berfungsi sebagai batu sendi yang menginskripsikan salah

satu wujud negara kesejahteraan yaitu jaminan pembiayaan pendidikan gratis oleh

negara. Layanan pendidikan memiliki posisi penting dalam mewujudkan sebuah negara

yang adil, makmur dan sejahtera. Dalam hal ini pendidikan adalah bagian penting dari

pemberdayaan masyarakat untuk turut serta dalam menciptakan kemakmuran negara. Jadi

tugas negara agar bisa menjadi negara yang kehidupan rakyatnya sejahtera adalah

menyediakan sistem pendidikan dan pengembangan pendidikan.29

Pendidikan akan menciptakan kemampuan orang perorang dan masyarakat

mengakses sumber daya dan tata kebijakan, dan mengorganisasikannya untuk mencapai

kesejahteraan dan kemakmuran mereka sendiri. Pendidikan yang didapatkan oleh warga

negara akan menciptakan kemampuan efektif dalam menghadapi situasi dimana orang

atau masyarakat terjebak dalam struktur sosial-kemasyarakatan yang bisa menciptakan

kemiskinan dan kemunduran atau deprivasi sosial. Terutama dalam era globalisasi,

kemampuan dan layanan pendidikan yang didapatkan warga negara akan menentukan

seberapa jauh kehidupan sosial-ekonomi dapat terus berkembang, seiring berkembangnya

negara-negara lain.

Tabel 2

Kebijakan Pendidikan

NO. KEBIJAKAN KETERANGAN

1 UUD 1945 Pasal

31 Ayat 1,2,3

Dalam UUD tersebut dijabarkan bahwa

Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem

pendidikan nasional bagi semua warga

dan Negara wajib membiayainya.

29

Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi: Pengembangan

Kebijakan Dan Perbandingan Pengalaman, h. 101.

Page 65: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

55

3. Kebijakan Ekonomi

Sebelum diamandemen dengan menambahkan dua ayat yang merupakan

pendetailan dari ayat asli sehingga pada hemat penulis tidak mengubah roh yang

terkandung di dalamnya, Pasal 33 terdiri dari tiga ayat berikut: (1) perekonomian disusun

sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) cabang-cabang produksi yang

penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

dan (3) bumi dan air dan kekayaan alamyang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Bersama-sama, ketiga ayat tersebut berfungsi sebagai batu sendi yang

menginskripsikan bentuk dari ekonomi Pancasila. Untuk memahami bagaimana

ketiganya dapat dimaknai dalam kerangka ekonomi Pancasila, perhatian perlu diberikan

pada kata-kata kunci yang terdapat di dalamnya. Dalam Pasal 33 ayat 1, kata kuncinya

adalah “asas kekeluargaan”. Perumus pasal ini, yakni wakil presiden pertama Mohammad

Hatta yang juga acapkali disebut dengan Bapak Ekonomi Pancasila dan Bapak Ekonomi

Kerakyatan, menjelaskan secara tegas bahwa apa yang dimaksud dengan asas

kekeluargaan adalah koperasi. Meski Hatta tidak memasukkannya ke dalam batang tubuh

pasal 33, hal itu diuraikannya dalam bagian penjelasan di mana dikemukakan bahwa

ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama bentuknya adalah koperasi. Istilah asas

kekeluargaan berasal dari Taman Siswa untuk menggambarkan bagaimana guru dan

murid-murid hidup sebagai satu keluarga. Maka begitu pulalah hendaknya corak

koperasi, satu sama lain harus mencerminkan orang-orang bersaudara sekeluarga.30

Secara historis, ketertarikan Hatta terhadap koperasi tersebut berakar dari studinya pada

tahun 1921-1922 mengenai bentuk usaha masyarakat menengah ke bawah di Inggris,

30

Mohammad Hatta, Penjabaran Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Mutiara, 1977), h. 27.

Page 66: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

56

Jerman, dan Swedia dan kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya

Denmark, pada akhir tahun 1930-an.31

Pandangannya mengenai koperasi dapat ditelusuri

dari pandangan Perhimpoenan Indonesia tentang ekonomi seperti yang diuraikan Hatta

dalam pleidonya di pengadilan Den Haag.32

Bila dikatakan bahwa asas kekeluargaan menemukan perwujudannya dalam

bentuk bangun usaha koperasi, tentu tidak lantas berarti bahwa seluruh penyelenggaraan

ekonomi yang dijalankan di suatu negara harus dilakukan melalui koperasi sebagai

institusi yang paling selaras dengan norma ekonomi Pancasila. Tentu ini merupakan hal

yang tidak mungkin karena dalam realitasnya, sudah sejak masa awal kemerdekaan,

koperasi hidup bersama-sama dengan bangun usaha lainnya seperti perusahaan negara

dan perusahaan swasta (baik besar, menengah, maupun kecil). Di antara berbagai bangun

usaha tersebut, peranan perekonomian rakyat kecil dialokasikan pada koperasi, dengan

harapan berangsur -angsur meningkat ke atas, artinya koperasi mendapatkan peranan

membangun dari bawah.33

Asas kekeluargaan dengan demikian lebih tepat dipahami

sebagai semangat dan spirit daripada sebagai bentuk institusional yang baku.34

Hatta

sendiri meyakini bahwa asas kekeluargaan tidak hanya dapat diterapkan pada koperasi,

melainkan juga dapat diterapkan pada perusahaan negara (BUMN) dan swasta. Meski

demikian, koperasi tetap memegang peranan yang istimewa dalam keseluruhan usaha

ekonomi nasional. Dia merupakan sokoguru dari perekonomian Indonesia, artinya semua

31

Dawam Rahardjo, ”Apa Kabar Koperasi Indonesia,” dalam Rikard Bagun, ed., Seratus Tahun Bung

Hatta (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), h. 294. 32

Sutan Sjahrir, ”Ideologi Hatta, Tapi Masih Relevankah itu?,” dalam Rikard Bagun, ed., Seratus Tahun

Bung Hatta (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), h. 246. 33

Suharso Monoarfa, ”Semestinya Hatta Menang,” dalam Rikard Bagun, ed., Seratus Tahun Bung Hatta

(Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), h. 290. 34

Mubyarto, Ilmu Ekonomi, Ilmu Sosial, dan Keadilan: Analisa Trans-Disiplin Dalam Rangka Mendalami

Ekonomi Pancasila (Jakarta: Yayasan Agro Ekonomika, 1980), h. 82.

Page 67: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

57

bentuk usaha lain hendaknya menjadikan prinsip dan nilai-nilai koperasi sebagai model

idealnya.

Sementara itu, ayat 2 dan 3 dari Pasal 33 UUD 1945 pada dasarnya merupakan

dua ayat yang secara bersama menubuhkan prinsip sosialisme dalam ekonomi Indonesia.

Prinsip sosialisme ini hadir dalam pernyataan “cabang-cabang produksi yang penting

bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara‖ dan

“bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.”

Ini artinya, dalam ekonomi Pancasila hak milik pribadi tidak diberikan secara sebebas-

bebasnya. Barang-barang publik yang vital bagi kepentingan orang banyak, berikut

sumber daya alam dalam rupa bumi dan air berikut kekayaan yang terkandung di

dalamnya, hanya boleh dikuasai dan dikelola oleh negara dalam rangka untuk

mewujudkan “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Rumusan demikian memberikan

tilikan yang jelas mengenai posisi dari hak milik pribadi: pendakuan atasnya hanya

berlaku untuk barang-barang yang tidak menyentuh kepentingan orang banyak, dan

penggunaan serta pemanfaatannya hendaknya disertai dengan tanggung jawab, yakni

tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.

Gabungan dari dua pokok tersebut, yakni menyerahkan cabang produksi dan

sumber daya yang penting bagi orang banyak ke tangan negara sembari tetap mengakui

hak milik pribadi, memberikan karakterisasi yang khusus pada bangunan ekonomi

Pancasila. Dia bukanlah sosialisme dalam pengertiannya yang murni negara-negara

komunis dan sosialis sekaligus juga bukan kapitalisme yang menyerahkan jalannya

perekonomian sepenuhnya pada pasar dan norma hak milik pribadi. Sistem ekonomi

Pancasila adalah, sebagaimana dituliskan salah satu penyokongnya yang paling militan,

Page 68: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

58

sistem ekonomi campuran yang mengandung pada dirinya ciri-ciri positif dari kedua

sistem yang kita kenal (kapitalis-liberal dan sosialis-komunis) tetapi menolak ciri-cirinya

yang negatif.35

Dalam tataran global, sistem campuran atau jalan tengah tersebut telah banyak

dimanifestasikan oleh berbagai negara di dunia dalam suatu format yang disebut dengan

negara kesejahteraan (welfare state). Negara kesejahteraan merupakan negara yang

pemerintahnya menjalankan serangkaian program untuk melindungi rakyatnya dari

kerugian akibat risiko kehidupan, memberikan bantuan bagi yang membutuhkan, dan

mendorong konsumsi atas pelayanan tertentu seperti pendidikan, perumahan, dan

perawatan anak. Berbagai program tersebut sengaja diciptakan untuk memenuhi tujuan-

tujuan tertentu, di antaranya menyediakan rasa keamanan bagi semua warga dan

mengurangi kemiskinan.36

Selain berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang

menyejahterakan dan memberi rasa aman warganya, konsep negara kesejahteraan juga

bersinggungan erat dengan nilai-nilai kewarganegaraan modern seperti kebebasan,

toleransi, persaudaraan, kemakmuran, dan otonomi.37

Dalam gambaran besarnya, ekonomi Pancasila memang dapat dipahami dan

dimaknai sebagai negara kesejahteraan. Setelah melihat penjabaran diatas dapat diketahui

bahwa Pasal 33 merupakan terjemahan dari semangat para pendiri bangsa dalam

merumuskan keadilan sosial versi Indonesia atau Sosialisme a la Indonesia dalam bahasa

Yudi Latif.

35

Mubyarto, Ilmu Ekonomi, Ilmu Sosial, dan Keadilan: Analisa Trans-Disiplin Dalam Rangka Mendalami

Ekonomi Pancasila, h. 84. 36

Antonius Galih Prasetyo, “Ekonomi Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan: Pencarian.” dalam

Proceeding Model bagi Indonesia Papers Indonesia International Political Economy Week “Quo Vadis

Developmentalisme”, 7-8 Desember, 2013 (Yogyakarta: IIS UGM, 2013), h. 6. 37

Rei Shiratori, “The Future Of The Welfare State,” dalam Antonius Galih Prasetyo, ed., Ekonomi

Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan: Pencarian Model bagi Indonesia (Yogyakarta: IIS UGM, 2013), h. 6.

Page 69: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

59

Tabel 3

Kebijakan Ekonomi

NO. KEBIJAKAN KETERANGAN

1 UUD 1945 Pasal 33

ayat 1

Perekonomian disusun sebagai usaha

bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

2 UUD 1945 Pasal 33 ayat 2

Cabang-cabang produksi yang penting bagi

negara dan yang menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai oleh negara

3 UUD 1945 Pasal 33 ayat 3

Bumi air dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk

kemakmuran rakyat

4. Kebijakan Sosial

Jaminan Sosial (Pasal 28 H ayat 3 dan Pasal 34 ayat 2)

Setelah krisis melanda Indonesia pada 1997 yang diikuti dengan pergantian rezim

dan proses demokratisasi setahun sesudahnya, semakin disadari bahwa skema kebijakan

sosial yang ada di Indonesia tidak mencukupi, baik bila dilihat dari jumlah peserta,

cakupan dan kualitas manfaat, maupun tata kelola. Untuk itu, mulai dilakukan reformasi

kebijakan dalam rangka untuk membangun sistem jaminan sosial yang lebih bersifat

sistemis dan inklusif. Legitimasi untuk melakukan reformasi tersebut mendapatkan

penguatan melalui amandemen UUD 1945 Pasal 28H ayat 3 “Setiap orang berhak atas

jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia

yang bermartabat” dan Pasal 34 ayat 2 “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial

bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai

dengan martabat kemanusiaan”. MPR juga telah menetapkan Ketetapan MPR-RI No.

Page 70: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

60

X/MPR-RI/2001 yang mengamanatkan presiden membentuk sistem jaminan sosial yang

terpadu dan komprehensif.38

Sebagai tindak lanjut terhadap amanat konstitusi tersebut, pemerintah kemudian

membentuk Tim Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada Maret 2001 yang

kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Tim SJSN pada April 2002 dengan tugas

yang lebih luas, antara lain membuat RUU SJSN dan melaporkannya kepada Presiden.

Setelah melalui proses perdebatan dan tawar-menawar yang alot, UU 40/2004 tentang

SJSN akhirnya disetujui. Substansi jaminan sosial yang disetujui dalam UU SJSN

mencakup jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan

pensiun, dan jaminan kematian. Sebelumnya, diusulkan pula tunjangan pengangguran

namun usulan ini akhirnya ditolak.39

Demikian juga usulan mengenai tunjangan PHK

dimentahkan karena telah terakomodasi dalam UU Ketenagakerjaan.

Penetapan UU SJSN merupakan momen historis dalam sejarah kebijakan sosial di

Indonesia sekaligus merupakan langkah yang penting bagi tercapainya cita-cita negara

kesejahteraan di negeri ini. Selain mencakup bantuan yang lebih luas dari skema-skema

yang telah ada sebelumnya, SJSN juga bersifat universal. Kini tidak hanya mereka yang

bekerja di sektor tertentu saja yang dilindungi, melainkan seluruh warga tanpa

memandang profesi maupun penghasilannya. SJSN menganut sistem asuransi sosial

sehingga sumber pendanaannya berasal dari iuran penerima manfaat dan pemberi kerja

atau pemerintah (bagi PNS). Sedangkan bagi mereka yang tidak mampu atau tidak

mempunyai penghasilan, iurannya akan dibayar oleh pemerintah.

38

Antonius Galih Prasetyo, Ekonomi Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan:

Pencarian Model bagi Indonesia, h. 6. 39

Dinna Wisnu, Politik Sistem Jaminan Sosial: Menciptakan Rasa Aman dalam Ekonomi Pasar (Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 100-102.

Page 71: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

61

SJSN memberikan jaminan rasa aman bagi seluruh warga sepanjang hidupnya,

dari sejak lahir sampai meninggal. Rasa aman itu terwujud karena berbagai ancaman

yang berisiko pada turunnya pendapatan, baik yang datang secara tiba-tiba (sakit,

kecelakaan) maupun alamiah (pensiun), dijamin tidak akan memberikan pengaruh

terhadap kualitas kesejahteraan. Melalui sistem asuransi, SJSN juga akan berperan secara

tidak langsung pada peningkatan kesejahteraan rakyat dengan cara memobilisasi dana

masyarakat untuk membentuk tabungan nasional yang besar. Tabungan tersebut dapat

diinvestasikan untuk menghasilkan keuntungan. Dana yang ditempatkan di bank

misalnya, diskenariokan dapat menurunkan tingkat bunga sehingga mendorong investasi,

dan investasi pada gilirannya akan membuka perluasan lapangan kerja dan mengurangi

jumlah penduduk yang menerima bantuan iuran. Terbentuknya tabungan nasional yang

besar juga akan meningkatkan kemampuan keuangan negara untuk membiayai program-

program pembangunannya sehingga negara tidak perlu lagi berutang. Skenario semacam

ini terbukti sukses di Malaysia sehingga negara tersebut terhindarkan dari dampak yang

parah dari krisis 1997. Sementara di Jepang, akumulasi dana jaminan sosial digunakan

pemerintah untuk dipinjaman ke berbagai negara termasuk Indonesia. Bunga dari

pinjaman tersebut kemudian masuk ke dana jaminan sosial.40

40

Sulastomo, “SJSN: Mesin Pembangunan,” Kompas, 21 Januari 2003, h. 6.

Page 72: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

62

Tabel 4

Kebijakan Sosial

NO. KEBIJAKAN KETERANGAN

1 UUD 1945 Pasal 34 Fakir miskin dan anak terlantar

dipelihara oleh negara.

2 UUD 1945 Pasal 28H ayat 3

Setiap orang berhak atas jaminan

sosial yang memungkinkan

pengembangan dirinya secara

utuh sebagai manusia yang

bermartabat

3 UUD 1945 Pasal 34 ayat 2

Negara mengembangkan sistem

jaminan sosial bagi seluruh

rakyat dan memberdayakan

masyarakat yang lemah dan tidak

mampu sesuai dengan martabat

kemanusiaan

C. Kelembagaan

Dalam rangka menunjukan komitmen konstitusionalnya Pemerintah mendirikan

beberapa Intitusi untuk menjalankan apa-apa yang sudah di cita-citakan para pendiri

bangsa yang kemudian termaktub dalam Pasal-Pasal dalam UUD 1945. Memang tidak

semua lembaga yang didirikan pemerintah akan dibahas, penulis hanya membahas

beberapa lembaga yang berhubungan dengan pasal-pasal negara kesejahteraan yang

disebutkan di atas diantaranya; Departemen Sosial (yang kemudian berganti nama

menjadi Kementerian Sosial), dan BPJS.

1. Departemen Sosial (Kementerian Sosial)

Departemen Sosial (Depsos) pertama kali dibentuk pada tanggal 19 Agustus

1945. Rezim Soekarno yang mendirikan Depsos ini menunjuk posisi setingkat menteri

untuk departemen ini. Hanya ada sedikit informasi yang menjelaskan asal-usul

Departemen sosial sebagai lembaga modern. Namun satu hal yang pasti adalah pendirian

Page 73: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

63

lembaga ini adalah hasil dari sebuah perdebatan panjang diantara para pendiri negara

Indonesia. Beberapa berpendapat bahwa pendirian Departemen Sosial diperjuangkan oleh

partai sosialis Indonesia dengan gagasan-gagasan Sosialis-Dermokratnya.41

Pimpinan tertinggi Departemen Sosial pada masa awal kemerdekaan

dipercayakan pada Mr. Iwa Kusuma Sumantri yang pada waktu itu membawahi kurang

lebih 30 orang pegawai untuk Bagian Perburuhan dan Bagian Sosial. Hampir semua

pegawai tersebut kurang/tidak berpengetahuan dan berpengalaman cukup mendalam

dalam bidang perburuhan dan bidang sosial.42

Untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia, Pemerintah memikul tanggung

jawab konstitusional, mengenai pembangunan kesejahteraan sosial, termaktub dalam

pasal 34 UUD‟ 45 bahwa : “Fakir miskin dan anak -anak terlantar dipelihara oleh

Negara”, yang berarti bahwa secara konstitusional, berdasarkan pasal 34 yang

dirangkaikan dengan pasal 33 tentang perekonomian. Pemerintah membangun

kesejahteraan sosial untuk meniadakan kemiskinan dan keterlantaran, yang terutama

disebabkan oleh penjajahan, yang menindas dan menghisap Bangsa Indonesia yang

nyata-nyata tidak berusaha untuk membangun kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia,

malah membiarkan rakyat Indonesia cukup hidup dengan segobang atau dua setengah sen

sehari.

Departemen sosial memang mengalami banyak perubahan seiring bergantinya

rezim pemerintahan. Di awal era reformasi, tepatnya pada masa pemerintahan Presiden

Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Depsos di likuidasi (dibubarkan) dengan asumsi dari

41

Budi Rahman Hakim, Rethinking Social Work Indonesia: Suatu Jelajah Kritis (Jakarta: RM BOOKS,

2010), h. 121. 42

Budi Rahman Hakim, Rethinking Social Work Indonesia: Suatu Jelajah Kritis, h. 123.

Page 74: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

64

Presiden Gus Dur bahwa pelayanan kesejahteraan sosial cukup dilakukan oleh

masyarakat. Namun keadaan berkata lain, secara tidak diduga pula, saat itu muncul

berbagai masalah kesejahteraan social seperti bencana alam, bencana sosial, populasi

anak jalanan dan anak terlantar semakin bertambah terus jumlahnya, sehingga para

mantan petinggi Departemen Sosial menggagas untuk dibentuknya sebuah Badan yang

berada langsung di bawah Presiden, maka terbentuklah Badan Kesejahteraan Sosial

Nasional (BKSN). Baru ketika masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri

Depsos difungsikan kembali untuk menyelenggarakan tugas-tugas pembangunan di

bidang kesejahteraan sosial.

Demikian fungsi Departemen sosial dengan sendirinya bersifat kuratif. Pelayanan,

Perlindungan, dan Jaminan dilakukan pada golongan masyarakat yang sudah mengalami

kesulitan dan masalah-masalah sosial.

2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Sebagai lembaga yang berwenang untuk menjalankan dan mengelola SJSN,

dibentuk badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). Untuk itu, setelah melalui proses

yang panjang dan berlarut-larut, pada tahun 2011 lalu dibentuklah UU 24/2011 tentang

BPJS. Di dalamnya, ditentukan bahwa penyelenggaraan jaminan sosial nasional akan

dijalankan oleh dua BPJS, yakni BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Untuk itu,

dua BUMN, yaitu PT Askes dan PT Jamsostek, akan bertransformasi menjadi BPJS

Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan mulai 1 Januari 2014 dengan status badan hukum

publik. BPJS Ketenagakerjaanakan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan

kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian bagi pekerja selambatnya

1 Juli 2015. Adapun BPJS Kesehatan bertugas menyelenggarakan jaminan kesehatan per

Page 75: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

65

1 Januari 2014 dengan menerima pelimpahan peserta jaminan kesehatan dari Jamsostek,

TNI/Polri, PNS, Jamkesmas, dan Jamkesda. Selain melayani pekerja formal, BPJS

Kesehatan juga akan melayani pekerja informal dan penganggur. Bagi mereka yang tidak

mampu mengiur, pemerintahlah yang akan mengiuri. Pelaksanaannya dilakukan secara

bertahap hingga pada 2019 diharapkan sudah melayani seluruh warganegara. Sementara

itu, PT Taspen dan PT Asabri baru akan bertransformasi dan bergabung ke dalam BPJS

Ketenagakerjaan paling lambat pada 31 Desember 2029.43

43

Antonius Galih Prasetyo, Ekonomi Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan:

Pencarian Model bagi Indonesia, h. 15.

Page 76: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

66

BAB IV

PRAKTIK NEGARA KESEJAHTERAAN DI INDONESIA

A. Praktik Negara Kesejahteraan Di Indonesia

Untuk melacak jejak praktek negara kesejahteraan di Indonesia

penulis mencoba menguraikan beberapa program pemerintah yang

menurut hemat penulis dapat memberi gambaran bagaimana sebenarnya

konsep negara kesejahteraan di Indonesia diterapkan.

Salah satu fitur utama dari negara kesejahteraan adalah kebijakan

sosial. Setiap negara kesejahteraan selalu menerapkan kebijakan-kebijakan

sosial untuk menunjang sistemnya, meskipun tidak bisa dikatakan

sebaliknya bahwa setiap negara yang memiliki kebijakan sosial secara

otomatis pasti merupakan negara kesejahteraan.1 Kebijakan sosial

merupakan instrumen kebijakan yang digunakan untuk memastikan bahwa

warganegara mendapatkan akses terhadap pelayanan sosial dasar seperti

layanan kesehatan, pendidikan, perumahan, dan sebagainya. Kebijakan

sosial berperan sebagai komplemen dari kebijakan ekonomi dan kebijakan

sektoral lainnya.2

Salah satu bentuk dari kebijakan sosial adalah bantuan sosial,

bantuan sosial merupakan bantuan yang dapat bersifat tunai maupun non

tunai, ini biasanya ditujukan bagi kelompok miskin dan rentan seperti

1 Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:

LP3ES dan Perkumpulan Prakarsa, 2006), h. 8. 2 Darmawan Triwibowo dan Nur Iman Subono, Meretas Arah Kebijakan Sosial Baru Di

Indonesia: Lebih Dari Sekadar Pengurangan Kemiskinan (Jakarta: LP3ES dan Perkumpulan

Prakarsa, 2009), h.5.

Page 77: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

67

janda dan yatim piatu. Skema pemberiannya bersifat mean-tested, artinya

penerimanya harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu seperti yang

ditetapkan oleh pemerintah.3 Di Indonesia, pemerintah beberapa kali

pernah membuat kebijakan dalam bentuk bantuan sosial, misalnya dalam

bentuk beasiswa bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu, beras untuk

rakyat miskin (raskin), Jaring Pengaman Sosial (JPS) pada saat krisis

ekonomi 1998, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau BLSM (Bantuan

Langsung Tunai Sementara) sebagai kompensasi atas kenaikan harga

BBM. Kebijakan sosial yang diberikan dalam skema bantuan sosial

biasanya bersifat ad hoc.4

Namun demikian, dalam konteks negara kesejahteraan, bantuan

sosial tidaklah mencukupi. Dalam negara kesejahteraan yang sejati,

kebijakan sosialnya dibangun melalui pendekatan yang sistemik dan

berkelanjutan dalam bentuk jaminan sosial (social security). Jaminan

sosial merupakan sistem yang diwujudkan untuk mewujudkan

kesejahteraan dan memberikan rasa aman sepanjang hidup manusia

melalui penyediaan layanan-layanan untuk menanggulangi risiko-risiko

hidup seperti sakit, kecelakaan, menganggur, pensiun, kematian, dan

sebagainya. Masing-masing negara kesejahteraan memiliki mekanisme

penggalian sumber dana yang berbeda untuk menjalankan sistem jaminan

3 Triwibowo dan Subono, Meretas Arah Kebijkan Sosial Baru Di Indonesia: Lebih Dari

Sekedar Pengurangan Kemiskinan, h.6. 4 Antonius. G. Prasetyo, “Ekonomi Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan: Pencarian

Model bagi Indonesia.” dalam Proceeding Papers Indonesia International Political Economy Week

“Quo Vadis Developmentalisme”, 7-8 Desember, 2013, 261-286 (Yogyakarta: IIS UGM, 2013), h.

11.

Page 78: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

68

sosialnya, entah apakah itu melalui asuransi, tabungan, pajak, atau

kombinasi di antara berbagai mekanisme yang ada.5

Indonesia sebenarnya telah menginisiasi kebijakan jaminan sosial

sejak lama. Pada masa awal kemerdekaan, telah diterbitkan peraturan

mengenai jaminan kesehatan di bawah Peraturan Menteri Perburuhan No.

48/1953 yang kemudian diamandemen menjadi Peraturan Menteri

Perburuhan No. 57/1957. Peraturan ini menjadi landasan dari diberikannya

bentuk-bentuk tunjangan bagi pekerja seperti jasa di poliklinik, santunan

selama sakit, hamil, melahirkan, dan kematian. Di tahun 1964, jaminan

kesehatan direvisi dalam Peraturan Menteri Perburuhan No. 3/1964.

Kemudian, pada masa pemerintahan Orba ketika Soeharto menjadi

presiden, peraturan-peraturan terdahulu tentang jaminan sosial direvisi

menjadi Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 3/1967. Lalu dalam Rencana

Pembangunan Lima Tahun periode 1974-1979, pemerintah menargetkan

untuk memperluas dan meningkatkan distribusi jaminan sosial. Sejak saat

itulah kemudian dibentuk perusahaan-perusahaan umum yang memberikan

jaminan sosial bagi warganegara berdasarkan pekerjaannya. Pada tahun

1977 dibentuk Astek (berubah menjadi Jamsostek pada 1992) yang

melayani pekerja formal sektor swasta, Taspen di tahun 1963 untuk

jaminan hari tua pegawai negeri, Asabri untuk jaminan hari tua personel

militer, dan Askes di tahun 1968 yang memberikan jaminan kesehatan

bagi pegawai negeri dan personel militer.6

5 Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional: Mewujudkan Amanat Konstitusi (Jakarta:

Kompas Gramedia, 2014), h. 5-7. 6 Dinna Wisnu, Politik Sistem Jaminan Sosial: Menciptakan Rasa Aman dalam Ekonomi

Pasar (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 100-102.

Page 79: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

69

Ciri utama dari kebijakan jaminan sosial yang diberlakukan pada

masa Orba, yang sebagiannya masih berlanjut hingga saat ini, adalah

sifatnya yang parsial dan instrumental, yakni untuk mendukung tujuan

pertumbuhan ekonomi. Hanya sebagian kecil warganegara yang

terlindungi dan menerima manfaat dari jaminan sosial. Mereka merupakan

golongan yang dipandang penting bagi negara seperti PNS, pekerja swasta

formal, dan militer. Sementara untuk asuransi yang berbasis privat, hanya

kelas menengahlah yang mempunyai kemampuan untuk mengaksesnya.

Adapun sebagian besar warganegara lainnya, misalnya mereka yang

bekerja di sektor informal, pertanian, pekerja musiman, dan

pengangguran, sama sekali tidak terlindungi.7

Dalam beberapa hal, kebijakan di masa Orba ini paralel dengan

yang dilakukan oleh negara-negara industri Asia Timur, terutama sejak

Perang Dunia II sampai dengan tahun 1980-an. Negara-negara seperti

Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan membentuk corak negara

kesejahteraan yang dalam literatur disebut sebagai negara kesejahteraan

produktivis atau developmentalis. Dalam model negara kesejahteraan ini,

kebijakan kesejahteraan sosial ditempatkan di bawah orientasi

pertumbuhan ekonomi. Penyediaan jaminan sosial tidak didasarkan pada

prinsip kesetaraan sosial atau redistribusi ekonomi, namun lebih pada

investasi modal SDM demi produktivitas ekonomi. Untuk itu negara hanya

memberikan jaminan kesejahteraan bagi sekelompok kecil pekerja yang

bekerja di dalam sektor-sektor yang berperan penting dalam menggenjot

7 Darmawan Triwibowo dan Subono, Meretas Arah Kebijakan Sosial Baru Di Indonesia:

Lebih Dari Sekadar Pengurangan Kemiskinan, h.16-17.

Page 80: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

70

pertumbuhan seperti pegawai negeri, personel militer, pekerja industri

besar, dan guru. Sementara bagi mereka yang bekerja di sektor-sektor

marjinal, jaminan kesejahteraannya diserahkan kepada keluarga masing-

masing.8 Bagi negara-negara produktivis yang dipimpin oleh rezim

otoriter, sekali lagi mirip dengan Orba, legitimasi pemerintah didasarkan

pada pertumbuhan ekonomi dan masyarakat sipil serta gerakan buruh

ditindas.

Setelah krisis melanda Indonesia pada 1997 yang diikuti dengan

pergantian rezim dan proses demokratisasi setahun sesudahnya, semakin

disadari bahwa skema kebijakan sosial yang ada di Indonesia tidak

mencukupi, baik bila dilihat dari jumlah peserta, cakupan dan kualitas

manfaat, maupun tata kelola. Untuk itu, mulai dilakukan reformasi

kebijakan dalam rangka untuk membangun sistem jaminan sosial yang

lebih bersifat sistemis dan inklusif. Legitimasi untuk melakukan reformasi

tersebut mendapatkan penguatan melalui amandemen UUD 1945 Pasal

28H ayat 3 (“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan

pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”)

dan Pasal 34 ayat 2 (“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi

seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak

mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”). MPR juga telah

menetapkan Ketetapan MPR-RI No. X/MPR-RI/2001 yang

8 Triwibowo dan Subono, Meretas Arah Kebijkan Sosial Baru Di Indonesia: Lebih Dari

Sekedar Pengurangan Kemiskinan, h.39.

Page 81: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

71

mengamanatkan presiden membentuk sistem jaminan sosial yang terpadu

dan komprehensif.9

Sebagai tindak lanjut terhadap amanat konstitusi tersebut,

pemerintah kemudian membentuk Tim Kerja Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN) pada Maret 2001 yang kemudian dilanjutkan dengan

pembentukan Tim SJSN pada April 2002 dengan tugas yang lebih luas,

antara lain membuat RUU SJSN dan melaporkannya kepada presiden.

Setelah melalui proses perdebatan dan tawar-menawar yang alot, UU

40/2004 tentang SJSN akhirnya disetujui. Substansi jaminan sosial yang

disetujui dalam UU SJSN mencakup jaminan kesehatan, jaminan

kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan

kematian. Sebelumnya, diusulkan pula tunjangan pengangguran namun

usulan ini akhirnya ditolak.10

Demikian juga usulan mengenai tunjangan

PHK dimentahkan karena telah terakomodasi dalam UU Ketenagakerjaan.

Penetapan UU SJSN merupakan momen historis dalam sejarah

kebijakan sosial di Indonesia sekaligus merupakan langkah yang penting

bagi tercapainya cita-cita negara kesejahteraan di negeri ini. Selain

mencakup bantuan yang lebih luas dari skema-skema yang telah ada

sebelumnya, SJSN juga bersifat universal. Kini tidak hanya mereka yang

bekerja di sektor tertentu saja yang dilindungi, melainkan seluruh warga

tanpa memandang profesi maupun penghasilannya. SJSN menganut sistem

9 Antonius. G. Prasetyo, “Ekonomi Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan: Pencarian

Model bagi Indonesia.” dalam Proceeding Papers Indonesia International Political Economy Week

“Quo Vadis Developmentalisme”, 7-8 Desember, 2013, 261-286 (Yogyakarta: IIS UGM, 2013),

h.13. 10

Dinna Wisnu, Politik Sistem Jaminan Sosial: Menciptakan Rasa Aman dalam Ekonomi

Pasar (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 111.

Page 82: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

72

asuransi sosial sehingga sumber pendanaannya berasal dari iuran penerima

manfaat dan pemberi kerja atau pemerintah (bagi PNS). Sedangkan bagi

mereka yang tidak mampu atau tidak mempunyai penghasilan, iurannya

akan dibayar oleh pemerintah.

SJSN memberikan jaminan rasa aman bagi seluruh warga

sepanjang hidupnya, dari sejak lahir sampai meninggal. Rasa aman itu

terwujud karena berbagai ancaman yang berisiko pada turunnya

pendapatan, baik yang datang secara tiba-tiba (sakit, kecelakaan) maupun

alamiah (pensiun), dijamin tidak akan memberikan pengaruh terhadap

kualitas kesejahteraan. Melalui sistem asuransi, SJSN juga akan berperan

secara tidak langsung pada peningkatan kesejahteraan rakyat dengan cara

memobilisasi dana masyarakat untuk membentuk tabungan nasional yang

besar. Tabungan tersebut dapat diinvestasikan untuk menghasilkan

keuntungan. Dana yang ditempatkan di bank misalnya, diskenariokan

dapat menurunkan tingkat bunga sehingga mendorong investasi, dan

investasi pada gilirannya akan membuka perluasan lapangan kerja dan

mengurangi jumlah penduduk yang menerima bantuan iuran.

Terbentuknya tabungan nasional yang besar juga akan meningkatkan

kemampuan keuangan negara untuk membiayai program-program

pembangunannya sehingga negara tidak perlu lagi berutang.11

Skenario

semacam ini terbukti sukses di Malaysia sehingga negara tersebut

terhindarkan dari dampak yang parah dari krisis 1997. Sementara di

Jepang, akumulasi dana jaminan sosial digunakan pemerintah untuk

11

Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional: Mewujudkan Amanat Konstitusi (Jakarta:

Kompas Gramedia, 2014), h. 30-31.

Page 83: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

73

dipinjaman ke berbagai negara termasuk Indonesia. Bunga daripinjaman

tersebut kemudian masuk ke dana jaminan sosial.12

Sebagai lembaga yang berwenang untuk menjalankan dan

mengelola SJSN, dibentuk badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS).

Untuk itu, setelah melalui proses yang panjang dan berlarut-larut, pada

tahun 2011 lalu dibentuklah UU 24/2011 tentang BPJS. Di dalamnya,

ditentukan bahwa penyelenggaraan jaminan sosial nasional akan

dijalankan oleh dua BPJS, yakni BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS

Kesehatan. Untuk itu, dua BUMN, yaitu PT Askes dan PT Jamsostek,

akan bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

mulai 1 Januari 2014 dengan status badan hukum publik. BPJS

Ketenagakerjaanakan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan

kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian bagi

pekerja selambatnya 1 Juli 2015. Adapun BPJS Kesehatan bertugas

menyelenggarakan jaminan kesehatan per 1 Januari 2014 dengan

menerima pelimpahan peserta jaminan kesehatan dari Jamsostek,

TNI/Polri, PNS, Jamkesmas, dan Jamkesda. Selain melayani pekerja

formal, BPJS Kesehatan juga akan melayani pekerja informal dan

penganggur. Bagi mereka yang tidak mampu mengiur, pemerintahlah yang

akan mengiuri. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap hingga pada

2019 diharapkan sudah melayani seluruh warganegara. Sementara itu, PT

Taspen dan PT Asabri baru akan bertransformasi dan bergabung ke dalam

BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada 31 Desember 2029.

12

Sulastomo, “SJSN: Mesin Pembangunan,” Kompas, 21 Januari 2003, h. 6.

Page 84: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

74

B. Analisis Konsep Negara Kesejahteraan dalam Pancasila dan UUD

1945

Sejak disahkan secara konstitusional pada 18 Agustus 1945,

Pancasila dapat dikatakan sebagai dasar (falsafah) negara, pandangan

hidup, ideologi nasional, dan pemersatu dalam peri kehidupan kebangsaan

dan kenegaraan Indonesia. Secara singkat, Pancasila adalah dasar statis

yang mempersatukan sekaligus bintang penuntun yang dinamis, yang

mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuanya. Dalam posisinya seperti

itu, Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas, dan

haluan keselamatan bangsa. Dengan demikian, negara Indonesia memiliki

landasan moralitas dan haluan kebangsaan yang jelas dan visioner.

Sebagai ideologi negara, pancasila mempunyai peranan penting

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila juga mempunyai

dasar ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang jika dipahami,

dihayati, dipercayai, dan diamalkan secara konsisten dapat menopang cita-

cita luhur peradaban bangsa. Pancasila, yang terdiri dari lima sila tersusun

secara hierarkis dan sistematis yang saling menopang demi terwujudnya

keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Sila pertama, “Ketuhanan yang maha Esa” nilai-nilai ketuhanan

sebagai sumber etika dan spiritualitas dianggap penting sebagai fundamen

etik kehidupan bernegara. Berkaitan dengan hal ini Indonesia bukanlah

negara sekuler yang ekstrim yang memisahkan antara agama dan negara.

Page 85: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

75

Negara diharapkan dapat melindungi dan mengembangkan kehidupan

beragama, sementara agama diharapkan mampu memainkan peran publik

yang berkaitan dengan penguatan etika sosial. Artinya, peran agama dan

negara tidak perlu dipisahkan melainkan dibedakan. Dengan syarat bahwa

keduanya saling mengerti batas otoritas masing-masing, yang dalam

bahasa Latif disebut dengan istilah “Toleransi-kembar” (twin tolerations).

Sila kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab” nilai-nilai

kemanusiaan universal yang dari hukum tuhan, hukum alam, dan sifat-

sifat sosial manusia dianggap penting sebagai fundamen etika politik

kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia. Landasan etik sebagai

prasayarat persaudaraan universal ini adalah “adil” dan “beradab”. Dalam

mengembangkan kemanusiaan secara adil dan beradab itulah

menempatkan visi Indonesia dalam perpaduan antara idealisme politik dan

realisme politik yang berorientasi kepentingan nasional dan hubungan

internasional.

Sila ketiga, “Persatuan Indonesia” nila-nilai etis kemanusiaan itu

harus terlebih dahulu mengakar kuat dalam lingkungan pergaulan

kebangsaan yang lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang

lebih jauh. Indonesia adalah negara persatuan kebangsaan yang mengatasi

paham golongan dan perseorangan. Kesatuan masyarakat Indonesia ini

dikelola berdasarkan konsepsi kebangsaan yang mengekspresikan

persatuan dalam keragaman dan keragaman dalam persatuan, yang dalam

slogan negara dinyatakan dalam ungkapan “Bhineka Tunggal Ika”. Disisi

lain ada wawasan pluralisme yang menerima dan memberi ruang hidup

Page 86: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

76

bagi aneka perbedaan, seperti aneka keyakinan, budaya dan bahasa daerah,

dan unit-unit politik tertentu sebagai warisan budaya. Dengan demikian

Indonesia memiliki prinsip dan visi kebangsaan yang kuat yang mampu

mempertemukan kemajemukan masyarakat, keragaman komunitas, agar

tidak tercerabut dari akar tradisi sejarahnya masing-masing. Konsepsi ini

menyerupai perspektif “etnosimbolis”, yang memadukan perspektif

modernis dengan perspektif primordialis.

Sila keempat, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” menurut alam

pemikiran pancasila nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta

cita-cita kebangsaan itu dalam aktualisasinya harus menjunjung tinggi

kedaulatan rakyat dalam permusyawaratan yang dimpin oleh hikmat

kebijaksanaan. Dalam visi demokrasi permusyawaratan, demokrasi

memperoleh kesejatiaannya dalam penguatan daulat rakyat. Dalam prinsip

musyawarah-mufakat, keputusan tidak didikte oleh golongan mayoritas

(mayokrasi) atau kekuatan minoritas elite politik dan pengusaha

(minorokrasi), melainkan di pimpin oleh hikmat/kebijaksanaan yang

memuliakan daya-daya rasionalitas deliberatif dan kearifan warga tanpa

pandang bulu.

Sila kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

menurut alam pemikiran pancasila, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan,

nilai dan cita kebangsaan, serta demokrasi permusyawaratan itu

memperoleh kepenuhan artinya sejauh dapat mewujudkan keadilan sosial.

Di satu sisi, perwujudan keadilan sosial harus mencerminkan imperatif

Page 87: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

77

keempat nilai pada sila lainnya. Di sisi lain, otensitas pengalaman sila-sila

pancasila bisa ditakar dari perwujudan keadilan sosial dalam

perikehidupan kebangsaan. Dalam visi keadilan sosial menurut pancasila

semua hendak di seimbangkan. Keseimbangan peran manusia sebagai

makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial, keseimbangan

pemenuhan hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya.

Dalam suasana kehidupan sosial-perekonomian yang ditandai oleh aneka

kesenjangan sosial, kompetisi ekonomi diletakkan dalam kompetisi yang

kooperatif berlandaskan asas kekeluargaan; cabang-cabang produksi yang

penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh

negara; bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Dalam mewujudakan keadilan sosial masing-masing

pelaku ekonomi diberi peran masing-masing yang secara keseluruhan

mengembangkan semangat kekeluargaan. Peran individu (pasar)

diberdayakan, dengan tetap menempatkan negara dalam posisi penting

dalam menyediakan kerangka hukum dan regulasi, fasilitas, penyediaan,

dan rekayasa sosial, serta penyediaan jaminan sosial.

Berdasarkan uraian setiap sila di atas, penulis meminjam karya

“Panitia Lima” yang telah menyelesaikan penafsiran tunggal tentang

pancasila. Panitia Lima yang terdiri dari Mohammad Hatta (Ketua),

Ahmad Subardjo Djojoadisurjo, A.A. Maramis, Sunario, dan A.G.

Pringodigdo. Menunjukan dua cara pendekatan dasar yang terkandung

dalam pancasila dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat.

Page 88: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

78

Pertama adalah cara pendekatan etis yang memberi dasar moral.

Kedua adalah cara pendekatan politis, memberi dasar politis kepada

seluruh sistem sosial, ekonomi dan politik.

Sila pertama dan kedua dari pancasila yang dalam satu rangkaian

menyatakan “Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan

Beradab”, dengan jelas menunjukan dasar pendekatan etis yang di

maksudkan itu. Moral yang disampaikan dari kedua sila yang berhubungan

erat ini menduduki tempat tertingi dalam hierarki nilai-nilai yang meliputi

seluruh kehidupan sosial serta kebenaran-kebenaran politis yang

terkandung dalam tiga sila lainnya dari pancasila, yang bila dinyatakan

dalam satu rangkaian kalimat menyatakan: “Persatuan Indonesia, dan

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia ”.

Dengan demikian, maka maksud pendekatan politis tersebut adalah

pendekatan menurut kebenaran-kebenaran politis itu, dan dengan

sendirinya sistem perekonomian dan kesejahteran sosial, juga berurusan

dengan apa yang menurut etika atau moralitas (sila pertama dan kedua)

baik atau tidak baik, seharusnya atau tidak seharusnya.

Sejalan dengan itu Yudi Latif menyampaikan dalam wawancara

pribadi dengan penulis bahwa karya studi Esping Andersen tentang

tipologi rezim Negara kesejahteraan ; 1) “Universal Welfare State”, 2)

“Sosial Insurance“, dan 3) “Residual Welfare State”, masih tetap berguna

Page 89: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

79

untuk sekedar melakukan studi komparatif bukan untuk diadopsi. Masih

menurut Latif, Indonesia punya orisinialitas sendiri dalam hal model tata

pengaturan kesejahteraannya, yaitu kristalisasi dari basis etis atas refleksi

keagamaan (Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa) dan refleksi

kehidupan masyarakat di Indonesia sejak dahulu (Sila Kedua,

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab).

Dibeberapa negara yang menerapkan sistem negara kesejahteraan

kita bisa melacak jejak akar konsep rezim kesejahteraannya dari basis etis

di masing-masing negara. Manow menyimpulkan bahwa perbedaan rezim

kesejahteraan di negara-negara Eropa juga dipengaruhi oleh “ragam” basis

religius, yang didalamnya negara-negara dengan basis Protestan reformis

lebih memilih rezim kesejahteraan liberal; negara dengan basis Protestan

Lutheran cenderung kearah rezim sosial demokrat; sedangkan negara

dengan basis Gereja Katolik Roma lebih condong ke rezim kesejahteraan

konservatif.

Rupanya Latif hendak menarik garis sejajar dengan ungkapan

Manow bahwa basis etis keagamaan akan merefleksikan suatu bentuk

tatanan kehidupan secara menyeluruh dalam segala sendi kehidupan

bernegara dan kehidupan bermasyarakat. Menurut Latif utamanya

Indonesia merefleksikan pengaruh ajaran Islam. Didalam Islam hak milik

pribadi diperbolehkan tetapi milik pribadi tersebut haruslah memiliki

fungsi sosial bagi sesamanya.

Page 90: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

80

Didalam Al-Quran Surat Al A’raf Ayat 10 dijelaskan bahwa

manusia memegang tanggung jawab sebagai Khlaifatullah Fil Al- Ardh,

dan Allah Swt. Telah menganugerahkan sumber penghidupan bagi seluruh

ummat di muka bumi, berikut bunyi firman Allah Swt:

ولقد ن ٱفيكم مك قليليش فيهامع نالكم ضوجعل ر ل ا ٠١كزونم

Yang artinya; “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu

sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber)

penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur”. (Q.S. Al A’raf; 10)

Oleh sebab itu, manusia menggemban amanat Khalifah Allah

dimukabumi, dan diberikan kebebasan untuk mencari sumber penghidupan

(nafkah) sesuai dengan hukum yang berlaku serta dengan cara yang adil.

Dengan kata lain, Islam pada dasarnya mengakui kepemilikan peribadi.

Islam tidak membatasi kepemilikan peribadi, alat-alat produksi, barang

dagangan, tetapi Islam melarang cara-cara yang ilegal dan tidak bermoral

dalam memperoleh kekayaan. Islam juga sangat menentang setiap bentuk

keuntungan yang tidak layak dari kesulitan orang lain, dan melarang

penimbunan kekayaan yang tidak sesuai dengan ketentuan ajaran Islam.

seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an:

همزة ل وي لذيجمعمالٱ٠ةلمزلكل د مالهيح ٢ۥو ٣ۥلدأخ ۥسبأن

Yang artinya; “1) kecelakaanlah bagi Setiap pengumpat lagi

pencela. 2) yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. 3) Dia

mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya”. (Q.S Al Humazah;

1-3)

Page 91: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

81

Dengan demikian, sifat menumpuk harta serta tidak menggunakan

harta yang dimiliki untuk tujuaan yang bermaanfaat bagi seluruh umat

manusia sangat dilarang oleh Allah Swt. karena sifat menumpuk harta

hanya akan menjadi seseorang kaya raya sementara kesejahteraan umat

manusia yang lain akan terabaikan dan menciptakan jurang pemisah antara

si kaya dan si miskin.

Oleh karena itu, dalam Pancasila prinsip keadilan sosial pada sila

kelima menjadi landasan adanya konsep negara kesejahteraan di

Indonesia. Mengenai model dan bentuk akan lebih jelas dituangkan dalam

pasal-pasal dalam undang-undang dasar 1945.

Dalam pembahasan berikutnya akan lebih terlihat spesifik konsep

negara kesejahteraan dalam prinsip-prinsip dan nilai pancasila yang

diabstraksikan dalam bentuk Undang-undang dasar.

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya ditemukan beberapa

kecenderungan hendak mengarah kemana model negara kesejahteraan

yang akan di pilih oleh Indonesia. Dalam Pancasila dan turunannya yaitu

Undang-Undang Dasar 1945, rupanya konsitusi kita memberikan ruang

kepada tiga model rezim kesejahteraan yang ada yaitu, 1) Rezim Universal

welfare state , terlihat pada pasal 27 ayat 2, pasal 28H, pasal 31, pasal 33

dan pasal 34 ayat 2, 3, 4. 2) Rezim Residual Welfare State, termaktub

dalam pasal 34. dan 3) Rezim Social Insurance Welfare State, tersirat

dalam pasal 28C ayat 2.

Page 92: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

82

Jika hanya melihat landasan hukum normatif, Indonesia tentu

menganut konsep negara kesejahteraan dengan ciri khas yang memberi

ruang kepada tiga model rezim kesejahteraan yang ada. Ciri tersebut di

satu sisi mempunyai kelebihan berupa kemampuan untuk mengakomodir

semua lembaga penyedia kesejahteraan (negara-pasar-keluarga). Di sisi

lain, keluwesan dan sifat supel tersebut juga mempunyai kekurangan yaitu

mudah untuk ditarik kesatu posisi saja. Seperti dalam praktiknya

pemerintah dari era pasca kemerdekaan (1945) sampai pasca reformasi

belum ada yang benar-benar berkomitmen menerapkan konsep negara

kesejahteraan.

Salah satu yang menjadi instrumen wajib bagi berdirinya negara

kesejahteraan adalah jaminan sosial. Hampir disemua penganut negara

kesejahteraan terdapat lembaga atau sistem jaminan sosial. Di Indonesia

legislasi dasar tentang jaminan sosial sebenarnya sudah ada sejak 1950-an,

namun tunjangan yang ada (sampai saat sebelum di sahkannya UU BPJS)

masih sangat kecil dan terbatas untuk kalangan tertentu saja.

Kajian yang dilakukan Lindenthal (2004) mengidentifikasikan

karakteristik umum sistem jaminan sosial yang telah berkembang di

Indonesia selama ini sebagai berikut:13

Cakupan sistem jaminan sosial yang terbatas, hanya melayani

minoritas populasi, khususnya pegawai negeri, angkatan

bersenjata dan sebagian kecil sektor swasta. Sejauh ini, sistem

13

Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:

LP3ES, 2006), h. 87-88.

Page 93: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

83

yang dikembangkan secara keseluruhan hanya mampu

mencakup kurang dari 20 persen populasi Indonesia.

Ketergantungan yang kuat terhadap keluarga (inti maupun

extended family) serta komunitas untuk memberikan

perlindungan sosial informal terhadap hilangnya pendapatan,

gangguan kesehatan, ataupun musibah lainnya.

Ketergantungan yang terbatas pada majikan/perusahaan,

melalui peraturan perburuhan yang didesakkan lewat

kesepakatan kolektif, untuk mneyediakan benefit, seperti upah

semasa sakit atau cuti melahirkan dan kompensasi saat

pemutusan hubungan kerja.

Pilihan jaminan sosial yang terbatas bagi pekerja disektor

swasta dengan tumpuan pada skema dana pensiun bagi

pemberian lump sum saat berhenti bekerja.

Paket benefit sosial yang relatif lebih komprehensif bagi

pegawai negeri dan anggota angkatan bersenjata dibandingkan

dengan yang diterima oleh kelompok masyarakat lainnya.

Tunjangan sosial berbasis subsidi yang tidak memadai, serta

memiliki tingkat kebocoran dan biaya administrasi yang tinggi.

Sistem kesehatan publik yang tidak didanai dengan memadai

serta tidak mampu memberikan pelayanan yang memadai

kepada seluruh warga.

Page 94: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

84

Kajian tersebut sekaligus membuktikan dalam prakteknya pemerintah

(sebelum UU BPJS disahkan) justru lebih dekat pada konsep rezim

kesejahteraan residual, dimana penyedia kesejahteraan dan pengelola

risiko lebih banyak dibebankan pada mekanisme pasar dan keluarga, dan

bentuk peran pemerintah yang minim dan terbatas pada golongan yang

paling tidak diuntungkan saja. Negara seolah berpangku tangan

menyerahkan semua kepada mekanisme pasar dan memberi beban kepada

keluarga untuk menanggung risiko-risiko yang menimpa. Meskipun dalam

prakteknya pemerintah banyak menggelontorkan dana sosial untuk

mengurangi kemiskinan tapi nyatanya belum bisa berbicara banyak. Hal

itu disebabkan dana-dana sosial tersebut dikeluarkan dalam bentuk

terpisah diberbagai instansi pemerintah dalam pecahan kecil-kecil,

sehingga target utama justru tak terpenuhi, sementara biaya birokrasi

justru tinggi. Lebih parah lagi, masing-msing instansi pemerintah ini

kemudian bersaing mempertahankan porsi kegiatan sosialnya itu, dan

mengklaim diri dapat mendesain program pengentasan kemiskinan yang

lebih baik daripada instansi lain.

Baru kemudian pada 2011 pemerintah mengambil momentum

pengesahan UU BPJS No 24 Tahun 2011 dimana jaminan sosial

diselenggarakan dalam satu kesatuan lembaga (tidak parsial) dan

menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Skema ini dekat dengan aliran

universal welfare state, dimana program menjangkau keseluruh warga

negara dan cakupan programnya yang komprehensif. Sementara

kecenderungan rezim social insurance welfare state juga lekat dengan

Page 95: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

85

masyarakat kita dimana peran keluarga menjadi tumpuan dari risiko-risiko

kehilangan pendapatan baik yang bersifat tiba-tiba (sakit, kecelakaan)

maupun yang alamiah (pensiun).

Page 96: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

86

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk mengetahui pembahasan

dalam skripsi ini, penulis membuat beberapa kesimpulan. Kesimpulan mengenai

bagaimana konsep negara kesejahteraan dalam Pancasila dan UUD 1945, sebagai

berikut:

1. Para pendiri bangsa dalam cita-citanya mensejatahteran rakyat memilih

bentuk negara kesejahteraan sebagai pilihan yang dianggap tepat untuk

kondisi negara Indonesia. Hal itu tertuang dalam Pancasila terutama sila

kelima “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam proses

perumusan dasar falsafah negara pada sidang BPUPKI prinsip keadilan

dan kesejahteraan sosial mewarnai diskusi. Beberapa nama

mengeluarkan pendapatnya tentang keharusan negara menjelma sebagai

lembaga yang adil dan mensejahterakan diantaranya: 1). Muhammad

Yamin, pada 29 Mei 1945, 2). Soerio, pada 29 Mei 1945, 3). A. Rachim

Pratalykrama, 30 Mei 1945, 4). Abdul Kadir, pada 31 Mei 1945, 5).

Soepomo, pada 31 Mei 1945, dan 6). Soekarno, Pada 1 Juni 1945.

2. Prinsip negara kesejahteraan itu kemudian tertuang dalam UUD 1945.

Prinsip dalam UUD 1945 mengakomodir ketiga konsep rezim negara

kesejahteraan. Konsep residual welfare state tertuang dalam pasal 34

ayat 1. Konsep universal welfare state tertuang dalam pasal 27 ayat 2,

Page 97: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

87

pasal 28H, pasal 31, pasal 33 dan pasal 34 ayat 2, 3, 4. Konsep social

insurance welfare state tercermin pada pasal 28C ayat 2.

3. Dalam praktiknya pemerintah dari awal kemerdekaan sampai dengan

periode disahkannya UU BPJS lebih banyak menjalankan mandat pasal

34 ayat 1 saja. Dimana prinsip itu dekat dengan konsep residual welfare

state.

4. Momen disahkannya UU SJSN adalah sejarah bagi kebijakan sosial di

Indonesia sekaligus merupakan langkah penting bagi tercapainya cita-

cita negara kesejahteraan di negara ini. Selain mencakup bantuan yang

lebih luas dari skema-skema yang telah ada sebelumnya, UU tersebut

juga bersifat universal. Kini tidak hanya mereka yang bekerja di sektor

tertentu saja yang dilindungi, melainkan seluruh warga tanpa

memandang profesi maupun penghasilannya.

B. SARAN

1. Momen disahkannya SJSN dan BPJS memang merupakan sebuah

langkah besar akan tetapi hal tersebut belum dirasa cukup untuk

mengukuhkan berdirinya negara kesejahteraan. Basis pendukung harus

kuat agar skema-skema bantuan yang sudah ada dalam BPJS bisa tetap

dijalankan dan diperluas cakupannya.

2. Saatnya pemerintah terutama Kemensos harus berani mengurangi

program-program yang sifatnya residual dan mengalihkan bantuan pada

penambahan anggota yang iurannya (BPJS) dibayari oleh pemerintah.

Page 98: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

88

DAFTAR PUSTAKA

Azamzami, Abdul Aziz. Negara Kesejahteraan Dalam Kepemimpinan Umar Bin

Khattab. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Barr, N. The Ecoimics Of The Welfare State. Stanford: Stanford University Press,

1998.

Dagun, Save M. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: LKPN, 2000.

George, V dan Wilding, P. Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Pustaka

Utama Garfiti, 1992.

Giddens, Anthony. Jalan Ketiga : Pembaruan Demokrasi Sosial. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Hatta, Mohammad. Indonesia Merdeka. Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

Hatta, Mohammad. Memoir Mohammad Hatta. Jakarta: Tintamas, 1982.

Herzt, Noreena. Perampok Negara: Kuasa Kapitalisme Global dan Matinya

Demokrasi. Yogyakarta: Alinea, 2005.

Komara, Eko Kurniawan. Kemerdekaan, Demokrasi, dan Keadilan Sosial:

Penggalan Riwayat dan Pemikiran Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Tan

Malaka. Jakarta: Tempo Institute, 2009.

Latif, Yudi. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas

Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1997.

Nazir, M. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2008.

Petras, James dan Veltmeyer, Henry. Imperialisme Abad 21. Yogyakarta: Kreasi

Wacana, 2002.

Prasetyo, Antonius G. Ekonomi Pancasila Sebagai Negara Kesejahteraan:

Pencarian Model Bagi Indonesia. Yogyakarta, 2013.

Rahardjo, M Dawam. Diskursus Kesejahteraan Sosial.

Rahardjo, M Dawam. Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Di Era Globalisasi.

Sjahrir, Sutan. Pikiran dan Perjuangan. Yogyakarta: Jendela, 2000.

Page 99: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

89

Soekarno. Dibawah Bendera Revolusi. Jakarta: Panitia Dibawah Bendera

Revolusi, 1964.

Soekarno. 19 Tahun Lahirya Pantja Sila. Jakarta: Departemen Penerangan RI,

1965.

Soekarno. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: Panitia Nasional Peringatan

Lahirnya Pancasila, 2001.

Suharto, Edi. Kebijakan Sosial: Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabet,

2007.

Sulaiman, Holil. Perencanaan Kebijakan Sosial dan Program Sosial.

Triwibowo, Darmawan dan Bahagijo, Sugeng. Mimpi Negara Kesejahteraan.

Jakarta: LP3ES, 2006.

Page 100: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

90

SUMBER INTERNET

D Kelley, Altruism anda Capitalism 1994. Artikel diakses pada 29 Mei 2015 dari

www.objectivist-center.org/text/dkelley-altruism-captalism.asp.

Negara dan Kesejahteraan. Artikel diakses pada 06 Sepetember 2015 dari

http:www.inilah.com/berita/2008/07/24/40004/negara-dan-kesejahteraan/.

Edi Suharto, Peta dan Dinamika Welfare State di Beberapa Negara. Artikel

diakses pada 12 Oktober 2016 dari http

Page 101: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …
Page 102: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …
Page 103: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Transkrip Wawancara Pribadi

Yudi Latif (penulis buku Negara Paripurna)

Selasa, 28 juni 2016, 09.30 s/d 10.30

Wawancara bertempat di kediaman Yudi Latif

Pertanyaan; Apa itu Negara Kesejahteraan?

Jawaban; Negara kesejahteraan itu sebenernya merefleksikan teologi keagamaan

masyarakatnya. Jadi kalau di Skandinavia umumnya itu gereja lutheran. Dalam keyakinan

lutheran itu manusia itu terlahir setara hanya karena ada distorsi pasar, maka muncul

ketidakadilan, dan negara lebih melayani segelintir orang lain, akhirnya kesetaraan itu berubah

menjadi ketidaksetaraan. Ada yang beruntung, ada yang buntung.

Pertanyaan; Seberapa dominan peran agama dalam menciptakan negara kesejahteraan?

Jawaban; Ada beberapa negara dengan basis katolik yang kuat. Nah mereka itu terinspirasi

oleh pelayanan gereja. Gereja itu hadir untuk melayani . Maka lahirnya kesejahteraan itu

tunjangan dari Kekawanan komunitas Gereja.

Pertanyaan; Bagaimana dengan di Indonesia?

Jawaban; Agama mayoritas di Indonesia adalah Islam. Di dalam Islam, hak milik pribadi itu

boleh. Hak milik pribadi itu mempunyai efek sosial. Nah, dalam Islam kan ada juga pajak, ada

juga shadaqah. Jadi, zakat itu sama dengan pajak . ada juga itu kan sifatnya shadaqoh. Tapi, kalo

pajak itu kan dimensinya universal memang untuk pembangunan. Seumpama kita lihat 8 asnaf

itu ya sifatnya universal. Kena semua. Tapi, ada yang sifatnya pemberian khusus. Bukhori,

Masakin, zakat fitrah. Dan residual itu ada juga. Jadi yang sebagian universal itu dikenal dalam

Islam . Makanya kenapa dulu orang Islam bayar djizzah. Tapi itu intinya sama dengan bayar

Page 104: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

pajak. Semua penduduk yang hidup harus bayar untuk 8 asnaf itu. Karena 8 asnaf itu sebenernya

universal. Ada zakat fitrah, shadaqoh, padahal itu residu. Artinya, peran agama begitu dominan

dalam menciptakan sistem Negara kesejahteraan. dalam prakteknya, di Indonesia sendiri kan

masyarakat Islam Indonesia ini kan kebetulan juga karena dibawah penjajahan lama. Penjajahan

ini kan lama, makanya sudah sejak lama dalam perjalanan kita, ormas ormas keagamaan itu

mengembangkan rezim kesejahteraannya sendiri. Muhammadiyah punya panti panti,klinik, dll.

Pelayanan pelayanan komunitas komunitas keagamaan itu mempunyai basis tersendiri yang

sangat kuat . Bahkan dalam banyak waktu kita lihat kita jadi pembelahan juga dalam hal pajak

dan zakat juga. Pajak untuk sekuler gitu, dan zakat untuk sifatnya keagamaan gitu. Ada

pembedaan kaya gitu. Jadi kalo zakat diurus oleh masyarakat, kalo pajak oleh negara. Kita

mengalami split seperti itu. Jadi akibatnya nanti baru belakangan UU zakat itu di ambil oleh

negara. Tapi saya kira kalau kita lihat para pendiri bangsa juga melihat konteks agama dan sisi

historis itu.

Pertanyaan; Apa tugas negara dalam menciptakan negara kesejahteraan?

Jawaban; Tugas dari Negara kesejahteraan pokoknya mengembalikan kondisi-kondisi

kesetaraan itu dengan mengembangkan satu konsep namanya yaitu universal welfare state. gak

pandang bulu, pokoknya semua diberikan pelayanan-pelayanan keseharian. Kebutuhan Dasar

lah. Kesehatan, pendidikan, kerja, jaminan mengaggur juga. Tapi, ada juga semisal Amerika, di

Amerika itu ada yang namanya reform church. Reform church ini mempunyai keyakinan bahwa

manusia itu pada dasarnya lahirnya sudah tidak setara . jadi jangan ada upaya-upaya untuk

menyamaratakan manusia. Karena memang dari sononya itu memang sudah tidak setara. Nah,

tugas dari negara itu hanya memastikan supaya ketidaksetaraan ini jangan sampai melahirkan

unsur-unsur destruktif yang bisa mengacaukan tatanan masyarakat.

Pertanyaan; Bagaimana dengan di Indonesia?

Jawaban; Dalam UUD 45 itu memberi ruang pada 3 rezim negara kesejahteraan. Pertama

Negara Kesejahteraan yang sifatnya universal . Pasal 23 tentang pajak, pasal 27 setiap warga

berhak untuk pekerjaan dan wilayah oleh kemanusiaan. Pasal 31 tentang pendidikan. Pasal 32

tentang kebudayaan. Pasal 33 tentang cabang produksi. Kalau negara kesejahteraan di Eropa itu

karena mereka tidak punya sumber daya alam hanya mengandalkan pada pajak. Nah sedangkan

Page 105: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

kita, selain dari pajak kita juga ngambil dari sumber daya alam itu. Makanya kalau di Eropa itu

klabakan untuk membuat sistem negara kesejahteraan. Karena orangnya banyak sedangkan

penduduk muda lebih kecil dibandingkan dengan yang tua . Yang muda makin nyusut, yang tua

makin besar. Nah kita pajak punya. Pasal 123. Itu semua sifatnya universal. Pasal 26 tentang

basicly. Kehidupan yang layak bagi manusia itu seharusnya basicly. Tidak ada yang kelaparan,

mendapatkan pekerjaan, dan segala hal yang mencakup semua kehidupan. Pun halnya dengan

pasal 31, setiap warga negara berhak atas pengajaran.

Kedua, negara kesejahteraan yang sifatnya residual, dengan sistem negara kesejahteraan yang

sifatnya universal tadi, masih ada orang-orang yang terlantar, fakir, dan miskin. Nah itulah

residual, yang dipelihara oleh negara. Jadi pasal 34 UUD 1945 itu sifatnya residu. Problem kita

hari ini kan karena yang universal welfare state nya gak di jalankan, pasal 23, pasal 26 , 31, 32

tidak dijalankan maka kemiskinan kan tinggi. Sehingga itu bukan residu lagi. Tapi sudah urat

nadi dan menjadi tulang punggug negara. Kalo kemiskinan sudah melebihi 40 juta itu, beban.

Tapi kemudian setelah amandemen, pasal 34 itukan juga diperluas misalnya jaminan jaminan

sosial. Sebenernya menurut saya jaminan-jaminan itu si sifatnya universal. Adanya di pasal 26

itu pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi perikemanusiaan . hidup layak itu kan harus sehat.

jadi kalo jaminan jaminan sosial itu ada di pasal 26, 31 dan isinya kesehatan, pendidikan,

pekerjaan, itu semua sudah ada disitu masalah sosial itu . pasal 34 itu kan memang tentang

residual. Korban-korban pembangunan lah. Makanya sekarang ada raskin. Nah, karena

kebanyakan, maka bukan residu residu lagi itu. Akibat tidak dijalankanya program universal

welfare state.memberi beban pada residu, dan residu itu kemudian jadinya universal . program

raskin, bantuan langsung tunai lah, apalah. Ketiga, Swasta itu juga memiliki fungsi pen-

deliver kesejahteraan juga. Artinya hak milik pribadi itu harus juga digunakan untuk hak milik

social juga. Jadi, ia juga memiliki fungsi sosial. Makanya tanah-tanah yang mangkrak itu kan

tidak produktif, mestinya itu harus di pajak tinggi. Bukan sebaliknya,kita ini tanah mangkrak

malah gak di pajak. Justru tanah mangkarak itu di pajak tinggi kalau diusahakan, paling tidak

men generalisasikan untuk lapangan kerja. Itu juga untuk mendeliver kesejahteraanya sendiri,

baik selain lewat pajak, lewat tenaga kerja. Jadi kalo residual itu kan utamanya pendeliver

kesjahteraan itu di berikan kepada market. Kecuali sisanya baru ditangani oleh Negara. Jadi kita

juga memberi peran pada swasta itu untuk mengembangkan kesejahteraan. tapi yg sering kali

terjadi itu kepemilikan pribadi itu tidak memiliki fungsi sosial. Padahal tanah apapun itu harus

Page 106: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

menjadi kepemilikan sosial. Dan industri juga menjadi kepemilikan sosial yang sifatnya

koperarif. Koperasi yang mendatangkan kesejahteraan bukan hanya segelintir orang, tapi untuk

banyak orang. Jadi koperasi itu sebenernya dalam penghayatan para pendiri bangsa kita kan

bukan hanya badan pusat koperasi, tapi semangatnya itu harus koperatif. Gotong royong juga,

koperatif juga, semangatnya, kekayaanya diambil sebagian orang. Tapi buruhnya semuanya di

miskinkan. Eksploitatif. Hal yang sama kita tahu kemudian adalah karena hak.milik pribadi itu

boleh dan memiliki fungsi sebagai hak sosial. Artinya, negara memberi peran kepada asosiasi

asosiasi dibiarkan untuk mengelola kesejahteraannya juga. Apalagi kita mempunyai pengalaman

historis tadi. Bagian2 keagamaan sudah lama ngurus panti2, zakat, dll . Itu seperti sosial

insurance. Ia juga dibiarkan untuk mengembangkan kesejahteraan juga. Jadi tidak semua

kesejahteraan ini di tangani oleh negara. Bisa pasar, bisa juga masyarakat sipil. Jadi kita

memadukan antara universal welfare state, residual, dan juga sosial insurent. Jadi, secara

universal, sektor swasta juga diharapkan mengembangkan kesejahteraan. Karena milik pribadi

juga memiliki fungsi sosial, dan juga usaha2 masyarakat sipil oleh sosial insurent. Panti2, dll itu.

Makanya sebenarnya zakat dengan pajak kan gede zakat. Seperti dompet dhuafa dll ini bisa kita

berdayakan dan negara itu hanya mengandalkan audit aja. dan untuk memastikan aja bahwa

dana2 masyarakat itu tidak di korupsi. Jadi yang penting adalah bagaimana semua itu ujungnya

membawa ke muara kesejahteraan masyarakat. Kan gitu. Itulah negara gotong royong. Jadi kita

lebih fleksibel, lebih luas cakupannya. Kita tidak meniru, kita ada kesamaan lah untuk melihat.

hanya untuk komparatif . Tapi kita punya orisinalitasnya tersendiri yang merefleksi sendiri

keagamaan kita dan merefleksi dari sisi historis masyarakat kita. Dan perbandingan itu hanya

untuk sekedar melihat. Dibandingkan negara lain, dilihat bagaimana program negara

kesejahteraannya.mungkin lebih pasnya menjadi rezim kesejahteraan. Itulah tugas negara.

Karena itu tadi memberi ruang privat juga bagi rakyat sipil .

Pertanyaan; Apakah sistem Negara Kesejahteraan sudah tercantum semua dalam UUD 1945?

Jawaban; dalam bentuk uud tidak mendalami hakikat itu seperti itu. Kalau menurut saya,

kecuali kalau zakat itu disamakan dengan pajak itu harus diserahkan. Kalau pajak diurus sama

negara, yaudah zakat diurus sama masyarakat. Tapi harus disampaikan sudah sampai ke

mustahiqnya. Karena kita kan memang pengertian Zakat ini kan juga residu. Perbaiki rumah

Page 107: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

ibadah, bukan pengertian Zakat yang 8 asnaf itu yang mencakup ilmu pengetahuan. Kan beda

juga.

Pertanyaan; Kenapa Indonesia tidak mengarah ke satu sistem Negara Kesejahteraan?

Ya karena tadi, ada berbagai macam ideologi, agama, budaya, dll. Kalau dalam komunisme tidak

ada namanya milik pribadi. Semua kolektif. Kalau liberalisme sebaliknya. Yang penting adalah

hak individu. Nah kita ini di jalan ketiga, milik pribadi boleh, karena milik pribadi itu

mempunyai fungsi sosial. Yang tidak boleh digunakan sembarangan . Harus Digunakan sesuai

dengan sifat2 sosial dan hak milik itu. Misalnya tanahnya tanah apa nih...tanah perkebunan,

tanah pertanian atau tanah apa? Kalau tanah pertanian gunakan hak milik itu sesuai dengan sifat

sosial dari tanah pertanian itu. Gitu loh. Tapi harus ada pembatasan hak milik atas tanah. Kita itu

yang tidak ada sama sekali . Makanya kesenjangan kepemilikan tanah .

Pertanyaan; Apakah di UUD 1945 mengatur pembatasan itu?

saya belum cek di UU agraria, tapi kalau dalam konstitusi semangatnya lebih dari itu. Ini

dikuasai oleh negara. Makna dikuasai itu juga memiliki batasan atas kepemilikan itu .dan

sebenernya yang kalau punya pribadi mau di akomodir sama negara juga bisa. Kalau diluar,

misal di Singapura, di Australia itu kan sebenernya hak guna. Hak guna tanah. Atau hak milik.

Tapi di kita karena dulu dibawah pengaruh kapitalisme juga. Dibawah pengaruh penjajah. Tapi

kalau diluar kan masih ada hak wilayah atas tanah.

Pertanyaan; berarti kalau kita menekankan titik universal nya harus jalan gitu? Itu berarti

tidak menghilangkan yang residunya gitu di panti panti misalnya?

Jawaban; ya karena tetep aja masih ada residu karena kan selalu ada orang yang terlempar

dari dunia kerja makanya kenapa harus ada jaminan atas itu. Kalau di negara Skandinavia kan

orang hilang pekerjaan itu kan dapet santunan. Santunan bulanan. Karena selalu ada residu.

Karena gak ada sistem yang sempurna. Pasti ada seorang yang residu. Selama dunia ada, orang

miskin akan tetap ada. Seberapa canggihnya pun kan cuma derajatnya aja. Barusan saya

dikirimin gambar tadi. Di Amerika sekarang udah banyak orang yang mencari makanan untuk

makanan anjing yang ditaruh di jalanan terus di ambil. Terus mereka di interview kenapa kamu

Page 108: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

sering mencuri makanan anjing dia jawab i have no access for decent meal. Jadi hal kaya gitu

ada. Apalagi di Indonesia.

Pertanyaan; Apakah kalau negara melakukan program universal, yang residu itu akan

berkurang?

Jawaban; Ya akan berkurang. Jadi gak akan sebanyak dengan jumlah yang sekarang,

sekarang banyak yang residu karena univeresal state nya gak di jalanin.

Pertanyaan; Jadi fungsi Kemensos sekarang itu residu?

Jawaban; Ya sebenernya Kemensos itu fungsinya residual. Yang diurusin ya orang2

pelacur, orang-orang korban bencana. Orang-orang yang dapet jaminan ya gitulah. Jadi

fungsinya yang residual. Mereka itu sebenernya ga ngerti apa fungsinya Kemensos. Saya

merumuskan kemarin. Pertama, proteksi sosial, kedua kesetiakawanan sosial, ketiga

kepahlawanan sosial. Proteksi sosial ini termasuk jaminan sosial. Sehingga saya bingung kenapa

Kemensos setiap tahun cuma kasih reward kepahlawanan pada orang-orang yang sudah mati.

Padahal disana ada bagiannya loh. Direkrorat dan dibagian kepahlawanan apa gitu. Saya bilang

bukan begitu caranya mendefinisikanya. Ini adalah pahlawan pahlawan yang memberi dan

membangkitkan kembali orang-orang yang memberi residu itu. Jadi kaya pemberian award desa-

desa yang sudah ditinggalkan orang terus kemudian ada orang dari kota besar terus kembali dan

membangun desa tersebut dan memberi kemajuan kepada masyarakat. Itu yang disebut dengan

pahlawan. Orang-orang yang tadinya dari rumah bordir tiba-tiba bisa mempelopori berhentilah

sebagai pelacur, gimana caranya yang residu ini kembali ke cara yang restoratif memulihkan

kembali yang tadinya pelacur gimana caranya biar dia tidak lagi melacur gimana caranya yang

tadinya membuat komunitas yang eksklusif kaya Ahmadiyah Syiah korban-korban pemerkosaan

disitu banyak sekali residu itu, orang-orang menjadikan residu menjadi normal, jadi residual itu

juga fakir miskin yang dilindungi negara itu dipelihara bukan dalam artian disantuni tapi

disantuni dlm artian restoratif itu di pulihkan di sehatkan diberdayakan, sosial segtimate

beasiswa untuk orang-orang yang tidak mampu artinya itukan memberi bantuan khusus terhadap

orang-orang yaitu prinsipnya positive discrimination memenuhi kapasitas ulang untuk bangkit

seperti halnya manusia lain.

Page 109: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

Pertanyaan; Kalo misalkan negara udah menangani yang residu itu pak kaya misalkan adanya

panti anak atau panti untuk orang tua terus panti untuk PSK dll itu udh banyak, cuma ketika

mereka memberikan pelayanan karena yang melayani itu kapabilitasnya seadanya akhirnya

mereka itu ngerasa kaya cuman di pelihara bukan diberdayakan. Nah kira-kira menurut bapak

seharusnya panti itu tetap ada atau dihapuskan saja cuma negara punya cara lain untuk

menangani masalah ini?

Jawaban; negara mempunyai hak untuk melindungi dan memproteksi dalam

menjalankannya tidak harus pemerintah yang ngejalanin. Kita juga memiliki ruang bagi peran

serta masyarakat dan lembaga-lembaga pelayanan sosial nya mungkin mereka jauh lebih

profesional jadi yg dilakukan negara sebenarnya menantang masyarakat sipil yg memiliki

kompetensi menangani hal-hal seperti itu, lalu pencapaian nya itu negara memberikan reward.

Tidak semua bisa dipahami negara . Jadi di Amerika dulu itu ada daerah hardine brbrong. Itu

selalu standar pendidikan ya paling buruk. Rata-rata nasional selalu paling buruk. Negara gak

bisa menjegal itu. Karena emang diperlukan lembaga-lembaga masyarakat sipil yang memiliki

kompetensi khusus bagaimana berhadapan dengan kelompok-kelompok seperti itu. Akhirnya

negara bikin yang namanya Charter school. Jadi mereka ini menjadi Charter organisasi

masyarakat semacam di undang siapa diantara kalian yang memiliki gagasan untuk membangun

satu institusi pembelajaran di daerah itu. Nah semakin banyak peserta Didik dan semakin sukses

hasil. Orang-orang yang berhasil disitu mereka diberikan ganjaran besar nah ternyata Charter

sxhool ini yang bisa mengangkat tarag pendidikan orang orang di daerah tersebut. Misalnya kita

juga punya sekolah rimba itu. Negara gak bisa bikin sekolah rimba. Karena itu memerlukan

passion khusus. Bagaimana kerjasama dengan masyarakat yang suka berpindah-pindah gitu. Nah

itu kan cuma swasta yang ppunya . Nah sebenernya panti2 inigak perlu dikelola oleh negara.

Negara cuma menfasilitasi aja. Kalau ada organisasi masyarakat yang memengaruhi butuh dan

mempunyai kompetensi ya negara cuma kasih subsidi aja. Makanya kekuasaan itu tidak harus

dijalankan langsung bisa memfasilitasi atau memprotekting tidak harus memprofit. Penguasa tuh

banyak fungsinya. Tapi ga harus memprofit langsung . Nisa aja cuma memfasilitasi dengan

membuat sarana atau memberikan uang atau memprotekting. Jadi negara juga ada batas

kemampuan. Makanya kita itu jauh lebih fleksibel dalam konteks itu. Kita juga membuka

peluang untuk sosial insurance dimana masyarakat juga bisa berkontribusi. Nah menurut saya

dompet dhuafa itu bisa di pelajari. Cara dia menghabiskan handle program-program. Pelayan

Page 110: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

sosial kan jauh lebih bagus. Dan mulai bberkembang bikin rumah sakit, sekolah, menciptakan

interpeuner baru. Artinya kan uang ini bisa memberdayakan ketimbang hal ini ditangani

langsung oleh negara. Nah dalam kasus ini sebenernya negara tinggal memprotekting aja.

Memprotekting memfasilitasi lembaga lembaga seperti ini. Memprotekting dua hal. Pertama

eksistensi itu sendiri, kedua memprotekting Masyarakat yang menjadi mustahiq dengan cara

mengaudit auang itu untuk memastikan uangnya sampai ke mustahiqnya. Jangan ambil zakatnya

aja. Nah itu fasilitating. Dan memprotekting juga. Restorasi itu kan bukan hanya fungsi uang

zakat itu . Kalau uang di taburin itu sama aja kaya naburin garam di laut. Paradigma kita kan

kadang gitu. Yang penting justru memberdayakan ulang. Terus memberdayakan ulang tuh lebih

dari sekedar uang. Memanajemen faktor pembelajaran. Jadi si uang miskin ini kan perlu di ajarin

bagaimana cara mengembangbiakan lele yang baik, bagaimana cara nanenm sayuran, itu kan

lebih dari sekedar ngasih uang. Nah ini bisa terjadi jika badan Amil zakatnya ini bukan cuma

ngasih umpan, tapi juga ngasih pancing dan kail. Nah terkadang negara gak sanggup sampai

kesitu. jadi perlu ada kelompok-kelompok yang lebih spesifik.

Pertanyaan; Perlukah Negara ini membentuk lembaga khusus untuk menjalankan universal

state?

Jawaban; Ya, udah ada lembaganya. Pendidikan udah ada, pajak udah ada di direktorat

pajaknya. Pasal 33 udah ada menteri BUMN. Sudah ada SDM nya. Masalahnya kan tidak sesuai

dengan mandat konstitusi. Lembaganya sih udah ada. Tapi mereka tidak menjalankannya

konstitusi. Kesalahan nya kan di mis manajemen. Jadi misalnya bumi, air, tanah. dan segala

macem sumber daya alam di kuasai oleh negara. Mana sih operasisasi dari pasal ini? Nah itu

banyak orang yang gak paham. Bumi air dan alam dikuasai oleh negara, itu artinya sampai

kapanpun mereka tidak boleh diperjualbelikan. Akan tetapi dikuasai oleh negara. Tapi dalam

pemanfaatannya di serahkanlah ke BUMN atau BUMD. Bukan di serahkan ke freeport atau ke

new mon. Nah tapi kan BUMN dan BUMD untuk menambang kan perlu duit, perlu teknologi,

dan tidak selalu tersedia duit dan teknologi itu. Nah dalam kasus itu bolehlah kita mengundang

modal asing tapi dia hanya mendapatkan keuntungan dari usaha itu aja. Bukan menguasai

sumurnya langsung. Nah kalau kita kan orang Indonesia bisa. Menguasai sumurnya langsung.

Jadi cara kita mengoperasionalisasikan mandat kesejahteraan di pasal 33 ini tidak berjalan

semestinya. Sekarang Pertamina itu punya apa sih? Sumur aja hampir udah gak punya. Emang

Page 111: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

alasannya selalu faktor modal, ngebor, padat modal, tapi sebenernya permasalahanya itu cuma di

pembagian hasil saja. Tapi penguasaannya ttep dikuasai oleh nenega. Sumur2 itu tidak boleh

jatuh ke tangan asing. Swasta lokal aja belum tentu boleh, apalagi asing. Sebenernya kan bisa

diatur skala2 tambang itu. Tapi yang mempunyai atauu yang menguasai hajat hidup orang

banyak itu dikuasai oleh negara. Jadi sebenarnya lembaganya udah ada. Tali mereka semua

menyalahkan mandat konstitusinya. Misalnya pasal 31 ttg pendidikan setiap warga negara

berhak atas pengajaran. Kalau begitu kan pada dasarnya pendidikan ini merupakan kewajiban

negara dong? Apalagi kemudian atas dasar itu menjalankannya program wajib belajar ini

mestinya kan setiap anak yang berada di wajib belajar, harus belajar kan? Karena wajib belajar,

negara berarti juga wajib membiayainya. Nah tapi kan tadi di dalam pelaksanaannya negara juga

mempunyai keterbatasan dan lagi pula sejarah kita juga tadi. Swasta juga ingin mengadakan

pemberdayaan pendidikan, maka daya tampung sekolah2 negeri tidak mampu menampung

seluruh minat orang untuk belajar. Nah kemudian di tampung oleh swasta. Nah tetapi karena itu

wajib belajar mestinya swasta juga dapet subsidi dari pemerintah. Negara wajib mengikuti

subsidi sekolah swasta sampai titik tertinggi wajib belajar itu dimana. Terutama swasta2 yang

garis besar ekonominya itu rendah. Kalau swasta yang emang buat masyarakat kelas. Ekonomi

tinggi sih gapapa. Cumaa itu bagi yang gak.mamoaja. Tapi kusus sekolah yang menampung

rakyat kekecil. Di tampung negara juga gak bisa karena kapasitasnya terbatas terus masuk

sekolah mahal dia gak bisa. Nah dia masuk sekolah swasta biasa. Nah sekolah swasta ini yang

diberikan subsidi oleh pemerintah. Kalau di subsidi oleh negara dia juga bisa meningkatkan

kualitas. maslah kaya gini aja kok gak bisa dipikirkan. Jadi ujungnya nih kita ada sekolah

kambing, padahal itu negara wajib kan? Kewajiban negara itu banyak. Kalau negara ga bisa

menampung semua? Oke, swasta yang akan menampung. Swasta yang akan kita kategorisasi

lagi. Ada sekolah sekolah Jersy ya okelah. Negara gausah men subsidi. Nah sekolah2 yang untuk

masyarakat biasa itu yang biarpun swasta harus di subsidi oleh negara. Karena dia malah

menolong negara itu. Dia harus di subsidi. Dana pendidikajadn itu kan paling besar. Tapi negara

malah bingung mau mengalokasalokasikanemanmalah dibikinin bos semuanya. Biaya

operasional sekolah. Jadi biarkan orang itu miskin tapi mendapatkan pelayanan pendidikan yang

bermutu. Nanti orang-orang kreativ bisa buat sekolah yang memiliki sasaran orang-orang yang

spesifik atau yang memiliki kebutuhan khusus. Sekarang saya teeus terang kelompok2 daun

sindrom orang autis atau orang apa yang negara tidak membangun sekolah-sekolah nya. Nah ini

Page 112: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

kelompok-kelompok residu juga. Yang membutuhkan pelayanan da dari negara. Ini sekarang

saya baru ketemu sama istrinya Umar Wahab . Umar Wahabi kususma dia baru sekolah untuk

anak yang diseleksi itu susah banget. Karena dia gak dapet subsidi apa apa dari negara. Bahkan

sampai sekarang tanah itu susah banget. Padahal peminatnya banyak hampir seluruh Indonesia.

Itu harusnya dapet subsidi dari negara. Karena setiap warga negara berhak atas. Pengajaran

karena orang orang seperti ini tidak di perhatikan . Ini adalah bersifat universal. Semua harus

terima. Ya jadi itu institusi ada tapi pemahaman dasar terhadap itu tidak ada. Padahal kata setiap

itu maknanya universa. Kalau dijalanin semua sebenernya Indonesia bisa maju lah semua.

Mungkin pemahaman dasar tentang kesejahteraan sosial aja menteri banyak yang tidak faham.

Pertanyaan; Bagaimana Konsep menciptakan kesejahteraan sosial dalam negara

kesejahteraan?

Jawaban; Kesejahteraan sosial itu harus kembali ke empat fungsi negara. 1. Protekting,

fasilitating, providing, serving. Jadi negara misalnya ada dana untuk desa. Itu juga gak clear

pikirannya. Desa juga harus di kategorisasi. Ada desa yang tertinggal. Desa yang ora sejahtera,

desa yang sejahtera. Ini dana desa jangan seragam semua begitu. Sama 1 milyar. Itu kan

menggarami air laut itu. Di kategorisasi desanya. Di Indonesia itu ada 74 ribu desa. Sekitar 39rb

desanya termasuk tertinggal. Dan sebagian banyak desa tertinggal itu ada di bagian timur

Indonesia. Jadi kalau desa2 sudah mandiri, mestinya gak harus dapet dana desa. Desa2 itu kan

juga harus membentuk kemandirian. Sebenernya kalo seluruh kepala desa itu harus di gaji negara

ya berapa banyak negara ini harus menggaji orang. Menggaji pensiun. Katakanlah 74 rb desa.

Banyak banget. Mestinya yang di subsidi itu bukan gaji kepala desa. Tapi setiap desa itu

mendapatkan subsidi dana desa. Itua anggaranya akan diterima oleh desa2 yang tadi itu. Nah

dana desa itu bisa di alokasikan untuk kepala desa. Tapi sifatnya ethok aja. Tidak dapat pensiun

apa2. Jadi itu dana desa, bukan gaji kepala desa. Sifatnya itu ethok tidak permanen. Kalau dia

udah selesai menjabat kepala desa, tidak ada jaminan pensiun. Karena mereka kan sebenernya

mau membangun kemandirian desa. jadi memang ada desa2 yang harus di providing secara

keseluruhan oleh nsebenerny a juga desa yang bersifat desa adat, nah itu difungsikan tanahnya

dan adatnya karena mereka punya adat dan wilayah. kan sekarang desa adat juga diakui.

sebenernya kan juga hanya perlu difungsikan adat dan pengelolaan tanahnya. dll. kepala desa itu

bukan pegawai negara. Kepala desa itu kan sebenakaki dari permuswaratan desa. Mandiri dia.

Page 113: KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM PANCASILA DAN …

Tidak bisa di intervensi dari politik manapun. Kalau misalnya kepala desa itu Pegawai negara,

dia bisa di atur oleh politik. Tapi kalau dia mandiri, dia tidak bisa diatur oleh partai politik.

Itulah negara kesejahteraan bagian dari welfare state. Padahal kan sekarang negara lagi

mengurangi pegawai sampai 1 jt. Tapi kalau kepala desa dijadikan kepala negeri. Gimana coba

logikanya. Gak logis. Karena di kepalanya gak clear.