Upload
zaharul-luthfi-zakiyah
View
16
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jurnal mengenai konsistensi tanah ultisol untuk membandingkan dengan hasil konsistensi tanah ultisol berdasarkan penelitian yang dilakukan
Citation preview
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036
49
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN MENDUKUNG PENGEMBANGAN
VANILI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR SULAWESI BARAT
Land suitability analysis support vanilla development in Polewali Mandar regency,
West Sulawesi
M. Ramli11, Sunanto1
1 dan Syaifuddin2
2
1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan
22 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Gowa
ABSTRAK
Tanaman Vanili (Vanilla planipolia Andrews) merupakan salah satu jenis komoditas
perkebunan/industri. Sekarang komoditas ini sangat potensial untuk dikembangkan di
Indonesia, karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi disamping lahan cukup
tersedia untuk pengembangannya. Oleh karena itu, penelitian telah dilakukan untuk
mengetahui kesesuaian lahan komoditas vanili di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi
Barat. Tujuan penelitian adalah menyediakan informasi tentang kesesuaian lahan secara
fisik dan ekonomi. Evaluasi lahan menggunakan program ALES Versi 4,65d. Hasil
penelitian menunjukan bahwa untuk pengembangan Vanili di daerah ini memiliki potensi
yang cukup baik. Lahan yang sesuai untuk pengembangan Vanili luasnya kurang lebih
5.217 ha (8,46%) dan lahan yang memiliki potensi cukup sesuai luasnya adalah 12.657 ha
(20,53%). Jadi, total luas lahan yang dianggap memiliki potensi dengan kondisi cukup baik
adalah seluas 27.874 ha atau sekitar 30 %. Sementara sisanya seluas 43.766 ha (70%)
potensinya adalah rendah. Nilai GM yang layak pada komoditas vanili berkisar antara Rp.
1.751.975 Rp. 4.275.975. NPV dengan tingkat bunga 15 %/tahun dan umur ekonomis tanaman vanili 20 tahun, maka diperoleh nilai berkisar antara Rp. 389.792 Rp. 11.473.519. Tingkat B/C 1,71 dikelompokan sebagai S1. Sedangkan tingkat B/C 1,37
dikelompokan sebagai
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036
50
having a suitable land for developing of Vanilla, 12,657 ha (20.53%) of the land has a
slightly land suitability. The total land considered having a good potential of land
suitability is about 27,874 ha (30%). The rest of the land of 43,766 ha (70%) is a marginal
land. GM value feasible to develop for Vanilla is Rp. 1,751,975 to Rp. 4,275,975. NPV is
Rp. 389,792 to Rp. 11,473,519 with rate of interest of 15% per year and the economic age
of vanilla is 20 years. BC ratio of 1.71; 1.37; 1.02 is classified as a suitable, a slightly
suitable, a marginally suitable land respectively. IRR at the suitable and slightly suitable
land suitability ranges from 26.06 % to 36.28 %. From the economical analyses, Vanilla
development could be based on the land suitability. Investor that will develop vanilla at the
suitable and slightly suitable land suitability classes must have rate of interest less than
26.06%.
Keywords: Vanilla, land suitability, feasibility analysis
PENDAHULUAN
Tanaman Vanili (Vanilla planipolia
Andrews) merupakan salah satu komo-
ditas perkebunan/industri, tanaman lunak
asli Mexico (Anonim, 2005). Sekarang
komoditas ini sangat potensial untuk
dikembangkan di Indonesia, karena mem-
punyai kesesuaian lahan dan memiliki
nilai ekonomi tinggi, sehingga menjadi
penyumbang devisa negara yang cukup
besar. Polong tanaman vanili digunakan
sebagai bahan penyegar, penyedap dan
pengharum makanan, gula-gula, ice cream
dan minuman. Bentuk produk yang dijual
petani umumnya dalam bentuk polong
basah, sedangkan yang diperdagangkan
oleh eksportir ke pasaran Internasional
adalah polong kering. Di pasaran inter-
nasional, vanili Indonesia dikenal dengan
sebutan Java Vanilla Beans (Trubus,
2004).
Permintaan komoditas ini terus meningkat
dari tahun ke tahun seiring peningkatan
jumlah penduduk, taraf pendidikan, kesa-
daran akan gizi, dan peranan pariwisata.
Kebutuhan vanili setiap tahun diperkira-
kan mencapai 10.000 ton tahun-1
. Oleh se-
bab itu peningkatan kebutuhan pelu diim-
bangi oleh kualitas dan kuantitas vanili.
Pemenuhan kebutuhan ini hanya akan
terwujud apabila didukung oleh kondisi
lahan yang optimal baik dari luasan
maupun kesesuaiannya.
Tanaman vanili dapat tumbuh dan ber-
kembang dengan baik pada kondisi lahan
dengan tekstur tanah halus sampai agak
kasar, kedalaman tanah minimal 0,5 m,
vanili akan tumbuh semakin baik jika
kedalaman tanah makin dalam. Tanaman
vanili masih dapat tumbuh dengan baik
pada kondisi drainase agak terhambat,
namun yang paling baik adalah berada
keadaan drainase yang baik. Untuk sifat
kimia, tanaman vanili akan tumbuh de-
ngan baik pada kapasitas tukar kation
(KTK) minimal 16 cmol kg-1
, pH 4,5-8,5
terbaik pada pH 5,5-6,5. Kejenuhan basa
(KB) minimal 35 % terbaik jika KB>50
%, C-organik minimal 1,2 %. Sementara
itu tanaman vanili masih dapat tumbuh
dengan baik pada kandungan alkalinitas
(ESP) 15 %, terbaik pada ESP
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036
51
secara fisik dan ekonomik (FAO, 1999).
Kedua pendekatan evaluasi lahan ini baik
secara fisik maupun ekonomik sangat
penting, karena dapat memberikan gam-
baran potensi lahan dan keuntungan
maupun resiko kerugian dari komoditas
yang akan diusahakan pada tingkatan
manajemen tertentu (Rossiter, 1994). Ana-
lisis data dapat menggunakan soft ware
Automated Land Evaluation System
(ALES) Versi 4.65d untuk menjawab per-
masalahan tersebut di atas (Rossiter and
Wambeke, 1997).
Evaluasi lahan secara ekonomi, setiap ko-
moditas dalam pengertian tipe pengguna-
an lahan atau Land Utization Types
(LUTs) dirinci menurut persyaratan teknis
agronomi, dan manajemennya mencakup
input dan output (FAO, 1976; 1983).
Keunggulan komparatif dan kompetitif
dari suatu komoditas yang diusahakan me-
rupakan persyaratan yang harus terpenuhi
untuk meraih keuntungan. Oleh karena itu
untuk mendapatkan gambaran komersial
dalam program pengembangan komoditas
pertanian, parameter yang menyangkut
aspek fisik dan ekonomi harus dipertim-
bangkan.
Di Indonesia, tanaman vanili telah diusa-
hakan sejak lama terutama di Jawa, Bali
dan Lampung. Sejak tiga tahun terakhir
perkembangan tanaman vanili sangat
pesat dan telah tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Pesatnya pengembangan ta-
naman vanili menimbulkan permasalahan
tersendiri dalam ketersediaan bibit sebagai
bahan tanaman. Kurangnya bahan tanam-
an vanili karena selama ini, umumnya
tanaman vanili diusahakan dalam bentuk
perkebunan rakyat. Ilham et al. (2004)
berpendapat bahwa pengembangan vanili
di Indonesia diharapkan lebih diarahkan
pada peningkatan kualitas, dan perluasan
tanaman perlu memperhatikan kecende-
rungan permintaan ekspor.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang diperlukan dalam penelitian
adalah peta ZAE skala 1:50.000 daerah
Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat
khususnya Kecamatan Binuang, Anreapi,
Tapango, Matakali, Wonomulyo dan Pole-
wali. Kelas kesesuaian lahan mengacu
kepada kriteria yang disusun oleh
Djaenudin, et al. (2003). Data tanah yang
berkaitan dengan aspek kesuburan tidak
digunakan sebagai parameter, karena si-
fatnya annual yang dengan input tertentu
relatif mudah untuk diatasi. Evaluasi lahan
menggunakan program ALES Version
4.65d (Rossiter dan Wambeke, 1997).
Metode
Evaluasi kesesuaian lahan untuk komo-
ditas vanili dilakukan pada tingkat mana-
jemen sedang, yaitu digunakannya inves-
tasi untuk biaya produksi mencakup peng-
olahan tanah, bibit, pupuk, insektisida,
dan pemeliharaan tanaman, serta biaya
pasca panen yang dapat dijangkau oleh
petani dan atau bantuan dari pemerintah.
Kegiatan penelitian mencakup:
1). Membuat model evaluasi dan pohon
keputusan atau Decision Tree (DT)
berdasarkan kualitas dan karak-teristik
lahan dari masing-masing satuan lahan
(SL), serta persyaratan tumbuh ta-
namannya.
2). Menentukan tingkat kendala (severity
level) berdasarkan kualitas dan karak-
teristik lahan setiap satuan lahan, yang
untuk ZAE tingkat semi detil skala
1:50.000 dibedakan atas: 1) tanpa atau
tingkat kendala ringan, 2) tingkat ken-
dala sedang, 3) tingkat kendala berat,
dan 4) tingkat kendala sangat berat,
yang masing-masing ini setara dengan
kelas kesesuaian lahan S1, S2, S3 dan
N (FAO, 1976; Wibawa dan Baon,
2008).
3). Kesesuaian lahan secara fisik dibeda-
kan atas S1, S2, S3 dan N. Lahan yang
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036
52
termasuk tidak sesuai disebabkan oleh
adanya faktor pembatas permanen
yang sulit diatasi, jika faktor pembatas
masih memungkinkan untuk diatasi,
maka paling rendah kelasnya akan ter-
masuk S3. Kelas kesesuaian lahan
secara ekonomi dibedakan atas S1, S2,
S3, N1, dan N2. Kelas kesesuaian la-
han secara fisik dan ekonomi, berikut
pengertiannya masing-ma-sing disaji-
kan pada Tabel 1 dan 2.
4). Kelas kesesuaian lahan secara eko-
nomi N1 dapat berasal secara fisik dari
kelas S3, S2 atau bahkan S1 tergan-
tung dari tingkat kendala parameter
ekonomi. Kelas N2 pasti berasal se-
cara fisik dari kelas N (permanen),
karena adanya faktor pembatas yang
sangat sulit diatasi (FAO, 1976).
Tabel 1. Kelas kesesuaian lahan secara fisik dan pengertiannya
Kelas Simbol Kesesuaian Lahan Pengertian/keterangan
1 S1 Sangat sesuai Tanpa/sedikit pembatas untuk penggunaan-
nya
2 S2 Cukup sesuai Tingkat pembatas sedang untuk penggunaan-
nya
3 S3 Sesuai marjinal Tingkat pembatas berat untuk penggunaannya
4 N Tidak sesuai Tingkat pembatas sangat berat, pengguna-
annya tidak memungkinkan (permanen)
Sumber: FAO (1976).
Tabel 2. Kelas kesesuaian lahan secara ekonomi dan pengertiannya
Kelas Simbol Kesesuaian Lahan Pengertian/Keterangan
1 S1 Sangat sesuai Secara ekonomi sangat menguntungkan
2 S2 Cukup sesuai Secara ekonomi cukup menguntungkan
3 S3 Sesuai marjinal Secara ekonomi marjinal menguntungkan
4 N1 Tidak sesuai
sementara
Memungkinkan tetapi tanpa input tinggi tidak
menguntungkan (sementara)
5 N2 Tidak sesuai
Permanen
Tidak memungkinkan, dengan input tinggi
output yang dihasilkan tidak ekonomis
Sumber : Rossiter and Wambeke (1997)
5). Menetapkan asumsi tingkat mana-
jemen, mencakup skala usaha, sistem
produksi dan pasca panen dalam kait-
annya dengan input dan output. Lahan
yang digunakan walaupun milik petani
sendiri, dan tenaga kerja yang meli-
batkan keluarga, tetapi dalam evaluasi
lahan secara ekonomi harus diperhi-
tungkan (sewa lahan, upah). Hasil
panen yang dihitung tidak hanya pro-
duk utama, tetapi juga hasil ikutannya
selama masih laku dijual harus diper-
hitungkan.
6). Data agronomi dan sosial ekonomi
pertanian diperoleh dari petani melalui
pendekatan Participatory Rural Ap-
praisal (PRA), dan dilengkapi dengan
data sekunder dari instansi terkait me-
lalui pendekatan Rapid Rural Apprai-
sal (RRA) (Lovelace et al., 1988).
Pengambilan data primer dan data se-
kunder dilaksanakan pada bulan Janu-
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036
53
ari hingga Desember 2005. Pelaksana-
an PRA pada 6 wilayah kecamatan.
7). Nilai harapan produksi mengikuti pro-
sedur LECS (Wood S.R and F.J Dent,
1983), yang dimodifikasi FAO (1983)
dan Rossiter (1988). Untuk lahan ke-
las S1 harapan produksi diasumsikan
mencapai > 80 %; S2 = 60-80 %; S3
= 25-60 %, dan N < 25 % dari produk-
si optimal.
8). Kemungkinan ada Satuan Lahan (SL)
yang kelas kesesuaian lahannya secara
fisik berbeda, tetapi dari data produksi
untuk SPT tersebut memberikan kelas
yang sama, karena pengaruh pembe-
rian input yang diberikan berbeda. Na-
mun setelah dianalisa dengan memper-
timbangkan besarnya input, maka akan
diperoleh kelas kesesuaian lahan se-
cara ekonomi tetap akan berbeda yang
tercerminkan di dalam output.
9). Penentuan kelas kesesuaian lahan se-
cara ekonomi berdasarkan pendapatan
kotor atau Gross Margin (GM), nilai
bersih akhir usaha atau Net Present
Value (NPV), rasio keuntungan ter-
hadap biaya atau Benefit Cost Ratio
(B/C), dan tingkat penegembalian mo-
dal atau Internal Rate of Return (IRR).
Kesesuaian lahan secara ekonomi si-
fatnya kondisional bergantung pada
situasi dan peluang pasar.
10). ALES menyajikan data hasil evaluasi
lahan dalam data tabular (tabel), untuk
menyajikan dalam bentuk peta (spa-
sial), data tabular tersebut harus dieks-
por ke Arc/view atau program lainnya
menggunakan fasilitas Sistem Infor-
masi Geografis (SIG).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Wilayah Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada 2 wilayah
kecamatan di kab. Polewali Mandar yakni
kecamatan Mapilli dan Matangnga dengan
luas total 61.640 ha. Daerah penelitian
dapat dicapai dari Makassar melalui jalan
darat dengan mobil selama kurang lebih 5
jam dengan kondisi jalan cukup baik.
Sebagian besar wilayah penelitian adalah
berupa lahan kering perbukitan dan pe-
gunungan.
Iklim
Data curah hujan sementara di daerah
penelitian diambil dari Stasiun Balai
Benih Lantara (2005) No. 442 C. Rerata
curah hujan tahunan sekitar 1.826 mm
dengan kisaran dari 1.229 2.593 mm dan jumlah rerata curah hujan bulanan
berkisar dari 70 - 222 mm (Gambar 2).
Distribusi curah hujan bulanan tersebut
menunjukkan bahwa da-erah kabupaten
Polewali Mamasa mem-punyai musim
kemarau sekitar 3 bulan (Juli September), musim hujan atau bu-lan
basah terjadi pada Nopember April, sedangkan kondisi hujan agak kurang
terjadi mulai Mei, Juni, dan Oktober.
Distribusi curah hujan bulanan tersebut
menunjukkan bahwa daerah penelitian
tergolong beriklim basah dengan curah
hujan relatif cukup tinggi.
Tanah dan Klasifikasinya
Tanah-tanah di daerah penelitian terben-
tuk dari bahan induk aluvium, volkan
muda (abu dan tuf batuapung) dan volkan
tua. Dari lima faktor pembentuk tanah,
faktor bahan induk dan relief tampaknya
paling dominan berpengaruh terhadap
pembentukan tanah-tanah di daerah ter-
sebut.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapang-
an, tanah-tanah di daerah penelitian dapat
diklasifikasikan menurut Soil Taxonomy
(Soil Survey Staff, 1998) ke dalam 3 ordo,
yaitu: Entisolls, Inceptisol dan Ultisols
(Tabel 3).
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036
54
NERACA AIR DI WILAYAH KABUPATEN
POLEWALI MAMASA
0,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
BULAN
--- m
m --
-
Curah hujan ET0 ET50%
Gambar 1. Neraca Air di Kabupaten Polewali Mamasa dan Sekitarnya
Entisols
Tanah yang tergolong dalam order ini
mempunyai profil yang belum berkem-
bang, susunan horisonnya adalah A-C atau
A-C-R. Terbentuk dari bahan induk ba-
tuan volkan dan batuan sediment termalih-
kan ataupun bahan endapan sungai resen.
Umumnya tanah-tanah Entisols yang di-
temukan berwarna coklat tua, tanahnya
dangkal, drainase baik, teksturnya halus
sampai kasar, konsistensi tidak lekat, pH
tanah berkisar antara 4,5 sampai 5,5 dan
diklasifikasikan ke dalam Lithic Udorth-
ents. Sedangkan yang berada di dataran
alluvial dengan tekstur kasar, pH 6 7 di-klasifikasikan sebagai Typic Udipsam-
ments. Selanjutnya tanah Entisols yang
berada di dataran pasang surut dengan
rejim kelembaban tanah aquic serta kan-
dungan garamnya tinggi dikelompokan ke
dalam Typic Haplaquents.
Inceptisols
Kelompok tanah ini mempunyai perkem-
bangan profil dengan susunan horison A-
Bw-C atau A-Bg-C. Terbentuk dari bahan
induk aluvio-koluvium, batuan sedimen,
dan bahan volkan bersifat intermedier
sampai basis.
Tanahnya berasal dari bahan aluvio-kolu-
vium dan fluvio-marin di dataran aluvial,
teras sungai, dataran pantai, dan cekungan
karst umumnya mempunyai warna coklat
kekelabuan dengan karatan di lapisan atas,
dan warna glei/kelabu di lapisan bawah,
tanahnya dalam, drainasenya agak terham-
bat sampai terhambat, tekstur halus sam-
pai sedang, struktur masif, konsistensi
lekat, pH tanah 6,0 sampai 7,0. Tanah ini
selanjutnya diklasifikasikan ke dalam Ae-
ric Epiaquepts, Typic Eutrudepts. Sedang-
kan tanah yang mempunyai kandungan
garam tinggi dimasukan ke dalam Typic
Haplaquepts.
Pengelompokkan selanjutnya untuk tanah-
tanah yang berasal dari bahan volkan de-
ngan kedalaman tanah dalam, warna cok-
lat tua/gelap di lapisan atas, tekstur halus
sampai agak halus, struktur cukup baik,
konsistensi gembur sampai teguh, maka
tanah ini diklasifikasikan ke dalam Typic
Dystrudepts, sedangkan tanah yang ber-
solum dangkal tanahnya diklasifikasikan
ke dalam Lithic Dystrudepts. Terakhir un-
tuk kelompok tanah yang sama dengan pH
6 7 diklasifikasikan menjadi Typic Eut-rudepts dan yang dangkal sebagai Lithic
Eutrudepts.
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036
55
Tabel 3. Tanah-Tanah di daerah penelitian Kabupaten Polman, 2006.
Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1998) FAO, 1988
Ordo Subordo Grup Subgrup
Entisols Aquents Halaquents Typic Halaquents Salic Fluvisols
Psammaquents Sodic Psammaquents Salic Fluvisols
Udipsamments Typic Udipsamments Eutric Regosols
Orthents Udorthents Lithic Udorthents Lithic Leptosols
Inceptisols Aquepts Halaquepts Typic Halaquepts Gleyic Solonetz
Endoaquepts Typic Endoaquepts Eutric Gleysols
Epiaquepts Aeric Epiaquepts Eutric Gleysols
Udepts Eutrudepts Aquic Eutrudepts Gleyic Cambisols
Lithic Eutrudepts Eutric Cambisols
Typic Eutrudepts Eutric Cambisols
Dystrudepts Lithic Dystrudeps Dystric Cambisols
Typic Dystrudepts Dystric Cambisols
Ultisols Udults Hapludults Typic Hapludults Haplic Acrisols
Untuk kelompok tanah yang berbahan
sedimen umumnya mempunyai kedalam-
an tanah dalam, warna coklat tua/gelap di
lapisan atas, tekstur umumnya halus sam-
pai agak halus, struktur cukup baik, kon-
sistensinya gembur sampai teguh dan pH
umumnya masam. Tanah-tanah seperti ini
selanjutnya diklasifikasikan menjadi Ty-
pic Dystrudepts, sedangkan pada wilayah
yang dipengaruhi oleh kondisi reduksi dan
oksidasi maka dikelompokan kedalam Ae-
ric Epiaquepts dan Aquic Eutrudepts.
Ultisols
Tanah Ultisols di daerah penelitian mem-
punyai perkembangan profil dengan su-
sunan horison A-Bt-C, tanahnya dicirikan
pula oleh adanya epipedon okrik dan ho-
rison argilik. Terbentuk dari bahan volkan
dan batuan sedimen masam. Tanahnya
berwarna coklat sangat tua sampai coklat
tua, dalam, tekstur sedang sampai halus,
struktur cukup baik, konsistensi gembur
sampai teguh, pH tanah masam sampai
sedikit masam. Penyebaran tanah ini ter-
dapat di dataran dan perbukitan volkan
dan pada landform struktural. Tanah se-
perti ini selanjutnya diklasifikasikan ke
dalam subgrup Typic Hapludults.
Landform dan Bentuk Wilayah
Berdasarkan hasil interpretasi peta rupa-
bumi dan geologi serta pengamatan di la-
pangan, landform daerah penelitian ber-
dasarkan Marsoedi et al., (1997) dibeda-
kan ke dalam lima grup besar (Tabel 4),
yaitu Grup Aluvial (A), Marin (M), Vol-
kan (V), dan Struktural (T) dengan uraian
sebagai berikut.
Grup Aluvial (A)
Grup Aluvial terdiri dari tanggul sungai
meandering (Afq1.1.2.1) tersebar di se-
panjang sungai-sungai besar dan dataran
aluvial (Af 1.3), tersebar di belakang tang-
gul sungai. Bahan yang diendapkan
umumnya halus (liat dan sedikit pasir).
Bentuk wilayah datar sampai agak datar/
melandai dengan lereng 0 3 %. Grup land-form ini umumnya telah digunakan
untuk pesawahan, tegalan, dan kebun
campuran.
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036
56
Tabel 4. Satuan landform di daerah penelitian
Simbol Landform Elevasi(m dpl) Satuan Lahan
SISTEM ALUVIAL (A)
Afq 112.1 Tanggul sungai meandering 5 - 10 1. 2
Af 13 Dataran aluvial 5 - 25 3. 4. 5. 6
Au 15 Jalur aliran sempit 400 - 700 7
Au 22 Lahan koluvial 10 - 50 8
Au 23 Dataran antar perbukitan 400 - 700 9
SISTEM MARIN (M)
Mq 12 Pesisir pasir 0 - 5 10
Mf 22 Dataran pasang surut 0 - 5 11
Mf 23 Rawa belakang pasang surut 0 - 5 12
SISTEM VOLKAN (V)
Vab 31 Dataran volkan tua 100 - 1400 13. 14. 15
Vab 32 Perbukitan volkan tua 50 - 700 16. 17. 18
Vab 33 Pegunungan volkan tua 700 - 1400 19
Vg 4 Intrusi 50- 400 20. 21
Vg 44 Batolit 300 - 700 22
SISTEM TEKTONIK DAN STRUKTURAL (T)
Tq 121 Perbukitan struktural 100 - 1200 23. 24
Tc 131 Pegunungan struktural 1000 - 1200 25
ANEKA (X)
X1 Tebing sungai curam 400 - 700 26
X2 Lereng curam/escarpment 400 - 1400 27
X3 Pulau Karang 1 - 15 28
Grup Marin (M)
Grup Marin, yaitu dataran estuarin sepan-
jang pantai (Bf 2) tersebar di sepanjang
pantai. Bahan yang diendapkan umumnya
halus (liat dan organik) dan umumnya
tanah di lapisan bawah kaya bahan sul-
fidik. Bentuk wilayah datar dengan lereng
0 1 %. Grup landform ini digunakan untuk tambak dan sebagian masih tetap
berupa hutan bakau.
Grup Volkan (V)
Grup volkan sebagian menutupi sebelah
selatan daerah penelitian, terdiri dari da-
taran volkanik tua (Vab31) dengan bentuk
wilayah agak datar (1 3 %), berombak (3 8 %) dan bergelombang (8 15%); Perbukitan volkanik tua (Vab 3.2) dengan
bentuk wilayah berbukit (lereng 15 45
%); dan Pegunungan volkanik tua (Vab
3.3) dengan bentuk wilayah bergunung
(lereng >45 %). Elevasi grup volkan ini
berada pada ketinggian 50 700 m dpl di-gunakan untuk sawah tadah hujan, te-
galan, kebun campuran, belukar, dan hu-
tan. Grup volkan di daerah penelitian ter-
bentuk dari bahan volkan tua yang terdiri
dari breksi, lava, dan tufa.
Grup Struktural (T)
Kelompok grup struktural ini menutupi
daerah penelitian secara terpencar, terdiri
dari lereng pemiringan hogback (Tqb 5.1)
dengan bentuk wilayah bergelombang
(lereng 8 15 %) dari bahan batuan sedi-men dan volkanik, sedangkan komplek
hog-back (Tqb 5.3) dengan bentuk wila-
yah bebukit (lereng 15 30%) adalah dari bahan batuan sedimen dan volkanik. Pene-
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036
57
plain datar (Tfq 10.1) dengan bentuk wila-
yah agak datar (1 3 %) adalah dari ba-han batupasir, lanau, dan lempung. Pene-
plain berombak (Tfq 10.2) dengan bentuk
wilayah berombak (lereng 3 8 %) adalah dari bahan batupasir, lanau, dan lempung
dan yang terakhir adalah peneplain berge-
lombang (Tfq 10.3) dengan bentuk wila-
yah bergelombang (lereng 8 15 %) ada-lah dari bahan batupasir, lanau, dan lem-
pung. Elevasi grup stuktural ini adalah
berada pada ketinggian 20 400 m dpl dan digunakan untuk sawah tadah hujan,
tegalan, kebun campuran, semak belukar,
dan hutan. Sebaran bentuk wilayah di
daerah penelitian ini dapat dibedakan
menjadi datar, agak datar, berombak,
bergelombang, berbukit, dan bergunung
(Tabel 5).
Tabel 5. Sebaran bentuk wilayah dan lereng
No. Relief Lereng (%) Satuan Lahan
1 Datar 0 - 1 1. 10. 11. 12
2 Agak datar 2 - 3 2. 3. 4. 6
3 Berombak 3 - 8 5. 7. 8
4 Bergelombang 8 - 15 9. 13. 14
5 Berombak/bergelombang 5 - 15 15
6 Bebukit kecil 15- 30 17. 20
7 Berbukit 15 - 45 16. 18. 21. 22. 23. 24. 26,
8 Bergunung > 50 19. 25. 27
Evaluasi Lahan Untuk Pengembangan
Vanili
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini,
yakni untuk mengetahui potensi sumber-
daya lahan untuk pengembangan vanili,
maka evaluasi lahan dilakukan secara fisik
dan kemudian dilanjutkan analisis eko-
nomi dengan menggunakan parameter ka-
rakteristik lahan yang tentunya dianggap
dapat berpengaruh terhadap komoditas
tersebut.
Evaluasi lahan dilakukan dengan asumsi
masukan (input) sedang, yaitu dengan penerapan teknologi petani yang ada saat
ini (existing) serta didukung oleh bantuan
kredit permodalan untuk penyediaan pra-
sarana dan sarana produksi dan teknik
pengelolaan lahan, seperti pemupukan dan
konservasi tanah (CSR/FAO, 1983).
Seperti jelas terlihat dalam peta kesesuai-
an lahan bahwa untuk pengembangan
vanili di kecamatan Mapilli dan Matang-
nga memiliki potensi yang cukup baik.
Lahan yang sesuai untuk pengembangan
vanili luasnya kurang lebih 5.217 ha (8,46
%). Sedangkan lahan yang memiliki po-
tensi agak sesuai luasnya adalah 12.657 ha
(20,53 %). Sehingga total luas lahan yang
dianggap memiliki potensi dengan kondisi
cukup baik adalah seluas 17.874 ha atau
sekitar 30 %. Sementara sisanya seluas
43.766 ha (70 %) potensinya rendah. La-
han ini berasal dari lahan marginal dan
tidak sesuai (Tabel 6).
Kelas Kesesuaian Secara Ekonomi
Berbeda dengan kesesuaian lahan secara
fisik, pada kesesuaian lahan secara eko-
nomi dari setiap Satuan Lahan (SL) hanya
terdiri dari satu kelas, walaupun SL yang
bersangkutan tersusun lebih dari satu unit
tanah yang karakteristiknya berbeda. Hal
ini disebabkan karena yang menentukan
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036
58
kelas kesesuaian lahan ekonomi adalah
faktor input dan output kumulatif, baik
dalam bentuk produk hasil ton ha-1
, atau
rupiah ha-1
dari harga jual komoditas yang
dievaluasi pada setiap SL.
Gambar 2. Peta kesesuaian lahan untuk pengembangan vanili.
Tabel 6. Klas kesesuaian, potensi, prosentasi lahan pengembangan vanili di Kabupaten
Polewali Mandar.
No Kesesuaian lahan Luas lahan (ha) Prosentase (%)
1.
2.
3.
4
S1
S2
S3
N
5.217
12.657
28.867
14.809
8,46
20,53
46,84
24,17
Jumlah 61.640 100,00
Sumber: Data dianalisis, (2006).
Dalam SL memiliki karakteristik fisik
kesesuaian untuk komoditas vanili tertentu
dan juga mempunyai beberapa faktor
pembatas. Kesesuaian tersebut mempu-
nyai proporsi yang bervariasi, sehingga
mempengaruhi kumulatif hasil kesesuaian
lahan secara ekonomi. Hasil analisis
dengan menggunakan soft ware ALES
wilayah Kabupaten Polman mempunyai
kesesuaian lahan secara ekonomi untuk
komoditas kakao cukup bervariasi. Penen-
tuan keseuaian lahan secara ekonomi
menggunakan nilai Gross Margin, NPV,
B/C, dan IRR (Tabel 7).
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036
59
Tabel 7. Nilai GM, NPV, B/C Ratio, IRR, kesesuaian lahan secara ekonomi pada
komoditas vanili tingkat manajemen sedang.
No. GM (x Rp1000) NPV (x Rp 1000) B/C Ratio IRR Kelas Kesesuaian
Lahan
1 4.275.975 11.437.519 1,71 36,28 S1
2 3.013.975 5.913.656 1,37 26,06 S2
3 1.751.975 389.792 1,02 2,87 S3
4 (456.525) (9.276.969) 0,43 tr N
Keterangan : tr = tidak relevan, karena tergolong kelas N2 (permanen tidak sesuai)
Sumber : Analisis data primer dengan program ALES, (2005).
Berdasarkan Tabel 6 tersebut dapat di-
kemukakan bahwa nilai GM yang layak
pada komoditas vanili berkisar antara Rp.
1.751.975 Rp. 4.275.975. Nilai GM ter-sebut dapat dijadikan bahan untuk meng-
klasifikasikan keseuaian lahan secara eko-
nomi (FAO, 1976; 1983). Nilai GM Rp.
4.275.975 dimasukkan klasifikasi S1, Rp.
3.013.975 dimasukkan klasifikasi S2, Rp.
1.751.975 dimasukkan klasifi-kasikan S3,
sedangkan pada kondisi tidak relevan
dimasukkan klasifikasi N.
NPV dengan tingkat bunga 15 % tahun-1
dan umur ekonomis tanaman vanili 20
tahun, maka diperoleh nilai berkisar antara
Rp. 389.792 Rp. 11.473.519. Nilai NPV Rp. 11.437.519 dimasukkan klasifikasi
S1, Rp. 5.913.656 dimasukkan klasifikasi
S2, Rp. 389.792 dimasukkan klasifikasi
S3. Sedangkan nilai tidak relevan dima-
sukkan klasifikasi N.
B/C dapat juga dijadikan patokan untuk
menentukan klasifikasi lahan secara eko-
nomi. Pada tingkat B/C 1,71 dimasukkan
klasifikasi S1. Sedangkan tingkat B/C
1,37 dimasukkan klasifikasikan S2, dan
tingkat B/C 1,02 dimasukkan klasifikasi
S3. Pada lahan tidak relevan yang diklasi-
fikasikan N tingkat B/C 0,43.
Nilai IRR pada klasifikasi lahan S1 S2 berkisar 26,06 % 36,28 %. Sedangkan S3 mempunyai nilai IRR sebesar 2,87 %.
Hal tersebut berarti bahwa nilai IRR yang
dicapai pada klas kesesuaian lahan S1 dan
S2 masih dianggap layak karena memiliki
nilai di atas nilai bunga yang telah dite-
tapkan yaitu 15 %. Sedangkan pada klas
kesesuaian lahan S3 nilai IRR sebesar
2,87 % dengan demikian tidak layak, ka-
rena tingkat bunga di bawah 15 %.
KESIMPULAN
a. Tanah-tanah di daerah penelitian ter-bentuk dari bahan induk aluvium,
volkan muda (abu dan tuf batuapung)
dan volkan tua. Tanah diklasifikasi-
kan menjadi 3 ordo, yaitu: Entisolls,
Inceptisol dan Ultisols.
b. Peta kesesuaian lahan untuk pengem-bangan vanili di Kabupaten Polman
memiliki potensi yang cukup baik.
Lahan yang sesuai untuk pengem-
bangan vanili luasnya kurang lebih
5.217 ha (8,46 %), lahan yang me-
miliki potensi cukup sesuai luasnya
adalah 12.657 ha (20,53 %). Total
luas lahan yang dianggap memiliki
potensi dengan kondisi baik adalah
seluas 27.874 ha atau sekitar 30 %.
Sementara sisanya seluas 43.766 ha
(70 %) potensinya cukup rendah.
c. Nilai GM yang layak pada komoditas vanili berkisar antara Rp. 1.751.975 Rp. 4.275.975. NPV dengan tingkat
bunga 15 % tahun-1
dan umur ekono-
mis tanaman vanili 20 tahun, maka
diperoleh nilai berkisar antara Rp.
389.792 Rp. 11.473.519. Tingkat
Jurnal Agrisistem, Juni 2009, Vol. 5 No. 1 ISSN 2089-0036
60
B/C 1,71 dimasukkan klasifikasi S1.
Sedangkan tingkat B/C 1,37 dimasuk-
kan klasifikasikan S2, dan tingkat
B/C 1,02 dimasukkan klasifikasi S3.
Pada lahan tidak relevan yang diklasi-
fikasikan N tingkat B/C 0,43. Nilai
IRR pada klasifikasi lahan S1 S2 berkisar 26,06 % - 36,28 %.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Vanili (Vanilla fragrans).
[diakses 25 Januari 2008 pada situs:
http://waintek.prograsio.or.id/perkeb
unan/pnili.html]
Djaenudin, D., Marwan H., A. Hidayat
dan H. Subagyo, 2003. Petunjuk
Teknis Evaluasi Lahan untuk
Komoditas Pertanian. Balitanah,
Puslitbangtanak, Balitbang Pertani-
an.
FAO, 1976. A framework for land eva-
luation. Soils. Bulletin No. S12.
FAO Rome, Italy.
FAO, 1983. Guidlines land evaluation for
rainfed agriculture. Soils Bulletin No.
52, FAO Soil Resources Manajement
and Conservation Services Land
Water Development Division.
FAO, 1999. Land evaluation and farming
system analysis for land use plan-
ning. FAO Rome, Italy. Food and
Agriculture Organization of the
United Nations. FAO working Doc.
3rd
edition.
Ilham N., Suhartini, dan B.M. Sinaga,
2004. Penawaran Ekspor Vanili
Indonesia. Puslitbangbun. Jurnal
Perkebunan Vol. 10 (2): 11 18.
Lovelace, G.W., S. Subhadhira, and S.
Simaraks, 1988. Rapid rural
appraisal in North East Thailand.
Case studies. KKU-FORD Rural
System Research Project. Khon
Kaen University, Thailand.
Rossiter D. G., 1988. The automated land
evaluation system. a micro computer
program to assist in land evaluation.
Ph.D. Dissertation Cornell Univer-
sity. University Microfilms, Ann
Arbor, MI.
Rossiter, D. G., 1994. Land evaluation.
lecture note. College of Agriculture
and Life Science. Dept. of Soil, Crop
& Atmospheric Science. SCAS
Teaching Series T94-S1
Rossiter D. G., and A. R. van Wambeke,
1997. Automated land evaluation
system ALES Version 4.65d Users Manual. Cornel Univ. Dept of Soil
Crop & Atmospheric Sci. SCAS.
Ithaca NY, USA.
Soil Survey Staff, 1998. Keys to Soil
Taxonomy. Eight Edition 1998.
USDA. Natural Resources Conser-
vation Services. Washington D.C.
Stasiun Balai Benih Lantara. 2005.
Laporan cuaca curah hujan No. 442
C di Lontara. SBB Lantara.
Trubus, 2004. Panduan praktis vanili, kiat
bebas busuk batang.
Wibawa, A dan J.B. Baon. 2008. Kese-
suaian lahan. Panduan Lengkap
Kakao Manajemen Agribisnis dari
Hulu hingga Hilir. Swadaya.
Bogor.
Wood S.R., and F. J. Dent, 1983. A land
evaluation computer system (LECS).
Methodology. AGOF/INS/78/006.
Manual 6. Version S1, CSR Bogor.