Click here to load reader
Upload
mariana-ade-cahaya
View
60
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PENGEMBANGAN TEORI
KONSTRUKTIVISME PADA
PEMBELAJARAN BIOLOGI
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah pengajaran biologi
Oleh Kelompok 2 :
BETRY SAPUTRI ZD. (1201408)
NISA RASYIDA (1202061)
Kelas B
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
A. PENDAHULUAN
Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses
pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih
dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga
mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret.
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak
demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan
dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk
meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah
konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika
ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut
agar lebih matang.
Sesungguhnya ada dua kutub belajar dalam dunia pendidikan yaitu tabularasa dan
konstruktivisme. Menurut rujukan tabularasa siswa diibaratkan sebagai kertas putih yang dapat
ditulisi apa saja oleh gurunya atau ibarat wadah kosong yang dapat diisi apa saja oleh gurunya.
Dengan pendapat ini seakan-akan siswa pasif dan memiliki keterbatasan dalam belajar. Menurut
rujukan konstruktivisme setiap orang yang belajar sesungguhnya membangun pengetahuannya
sendiri jadi siswanya aktif dan dapat terus meningkatkan diri dalam kondisi tertentu.
Struktur kognitif seseorang pada suatu saat meliputi segala sesuatu yang telah dipelajari
oleh seseorang (Ausubel dalam Klausmeier, 1994:22). Hasil belajar dapat dikategorikan menjadi
informasi verbal, keterampilan, konsep, prinsip, struktur pengetahuan, taksonomi dan
keterampilan memecahkan masalah, strategi belajar, dan strategi mengingat. Seluruh hal itu
dipelajari "initially", direpresentasikan secara internal, diatur, dan disimpan dalam bentuk
"images", simbol, dan makna. Struktur kognitif mengalami perubahan sejak lahir, maju
berkelanjutan sebagai hasil proses belajar dan pendewasaan/kematangan. Konsep, prinsip dan
struktur pengetahuan (termasuk taksonomi dan hierarkinya) dan pemecahan masalah merupakan
hasil belajar yang penting dalam ranah kognitif.
Konsep dan konsepsi merupakan dua istilah yang sering dipertukarkan penggunaannya,
padahal keduanya berbeda baik dalam pengertian maupun penggunaannya. Konsep bersifat lebih
umum dan dikenal atau diumumkan berdasarkan kesepakatan, sedangkan konsepsi bersifat khusus
atau spesifik dan individual.
Di dalam kamus konsep diartikan sebagai sesuatu yang diterima dalam pikiran, atau suatu
gagasan yang umum dan abstrak. Menurut Rosser (dalam Dahar, 1988:80) konsep adalah suatu
abstraksi yang mewakili satu kelas obyek, kejadian, kegiatan, atau hubungan, yang memiliki atribut
yang sama. Konsep merupakan abstraksi yang berdasarkan pengalaman. Karena pengalaman dua
orang tidak sama, maka konsep yang dibentuk juga mungkin berbeda. Walaupun konsep-konsepnya
berbeda, konsep-konsep itu cukup serupa bagi kita untuk dapat berkomunikasi satu sama lain dengan
menggunakan nama atau label konsep. Nama atau label konsep itu adalah simbol yang digunakan
untuk menyatakan konsep, yang merupakan abstraksi internal. Nama atau label itu sendiri bukanlah
konsep. Dengan kata lain konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili sekelompok
stimulus.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Tujuan Konstrukstivisme
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang
yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain,
karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan
pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk
mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru.
Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan
terus-menerus (Suparno, 1997).
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran. Konstektual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-
fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Sedangkan menurut Tran Vui
Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan
memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah
teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari
kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut
dengan bantuan fasilitasi orang lain. Dari keterangan di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
teori ini memberikan keaktifkan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
a. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaannya.
c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara
lengkap.
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan
dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari
lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan
ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor
anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1988: 159)
menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi
adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi
tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain
adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru
atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno,
1996: 7).
2. Prinsip Pembelajaran Konstrukstivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar
adalah:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan
murid sendiri untuk menalar.
c. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep
ilmiah.
d. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
lancar.
e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
f. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
g. Mencari dan menilai pendapat siswa
h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya
semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan
didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar
yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan
dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk
belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya
dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
3. Pandangan Konstruktivis Tentang Pembelajaran
Implikasi dari pandangan dengan konstruktivisme di sekolah ialah pengetahuan itu tidak
dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa
sendiri melalui pengalaman nyata. Senada dengan pernyataan ini peneliti pendidikan sains
mengungkapkan bahwa belajar sains merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi
aktif dari siswa (Piaget dalam Dahar, 1988), sehingga di sini peran guru berubah, dari sumber dan
pemberi informasi menjadi pendiagnosa dan fasilitator belajar siswa. Lebih lanjut dikemukakan
bahwa pembelajaran dan perspektif konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu: (1)
berkaitan dengan prior knowledge siswa; (2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience);
(3) terjadi interaksi sosial (social interaction) dan (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan
(sense making).
Dari uraian di atas, artikel dan beberapa buku yang ditulis Driver et al. (1985) dan Osborne &
Freyberg (1985), yang dirangkum oleh TytIer (1996) tentang implikasi pandangan konstruktivisme
untuk pembelajaran dapat disarikan:
a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit
dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan
mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya;
b. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau
rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa dengan maksud agar siswa
memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan diberi kesempatan untuk
merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan
gagasan tentang fenomena yang menantang siswa;
c. Memberikan kesempatan siswa untuk berpikir tentang pengalamannya agar siswa berpikir
kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang teori dan model, mengenalkan gagasan-
gagasan sains pada saat yang tepat;
d. Memberi kesempatan siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk
memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai kontek, baik yang telah
dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai
strategi belajar;
e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari
kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan
gagasan mereka;
f. Memberikan lingkungan belajar yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan,saling
menyimak dan menghindari kesan selalu ada satu "jawaban yang benar".
Jadi dalam perspektif konstruktivisme belajar itu sebagai proses perubahan konsepsi. Karena
belajar dipandang sebagai perubahan konsepsi, maka dapat dikatakan belajar merupakan suatu
kegiatan yang rasional. Belajar hanya akan terjadi apabila seseorang mengubah atau berkeinginan
mengubah pikirannya (West & Pines, 1985:211-214). Dalam perubahan konsepsi siswa dipandang
sebagai pemroses pengalaman dan informasi, bukan hanya sebagai tempat penampung pengalaman
dan informasi. Jadi belajar sebagai kegiatan yang rasional, maksudnya adalah belajar itu apa yang
dilakukan oleh seseorang terhadap ide atau gagasan yang telah dimilikinya. Pandangan perubahan
konsepsi menyatakan bahwa kemampuan siswa untuk belajar dan apa yang dipelajari siswa
tergantung pada konsepsi yang dibawanya dalam pengalaman tersebut. Gagasan yang baru tidak
begitu saja ditambahkan pada gagasan yang telah ada, tetapi mereka saling berinteraksi yang kadang-
kadang memerlukan perubahan. Perubahan ini menurut Dykstra (1992; Dagher, 1994)
dikelompokkan menjadi tiga kategori. Pertama, pembedaan atau differentiation, artinya konsep baru
muncul dari konsep lebih umum yang sudah ada. Kedua, perluasan konsepsi atau class extention,
yaitu konsep lama yang mengalami pengembangan menjadi konsep baru. Ketiga, konseptualisasi
ulang atau reconceptualization, yaitu terjadi perubahan signifikan dalam bentuk dan hubungan antar
konsep (Dykstra, 1992; Dagher, 1994). Konseptualisasi ulang disebut juga restrukturisasi (Carey,
1985; Dagher, 1994).
4. Model Konstruktivis dalam Mengajar
Menurut Dahar (1988) model konstruktivisme dalam mengajar dapat dilakukan dengan
strategi sebagai berikut:
a. Siapkanlah benda-benda nyata untuk digunakan para siswa
b. Dengan memperhatikan empat cara di bawah ini mengenai berbuat terhadap benda-
benda pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
c. Berbuat terhadap benda-benda dan melihat bagaimana benda-benda itu bereaksi; berbuat
terhadap benda-benda untuk menghasilkan suatu efek yang diinginkan; menjadi sadar
bagaimana seorang menghasilkan efek yang diinginkan; menjelaskan.
d. Perkenalkan kegiatan yang layak, dan menarik, dan berilah para siswa kebebasan untuk
menolak saran-saran guru
e. Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah dan demikian pula
pemecahannya
f. Anjurkan para siswa untuk saling berinteraksi
g. Hindari istilah-istilah teknis dan tekanan berpikir
h. Anjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka sendiri
i. Perkenalkan-ulang (reintroduce) materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa tahun
j. Model pembelajaran yang berbasis Konstrukstivisme
Dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran IPA maka akhir-akhir ini para ahli
mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dilandasi pandangan konstruktivisme dari
Piaget. Pandangan ini berpendapat bahwa dalam proses belajar anak membangun pengetahuannyan
sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah (Dahar, 1988:160). Oleh karena itu
setiap siswa akan membawa konsepsi awal mereka yang diperoleh selama berinteraksi dengan
lingkungan dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat beberapa yang perlu ditekankan dalam
konstruktivisme, yaitu: (1) peran aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna; (2)
pentingnya membuat kaitan antar gagasan oleh siswa dalam mengkonstruk:si pengetahuan; (3)
mengaitkan antara gagasan siswa dengan informasi baru di kelas (Tasker, 1992: 30).
Konstruktivisme yang menggunakan kegiatan hands-on serta memberikan kesempatan yang luas
untuk melakukan dialog dengan guru dan teman-temannya akan dapat meningkatkan pengembangan
konsep dan keterampilan berpikir para siswa.
Ada beberapa model pembelajaran yang dilandasi konstruktivisme yaitu model siklus belajar
(Learning cycle). Model pembelajaran generatif (generative learning model), model pembelajaran
interaktif (interactive learning model), model CLIS (Children learning in science), dan model
strategi pembelajaran kooperatif atau CLS (Cooperative learning strategies). Masing-masing model
tersebut memiliki kekhasan tersendiri, tetapi semuanya mengembangkan kemampuan struktur
kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional. Kekhasan model-model
tersebut tampak pada tahapan kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Tytler (1996: 11-17)
menyatakan bahwa setiap model memiliki fase-fase dengan istilah yang berbeda, tetapi pada
dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu menggali gagasan siswa, mengadakan klarifikasi dan
perluasan terhadap gagasan tersebut, kemudian merefleksikannya secara eksplisit.
C. KESIMPULAN
1. Dalam teori konstruktivisme belajar merupakan proses perubahan konsep. Perubahan konsep ini
siswa adalah subjek dari proses pembelajaran tersebut.
2. Dalam perubahan konsep siswa sebagai tempat penampung pengalaman dan informasi dan
kemampuan siswa untuk belajar tergantung pada konsepsi yang dibawanya dalam pengalaman
tersebut.
3. Model pembelajaran yang dilandasi konstruktivisme mengembangkan kemampuan struktur
kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional.
4. Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya
dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung; siswa berbeda
persepsi satu dengan yang lainnya.
5. Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam membina
pengetahuan baru; Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab
siswa itu sendiri; Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya; Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan
pemahaman konsep secara lengkap; Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi
pemikir yang mandiri; Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
DAFTAR PUSTAKA
BSNP. 2007., Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun
2007 Tentang Standar Proses. www.facebook.com. Diakses tanggal 14 September 2012.
Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Rustaman, Nuryani. 2000., Konstruktivisme dan Pembelajaran IPA. www.google.co.id.
Diakses tanggal 11 September 2012.
Saidah, Didah. 2010. RPP Ujian Pendidikan Biologi Kelas X Semester Genap Tahun Ajaran
2009/2010. Bandung: Unit Pelaksana Teknis Program Pengalaman Lapangan UPI
Surianto. 2009., Teori Pembelajaran Konstruktivisme. www.google.com. Diakses tanggal 14
September 2012.