Upload
ervin-vin
View
135
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas etika bisnis mengenai topik korupsi
Citation preview
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 2
BAGIAN I : KORUPSI
A. PENGERTIAN KORUPSI
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio (Fockema Andreae : 1951)
atau corruptus (Webster Student Dictionary : 1960). Arti harfiah dari kata itu
ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau
memfitnah. Kemudian arti kata korupsi yang telah diterima dalam pembendahraan
kata bahasa Indonesia, disimpulkan oleh Poerwadarminta dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia: “Korupsi ialah perbuatan buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya” (Poerwadarminta, 1976).
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, pengertian korupsi :
Korupsi adalah tindakan pidana yang dilakukan orang yang secara sengaja
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain suatu korporasi dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara. Definisi korupsi yang dipahami umum adalah merugikan negara
atau institusi baik seara langsung atau tidak langsung sekaligus memperkaya
diri sendiri.
B. TINDAK PIDANA KORUPSI
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
perbuatan melawan hukum,
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
penggelapan dalam jabatan,
pemerasan dalam jabatan,
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara),
dan
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 3
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
C. KONDISI YANG MENDUKUNG MUNCULNYA KORUPSI
Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung
jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim
yang bukan demokratik.
Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar
dari pendanaan politik yang normal.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman
lama".
Lemahnya ketertiban hukum.
Lemahnya profesi hukum.
Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding
dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di
kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain "pada umumnya
orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang
paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....."
namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena
banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain.
Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang
yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian
kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang
paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia,
hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul
"Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No.
2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 4
di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk
sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup
untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi
demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak
diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk
pelayanan yang diberikan".
D. DAMPAK NEGATIF
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia
politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good
governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan
umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di
pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan
ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-
seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis
kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi.
Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan
ekonomi dengan membuat distorsi dan
ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor
private, korupsi meningkatkan ongkos niaga
karena kerugian dari pembayaran ilegal,
ongkos manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga)
dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 5
bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan
baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga,
korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan
dan upah tersedia lebih banyak. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-
syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi
juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan
menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi
warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering
menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah
bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar,
namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-
bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang
memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
E. MENGUKUR KORUPSI
Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa
negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada
umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di
bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun:
Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa
korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei
pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan
Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing
memberikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi
Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 6
mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator
Kepemerintahan.
F. KONSEP PEMBERANTASAN KORUPSI MENURUT KWIK KIAN
GIE
Dalam artikelnya, Kwik Kian Gie merumuskan secara keseluruhan
pemberantasan korupsi yang mana satu aspek dengan lainnya saling berkaitan.
1. Konsep carrot and stick atau kecukupan dan hukuman
Konsep sederhana ini sudah dibuktikan oleh banyak negara, antara lain
Singapura dan yang sedang berlangsung di RRC.
Carrot ialah pendapatan netto untuk pegawai negeri, baik sipil maupun
TNI dan Polisi yang jelas mencukupi untuk hidup dengan standar yang
sesuai dengan pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan
martabatnya. Sedangkan stick maksudnya ialah memberikan hukuman
yang berat bagi para pelaku korupsi.
2. Sistem penggajian (salary system)
Sistem penggajian harus dibenahi yang sesuai dengan merit system. Yang
tngkat pekerjaan serta tanggungjawabnya lebih berat harus mendapatkan
pendapatan netto yang lebih besar.
3. Reformasi dan perampingan birokrasi
Jumlah PNS yang demikian besarnya tentu tidak terlepas dari kenyataan
bahwa selama RI berdiri sampai sekarang tidak perah dilakukan audit
terhadap struktur organisasi, jumlah personalia, garis-garis komunikasi,
rentang kendali atau span of control, sistem dan prosedur pengambilan
keputusan dan sebagainya.
Maka berlakulah apa yang dalam dunia ilmu organisasi dan manajemen
dikenal dengan hukum Parkinson. Teori ini mengatakan bahwa manusia
selalu mempunyai kebutuhan dirinya dianggap penting oleh sekelilingnya.
Simbol ini ditandai dengan anak buah yang banyak dalam hirarku
organisasi. Maka tanpa sadar bagaikan hukum alam, setiap orang dalam
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 7
organisasi ingin menunjukkan bahwa dirinya pendting dengan mengangkat
bawahan. Dengan berlakunya teori ini, setiap organisasi mempunyai
kecenderungan membengkak tanpa ada gunanya.
Dalam organisasi perusahaan swasta yang seringkali jauh lebih besar dari
sebuah kementrian, sudah menjadi kebiasaan bahwa secara teratur,
misalnya setiap 3 sampai 5 tahun sekali, organisasinya diaudit. Diteliti
oleh para ahli organisasi dan manajemen apakah organisasinya masih
optimal untuk mencapai tujuan dari organisasi yang bersangkutan.
Apa hubungan reformasi birokrasi untuk pemberantasan korupsi ?
hubungannya sangat erat, jika birokrasi disusun sesuai dengan kebutuhan
untuk mencapai tujuannya yang optimal, jumlah PNS dapat diperkecil
banyak sekali. Pengeluaran untuk gaji, ruang kerja, ATK, listrik, biaya
perjalanan dan sebagainya akan dapat dihemat dalam jumlah besar.
Penghematan ini dibutuhkan untuk memberlakukan carrot and stick.
BAGIAN II : STRUKTUR KEJAHATAN KORUPSI DAN TANGGUNG
JAWAB POLITIK-MORAL
Sistem ekonomi tertentu dan korupsi bisa mempunyai akibat lebih dahsyat
tanpa bisa terlihat hubungan langsung sebab-akibat karena antara keputusan/
tindakan dengan konsekuensi-konsekuensi atau korban ada jarak.
Dalam kasus korupsi dan kolusi triliunan rupiah oleh konglomerat dan
pejabat, dampak yang langsung merugikan rakyat juga tidak langsung terlihat.
Maka, korban tidak langsung terlihat karena adanya jarak keputusan dan korban.
Etika politik membidik “tujuan hidup baik bersama dan untuk orang lain
dalam institusi-institusi yang adil dan dalam kerangka memperluas lingkup
kebebasan” (bdk. P Ricoeur, 1991). Dalam perspektif ini, korupsi akan dilihat
sebagai bentuk negasi terhadap ketiga unsur etika politik tersebut :
1. Korupsi merusak sendi-sendi penopang “hidup baik bersama dan untuk
orang lain...” karena yang dicari adalah kepentingan diri atau kelompok
saja.
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 8
2. Korupsi mengkhianati cita-cita kebebasan. Padahal, hidup baik dalam
kehidupan bersama tidak lain adalah cita-cita kebebasan yang ingin
menggapai keutamaan.
3. Korupsi menghalangi upaya membangun institusi-institusi yang lebih adil
karena pada dasarnya korupsi itu adalah wujud ketidakadilan, dan
beroperasi melawan perwujudan kesejahteraan bersama.
Setidaknya ada 4 bentuk korupsi yang ciri strukturalnya menonjol (Yves
Meny, 1992):
1. Korupsi jalan-pintas, yaitu dalam kasus-kasus penggelapan uang negara,
perantara ekonomi, dan politik.
2. Korupsi-upeti, yaitu bentuk korupsi yang dimungkinkan karena jabatan
strategis. Berkat jabatan tersebut seseorang mendapatkan persentase dari
berbagai kegiatan baik ekonomi, politik, budaya, bahkan upeti dari
bawahan, kegiatan-kegiatan lain atau jasa dalam suatu perkara.
3. Korupsi-kontrak, korupsi ini tidak bisa dilepaskan dari upaya
mendapatkan proyek atau pasar.
4. Korupsi-pemerasan, yang sangat terkait dengan jaminan dan urusan-
urusan gejolak intern maupun dari luar, perekrutan perwira menengah
tentara Nasional Indonesia atau pencantuman nama perwira tinggi dalam
dewan komisaris perusahaan.
Macam-macam korupsi ini tidak bisa dipisahkan dari interaksi kekuasaan.
Orang yang terjun di dunia politik masih dengan mentalitas animal laborans
(Hannah Arendt, 1958) dimana orientasi kebutuhan hidup dan obsesi akan siklus
produksi-konsumsi sangat dominan, politikus cenderung menjadikan politik
tempat mata pencaharian utama.
A. Mengapa Koruptor Tidak Merasa Bersalah?
Pasti banyak dari kita yang memiliki pertanyaan seperti ini, salah satu
jawabannya adalah karena banyak orang melakukannya atau suatu bentuk
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 9
banalisasi (menjadikan biasa) korupsi. Mereka juga berpendapat bahwa mereka
tidak melakukan korupsi, mereka hanya mengambil bagian “kekayaan” atas
jabatan mereka. Kalau banyak orang melakukannya menjadikan kejahatan ini
menjadi sesuatu yang biasa. Seakan-akan kebiasaan itu menciptakan hak. Dan,
kalau satu dituntut, lalu semua harus bertanggung jawab. Kalau “semua
bertanggung jawab” bukankah sama saja dengan tidak ada yang bertanggung
jawab? Persis seperti penjarahan yang dilakukan oleh banyak orang. Dengan
melakukan beramai-ramai seakan-akan perbuatan itu legal karena semua ikut,
seakan-akan perbuatan itu untuk kepentingan umum. Karena banyak orang yang
melakukan dan sudah menjadi kebiasaan seolah-olah bisa mengubah yang jahat
menjadi baik. Padahal, yang sebenarnya terjadi ialah bahwa kebiasaan jahat telah
membungkam nurani pelaku.
Kebiasaan Akan Membungkam Rasa Bersalah
Semua orang tahu,seperti kata Aristoteles, keutamaan diperoleh bukan
pertama-tama melalui pengetahuan, tetapi melalui habitus, yaitu kebiasaan
melakukan yang baik. Pertanyaan ini mau menyangkal pandangan yang
mengatakan kalau orang tahu bisa otomatis melakukan. Pengetahuan, kepiawaian,
berbicara dan kedudukan tidak menjamin konsistensi dalam tindakan. Antara
“tahu” dan “bisa melakukan” itu masih ada jarak yang dalam. Kebiasaan akan
menciptakan struktur hiudp sehingga memudahkan untuk bertindak. Orang tidak
perlu berpikir, mengambil jarak atau memberi makna setiap kali bertindak, karena
itu sering kali dilakukan sehingga otomatis orang bisa merespon secara spontan.
Itulah ungkapan kesadaran praktis (Anthony Giddens,1986).
Dulu, korupsi hanya istilah buruk yang cocok dilekatkan ke oknum pejabat
dan pemimpin negara. Namun kini, korupsi telah meluas dan merata tidak hanya
pejabat, pemimpin, bahkan pemimpin agama maupun pegawai biasa dan rakyat
jelata pun telah terjangkit virus korupsi. Mulai dari korupsi yang sudah
direncanakan dengan rapi hingga pungutan liar di jalan atau fasilitas publik
dengan cara terang-terangan. Ini artinya, korupsi bukan lagi masalah hukum,
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 10
melainkan sudah membudaya atau menjadi darah daging di negara ini. Tindakan
korupsi telah merusak nilai-nilai luhur dan menyengsarakan kehidupan rakyat.
Nikmat Lebih Besar Berkat “Impunity”
Banyak koruptor di Indonesia menikmati impunity (tiadanya sanksi hukum).
Kemungkinan ketahuan sangat kecil karena lemah dan tidak efektifnya
pengawasan. Apabila tertangkap dan dijerat oleh hukum , kemungkinan lepas
sangat besar, bisa karena aparat penegak hukum disogok atau kepiawaian
terdakwa dalam membuat alibi atau mengurangi bukti hukum.Para koruptor yang
tertangkap juga tidak diperlakukan seperti pencuri atau penjahat lainnya, mereka
tidak dianiaya atau di massa meskipun kerugian yang diakibatkan jauh lebih
besar, sehingga mereka merasa tidak merasa bersalah atau hanya merasa “pindah
rumah”. Ini mengakibatkan koruptor yang lepas dari jerat hukum akan melakukan
perbuatannya lagi dengan lebih hati-hati. Oleh karena itu, Undang-undang Nomor
3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai
dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan
Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga
diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Korban Korupsi Tidak Berwajah
Kalau yang dirugikan negara, siapa itu negara? Negara tidak bisa sedih, tidak
bisa menangis. Kalau yang dirugikan rakyat, siapakah yang dimaksud rakyat?
Orang banyak itu tidak punya wajah, berarti sama dengan anonim. Kalau
pemiliknya anonim mengapa harus merasa bersalah karena yang dirugikan tidak
kelihatan. Kalau korupsi dilakukan dengan memeras orang-orang yang
menginginkan jabatan tertentu, orang-orang itu akan mendapat untung jauh lebih
banyak daripada yang harus dibayarkan. Nah, memeras mereka yang mengambil
dana masyarakat berarti memeras pemeras.Uang yang dilarikan konglomerat
setidaknya sebagian bisa “diselamatkan” oleh pejabat. Apalagi hasil korupsi
hanya kecil bila dibandingkan dengan utang yang dikemplang konglomerat. Kalau
konglomerat tidak dihukum, megapa korupsi yang lebih kecil diungkit? Semua ini
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 11
gara-gara korban tidak punya wajah alias anonim. Namun juga karena aparat
penegak hukum yang sudah busuk.
Mekanisme Silih Atas Kejahatan
Uang korupsi tidak dimakan sendiri, tetapi juga dinikmati oleh banyak orang
lain, untuk kepentinga pribadi, lembaga amal, rumah yatim, membangun rumah
ibadah, membantu korban banjir dan sebagainya. Tetapi itu hanya sebagian kecil
dari jumlah yang dikorupsi. Dengan menggunakan sebagian hasil korupsi untuk
hal-hal tersebut para koruptor merasa tidak bersalah, karena merasa sudah
melakukan perbuatan yang terpuji.
Para koruptor itu merasa di atas hukum. Mereka merasa punya wewenang dan
akan dilindungi oleh institusi tempatnya bekerja. Apabila mereka terseret dalam
hukum maka institusinya akan ikut campur tangan, semua ini karena kekuasaan.
Dengan demikian, legitimaasi yang seharusnya dilakukan oleh hukum, norma atau
aturan tertentu menjadi sesuatu yang ditentukan oleh kekuasaan.
B. SEBAB-SEBAB KORUPSI
mengabaikan adanya konflik kepentingan
Tidak ada pemisahan yang tegas antara lembaga eksekutif dan yudikatif.
Dalam arti tertentu prerogatif presiden dalam penunjukan jaksa agung adalah
bentuk akumulasi kekuasaan dan mempunyai implikasi konflik kepentingan.
Keseimbangan politik dalam arti kebutuhan dukungan politik dan kekuatan tawr
dari pihak lain akan mempengaruhi proses peradilan. Sekarang praktik korupsi
tidak hanya didominasi oleh eksekutif, tetapi juga wakil rakyat dan fungsionaris
partai.
konsentrasi kekuasaan dan tidak efektifnya kontrol
Konsentrasi kekuasaan ini sangat kuat pada tingkat puncak hierarki
kekuasaaan tetapi juga pada tingkat provinsi dan daerah tingkat II. Hal ini juga
terkait dengan rekrutmen personalia pengambil keputusan administratif yang tidak
didasarkan kompetensi, jasa dan prestasi, tetapi lebih pada hubungan pribadi atau
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 12
ikatan primodial tertentu. Banyak bidang rekrutmen digunakan sebagai
kesempatan untuk memeras calon.
pengambilan keputusan yang ternyata tidak hanya dilakukan oleh
pejabat berwenang
Yang sebenarnya terjadi banyak keputusan melalui prosedur negosiasi dengan
pihak-pihak yang terkait dengan bidang sosial dan ekonomi. Jika tidak ada
transparansi jangan heran sistem yang beroperasi menjadi sistem pertukaran dan
hubungan baik.
kebutuhan partai-partai politik untuk mendanai pemilu
Partai-partai politik berlomba-lomba alam kampanye yang menjadi semakin
mahal kalau mau memenangkan wakil mereka entah di dalam lembaga legislatif
maupun ekskutif. Bukan pertama-tama kepentingan rakyat yang menjadi obsesi,
namun bagaimana bisa mempertahankan kedudukan atau kursi, kalau perlu
menambah kemenangan untuk pemilu yang akan datang.
Banyak politikus akan lebih tertarik pada masalah bisnis atau ekonomi yang akan
lebih menjanjikan keuntungan daripada bertanggungjawab sebagai pemimpin
politik. Korupsi merupakan masalah yang sudah parah di Indonesia. Bukan hanya
masalah mentalitas orang, tetapi juga sistem sosial-politik yang korup dan ketidak
mampuan membangun mekanisme kontrol yang efektif.
C. Tanggung Jawab Politik-Moral
Korupsi di Indonesia menyentuh pada sendi-sendi tanggung jawab dalam
kehidupan bernegara. Artinya korupsi menghancurkan pilar kehidupan politik
yang bertanggung jawab. Definisi dari politik yang bertanggung jawab adalah
memiliki otoritas dan legitimasi yang bermoral, tidak hanya kekuasaan dan
pertarungan kekuatan. Pelarian dari publik untuk menyelamatkan kehidupan
pribadi tidak membersihkan warga negara dari tanggung jawab politik.
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 13
Kesulitan Identifikasi Pelaku dan Batas Tanggung jawab
Kesulitan yang ada saat mengidentifikasi pelaku adalah pada siapa yang
bersalah, seberapa besar tanggung jawabnya dan bagaimana tindak lanjut pada
pihak yang dirugikan.
Dalam hukumnya terdapat individualisasi hukum yang di sebut hukum
penal yaitu hukum atau tanggung jawab individu. Jadi pertanggungjawaban itu
berasal dari sejumlah keputusan-keputusan individual, yang saling terkait dalam
sejumlah campur tangan dan mempunyai makna pada tingkat system yang
terlembagakan , misalnya, birokrasi, militer, organisasi. Contohnya kasus korupsi
untuk kepentingan pedanaan partai politik, bila terbongkar maka bukan partai
yang diadili tapi individu yang melakukan. Cara ini adalah cara untuk
mendapatkan kambing hitam dari suatu organisasi. Hal ini membuat kepentingan
politik dan ekonomi didalamnya menjadi tidak terungkap.
Model kambing hitam membuat sulitnya melokalisir tanggung jawab
pelaku. Korupsi pedanaan partai politik dengan jaringan, organisasi dan bentuk
penyelanggaraan negara direduksi menjadi 1 atau beberapa individu. Lalu hanya
menjadi masalah retribusi (sangsi hukum) dan retitusi (mengembalikan hasil
korupsi atau ganti rugi). Sering sekali koruptor lepas dari hukuman dan mendapat
rehabilitasi. Maka tidak heran korupsi menjadi marak karena hukumanya yang
ringan dan mudah. Kesulitan ke dua adalah saat terjadi otonomisasi tindakan.
Tindakan lepas dari keinginan pelaku dari total tindakannya. Sehingga menjadi
tanggung jawab pelaku.
Paul ricoer dengan mengacu pada pemecahan oleh Robert Spamann
mengusulkan. Menggunakan kebijakan praktis yang diajarkan oleh sejarah orang
diajak untuk belajar. Sehingga antara pelarian diri dan tanggung jawab terhadap
konsekuensi tindakan dan inflasi tanggung jawab yang tak terbatas perlu
menemukan jalan tengah yang tidak merugikan korban.
Kesulitan ketiga ialah aspek reparasi atau retitusi dalam pertanggung
jawaban. Masalah ini diajukan terutama pada kasus-kasus di mana tidak ada lagi
hubungan antara korban dan pelaku. Paul Ricoer mengusulkan gagasan
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 14
retrospektif ke gagasan tanggung jawab yang prospektif. Gagasan retrospektif:
pelaku dituntut bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan lalu berganti
pada Gagasan prospektif: tidak hanya ganti rugi namun juga gagasan pencegahan
untuk menghindari kerugian yang mungkin ditimbulkan.
Kesalahan dan Tanggung Jawab Politik-Moral
Penyebab dari nurani pelaku yang tidak peka lagi: kebiasaan, impunity
korban tak berwajah dan mekanisme silih atas kejahatan. Menurut Paul Ricoeur
ada 4 macam kesalahan:
1. Kesalahan Kriminal = subyek dianggap bersalah karena melanggan hukum
positif yang ada dalam masyarakat. Dengan menerima hukuman dan ganti
rugi mereka menjadi merasa sudah bertanggung jawab sehingga dapat
melakukan lagi.
2. Kesalahan Politik = tidak adanya tanggung jawab bangsa untuk
memperbaiki kerusakan-kerusakan yang di sebabkan korupsi.
3. Kesalahan Moral = tidak adanya moral yang diterapkan terhadap dana-
dana yang diambil untuk kepentingan masyarakat menjadi kepentingan
organisasi atau partai.
4. Kesalahan Metafisik = pelaku menghadap didepan Tuhan dan mengakui
betapa ia telah mengbaikan solidaritas total (dosa). Untuk menutup
kesalahan ini mereka menyumbang sebagian hasil korupsi ke tempat-
tempat ibadah atau yatim.
D. INSTITUSI HUKUM MEMBANTU MENGORGANISIR TANGGUNG
JAWAB
Alasan diperlukannya Institusionalisasi tanggung jawab dalam bentuk hukum:
1. Perlu melindungi yang lemah berhadapan dengan yang kuat serta
melindungi korban terhadap dirinya sendiri
2. Perlu hukum yang melindungi korban dan memperkuat jaringan institusi
yang memungkinkan untuk bias mempertahankan tanggung jawab
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 15
3. Pembentukan institusi merupakan unsur penyadaran akan tanggung jawab
atau bentuk pengorganisasian tanggung jawab.
Intitusi terutama dalam bentuk hukum dan struktur masyarakat yang adil
memiliki peran penting yaitu: membangun transparansi dalam menerapkan sangsi,
ke saling hubungan dan pengakuan. Institusi itu memungkinkan penentuan status
hukum di satu pihak pelaku kejahatan dan di pihak lain korban kejahatan.Dengan
demikian,di satu pihak institusi mengorganisir suatu tanggung jawab dengan
mengenali pelaku dengan semua konsekuensi kesalahannya dan mewajibkannya
untuk waspada. Di lain pihak institusi membantu korban menerima bahwa
sebagian dari kemalanagnnya ntidak dapat di timpakan ke orang lain dan tidak
dapat sepenuhnya direparasi. Lalu institusi membantu untuk bisa menerima serta
memahaminya. Jadi,institusi membawa korban dan kita semua kepada suatu
realisme. Tidak semua kemalangan atau penderitaan bias ditimpakan mendapat
reparasi dan penyebabnya mendapat penghukuman.
Korupsi tetap akan berjalan karena masih ada factor lain yang yang
menentukan,korupsi sangat terkait dengan budaya tertentu, gaya hidup, keluarga,
profesionalitas, etos kerja. Korupsi ditentukan oleh kebebasan dan kondisi social.
Selama masih ada kemungkinan untuk penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan
yang sebaliknya(termasuk korupsi) masih saja terbuka. Dimana ada
kejujuran,disana dimungkinkan pula ketidakjujuran. Sedangkan yang dimaksud
kondisi social yang cenderung melawan korupsi ialah suasana indignation (tidak
menerima dan protes) masyarakat terhadap kekayaan yang diperolehsecara tidak
halal.
Pendidikan yang kritis adalah awal menanamkan suatu mekanisme
kontrol. Selama pengajaran menekankan aspek teknik tanpa mengajak mereka
merefleksikan masalah-masalah etika,masalah operasional perusahaan dan
masalaha pertarunagn kekuatan kepentingan,janagn heran jika saatnya tiba mereka
akan masuk dalam praktik korupsi tanpa ada rasa canggung. Jadi harus
diperhatikan pentingnya aturan-aturan,perundang-undangan,organisasi-organisasi
professional,system control,dan penerapan sangsi. Control yang tidak efektif dan
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 16
tidak ada sangsi hukum yang jela sdan tegas berarti membiarkan koruptor
menikmati impunity.
BAGIAN III: ETIKA POLITIK
Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam
lingkungan filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia
adalah etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada
bebagai bidang etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga,
etika profesi, dan etika pendidikan.dalam hal ini termasuk setika politik yang
berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia.
Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur
betulsalahnya tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik
mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan
bukan hanya sebagai warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan
lain sebagainya. Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama
etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif,
kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan
struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika
politik membahas hukum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etika politik yang
menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara adalah adanya cita-cita The
Rule Of Law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan
paham kemanusiaan dan sturktur kebudayaan masyarakat masing-masing dan
keadaan sosial.
Tujuan etika politik adalah mengarahkan ke hidup baik, bersama dan
untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun
institusi-institusi yang adil (Paul Ricoeur, 1990). Dalam definisi Ricoeur, etika
politik tidak hanya menyangkut perilaku individual saja, tetapi terkait dengan
tindakan kolektif (etika sosial). Dalam etika individual, pandangan seseorang
bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. Sedangkan dalam etika politik, yang
merupakan etika sosial, untuk dapat mewujudkan pandangannya dibutuhkan
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 17
persetujuan dari sebanyak mungkin warganegara karena menyangkut tindakan
kolektif. Maka hubungan antara. pandangan hidup seseorang dengan tindakan
kolektif tidak langsung, membutuhkan perantara. Perantara ini berfungsi
menjembatani pandangan pribadi dengan tindakan kolektif.
Perantara itu bisa berupa simbol-simbol maupun nilai-nilai : simbol-
simbol agama, demokrasi, dan nilai-nilai keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan
sebagainya. Melalui simbol-simbol dan nilai-nilai itu, politikus berusaha
meyakinkan sebanyak mungkin warganegara agar menerima pandangannya
sehingga mendorong kepada tindakan bersama. Maka politik disebut seni karena
membutuhkan kemampuan untuk meyakinkan melalui wicara dan persuasi, bukan
manipulasi, kebohongan, dan kekerasan. Etika politik akan kritis terhadap
manipulasi atau penyalahgunaan nilai-nilai dan simbol-simbol itu. Ia berkaitan
dengan masalah struktur sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang
mengkondisikan tindakan kolektif.
KESIMPULAN
Kejahatan struktural dikondisikan atau dipicu oleh keputusan atau aturan-
aturan. Ia juga dipicu oleh perangkat perubahan hubungan-hubungan yang
diorganisir sebagai milik dari sistem-sistem sosial. Dua pemicu kejahatan
struktural ini juga menjadi faktor pendorong korupsi. Etika politik berfungsi
memantapkan struktur-struktur sosial politik itu agar pengorganisasian hidup
bersama semakin rasional (sesuai denga moral). Korupsi merupakan bentuk
negasi terhadap etika politik. Etika politik dipahami sebagai upaya untuk hidup
baik bersama dan untuk orang lain dalam kerangka memperluas kebebasan dan
menciptakan institusi yang adil. Pertama,korupsi merusak penopang hidup baik
bersama orang lain karena hanya kepentingan pribadi atau kelompok yang
diutamakan. Kedua, korupsi menghalangi upaya membangun institusi-institusi
yang adil karena pada dasarnya korupsi adalah wujud ketidakadilan dan
beroperasi melawan pewujudan kesejahteraan bersama.
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 18
Mengahadapi meluasnya korupsi ini masyarakat sudah apatis.
Pemberantasan korupsi seakan hanya puas dengan hasil pernyataan penuh
keputusasaan. Kejahatan dimasukkan ke dalam kategori kesalahan hukum dan
secara moral hanya berakibat pada rasa malu/hina. Padahal, dalam hal korupsi
terdapat masalah hukum, melainkan sudah menyentuh sendi-sendi tanggung
jawab sebagai warga Negara dalam hidup bernegara. Korupsi menghancurkan
pilar kehidupan politik yang bertanggung jawab.
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 19
KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Kasus
Senin, 26 Desember 2011 12:04 wib
JAKARTA - Kasus pembobolan dana nasbah Citibank senilai Rp40 miliar oleh
Inong Malinda alias Melinda Dee yang menjabat Relationship Manager Citigold
di bank tersebut merupakan salah satu kasus hukum paling banyak menyita
perhatian masyarakat di tahun 2011. Selain nilai kejahatannya yang cukup
fantastis, kasus ini merembet ke masalah privat karena gaya hidup mewah
Melinda bersama suaminya Andhika Gumilang.
Tengok saja koleksi mobil mewahnya seperti Hummer, Mercedes Benz dan
Ferrari yang harganya di atas Rp1 miliar. Latar belakang Andhika yang pernah
menjadi artis juga turut menarik perhatian seluruh media infotainment. Dan yang
tak kalah menghebohkan adalah operasi pembesaran payudara yang dilakukan
Melinda dibahas media dengan meminta tanggapan dokter bedah plastik hingga
nyaris menenggelamkan substansi kasusnya. Payudaranya juga menjadi bahan
olok-olok di berbagai jejaring sosial.
Pembobolan simpanan nasabah kakap oleh Melinda selama kurang lebih tiga
tahun berakhir 23 Maret 2011 setelah delapan penyidik dari Direktorat Ekonomi
dan Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menangkap Melinda di
apartemennya di kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Tim dari Mabes Polri bergerak
setelah mendapat laporan pihak Citibank pada bulan Januari.
Dalam keterangan saksi di pengadilan terlihat modus yang digunakan Melinda,
yakni dengan menyalahgunakan kepercayaan para nasabah kakap terhadap
dirinya. Oleh Melinda, nasabah-nasabah kaya dan sibuk itu disodori blanko
kosong untuk ditandatangani agar memudahkan transaksi. Namun ternyata
Melinda mencuri uang tersebut sedikit-demi sedikit tanpa disadari pemilik
rekening melalui persekongkolan jahat dengan bawahannya, Dwi Herawati,
Novianty Iriane dan Betharia Panjaitan selaku Head Teller Citibank.
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 20
Jaksa Penuntut Umum mendakwa Melinda melakukan penggelapan dan
pencucian uang dalam kurun waktu 22 Januari 2007 hingga 7 Februari 2011
melalui 117 transaksi, dimana 64 transaksi di antaranya dalam bentuk pecahan
rupiah senilai Rp27,36 miliar dan 53 transaksi senilai 2,08 juta dolar AS.
B. Pembahasan
Mengapa Koruptor Tidak Merasa Bersalah…??
Korupsi sudah menjadi fenomena yang biasa di dalam masyarakat di
Indonesia dapat dikatakan bahwa sepertinya korupsi sudah menjadi budaya. Pada
awalnya pelaku koruptor hanya mengambil sebagian kecil dari jumlah nominal
uang milik klien, karena sudah terbiasa dengan tindakan seperti itu seolah-olah
para koruptor menganggap hal tersebut biasa. Sehingga Indonesia memiliki
budaya korupsi terbesar ke 3 dari seluruh Dunia.
Contohnya Melinda Dee, Melinda dee adalah seseorang yang terlibat dalam
kasus penggelapan dana Citibank sejumlah 40 Miliar. Bentuk korupsi yang
dilakukan oleh Melinda Dee adalah Korupsi Upeti, dikarenakan Melinda dee
menjabat Relationship Manager Citigold di bank. Jabatan Melinda dee merupakan
jabatan yang sangat strategis dan memiliki banyak peluang di Citibank, dimana
Dalam pekerjaannya Melinda Dee sering bertemu dengan klien-klien dari
berbagai perusahaan hingga rektorat pemerintahan sehingga peluang untuk
melakukan kejahatan korupsi sangat mudah.
Lemahnya hukum di Indonesia terlihat sangat tidak adil, Melinda Dee yang
sudah jelas melakukan tindakan korupsi senilai 40 Miliar hanya dijerat hukuman
15 Tahun, sedangkan rakyat miskin yang hanya mencuri ayam kampong dijerat
dengan hukuman 5 tahun penjara. Ketidakadilan seperti inilah menumbuhkan
kebiasaan yang tidak baik, pasalnya para koruptor merasa akan dibela oleh
institusi atau organisasi yang memperkerjakan mereka padahal tidak selalu terjadi.
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 21
Sebab-Sebab Korupsi
a. Mengabaikan Adanya Konflik Kepentingan
Keseimbangan dalam arti kebutuhan dukungan dan kekuatan tawar dari pihak
lain akan mempengaruhi proses peradilan. Berdasarkan kesaksian mantan Citigold
Executive Head di Citibank Landmark, Reniwati Hamid, Melinda mengalirkan
dana nasabah ke empat perusahaan miliknya yaitu, PT Sarwahita Global
Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo Resources, dan PT
Axcomm Infoteco Centro. Reniwati sendiri menjabat sebagai Direktur Utama di
empat perusahaan yang didirikannya bersama Melinda, Roy Sanggilawang, dan
Gesang Timora.
Dari keempat perusahaan ini, Melinda kembali menarik uang untuk
kepentingan pribadinya, Andhika maupun adiknya, Visca Lovitasari serta suami
Visca, Ismail bin Janim. Andhika menampung uang curian itu dengan membuka
banyak rekening dengan identitas berbeda karena menggunakan KTP palsu. Dia
juga diseret ke muka pengadilan dengan tuduhan melakukan tindak pidana
pencucian uang dengan menerima dan menampung uang yang diduga hasil tindak
pidana istri sirinya. Kasus ini masih akan berlanjut di tahun 2012 karena semua
terdakwa masih menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Belum satu pun dari mereka yang dijatuhi vonis oleh hakim. Proses persidangan
bisa saja berlanjut hingga beberapa tahun ke depan jika persidangan berlanjut ke
tingkat Mahkamah Agung.
b. Kosentrasi Kekuasaan dan tidak efektifnya Kontrol
Dari sini, Melinda secara cermat menelisik pola transaksi nasabah yang
bersangkutan, kemudian mengajukan blanko kosong untuk ditanda tangani,
blanko ini memiliki kekuasaan untuk mencairkan dana. Blanko inilah yang dia
gunakanan untuk menarik dana dengan memerintahkan Dwi mentransfer uang ke
beberapa perusahaan miliknya. Melinda juga menggunakan surat kuasa dari
nasabah, sehingga nasabah seolah-olah datang ke bank untuk melakukan
transaksi.
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 22
Untuk mengaburkan bukti kejahatan, Melinda membuat perusahaan pribadinya
yang dialiri dana nasabah Citibank atas nama orang lain. Pada akhirnya, uang
inilah yang digunakannya, antara lain untuk menyicil angsuran mobil super
mewah seperti Ferrari. Tengok saja kesaksian Rohly Pateni, salah satu nasabah
yang menjadi korban Melinda. Dia mengaku sangat percaya kepada Melinda
karena sudah 18 tahun menjadi nasabah Citibank dan ditangani Melinda. Dia
jarang mengecek rekeningnya karena sibuk bekerja.
c. Pengambilan Keputusan yang tidak dilakukan oleh pihak wewenang
Keputusan untuk mencairkan sejumlah uang dari rekening nasabah dilakukan
Melinda Dee tanpa adanya keputusan dari pihak yang memiliki wewenang
(nasabah). Sehingga Melinda Dee mengunakan uang tersebut tanpa adanya
persetujuan dari pihak nasabah. Dengan demikian dalam pengambilan keputusan
tidak dilakukan dengan pihak yang mempunyai wewenang ( nasabah ) dengan
demikan kasusu kejahatan tersebut adalah korupsi, karena mengambil atau
mengelapkan uang nasabah tanpa adanya keputusan sepihak antara Melinda Dee
dengan nasabah Citibank.
Tanggung Jawab Moral
Para Koruptor pada umumnya memiliki sikap yang apatis dalam artian yang
pertama merasa bersalah karena melakukan tindakan korupsi, kedua menimpakan
tanggung jawab korupsi kepada beberapa individu lain. Hal ini juga dilakukan
oleh Melinda Dee. Melinda Dee menyeret beberapa nama untuk dilaporkan juga
mengunakan hasil pencucian atau penggelapan uang tersebut.
Andhika maupun adiknya, Visca Lovitasari serta suami Visca, Ismail bin
Janim adalah beberapa nama yang dibawa Melinda Dee. Hal yang dilakukan
Melinda Dee merupakan tindakan yang melarikan diri dari tanggung jawab,
pasalnya Melinda Dee tidak mau mengakui bahwa tindakan yang dilakukan
Melinda Dee adalah korupsi dan otak atas tindakan ini adalah Melinda Dee.
TUGAS ETIKA BISNIS - KORUPSI 23
REFERENSI
Gie, Kwik Kian. (2004). Pemberantasan Korupsi untak Meraih Kemandirian,
Kesejahteraan dan Keadilan
Hamzah, Andi (1984). Korupsi di Indonesia: Masalah dan Pemecahannya.
Gramedia, Jakarta
Hamzah, Andi (2007). Pemberantasan Korupsi. Gramedia, Jakarta
Haryatmoko, (2003). Etika Politik dan Kekuasaan. Kompas, Jakarta
Kasus Malinda Dee yang Sensasional.
http://news.okezone.com/read/2011/12/26/349/547245/large, diakes pada 19
November 2012
Korupsi. http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi, diakses pada 19 November 2012