krisis hipertensi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sistem kardiovaskuler peminatan kritis semester 2

Citation preview

TUGAS INDIVIDU

KRISIS HIPERTENSI

Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Keperawatan kritis 1

Koordinator : Aan, S.Kep.Ners.,M.Kes

OLEH

Barkah Waladani

2201201400020

Program Magister Keperawatan

Fakultas Keperawatan

Universitas Padjadjaran

Bandung

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala kuasa-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tak lupa shalawat dan salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai nabi pembawa risalah kebenaran di muka bumi ini. Makalah ini dengan tema tentang krisis hipertensi. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah keperawatan kritis 1. Untuk itu, saya ucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Aan dan tim , yang telah memberikan waktu dan arahannya dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalamnya, sehingga kritik dan saran sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu penulisan yang akan datang. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, April 2014

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hipertensi adalah penyakit akibat peningkatan tekanan darah dalam arteri dengan tekanan darah sistolik dan diastolik lebih atau samadengan 140 dan 90mmHg. Krisis hipertensi ialah keadaan klinik yang gawat yang disebabkan karena tekanan darah yang meningkat, biasanya tekanan diastolic 140mmHg atau lebih, disertai kegagalan/kerusakan target organ.

Jumlah pasien yang terdaftar dalam Internal Medicine Section of the EmergencyDepartment pada tahun 1996 adalah 14.209 orang. Dimana 1634 orang adalah kasus emergensiurgensi, 449 pasien termasuk kriteria krisis hipertensi menurut Joint National Committee dan memiliki tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg. Pada 23% pasien hipertensi diketahui adalah krisis hipertensi dan 28% dari 23% tersebutadalah hipertensi urgensi. Hipertensi urgensi juga lebih sering ditemukan dibandingkan dengan hipertensi emergensi.

BAB II

Konsep Dasar Krisis Hipertensi

Definsi

Krisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan tekanan darah yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan terget organ dan memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan atau keparahan target organ. The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7, 2004).

Krisis hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang mana dapat menyebabkan stroke dengan tekanan sistolik mencapai 180mmHg dan diastolik mencapai 120mmHg, sehingga merusak pembuluh darah (Rodriguez, Kumar, De Caro, 2010).

Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik > 180/120 mmHg. JNC 7 membagi krisis hipertensi berdasarkan ada atau tidaknya bukti kerusakan organ sasaran yang progresif (hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi). Bukti kerusakan organ sasaran yang dimaksud antara lain ensefalopati hipertensif, infark miokard akut, gagal jantung kiri disertai edema paru, diseksi aneurisma aorta, dan eklamsia. Klasifikasi ini berdampak pada tata laksana pasien. Upaya penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi emergensi harus dilakukan segera (< 1 jam) sedangkan pada kasus hipertensi urgensi dapat dilakukan dalam beberapa kurun waktu beberapa jam hingga beberapa hari (Chobanian, 2003; Schiffrin, 2004).

Klasifikasi Krisis Hipertensi

Membedakan kedua golongan krisis hipertensi bukanlah dari tingginya TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat tinggi pada seorang penderita dianggap sebagai suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem syaraf sentral, miokardial, dan ginjal. Hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi perlu dibedakan karena cara penanggulangan keduanya berbeda.

Hipertensi emergensi (darurat)

Ditandai dengan TD Diastolik >120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU) .

Penanggulangan hipertensi emergensi :

Pada umumnya kondisi ini memerlukan terapi obat antihipertensi parenteral. Tujuan terapi hipertensi darurat bukanlah menurunkan tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi menurunkan tekanan arteri rerata (MAP) sebanyak 25 % dalam kurun waktu kurang dari 1 jam. Apabila tekanan darah sudah stabil, tekanan darah dapat diturunkan sampai 160 mmHg/100-110 mmHg dalam waktu 2-6 jam kemudian. Selanjutnya tekanan darah dapat diturunkan sampai tekanan darah sasaran (120 mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan secara bertahap dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi oral hipertensi.

Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila tekanan darah tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral antihipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.

Penanggulangan hipertensi urgensi :

Pada umumnya, penatalaksanaan hipertensi mendesak dilakukan dengan menggunakan atau menambahkan antihipertensi lain atau meningkatkan dosis antihipertensi yang digunakan, dimana hal ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah secara bertahap. Penurunan tekanan darah yang sangat cepat menuju tekanan darah sasaran (140/90 mmHg atau 130/80 mmHg pada penderita diabetes dan gagal ginjal kronik) harus dihindari. Hal ini disebabkan autoregulasi aliran darah pada penderita hipertensi kronik terjadi pada tekanan yang lebih tinggi pada orang dengan tekanan darah normal, sehingga penurunan tekanan darah yang sangat cepat dapat menyebabkan terjadinya cerebrovaskular accident, infark miokard dan gagal ginjal akut.

Berdasarkan dari pengertian krisis hipertensi diatas, sehingga dapat dikategorikan sebagai berikut (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2014);

Tabel Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa

Kategori

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Normal

3

Disability

Kesadaran somnolen, pasien gelisah, GCS: E3M4V3, pupil un isokor, Rc +/+, kanan 3mm, kiri 4 mm.

Eksposure

Terpasang ivFd di vena radialis dextra

Pengkajian sekunder

Identitas: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaanRiwayat kesehatanKeluhan utama: penurunan kesadaran Riwayat kesehatan saat ini: pasien datang ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran, riwayat jatuh di kamar mandi 1 jam yang lalu, TD : 220 / 140 mmHg, kesadaran somnolen, pupil un isokor, Riwayat kesehatan sebelumnya: dari informasi keluarga pasien sebelumnya tidak ada riwayat hipertensiRiwayat kesehatan keluarga: di keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat hipertensi dan strokePemeriksaan fisik Kepala: tidak ada jejas, rambut mulai memutih, bersihMata: konjungtiva ananemis, pupil anisokor, 3mm/4 mm, R/C +/+, sklera anikterik, simetris.Telinga : bersih, tidak terpasang alat bantu pendengaran.Hidung: terpasang binasal kanul 3L, tidak ada cuping hidung.Mulut: Terdapat sekret di mulut, mukosa keringLeher: tidak terdapat pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran tyroidThoraks : terdapat retraksi dinding dada, simetris, bunyi sonor, terdapat suara ronchi, ichtus cordis teraba, bunyi pekak, tidak ada suara tambahan seperti gallop atau murmur.Abdomen: tidak ada jejas, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba distensi abdomen, suara tympani.Ekstremitas: Terpasang IVFd di vena radialis dextra Genetalia: terpasang kateter no 16 dengan produksi urin 150cc.Pemeriksaan penunjang: hemoglobin 11, g/dl, hematokrit 36%, leukosit 15.000 gr/dl

Analisis data

Nama: Tn.D

RM : -

No

Tgl

DATA

FOKUS

ETIOLOGI

PROBLEM

1

DS: -

DO:

RR: 30 x/ menitDyspneaSuara nafas stridorRetraksi dinding dadaSpO2 : 90%cianosis

akumulasi sekret di jalan nafas

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

2

DS: -

DO:

klienGelisah Kesadaran somnolen GCS : E 3 M 4 V : 4SpO2 : 90%CianosisHasil CT scan : sub dural hematomaKlien peloPupil un isokor RC +/+, diameter mm.

hemoragi cerebral

Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral

Diagnosa keperawatan

Ketidakefektifan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret di jalan nafasKetidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d hemoragi cerebralIntervensi keperawatan

NO

DIAGNOSA

TUJUAN

INTERVENSI

TTD

1

Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 30 menit

KH:

Tidak ditemukan lagi suara nafas tambahanTidak terdapat sianosisFrekuensi nafas normal Tidak ada peningkatan kerja nafasTidak terdapat suara nafas tambahanAGD dalam batas normalBuka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perluPosisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasiIdentifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perluLakukan fisioterapi dada jika perluKeluarkan sekret dengan batuk atau suctionAuskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahanLakukan suction pada mayoBerikan bronkodilator bila perluBerikan pelembab udara Kassa basah NaCl LembabAtur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.Monitor respirasi dan status O2

2

Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral

Setelah diberikan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan :

Pupil seimbang dan reaktifTekanan darah systole dan diastol dalam rentang yang diharapkanTidak terdapat hipertensi orthostatikMonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpulMonitor adanya pareteseInstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasiGunakan sarun tangan untuk proteksiBatasi gerakan pada kepala, leher dan punggungMonitor kemampuan BABKolaborasi pemberian analgetikMonitor adanya tromboplebitisDiskusikan menganai penyebab perubahan sensasiMonitor AGD dan reaksi pupilMonitor tekanan darah systol dan diastolMonitor tekanan intra kranial dan respon neurologis

Daftar Pustaka

Alspach, J.G.(2013).Core curriculum for critical nursing.6th ed.Elseveir

Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003; 289:2560-72.

Feildstein, C.(2007).Management of hypertensive crises.American Journal of Therapeutics.14, 135-139

Hickler, R.B.(2003).Hipertensi darurat: Kategori diagnostik berguna. Kesehatan masyarakat J, 78:623-624.

Lanthier, L, Pilon, D.(2002).Recognizing hypertensive crises. The Canadian Journal

Laragh, J.( 2001).Laragh pelajaran dalam patofisiologi dan mutiara klinis untuk mengobati hipertensi. Am J Hypertens 2001, 14:837-854

Maron, P.E, Varon, J.(2003).Clinical review: The management og hypertensive

crises.Critical Care Journal.Vol 7

Morton, P.G, Fontaine, D, Hudak, C. M, Gallo, B. M.(2014).Keperawatan kritis: Pendekatan asuhan holistic.Ed 8.Jakarta: EGC.

Schiffrin, E.L.(2004).Remodeling of resistance arteries in essential hypertension and effects of antihypertensive treatment. Am J Hypertens.;17:1192-200.