Upload
dentiko-mutou
View
162
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
krisis tiroid
Citation preview
REFERAT
KRISIS TIROID
Oleh :
Dentiko Wasis Aulia
G99131030
Pembimbing:
dr. Sumardjo, Sp. PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD PANDANARANG BOYOLALI
BOYOLALI
2013
PENDAHULUAN
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam nyawa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna. Krisis
tiroid sering terjadi pada pasien dengan hipertiroid yang tidak diberikan terapi atau mendapat
terapi yang tidak adekuat, dan dipicu oleh adanya infeksi, trauma, pembedahan tiroid atau
diabetes melitus yang tidak terkontrol.1,2
Angka kejadian krisis tiroid tergolong jarang dan paling sering terjadi pada pasien dengan
penyakit Graves, tiroiditis dan struma multinodosa toksik. Angka mortalitasnya cukup tinggi,
sehingga diagnosis dini yang tepat dan terapi agresif yang adekuat dapat menurunkan
mortalitas.1,2
Tidak ada nilai patokan untuk kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang dapat
mendefinisikan krisis tiroid karena pada kebanyakan kasus, kadar TH serum cenderung sama
dibandingkan pada tirotoksikosis tanpa komplikasi. Karena krisis tiroid sering menjadi fatal,
maka diagnosis yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan untuk membatasi morbiditas dan
mortalitas.1,2,3
Pengelolaan krisis tiroid memerlukan pemantauan intensif sehingga pasien harus dirawat
di Intensive Care Unit (ICU). Tujuan pengelolaan dapat dikelompokan menjadi beberapa
pendekatan yaitu usaha untuk menurunkan sintesis dan sekresi hormon tiroid, strategi
menurunkan pengaruh perifer hormon tiroid, terapi mencegah dekompensasi sistemik dan terapi
penyakit pemicu.1,2,3
PEMBAHASAN
A. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Penyebab paling sering dari krisis tiroid adalah Graves disease. Selain itu, krisis tiroid
dapat juga muncul pada adenoma soliter toksik atau toksik multinoduler goiter. Krisis tiroid juga
dapat muncul pada berbagai kondisi namun dengan angka kejadian yang sangat jarang. Kejadian
ini kebanyakan terjadi pada wanita muda, tapi dapat juga muncul pada segala jenis kelamin dan
usia.1,2
Faktor-faktor presipitasi seperti pembedahan, trauma, infark miokard, emboli paru, dll
juga dapat menyebabkan transisi dari tirotoksikosis menjadi krisis tiroid. Penghentian obat
antitiroid atau dosis obat yang tidak adekuat karena kepatuhan pasien yang buruk juga dapat
menimbulkan krisis tiroid. Selain itu pasien yang mudah timbul kondisi krisis tiroid biasanya
memiliki tingkat sensitivitas terhadap katekolamin yang tinggi. Oleh karena itu, setiap keadaan
stress yang menyebabkan peningkatan katekolamin dapat memicu terjadinya krisis tiroid.1,2
B. GAMBARAN KLINIS
Menurut definisi, krisis tiroid merupakan keadan tirotoksikosis yang ekstrim dan
memungkinkan terjadinya dekompensasi fungsi organ. Oleh karena itu, gambaran klinis
tirotoksikosis masih dapat dijumpai. Krisis tiroid sendiri memiliki 4 gambaran utama yaitu
demam, sinus takikardi atau variasi aritmia, gejala gangguan system saraf pusat seperti agitasi,
gelisah, bingung, delirium, dan koma, dan gejala gastrointestinal seperti muntah dan diare.3
Selain 4 gambaran utama diatas, terdapat pula gangguan-gangguan yang menyertai krisis
tiroid antara lain penurunan berat badan karena hipermetabolisme, ketidakstabilan emosi,
konsentrasi yang buruk, perubahan siklus menstruasi, penurunan libido, sesak, palpitasi, dan
nyeri dada yang menyerupai angina pectoris. Gambaran kelenjar tiroid juga dapat bervariasi
sesuai penyakit yang mendasari.3
C. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis krisis tiroid lebih didasarkan pada gambaran klinis dibandingkan
dengan hasil uji laboratorium yang hasilnya tidak segera didapat, dengan demikian pengelolaan
krisis tiroid tidak perlu menunggu hasil uji fungsi tiroid. Gambaran klinis krisis tiroid yang khas
meliputi demam dengan suhu > 38,5oC, gangguan kardiovaskular berupa hipertensi dengan
tekanan nadi yang melebar, yang pada fase berikutnya hipotensi disertai tanda-tanda gagal
jantung seperti fibrilasi atrium atau takikardi ventrikular, dan gangguan neurologik berupa agitasi
hiperrefleksia, tremor, kejang, dan koma.4,5,6
Untuk memudahkan diagnosis, digunakan skor kriteria Burch dan Wartofsky. skor lebih
dari 45 berarti diagnosis krisis tiroid dapat ditegakkan. Penggunaan skor kriteria ini sebagai
petunjuk diagnosis dilaporkan meningkatkan keberhasilan resusitasi.4
Diagnosis krisis tiroid dapat ditunjang dengan hasil pemeriksaan fungsi tiroid yaitu kadar
thyroid-stimulating hormone (TSH) tidak terdeteksi (<0,001 mU/L) dan peningkatan kadar T3,
free T4 dan total. Biasanya peningkatan kadar T3 lebih menonjol dibandingkan T4 karena terjadi
bersamaan dengan peningkatan konversi hormon tiroid perifer T4 ke T3.5,6
Gambaran radiologis tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid. Namun,
saat dilakukan evaluasi, gambaran radiologis dada dapat digunakan untuk membantu melihat
pencetus terjadinya krisis tiroid tersebut.1,3
D. PENGOBATAN
Pengelolaan krisis tiroid ditujukan untuk menurunkan sintesis dan sekresi hormon tiroid,
menurunkan pengaruh perifer hormon tiroid dengan menghambat konversi T4 ke T3, terapi
mencegah dekompensasi sistemik, terapi penyakit pemicu dan terapi suportif. Obat-obat yang
dapat menghambat secara menyeluruh dan cepat sintesis hormon tiroid adalah pemberian
propiltiourasil (PTU) dan methimazole (MMI). PTU merupakan tionamid pilihan pertama,
karena dapat pula menghambat konversi perifer T4 menjadi T3. Namun sayangnya obat ini tidak
tersedia dalam bentuk injeksi sehingga harus diberikan melalui pipa nasogastrik. Oleh karena
krisis tiroid sering disertai dengan gangguan fungsi gastrointestinal termasuk penurunan perfusi
splanknik akibat syok maka dosis yang diberikan harus cukup tinggi. Dosis loading 600-1000
mg, dilanjutkan 200-300 mg setiap 4-6 jam.1,2
Sekresi hormon tiroid dapat juga dihambat dengan sediaan yang mengandung iodium
sangat tinggi, yang dapat menurunkan uptake iodium di kelenjar tiroid. Cairan lugol atau cairan
jenuh kalium iodida dapat digunakan untuk tujuan ini. Terapi iodium harus diberikan setelah
sekitar satu jam setelah pemberian PTU atau MMI, oleh karena iodium yang digunakan secara
tunggal ikut berperan dalam meningkatkan cadangan hormon tiroid sehingga dapat
memperburuk krisis tiroid. Sediaan iodium dapat pula mencegah konversi T4 menjadi T3. Cairan
lugol dapat diberikan dengan dosis 4-8 tetes setiap 6 jam.1,2
Obat-obat golongan glukokortikoid memegang peran yang penting pada terapi krisis
tiroid. Glukokortikoid dapat menurunkan uptake iodium dan titer antibodi yang terstimulasi oleh
hormon tiroid. hidrokortison dan deksametason juga dapat menurunkan konversi T4 menjadi T3,
dan mempunyai efek langsung terhadap proses autoimun pada penyakit Graves, dan telah
terbukti memperbaiki prognosis. Dosis hidrokortison 100 mg intravena setiap 6-8 jam dapat
diberikan pada krisis tiroid.3
Krisis tiroid juga dapat disebabkan oleh amiodaron. Ada 2 mekanisme amiodaron
menyebabkan krisis tiroid yaitu disebabkan oleh adanya autoimunitas laten (penyakit Graves)
yang diperburuk oleh sejumlah besar iodium bebas hasil metabolisme normal dari amiodaron,
dan amiodaron menyebabkan rusaknya tiroid sehingga sekresi hormon tiroid prestored
berlebihan. Oleh karena itu pada pasien krisis tiroid yang disertai gagal jantung, digitalis
merupakan pilihan untuk mengendalikan laju ventrikel pada fibrilasi atrium.1,3,5,6
Golongan beta-blocker seperti propanolol sering digunakan dengan tujuan menurunkan
konversi T4 menjadi T3 dan menghambat pengaruh perifer hormon tiroid. Pemberian terapi
beta–blocker pernah dilaporkan dapat memperburuk ejection fraction dan mengakibatkan henti
jantung pada tirotoksikosis. Secara tradisional golongan beta-blocker digunakan untuk
mengendalikan laju jantung pada pasien hipertiroid dengan takikardia termasuk sinus takikardia,
fibrilasi atrium, hipertensi sistolik dan gagal jantung kongestif. Propanolol dapat diberikan 40-
80mg setiap 4-8 jam per oral atau 0,5-1 mg intravena setiap 3 jam. Namun demikian penggunaan
beta-blockers harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan keputusan penggunaannya
berdasarkan besarnya dampak dari peningkatan laju jantung terhadap gagal jantung. Golongan
beta-blocker aksi singkat seperti esmolol (bolus 250-500 ug/kg, dilanjutkan 50-100ug/kg/menit
infus) dengan pemantauan hemodinamik mungkin perlu dipertimbangkan sebagai alternatif. Bila
ada kontra indikasi atau tidak ada respon terhadap pemberian beta-blockers, untuk menekan
pengaruh perifer hormon tiroid dapat diberikan Calsium channel blocker. Namun demikian
Calsium channel blocker tidak dapat diberikan pada pasien dengan syok.1,3,5,6
Strategi yang lain untuk mengurangi pengaruh perifer hormon tiroid dengan membuang
hormon tiroid yang berlebihan dalam sirkulasi adalah dilakukan tindakan hemodialisis,
hemoperfusi, atau plasmaferesis. Selain itu, pemberian bantuan oksigenasi dan ventilasi,
pemberian antipiretik, surface cooling, koreksi dehidrasi, koreksi elektrolit, terapi nutrisi dan
terapi simptomatik lainnya dapat membantu mengurangi pengaruh perifer hormon tiroid. Pilihan
obat antipiretik adalah golongan asetaminofen, oleh karena antipiretik golongan salisilat akan
menggantikan hormon tiroid terikat pada reseptornya dalam darah sehingga akan meningkatkan
bioavalibility sehingga memperburuk krisis tiroid.4
Terapi suportif juga merupakan bagian yang penting dalam pengobatan krisis tiroid.
Terapi suportif yang dapat dilakukan antara lain antipiretik selain salisilat karena salisilat dapat
menurunkan thyroid protein binding. Penggunaan alat-alat pendingin seperti kompres dingin
dapat juga digunakan. Antibiotik empirik untuk mengobati infeksi tanpa dijumpai adanya sumber
infeksi sebaiknya tidak diberikan.1,2,3,7
Terapi jangka panjang dapat mulai dipikirkan jika aspek yang mengancam kehidupan
dari krisis tiroid telah diatasi. Perbaikan gejala klinis biasanya muncul dalam 24-72 jam setelah
pengobatan. Setelah sistem hemodinamik, termoregulator, dan stabilitas neurologik sudah
tercapai, pertimbangan untuk terapi jangka panjang harus segera dipikirkan. Glukokortikoid dan
tionamid dapat diturunkan dosisnya secara bertahap, dan biasanya perlu waktu beberapa minggu
sampai beberapa bulan untuk mencapai keadaan eutiroid seelah krisis tiroid. Antagonis reseptor
sel beta-adrenergik masih dibutuhkan jika pasien masih memiliki gejala tirotoksik.1,5,6,7
E. KESIMPULAN
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang memerlukan pengelolaan yang agresif,
pemantauan ketat dan perawatan intensif. Penegakan diagnosis yang dini dan pengelolaan agresif
yang adekuat, akan memberikan prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nayak B, Burman K. Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Endocrinol Metab Clin N Am.
2006;35:663-86.
2. Jameson L, Weetman A. Disorders of the thyroid gland. In: Braunwald E, Fancy AS,
Kasper DL, eds. Harrison’s Principles of internal medicine. 15th ed . New York: Mc
Graw hill ; 2001. p. 2060-84.
3. Migneco A, Ojetti V, et al. Management of thyrotoxic crisis. Available on: European
Review for Medical and Pharmalogical Science 2005;9: 69-74.
4. Burch HB, Wartofsky L. Life-threatening Thyrotoxicosis, Thyroid Storm. Endocrinol
Metab Clin North Am. 1993:22;263-77.
5. Su Yin Ngo A, Chen Lung Tan D. Thyrotoxic heart disease. J Resuscitation.
2006:70;787-90.
6. David A, Wald DO, Silver A. Cardiovascular manifestations of thyroid strom: a case
report. J Emerg Med. 2003:25; 23-8.
7. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM etal. Surviving sepsis campaign: International
guidelines for management of severe sepsis and septic shock. Crit Care Med. 2008:36;
296-27.
LAMPIRAN Skor Kriteria Burch dan Wartofsky untuk Diagnosis Krisis Tiroid
Krisis tiroid tegak jika total skor ≥ 45KRITERIA SKOR
Disfungsi Pengaturan Suhu
Suhu 37,2°– 37,7°C…………………5
Suhu 37,8° - 38,2°C………………....10
Suhu 38,3° - 38,8°C…………………15
Suhu 38,9° - 39,3°C…………………20
Suhu 39,4° - 39,9°C…………………25
Suhu 40°C atau lebih………………...30
Gangguan Sistem Saraf Pusat
Tidak ada…………………………….0
Gelisah………………………………10
Delirium……………………………..20
Kejang atau koma…………………...30
Disfungsi Gastrointestinal
Tidak ada…………………………….0
Diare, mual, muntah, nyeri abdomen..10
Ikterik………………………………..20
Disfungsi Kardiovaskular (kali/menit)
90 – 109……………………………...5
110 – 119…………………………….10
120 – 129…………………………….15
130 – 139…………………………….20
≥ 140…………………………………25
Gagal Jantung Kongestif
Tidak ada…………………………….0
Ringan (udem)……………………….5
Sedang (ronki basah basal)…………..10
Berat (edema paru)………………......15
Fibrilasi Atrium
Tidak ada………………………….....0
Ada……………………………..........10
Riwayat adanya kondisi/penyakit pemicu
Tidak Ada…………………………....0
Ada……………………………,,,,,,…10