15
3.1. Kriteria Penentuan Lahan Kritis Berdasarkan hasil lokakarya Penetapan Kriteria Lahan Kritis yang dilaksanakan oleh Direktotar Rehabilitasi dan Konservasi Tanah pada 17 Juni 1997 dan 23 Juli 1997 yang dimaksud dengan lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan. Dengan demikian penilaian lahan kritis di setiap tempat harus mengacu pada kriteria yang ditetapkan dan sesuai dengan fungsi tempat tersebut. Besaran nilai bobot tingkat kekritisan lahan diperoleh dari hasil perkalian antara bobot dan nilai skor. Parameter fisik lahan berupa kelas lereng, jenis tanah, geologi, curah hujan serta karakteristik DAS menentukan peran yang sangat penting. Hal ini berkaitan erat dengan penentuan kriteria lahan kritis sebagai sasaran utama dari arahan RTL RLKT. Metode yang dilakukan adalah melakukan tumpang susun (overlay) secara spatial masing-masing data tersebut untuk kemudian dilakukan pembobotan (skoring). Adapun parameter yang akan dilakukan pembobotan adalah sebagai berikut :

Kriteria+Penentuan+Lahan+Kritis

  • Upload
    izhom

  • View
    89

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kriteria+Penentuan+Lahan+Kritis

3.1. Kriteria Penentuan Lahan Kritis

Berdasarkan hasil lokakarya Penetapan Kriteria Lahan Kritis yang dilaksanakan oleh

Direktotar Rehabilitasi dan Konservasi Tanah pada 17 Juni 1997 dan 23 Juli 1997

yang dimaksud dengan lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan

sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan

atau diharapkan. Dengan demikian penilaian lahan kritis di setiap tempat harus

mengacu pada kriteria yang ditetapkan dan sesuai dengan fungsi tempat tersebut.

Besaran nilai bobot tingkat kekritisan lahan diperoleh dari hasil perkalian antara

bobot dan nilai skor.

Parameter fisik lahan berupa kelas lereng, jenis tanah, geologi, curah hujan serta

karakteristik DAS menentukan peran yang sangat penting. Hal ini berkaitan erat

dengan penentuan kriteria lahan kritis sebagai sasaran utama dari arahan RTL

RLKT. Metode yang dilakukan adalah melakukan tumpang susun (overlay) secara

spatial masing-masing data tersebut untuk kemudian dilakukan pembobotan

(skoring). Adapun parameter yang akan dilakukan pembobotan adalah sebagai

berikut :

Page 2: Kriteria+Penentuan+Lahan+Kritis

1) Tipe Iklim (Curah Hujan)

a. Tipe iklim, dianalisis berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan

Ferguson. Data hujan bulanan selama 10 tahun terakhir dikelompokkan dalam

bulan kering (curah hujan bulanan < 60 mm), bulan lembab (curah hujan bulanan

antara 60-100 mm) dan bulan basah (curah hujan bulanan > 100 mm). Penentuan

tipe iklim didasarkan pada nilai Q yang dihitung dengan rumus :

Q = (BK / BB) x 100%

Keterangan:

BK = Jumlah bulan kering dalam satu periode analisis (bulan)

BB = Jumlah bulan basah dalam satu periode analisis (bulan)

Selanjutnya penentuan tipe iklim didasarkan pada kriteria Schmidt & Ferguson.

b. Intensitas Hujan, Intensitas hujan (I) dihitung berdasarkan curah hujan rata-

rata dalam satu tahun dan hari hujannya, sebagai berikut :

I = CH / HH

Keterangan :

CH = Curah hujan rata-rata dalam satu tahun

HH = Hari hujan rata-rata dalam satu tahun

Tabel 3.2 Klasifikasi Intensitas Curah Hujan

Kelas IntensitasCurah hujan

Intensitas Curah hujan(mm/hari)

Klasifikasi CH

1 < 13,6 Sangat rendah2 13,6 – 20,7 Rendah3 20,7 – 27,7 Sedang4 27,7 – 34,8 Tinggi5 > 34,8 Sangat Tinggi

2). Kelas Lereng

Bentuk lahan dan ketinggian tempat dianalisis secara deskriptif berdasarkan Peta

Topografi dengan memperhatikan pola dan ketinggian garis kontur. Kelas lereng

diklasifikasikan sesuai dengan kerapatan garis kontur. Pada bagian yang

berbukit/bergunung selain dengan analisis kerapatan kontur, penetapan kelas

lereng juga dilakukan secara sistematis dengan melihat puncak atau punggung

Page 3: Kriteria+Penentuan+Lahan+Kritis

bukit/gunung. Panjang lereng ditentukan berdasarkan pengamatan di lapangan

dengan memprediksi rata-ratanya pada masing-masing kelas lereng dan lokasinya.

Tabel. 3.3. Klasifikasi Kelas Lereng

Kelas Lereng

Kondisi Klasifikasi lerengDi Peta Di Lapangan

1 Jarak kontur > 6,25 mm 0 % - 8 % Datar2 Jarak kontur 3,33 - 6,25

mm8 % - 15 % Landai

3 Jarak kontur 2,00 - 3,32 mm

15 % - 25 % Agak curam

4 Jarak kontur 1,25 – 1,99 mm

25 % - 40 % Curam

5 Jarak kontur < 1,25 mm > 40 % Sangat Curam

3). Jenis Tanah

Pengolahan data jenis tanah adalah dengan pendekatan terhadap kepekaan jenis

tanah tertentu terhadap tingkat laju erosi. Tanah memiliki struktur dan porositas

yang mampu menahan laju aliran permukaan (surface run off) yang berbeda antara

jenis tanah satu dengan lainnya. Semakin kuat jenis tanah menahan laju aliran

permukaan maka kepekaannya semakin rendah, sebaliknya semakin rendah jenis

tanah akan tingkat laju erosi maka kepekaannya semakin tinggi. Berikut adalah

klasifikasi jenis tanah berdasarkan kepekaan terhadap erosi.

Tabel 3.4.Klasifikasi Kepekaan Jenis Tanah terhadap Erosi

Kelas Tanah Jenis tanah Klasifikasi kepekaan

1 Aluvial, glei planosol, hidomorf kelabu, laterita air tanah Tidak peka2 Latosol Aga peka3 Brown forest soil, noncalsic brown, mediteran Kurang peka4 Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol, Podsolik Peka5 Regosol,Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka

Ketiga parameter fisik lahan tersebut digunakan sebagai dasar penentuan kriteria

lahan kritis, untuk kemudian ditentukan skala prioritas dalam penanganan program

yang akan dilaksanakan. Penentuan kriteria lahan kritis tersebut disajikan pada

diagram alir berikut :

Page 4: Kriteria+Penentuan+Lahan+Kritis

Peta Kelas Lereng (Bobot 20%)KelasSkor

Datar5Landai4

Agak Curam3Curam2

Sangat Curam1

Peta Erosi (Bobot 20%)KelasSkorRingan5Sedang4Berat3

Sangat Berat2

Peta Liputan Lahan (Bobot 50%)KelasSkor

Sangat Baik5Baik4

Sedang3Buruk2

Sangat Buruk1

Peta Manajemen (Bobot 10%)Kelas Skor

Baik5Sedang3Buruk1

Peta Tingkat Kekritisan Lahan

Overlay

Gambar 3.3. Diagram Alur Penentuan Klasifikasi Lahan Kritis

4). Penutupan Lahan

Data penutupan lahan dari hasil penafsiran citra Alos Prism 2.5 m tersebut,

penutupan lahan di bedakan menjadi tiga kelas penutupan lahan yaitu kelas

penutupan I (kawasan lindung), Kelas penutupan II ( kawasan konservasi), Kelas

penutupan II (kawasan budidaya).

Page 5: Kriteria+Penentuan+Lahan+Kritis

Hasil penafsiran tersebut terdiri dari 23 kelas penutupan lahan yang selanjutnya

dikelompokkan menjadi 3 kelompok penutupan lahan, berdasarkan tingkat

penutupan vegetasinya, yaitu:

a. Kelompok Penutupan I : terdiri dari jenis penutupan tanah terbuka,

semak/belukar, pertanian, lahan kering bercampur semak. Kegiatan yang dapat

diarahkan pada kelompok ini adalah kegiatan reboisasi dan penghijauan.

b. Kelompok Penutupan II : terdiri dari jenis penutupan hutan lahan kering

sekunder, hutan rawa sekunder. Kegiatan yang dapat diarahkan pada

kelompok ini adalah kegiatan pengayaan tanaman.

c. Kelompok Penutupan III : terdiri dari jenis penutupan savana, pertanian lahan

kering, sawah, pertambangan dan pemukiman. Kegiatan diasumsikan tidak

dilakukan pada seluruh areal dan dapat dilakukan melalui kegiatan teknik

konservasi tanah.

Data hasil penafsiran citra tersebut dilakukan pengecekan lapangan untuk

mengoreksi beberapa kesalahan penafsiran, sehingga sesuai dengan kondisi riil

dan perubahan terkini di lapangan.

5). Karakteristik DAS

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh punggung bukit

yang mampu menerima, menyimpan aliran air, sedimen serta unsur hara tanah

serta mengalirkannya ke satu titik pertemuan aliran sungai. Ditinjau dari aspek

hidrologi, DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem yang mampu mempengaruhi

kondisi suatu lahan atau kawasan. Adapun parameter fisik DAS yang secara

signifikan mampengaruhi karakteristik lahan adalah bentuk DAS, kerapatan aliran,

dan kemiringan DAS (Seyhan, 1977). Ketiga parameter fisik DAS tersebut

berpengaruh terdapat kondisi aliran permukaan dan erosi, yang kemudian

berpengaruh terhadap distribusi aliran dan kualitas air suatu kawasan DAS. Masing-

masing parameter fisik (morfometri) DAS dikelompokkan dan diklasifikasikan

berdasarkan pengaruhnya terhadap aliran permukaan.

Page 6: Kriteria+Penentuan+Lahan+Kritis

Tabel 3.5. Bentuk DAS yang Mempengaruhi Aliran Permukaan

Bentuk DAS karakteristik KodeMelebar Bentuk DAS melintang arah aliran, sungai

melebar, pengaruh erosi semakin kecilI

Bulat/bujur sangkar

Panjang dan lebar lebih kurang sama II

Memanjang Bentuk DAS memanjan searah aliran sungai, pengaruh erosi semakin besar

III

Tabel 3.6. Kerapatan Aliran Sungai yang Mempengaruhi Aliran Permukaan dan Erosi

Kerapatan Karakteristik kodeRapat Kerapatan aliran tinggi, ada banyak cabang sungai

selain sungai utama, pengaruh erosi semakin kecilI

Agak rapat Kerapatan aliran kurang, sungai agak rapat dan hanya terdapat satu sungai utama

II

Jarang Kerapatan aliran sungai jarang, pengaruh aliran permukaan dan erosi menjadi besar.

III

Tabel 3.7. Kemiringan DAS yang Mempengaruhi Aliran Permukaan

Kemiringan Karakteristik DAS KodeDatar Pengaruh terhadap aliran permukaan kecil ISedang Pengaruh terhadap aliran permukaan

sedangII

Curam Pengaruh terhadap aliran permukaan besar

III

3.6.1 Penetapan Lahan Kritis di Kawasan Hutan Lindung

Kawasan hutan lindung pada umunya dapat berupa cagar alam, suaka margasatwa,

taman hutan raya, daerah resapan air, daerah pelestarian plasma nutfah. Kawasan

hutan lindung dianggap sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian sumberdaya

tanah, hutan dan air, bukan sebagai daerah produksi. Parameter penilaian

kekritisan lahan Kawasan Hutan Lindung dikonsentrasikan pada parameter

penilaian kekritisan yang berkaitan dengan fungsi perlindungan pada sumberdaya

hutan (vegetasi), tanah dan air, faktor kemiringan lereng, Tingkat erosi dan

manajemen pengelolaan yang dilakukan. Kriteria penetapan lahan kritis untuk

kawasan Hutan Lindung disajikan pada Tabel 3-8 di bawah ini.

Page 7: Kriteria+Penentuan+Lahan+Kritis

Tabel 3.8. Kriteria Penetapan Lahan Kritis untuk Kawasan Hutan Lindung

No Kriteria (% Bobot)

Kelas Besaran/Deskripsi Skor Keterangan

1. Penutupan Lahan(50)

1. Sangat baik2. Baik3. Sedang4. Buruk5. Sangat buruk

>80 %61-80 %41-60 %21-40 %< 20 %

54321

Dihitung berdasarkan prosentase penutupan tajuk

2 Lereng (20) 1. Datar2. Landai3. Agak Curam4. Curam5. Sangat curam

< 8 %8- 15 %16-25 %25-40 %> 40 %

54321

3 Erosi (20) 1. Ringan -Tanah dalam: Kurang dari 25 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m

-Tanah dangkal: Kurang dari 25 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak > 50 m

5

2. Sedang - Tanah dalam: 25-75 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 m

- Tanah dangkal: 25-50 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur dengan jarak < 20-50 m

4

3. Berat - Tanah dalam: lebih dari 75 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m

- Tanah dangkal: 25-75 % lapisan tanah atas hilang

3

4. Sangat Berat - Tanah dalam: Semua lapisan tanah atas hilang lebih dari 25 % lapisan tanah bawah hilang dan atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m

- Tanah dangkal: > 75 % lapisan tanah atas telah hilang dan sebagian lapisan tanah bawah tererosi

2

4. Manajemen(10)

1. Baik2. Sedang3. Buruk

Lengkap *)Tidak lengkapTidak ada

531

*) Tata batas ada

- Penyuluhan dilaksana-kan

Page 8: Kriteria+Penentuan+Lahan+Kritis

Tabel 3.9Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung

No Tingkat Kekritisan Lahan Besaran Nilai

1. Sangat Kritis 120-180

2. Kritis 181-270

3. Agak Kritis 271-360

4. Potensi Kritis 361-450

5. Tidak Kritis 451-500

3.6.2 Tingkat kekritisan di Kawasan Budidaya untuk Usaha Pertanian

Kawasan budidaya untuk pertanian adalah kawasan yang diusahakan agar

berproduksi secera lestari. Pada prinsipnya kawasan ini fungsi utamanya adalah

sebagai daerah produksi. Oleh sebab itu penilaian kekritisan lahan di daerah

produksi dikaitkan dengan fungsi produksi dan pelestarian sumberdaya tanah,

vegetasi, dan air untuk produktivitas. Selain itu faktor lereng, tingkat ersosi, batu-

batuan, dan pengelolaan yang dilakukan dijadikan faktor yang mempengaruhi

tingkat kekritisan lahan.

Tabel 3.10 Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Budidaya untuk Usaha Pertanian

No Kriteria (% Bobot) Kelas Besaran/Deskripsi Skor Keterangan

1. Produktivitas (30)1. Sangat tinggi2. Tinggi3. Sedang4. Rendah5. Sangat rendah

>80 %61-80 %41-60 %21-40 %< 20 %

54321

Dinilai berdasarkan rasio terhadapproduksi umumoptimal pada pengelolaan tradisional

2 Lereng (20) 1. Datar2. Landai .3. Agak Curam4. Curam5. Sangat curam

< 8 %8- 15 %16-25 %25-40 %> 40 %

54321

Erosi (20) 1. Ringan Tanah dalam: Kurang dari 25 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 mTanah dangkal: Kurang dari 25 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak > 50 m

5

2. Sedang Tanah dalam: 25-75 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 mTanah dangkal: 25-50 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur dengan jarak < 20-50 m

4

3. Berat Tanah dalam: lebih dari 75 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada

3

Page 9: Kriteria+Penentuan+Lahan+Kritis

jarak 20-50 mTanah dangkal: 25-75 % lapisan tanah atas hilang

4. Sangat Berat Tanah dalam: Semua lapisan tanah atas hilang lebih dari 25 % lapisan tanah bawah hilang dan atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 mTanah dangkal: > 75 % lapisan tanah atas telah hilang dan sebagian lapisan tanah bawah tererosi

2

4. Batuan(5)

1. Sedikit2. Sedang3. Banyak

< 10 % 10-30 % > 30 %

531

5. Manajemen(30)

1. Baik2. Sedang3. Buruk

Penerapan teknologi konservasi tanah lengkap dan sesuai dengan petunjuk teknisTidak lengkap dan tidak dipeliharaTidak ada

531

Tabel 3.11 Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Budidaya untuk Usaha PertanianNo Tingkat Kekritisan Lahan Besaran Nilai

1. Sangat Kritis 115-200

2. Kritis 201-275

3. Agak Kritis 276-350

4. Potensi Kritis 351-425

5. Tidak Kritis 426-500

3.6.3 Penetapan Kekritisan Lahan di Kawasan Lindung di Luar Kawasan

Hutan

Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan adalah kawasan yang sudah ditetapkan

sebagai kawasan lindung tetapi kawasan tersebut tidak lagi sebagai hutan, pada

umumnya daerah tersebut sudah diusahakan sebagai daerah produksi. Namun

secara prinsip daerah ini masih tetap berfungsi sebagai daerah

perlindungan/pelestarian sumberdaya tanah, hutan, dan air. Oleh sebab itu

parameter penilaian peniliaian kekritisan lahan di daerah ini harus dikaitkan

dengan fungsi sumberdaya tanah, vegetasi yang permanen, air, kemiringan lereng,

tingkat erosi dan tingkat pengelolaan.

Page 10: Kriteria+Penentuan+Lahan+Kritis

Tabel 3.12 Kriteria Lahan Kritis Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

No Kriteria (% Bobot)

Kelas Besaran/Deskripsi Skor Keterangan

1. Vegetasi permanen(50)

1.Sangat baik2.Baik3.Sedang4.Buruk5.Sangat buruk

>40 %31-40 %21-30 %10-20 %< 10 %

54321

Dinilai berdasarkan prosentase penutupan tajuk pohon

2 Lereng (10) 1.Datar2.Landai3.Agak Curam4.Curam5.Sangat curam

< 8 %8- 15 %16-25 %26-40 %>40 %

54321

3 Erosi (10) 1. Ringan

2. Sedang

3. Berat

4. Sangat Berat

Tanah dalam: Kurang dari 25 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 mTanah dangkal: Kurang dari 25 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak > 50 mTanah dalam: 25-75 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 mTanah dangkal: 25-50 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur dengan jarak < 20-50 mTanah dalam: lebih dari 75 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 mTanah dangkal: 25-75 % lapisan tanah atas hilang Tanah dalam: Semua lapisan tanah atas hilang lebih dari 25 % lapisan tanah bawah hilang dan atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 mTanah dangkal: > 75 % lapisan tanah atas telah hilang dan sebagian lapisan tanah bawah tererosi

5

4

3

2

5. Manajemen (10) 1. Baik

2. Sedang

3. Buruk

Penerapan teknologi konservasi tanah lengkap sesuai petunjuk teknisTidak lengkap atau tidak terpeliharaTidak ada

5

3

1