123
Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 Agustus 2016 KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS BARAT Muhamad Nur STIT Muh. Kendal [email protected] Abstrak: Murtadha Muthahhari adalah seorang pejuang dan cendekiawan muslim asal Iran. Seluruh kehidupannya telah dicurahkan untuk berjihad melalui pemikiran, pidato-pidato, tulisan-tulisan, kuliah- kuliahnya, dan keikutsertaannya dalam kancah sosial politik di negaranya Iran. Ruh semangatnya adalah mengembalikan negara Iran sesuai dengan konsep masyarakat Madani sebagai potret ideal bangunan negara Islam yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Sebagai seorang cendekiawan muslim, Muthahhari banyak mengupas masalah-masalah filsafat dan etika. Pandangan etika yang dikemukakan Muthahhari sekali lagi menegaskan konsistensinya bahwa ada perbedaan mendasar secara filosofis tentang landasan berpikir etika Barat yang hanya bertitik tolak pada kebenaran rasio semata dengan pandangan etika Islam yang dikemukakan Muthahhari yang bertitik tolak dari al- Quran dan Hadits yang dijiwai dengan semangat falsafah Wilayat Faqih. Kata Kunci: Moralitas Barat, Etika Islam. Pendahuluan Selama ini banyak orang barangkali mengenal Muthahhari sebagai seorang penulis produktif yang menulis puluhan buku mengenai hampir semua hal. Paling banter orang akan menganggapnya sebagai seorang ulama yang cerdas dan berwawasan luas, termasuk mengenai pemikiran- pemikiran Barat. Tapi, begitu banyak dan bervariasinya tulisan Muthahhari di sisi lain dapat menimbulkan kesan bahwa Muthahhari adalah seorang generalis yang tak memiliki agenda dan perspektif jelas dalam karier pemikirannya. Belakangan ini, pembaca Indonesia mulai Penulis merupakan Dosen Tetap dan Kaprodi Pendidikan Agama Islam STIT Muhammadiya Kendal.

KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

  • Upload
    others

  • View
    23

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS BARAT

Muhamad Nur

STIT Muh. Kendal [email protected]

Abstrak: Murtadha Muthahhari adalah seorang pejuang dan cendekiawan muslim asal Iran. Seluruh kehidupannya telah dicurahkan untuk berjihad melalui pemikiran, pidato-pidato, tulisan-tulisan, kuliah-kuliahnya, dan keikutsertaannya dalam kancah sosial politik di negaranya Iran. Ruh semangatnya adalah mengembalikan negara Iran sesuai dengan konsep masyarakat Madani sebagai potret ideal bangunan negara Islam yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Sebagai seorang cendekiawan muslim, Muthahhari banyak mengupas masalah-masalah filsafat dan etika. Pandangan etika yang dikemukakan Muthahhari sekali lagi menegaskan konsistensinya bahwa ada perbedaan mendasar secara filosofis tentang landasan berpikir etika Barat yang hanya bertitik tolak pada kebenaran rasio semata dengan pandangan etika Islam yang dikemukakan Muthahhari yang bertitik tolak dari al-Quran dan Hadits yang dijiwai dengan semangat falsafah Wilayat Faqih.

Kata Kunci: Moralitas Barat, Etika Islam.

Pendahuluan Selama ini banyak orang barangkali mengenal Muthahhari sebagai

seorang penulis produktif yang menulis puluhan buku mengenai hampir semua hal. Paling banter orang akan menganggapnya sebagai seorang ulama yang cerdas dan berwawasan luas, termasuk mengenai pemikiran-pemikiran Barat. Tapi, begitu banyak dan bervariasinya tulisan Muthahhari di sisi lain dapat menimbulkan kesan bahwa Muthahhari adalah seorang generalis yang tak memiliki agenda dan perspektif jelas dalam karier pemikirannya. Belakangan ini, pembaca Indonesia mulai

Penulis merupakan Dosen Tetap dan Kaprodi Pendidikan Agama Islam STIT

Muhammadiya Kendal.

Page 2: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

40 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

dapat menikmati karya-karyanya di bidang filsafat dan etika Islam, yang sesungguhnya tidak sedikit dan sama sekali tak kurang penting di banding karya-karya popular dan karier-politiknya sebagai salah seorang pejuang, pendiri, dan peletak dasar Negara Republik Islam Iran. Sesungguhnya kesan seperti ini kurang tepat. Muthahhari adalah seorang ulama-pemikir yang tahu benar tentang apa yang dipikirkan dan diperjuangkannya. Dibalik puluhan karyanya itu sesungguhnya terpapar sebuah agenda besar, sebuah tujuan besar pada diri Murtadha Muthahhari.

Rasanya amat relevan jika menyimak Haidar Bagir yang mencoba menerka tujuan dan agenda di balik dorongan pada diri Muthahhari dalam kiprahnya sebagai ulama, sebagai pemikir Islam, dan sekaligus sebagai pejuang bagi tegaknya negara Republik Iran.

Pertama, bagi Muthahhari, berpikir dan melakukan perenungan serta pemahaman intelektual adalah tujuan hidup seorang Muslim. Hal ini kiranya mudah dipahami jika dipelajari betapa Islam melihat tujuan hidup sebagai makrifat Allah (pengetahuan tentang Allah). Menurut Muthahhari, pencerahan intelektual adalah salah satu kebahagiaan tertinggi yang memang menjadi tujuan setiap filosof dan pemikir, tidak terkecuali Muthahhari. Nah, untuk menjamin kesahihan hasil suatu proses pemikiran, apalagi jika hal itu menyangkut konsep tentang Tuhan yang begitu urgen bagi kebahagiaan manusia.

Tujuan kedua kiprahnya, Muthahhari telah menetapkan bagi dirinya tugas untuk menjelaskan ajaran-ajaran Islam dalam suatu cara yang sesuai dengan kebutuhan manusia modern akan pemikiran-pemikiran yang bersifat rasional. Muthahhari berkiprah di suatu masa yang menyaksikan derasnya arus pengaruh pemikiran yang datang dari Barat. Disamping adanya pengaruh-pengaruh positif dari Barat, Muthahhari merasakan tantangan pemikiran-pemikiran Barat tertentu terhadap agama. Tantangan yang terasa sangat menekan adalah Marxisme. Iran sejak tahun 60-an memang banyak diterpa oleh pengaruh aliran ini. Pengaruhnya terasa makin lama makin kuat. Murtadha Muthahhari mengatakan “Saat ini, di kalangan penulis-penulis Muslim tertentu (kecenderungan kepada Marxisme dan pandangan bahwa Islam mengandung paham-paham Marxistik) mendapatkan penerimaan yang luas dan dipandang sebagai tanda keluasan pikiran dan mode yang lagi”. Muthahhari juga merasakan adanya pengaruh paham lain Barat yang mencengkeram kuat atas negara-negara Muslim, termasuk Iran yaitu materialisme. Paham merupakan soko guru berbagai paham yang muncul dalam peradaban Barat modern. Untuk meng-address isu-isu ini,

Page 3: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 41 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Muthahhari banyak menghasilkan karya-karya yang berupa kritik terhadap paham-paham ini.

Murtadha Muthahhari sebenarnya sangat kagum dengan paham-paham filsafat Barat seperti materialisme dan eksistensialisme, namun Muthahhari juga mengkritiknya dengan keras, karena dipandangnya tidak sesuai dengan Tauhid yang dianutnya, dan juga keadaan masyarakat Iran yang Shi’ah.1 Muthahhari dalam hal ini tidak sendirian, ternyata Ali Syari`ati yang juga tokoh Iran seangkatan Muthahhari mengalami kondisi yang sama. Muthahhari dan Shari’ati adalah seorang Marxis yang anti-marxis. Keduanya terpengaruh banyak oleh Marxisme, khususnya Neo-Marxisme dari Gurvitch, tapi juga banyak mengkritiknya. Ada hubungan benci-cinta antara keduanya dengan Marxisme.2

Sikap Muthahhari terhadap materialisme Barat tidak membuatnya terpesona dan taklid buta. Muthahhari banyak mengkritik Marxisme. Sesekali ketika sedang ”berbicara dengan bahasa kaum”, yaitu mahasiswa yang ilmiah dan gerakan kiri. Tapi pengaruh Marx sangat kelihatan. Shari’ati menerima teori kesedaran kelas dan dialektika dan sejarah, tapi menolak materialisme dialektika. Ia memodifikasi pertentangan kelas menjadi antara dunia Ketiga melawan Imperialisme Barat. Muthahhri juga menggunakan paradigma, kerangka dan analisis marxis untuk menjelaskan perkembangan masyarakat. Dan tentu saja semangat atheisme yang merendahkan agama ditolaknya.

Muthahhari dalam hal ini merupakan ilmuawan murni yang menyatakan bahwa: Marxisme menolak martabat manusia, dan menghapus hakikat kemanusiaan dalam sistem kerja sosial dan produksi. Dan ujungnya, diktatorisme-proletariat menggantikan masyarakat bebas dan kebebasan bekerja. Manusia diprogram dan direncanakan dari atas, semua individu dipekerjakan sebagai ganti atas pengingkaran mereka atas sistem mekanik. Dalam Marxisme, manusia menjadi makhluk yang terbelenggu dan terikat syarat dan dibentuk. Manusia adalah milik masyarakat, dan masyarakat adalah produk mesin produksi. Ada usaha Shari’ati untuk melakukan Marxifikasi Islam, atau malah Islamisasi Marxisme. 3

1 Murtadha Muthahhari, Falsafah Pergerakan Islam, Cet; I, (Jakarta : Amanah Press,

1988) hlm. 96 2 Murtadha Muthahhari, Man and Universe. Diterj, Ilyas Hasan, Manusia dan Alam

Semesta (Jakarta: Lentera, 2002), hlm. 1. 3 Murtadha Muthahhari, Falsafah Pergerakan Islam (Jakarta: Amanah Press, 1988)

hlm. 96

Page 4: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

42 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Sayyid Murtadha Muthahhari bisa dikatakan sebagai sosok pejuang di panggung pemikiran Islam dan mengenal zamannya. Pada masa hidupnya, berbagai pemikiran asing telah merasuki jiwa masyarakat Iran, terutama pemikiran para pemudanya. Pada masa itu, para konstituen Marxisme cukup gencar melakukan reformasi di bidang kebudayaan. Mereka pun berupaya menanamkan benih-benih Marxisme di segala aspek kehidupan masyarakat. Ironinya, pihak dinasti Pahlevi malah memberikan dukungan terhadap upaya mereka. Pihak dinasti Pahlevi berharap aktifitas mereka dapat terus memperlemah gerakan Islam khususnya kaum Mullah di Iran. Senyatanya, lambat-laun pemikiran Marxisme memperoleh tempat di hari sebagian besar masyarakat, khususnya para pemuda Iran. Melihat fenomena ini, di mana Marxisme begitu berkembang pesat, sejumlah pihak mulai merasa gerah, namun mereka ini belum mampu memberikan solusi yang cepat dan tepat. Kala itu, para pemuda Muslim menjadi sasaran para konstituen Marxisme. Pemuda Iran pada saat itu secara umum kurang memiliki basis pemikiran yang kuat, sehingga tidak mampu mematahkan berbagai keraguan yang ditanamkan oleh para pengikut Marxisme. Biasanya, para pendukung Marxisme itu menabur keraguan pada diri pemuda Islam Iran terhadap ajaran agama Islam.

Benar bahwa karena kondisi seperti inilah Muthahhari merasa terpanggil untuk membela Islam dan bangsa Iran. Beliau memang merasakan bahwa pemikiran asing itu sudah cukup menyebar luas di kalangan masyarakat dan semakin lama semakin kuat. Beberapa segmen masyarakat pun telah dipengaruhi oleh pemikiran tersebut. Sementara itu, para ‘ulama dan cendekiawan Muslim belum mampu memberikan perlawanan intelektual terhadap filsafat Marxisme itu, apalagi solusi alternatif. Selain ‘Allamah Thabathaba’i dan Muthahhari, hanya sebagian kecil pelajar yang memahami dengan baik filsafat Materialisme, terutama Marxisme. Meski sudah dilarang ceramah sejak tahun 1974 M, dan demi tegaknya ajaran Islam, beliau akhirnya menyempatkan diri untuk memberikan ceramah-ceramah sepanjang tahun 1977 M.

Tema dari pelbagai ceramahnya itu tidak lain adalah masalah epistemologi. Ada alasan dari pemilihan topik ini bila dilihat dari kondisi dalam negeri Iran. Muthahhari memiliki kepentingan dan tujuan untuk memilih topik ini. Beliau menilai bahwa kajian epistemologi Islam pada masa itu sangat penting, selain memiliki arti dan pengaruh khusus. Signifikansinya adalah untuk membuktikan kerapuhan berbagai pemikiran asing, terutama Marxisme. Untuk mematahkan pemikiran filsafat Marxisme, masyarakat Iran harus memahami epistemologi Islam

Page 5: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 43 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

secara memadai. Sebagai solusi, Muthahhari menawarkan pemikiran Islam sebagai solusi alternatif. Pada berbagai ceramahnya itu, beliau membuktikan betapa kokohnya pemikiran Islam dan rapuhnya pemikiran asing.4

Dasar pemikiran yang sama kiranya terkait dengan tujuan keempat di balik segala kegetolan Muthahhari untuk membangun landasan filosifis dan pandangan dunia Islam ini adalah kesadarannya akan perlunya suatu landasan yang kuat dan koheren bagi pembangunan sistem-sistem Islam di berbagai bidang kehidupan, termasuk di dalamnya sistem etika, sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, dan sebagainya. Muthahhari memang dikenal juga dengan tulisan-tulisannya mengenai soal-soal etika, ekonomi, sosial, bahkan budaya dalam sorotan ajaran-ajaran Islam. Muthahhari melalui pengantar kepada Pandangan Dunia Islam itu memasukkan berbagai tema pembahasan yang dianggapnya sebagai persoalan penting dan mendesak seperti : Konsepsi tentang nilai-nilai moralitas manusia, fitrah, hak asasi manusia, etika seksual, dan sebagainya.5

Pembahasan 1. Murtadha Muthahhari a. Biografi dan Kondisi Sosial Politik Iran

Murtadha Muthahhari lahir pada tanggal 2 Februari 1920 di Fariman, sebuah dusun yang terletak 60 km dari Masyhad, pusat belajar dan ziarah kaum Syi’ah yang besar di Iran timur. Ayahnya adalah Muhammad Husain Muthahhari, seorang ulama terkemuka dan dihormati.6 Aktivitas belajar atau pendidikan Muthahhari dimulai di madrasah Fariman-sebuah madrasah yang termasuk kuno, yang mengajarkan kefasihan membaca dan menulis surah-surah pendek dari al-Quran dan pendahuluan-pendahuluan mengenai sastra Arab. Barulah pada usia 12 tahun Muthahhari mulai belajar agama secara formal di lembaga pengajaran di Masyhad. Muthahhari mulai menemukan kecintaan besarnya pada filsafat, teologi, dan tasawuf (‘irfān) di lembaga pengajaran Masyhad ini. Kecintaan tersebut berada pada dirinya sepanjang hidupnya dan membentuk pandangan menyeluruhnya tentang agama.

4 Murtadha Muthahhari, Mengenal Epistemologi, (Jakarta : Lentera, 2001), hlm. 22. 5 Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari Sang Mujahid Sang Mujtahid, cet. 2 (Bandung:

Yayasan Muthahhari, 1993), hlm. 17 6 Ibid, hlm. 25

Page 6: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

44 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Bulan Ramadhan 1356 H., Muthahhari hijrah ke Qum dan belajar di bawah bimbingan Ayatullah Boroujerdi dan Khomeini.7 Muthahhari mengikuti kuliah-kuliah Ayatullah Boroujerdi (sebagai direktur lembaga pengajaran di Qum) mengenai filsafat dan ‘irfān. Muthahhari mengenal lebih jauh pribadi Imam Khomeini di lembaga ini, sebagaimana yang dipaparkannya :

“Ketika di Qum, aku menemukan pribadi yang kudambakan. Kusadari bahwa dahaga jiwaku akan terpuasi oleh mata air murni pribadi itu. Meskipun aku belum menyelesaikan tahap-tahap awal belajarku, dan belum memadai untuk mempelajari ilmu-ilmu rasional (ma‘qūlāt), kuliah-kuliah etika yang diberikan oleh pribadi tercinta itu pada setiap Kamis dan Jumat yang tidak terbatas pada etika dalam arti akademis yang kering, namun juga menyangkut ‘irfān dan perjalanan spiritual. Kuliah-kuliah itu menimbulkan ekstase pada diriku, yang pengaruh-pengaruhnya kurasakan sampai Senin atau Selasa berikutnya. Sebagian kepribadian intelektual dan spriritualku terbentuk oleh pengaruh kuliah-kuliah itu dan kuliahkuliah lain yang kuikuti selama 12 tahun dari guru spiritual (ustad-i ilahi) itu.8

Guru lainnya yang berpengaruh pada Muthahhari di Qum adalah

mufassir besar al-Quran dan filosof, Ayatullah Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i. Sebagian dari materi kuliah Thabathaba’i yang diikuti oleh Muthahhari adalah filsafat materialisme dan al-Syifā`-nya Ibn Sina. Berkat kecerdasannya yang luar biasa, tradisi keilmuan Barat dan Timur dikuasai oleh Muthahhari. 9

Muthahhari meninggalkan Qum tahun 1952 menuju Teheran, menikah dengan putri Ayatullah Ruhani, dan mulai mengajar filsafat di Madrasa-yi Marvi, salah satu lembaga utama pengetahuan keagamaan di ibu kota. Reputasinya di bidang pendidikan adalah sebagai pengajar yang masyhur dan efektif di Universitas Teheran, Muthahhari juga banyak berperan dalam organisasi keislaman. Muthahhari menjadi pemimpin sekelompok ulama Teheran pada tahun 1960 yang dikenal dengan Masyarakat Keagamaan Bulanan (Anjuman-i Mahana-yi Dini).10

7 Jalaluddin Rakhmat, “Kata Pengantar” dalam Murtadha Muthahhari, Perspektif

al- Quran tentang Manusia dan Agama, (Bandung: Mizan, 1992), hlm. 8 8 Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari Sang Mujahid Sang Mujtahid, Op. Cit., hlm. 29-

30. 9 Ibid, hlm. 32. 10 Ibid, hlm. 35-37.

Page 7: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 45 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Muthahhari banyak bergulat dengan kegiatan keagamaan, pendidikan dan puncaknya pada aktivitas politik yang lebih luas dan memuaskan pada dirinya. Mengajar bidang studi filsafat di Fakultas Teologi dan Ilmu-ilmu Keislaman, Universitas Teheran tahun 1954 selama 22 tahun sampai akhirnya dipercaya menjadi Ketua Jurusan di Universitas Teheran.

Muthahhari ditahan oleh pemerintah bersama tokoh pejuang lainnya yaitu Ayatullah Khomeini pada tahun 1963. Muthahhari mengambil alih imāmah dan menggerakkan para ulama mujāhidīn, sekaligus menjadi imam masjid al-Jawād, mengganti peran Imam Khumaeni yang dibuang di Turki. Fungsi masjid diubah dan memperluas menjadi pusat pergerakan politik Islam.

Akibat dari aktivitas pergerakan politik Islam yang dilakukan Muthahhari, pada tahun 1972, masjid al-Jawād dan Husainiya-yi Irsyad dilarang untuk mengadakan kegiatan oleh rezim Syah, dan Muthahhari pun ditangkap dan dimasukkan ke penjara, tetapi pada akhirnya dibebaskan. Pengalaman-pengalaman pahit itu tidaklah mengubah sikap dan langkah-langkahnya, bahkan membuat terus bersemangat untuk melanjutkan aktivitas politiknya.

Tepat pada tanggal 12 Januari 1979, Sayyid Murtadha Muthahhari ditunjuk sebagai Ketua Dewan Revolusi Islam, sampai mencapai puncak kemenangannya pada tanggal 11 Februari 1979. Sesudah beberapa bulan kemenangan Revolusi Islam, tepatnya pada tanggal 1 Mei 1979, Muthahhari dibunuh dengan cara ditembak oleh sekelompok teroris Furqān-sebuah kelompok kecil radikal, yang jumlah anggotanya tak lebih dari lima puluh orang, yang menolak otoritas religius ulama-saat baru saja meninggalkan rapat.

Salah satu alasan yang membuatnya terus bersemangat adalah obsesinya untuk mewujudkan kebebasan bagi negerinya sendiri (Iran) dari belenggu penjajahan peradaban asing. Bagi Muthahhari, penjajahan peradaban, tidak diragukan lagi adalah penjajahan paling berbahaya dibanding penjajahan dalam bentuk lainnya. Soalnya, bagaimana mungkin negara Barat bisa menjajah suatu negeri dalam bentuk penjajahan ekonomi dan politik sebelum menjajahnya dalam bentuk penjajahan peradaban ? Semangat Muthahhari merupakan cerminan dari semangat semboyan-semboyan revolusi: Kemerdekaan, Kebebasan, Republik Islam.11

11 Syafi`i, Memahami Teologi Syi`ah Murtadha Muthahhari, (Semarang : RaSail,

2004), hlm. 61.

Page 8: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

46 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

b. Corak Pemikiran Pemikiran Muthahhari sangat bercorak filosofis. Muthahhari

merupakan seorang pemikir Syi’i yang amat percaya kepada rasionalisme dan pendekatan filosofis yang menandai mazhab yang satu ini. Muthahhari membantah pernyataan sebagian pengamat yang menyatakan bahwa rasionalisme dan kecenderungan kepada filsafat lebih merupakan ingredient ke-Persia-an ketimbang ke-Islam-an. Muthahhari menunjukkan semuanya itu berada di jantung ajaran Islam, sebagaimana ditunjukan al-Quran, hadis Nabi dan ajaran para Imam.

Madzhab filsafat yang diikuti oleh Muthahhari adalah madzhab filsafat Mulla Shadra, yakni filsafat al-h ikmat al-muta‘ālīyah (transcendent theosophy) yang berupaya memadukan metode-metode wawasan spiritualitas dengan metode-metode deduksi filosofis.12

Pengetahuannya yang mendalam dalam bidang filsafat hampir tidak diragukan lagi, sebagaimana penuturan Jalaluddin Rakhmat:

Selagi menjadi mahasiswa, Muthahhari menunjukkan minat yang besar pada filsafat dan ilmu pengetahuan modern. Gurunya yang utama dalam filsafat adalah ‘Allāmah Thabathaba’i. Ia mengenal secara mendalam segala aliran filsafat sejak Aristoteles sampai Sartre. Ia membaca sebelas jilid tebal Kisah Peradaban, Kelezatan Filsafat, dan buku-buku lainnya yang ditulis oleh Will Durant. Ia menelaah tulisan Sigmund Freud, Bertrand Russell, Albert Einstein, Erich Fromm, Alexis Carrell, dan pemikir-pemikir lainnya dari Barat.13

Kedua, corak pemikirannya yang filosofis ini sebenarnya tidak bisa

lepas dari perkembangan pemikiran filsafat yang terjadi di kawasan budaya Persia. Tentang perkembangan pemikiran filsafat di Iran, yang juga termasuk kawasan budaya Persia ini, Seyyed Hossein Nasr menulis:

Filsafat Islam terus berkembang di Iran sebagai tradisi yang hidup setelah apa yang dikenal dengan Abad Pertengahan, dan terus bertahan sampai dewasa ini. Malahan, telah terjadi kebangkitan kembali filsafat Islam selama masa dinasti Safawi, dengan munculnya tokoh-tokoh seperti Mir Damad dan Mulla Shadra. Kebangkitan yang kedua terjadi selama abad ke-13 H./19 M yang diprakarsai oleh Mulla Ali Nuri, Haji Mulla Hadi Sabziwari, dan lain-

12 Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari Sang Mujahid Sang Mujtahid, Op. Cit., hlm. 34 13 Jalaluddin Rakhmat, “Kata Pengantar” dalam Murtadha Muthahhari, Perspektif

al- Quran tentang Manusia dan Agama, Op. Cit., hlm. 8

Page 9: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 47 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

lain. Tradisi ini berlanjut secara kuat di universitas-universitas (madrasah-madrasah) hingga masa pemerintahan Pahlevi.14

Muthahhari dikenal sebagai pemikir filosofis juga dikenal sebagai

salah seorang tokoh pembela kebebasan berpikir. Muthahhari berkeyakinan bahwa eksistensi Islam tidak bisa dipertahankan kecuali dengan kekuatan ilmu dan pemberian kebebasan terhadap ide-ide yang muncul. Oleh karena itu, ajaran Islam yang dipercayai dan diyakini kebenarannya harus melindungi kebebasan berpikir.

Filsafat bagi Muthahhari merupakan alat dan metode untuk memahami ajaran-ajaran Islam, di samping untuk mempertahankan diri dari pengaruh ideologi-ideologi yang menyimpang. Tetapi, menurut Muthahhari, filsafat bukan merupakan kebenaran yang berdiri sendiri, di sampingnya, ada kebenaran agama.

Kebenaran filsafat dan kebenaran agama, bagi Muthahhari tidak saling bertentangan. Berdasarkan keyakinan ini, Muthahhari selalu mendasarkan pemikirannya pada kebenaran-kebenaran agama, kemudian dipahami, diinterpretasikan, dan dipertahankan dengan kebenaran-kebenaran filosofis.

Muthahhari memandang serbuan pemikiran Barat sebagai musuh terbesar dari pemikiran Islami. Menghadapi pertempuran intelektual ini menurut Muthahhari harus dengan menggunakan senjata intektual pula. Muthahhari tidak menolak Barat dengan mengumumkan shalat istikharah, tidak pula dengan menyesuaikan ajaran Islam pada kerangka pemikiran Barat (seperti kaum modernis yang membungkus paham Barat dengan kemasan Islam). Muthahhari mengadakan penelitian tentang dasar-dasar pemikiran yang sudah terbaratkan; Ia mengkaji dan menyangkal secara rasional aliran-aliran filsafat intelektual dan sosial Barat; dan memberikan interprestasi baru tentang pemikiran dan praktik-praktik keislaman secara logis dan rasional.

Muthahhari tahu benar bahwa melawan pemikiran Barat tidak mudah. Diperlukan perencanaan jangka panjang yang tepat, dan membongkar akar-akar peradaban Barat dan memberikan alternatif sistem ilahiyah yang luhur. Semangat Muthahhari melakukan usaha ini diungkapkan pada tulisannya berjudul al-`Adlul Ilahi (Keadilan Ilahi) :

Saya menulis sejumlah buku dan artikel kira-kira dua puluh tahun yang lalu. Satu-satunya tujuan dari tulisan saya ialah untuk

14 Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, penerjemah:

Luqman Hakim, cet. 1 (Bandung: Penerbit Pustaka, 1994), hlm. 195.

Page 10: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

48 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

memecahkan masalah-masalah atau memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi Islam pada zaman ini. Tulisan-tulisan saya meliputi masalah-masalah filsafat, etika, sosial, agama, dan sejarah. Walaupun pokok tulisan-tulisan tersebut mungkin tampak sama seklai berlainan, namun semuanya mempunyai satu tujuan. Islam merupakan agama yang tidak dikenal. Sebenarnya agama ini, sedikit demi sedikit, telah dijungkir-balikkan. Penyebab larinya sebagian orang dari Islam pada situasi sekarang (sebelum revolusi Islam) ialah metode pengajarannya yang salah. Agama suci ini paling diciderai oleh orang-orang yang mengaku pendukungnya. Di satu pihak serbuat penjajahan Barat dengan kekuatan-kekuatannya yang tampak dan tidak tampak dan di lain pihak kesalahan-kesalahan dan kekeliruan-kekeliruan kebanyakan orang yang mengaku mendukung Islam pada abad ini, yang menyebabkan pemikir-pemikir Islam diserang dari segala pihak, dari prinsip-prinsip sampai pada praktik-praktiknya. Alasan itu membuat saya merasa berkewajiban untuk menjelaskan isu-isu sejelas mungkin.15

2. Wilayat Faqih sebagai Kerangka Filosofis Kritik Muthahhari terhadap

Filsafat Etika Barat Ulama Syiah di Iran, tidak terkecuali Murtadha Muthahhari

memiliki karakteristik tipikal khusus yakni kedalaman pengertiannya tentang Islam, keluasan pengetahuan tentang filsafat dan sains modern, dan keterlibatan yang nonkompromis terhadap keyakinan dan idiologi ulama Syiah. Ketiga karakteristik tersebut jalin-berjalin secara sistematis. Faqahanya dalam Islam dan pengetahuannya tentang sumber pengetahauan atau peradaban Barat membuat Muthahhari dan ulama-ulama Syiah di Iran lainnya menjadi idiolog yang tangguh. Ketiganya terpancar dari kerangka filosofis yang disebut Wilayat Faqih.16

Wilayat Faqih ini dapat dipahami dengan baik dengan struktur kepribadian yang menghayati konsep itu. Inilah yang mewarnai jihad, pemikiran, semangat, pemikiran, perilaku, dan kritik-kritik Murtadha Muthahhari dan ulama-ulama Iran lainnya terhadap bangunan idiologi etika Barat. Hubungan dengan ini menarik mengutip tulisan Fichte,

15 Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam, (Bandung :

Mizan, 2009), hlm. 27. 16 Ayatullah Khomeini, Al-Hukumat al-Islamiyat, Terj. Jalaluddin Rakhmat, Hukum

Islam, (Bandung : Mizan, 1992), hlm. 17.

Page 11: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 49 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

filosof Jerman yang menyatakan bahwa jenis filsafat yang dipilih oleh seseorang akan menentukan jenis manusianya. Hal ini disebabkan karena sistem falsafi bukanlah perabot rumah tangga yang dapat ditinggalkan atau dipakai, sejauh meyenangkan seseorang, tetapi dijiwai oleh jiwa orang yang memeluknya.17

Ulama Iran, termasuk Murtadha Muthahhari hidup, berjuang, dan berkarya sesuai dengan sistem falsafi yang disebut Wilayat Faqih. Konsep ini yang mewarnai karakter, tulisan-tulisan, pidato, dan perilaku ulama-ulama Iran.

Wilayat Faqih ditegakkan atas prinsip bahwa Allah adalah pencipta, Hakim Mutlak yang mengatur semesta dan segala isinya. Allah memilih manusia sebagai khalifah di bumi. Tujuan keselamatan manusia di bumi ini, Allah memilih diantara manusia orang-orang yang memiliki kepribadian luhur, yang berhak memimpin umat : para nabi, para imam, dan para fuqaha.18

Tugas dan kewajiban ulama seperti juga Murtadha Muthahhari dalam kerangka Wilayat Faqih sangat berat. Tugas-tugas tersebut menurut `Ain Najaf dalam kitab Qiyadatul `Ulama wal Ummah, yaitu : a. Tugas intelektual b. Tugas bimbingan keagamaan c. Tugas komunikasi dengan umat d. Tugas menegakkan syiar Islam e. Tugas mempertahankan hak-hak umat f. Tugas berjuang melawan musuh-musuh Islam dan kaum muslimin.19

Melihat kedudukan, sifat, dan kewajiban ulama seperti pada sistem falsafi Wilayat Faqih, patut dipahami bahwa tugas para ulama Syiah sangat berat, begitu juga tantangan yang harus dihadapi. Banyak tuntutan yang harus dimiliki seperti harus menjadi faqih, intelektual, pemimpin politik, pelindung umat, dan bahkan pemimpin militer.

Murtadha Muthahhari sendiri selaku ulama yang masuk dalam Wilayah Faqih, menyadari betul tugas berat yang harus diemban untuk umat dan bangsanya, Iran. Semangat Muthahhari berjuang dengan dijiwai falsafah Wilayah Faqih ini menyebabkan Muthahhari merasa perlu menyelamatkan umatnya dari idiologi Barat yang menurutnya sangat berbahaya. Usaha tersebut salah satunya dengan mengkritik idiologi

17 Jalaluddin Rakhmat, “Kata Pengantar” dalam Murtadha Muthahhari, Perspektif

al- Quran tentang Manusia dan Agama, Op. Cit., hlm. 8 18 Ibid, hlm. 12. 19 `Ain Najaf, Qiyadatul `Ulama wal Ummah, (Teheran : Hikmah, t.th.), hlm. 17.

Page 12: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

50 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

etika Barat seperti Marxisme, eksistensialisme, dan kapitalisme yang dipandang menyimpang dari nilai-nilai etika Islam.

3. Dasar Filosofis Kritik Muthahhari terhadap Etika Barat

Muthahhari sebagaimana diungkapkan di awal makalah ini merupakan pengagum filsafat Barat, namun begitu Muthahhari tidak menelan mentah-mentah ajaran tersebut, bahkan Muthahhari mengkritik kelemahan-kelemahan mendasar filsafat Barat. Landasan filosofis kritik Muthahhari dimulai dengan kritik epistemologi terhadap isu Marxisme. Hal ini bukan tanpa alasan, saat itu memang marxisme sebagai ideologi sedang menjadi buah bibir. Di satu sisi kelompok oposisi banyak yang mengusung marxisme sebagai alternatif ideologi rezim syah yang pro Amerika seperti Ali Syari`ati, ditambah lagi pihak rezim syah sendiri secara tidak langsung memberi ruang propaganda marxisme lewat kebijakan politik sekularnya.20

Bertentangan dengan dua kekuatan di atas, Muthahhari justru sampai pada satu kesimpulan bahwa ideologi marxisme tidak sesuai dengan ideologi Islam, sehingga tidak pantas bagi ummat untuk mengusung ideologi tersebut. Memudahkan memahami argumentasi yang dipakainya, Muthahhari mengajukan diagram di bawah ini.

Epistemologi Paradigma Ideologi Praktik

Diagram di atas menjelaskan relasi antara ideologi dengan paradigma (worldview) seseorang ibarat fondasi dasar sebuah bangunan dengan bagian atas bangunan tersebut. Singkatnya, ideologi sebagai hikmat amali (ilmu praktis) mesti berlandaskan pada hikmat nazhari (ilmu teoritis) tertentu.21

Berdasarkan konsep di atas dapat dipahami argumentasi Muthahhari tentang irrelevansi marxisme dengan ajaran Islam. Marxisme sebagai ideologi lahir dari paradigma yang amat berbeda dengan Islam. Sebagai contoh, dalam Islam uang dipandang sebagai sarana dan bukan tujuan hidup manusia itu sendiri, namun Marx secara implisit menekankan peran sentral uang dalam kehidupan manusia. Perbedaan

20 Haidar Bagir, Resensi Buku Murtadha Muthahhari : Pengantar Epistemologi Islam:

Sebuah Pemetaan dan Kritik Epistemologi Islam atas Paradigma Pengetahuan Ilmiah dan Relevansi Pandangan Dunia, (Jakarta : Sadhra Press, 2010), hlm. ii.

21 'Abd Al-Karim Surush, Jawidanagi wa Akhlaq, Yadnameh-ye Ustad-e Shahid Murtadha Muthahhari, (Teheran : Sazman-e Intisharat wa Amuzish-e Enghelab-e Islami, 1360 H. Syamsiyyah (tahun Iran)), jilid 1, hlm.389.

Page 13: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 51 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

paradigma tersebut bila ditilik secara lebih mendalam sebenarnya diakibatkan oleh perbedaan epistemologi. Marxisme, sebagaimana pula kapitalisme yang dikritiknya, sama-sama lahir dari tradisi filsafat materialisme Barat. Filsafat materialisme menganggap yang nyata ataua riil adalah yang terukur dan sensible, sedang Islam meyakini keutamaan (realitas) jiwa atas fisik.

Selanjutnya Muthahhari secara bertahap mencoba mengkritisi epistemologi filsafat Barat, terutama sejak era renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon, dengan epistemologi filsafat Islam. Kata-kata kunci yang digunakannya terangkum dalam buku Pengantar Epistemologi Islam: Sebuah Pemetaan dan Kritik Epistemologi Islam atas Paradigma Pengetahuan Ilmiah dan Relevansi Pandangan Dunia meliputi skeptisisme, psiko-analisa, hingga tazkiyatun nafs sebagai instrumen ilmu pengetahuan yang sah dalam filsafat Islam (irfan).22

Setelah mengkritik ideologi arxisme yang banyak diusung sesama kelompok oposisi, sasaran kritik Muthahhari selanjutnya adalah kebijakan sekuler rezim Syah itu sendiri. Tapi alih-alih memaki-maki pemerintah dengan berbagai tuduhan (sebagaimana jamaknya ulama konservatif), Muthahhari secara cerdas mengkritik epistemologi materialisme yang melandasi sekularisme. Singkat kata, materialisme adalah jantung peradaban Barat sejak era renaisans yang muncul di negara Inggris dan Perancis. Epistemologi tersebut di atasnya berdiri kokoh propaganda-propaganda peradaban Barat seperti politik demokrasi dan imperialisme, ekonomi Laissez-faire, juga rasionalisme dan humanisme Barat. Dengan mengkritik materialisme, Muthahhari sebenarnya telah meruntuhkan fondasi dasar sekulerisme itu sendiri.

Berikut ini adalah beberapa unsur yang membentuk filsafat materialisme-sekuler yang dikemukakan Bertand Russell :

Pertama, penafian eksistensi Tuhan. Sejak era renaisans peradaban Barat telah menafikan eksistensi Tuhan. Tuhan dianggap tidak nyata, telah mati, atau kalau pun Tuhan ada tetapi Ia pasif dan tak ada sangkut-pautnya dengan proses epistemologi dan kontrol etika. Humanisme Barat menganggap “kemanusiaan” sebagai bagian dari alam fisik, dan karenanya manusia didefinisikan

22 Irfan merupakan karakter pemikiran filsafat yang umum dipakai para pemikir

Iran sebagai metode pemikiran bercorak exoteris (tasawuf). Lihat Seyyed Hossein Nasr, Intelektual Islam, Teologi, Filsafat, dan Gnosis, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 76. Lihat juga Murtadha Muthahhari, Pengantar Epistemologi Islam: Sebuah Pemetaan dan Kritik Epistemologi Islam atas Paradigma Pengetahuan Ilmiah dan Relevansi Pandangan Dunia, (Jakarta : Sadhra Press, 2010), hlm. 27.

Page 14: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

52 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

sebagai produsen-konsumen, penjual-pembeli, penjajah-terjajah dan seterusnya.

Kedua, bersamaan dengan hegemoni filsafat materialisme, peradaban Barat juga mulai mengabaikan nilai-nilai etika yang immaterial dan tak terukur. Etika menjadi sinonim dengan keuntungan (benefit) dan kesenangan (enjoyment), dan tujuan hidup manusia semata memenuhi dua kebutuhan tersebut dengan cara meningkatkan produksi dan laba (profit). Materialisme telah mereduksi absolusitas etika sedemikian rupa sehingga manusia menjadi tak lebih dari sekadar “cog in a machine.”

Ketiga, di atas idiologi yang dianut materialisme Barat berdiri politik sekuler Barat yang menafikan hakikat kemanusiaan sebagai makhluk dengan tujuan-tujuan ilahiah. Kualitas kemanusiaan dalam politik sekuler Barat ditentukan berdasarkan nilai ekonomisnya. Sekularisme bukan sekadar kebijakan politik memisahkan urusan agama dengan negara, lebih dari itu sekularisme adalah penafian nilai-nilai absolut-epistemologis dan etis dari eksistensi manusia itu sendiri sehingga dirinya menjadi tidak lebih dari sekadar objek alat (utilitarian object) untuk diperalat (utilized) dan untuk diperas (subjugated).23

Melihat ancaman-ancaman materialisme di atas tidak salah bila

kemudian Muthahhari mengkritik secara keras ideologi sekularisme yang diusung oleh pemerintah rezim Syah. Kritik-kritik Muthahhari terhadap filsafat materialisme pada hakikatnya telah meruntuhkan bangunan dasar politik rezim Syah Iran yang berkuasa saat itu. Di sisi lain Muthahhari juga mengindikasikan superioritas epistemologi Islam yang selain mengakui validitas indera sebagai instrumen dan sumber pengetahuan, juga mengakui validitas rasio dan intuisi.

Berdasarkan gugusan pemikiran terkait pemaparan di atas, muncul pertanyaan, bagaimana dengan kemajuan peradaban Barat ? Bukankah itu bukti superioritas filsafat Barat atas Islam ? Muthahhari menolak anggapan ini, baginya kemajuan peradaban Barat bukan lah bukti valid kebenaran ajaran filsafat Barat. Dengan meminjam logika Bertrand Russell, Muthahhari menjelaskan bahwa pengetahuan yang benar akan berujung pada eksperimen yang benar pula, namun bukan berarti bila eksperimennya benar maka pengetahuannya juga pasti benar. Inilah yang

23 Bertrand Russell, A History of Western Philosophy, (London : George Allen

Unwin, 1984), hlm.133

Page 15: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 53 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

dinamakan dengan logika lazim’am (keterkaitan yang lebih universal).24 Memperjelas pernyataan di atas perhatikan keempat pernyataan di bawah : a. Jika bola maka bulat. Ini adalah pernyataan yang benar. Semua bola

mesti bentuknya bulat. b. Jika bulat maka bola. Ini adalah pernyataan yang salah. Tidak semua

yang berbentuk bulat itu adalah bola. c. Jika bukan bola maka tidak bulat. Pernyataan ini juga salah. d. Jika tidak bulat maka bukan bola. Pernyataan ini benar.25

Argumentasi Muthahhari selanjutnya menegaskan bahwa filsafat yang benar (hakikat) akan menghasilkan peradaban yang unggul, adalah pernyataan yang benar sama seperti pernyataan satu. Pernyataan yang mengatakan bahwa, peradaban yang unggul sebagai bukti kebenaran filsafat yang melandasinya, ini adalah pernyataan yang salah sama seperti pernyataan nomor dua di atas.

Muthahhari juga mengutip pernyataan Muhammad Abduh yang mengatakan bahwa buah yang baik mesti dihasilkan oleh pohon yang baik pula. Namun dalam peradaban Barat yang terjadi justru sebaliknya, kemajuan peradaban Barat diawali oleh pemberontakan mereka terhadap alam pikir abad pertengahan. Sebaliknya dalam kasus Islam, ajaran Islam ibarat pohon yang baik tapi buahnya tidak terlalu baik dikarenakan ummat sendiri yang tidak setia dengan ajaran Islam yang hakikat. 4. Perbuatan Alami dan Perbuatan Akhlaki

Muthahhari menggolongkan perbuatan manusia menjadi dua yaitu perbuatan alami yang pelakunya tidak pantas dipuji, dan perbuatan akhlaki yang patut dipuji. Contoh yang pertama seperti berusaha membela diri ketika dihina. Perbuatan ini lahir secara alami karena adanya kecenderungan mempertahankan diri pada diri manusia, sehingga tidak layak mendapat pujian. Berbeda dengan perbuatan akhlaki, yang patut dipuji dan disanjung. Manusia akan kagum melihatnya. Nilai-nilai akhlaki tidak dapat dibandingkan dengan nilai material. Contoh sederhana adalah memaafkan kesalahan orang lain.26

24Abd Al-Karim Surush, Jawidanagi wa Akhlaq, Yadnameh-ye Ustad-e Shahid

Murtadha Muthahhari, Op. Cit., hlm. 133. 25 Ibid. 26 Murtadha Muthahhari, Falsafah Akhlak, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1995), hlm.

15.

Page 16: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

54 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Sebagian orang berpendapat bahwa kriteria perbuatan akhlaki adalah segala perbuatan yang dilakukan untuk orang lain. Perbuatan yang dilakukan untuk diri sendiri bukan merupakan perbuatan akhlaki. Pendapat lainnya mengatakan bahwa perbuatan akhlaki adalah perbuatan yang bermukim dari perasaan mencintai sesama. Dua definisi ini memiliki kesamaan, definisi pertama ditarik dari tujuan, sementara definisi kedua dari sebab akhir. Simpulan perbuatan akhlaki dari dua definisi ini ialah perbuatan yang dilakukan untuk orang lain tidak akan terealisasikan apabila manusia tidak memiliki perasaan cinta kepada sesama.

Keberatan muncul berkaitan dengan definisi sebagaimana telah dikemukakan di atas. Perbuatan keibuan yang juga dimiliki binatang merupakan perbuatan akhlaki atau diasumsikan pada perbuatan alami (natural). Pengorbanan seorang ibu demi anaknya dipandang agung dan mulia dan bertujuan demi anaknya bukan untuk dirinya sendiri. Perbuatan tersebut meskipun mengandung nilai-nilai agung, namun tidak dapat diasumsikan sebagai perbuatan akhlaki disebabkan aturan penciptaan dan naluri alamiah seorang ibu yang mendorong melakukan perbuatan tersebut.

Muthahhari memasukkan akhlak dalam kategori ibadah (penyembahan). Manusia yang menyembah Allah di alam bawah sadarnya, dan mematuhi perintah Allah di alam sadarnya. Pada saat perasaan alam bawah sadar manusia berubah menjadi perasaan alam sadar dalam menyembah Allah, perbuatan tersebut merupakan perbuatan akhlaki.27

5. Konsep Moralitas Barat dan Kritik Murtadha Muthahhari a. Teori Emosi

Emosi merupakan teori paling klasik yang menunjuk pada perbuatan akhlaki. Teori ini menunjukkan kriteria perbuatan adalah perasaan manusia. Teori ini beranggapan bahwa arti pernyataan moral itu hanya mengungkapkan emosi/perasaan seseorang. Menurut teori ini perbuatan manusia dibagai dua : 1) Perbuatan alamiah (natural) yang muncul dari ego seseorang dan

kecenderungan alamiah yang terdapat dalam dirinya. Tujuannya hanya untuk menggapai keuntungan dan kesenangan pribadi. Contoh karyawan yang giat bekerja untuk mendapatkan upah atau jabatan.

27 Ibid, hlm. 120.

Page 17: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 55 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

2) Perbuatan akhlaki manusia yang bersumber dari individu-individu yang selain mencintai untuk dirinya sendiri juga mencintai orang lain.28 Ada kalanya perasaan menyayangi orang lain lebih membahagiakan dari pada menyayangi diri sendiri.

Teori yang menyatakan bahwa akhlak adalah cinta dan perbuatan baik, separohnya benar dan separohnya salah. Sebab tidak semua cinta digolongkan perbuatan akhlaki meskipun layak untuk dipuji. Perbuatan akhlaki harusnya mengandung upaya dan pilihan bagi sifat-sifat yang bukan instingtif.29 Perilaku baik jika dilakukan manusia atas dasar fitrah yang ada pada dirinya dan tidak dilakukan dengan pilihan, meskipun mulia dan layak untuk dipuji, perbuatan tersebut tidak termasuk ke dalam perbuatan akhlaki. Misalnya cinta orang tua kepada anak adalah mulia, tetapi perasaan tersebut tidak diperoleh dengan usaha melainkan anugerah Tuhan.

Wilayah akhlak lebih mulia dari pada batasan mencintai orang lain. Ada sejumlah perbuatan mulia dan layak mendapat pujian namun tidak ada kaitannya dengan mencintai orang lain, seperti sabar, tawakal, istiqomah, disiplin, dan sebagainya. Simpulan pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada kebaikan di dunia selain cinta, hakikatnya tidak demikian karena ada kebaikan selain mencintai orang lain.

b. Teori Intuisi (Immanuel Kant)

Menurut teori intuisi Immanuel Kant, tindakan akhlaki adalah buah dari hasil perintah intuisi. Manusia berlaku etis tanpa dilatarbelakangi pamrih tertentu. Perbuatan tersebut mengikuti semata-mata mengikuti perintah intuisi. Akal praktis atau intuisi adalah kumpulan hukum-hukum apriori manusia yang tidak diperoleh melalui indera manusia namun sudah menjadi fitrah dan watak manusia. Intuisi tidak mengenal maslahat. Hukum intuisi menurut Khan adalah mutlak tanpa ikatan dan syarat.30 Intuisi akhlak mengajak manusia kepada kesempurnaan, bukan kebahagiaan. Kesempurnaan dan kebahagiaan menurut Kant merupakan dua kualitas yang berbeda.

Kant berpendapat bahwa manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan mukallaf dengan membawa taklif akhlaki sebagai satu kekuatan dalam dirinya untuk memerintahkan taklif-taklif itu. Setiap orang wajib

28 Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi, (Yogyakarta :

UGM Press, 1996), hlm. 15. 29 Murtadha Muthahhari, Falasafah Akhlak, Op. Cit., hlm. 33. 30 Budi Hardiman, Filsafat Modern, (Jakarta : Gramedia, 2004), hlm. 149

Page 18: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

56 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

diperlakukan sebagai dirinya sendiri, ini berarti setiap orang wajib mentaati apa yang diyakini hukum moral dalam hatinya sebagai kesusilaan yang transedental.31

Kritik Muthahhari terhadap teori intuisi yang memisahkan antara kebahagiaan dan kesempurnaan adalah salah. Kesempurnaan merupakan bagian integrasi dari kebahagiaan. Setiap kesempurnaan pasti melahirkan sejenis kenikmatan. Kenikmatan tersebut mencari kesempurnaan untuk kesempurnaan itu sendiri. Seseorang ketika memperoleh kenikmatan secara tidak sadar sesungguhnya juga merasakan kebahagiaan.32

Hukum intuisi tidak semutlak yang diyakini Kant. Contohnya hukum kejujuran tidak terlalu mutlak demi suatu kemaslahatan. Fiqh Islam justru menyuruh membolehkan berbohong demi kepentingan kemaslahatan. Harus dibedakan kebohongan demi kemaslahatan dan kebohongan demi manfaat atau kepentingan pribadi yang terkesan dangkal. Kebohongan demi kemaslahatan adalah kebohongan yang telah hilang esensinya dan telah berubah menjadi kebenaran. Kebohongan yang dilatarbelakangi dengan manfaat pribadi biasanya mengorbankan kebenaran.

c. Kritik Muthahhari terhadap Konsep Hak Asasi Manusia

Muthahhari menganalisis Pernyataan Hak-Hak Asasi Manusia Sejagat dan menunjukkan betapa tingginya martabat manusia di dalamnya. Anehnya, nilai dan martabat yang begitu tinggi itu sama sekali tidak sesuai dengan konsepsi manusia pada kebanyakan sistem filsafat Barat.

Manusia, menurut pandangan filsafat etika Barat, telah diruntuhkan sampai ke tingkat mesin. Ruh dan kemuliaan manusia dalam pandangan etika Barat telah ditolak. Kepercayaannya terhadap sebab terakhir dan suatu rancangan atau rencana yang telah dipersiapkan bagi alam dianggap sebagai gagasan yang reaksioner. Orang Barat tidak memandang jiwa sebagai sebagai bentuk wujud manusia yang terpisah, dan tidak menganggap jiwa mempunyai kemampuan untuk berwujud secara nyata dan aktual. Barat tidak percaya adanya perbedaan antara dirinya dengan hewan atau tanaman dari segi ini. Barat menganggap semuanya hanyalah manifestasi materi dan energi. Medan kehidupan untuk semua makhluk hidup, termasuk manusia, adalah perjuangan untuk mempertahankan kehidupan. Manusia selalu berjuang untuk

31 Uli Cahyadi, Hukum Moral Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan Imperatif

Kategoris, (Jakarta : Kanisius, 2007), hlm. 50. 32 Murtadha Muthahhari, Filsafat Akhlak, Op. Cit., hlm. 112.

Page 19: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 57 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

menyelamatkan dirinya dalam pertempuran. Keadilan, kebajikan, kerjasama, kasih sayang, dan semua nilai moral dan kemanusiaan merupakan produk dari perjuangan asasi untuk kehidupan. Manusia telah menciptakan konsep-konsep tersebut untuk mengamankan kedudukannya sendiri.

Menurut pandangan Muthahhari, pada filsafat Barat, martabat manusia telah dihancurkan sama sekali dan kedudukannya betul-betul direndahkan. Berkenaan dengan penciptaan manusia dan sebab-sebab yang memberikan eksistensi kepadanya, berkenaan dengan tujuan penciptaan manusia dan struktur serta bentuk eksistensi dan wujudnya, dan berkenaan dengan motivasi dan stimulasi kegiatannya, kesadaran dan moralitasnya, dunia Barat telah merendahkan manusia pada tingkat yang telah ditunjukkan di atas. Berdasarkan latar belakang tersebut, Barat mengeluarkan suatu pernyataan agung tentang nilai dan martabat manusia, keluhuran dan kemuliaannya, hak-hak asasinya yang suci, dan mengajak seluruh umat manusia untuk mempercayai pernyataan luhur ini.33

Sayyid Murtadha Muthahhari mengatakan lebih lanjut bahwa orang-orang Barat harus lebih dahulu memperbaiki konsepsinya tentang manusia sebelum mereka mengeluarkan pernyataan tentang hak-hak asasi manusia yang suci dan mengandung nilai-nilai moral kemanusiaan yang dijunjung tinggi dalam peradaban.

Muthahhari mengakui tidak semua filosof Barat mengungkapkan manusia seperti di atas. Tanpa menafikan keberadaan mereka, Muthahhari menganggap bahwa yang dibicarakan dalam konteks ini ialada cara berpikir yang terdapat pada kebanyakan orang Barat dan yang sekarang mempengaruhi bangsa-bangsa di dunia. Pernyataan hak-hak asasi manusia yang mengandung nilai-nilai moral kemanusiaan ini sepatutnya dikeluarkan oleh mereka yang memandang manusia lebih tinggi dari senyawa meterial dan mekanisme. Pernyataan ini baru sesuai dengan orang yang tidak memandang dorongan dan kegiatan manusia semata-mata tergantung kepada motif egois dan hewani, yakni orang yang mempercayai tabiat manusia. Selanjutnya untuk memperkuat argumentasinya Muthahhari menjelaskan bahwa pernyataan hak-hak asasi manusia sepantasnya dikeluarkan oleh Timur, yang percaya bahwa manusia sebagai khalifah di muka bumi, yang meyakini bahwa manusia mempunyai tujuan sesuai sasaran, dan percaya bahwa manusia pada

33 Murtadha Muthahhari, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama,

(Bandung : Mizan, 1992), hlm. 16-17.

Page 20: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

58 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

hakikatnya cenderung berbuat kebajikan, serta memandang manusia memiliki struktur yang paling serasi dan paling sempurna.34

d. Kritik Muthahhari terhadap Konsep Etika Seksual Barat

Naluri seksual, menurut wataknya sendiri merupakan naluri yang istimewa. Naluri ini kuat dalam manifestasinya, sehingga pembahasan tentang moral seksual merupakan bagian yang penting dari etika.

Dewasa ini dari Barat disebarkan suatu moralitas baru yang didasarkan pada kebebasan individu untuk mengikuti sesuatu yang dihajatkan nafsunya. Tokoh etika Barat yang dipandang kampium terhadap persoalan ini menurut Muthahhari ialah Sigmund Frued, Bertrand Russell, dan Will Durrant.35 Sigmund Frued dan Bertand Russell mengkhotbahkan kewajiban untuk melepaskan diri dari moralitas tradisional dan menggantinya dengan moralitas yang sama sekali baru. Frued menyatakan bahwa manusia baru sehat apabila libido sexsualisnya tidak mengalami banyak hambatan moral yang dapat menimbulkan banyak penderitaan manusia, gangguan emosional, kecemasan dan obsesi.36 Bertand Russell menganjurkan moralitas seksual yang bebas dari rasa cemburu. Cemburu merupakan emosi yang tidak sehat, kata Russell sehingga manusia seharusnya berusaha mengatasinya. Setiap orang harus dibebaskan untuk melakukan hubungan seksual dengan siapa saja yang dikehendakinya tanpa harus terikat kepada kaidah-kaidah hukum.37 Berbeda dengan keduanya, Will Durrant lebih cenderung mempertahankan nilai dan adat istiadat tradisional yang diakui sangat penting untuk meningkatkan kesinambungan yang harmonis pada hubungan seksual dalam konteks perkawinan atau pernikahan dan hubungan keluarga.38

Muthahhari melancarkan kritikan yang tajam terhadap paham di atas, khususnya argumentasi yang dikemukakan Russell tentang konsep moralitas seksual baru didasarkan atas tiga prinsip, falsafi, dan psikologis:

1) Kebebasan pribadi setiap individu harus selalu dihormati dan dilindungi, selama tidak berbenturan dengan kebebasan yang lain. Kebebasan individu hanya dibatasi kebebasan individu yang lain.

34 Ibid, hlm. 19. 35 Murtadha Muthahhari, Etika Seksual dalam Islam, (Jakarta : Lentera Basritama,

1996), hlm. 24. 36 Ibid. 37 Ibid, hlm. 37-38. 38 Ibid, hlm. 23.

Page 21: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 59 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

2) Kesejahteraan/kebahagaan manusia terletak pemeliharaan dan pemenuhan dorongan nafsu dan hasrat-hasrat bawaannya. Kecenderungan alamiah ini jika dihambat, terjadilah kesombongan dan gangguan kepribadian, terutama sekali akibat frustasi sosial. Naluri dan hasrat alamiahnya cenderung menyimpang, apabila tidak dipenuhi atau mendapat kepuasan.

3) Pembatasan dan hambatan terhadap naluri alamiah dan hasrat manusia cenderung meningkatkan gejolak hawa nafsu. Pemenuhan hasrat alamiah yang tidak dihambat menimbulkan kesenangan, sehingga seseorang dapat mengatasi perhatian yang berlebihan terhadap dorongan alamiah, seperti dorongan seks.39

Muthahhari menunjukkan kontradiksi pada tiga prinsip di atas, yang dijadikan landasan bagi moralitas baru di Barat. Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada prinsip tersebut meruntuhkan seluruh justifikasi moralitas baru.

Prinsip kekebasan individu memang merupakan hal yang pokok untuk mewujudkan hak-hak asasi manusia secara sosiologis. Kesalahan mendasar terletak pada anggapan Barat bahwa kekebasan seksual yang dipersonalisasikan tidak mempunyai implikasi sosial. Hal ini terjadi karena asumsi Barat bahwa jika individu bebas memenuhi kebutuhan seksualnya, seseorang diharapkan hanya memenuhi kepentingannya sendiri tanpa melanggar hak-hak orang lain.40

Muthahhari selanjutnya menguraikan filsafat yang mendasari kebebasan personal. Hal yang esensial untuk mengelola kebebasan personal, dan untuk menjaga hak orang lain untuk mendapat perlindungan, adalah kebutuhannya untuk secara berangsur-angsur mengembangkan cara yang harmonis dan terhormat untuk memajukan kehidupan individu, menuju peningkatan kemampuannya yang lebih tinggi. Perhatian yang tepat pada kebutuhan yang disebutkan pada prinsip moralitas baru di atas jelas sekali tidak ada dalam penafsiran Barat atau penerapan konsep kekebasan personal. Kebebasan individu dalam segala kondisi atau keadaan tidak boleh membawa pada kelonggaran seksual yang menyebabkan orang mengeksploitasi hawa nafsu dan hasrat-hasrat egois. Setiap konsepsi yang salah tentang kebebasan personal tidak dapat didorong atau dihormati oleh orang-orang yang

39 Ibid, hlm. 41-42 40 Ibid.

Page 22: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

60 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

dapat atau seharusnya menyadari akibat-akibat yang berbahaya. Setiap manusia perlu menghindari konflik interpersonal yang terbuka, dan setiap masyarakat perlu juga mengenal bahw akepentingan yang lebih besar dan lebih luhur dari individu itu sendiri harus secara sadar membatasi kebebasannya. Terus menerus mengabaikan syarat-syarat moral yang disebut di atas dapat memperburuk kerusakan yang sudah terjadi pada konsep dasar moralitas dan kesalahan yang telah terjadi pada pemahaman kebebasan personal.41

Penafsiran Russell tentang moralitas tidak menunjukkan kelebihan nilai-nilai kehidupan yang luhur di atas hal-hal yang secara potensial dan secara intrinsik berbahaya. Tidak ada tanda-tanda pada pernyataannya yang membuat manusia menundukkan dirinya dan kepentingan lahiriahnya pada pertimbangan intektual dan spiritual yang lebih tinggi.

Mutahahhari menyimpulkan bahwa moralitas Russell sangat cocok bagi kepentingan penguasa, bagi yang kuat di tengah masyarakat. Kelompok yang lemah dengan mudah dapat ditundukkan oleh kekuatan individu-individu yang berkuasa dan berpengaruh. Filsafat moral Russell menyiratkan bahwa seseorang bebas berbuat sesuatu selama tidak diprotes oleh orang lain. Manusia yang kuat dapat berbuat apa saja, sementara apabila lemah maka reaksi orang lain akan banyak membatasi kebebasannya.42

e. Kritik Muthahhari terhadap Konsep Manusia Menurut Etika Barat

Muthahhari mengkritik konsepsi manusia pada filsafat Barat, dan mengecam moralitas baru. Muthahhari tidak berhenti di situ, di samping puing-puing moralitas baru yang diruntuhkannya, ditegakkan moralitas Islam. Muthahhari menampilkan konsepsi al-Quran tentang manusia di atas reruntuhan filsafat Barat. Muthahhari bukanlah filosof semacam Nietsche, yang membabat seluruh filsafat tradisional, menjungkirbalikkan nilai, meyakinkan setiap orang bahwa filsafat yang dipegangnya salah.

Muthahhari tahu bahwa bencana yang melanda manusia modern sekarang adalah ketidaktahuan manusia tentang dirinya sendiri. Manusia telah melupakan dirinya sendiri. Manusia mengalami kebingungan terhadap dirinya sendiri.43 Usaha untuk membuat manusia mengerti tentang dirinya, menurut Muthahhari terlebih dahulu harus melacak setiap miskonsepsi tentang manusia dalam filsafat dan psikologi Barat.

41 Ibid, hlm. 44-45. 42 Ibid, hlm. 49. 43 Suparman Syukur, dkk, Islam Agama Santun, (Semarang : RaSail, 2011), hlm. 108

Page 23: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 61 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Kritik-kritik yang dilontarkan Muthahhari terhadap pemikiran etika Barat pada tulisan-tulisannya tidak selalu mengidentifikasikan alirat filsafat dan teori psikologi mana yang dikritik, Muthahhari lebih banyak melihat gagasan daripada label. Kritik yang dilancarkan Muthahhari didasarkan pada etika religius yang bertitik tolak dari agama yakni bersumber pada al-Quran dan Sunnah Nabi, sementara etika Barat menurut Suparman Syukur, merupakan cabang filsafat yang bertitik tolak dari akal pikiran manusia, tidak dari agama, di sinilah perbedaan mendasar pemikiran etika Barat dengan etika Islam.44 Perbedaan cara pandang ini secara filosofis mendasari perbedaan konsep etika barat di satu pihak dengan konsep etika Islam yang diformulasikan Muthahhari dalam mengokohkan kritik-kritiknya terhadap kelemahan dan kerapuhan bangunan etika Barat.

Salah satu agenda penting yang menunjukkan kerapuhan bangunan etika Barat adalah masalah klasik yang sering dibahas oleh tokoh etika Barat tentang manusia dapat dirumuskan dalam dua pertanyaan : 1) Apakah karakteristik yang membedakan manusia dari binatang ? 2) Apakah tabiat manusia itu baik atau buruk (jahat) ?

Descartes yang mengilhami kaum rasionalis menyatakan bahwa kelebihan manusia dari binatang adalah tabiat rasionalnya, kemampuan menilai dan memilih; kemudian ditunjang oleh kaum Neo-Freudian seperti Frankl, Adler, dan Jung yang menekankan aspek kesadaran manusia (daya kemauan dan daya nalarnya) ; kemudian digerakkan oleh kaum eksistensialis seperti Sartre, Buber, dan Tillich yang menyatakan bahwa kaum eksistensialis bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya. Psikologi humanistik melihat manusia memiliki kemampuan yang lebih tinggi daripada binatang. Manusia bukan saja digerakkan oleh dorongan biologis saja, tetapi juga oleh kebutuhan untuk mengembangkan dirinya sampai bentuk yang ideal untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Manusia merupakan makhluk yang unik; rasional, bertanggung jawab, dan memiliki kesadaran.

Betulkah anggapan Humanistik bahwa manusia itu rasional ? Apa yang dimaksud dengan rasional ? Bila yang dimaksud dengan rasional ialah kemampuan untuk memecahkan persoalan, tidakkah Simpanse Kohler juga rasional. Simpanse tersebut dapat menggapai pisang di atas atap kerangkengnya dengan menumpukkan peti yang berserakan, tepat di bawah pisang. Bagaimana pula tikus-tikus eksperimental yang berhasil

44 Suparman Syukur, Etika Religius, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 5

Page 24: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

62 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

melewati jebakan-jebakan yang berbelit-belit sebelum menemukan makanan-makanan ? Pada saat yang sama, bagaimana menjelaskan perilaku kaum politisi yang tidak rasional, konsumen yang membeli barang tanpa berpikir sehat, atau massa yang memilih partai tertentu karena kaitan emosional ?

Manusia merupakan makhluk yang bertanggung jawab. Bagaimana dengan anjing yang setia menunggu tuannya dan siap menerkam orang yang menggangu majikannya ? Bagaimana induk ayam yang melebarkan sayapnya ketika merasa anaknya terancam ? lalu bandingkan dengan seorang ibu yang melemparkan anaknya sendiri ke pinggir sungai, atau di tong sampah ? Atau korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh makhluk yang beradab di kantor-kantor pemerintah ? Bukankah Indonesia merupakan Negara terkorup ketiga di dunia.

Manusia adalah makhluk yang berkesadaran. Apakah kesadaran diri itu kemampuan untuk mempersepsi eksistensi dirinya ? Kalau ya, bagaimana dapat menjelaskan Gajah tua yang telah menyadari kematiannya hampir dekat, Gajah tersebut berjalan bermil-mil ke tempat pekuburannya ? Bandingkan pendapat Paul Ramsey, teolog Princeton, yang menyatakan bahwa orang baru menjadi manusia pada usia satu tahun ketika manusia dapat berbicara dan menyadari siapa dirinya.

Jawaban kaum Humanis menurut Murtadha Muthahhari belum seluruhnya memuaskan. Muthahhari menunjukkan bahwa pada diri manusia ada sifat kehewanan dan kemanusiaannya. Karakteristik khas dari kemanusiaannya ialah iman dan ilmu. Manusia mempunyai kecenderungan untuk menuju ke arah kebenaran-kegenaran dan wujud-wujud suci. Manusia tidak bisa hidup tanpa mensucikan dan memuja sesuatu.45

Manusia juga mempunyai kecenderungan untuk memahami alam semesta, untuk menjelajah tempat-tempat yang berada di luar lingkungannya, seperti yang telah dicapai saat ini dari Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neplunus, dan Pluto. Manusia juga senang menjelajah ke masa lampau atau masa depan. Berdasarkan argumentasi di atas Muthahhari, menyimpulkan bahwa perbedaan paling penting dan mendasar antara manusia dan hewan atau makhluk lainnya terletak pada iman dan ilmu yang merupakan kriteria kemanusiaannya.46

45 Murtadha Muthahhari, Bedah Tuntas Fitrah, Mengenal Jati Diri, Hakikat dan

Potensi Kita, (Jakarta : Citra, 2011), hlm. 15. 46 Murtadha Muthahhari, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama, (1992),

hlm. 30.

Page 25: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 63 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Iman dan ilmu merupakan karakteristik kemanusiaan, memisahkan keduanya menurut Muthahhari dapat menurunkan martabat manusia. Iman tanpa ilmu mengakibatkan fanatisme dan kemunduran, takhayul, dan kebodohan. Ilmu tanpa iman akan digunakan untuk memuaskan kerakusan, kepongahan, ekspansionisme, ambisi, penindasan, perbudakan, penipuan, dan kecurangan. Muthahhari menegaskan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang memadukan iman dan ilmu.47

Apakah tabiat manusia itu adalah baik atau buruk ? Sigmund Frued dengan tegas menjawab : Jahat. Pendapat Frued ini didukung oleh Toynbee yang dengan dukungan sejarah mengatakan bahwa “Tidak henti-hentinya ada getaran kekerasan dan kekejaman pada tabiat manusia”. Sifat manusia di samping agresif, juga bersifat rakus dan mementingkan diri sendiri (empirisme dan utilitarisme), manusia bertindak hanya untuk mencari kesenangan dan menghindari penderitaan (Hedonisme), manusia merupakan robot yang digerakkan nafsu seksual (Frued).

Tabiat manusia sebenarnya baik, ini konsep yang dikembangkan kaum Humanis (Rogers, Maslow, dan Alport). Pandangan yang sama juga dikemukakan kaum Romantisis (Rousseau), bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk bersahabat, bercinta, dan berkorban untuk kepentingan orang lain. Manusia yang dibiarkan hidup secara alamiah, akan hidup bersih dari segala macam kejahatan. Sayang, masyarakat merusak jiwa bersih ini.

Paham baru muncul berkaitan dengan kedua konsep di atas, bahwa manusia tidak baik dan tidak jahat. Lingkungan sosial yang membentuk karakter manusia, paham ini dianut aliran Behaviorisme (Watson, Skinner, dan Bandura). Pilihan yang diambil manusia menentukan wataknya, paham ini dianut Eksistensialisme (Sartre, Jaspers, Ortega, dan Kierkegraad).48

Berdasarkan pandangan Barat tentang karakteristik manusia di atas, Muthahhari berpendapat, manusia adalah makhluk yang paradoksal. Sifat baik dan sifat jahat ada pada diri manusia sekaligus. Sifat-sifat itu hanya merupakan hal-hal yang potensial. Berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya, manusia harus membentuk dirinya. Kemampuan membentuk diri merupakan ciri khas manusia, tidak ada makhluk lain yang memiliki kemampuan seperti itu. Pandangan Muthahhari tersebut dilandasi pemikirannya bahwa manusia bukanlah

47 Ibid. 48 Ibid, hlm. 31-32

Page 26: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

64 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

makhluk yang sudah ditentukan lebih dahulu, manusia adalah seperti yang dikehendaki.49

Muthahhari bukan seorang penganut paham eksistensialis seperti Sarter, Kierkegraad, atau Jaspers. Eksistensialisme dan humanisme bahkan dikritiknya. Muthahhari memang menolak filsafat Barat dan mempertahankan dirinya sebagai pengikut Madrasah Quraniyah. Aliran-aliran filsafat etika Barat disorotnya dengan tajam dan menjelaskan dengan fasih kebenaran Islam sebagai suatu mazhab pemikiran etika yang berlandaskan agama bukan rasio semata.

Simpulan

Pandangan etika yang dikemukakan Muthahhari sekali lagi menegaskan konsistensinya bahwa ada perbedaan mendasar secara filosofis tentang landasan berpikir etika Barat yang hanya bertitik tolak pada kebenaran rasio semata dengan pandangan etika Islam yang dikemukakan Muthahhari yang bertitik tolak dari al-Quran dan Hadits yang dijiwai dengan semangat falsafah Wilayat Faqih.

Seluruh kehidupan Murtadha Muthahhari telah dicurahkan untuk berjihad melalui pemikiran, pidato-pidato, tulisan-tulisan, kuliah-kuliahnya, dan keikutsertaannya dalam kancah sosial politik di negaranya Iran. Ruh semangatnya adalah mengembalikan negara Iran sesuai dengan konsep masyarakat Madani sebagai potret ideal bangunan negara Islam yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Cita-cita mulia tersebut memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang menuntut dirinya berbaur dan bersitegang dengan kebudayaan dan peradaban bangsanya yang menurutnya diambang kebobrokan moral akibat merasuknya pemikiran-pemikiran Barat di seluruh negeri. Perjuangan yang melelahkan sekaligus melegakan, karena meskipun sebentar Sayyid Murtadha Muthahhari dapat menghirup udara kebebasan bangsanya dari cengkeraman Barat.

Malam hari, ketika Murtadha Muthahhari pulang dari pertemuan penting yang menyangkut urusan umatnya. Beberapa orang pemuda kelompok Furqon, penentang Imam Khumaeni, yang tidak melihat perbendaharaan ilmu pada orang tua bercambang dan berkacamata tebal itu, menghujaninya dengan peluru. Tubuh manusia bijak ini tergeletak bersimbah darah. Dengan kematiannya, Iran menetapkan hari guru untuk menghormati dedikasi yang disembahkan untuk bangsanya. Muthahhari lahir, berjihad, dan syahid.

49 Ibid.

Page 27: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 65 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

DAFTAR PUSTAKA Bagir, Haidar, Murtadha Muthahhari Sang Mujahid Sang Mujtahid, cet. 2

Bandung: Yayasan Muthahhari, 1993 ___________, Resensi Buku Murtadha Muthahhari : Pengantar

Epistemologi Islam: Sebuah Pemetaan dan Kritik Epistemologi Islam atas Paradigma Pengetahuan Ilmiah dan Relevansi Pandangan Dunia, Jakarta : Sadhra Press, 2010

Cahyadi, Uli, Hukum Moral Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan Imperatif Kategoris, Jakarta : Kanisius, 2007

Hardiman, Budi, Filsafat Modern, Jakarta : Gramedia, 2004 Khomeini, Ayatullah, Al-Hukumat al-Islamiyat, Terj. Jalaluddin Rakhmat,

Hukum Islam, Bandung : Mizan, 1992 Mudhofir, Ali, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi,

Yogyakarta : UGM Press, 1996 Muthahhari, Murtadha, Bedah Tuntas Fitrah, Mengenal Jati Diri, Hakikat

dan Potensi Kita, Jakarta : Citra, 2011 _________________, Etika Seksual dalam Islam, Jakarta : Lentera

Basritama, 1996 __________________, Falsafah Akhlak, Bandung : Pustaka Hidayah, 1995 _________________, Falsafah Pergerakan Islam Jakarta: Amanah Press,

1988 __________________, Keadilan Ilahi : Asas Pandangan Dunia Islam,

Bandung : Mizan, 2009 __________________, Man and Universe. Diterj, Ilyas Hasan, Manusia dan

Alam Semesta Jakarta: Lentera, 2002. _________________, Pengantar Epistemologi Islam: Sebuah Pemetaan

dan Kritik Epistemologi Islam atas Paradigma Pengetahuan Ilmiah dan Relevansi Pandangan Dunia, Jakarta : Sadhra Press, 2010.

__________________, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama, Bandung : Mizan, 1992.

_________________, Mengenal Epistemologi, Jakarta : Lentera, 2001 Najaf, `Ain, Qiyadatul `Ulama wal Ummah, Teheran : Hikmah, t.th. Nasr, Seyyed Hossein, Intelektual Islam, Teologi, Filsafat, dan Gnosis,

Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009. _________________, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern,

Penerjemah: Luqman Hakim, cet. 1 Bandung: Penerbit Pustaka, 1994.

Page 28: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Muhamad Nur

66 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Rakhmat, Jalaluddin, “Kata Pengantar” dalam Murtadha Muthahhari, Perspektif al- Quran tentang Manusia dan Agama, Bandung: Mizan, 1992.

Russell, Bertrand, A History of Western Philosophy, London : George Allen Unwin, 1984.

Surush, Abd Al-Karim, Jawidanagi wa Akhlaq, Yadnameh-ye Ustad-e Shahid Murtadha Muthahhari, Teheran : Sazman-e Intisharat wa Amuzish-e Enghelab-e Islami, 1360 H

Syafi`i, Memahami Teologi Syi`ah Murtadha Muthahhari, Semarang : RaSail, 2004

Syukur, Suparman, dkk, Islam Agama Santun, Semarang : RaSail, 2011 _______________, Etika Religius, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004

Page 29: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Metode Pengamatan pada Pembelajaran Wacana Deskripsi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 67 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

METODE PENGAMATAN PADA PEMBELAJARAN WACANA DESKRIPSI SEBAGAI METODE INOVATIF

DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IX SMA NEGERI 1 WELERI KENDAL

Siti Umaroh STIT Muh. Kendal [email protected]

Abstrak: Pendidikan nasional, dengan segala idealisme yang dijabarkannya baik dalam UU Sisdiknas, program-program pemberdayaan, hingga dalam orasi-orasi ilmiah ternyata belum mampu mengangkat kualitas pendidikan nasional secara merata. Hal ini tentu saja bukan menjadi PR bagi segelintir penguasa semata namun juga menjadi tanggungjawab seluruh masyarakat Indonesia. Bagaimanapun, pendidikan menjadi satu komponen terpenting agar masyarakat Indonesia mampu menunjukkan taringnya dalam kancah percaturan global. Dalam ikhtiarnya memajukan pendidikan (sekaligus peradaban), bangsa Indonesia memerlukan kesadaran akan potensi, hambatan, peluang, serta ancaman yang dimiliki negara Indonesia dewasa ini. Kata Kunci: Pendidikan Nasional, Kebijakan Politik, Analisis SWOT.

Pendahuluan

Sistem desentralisasi pendidikan telah dilaksanakan sejak tahun 2002. Posisi guru berada pada sentra penentu dengan tanggung jawab yang luas dan menjadi landasan penting dalam pengembangan pembelajaran. Guru bukan sekedar pelaksana pengajaran seperti yang tertulis dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan.

Saat ini guru harus mampu tampil dengan kemampuan yang terbina dari dalam dirinya. Guru harus mampu membuktikan kemampuan

Penulis adalah Dosen Tidak STIT Muhammadiyah Kendal dan Guru Pegawai

Negeri Sipil di SMA Negeri 1 Weleri Kendal.

Page 30: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Siti Umaroh

68 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

profesionalnya untuk menerima amanah sebagai pendidik tangguh. Bila pada era sentralisasi pendidikan, guru sebagai pelaksana dari pemikiran birokrat tetapi kini guru harus mampu berpikir logis, kritis, kreatif dan refleksif dalam meningkatkan mutu pembelajarannya dan melaksanakan hasil pemikirannya itu dalam pembelajaran di kelas. Bergantinya sistem sentralisasi ke dalam sistem desentralisasi pendidikan seperti saat ini tidak serta merta mengubah pola pikir guru yang semula sebagai pelaksana pengajaran langsung menjadi pemrakarsa pembelajaran, seperti membalikkan telapak tangan. Apalagi beragamnya kualitas dan profesionalnya guru, dari guru yang bermotivasi berubah hingga karena keterpaksaan, dari guru yang hanya berniat dari rupiah dan selalu menggerutu hingga yang senantiasa tawakal.

Maka dari itu perlu tersedianya pendukung yang memadai dan proses yang panjang dalam program pendidikan dan pembinaan guru. Perlu adanya gerakan dari para guru untuk mengidentifikasi kebutuhan dirinya dalam meningkatkan kompetensinya, agar dapat mengembangkan kualitas pembelajaran.

Peningkatan kualitas pembelajaran bidang studi Bahasa Indonesia sangat diperlukan. Dalam hal ini banyak faktor yang harus diperhatikan seperti guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan manajemen bahkan metode pembelajarannya.

Pengajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam pengajaran menulis wacana deskripsi pada kelas XI Bahasa SMA Negeri I Weleri Kabupaten Kendal belum menunjukkan hasil yang maksimal. Hal ini terbukti masih minimnya kemampuan menulis wacana deskripsi seperti yang termuat dalam data sebagai berikut: KKM yang telah ditetapkan pada awal tahun pelajaran adalah 65. Jumlah siswa kelas XI bahasa SMA Negeri 1 Weleri adalah 33 orang. Pada pengajaran menulis wacana deskripsi dengan metode yang biasanya dilaksanakan yaitu dengan metode penjelasan (ceramah) siswa yang mendapatkan nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) 24 siswa dan sisanya (9 siswa) belum mencapai KKM. Hal ini berarti prestasi belajar siswa pada ketrampilan menulis wacana deskripsi masih perlu ditingkatkan mengingat indikator keberhasilan belajar siswa tercapai apabila secara klasikal siswa yang mencapai KKM dari seluruh siswa sekurang-kurangnya 85%. Sedangkan menurut data diatas secara klasikal yang sudah berhasil dalam

pembelajaran baru mencapai 72,73% ( 33

24x 100 ).

Page 31: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Metode Pengamatan pada Pembelajaran Wacana Deskripsi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 69 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Untuk itu dalam pembelajaran wacana diskripsi perlu diterapkan metode pengamatan sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini disebakan karena metode pengamatan merupakan metode yang inovatif dalam pembelajaran wacana deskripsi.

Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan ” Sejauh mana peningkatan prestasi belajar siswa pada pengajaran wacana deskripsi melalui metode pengamatan? ”

Strategi Pemecahan Masalah

Metode pembelajaran wacana deskripsi dengan metode konvensional tidak kreatif dan inovatif. Siswa merasa bosan, kondisi kelas pasif, tidak menyenangkan dan tidak menumbuhkaan minat siswa. Maka hal itu dapat diatasi dengan menggunakan metode pengamatan. Metode pengamatan berarti suatu metode yang membawa siswa pada objek langsung. Dan objek tersebut akan mempermudah dalam pengajaran menulis wacana deskripsi. Dalam teori bahasa, hal tersebut sebagai pendekatan/ metode kontekstual/CTL (Contextual Teaching Learning) seperti yang tertuang dalam buku Sagala, bahwa metode kontektual sering dikenal dengan metode CTL (Contextual Teaching Learning).1 Metode ini diterapkan dalam pembelajaran bahasa terutama pada pengajaran wacana deskripsi karena metode ini membawa siswa pada objek langsung sebagai sumber belajar sehingga mempermudah siswa dalam menuangkan gagasannya pada penulisan wacana deskripsi. “Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa, mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”.2

Maka dari itu, pembelajaran dengan metode ini memiliki ciri 1) pembelajaran dilakukan di luar kelas 2) Siswa dihadapkan pada objek langsung berupa lingkungan alam di sekitar sekolah 3) siswa mersa senang dan tidak bosan dalam pembelajaran 4) siswa lebih kreatif dalam mengungkapkan ide-idenya 5) prestasi belajar siswa meningkat.

1 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabet, 2003), hlm.

87. 2 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabet, 2003), hlm.

87.

Page 32: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Siti Umaroh

70 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Tahapan Operasional Tahapan opersional pembelajaran wacana deskripsi dengan

metode pengamatan. 1. Guru menyusun Silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran). 2. Guru menyusun instrumen observasi. 3. Guru melaksanakan pembelajaran wacana diskripsi di kelas maupun di

luar (di lingkungan alam sekolah) sekaligus menemukan data-data tentang pembelajaran baik tes maupun non tes.

4. Guru menganalisis data-data yang sudah ditemukan. 5. Guru membuat dokumen tentang hasil analisis. 6. Guru membuat laporan penulisan dalam bentuk Karya Ilmiah

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai karya inovasi pembelajaran. Pembahasan 1. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Peningkatan kualitas pembelajaran bidang studi Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran wacana deskripsi sangat diperlukan. Dalam hal ini banyak faktor yang harus diperhatikan seperti guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan, manajemen bahkan metode pembelajarannya. Keberhasilan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor dari dalam diri siswa maupun yang berasal dari luar siswa.3

Implementasi metode pengamatan dalam pembelajaran wacana deskripsi dipilih sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa karena hasil belajar siswa belum memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Disamping itu juga sebagai koreksi dan intropeksi bagi guru dalam pembelajaran serta sebagai langkah awal dalam perbaikan pengajaran. Dan pada akhirnya akan meningkatkan profesional guru. Hal ini akan berdampak pula bagi peningkatan kualitas pendidikan.

2. Hasil Implementasi Metode Pengamatan dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa

Pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada pembelajaran wacana deskripsi menggunakan metode pengamatan sebagai metode yang inovatif sehingga prestasi belajar siswa meningkat. Para guru

3 Henry Guntur Tarigan, Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:

Angkasa, 1993), hlm. 37.

Page 33: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Metode Pengamatan pada Pembelajaran Wacana Deskripsi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 71 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

terutama guru Bahasa Indonesia membuka diri dalam menggunakan metode pembelajaran yang inovatif sehingga siswa tertarik dan merasa senang sekaligus sebagai perbaikan pengajaran yang telah dilakukan oleh guru. Pembelajaran wacana deskripsi dengan menggunakan metode pengamatan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa seperti yang tampak pada grafik di bawah ini.

Pada grafik di atas tampak bahwa pembelajaran wacana deskripsi dengan menggunakan metode konvensional prestasi belajar siswa/peserta didik hanya mencapai 61,55 (siklus 1) sedangkan pembelajaran wacana deskripsi dengan menggunakan metode pengamatan sebagai metode inovatif prestasi belajar siswa mencapai 72, 46 (siklus 2) dan 81, 97 (siklus 3).

Demikian pula proses pembelajaran wacana deskripsi dengan menggunakan metode pengamatan ternyata dapat menciptakan suasana pembelajaran lebih menyenangkan, komunikatif dan kondusif. Siswa antusias dan termotivasi untuk melakukan pengamatan karena siswa berada pada alam di lingkungan sekolah. Siswa lebih bebas mengekspresikan ide atau gagasannya dalam sebuah tulisan berdasarkan pengamatan yang dilakukan. a. Siklus ke 1

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dalam pembelajara wacana deskripsi dengan metode pembelajaran konvensional menunjukkan keuntungan a) Siswa belajar secara individu, b) Siswa kurang inisiatif, c) Siswa cenderung pasif, d) Siswa kurang

Grafik 1. Prestasi Siswa dalam Menulis

Wacana Deskripsi

61,5572,46

81,97

0

20

40

60

80

100

Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3

Tahapan Siklus

Page 34: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Siti Umaroh

72 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

memperhatikan langkah-langkah menulis secara sistematis. Hal ini bisa dicermati pada data tabel 4.

b. Siklus ke 2 Tabel 5 menunjukkan hasil pengamatan bahwa dalam

pembelajaran wacana deskripsi dengan metode pangamatan dapat mengubah : 1) Melatih siswa untuk lebih kreatif dan berinisiatif 2) Siswa lebih aktif dalam belajar 3) Siswa lebih memperhatikan penulisan secara sistematis

c. Siklus ke 3 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dalam pembelajaran

deskripsi dengan metode pengamatan objek akan lebih termotivasi, lebih kreatif dan berinisiatif. Siswa lebih aktif dan lebih yakin mengekspresikan gagasannya berdasarkan pengamatan objek yang dilakukan. Hal itu dapat dilihat pada tabel 6.

3. Angket Pendapat Siswa

Hal ini dapat diamati pada tabel 7 a. Siklus ke 1

Hasil angket menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode konvensional cenderung tidak diminati siswa.

b. Siklus ke 2 Pembelajaran wacana deskripsi dengan metode pengamatan

menunjukan bahwa siswa menjadi lebih aktif, termotivasi, senang, komunikatif dan memperoleh manfaat secara faktual karena siswa berada pada alam di lingkungan sekolah

c. Siklus ke 3 Perubahan peningkatan minat siswa dapat dicermati pada

tabel 7. Perubahan kenaikan hasil pembelajaran wacana deskripsi diperoleh setelah siswa diajak berpindah dari belajar secara konvensional memasuki kondisi belajar kontekstual. Kondisi belajar konvensional berarti siswa dalam kondisi pembelajaran guru memberikan ceramah/ penjelasan dengan memberikan topik/ tema kemudian siswa mengembangkannya menjadi sebuah wacana. Sedangkan kondisi belajar kontekstual adalah siswa diajak menghadapi konteks dengan berada di alam pada lingkungan sekolah kemudian melakukan pengamatan objek yang dihadapi. Dengan cara ini siswa lebih mengkonstruksikan pengetahuannya secara mandiri kemudian mengkomunikasikan hasil konstruksi pengetahuannya dalam bentuk wacana.

Page 35: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Metode Pengamatan pada Pembelajaran Wacana Deskripsi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 73 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Hal yang sangat penting untuk diperhatikan agar lebih dapat menggugah potensi psikologis siswa dalam pembelajaran menulis wacana deskripsi adalah menciptakan suasana pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.

Pada proses pembelajaran siswa harus diberi kesempatan mengembangkan pemahaman dalam insight yaitu pemahaman atau persepsi dari hubungan-hubungan terhadap konsep yang berkenaan dengan pengamatan objek yang dilakukan.

Kendala yang Dihadapi

Kendala yang dihadapi pada implementasi metode pengamatan dalam pembelajaran wacana deskripsi sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa pada mulanya teman sejawat dan warga sekolah tidak mendukung dengan respon negatif terhadap pembelajaran yang dilakukan. Proses pembelajaran dipandang ”aneh” karena tidak dilakukan seperti lazimnya. Pembelajaran di luar kelas dianggap ”tabu, menyalahi aturan” karena secara konvensional pembelajaran dibenarkan apabila dilakukan di dalam kelas. Disamping itu pembelajaran dengan metode pengamatan dianggap merepotkan karena membutuhkan persiapan administratif yang optimal agar pembelajaran efektif.

Faktor-faktor Pendukung

Kemampuan guru dalam menerapkan kurikulum KTSP (Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan) merupakan faktor pendukung utama dalam menerapkan metode pengamatan dalam pembelajaran wacana deskripsi sebagai upaya peningkatan prestasi belajar siswa. Para siswa sebagai subjek didik merespon secara aktif dan antusias dalam pembelajaran dengan metode ini karena metode pembelajaran ini merupakan metode pembelajaran inovatif yang mampu menumbuhkan minat dan kreatifitas siswa dalam pembelajaran.

Alternatif Pengembangan

Implementasi metode pengamatan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam pembelajaran wacana deskripsi. Pengembangan lebih lanjut dapat dilakukan dengan menemukan metode-metode yang lebih inovatif, variatif dan efektif sehingga dapat lebih meningkatkan prestasi belajar siswa, meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi guru yang pada akhirnya akan berlanjut pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Page 36: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Siti Umaroh

74 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Simpulan Berdasarkan paparan di atas dapat dismpulkan bahwa :

1. Pembelajaran wacana deskripsi dengan menerapkan metode pengamatan terbukti dapat meningkatkan minat belajar siswa karena siswa dihadapkan kepada hal baru dalam pembelajaran wacana deskripsi.

2. Pembelajaran wacana deskripsi dengan menerapkan metode pengamatan terbukti dapat meningkatkan pengalaman dan pemahaman siswa terhadap karangan deskripsi melalui proses konstruktif karena siswa membangun pemahamannya melalui pengalaman dalam pengamatan objek secara langsung.

3. Pembelajaran menulis wacana deskripsi dengan menerapkan metode pengamatan terbukti dapat meningkatkan kualitas proses pembalajaran dengan ditandai adanya peningkatan aktivitas yang berpusat kepada siswa dalam suasana kontekstual. Siswa melakukan pengamatan objek dan penulisan wacana deskripsinya berdasar apa yang dilakukannya yaitu dengan mengamati objek langsung di lingkungan sekolah.

4. Pembelajaran wacana deskripsi dengan menerapkan metode pengamatan terbukti dapat meningkatkan kemampuan teknik mengarang dilihat dari peningkatan kualitas hasil mengarang dari aspek isi wacana sistimatika, tata ejaan, koherensi dan diksi dari rata-rata nilai 61,55 (dengan pembelajaran konvesional) menjadi 81, 97 melalui pembelajaran dengan metode pengamatan.

Rekomendasi Opersional

Pembelajaran di kelas akan dicapai dengan baik apabila proses pembelajaran berjalan dengan baik. Proses pembelajaran berhasil dengan baik apabila metode pembelajaran inovatif ini hendaknya dapat sebagai informasi dan acuan terhadap pengembangan pendidikan khususnya pembelajaran Bahasa Indonesia dalam pengajaran penulisasn wacana dskripsi. Metode pembelajaran ini selayaknya sebagai alternatif bagi guru Bahasa Indonesia agar dalam mengajar tidak secara konvesional tetapi secara kreatif dan inovatif. Metode pembelajaran inovatif ini dapat juga dijadikan acuan untuk membuka diri dalam pembelajaran agar pembelajaran menyenangkan dan tidak menjadikan siswa bosan yang sekaligus sebagai perbaikan pengajaran bagi guru terutama guru Bahasa Indonesia khususnya dalam pembelajaran menulis wacana deskripsi.

Page 37: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Metode Pengamatan pada Pembelajaran Wacana Deskripsi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 75 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Mukhsin. 1990. Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang : Yayasan A3.

Arikunto, Suharsini dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Depdiknas. 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Dirjen Diskdasmen. Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004; Standar Kompotensi Bahasa dan Sastra

Indonesia SMA dan MA. Jakarta : Dirjen Dikdasmen. Djuharmie , Eko . 2005 . Bahasa dan sastra Indonesia untuk SMA dan MA

Kelas X . Bandung : Epsilon Group. Djuharmie, Eko . 2005 . Bahasa dan sastra Indonesia untuk SMA dan MA

Kelas XI . Bandung : Epsilon Group. Djuharmie, Eko. 2005. Bahasa dan sastra Indonesia untuk SMA dan MA

Kelas XII. Bandung : Epsilon Group. Ganda Sadikin, Asep. 2002. Bahasa Indonesia; Buku Pelajaran untuk SMU

Kelas III. Bandung: Grashindo. HP. Novianto. 2002. Kamus Lengkap; Inggris Indonesia. Surakarta: Bringin. Keraf, Gorys. 1999. Eksposisi: Komposisi Lanjutan II. Jakarta : Grashindo. Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Rosda. Muslich, Masnur. 2007. “Jenis Karangan dan Langkah-langkah Mengarang”.

http://muslich.m.blogspot.com/ Roestiyah . 2001 . Strategi Belajar Mengajar . Jakarta : PT Rineka Cipta . Sagala, syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung Alfabet. Sudjana . 2005 . Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif . Bandung :

Falah Production . Susilo . 2007 . Panduan Penelitian Tindakan Kelas .Yogyakarta : Pustaka

Book Puplisher. Tarigan, Henry Guntur. 1993. Menulis sebagai Suatu Keterampilan

Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tim Pengembang Bahasa dan Pengajarannya. 2001. Morfema; Jurnal

Bahasa dan Pengajarannya. Semarang : FPBS UNES. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka. Winarno. 2005. Upaya Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan

Eksposisi Melalui Teknik Eksperimen Sederhana pada Siswa Kelas X.I SMA Negeri I Cepiring.

Wojowasito, S. 1991. Kamus Lengkap; Inggris-Indonesia. Bandung: Hasta.

Page 38: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Ira Puspita Jati

76 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

KISAH-KISAH DALAM AL-QURAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN

Ira Puspita Jati Universitas Wahid Hasyim-Semarang [email protected]

Abstrak: Al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam serta memiliki autentisitas tak terbantahkan. Penerimaan wahyu oleh Nabi Saw terkait erat dengan kondisi actual. Susunan ayat-ayat dan surat-surat yang terkandung dalam Al-Quran juga tidak sebagaimana susunan yang terdapat dalam buku-buku ilmiah yang “terkesan” lebih sistematis dan kronologis. Sastra yang memuat suatu kisah dewasa ini telah menjadi disiplin seni yang khusus diantara seni-seni lainya dalam bahasa dan kesusasteraan. Tetapi “kisah-kisah nyata” Al-Quran telah membuktikan bahwa redaksi kearaban yang dimuatnya secara jelas menggambarkan kisah-kisah yang paling tinggi. Disamping itu sebagai suatu metode, kisah juga memiliki daya tarik tersendiri, punya daya yang kuat bagi jiwa serta dapat menggugah kesadaran manusia kepada iman dan perbuatan yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Kata Kunci: Kisah, al-Quran, dan Ibadah

Pendahuluan Al-Quran diturunkan ke dunia agar menjadi petunjuk bagi manusia

yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah; 2 : 2) sebagai petunjuk dan pedoman hidup, Al-Quran mengandung beberapa pokok ajaran. Ajaran itu mengenai aqidah, ibadah, muamalah, kisah-kisah dan lain-lain.1

Al-Quran sebagai kitab suci terakhir dan paling sempurna, memiliki posisi penting dalam sistem ajaran Islam, karena merupakan representasi firman Allah SWT sebagaimana diwahyukan kepada Nabi Saw. Al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam serta memiliki autentisitas tak terbantahkan. Penerimaan wahyu oleh Nabi Saw terkait erat dengan

Penulis adalah Dosen Tidak Tetap Universitas Wahid Hasyim Semarang dan Guru

Pegawai Negeri Sipil pada MTs Negeri Semarang. 1 Mahmud Zahrah, Qashash Min Al-Quran, dar al Kitab Al a’raby, Mesir, cet. I 1956,

hlm. 3

Page 39: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Pendidikan Qashash dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 77 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

kondisi aktual ketika ia berada di Mekkah dan Madinah. Meskipun demikian substansi pesan Al-Quran tetap relevan sepanjang zaman.

Pada dasarnya kandungan Al-Quran itu terbagi menjadi bagian-bagian, yang pertama berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi kisah-kisah, sejarah, amsal.2 Susunan ayat-ayat dan surat-surat yang terkandung dalam Al-Quran juga tidak sebagaimana susunan yang terdapat dalam buku-buku ilmiah yang “terkesan” lebih sistematis dan kronologis,3 dengan menggunakan suatu metode tertentu, yang kemudian dibagi ke dalam bab-bab dan pasal-pasal. Hal ini dipahami bahwa Al-Quran bukanlah merupakan buku ilmiah yang dikarang dan disusun oleh manusia, melainkan merupakan suatu kitab suci yang segala aspeknya telah ditentukan oleh Allah SWT.

Demikian pula dengan adanya kisah-kisah dalam Al-Quran,4 tidak berarti bahwa Al-Quran sama dengan buku-buku sejarah yang diuraikan secara kronologis dan lengkap dengan analisanya, serta bukan sastra, meskipun didalamnya diungkap dengan menggunakan bahasa yang amat indah, akan tetapi menurut Syayid Kutub pengungkapan kisah-kisah dalam Al-Quran merupakan suatu metode untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai, karena bagaimanapun juga Al-Quran adalah kitab dakwah agama dan kisah-kisah adalah satu metode untuk menyampaikan materinya.5 Jelasnya bahwa adanya kisah tersebut tidak lain merupakan petunjuk, nasehat dan ibrah bagi manusia. Agar menjadi pelajaran dalam meniti hidup dan kehidupannya (QS. Hud (11) : 120).

2 Dalam bagian yang berisi konsep-konsep Al-Quran bermaksud membentuk

pemahaman yang komperhensif mengenai nilai-nilai ajaran Islam, maka dalam bagian kedua yang berisi kisah-kisah historis dan amsal, Al-Quran ingin mengajak dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah melalui dari kisah-kisah tersebut manusia diajak merenungkan hakekat dan makna kehidupan, yang tentunya yang tersirat maupun tersurat dalam hikmah historis dan kisah-kisah terdahulu. Lihat Kuntowijoyo dalam bukunya Muhammad Chirzin, Glosari Al-Quran, Yogyakarta: Lasuardi, 2003, hl. xv-xxvi

3 walaupun ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Quran satu sama lain berhubungan sistematis dan logis. Akan tetapi mengenai kisah-kisah dalam Al-Quran terlihat tidak sistematis dibanding buku-buku sejarah. Dalam buku sejarah dipaparkan rentetan peristiwa yang secara kronologis saling terkait, namun dalam Al-Quran tidak didapatkan hal semacam itu. Lihat Abdul Muin Salim Fiqh Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Iman, PT. Raja Grafindo, Jakarta 1994, hlm. 27

4 Pemaparan tentang kisah-kisah dalam Al-Quran tidak dimaksudkan sebagai uraian sejarah lengkap tentang kehidupan bangsa-bangsa atau pribadi-pribadi tertentu dan disusun dalam suatu surat tersendiri mengenai kisah-kisah tersebut Ahmad Syurbasy, Qishash at Tafsir, dar Al-Quran, 1962, hlm. 55

5 Sayyid Quthub, At Tashwir al Fanny fi Al-Quran, Dar al maarif, Kairo, 1956, hl. 120

Page 40: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Ira Puspita Jati

78 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Sastra yang memuat suatu kisah dewasa ini telah menjadi disiplin seni yang khusus diantara seni-seni lainya dalam bahasa dan kesusasteraan. Tetapi “kisah-kisah nyata” Al-Quran telah membuktikan bahwa redaksi kearaban yang dimuatnya secara jelas menggambarkan kisah-kisah yang paling tinggi. Disamping itu sebagai suatu metode, kisah juga memiliki daya tarik tersendiri, punya daya yang kuat bagi jiwa serta dapat menggugah kesadaran manusia kepada iman dan perbuatan yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.6 Dan merupakan suatu keistimewaan kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Quran, bahwa didalamnya tidak terdapat unsur khayalan atau sesuatu yang tidak pernah jadi (QS. Al-Isra (17) : 105).

Melihat judul di atas, selanjutnya makalah ini tidak bermaksud memaparkan kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Quran secara panjang lebar, akan tetapi hanya membahas dari aspek pengertian, macam-macam kisah dalam Al-Quran, karakteristik kisah-kisah, tujuan kisah-kisah dalam Al-Quran, dan pendidikan melalui kisah dalam Al-Quran sebagai metode pembelajaran.

Pembahasan Pengertian Qashash Al-Quran

Secara sematik kisah berari cerita, kisah atau hikayat.7 Dapat pula berarti mencari jejak (QS. Al-Kahfi : 64), menceritakan kebenaran (QS. Al-An’am : 57) menceritakan ulang hal yang tidak mesti terjadi (QS Yusuf: 5) dan berarti pula berita berurutan (QS. Ali Imran : 62).

Sedangkan kisah menurut istilah ialah suatu media untuk menyalurkan tentang kehidupan atau suatu kebahagiaan tertentu dari kehidupan yang mengungkapkan suatu peristiwa atau sejumlah peristiwa yang satu dengan yang lain saling berkaitan, dan kisah harus memiliki pendahuluan dan bagian akhir.8 Sedangkan Hasby Ash Shidiqiy mendefinisikan kisah ialah pemberitaan masa lalu tentang umat, serta menerangkan jejak peninggalan kaum masa lalu.9

Muhammad Al Majzub dalam Nadzariyat Yahlilliyat fi al Qishas Al-Quran, menurutnya kisah Al-Quran ialah segala jenis dan gayanya

6 Manna’ Khalil Al Qaththan, Mabahis fi ulum Al-Quran, Mata his fi ulum Al-Quran,

Dinamika Utama, Jakarta, tt, hlm. 140 7 Ahmad Wasun Munawir, Almunawir kamus Arab Indonesia, Jogja: Almunawir,

1984, hlm. 1211 8 Maragustam Mengutip pendapat M. Kamil hasan dalam Jurnal Pendidikan vol. I

No. 2 edisi Agustus 2003, hlm. 164 - 165 9 Hasbi Ash Shidiqie, Ilmu-ilmu Al-Quran, Jakarta: Bulan Bintang, 1972, hlm. 176

Page 41: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Pendidikan Qashash dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 79 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

merupakan gambaran penjelmaan yang abadi diantara nilai-nilai kebajikan yang ditegakkan dalam kepemimpinan para nabi untuk memperbaiki kebejatan yang dilancarkan tokoh-tokohnya.10

Dari definisi tersebut paling tidak unsur-unsur yang terkandung dalam kisah-kisah Al-Quran mencakup: 1. Keadaan suatu subyek yang dipaparkan. Sekalipun tokoh yang

dimaksud bukan sebagai titik sentral dan bukan pula tujuan dalam kisah bahkan sang tokoh kadang-kadang tidak disebutkan.

2. Kisah mengandung unsur waktu latar belakang lahirnya kisah. 3. Mengandung tujuan-tujuan keagamaan 4. Peristiwa tidak selamanya diceritakan sekaligus tapi secara bertahap

atau pengulangan sesuai dengan kronologis. Peristiwa dan sesuatu pada titik tekan tujuan dari kisah-kisah Al-Quran merupakan gambaran realitas dan logis bukan kisah fiktif, kisah-kisah dalam Al-Quran juga selalu memberi makna imajinatif, kesejukan, kehalusan budi, bahkan renungan dan pemikiran, kesadaran dan ibrah.

Macam-macam kisah dalam Al-Quran Kisah-kisah yang termuat dalam Al-Quran cukup banyak

macamnya, akan teapi secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga macam, yaitu:

Kisah para nabi: yaitu kisah-kisah tentang para nabi yang diceritakan dalam Al-Quran, cara dakwah kepada kaumnya dan tahapan perkembangannya, mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada mereka, akibat-akibat yang diperoleh orang-orang yang akan menerima dakwah dan balasan terhadap yang mendustakannya. Seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan lain-lain.

Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa masa lalu dan orang yang tidak dapat dipastikan kenabiannya. Seperti kisah beribu-ribu orang yang keluar dari kampungnya karena takut mati QS al-Baqarah (2) : 243, kisah Thalut dan Jalut QS Al Maidah (5) : 27 – 30, kisah Qorun (QS. Al Qashash (28) : 76 – 79, QS al Ankabut (29) : 39, QS. Ghafir (40) : 24. kisah Ashabul kahfi QS Kahfi (18) : 9 – 29 dan lain-lain.

Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi masa Rasulullah seperti perang Badar, Uhud (dalam QS Ali Imran) perang Hunain dan Tabuk (dalam QS At Taubah), perang Ahzab dalam QS Al Ahzab, hijarah Nabi dan kaum muslimin.11

10 Muhammad al Majzub, Nudhoriyat Yahliliyat fi al-Qishas Al-Quran, Beirut:

Madrasah arrisalah, 1971, hlm. 11 11 Manna al Qathan (terjemahan) Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, hlm. 387 - 388

Page 42: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Ira Puspita Jati

80 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Sedangkan menurut Ahmad Jamal al Umry, bahwa kisah dalam Al-Quran terdiri atas:12 1. Kisah Waqiyyat: yang mengungkapkan gejala-gejala kejiwaan manusia

seperti kisah dua putra Nabi Adam (QS. Al Maidah (5) : 27 – 30). 2. Kisah Tamsiliyyat: yang tidak menggambarkan kejadian yang

sebenarnya akan tetapi kejadian tersebut mungkin terjadi pada waktu yang lain seperti kisah Ashbab al Jannatain yang telah digambarkan kejadian dan peristiwanya dalam Surat al Kahfi.

3. Kisah Tarrikhiyat: yang mengungkap tentang tempat, peristiwa dan orang yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Seperti kisah para nabi, kisah orang-orang yang mendustakan nabi, kisah fir’aun, bani Israil dan lain-lain.

Karakteristik Kisah-kisah dalam Al-Quran Sebagai produk wahyu, kisah-kisah dalam Al-Quran berbeda

dengan kisah atau dongeng hasil kreasi manusia, karena karakteristik yang dimilikinya. Kisah-kisah dalam Al-Quran merupakan karya sastra yang agung yang memiliki tema-tema tertentu, tujuan-tujuan, materi dan merefleksikan ajaran substansial agama. Fenomena kisah-kisah dalam Al-Quran yang diyakini sangat erat kaitannya dengan sejarah. Karena Jalaludin Al Syuyuthiy sebagaimana dikutip Ahmad Al Syirbasiy mengatakan bahwa kisah dalam Al-Quran tidak sama sekali dimasudkan untuk mengingkari sejarah, lantaran sejarah dianggap salah dan membahayakan Al-Quran. Kisah-kisah dalam Al-Quran merupakan petikan dari sejarah kepada umat manusia sebagaimana mestinya mereka menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa sejarah.13

Kisah-kisah dalam Al-Quran berfungsi menggambarkan suatu peristiwa yang pada akhirnya, kisah tersebut memberi implikasi makna yang positif bagi pembacanya atau pendengarnya baik makna itu menyentuh ruhani imannya, intelektual perasaan ataupun perilaku perkataan, perbuatan dan sikap hidupnya yang pada akhirnya dijadikan way of life dalam hidupnya.

Di dalam kitab suci Al-Quran banyak kisah yang disebutkan berulang-ulang bahkan sampai beberapa puluh kali. Ada satu kisah yang disebutkan sampai 126 kali, seperti kisah Nabi Musa, kisah Nabi Adam

12 Ahmad Jamal al Umry, Dirasat fi Al-Quran wa al sunnat, Dar alma’arif, Kairo, cet. I

1982, hlm. 101 - 102 13 Ahmad al Syrbasy, Sejarah Tafsir Al-Quran terj. Tim Pustaka Firdaus Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1985 h. 59

Page 43: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Pendidikan Qashash dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 81 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

disebutkan dalam surat Al-Baqarah, Ali Imran, al Maidah dan lain-lain. Kisah Nabi Ismail disebutkan sampai 12 kali, Nabi Dawud disebutkan 16 kali, Nabi Ishaq disebut 17 kali, Nabi Luth disebutkan 27 kali, nabi Ibrahim disebut 99 kali dan nabi Musa 126 kali.14

Hanya saja pengulangan kisah dalam Al-Quran mempunyai karakteristik tertentu, yakni pengulangan mempunyai tekanan yang berbeda setiap episode kisah, pengulangan bervariasi dalam cara dan tujuan kisah sekalipun batang tubuhnya sama sehingga tidak membosankan, dan disampaikan dengan bahasa yang lugas serta dalam kisah memberikan kesempatan untuk mengembangkan pola fikir kreatif. Hanya saja pengulangan kisah-kisah itu dalam bentuk kalimat yang berbeda-beda, kadang-kadang secara singkat, sedang atau panjang lebar.

Karakteristik pengulangan kisah-kisah dalam Al-Quran itu memiliki hikmah sebagai berikut: 1. Menjelaskan ketinggian mutu sastra balaghoh Al-Quran dan terbukti

bisa mengungkapkan kisah sampai beberapa kali tetapi dalam ungkapan yang berlainan sehingga tidak membosankan bahkan mengasyikkan pendengarnya.

2. Membuktikan ketinggian mukjzat Al-Quran, yakni bisa menjelaskan satu makna (suatu kisah) dalam berbagai bentuk kalimat yang bermacam-macam

3. Untuk lebih memperhatikan kepada pentingnya kisah-kisah Al-Quran sehingga perlu disebutkan dengan berulang-ulang sampai berkali-kali agar dapat lebih meresap dalam jiwa. Dan lebih terpatri dalam hati sanubari. Sebab cara pengulangan termasuk salah satu teknik memperkuat peresapan dan salah satu bukti meningkatkan perhatian.

4. Menunjukkan perbedaan tujuan dari tiap-tiap kali pengulangan penyebutan kisah Al-Quran itu, sehingga menunjukkan banyaknya tujuan penyebutan kisah sebanyak pengulangannya. Sebab penyebutan suatu kisah yang pertama berbeda tujuannya dengan penyebutannya yang kedua, dan ketiga dan seterusnya.15

Tujuan Kisah-kisah dalam Al-Quran Segala sesuatu yang telah ditetapkan Allah sebagaimana yang

tertuang dalam Al-Quran mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Hal tersebut juga mencakup tentang kisah-kisah yang terdapat didalamnya, yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu, sebagaimana diterangkan oleh Manna Khalil al-Qaththan sebagai berikut:

14 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000, hlm. 303 15 Abdul Djalal, Ibid. h. 304

Page 44: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Ira Puspita Jati

82 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

1. Untuk menjelaskan dasar-dasar dakwah dan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para Rasul (QS. Al-Anbiya, 21 : 25)16

2. Untuk memantapkan hati Rasulullah dan umatnya dalam menegakkan agama Allah.17

3. Mengabadikan usaha-usaha para Nabi dan mengungkapkan bahwa Nabi-Nabi dahulu adalah benar.18

4. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad Saw dalam dakwahnya dengan dapat menerangkan keadaan-keadaan umat yang telah lalu.

5. Menyingkap kebohongan ahl al-Kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang masih murni.

6. Menarik perhatian pendengar dan pembacanya yang diberikan pelajaran pada mereka.19

Imad Zuhair Hafizh memerinci lebih detail lagi tentang hikmah atau tujuan adanya kisah-kisah dalam Al-Quran, dijelaskan berikut: 1. Sesungguhnya kisah-kisah Al-Quran merupakan kisah peristiwa yang

sebenarnya, yang dimaksudkan untuk memberi pelajaran dan perumpamaan, menjelaskan keadaan orang-orang yang sesat dan orang-orang yang mendapat petunjuk, akibat kesesatan dan petunjuk tersebut, dan menjelaskan apa yang dilakukan oleh para Nabi untuk dakwah mereka pada kebenaran.20

2. Sesungguhnya kisah-kisah Al-Quran itu menggambarkan tabiat iman dan tabiat kufr dalam jiwa manusia, dan mengungkapkan contoh beberapa kali terhadap hati yang condong untuk beriman dan yang condong untuk kufr. Berdasarkan hal tersebut maka kisah-kisah para Nabi menggambarkan peran iman, dan memaparkan kisah dakwah

16 Artinya Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul sebelum kamu, melainkan Kami

wahyukan kepadanya. Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah kamu sekalian kepada-Ku

17 Sebagaimana para Nabi terdahulu, dalam berdakwah menyampaikan ajaran-ajaran yang dibawanya, mereka memperoleh cobaan yang berat, seperti kisah Nabi Musa dengan Fir’aun, Nabi Ibrahim dan sebagainya, yang mana hal itu juga dialami oleh Nabi Muhammad dalam menyampaikan ajaran Islam. Dengan kisah tersebut, akan menambah ketegaran Rasulullah terhadap cobaan-cobaan yang dideritanya dalam menegakkan agama Allah (QS. Hud, 11 : 120)

18 Pada hakikatnya ajaran-ajaran yang dibawa para Nabi terdahulu juga berasal dari Allah. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad juga disampaikan oleh Nabi sebelumnya (QS. Al-Qashash, 28 : 3)

19 Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Quran, Bulan Bintang, Jakarta, Cet. III. 1993, hlm. 188-189

20 Imad Zuhair Hafizh, al-Qashash, Dar al-Qalam, Beirut, cet. I, hlm. 13. termasuk dalam pengertian ini kisah bertujuan mendidik jiwa, memperbaiki tabiat, mengungkapkan beberapa metode dalam pendidikan, sebagaimana dalam kisah Luqman al-Hakim.

Page 45: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Pendidikan Qashash dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 83 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

serta tanggapan terhadap dakwah tersebut dari satu generasi pada generasi berikutnya.

3. Sesungguhnya kisah-kisah Al-Quran mempunyai peranan yang sangat besar dalam dakwah Islamiyyah, karena peristiwa-peristiwa dalam Al-Quran menjadikan arahan yang menentukan dakwah Islam.

4. Kisah-kisahh dalam Al-Quran bertujuan untuk memantapkan hati Rasulullah Saw dan umatnya serta orang-orang sesudahnya, memantapkan tetap berpegang pada agama Allah. Menambah ketaqwaan orang-orang yang beriman tentang datangnya pertolongan Allah dan hancurnya kebathilan.

5. Untuk menjelaskan dasar-dasar dakwah dan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para Rasul. Semua agama yang dibawa Nabi terdahulu sampai Nabi Muhammad berasal dari Allah. Semua orang mukmin merupakan umat yang satu.21

6. Untuk memantapkan hati Rasulullah dan umatnya dalam menegakkan agama Allah, serta petunjuk tentang keutamaan mereka di sisi Allah.22

7. Untuk menyatakan kebenaran risalah wahyu yang dibawa Nabi Muhammad Saw sebagian besar apa yang diceritakan oleh Allah dan Al-Quran tidak diketahui perinciannya oleh Nabi Muhammad dan kaumnya sebelum turunnya wahyu.23

8. Kisah-kisah dalam Al-Quran bertujuan juga untuk mengungkap kebohongan ahl al-Kitab yang mereka sembunyikan.

9. Sesungguhnya kisah-kisah Al-Quran bertujuan untuk memberi berbagai pendidikan, dan hal yang dapat mengarahkan pada metode pendidikan. Seperti pendidikan jiwa,24 pendidikan akal, pendidikan dengan cara percontohan (suri tauladan) dan sebagainya.

21 Q.S. Al-Baqarah, 2 : 213, artinya: Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah

mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. 22 Sesungguhnya Nabi Muhammad tidak bermaksud mendengarkan cerita-cerita

Nabi atau “ulama-ulama terdahulu, seperti Nabi ‘Isa, Nabi Musa, ulama Yahudi, ulama Nasrani dan sebagainya. Akan tetapi ketika Al-Quran turun dengan menyangkut cerita-cerita Nabi terdahulu dan umat-umat yang lalu, sebagaimana ditetapkan dalam Injil dan Taurat. Hal tersebut menjadikan dalil bahwa apa yang disebutkan dalam Al-Quran merupakan kejadian yang sebenarnya dan merupakan wahyu dari Allah SWT untuk mengingatkan manusia pada kebenaran ini. Ahmad Jalal al Umry, op. cit., hlm. 102.

23 Q.S. Hud. 11 : 49 artinya: Itu adalah diantara berita penting tentang yang ghaib yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad) tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak juga kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah, sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.

24 Contoh kisah yang mengandung pendidikan jiwa adalah kisah Nabi Nuh dengan anaknya. Nabi Nuh memanggil anaknya dengan lafazh “ya bunayya” yang mempunyai

Page 46: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Ira Puspita Jati

84 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

10. Kisah-kisah dalam Al-Quran menjelaskan dan menetapkan beberapa hukum fiqh syari’at karena hukum-hukum fiqh menjadi hukum yang sesuai dalam semua syari’at samawiyah.25

11. Kisah-kisah Al-Quran menggambarkan salah satu model sastra yang paling baik dalam Al-Quran. Model sastra yang dimaksudkan dengan menggunakan sedikit penggunaan lafadz-lafadz.

Hikmah Pengulangan Kisah-kisah dalam Al-Quran Di dalam Al-Quran banyak kisah yang diungkapkan secara berulang-

ulang di tempat dan dalam bentuk yang berbeda-beda, baik dengan penjelasan yang ringkas maupun panjang lebar. Sebagai contoh, pengungkapan kisah Nabi Musa dalam Surat Yunus, kemudian dalam Surat al-A’raf disebutkan tentang kedatangan nabi Musa kepada Fir’aun, mukjizat yang diberikan pada Nabi Musa. Kemudian penyiksaan Fir’aun kepada Bani Israil, sehingga mereka keluar dari Mesir, dan lain-lain yang secara panjang lebar terdapat dalam surat al-A’raf tersebut. Selanjutnya dalam surat Thaha diceritakan pula tentang Nabi Musa melihat api di bukit Tursina, dan setelah Nabi Musa diperintah untuk menghadap Fir’aun, beliau minta bantuan pada Nabi Harun. Kemudian diceritakan pula tentang masa kecil Nabi Musa, dan lain-lain. Tentang kisah nabi Musa masih diungkapkan pula dalam surat al-Syu’ara, surat al-Qashash, surat Al-Isra’, surat al-Baqarah dan sebagainya.

Pengulangan kisah-kisah tersebut, tersirat beberapa hikmah, sebagaimana kenyataan bahwa Allah tidak menciptakan sesuatu secara sia-sia. Adapun hikmah adanya pengulangan kisah-kisah dalam Al-Quran adalah sebagai beirkut: 1. Menjelaskan kebalaghahan Al-Quran dalam tingkatan yang tertinggi.

Dan diantara keistimewaan balaghah ialah menuangkan sebuah makna dalam berbagai macam susunan yang berbeda. Dan tiap-tiap tempat disebutkan dengan gaya bahasa yang berbeda dari yang telah disebutkan.

faidah yang besar, karena panggilannya dengan menggunakan lafazh “tashgha” di dalamnya mengandung unsur kasih dan menyayangi.

25 Sebagai contoh kisah Qabil dan Habil, yaitu suatu kisah yang melambangkan pertentangan antara tabiat kebaikan dan kejelekan, antara rahmat dan dosa, dimana Qabil selanjutnya membunuh Habil hal ini merupakan awal terjadinya pembunuhan di bumi. Setelah pembunuhan, bagaimana cara merawat jenazah telah dicontohkan dalam kisah tersebut. Syeh Muhammad Ali As-Shabuni, Qabas min Nur Al-Quran Al-Karim, Dinamika Utama, Jakarta, tt. H. 84 – 90. dan Kisah ini juga menunjukkan tentang pelaksanaan qurban sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Adam.

Page 47: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Pendidikan Qashash dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 85 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

2. Menampakkan kekuatan i’jaz. Menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk susunan perkataan yang tidak dapat ditantang oleh sastrawan Arab. Merupakan tantangan hebat dan sebagai bukti bahwa Al-Quran datangnya dari Allah SWT.

3. Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut untuk lebih memantapkan dalam jiwa. Karena pengulangan merupakan salah satu cara ta’kid dan tanda besarnya perhatian.

4. Perbedaan tujuan yang ingin dicapai dengan pengungkapan kisah tersebut, sehingga sebagian dari maknanya diterangkan di satu tempat karena hanya itulah yang diperlukan, sedang makna lainnya dikemukakan di tempat lain sesuai dengan tuntutan keadaan.26

Walaupun cerita-cerita para Nabi diungkapkan beberapa kali dalam surat yang berbeda-beda, dalam bentuk yang berbeda pula. Namun ada kisah Nabi yang tidak diulangi dalam Al-Quran, dan ditempatkan dalam satu surat tersendiri, yaitu kisah Nabi Yusuf yang terdapat dalam surat Yusuf. Surat ini menceritakan secara lengkap tentang kisah Nabi Yusuf, dan tidak diulangi dalam surat yang lain. Karena menurut pendapat al Biqa’i dalam tafsir Al Misbah tujuan utama surat ini adalah untuk membuktikan bahwa kitab suci Al-Quran benar-benar; penjelasan menyangkut segala sesuatu yang mengantar kepada petunjuk, berdasarkan pengetahuan dan kekuasaan Allah dengan bahasa lain kisah surat ini adalah yang paling tepat untuk menunjukkan tujuan yang dimaksud.

Menurut Muhammad Quraish Shihab kisah ini termasuk al-ahsan al qashash (sebaik-baiknya kisah). Karena disamping kandungannya yang demikian kaya dengan pelajaran, tuntunan dan hikmah, kisah ini kaya pula dengan gambaran yang sungguh hidup melukiskan gejolak hati pemuda, rayuan wanita, kesabaran, kepedihan dan kasih sayang. Kisah ini juga mengundang imajinasi bahkan memberi aneka informasi tersurat dan tersirat tentang sejarah masa silam secara tuntas. Hal yang perlu bahwa Al-Quran ketika memaparkan persoalan wanita atau seks, maka itu dikemukakan dalam bahasa yang sangat halus, tidak mengundang rangsangan birahi atau tepuk tangan pembacanya. Berbeda dengan kisah dewasa ini.27 Hal ini mempunyai hikmah bahwa dalam Surat Yusuf mempunyai satu keistimewaan yang berbentuk keberhasilan dalam memperoleh kegembiraan setelah melalui perjuangan dan cobaan yang sangat besar.

26 Hasbi Ash Shidiqiy, op. cit, hlm. 189 27 Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002, vol. 6, hlm. 377

Page 48: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Ira Puspita Jati

86 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Demikian adanya pengulangan kisah-kisah dalam Al-Quran yang tidak diragukan lagi tentang adanya hikmah yang tersirat, yang tidak diketahui kecuali setelah diadakan analisis dengan melalui kaidah-kaidah kebhasaan. Sebab al-nuzul dan aspek-aspek lain yang diperlukan. Hal tersebut juga terdapat dalam kisah-kisah yang tidak ada pengulangan atasnya yang mempunyai hikmah rahasia yang tersimpan di balik peristiwa itu. Dan Allah tidak akan menurunkan wahyu tentang kisah-kisah dengan permainan sia-sia.

Pendidikan Melalui Kisah dalam Al-Quran Sebagai Metode Pembelajaran

Kajian mengenai nilai-nilai edukatif yang terkandung oleh kisah-kisah dalam Al-Quran merupakan studi terhadap sumber ajaran Islam yang mengaitkan antara daya tarik pesona kisah Al-Quran, ajaran dasar Islam, asas dan tujuan pendidikan Islam, serta esensi pendidikan nilai baik menyangkut norma, maupun internalisasinya yang melekat pada jiwa manusiadan institusi masyarakat.

Kisah mempunyai pengaruh yang besar dalam pendidikan sikap dan ideologi. Oleh karenanya logis apabila para filosof memakai kisah untuk mengemukakan pokok pikiran mereka. Kisah juga merupakan alat esensial dalam mewariskan pemikiran umat manusia sejak dahulu sampai sekarang.28

Pada dasarnya tujuan pokok dari kisah-kisah dalam Al-Quran menurut Ismail Lubis adalah untuk menanamkan makna yang terkandung ke hati sehingga terwujud dalam perilaku nyaa adalah tidak mengherankan apabila kemudian muncul perubahan sikap dalam diri orang yang membaca atau mendengarnya. Sedangkan menurut Khallafullah dalam al Fann al Qassasi fi Al-Quran, diantara tujuan-tujuan pengungkapan kisah dalam Al-Quran adalah untuk menjelaskan kebenaran dan bahaya kesesatan yang ditimbulkan oleh iblis yang menjadi musuh manusia. Membentuk perasaan yang kuat dan jujur terhadap akidah Islam serta prinsip-prinsipnya ke arah pengorbanan jiwa untuk mewujudkan kebaikan dan kebenaran.29 Selain tujuan dari kisah-kisah tersebut, Ismail Lubis menambahkan bahwa menurut tinjauan pendidikan kisah mempunyai banyak faedah diantaranya:30

28 Muhammad Al Majzub, Nadharatun Tahlillah Fi Al-Qissah Al-Quran iyah. Madinah,

ttp, 1991, hlm. 7 29 Khalafulloh, Al Fann al Qassasi fi Al-Quran al Karim, Kairo: An Nahdhoh al

Musriyah, 1957, hlm. 209 30 Ismail Lubis, Kisah dan Pendidikan, dalam jurnal al Jamiah No. 43 th. 1990,

Yogyakarta IAIN Sunan Kalijaga 1990 h. 65

Page 49: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Pendidikan Qashash dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 87 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

1. Kisah mendatangkan kesan yang dalam bagi anak-anak dan orang dewasa, hanya saja perlu penyesuaian tema dan metode.

2. Kisah dapat menembuhs orang terpelajar ataupun tidak 3. Kisah dapat mengalihkan pengertian semata-mata menjadi bentuk

nyata. Di dalam Al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang mengungkapkan

kisah dengan gayanya yang khas untuk tujuan pendidikan manusia, oleh karena kesannya yang begitu mendalam dalam sanubari dan jiwa. Manusia pada dasarnya menyenangi kisah-kisah karena pengaruhnya yang begitu besar terhadap perasaan. Oleh karena itu Islam mengekploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu metode dan teknik pendidikan. Al-Quran menggunakan kisah untuk seluruh jenis pendidikan dan bimbingan yang dicakup oleh metodologi pendidikannya, yaitu untuk pendidikan akal dan pendidikan mental.

Mengenai kisah yang diulang penyebutannya dalam setiap tempat dengan ungkapan yang berbeda namun tanpa perubahan makna dan kandungannya adalah agar manusia tidak merasa bosan mengulang-ulangnya, bahkan akan memberikan arti dan makna baru yang tidak diperoleh pada bacaan ditepat lain. Sistem pengulangan ini dalam dunia pendidikan dapat diterapkan sebagai metode pengajaran. Misalnya pada saat mahasiswa atau pelajar memerlukan pengulangan tentang sebagian materi pelajaran, maka guru tidak perlu menirukan atau mengulangi dengan cara yang sama benar sebelumnya, karena akan menimbulkan kesan seolah-olah mengabaikan hal baru. Kenyataan menyebutkan, pelajaran yang belum dipahami dalam pertemuan pertama mengisyaratkan perlunya perubahan metode. Pengulangan yang dipadukan dengan ilustrasi-ilustrasi atau hal-hal yang baru adalah lebih produktif ketimbang hanya pengulangan yang membosankan.31

Kisah sebagai sarana sekaligus metode pendidikan (baca: metode cerita dan ceramah) adalah sangat perlu sekali untuk tujuan menjelaskan dan menyampaikan sesuatu hikmah yang tersirat dalam kisah tersebut sehingga dijadikan sebagai ibrah, dari sinilah para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah Al-Quran itu dengan ushlub bahasa yang sesuai dengan nalar pelajar dalam segala tingkatan.

Relevansi metode cerita yang dimaksud merupakan metode yang sangat bermanfaat untuk menyampaikan informasi dan pelajaran. Maka kewajiban pendidik muslim adalah berkehendak merealisasikan

31 Abdurahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran,

Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005, hlm. 212

Page 50: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Ira Puspita Jati

88 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

peranannya untuk membentuk sikap-sikap yang merupakan bagian integral dari tujuan pendidikan.32

Dengan metode cerita ini, interaksi nilai kepada anak didik dilakukan dengan pengisahan yang terdapat di dalam Al-Quran.

Ada beberapa hal yang menjadi dampak positif dari metode kisah atau cerita diantaranya: 1. Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca

atau pendengar tanpa serminan kesantaian dan keterlambatan, sehingga dengan kisah setiap pembaca atau pendengar secara lagnsung bisa merenungkan makna dan mengikuti kisah dari tokoh dan topiknya.

2. Mampu mengarahkan emosi, mengikutsertakan unsur psikis yang membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita.

3. Pola keteladanan dari pengejawantahan kisah Al-Quran, pola keteladanan ini bisa mempengaruhi orang lain dengan cara mengikuti sifat yang diperankan tokoh.

4. Mengandung ibrah33 atau nasehat Selain itu dalam buku yang berjudul Fikih Pendidikan, Jauhari

Muchtar menambahkan adanya dampak positif yang berkaitan secara langsung terhadap kewajiban murid. Di antaranya dampaknya adalah:34 1. Dampak terhadap emosi murid

a. Tertanamnya kebencian terhadap kedzaliman, dan kecintaan terhadap kebajikan.

b. Tertanamnya rasa takut akan siksa Allah dan tumbuhnya harapan terhadap rahmat Allah.

2. Dampak terhadap motivasi murid a. Memperkuat rasa percaya diri, dan kebanggaan terhadap ajaran

Islam.

32 Ibid., hlm. 209 33 Sesuatu yang dapat membuat kondisi spikis seorang (siswa) untuk mengetahui

inti sari perkara yang mempengaruhi perasaannya yang diambil dari pengalaman hidupnya sendiri sehingga sampai pada tahap perenungan, penghayatan dan tafakur yang menumbuhkan amal perbuatan. Adapun tujuan dari ibrah ialah untuk pengambilan pelajaran karena di dalam kisah tidak hanya mengandung peristiwa semata, tetapi juga mengandung nilai-nilai religius, ketuhanan dan nilai historis. Oleh karena itu ibrah melalui kisah ini memiliki daya yang dapat menggugah perasaan dan menimbulkan imajinasi. Salah satu bentuk ibrah ialah peristiwa-peristiwa yang dialami para nabi dan orang-orang terdahulu, ada yang diceritakan dalam Al-Quran dan ada pula yang diceritakan langsung dari Nabi SAW. Lihat Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Rosda Karya, Bandung, 2005, hlm. 221

34 Ibid, hal.219-220

Page 51: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Pendidikan Qashash dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 89 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

b. Menumbuhkan keberanian, sanggup mempertahankan keberanian dan meningkatkan rasa keingintahuan.

2. Dampak terhadap penghayatan murid a. Timbulnya kesadaran terhadap melaksanakan perintah agama b. Munculnya rasa keikhlasan, kesabaran dan tawakal.

3. Dampak terhadap pola fikir murid a. melatih berfikir kritis b. melatih berfikir realistis c. melatih berfikir analitis d. melatih berfikir analogis.

Dalam pendidikan Islam, kisah dalam Al-Quran mempunyai edukatif yang sangat berharga dalam suatu proses nilai-nilai ajaran Islam. Penyampaiannya tidak dapat diganti dengan bentuk lain kecuali dengan bahasa lisan. Di antara fungsi edukatif kisah Qur’ani ialah dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran dan sekaligus metode pelajaran.

Demikianlah Al-Quran telah memanfaatkan cerita-cerita untuk tujuan pendidikan dengan tanpa harus keluar dari tujuan dan ide cerita yang sebenarnya dan tetap konsisten dengan kebenarannya (QS. Yusuf:3).

Simpulan

Al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam serta memiliki autentisitas tak terbantahkan. Penerimaan wahyu oleh Nabi Saw terkait erat dengan kondisi actual. Susunan ayat-ayat dan surat-surat yang terkandung dalam Al-Quran juga tidak sebagaimana susunan yang terdapat dalam buku-buku ilmiah yang “terkesan” lebih sistematis dan kronologis. Sastra yang memuat suatu kisah dewasa ini telah menjadi disiplin seni yang khusus diantara seni-seni lainya dalam bahasa dan kesusasteraan. Tetapi “kisah-kisah nyata” Al-Quran telah membuktikan bahwa redaksi kearaban yang dimuatnya secara jelas menggambarkan kisah-kisah yang paling tinggi. Disamping itu sebagai suatu metode, kisah juga memiliki daya tarik tersendiri, punya daya yang kuat bagi jiwa serta dapat menggugah kesadaran manusia kepada iman dan perbuatan yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.

Demikianlah makalah yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari masih adanya kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu saran dan kritik membangun sangat pemakalah harapkan sehingga lebih sempurnanya makalah ini. Wallahu ‘alam bi shawab.

Page 52: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Ira Puspita Jati

90 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

DAFTAR PUSTAKA Abdul Djalal, Dr, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000 Abdul Muin Salim, Fikih Siyasah Kekuasaan dan Iman, PT. Raja Grafindo,

Jakarta, 1994 Abdurahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran,

PT. Rineka Cipta,Jakarta, 2005 Ahmad al Syrbasy, Sejarah Tafsir Al-Quran (terj) tim Pustaka Firdaus

Jakarta, 1985 Ahmad Jamal al Umry, Dirasat fi Al-Quran wa al sunnat, Dar alma’arif,

Kairo, 1982 Al-Quran dan Terjemahannya, Depag RI Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Quran, Bulan Bintang, Jakarta, 1993 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Rosda Karya, Bandung, 2005 Imad Zuhair Hafizh, al-Qashash, Dar al-Qalam, Beirut, tt Jurnal Al Jamiah, No. 43, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1990 Khalafulloh, Al Fann al Qassasi fi Al-Quran al Karim, Kairo: An Nahdhoh al

Musriyah, 1957 Muhammad Chirzin, Glosari Al-Quran, Lasuardi, Yogyakarta, 2003 Syeh Muhammad Ali As-Shabuni, Qabas min Nur Al-Quran Al-Karim,

Dinamika Utama, Jakarta, tth.

Page 53: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Makna Khalifah dan Abid Perspektif Hermenetika Gadamer

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 81 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

MAKNA KHALIFAH DAN ‘ABID SEBAGAI DESTINASI MANUSIA DI BUMI

(Aplikasi Hermenetika Gadamer)

Rahmat Setiawan STIT Muh. Kendal [email protected]

Abstrak: Aplikasi teori hermenetik Gadamer terhadap konsep khalifah dan abid diperlukan untuk menyuguhkan pemahaman yang segar dan fungsional sesuai elan dasar Islam. Makna khalifah diaplikasikan terhadap Q.S. al-Baqarah: 30, bahwa kata khalifah pada ayat tersebut yang dimaksud adalah Nabi Muhammad kemudian diteruskan oleh umatnya, bukan Nabi Adam. Sedangkan tugas manusia sebagai khalifah adalah mensejahterakan, melestarikan, dan memanfaatkan bumi beserta isinya. Sedangkan Q.S. al-Dzariyat: 56, bahwa selain sebagai khalifah manusia juga posisinya sebagai ‘abid yang harus beribadah kepada Allah. Ibadah disini tidak ada kaitannya dengan manusia. Ketika manusia posisinya sebagai ‘abid, maka manusia harus sebagai hamba Allah yang harus menyembah-Nya dengan sebaik-baiknya.

Kata Kunci: Hermenetika Gadamer, Khalifah, Abid.

Pendahuluan Istilah modernisme dimaksudkan sebagai kata yang berarti fase

paling mutakhir dari sejarah dunia yang ditandai oleh kepercyaan akan sain (ilmu pengetahuan), perencanaan, sekularisasi, dan kemajuan. Istilah ini diberi pengertian oleh Samuel Hantington sebagaimana yang dikutip Qodri Azizy yaitu penggantian jumlah besar dari hal-hal yang tradisional, bersifat keagamaan, kekeluargaan, dan kekuasaan politik atas dasar etnik dengan satu kekuasan nasional dan sekuler.1

Penulis adalah Dosen Tetap STIT Muhammadiyah Kendal, Ketua Lembaga

Penjamin Mutu (LPM) pada instansi yang sama. Saat ini sedang menempuh program Doktoral Beasiswa Diktis 2015 di UIN Walisongo Semarang, dengan konsentrasi Etika Islam/Tasawuf.

1 A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam: Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani, cet. Ke-3, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 6.

Page 54: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Rahmat Setiawan

82 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Kepercayaan manusia terhadap sain yang begitu tinggi tersebut yang pada akhirnya mengalami kejenuhan, sehingga menimbulkan kesadaran akan keringnya spiritual. Perlu diingat kembali bahwa manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani, sebagaimana fungsi manusia dijelaskan oleh al-Quran yaitu sebagai Khalifah fi al-Ardl dan ‘Abid. Itu adalah modal dasar bagi manusia yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Manusia tidak bisa hidup nyaman ketika mereka melaksanakan hanya sebagi khalifah saja atau sebagai ‘abid saja. Kedua fungsi tersebut harus seimbang dalam mencapai kehidupan yang ideal. Dan ini adalah pesan Allah yang disebutkan dalam al-Quran.

Namun dalam kenyataannya, bahwa manusia di era modern hanyalah menjalankan satu fungsinya saja yaitu sebagai khalifah, dan sudah menjadi rahasia umum bahwa di antara krisis-krisis multi dimensi yang melanda dan bangsa ini, krisis akhlak merupkan krisis utamnya. Berbagai persoalan terjadi akibat ulah tangan manusia yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai akhlak. Karena itu, pembenahan dan recovery akhlak bangsa ini merupakan suatu keniscayaan.

Lalu yang menjadi pertanyaan kemanakah manusia akan lari dari kegelapan yang ditawarkan oleh modernisme yang bertumpu pada sain? Untuk itu, perlu adanya review dan reinterpretasi tentang ayat-ayat yang berkenaan dengan destinasi manusia di muka bumi.

Manusia Sebagai Khalifah

Pada dasarnya manusia telah berusaha dan mencurhkan perhatiannya yang sangat besar untuk mengetahui dan memahami dirinya, walaupun manusia memiliki perbendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuan, filosof, sastrawan, dan para ahli di bidang keruhanian sepanjang masa. Tapi manusia hanya mampu mengetahui beberapa segi tertentu dari dirinya sendiri. Manusia tidak mengetahui dirinya secara utuh. Yang kita ketahui hanyalah manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, dan itupun pada hakikatnya dapat dibagi lagi menurut tata cara pribadi. Pada hakikatnya, kebanyakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mereka yang mempelajari tetang manusia hingga kini belum terjawab dengan memuaskan.2

Al-Quran memakai tiga kata untuk menunjuk kepada manusia, yaitu kata yang menggunakan huruf alif, nun, dan sin (ins, insan, nas, atau unas), menggunakan kata basyar, dan menggunakan kata Bani Adam atau

2 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran: Tafsir Maudlu’i atas Pelbagai Persoalan

Umat, cet. Ke-15, (Bandung: Penerbit Mizan, 2004), hlm. 227.

Page 55: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Makna Khalifah dan Abid Perspektif Hermenetika Gadamer

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 83 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Dzurriyat Adam. Kata basyar terambil dari kata yang mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Kemudian lahir kata basyarah yang artinya kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan tampak beda dengan kulit binatang. Sedangkan kata insan terambil darai kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Al-Quran menggunakan kata insan dihadapkan dengan kata jin atau jan, karena jin adalah makhluk halus yang tidak tampak. Kata insan digunakan al-Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga.3

Sedangkan kelebihan manusia dari makhluk lainnya terletak pada kemampuan akal dan daya psikologisnya. Dengan kemampuan akalnya, manusia mampu mengatasi masalah dan menciptakan berbagai peralatan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian posisi manusia di bumi ini dapat bermanfaat kepada manusia lain dan lingkungannya. Sebagaimana dijelaskan al-Quran:

“Sungguh telah Kami cipta manusia dalam sosok paling canggih.4

Di mana dalam al-Quran tersebut manusia mendapat penilaian terbaik dari Allah dibanding makhluk lain.5 Oleh karena itu manusia diberi kepercayaan Allah untuk mewakili-Nya mengurus dunia. Allah memberi kebijakan kepada manusia berupa evolusi manusia sebagi penduduk bumi untuk melaksanakan segala fungsinya.

Fungsi manusia dilahirkan di alam semesta ini untuk menyandang tugas dan kewajiban yang berat berupa amanat. Allah berfirman:

“Kami telah tawarkan amanah kepada langit dan bumi, kepada gunung-gunung, mereka menolak untuk memikulnya, mereka takut untuk tidak bisa membawanya, kemudian manusialah yang

3 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran: Tafsir Maudlu’i atas Pelbagai Persoalan

Umat, cet. Ke-15, (Bandung: Penerbit Mizan, 2004), hlm. 278-280. 4 Q.S. at-Tin: 4, Qur’an Karim dan Terjemahnya, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm.

1114. 5 Bustanuddin Agus, al-Islam: Buku Pedoman Kuliah Mahasiswa untuk Mata Ajaran

Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 20.

Page 56: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Rahmat Setiawan

84 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

mengembannya. Sungguh manusia saat itu betul-betul zalim dan bodoh.6 Al-Mawardi, dalam an-Nukat wa al-`Uyun, menafsirkan ayat di atas

sebagai berikut: 1. Taat dan menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi

segala larangan-Nya. Pendapat Abu al-‘Aliyah. 2. Undang-undang dan syariat Allah yang ditujukan kepada hamba-Nya.

Pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, al-Hasan, dan Ibnu Jabir. 3. Menjaga amanat farjinya baik laki-laki maupun perempuan. Pendapat

Ubay 4. Mempercayai dengan sesama manusia dan mempercayai Ke

Mahabenaran Allah dan kebenaran Rosul-Nya. Pendapat as-Saddy. 5. Mengingatkan manusia supaya tidak berpaling dari amanat yang

diembannya sebagaimana Alah menitipkan berupa amanat kepada langit, bumi, dan gunung. Pendapat sebagian Mutakallimin.7

Maka dari itu, Allah mempercayakan manusia untuk mengurus, mengelola, dan memakmurkan bumi, sehingga manusia dikatakan khalifah fi al-ardl yang disebutkan al-Quran:

“Perhatikanlah Tuhanmu sewaktu berfirman kepada para malaikat, Aku akan menciptakan khalifah di bumi.” Mereka bertanya keheranan, “mengapa Engkau akan menciptakan makhluk yang akan selalu menimbulkan kerusakan dan pertumpahan darah di bumi, sementara kami senantiasa bertasbih dan mensucikan Engkau?” Allah berfirman, “Aku Maha Tahu akan hal-hal yang tidak kamu ketahui.”8

Kata khalifah pada mulanya berarti yang menggantikan, atau yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Berdasarkan arti tersebut, maka dapat dipahami bahwa khalifah maksudnya yang

6 Q.S. al-Ahzab: 72, Qur’an Karim dan Terjemahnya, (Yogyakarta: UII Press, 2000),

hlm. 754. 7 Abi Hasan Ali bi Muhammad bin Hubaib al-Mawardy al-Bashry, an-Nukat wa al-

‘Uyun Tafsir al-Mawardy, jilid 4, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt), hlm. 428-429. 8 Q.S. al-Baqarah: 30, Qur’an Karim dan Terjemahnya, (Yogyakarta: UII Press,

2000), hlm. 9.

Page 57: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Makna Khalifah dan Abid Perspektif Hermenetika Gadamer

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 85 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-Nya dan menerapkan ketetapan-ketetapan-Nya, tapi bukan karena Allah tidak mampu atau menjadikan manusia berkedudukan sebagai Tuhan, namun karena Allah bermaksud menguji manusia dan memberinya penghormatan. Ada yang memahami khalifah dalam arti yang menggantikan makhluk lain dalam menghuni dan mengurus bumi ini.9

Dalam kitab Tafsir Khozin, Imam ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdady menerangkan bahwa yang dimaksud khalifah di situ adalah Adam, dan ia dipercaya Allah untuk mewakili-Nya dibumi dalam rangka menegakkan dan menjalankan syariat-Nya.10

Pemahaman dari ayat tersebut menunjukkan bahwa kekhalifahan terdiri dari wewenang yang dianugerahkan Allah; makhluk yang diberi wewenang, yakni Adam dan anak cucunya. Oleh karena itu, manusia harus berusaha untuk memperjuangkan moral supaya terhindar dari godaan makhluk yang anti manusia, karena manusia di antara ciptaan Tuhan, manusia mempunyai posisi yang unik; manusia diberi kebebasan berkehendak agar manusia dapat menyempurnakan misinya sebagai khalifah Allah di bumi. Misi inilah (perjuangan untuk menciptakan sebuah tata sosial yang bermoral di bumi) sebagimana yang telah dikatakan al-Quran sebagai amanah di atas.

Perlu diingat, bahwa manusia harus menyadari bahwasanya manusia tidak diciptakan sekedar permainan, tetapi untuk melaksanakan sebuah tugas dan harus mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalannya dalam merealisasikan tugasnya. Maka dari itu, kekhalifahan mengharuskan manusia untuk melaksanakan tugasnya sesuai petunjuk Allah yang memberi tugas dan wewenang. Dan apabila keputusan yang diambil manusia tidak sesuai kehendak-Nya, maka manusia tersebut melanggar terhadap makna dan tugas kekhalifahan.

Manusia Sebagai ‘Abid

Posisi manusia di alam atau kehidupan dunia ini, juga merupakan tujuan penciptaan manusia oleh Allah SWT, adalah sebagai hamba (‘abid). Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada Sang Khaliq; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-

9 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,

volume I, cet. Ke-2, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), hlm. 142. 10 ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdady, Tafsir al-Khozin, jilid I,

(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), hlm. 35.

Page 58: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Rahmat Setiawan

86 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Nya. Ibadah berakar kata ‘abada yang artinya mengabdikan diri, menghambakan diri.

Hubungan manusia dengan Allah SWT bagaikan hubungan seorang hamba (budak) dengan tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah tuannya. Demikianlah, karena posisinya sebagai ‘abid, kewajiban manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati.

Seorang Muslim harus memahami benar posisinnya di hadapan Allah sebagai ‘abid ini. Fungsi ‘abid ini adalah untuk berakhlak karimah secara vertikal terhadap Sang Pencipta dalam bentuk ibadah. Sebagaimana al-Quran menjelaskan:

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka menyembah-Ku.11

Adapun mengabdikan segala jiwa dan raga kepada Pencipta merupakan prinsip hidup yang hakiki bagi seorang mukmin-muslim, sehingga akan tercermin pada perilaku sehari-hari yang senantiasa mengabdikan diri di atas segala-galanya. Ibadah di sini menurut Ibu Anas dalam kitab Tafsir al-Mawardy adalah segala ucapan atau perbuatan yang dicintai dan diridloi Allah baik yang lahir maupun yang batin.12

Sehingga perbuatan baik, amal shaleh yang terwujud dalam fungsi manusia selaku khalifah dan segala aktifitasnya terhadap sesamanya maupun lingkungannya, akan mempunyai nilai ibadah bila dilakukan dengan landasan iman untuk memperoleh keridloan Allah. Seperti berdagang, bertani, nelayan, pegawai, menuntut ilmu, dan lain-lain, dalam rangka pengelolaan dan memakmurkan bumi bila dilakukan dengan niat ibadah, maka bila manusia melakukannya seperti itu, tetunya manusia telah melaksanakan kedua fungsinya sekaligus yaitu khalifah dan ‘abid.13

Teori Hermenetik Gadamer

11 Q.S. al-Dzariat: 56, Qur’an Karim dan Terjemahnya, (Yogyakarta: UII Press, 2000),

hlm. 941. 12 Abi Hasan Ali bi Muhammad bin Hubaib al-Mawardy al-Bashry, an-Nukat wa al-

‘Uyun Tafsir al-Mawardy., hlm. 375. 13 Khaelany HD, Islam Kependudukan dan Lingkungan Hidup, cet. Ke-1, (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 1996), hlm. 37-38.

Page 59: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Makna Khalifah dan Abid Perspektif Hermenetika Gadamer

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 87 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Richard E. Palmer dalam bukunya menyimpulkan enam defenisi hermeneutika, keenam definisi tersebut merupakan urutan fase sejarah yang menunjuk suatu peristiwa atau pendekatan penting dalam persoalan interpretasi yang berkenaan dengan hermeneutika.

“Sejak awal kemunculannya, hermeneutika menunjuk pada ilmu interpretasi, khususnya prinsip-prinsip eksegesis tekstual, tetapi bidang hermeneutika telah ditafsirkan (secara kronologisnya) sebagai: (1) teori eksegesis Bibel, (2) metodologi filologi umum, (3) ilmu pemahaman linguistic, (4) fondasi metodologis geisteswissenschaften, (5) fenomenologi esistensi dan pemahaman eksistensial, dan (6) sitem interpretasi, baik recollektif maupun iconoclastic, yang digunakan manusia untuk meraik makna di balik mitos dan symbol.”14

Definisi yang disebut Palmer tersebut mewakili berbagai dimensi yang sering disoroti dalam hermeneutika. Setiap definisi membawa nuansa yang berbeda, namun dapat dipertanggungjawabkan dari setiap penafsiran terutama penafsiran teks, defenisi tersebut dapat disebut pendekatan Bibel, filologis, saintifik, eksistensial, dan kultural. Setiap defenisi merepresentasikan sudut pandang dari mana hermeneutika dilihat, melahirkan pandangan-pandangan yang berbeda-beda namun memberi ruang bagi tindakan interpretasi, khususnya teks.

Hermenetik bagi Gadamer bukan sebuah metode, karena pemahaman yang ditekankannya adalah berupa ontologis, bukan metodologis. Baginya, kebenaran menerangi metode-metode individual, sedangkan metode justru menghambat kebenaran.15 Untuk mencapai kebenaran, kita harus menggunakan dialektika, bukan metode, sebab dalam proses dialektis kesempatan dalam mengajukan pertanyaan secara bebas lebih banyak kemungkinannya dibandingkan dengan dalam proses metodis.16

Sesuai dengan pemahaman dasar hermenetik Gadamer, maka selanjutnya hermenetika Gadamer secara singkat akan dibahas yang menurut penulis disebut sebagai inti pemikirannya adalah sebagai berikut: 1. Bahasa

14 Richard E. Palmer, Hermenetika: Teori Baru Mengenai Interpretasi, cet. Ke-2,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 38. 15 Edi Mulyono dkk, Belajar Hermenetika: Dari Konfigurasi Filosofis menuju Praksis

Islamic Studies, cet. Ke-2, (Yogyakarta: IRCisoD, 2013), hlm. 147. 16 Edi Mulyono dkk, Belajar Hermenetika: Dari Konfigurasi Filosofis menuju Praksis

Islamic Studies, cet. Ke-2, (Yogyakarta: IRCisoD, 2013), hlm. 147.

Page 60: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Rahmat Setiawan

88 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Bahasa dipahami sebagai yang menunjuk pada pertumbuhan mereka secara historis, dengan kesejarahan makna-maknanya, tata bahasa dan sintaksisnya, sehingga dengan demikian bahasa muncul sebagai bentuk variatif logika pengalaman, hakikat, termasuk pengalaman historis. Bahasa juga mencakup banyak aspek fundamental, bukan sekedar system relasi pemahaman subyek-obyek, manusia-benda, tetapi bahkan pemikiran dan pengalaman hidupnya yang terkristalisir dalam tradisi. Intinya adalah bagi Gadamer bahasalah yang mampu menguak atau menyingkap wujud.

Sedangkan aplikasi bahasa sebagai pengalaman dan tradisi menurut Gadamer, adalah memberikan implikasi besar bagi proses pemahaman hermenetis melalui dialog tanya jawab antara penafsir dengan teks.17 2. Historically effected consciousness (kesadaran keterpengaruhan oleh

sejarah). Dalam memahami teks, seseorang baik secara sadar maupun tidak

sadar, sejarah mempunyai peran penting dalam memahami teks. Seorang penafsir ternyata dipengaruhi oleh situasi hermenetik tertentu yang melingkupinya, baik berupa tradisi, kultur, maupun pengalaman hidup. Seorang penafsir harus bisa mengatasi keterpengaruhan tersebut. Seorang penafsir harus memahami dan mengenali bahwa setiap pemahaman, baik dia sadar atau tidak, pengaruh dari effective history sangat berperan. Penafsir harus mampu mengatasi subyektifitasnya ketika dia menafsirkan sebuah teks. 3. Pre-understanding (pra-pemahaman).

Pra-pemahaman menurut Gadamer bagi seorang penafsir harus ada agar penafsir bisa mendialogkan dengan isi teks yang ditafsirkan. Tanpa prapemahaman ini seseorang tidak berhasil memahami teks dengan baik. Walaupun, prapemahaman ini terbuka untuk dikritisi, direhabilitasi, dan dikoreksi oleh penafsir ketika Gadamer sadar bahwa prapemahamannya itu tidak sesuai apa yang dimaksud oleh teks yang ditafsirkan. Sehingga pra-pemahaman akan menjadi lebih sempurna (Vollkommenbeit des Vorrerstandnisses). 4. Fusion of horizons and hermeneutical circle (penggabungan horison

dan lingkaran hermenetik). Dalam proses penafsiran, seseorang harus sadar betul bahwa ada

dua horison yang menyertainya yakni horison di dalam teks dan horison

17 Edi Mulyono dkk, Belajar Hermenetika: Dari Konfigurasi Filosofis menuju Praksis

Islamic Studies, hlm. 149-151.

Page 61: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Makna Khalifah dan Abid Perspektif Hermenetika Gadamer

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 89 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

pembaca. Kedua horizon tersebut harus dikomunikasikan sehingga ketegangan diantara keduanya dapat diatasi. Karena horison yang ada di dalam teks belum tentu sama dengan horison pembaca. Horison teks dibiarkan agar berbicara sendiri, sedangkan horison pembaca hanya sebagai pijakan yang tidak boleh memaksa teks supaya sesuai dengan pijakannya. Interaksi dari ke-dua horison ini disebut hermeneutical circle. 5. Application

Pesan yang harus diaplikasikan pada masa penafsiran bukan makna literal teks, tetapi meaningful sense (pesan yang lebih berarti daripada sekedar makna literal). Dalam aplikasi ini Gadamer memberikan harapan untuk masa depan setelah tercapainya penafsiran sebuah teks.18

Aplikasi Hermenetik Gadamer Terhadap Q.S. al-Baqarah: 30 dan Q.S. al-Dzariyat: 56. 1. Q.S. al-Baqarah: 30.

Ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah sedang menceritakan

penunjukan manusia sebagai khalifah di muka bumi kepada Nabi Muhammad. Pada ayat di atas berlangsung dialog antara malaikat dan Allah. Ketika Allah memberikan pernyataan kepada malaikat tentang keinginan-Nya untuk menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Menurut teori Gadamer, bahwa historically effected consciousness dan pre-understanding telah memberikan horizon kepada pembaca. Pada kitab-kitab tafsir yang pernah dibaca menunjukkan adanya pre-understanding pembaca untuk reinterpretasi terhadap ayat tersebut. Pada prapemahaman, ayat di atas ditafsirkan bahwa Allah SWT. akan menjadikan Nabi Adam sebagai khalifah di bumi. Ayat tersebut juga ditafsirkan bahwa malaikat memberikan usulan kepada Allah tentang keputusan-Nya bahwasanya manusia tidak pantas menyandang gelar khalifah di bumi karena track record manusia yang buruk di mata malaikat. Akan tetapi Allah juga memantapkan pilihannya bahwa Dia Maha Mengetahui sesuatu yang malaikat belum ketahui.

18 M. Nurkholis Setiawan, dkk, Upaya Integrasi Hermenetika dalam Kajian Qur’an

dan Hadis: Teori dan Aplikasi, cet. Ke-1, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm. 36-41.

Page 62: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Rahmat Setiawan

90 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Pada ayat di atas juga terdapat penafsiran bahwa usulan malaikat berdasarkan bukti yang pernah terjadi bahwa manusia gagal dalam menjalankan tugasnya di bumi. Dengan kata lain, sudah pernah tercipta manusia sebelum Nabi Adam, akan tetapi manusia gagal dalam melaksanakan tugasnya. Dan pada akhirnya Allah memilih Nabi Adam sebagai manusia reformer serta dilengkapi berbagai fasilitas sehingga dipercaya Allah untuk mengemban tugas khalifah di bumi.

Ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa Nabi Adam bukan manusia pertama, melainkan khalifah pertama di muka bumi. Khalifah disini dapat dipahami pula sebagai Nabi dan Rosul pertama yang dipilih Allah untuk bumi.

Setelah terjadi prapemahaman dan keterpengaruhan oleh sejarah terhadap reader, terjadilah fusion of horizons antara teks atau ayat tersebut dengan reader dalam memahai ayat. Fusion of horizons terjadi ketika reader dan teks saling membuka diri, tidak saling mengintimidasi untuk memberikan penafsiran baru atau sintesa. Sintesa tersebut yaitu bahwa yang dimaksud khalifah pada ayat di atas adalah Nabi Muhammad. Sintesa ini diperkuat oleh pernyataan keberatan malaikat tentang perilaku manusia mulai Nabi Adam sampai sebelum diangkatnya Nabi Muhammad sebagai rasul. Pada waktu itu sering terjadi pertumpahan darah dan perusakan terhadap bumi.

Selain itu, ayat tersebut juga dipahami sebagai penunjukan Nabi Muhammad sebagai Rasul reformer dari Rasul-rasul sebelumnya. Dan untuk mengemban tugas ini Nabi Muhammad diberi fasilitas yang lebih oleh Allah daripada Nabi-nabi sebelumnya. Fasilitas tersebut berupa pengetahuan yang luas dan kitab yang sempurna sebagai tuntunan berupa al-Quran dalam mengemban tugas di bumi. Setelah Nabi Muhammad saw. wafat, maka misi khalifah di muka bumi tidak berhenti saja, melainkan diteruskan oleh umatnya yaitu memelihara, mensejahterakan dan memanfaatkan bumi beserta segala isinya.

2. Q.S. al-Dzariyat: 56

Pada ayat tersebut prapemahaman reader bahwa manusia diciptakan hanya untuk beribadah semata. Seluruh aktifitas manusia baik yang berhubungan dengan manusia maupun berhubungan dengan Allah disebut sebagai ibadah. Atau dengan kata lain, manusia memposisikan dirinya sebagai ‘abid. Padahal, bagi reader ketika membaca ayat tersebut memahami bahwa manusia ketika posisinya sebagai ‘abid, dia secara

Page 63: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Makna Khalifah dan Abid Perspektif Hermenetika Gadamer

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 91 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

langsung berurusan dengan Allah. ‘Abid ini merupakan posisi manusia dan segala aktifitasnya langsung berhadapan dengan Allah tidak berkaitan dengan makhluk. Bagi reader, yang termasuk ibadah dalam lima bangunan islam adalah shalat, puasa, dan haji. Sedangkan zakat tidak termasuk ibadah. Ketika manusia shalat, puasa, dan haji, maka posisi manusia sebagai ‘abid. Dan ini tidak ada kaitannya dengan makhluk. Tetapi ketika manusia membayar zakat, berarti manusia memposisikan dirinya sebagai khalifah di bumi yang mempunyai tugas mensejahterakan bumi dan isinya. Banyak amalan-amalan atau aktifitas manusia seperti shadaqah, infaq, wakaf dan lain sebagainya dalam prapemahaman dianggap sebagai ibadah-dengan arti manusia posisinya sebagai ‘abid. Akan tetapi, bagi reader aktifitas tersebut bukan ibadah, atau posisi manusia bukan sebagai ‘abid, melainkan sebagai khalifah.

Simpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa apabila teori

hermenetik Gadamer diaplikasikan terhadap al-Quran terutama pada Q.S. al-Baqarah: 30, bahwa kata khalifah pada ayat tersebut yang dimaksud adalah Nabi Muhammad kemudian diteruskan oleh umatnya, bukan Nabi Adam, a.s. Sedangkan tugas manusia sebagai khalifah adalah mensejahterakan, melestarikan, dan memanfaatkan bumi beserta isinya.

Sedangkan Q.S. al-Dzariyat: 56, bahwa selain sebagai khalifah manusia juga posisinya sebagai ‘abid yang harus beribadah kepada Allah. Ibadah disini tidak ada kaitannya dengan manusia. Ketika manusia posisinya sebagai ‘abid, maka manusia harus sebagai hamba Allah yang harus menyembah-Nya dengan sebaik-baiknya.

Aktifitas, zakat, shadaqah, infaq, dan lain sebagainya-aktivitas social- bukan merupakan ibadah. Karena aktifitas tersebut berkaitan dengan makhluk Allah SWT. Atau dengan kata lain, ketika manusia melaksanakan aktifitas tersebut, merupakan kewajiban bagi manusia sebagai khalifah.

Manusia yang sempurna adalah manusia yang bisa memposisikan dirinya dan melaksanakan tugasnya dengan baik yaitu sebagai khalifah dan ‘abid. Maksudnya antara khalifah dan ‘abid harus seimbang, tidak boleh ada salah satu yang menonjol atau lebih atas.

Apabila manusia berjalan hanya sebagai khalifah, maka hidup terasa gersang. Jika manusia berjalan hanyalah seorang ‘abid, maka kehidupan terasa hampa. Dan apabila manusia menjalankan kedua fungsinya dengan seksama, maka akan mendapatkan kenikmatan yang luar biasa. Karena balancing dalam kehidupan harus berjalan secara

Page 64: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Rahmat Setiawan

92 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

berbarengan antara kebutuhan jasmani dan rohani, dan keduanya tidak boleh saling berkontradiksi terlebih lagi dari keduanya lebih diutamakan kepentingannya dari yang satunya.

Penulis sadar akan keterbatasan pengetahuan, maka dari itu saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini.

Daftar Pustaka

Abror., Robby H, Tasawuf Sosial: Membeningkan Kehidupan dengan Kesadaran Spiritual, cet. Ke-1, Yogyakarta: AK Group – Fajar Pustaka Baru, 2002.

Agus., Bustanuddin, al-Islam: Buku Pedoman Kuliah Mahasiswa untuk Mata Ajaran Pendidikan Agama Islam, cet. Ke-1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993.

Al-Baghdady., ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim, Tafsir al-Khozin, jilid I, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995.

Al-Bashry., Abi Hasan Ali bi Muhammad bin Hubaib al-Mawardy, an-Nukat wa al-‘Uyun Tafsir al-Mawardy, jilid 4, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.

Azizy., A. Qodri, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam: Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani, cet. Ke-3, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

--------., A. Qodri, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial (Mendidik Anak Sukses Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat), cet. Ke-2, Semarang: Aneka Ilmu, 2003.

Azra., Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, cet. Ke-3, Jakarta: Kalimah, 2001.

Bisri., M. Kholil, Indahnya Tasawuf: al-Hikam Ibnu ‘Athaillah as-Sakandarany, cet. Ke-2, Yogyakarta: Pustaka Alief, 2003.

HD., Khaelany, Islam Kependudukan dan Lingkungan Hidup, cet. Ke-1, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996.

Mochtar., Affandi, Membedah Diskursus Pendidikan Islam, cet. Ke-1, Jakarta: Kalimah, 2001.

Mulyono., Edi dkk, Belajar Hermeneutika: Dari Konfigurasi Filosofis Menuju Praksis Islamic Studies, cet. Ke-2, Yogyakarta: IRCiSoD, 2013.

Page 65: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Makna Khalifah dan Abid Perspektif Hermenetika Gadamer

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 93 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Nata., Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, cet. Ke-3, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Palmer., Richard E, Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi, Alih Bahasa: Musnur Hery dan Damanhuri Mohammed, cet. Ke-2, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Qur’an Karim dan Terjemahnya, Yogyakarta: UII Press, 2000.

Setiawan., M. Nur Kholis, Upaya Integrasi Hermeneutika dalam Kajian Qur’an dan Hadis: Teori dan Aplikasi, cet. Ke-1, Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009.

Shihab., M. Quraish, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, volume I, cet. Ke-2, Jakarta: Lentera Hati, 2004.

--------., M. Quraish, Wawasan al-Quran: Tafsir Maudlu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, cet. Ke-15, Bandung: Penerbit Mizan, 2004.

Page 66: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Susiyantini

94 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

PENGGUNAAN METODE INKUIRI TERBIMBING DENGAN MEDIA BENDA NYATA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL

BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN TATA BUSANA MATERI MEMBUAT POLA BUSANA KELAS IX D

SEMESTER GENAP MTs NEGERI KENDAL TAHUN AJARAN 2014/2015

Susiyantini NIP. 19720302 199603 2 001

MTs Negeri Kendal [email protected]

Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan di MTs Negeri Kendal di Kelas IX D yang kemampuan siswanya materi membuat pola busana masih rendah. Penelitian tindakan kelas ini dilatar belakangi keaktifan dan hasil belajar siswa jauh dari yang diharapkan. Kemampuan siswa berpikir kritis, kreativitas menciptakan pola, dan menuangkan ide ke bentuk gambar masih rendah. Waktu pembelajaran menjadi panjang, target pembelajaran tidak sesuai rencana, dan menyebabkan pesimis terhadap pembelajaran praktik membuat pola busana. Model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan media benda nyata, dianggap solusi yang tepat untuk mengatasi kesulitan pengajaran. Hasil penelitian tindakan kelas ini menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan media benda nyata dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dari data pada siklus II, baik aktifitas belajar maupun prestasi belajar telah mencapai ketuntasan klasikal yaitu 85% siswa mencapai ketuntasan individual. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan media benda nyata dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar.

Penulis adalah Guru PNS pada Kementerian Agama Kabupaten Kendal. Saat ini

mengajar bidang studi Keterampilan Tata Busana di MTs Negeri 1 Kendal. Penulis merupakan peserta Workshoop Penelitian dan Penulisan Karya Tulis Ilmiah bagi Guru yang diselenggarakan STIT Muhammadiyah Kendal bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Kendal Tahun 2014.

Page 67: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Penggunaan Metode Inquiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keaktivan dan Hasil Belajar

Keterampilan Tata Busana

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 95 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Kata Kunci: Metode Inkuiri terbimbing, Media Benda Nyata, Aktivitas Belajar, Hasil Belajar.

Pendahuluan Pembelajaran Keterampilan Tata Busana pada materi membuat

pola busana melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk berpikir kritis, dan harus mampu menerapkan kreatifitasagardapat menciptakan pola busana sesuai dengan model yang diinginkan namun. Masalah yang terjadi adalah rendahnya kemampuan peserta didik untuk menuangkan ide dalam bentuk gambar pola busana, waktu pengajaran menjadi lebih panjang , siswa merasa tidak mampu membuat desain pola busana, siswa kelas IX D yang berjumlah anak 36, sebanyak 32 anak atau sekitar 80 % tidak mampu mencetuskan dan mewujudkan gagasan dan imajinasinya ke dalam bentuk gambar pola busana, pesimis terhadap pembelajaran praktik membuat pola busana. dalam bentuk gambar desain pola busana, peserta didik cenderung hanya duduk, diam, dan bingung dengan materi pelajaran. Selama pembelajaran berlangsung tidak pernah tahu apa yang harus dikerjakan sesuai dengan materi pelajaran .

Apabila kenyataan tersebut dibiarkan berlarut larut tanpa ada upaya pemecahan maka akan berdampak lebih luas, diantaranya: 1) peserta didik akan menjauhi dan malas belajar, 2) peserta didik semakin kesulitan berkreasi khususnya dalam membuat pola busana, 3) guru mengalami kesulitan dalam mentransfer konsep mendesain dalam pembelajaran keterampilan Tata Busana, 4) suasana kelas tidak kondusif sehingga proses KBM menjadi terhambat.

Oleh sebab itu perlu upaya meningkatkanpartisipasi peserta didik dalam pembelajaran merupakan hal yang penting untuk dilakukan, karena terkait erat dengan keberhasilan pendidikan, antara lain dengan metode inkuiri terbimbing dengan alat peraga benda nyata. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah penggunaan metode inkuiri terbimbing dengan media benda

nyata dalam proses pembelajaran di kelas dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IX D MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014/2015?

2. Apakah penggunaan metode inkuiri terbimbing dengan media benda nyata dalam proses pembelajaran di kelas dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX D MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014/2015?

Tujuan Penelitian

Page 68: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Susiyantini

96 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Tujuan penelitian ini diharapkan dapat: 1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui penerapan model

pembelajaran Kooperatif inkuiri terbimbing yang menggunakan media benda nyata dalam pembelajaran.

2. Meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif inkuiri terbimbing yang menggunakan media benda nyata dalam pembelajaran.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut: 1. Secara Teoritis:

Menambah khasanah pengetahuan tentang pentingnya metode pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar peserta didik dalam proses pembelajaran. 2. Secara Praktis: a. Bagi peneliti

Memperoleh pengetahuan baru yang dapat mempermudah dalam membimbing peserta didik dalam praktik membuat pola busana pada khususnya dan materi pembelajaran Tata Busana pada umumnya.

b. Bagi Peserta Didik 1) Melalui PTK dapat tercapai perbaikan pembelajaran yang akhirnya

bisa meningkatkan hasil belajar peserta didik.1 2) Dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar peserta didik

dalam praktik membuat pola busana. c. Bagi MTs Negeri Kendal

1) Untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran mata pelajaran Keterampilan Tata Busana di MTs. Negeri Kendal.

2) Untuk meningkatkan inovasi model pembelajaran.

Landasan Teori 1. Inkuiri terbimbing(Guided Inquiry)

Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif yang mana model pembelajaran inkuiri ini dalam pelaksanaannya, guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

1 Raka Joni, T. Kardiawarman, dan Hadisubroto, Pedoman Penelitian Tindakan Kelas

(Jakarta: Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah (Ditjen Dikti, 1998).

Page 69: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Penggunaan Metode Inquiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keaktivan dan Hasil Belajar

Keterampilan Tata Busana

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 97 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Kelebihan model pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) antara lain: 1) Membantu peserta didik mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif peserta didik, 2) Membangkitkan gairah pada peserta didik misalkan peserta didik merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan, dan kadang-kadang kegagalan, 3) Memberi kesempatan pada peserta didik untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuan, 4) Membantu memperkuat pribadi peserta didik dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan, 5) Siswa atau peserta didik terlibat langsung dalam belajar sehingga termotivasi untuk belajar, 6) Strategi ini berpusat pada peserta didik, misalkan memberi kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar, terutama dalam situasi penemuan yang jawabanya belum diketahui.2

Berdasarkan dari pendapat para ahli pendidikan di atas, model pembelajaran inkuiri induktif terbimbing melibatkan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran tentang konsep atau suatu gejala melalui pengamatan, pengukuran, pengumpulan data untuk ditarik kesimpulan, sedangkan guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi dan peserta didik atau siswa sebagai penerima informasi, tetapi guru membuat rencana pembelajaran atau langkah-langkah percobaan dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada peserta didik sehingga guru tidak melepas begitu saja.

2. Media Benda Nyata

Media pendidikan merupakan alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka untuk lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan peserta didik dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.3 Media pembelajaran berperan penting untuk mengatasi kesulitan proses pembelajaran.4 Fungsi utama dari media pembelajaran adalah untuk meningkatkan interaksi antara guru dan peserta didik.5

2 B. Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009). 3 Oemar Hamalik, Media Pendidikan. (Bandung: Sinar Baru, 1994). 4 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Remaja

RosdaKarya, 2005) 5 John D. Latuheru, Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini,

(Jakarta: Depdikbud DIKTI P2LPTK, 1988).

Page 70: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Susiyantini

98 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Kualitas outpot dari sebuah sekolah termasuk media sebagai salah satu unsur yang menentukan, Karenanya guru profesional tidak hanya dituntut menguasai materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada anak didiknya, akan tetapi juga harus mampu memanfaatkan serta mengembangkan media pembelajaran, agar pencapaian prestasi belajar sesuai dengan standar kompetensi.

3. Aktivitas Belajar Siswa

Aktivitas merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa, baik dalam aktivitas jasmani atau aktivitas ruhani. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemui ciri-ciri seperti berikut: a. Antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran b. Terjadi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa c. Siswa terlibat dan bekerja sama dalam diskusi kelompok d. Terjadi aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran e. Siswa berpartisipasi dalam menyimpulkan materi.6

4. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.7 Hasil belajar siswa yang ditunjukkan dengan hasil tes dari akhir proses pembelajaran.

Kerangka Berfikir

Model inkuiri induktif terbimbing, dipilih karena siswa terlibat aktif dalam pembelajaran tentang konsep melalui pengamatan, pengukuran, pengumpulan data untuk ditarik kesimpulan, sedangkan guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa sehingga guru tidak melepas begitu saja kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berfikir lambat atau berintelegensi rendah sehingga tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan .

Media pembelajaran serta alat peraga digunakan dalam proses belajar mengajar untuk mengefektifkan komunikasi sekaligus sebagai sumber informasi serta lebih menjelaskan informasi yang dimaksud

6 Tim Instruktur PKG. Penelitian, (Yogyakarta: Depdiknas, 1992) 7 Anonim, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2003)

Page 71: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Penggunaan Metode Inquiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keaktivan dan Hasil Belajar

Keterampilan Tata Busana

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 99 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dalam proses belajar.

Untuk lebih jelas kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Fakta yang

ditemui

Pembelajaran cenderung teacher oriented Pembelajaran menggunakan metode ceramah Kurang adanya variasi model dan strategi

pembelajaran Rendahnya kemampuan siswa untuk

menuangkan ide dan pikiran ke dalam

bentuk gambar (pola baju)

Rendahnya aktifitas siswa dalam pembelajaran Hasil belajar siswa dibawah ketuntasan

individual dan klasikal Pembelajaran tidak sesuai dengan waktu

yang telah ditentukan

Pemecahan Perbaikan proses pembelajaran dengan

memperbaiki: metode pembelajaran, strategi dan model pembelajaran, serta media

pembelajaran

Penggunaan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan media benda nyata

Proses Pembelajaran bermakna, berkualitas, bersifat student centered, guru sebagai fasilitator

Hasil yang diharapkan

Pembelajaran menyenangkan dan bermakna Keaktifan siswa meningkat Hasil belajar siswa meningkat Pembelajaran sesuai waktu yang ditentukan

Page 72: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Susiyantini

100 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Gambar 1 Kerangka Berfikir Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

dengan Media Benda Nyata pada Materi Membuat Pola Busana. Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Penggunaan metode inkuiri terbimbing dengan media benda nyata

dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IX D MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014/2015.

2. Penggunaan metode inkuiri terbimbing dengan media benda nyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX D MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014/2015.

Langkah Langkah Penelitian Menerapkan model pembelajaran kooperatif inkuiri terbimbing

yang menggunakan media benda nyata dalam penelitian tindakan kelas, penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Masing masing siklus dilakukan dalam empat tahap yaitu: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) observasi (penilaian); dan (4) Refleksi.

Metode Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan dengan tes dan observasi.

1. Analisis data hasil belajar Peserta didik Suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya jika di kelas tersebut

terdapat 85% siswa telah mencapai ketuntasan individual. Ketuntasan individual dalam penelitian ini adalah peserta didik dikatakan tuntas jika telah mencapai nilai KKM yaitu 80. Skor yang diperoleh dihitung dengan rumus :

Nilai Akhir = NA =∑ skor 2. Analisis data aktivitas peserta didik dalam pembelajaran

Data aktivitas peserta didik dalam pembelajaran diperoleh melalui lembar observasi. Aktifitas belajar yang diobservasi dalam penelitian baik pada siklus 1 dan siklus II dibatasi pada 5 indikator: Bertanya/menjawab pertanyaan dalam rangka memahami materi dan menyelesaikan tugas, Kemampuan memecahkan masalah, Aktif berkonsultasi pada materi praktik yang belum dipahami, Mengajukan ide/gagasan dalam upaya menyelesaikan tugas, Aktif bekerja dalam rangka menyelesaikan tugas.

Kriteria Penilaian: Skor 1 = tidak aktif

Page 73: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Penggunaan Metode Inquiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keaktivan dan Hasil Belajar

Keterampilan Tata Busana

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 101 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Skor 2 = cukup aktif Skor 3 = aktif Skor 4 = sangat aktif Jumlah nilai minimal 1 x 5 = 5 Jumlah nilai maksimal 4 x 5 = 20 Rentang nilai 5 – 8 = Tidak Aktif Rentang nilai 9 – 12 = Cukup Aktif Rentang nilai 13- 16 = Aktif Rentang nilai 17- 20 = Sangat Aktif Ketuntasan keaktifan belajar individual dalam penelitian ini apabila nilai keaktifan siswa masuk dalam rentang nilai 13 – 20.

Data dihitung dengan rumus : NP =

Indikator Kerja

Untuk mengetahui apakah proses pembelajaran menggunakan pendekatan kooperatif inkuiri terbimbing yang menggunakan media benda nyata dapat meningkatkan aktifitas belajar dan prestasi belajar peserta didik kelas IX D MTs Negeri Kendal dalam praktik membuat pola busana, indikatornya adalah sebagai berikut : 1. Minimal 85% siswa/peserta didik mendapat nilai keaktifan belajar

individual dalam rentang nilai 13 – 20, sesuai dengan batasan nilai yang telah ditentukan dalam penelitian ini.

2. Minimal 85% siswa atau peserta didik mendapat nilai unjuk kerja sesuai dengan patokan yang ditetapkan

Depdikbud (1994) dalam Kurikulum 1994. Kedua indikator kerja tersebut saling terkait dan tidak dapat

dipisahkan, artinya jika hasil analisis data salah satunya atau bahkan keduanya tidak terpenuhi, maka rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ditolak.

Cara Menggambil Keputusan

Apabila hasil dari analisis data menunjukkan prosentasi sama atau lebih besar dari indikator kerja yang telah ditetapkan maka hipotesa diterima, maka kesimpulan hasil penelitian dinyatakan: Penggunaan metode inkuiri terbimbing dengan media benda nyata dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar peserta didik kelas IX D MTs Negeri Kendal dalam praktik membuat pola busana diterima kebenarannya.

Page 74: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Susiyantini

102 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Berdasarkan konsep pengambilan keputusan hasil penelitian di atas maka hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Proses pembelajaran menggunakan metode inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) dengan media benda nyata dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa kelas IX D MTs Negeri Kendal dalam praktik membuat pola busana. Jika hasilnya kebalikannya maka dikatakan penelitian ini tidak berarti atau ditolak. Penjelasan Penelitian 1. Tindakan Siklus I

Kegiatan yang dilakukan pada siklus I ini meliputi kegiatan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. a. Perencanaan

Meliputi: membuat RPP. Membuat alat peraga, membuat soal, membuat angket, membuat lembar observasi, dan menyiapkan alat untuk dokumentasi. b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan meliputi: melaksanakan kegiatan pendahuluan yaitu mengabsen peserta didik atau siswa, dan guru mengadakan apersepsi. Dilanjutkan pada kegiatan inti yaitu menjelaskan, tanya jawab dan pembimbingan peserta didik mengenai cara membuat pola busana dengan menggunakan media benda nyata yaitu busana jadi. Dengan teknik langkah demi langkah peserta didik membuat pola busana baik pola badan muka, pola badan belakang, pola krah, maupun pola pendukung busana dengan ukuran sesungguhnya di kertas payung. Semua peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya, atau mengajukan ide berkaitan dengan penyelesaian tugas. Setiap peserta didik diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan teman sebangku untuk mengecek bentuk/ukuran pola. Pelaksanaan kegiatan tes unjuk kerja pada siklus I, dilaksanakan pada pertemuan minggu depan, karena pelaksanaan kegiatan inti tersebut memerlukan waktu lama, sehingga tes unjuk kerja dilaksanakan minggu depan sesuai dengan RPP yang telah dibuat oleh guru dan telah disetujui oleh kolaborator. c. Observasi

Observasi atau pelaksanaan penilaian pembelajaran dilaksanakan seminggu kemudian dari pelaksanaan siklus I, karena KMB siklus I membutuhkan waktu lama sehingga waktu 2x 40 menit hanya cukup untuk proses KBM. Penilaian pembelajaran dilakukan dengan menilai unjuk kerja peserta. d. Refleksi

Page 75: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Penggunaan Metode Inquiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keaktivan dan Hasil Belajar

Keterampilan Tata Busana

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 103 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Refleksi dilakukan pada siklus I ini, berdasarkan hasil nilai yang diperoleh dari ulangan tes unjuk kerja siswa. Setelah nilai diolah hasilnya dipakai sebagai sumber data penelitian untuk acuan dalam perencanaan siklus II.

Adapun pelaksanaan proses pembelajaran keterampilan tatat busana menggunakan metode inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) dengan media benda nyata didokumentasikan di bawah ini:

Foto KMB dengan metode inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) dengan media benda nyata pada Siklus I

2. Tindakan Siklus II Pelaksanaan siklus II tidak jauh berbeda dengan siklus II, yaitu

perencanaan, pelaksanaan dan refleksi, hanya saja pada siklus II ini berusaha memperbaiki dan menyempurnakan : rencana pelaksanaan pembelajaran, manajemen waktu yang lebih ketat dalam pelaksanaan KBM, serta memperbaiki soal tes unjuk kerja yang lebih jelas, yaitu guru membuat soal disertai menampilkan busana jadi yang dimaksud, sehingga siswatidak hanya melihat gambar tetapi dapat melihat dalam bentuk nyata model busana yang dilihat.

Foto KMB dengan metode inkuiri terbimbing dengan media benda nyata pada Siklus II

Page 76: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Susiyantini

104 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Optimalisasi penggunaan media benda nyata pada KMB Inkuiri

Proses Menganalisis Data 1. Siklus I a. Analisis Data aktivitas siswa dalam proses pembelajaran

Tabel 1. Data aktivitas belajar siswa pada siklus I

No Kriteria Keaktifan Rentang Skor

Jumlah Anak

Persentase

1. Tidak aktif 5-8 1 3%

2. Cukup aktif 9-12 12 33%

3. Aktif 13-16 23 64%

4. Sangat aktif 17-20 0 0%

Page 77: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Penggunaan Metode Inquiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keaktivan dan Hasil Belajar

Keterampilan Tata Busana

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 105 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

5. Kelompok tidak aktif 5-12 13 36%

6. Kelompok Aktif 13-20 23 64%

Berdasarkan tabel 1. dan diagram 1. Diperoleh data siswa yang tidak aktif 3% (1 anak), siswa cukup aktif 33% (12 anak), siswa yang aktif 64% (23 anak), dan siswa yang sangat aktif 0%. b. Analisa data hasil belajar siswa

Hasil belajar siswa diperoleh dari nilai hasil tes unjuk kerja, dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 2. Data hasil belajar siswa pada siklus I

Jumlah Siswa yang Tuntas

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah

Rata-rata Ketuntasan Klasikal

24 86 64 79 67%

Berdasarkan data dari tabel 2 dan diagram 2 diperoleh data siswa yang tuntas ada 24 siswa dari 36 , nilai tertinggi 86 dan nilai terendah 64, rata rata 79 dan persentase ketuntasan klasikal baru mencapai 67 %. Pada siklus I ini belum mencapai ketuntasan klasikal, sehingga diperlukan pembenahan, baik dari persiapan maupun pelaksanaan KBM.

Diagram 1. Keaktifan siswa siklus I

Tidak aktif 1 anak (3%)

Cukup aktif 12 anak (33%)

Aktif 23 anak (64%)

Diagram 2. Hasil Belajar Siswa Siklus I

Siswa tuntas 24 anak (67%)

Siswa tidak tuntas 12 anak ( 33%)

Page 78: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Susiyantini

106 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

2. Siklus II a. Analisa data aktifitas siswa dalam proses pembelajaran

Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 3. Data aktifitas belajar siswa pada Siklus II

No Kriteria Keaktifan Rentang Skor

Jumlah Anak

Persentase

1. Tidak aktif 5-8 0 0%

2. Cukup aktif 9-12 3 8%

3. Aktif 13-16 27 75%

4. Sangat aktif 17-20 6 17%

5. Kelompok tidak aktif 5-12 3 8%

6. Kelompok Aktif 13-20 33 92%

Berdasarkan tabel 3 dan diagram 3 diperoleh data siswa yang tidak

aktif 0% (0 anak), siswa cukup aktif 3 anak( 8%), siswa yang aktif 27 anak (75%), dan siswa yang sangat aktif ada 6 anak (7%).

Berdasar standar yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, keaktifan anak dalam siklus II, yang masuk dalam kelompok tidak aktif sebesar 8% atau sejumlah 3 anak, dan yang termasuk kelompok aktif sebesar 92% atau sejumlah 33 anak. Jika dibanding keaktifan anak pada prasiklus, siklus I dan siklus II, penerapan metode inkuiri terbimbing yang menggunakan media benda nyata menunjukkan efek yang positif, yaitu mengalami peningkatan, dan pada pelaksanaan siklus II, keaktifan anak telah mencapai ketuntasan belajar klasikal yang diharapkan yaitu telah mencapai bahkan melebihi standart ketuntasan klasikal karena mencapai 92 %. b. Analisa data hasil belajar siswa

Diagram 3. Aktivitas siswa pada Siklus II

Tidak aktif 0%

Cukup aktif 3 anak ( 8%)

Aktif 27 anak ( 75%)

Sangat aktif 6 anak (17%)

Page 79: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Penggunaan Metode Inquiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keaktivan dan Hasil Belajar

Keterampilan Tata Busana

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 107 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Hasil belajar siswa diperoleh dari nilai hasil tes unjuk kerja, diskripsikan sebagai berikut:

Tabel 4. Data hasil belajar siswa pada siklus II

Jumlah Siswa yang Tuntas

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah

Rata-rata Ketuntasan Klasikal

32 94 77 86 89%

Berdasarkan tabel 4 dan diagram 4 diperoleh data siswa yang

tuntas ada 32 siswa dari 36, nilai tertinggi 94 dan nilai terendah 77, rata rata 86 dan persentase ketuntasan klasikal telah mencapai 89 %, sehingga hasil belajar pada siklus II telah mencapai ketuntasan klasikal.

Perbandingan Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II 1. Analisa data perbandingan aktifitas belajar siswa pra siklus, siklus I dan

siklus didapat dilihat pada tabel 11. Tabel 5. Data perbandingan aktifitas belajar pra siklus, siklus I dan

siklus II

KATEGORI KEAKTIFAN

PRASIKLUS Jumlah siswa/ persentase

SIKLUS I Jumlah siswa/ persentase

SIKLUS II Jumlah siswa/ persentase

Tidak Aktif 5 ( 14% ) 1 ( 3% ) 0 ( 0% )

Cukup Aktif 21 ( 58% ) 12 ( 33% ) 3 ( 8% )

Aktif 10 ( 28%) 23 ( 64% ) 27 ( 75% )

Sangat Aktif 0 ( 0 % ) 0 ( 0% ) 6 ( 17% )

Kelompok Tidak Aktif

26 ( 72%) 13 ( 36% ) 3 ( 8% )

Kelompok Aktif 10 ( 28%) 23 ( 64% ) 33 ( 92% )

Ketuntasan Klasikal

Tidak Tuntas Tidak tuntas Tuntas

Diagram 5. Perbandingan aktivitas siswa Pra siklus, Siklus I, Siklus II

Diagram 4. Hasil belajar siswa siklus II

Siswa tuntas 32 anak (89%)

Siswa tidak tuntas 4 anak (11%)

Page 80: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Susiyantini

108 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Berdasar data tabel 11 dan diagram 5 di atas diperoleh data bahwa

pada pra siklus siswa yang tergolong kelompok aktif ada 10 anak ( 28%), pada siklus I ada 23 anak ( 64%), dan pada siklus II yang tergolong kelompok aktif ada 33 anak (92%), hal ini membuktikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing dengan media pembelajaran benda nyata dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi membuat pola busana. 2. Perbandingan analisa data hasil belajar siswa pada pra siklus, siklus I

dan siklus II. Tabel 6. Data Perbandingan Hasil Belajar Pra siklus, Siklus I, Siklus II

Tahap-an

Jumlah siswa yang tuntas

Nilai terting- gi

Nilai teren- dah

Rata rata

Ketuntasan klasikal

Ketercapaian Ketuntasan Klasikal

Pra Siklus

8 85 50 70, 6 22% Tidak tuntas

Siklus I 24 86 64 79 67% Tidak tuntas

Siklus II 32 94 77 86 89% Tuntas

Diagram 6. Rekapitulasi aktifitas belajar, hasil belajar dan pencapaian ketuntasan belajar klasikal prasiklus, siklus I dan siklus II

0

20

40

60

80

Tidak aktif

Cukup aktif

Aktif Sangat aktif

Prosentase (%) Pra Siklus

Prosentase (%) Siklus I

Prosentase (%) Siklus II

Page 81: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Penggunaan Metode Inquiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keaktivan dan Hasil Belajar

Keterampilan Tata Busana

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 109 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Berdasarkan dari data tabel 6 dan diagram 6 di atas terlihat bahwa

hasil belajar siswa pada pra siklus mendapat nilai rata rata 70, 6 dan ketuntasan klasikal hanya mencapai 22%. Pada siklus I nilai rata rata mencapai 79 dan ketuntasan klasikal mengalami peningkatan yaitu mencapai 67%. Pada siklus II nilai rata rata siswa mencapai 86 dan ketuntasan klasikal dapat mencapai 89%, hal ini menunjukkan adanya peningkatan nilai rata rata dan pencapaian standar ketuntasan klasikal, dengan demikian pembelajaran keterampilan tata busana menggunakan metode inkuiri terbimbing dengan media pembelajaran benda nyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi membuat pola busana.

Analisa data perbandingan tanggapan setelah proses pembelajaran Hasil angket tanggapan siswa setelah proses pembelajaran pada

siklus I dan siklus II didapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Rekapitulasi hasil angket tanggapan siswa setelah proses

pembelajaran pada siklus I dn siklus II pada pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing yang menggunakan media benda nyata pada materi praktik membuat pola busana

No Skala minat siswa Jumlah siswa

Siklus I Siklus II

1. Sangat senang 21% 26%

2. Senang 53% 65%

3. Biasa biasa saja 26% 9%

4. Tidak senang 0% 0%

5. Kategori senang 74% 91%

6. Kategori biasa biasa saja 26% 9%

0

20

40

60

80

100

PRASIKLUS SIKLUS I SIKLUS II

Aktifitas belajar

Prestasi belajar

ketuntasan klasikal

Page 82: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Susiyantini

110 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terjadi peningkatan tingkat kesenangan terhadap penggunaan metode inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) dengan media benda nyata dalam pembelajaran membuat pola busana. Pembahasan dan Pengambilan Simpulan 1. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran

Diketahui bahwa persentase kategori atau kelompok siswa aktif dari pra siklus hanya sejumlah 10 anak (28%), mengalami kenaikan pada tindakan siklus I menjadi 23 anak (64%), berarti mengalami kenaikan sebesar 13 anak (36%). Pada siklus II anak yang masuk dalam kelompok aktif sebesar 33 anak (92%) sehingga dari siklus I mengalami peningkatan sebesar 10 anak (28%). Pada siklus II peserta didik telah mencapai ketuntasan klasikal keaktifan belajar karena indikator keberhasilannya ≥ 85%. Dengan demikian membuktikan bahwa penggunaanmetode pembelajaraan inkuiri terbimbing dengan media benda nyata dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi membuat pola busana. 2. Hasil belajar peserta didik setelah proses pembelajaran

Pada tabel 6 diketahui bahwa hasil belajar siswa pada pra siklus mendapat nilai rata rata 70,6 dengan ketuntasan klasikal hanya mencapai 22%, sedangkan pada siklus I nilai rata rata siswa mencapai 79 dengan ketuntasan klasikal 67%, Pada siklus II nilai rata rata siswa sebesar 86, dengan ketuntasan klasikal sebesar 89%. Dari pra siklus, kemudian siklus I dan Siklus II, nilai rata rata dan ketuntasan klasikal siswa mengalami peningkatan, bahkan pada siklus II telah mencapai ketuntasan klasikal yang disyaratkan ≥ 85% yaitu sebesar 89%, hal ini membuktikan bahwa penggunaanmetode inkuiri terbimbing dengan media benda nyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi membuat pola busana. 3. Hasil angket tanggapan siswa

Pada tabel 7 diketahui bahwa siklus I jumlah siswa yang senang dengan proses pembelajaran mencapai 74% dab siklus II dapat mencapai 87 %, ini menunjukkan adanya peningkatan rasa senang dan ketertarikan peserta didik pada proses pembelajaran, dengan demikian membuktikan penerapan metode pembelajaraan kooperatif inkuiri terbimbing menggunakan media benda nyata pada materi membuat pola busana dapat membuat peserta didik senang dan tertarik sehingga membuat peserta didik menjadi termotivasi dalam pembelajaran Keterampilan Tata Busana.

Pengambilan Simpulan.

Page 83: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Penggunaan Metode Inquiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keaktivan dan Hasil Belajar

Keterampilan Tata Busana

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 111 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Simpulan diambil dengan cara membandingkan angka persentase yang diperoleh mulai dari pra siklus, pelaksanaan tindakan siklus I, dan siklus II dengan angka persentase indikator kerja. Dari hasil observasi keaktifan belajar siklus II, peserta didik sejumlah 33 anak (92%) telah mencapai kategori aktif, sehingga telah mencapai indikator/kriteria ketuntasan klasikal sebesar 85%.

Hasil yang diperoleh dari tes hasil belajar yang diberikan pada siklus II menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran sudah cukup baik. Ini terbukti bahwa peserta didik yang telah mencapai nilai KKM ada 32(89%), dan ketuntasan belajar klasikal juga telah tercapai, yaitu 85% siswa telah mencapai ketuntasan individual.

Namun demikian masih ada 4 (11%) peserta didik yang belum tuntas yang menjadi PR guru untuk menyelidiki ketidaktuntasan siswa tersebut, baik dari faktor internal peserta didik tersebut maupun dari faktor luar peserta didik tersebut. Untuk selanjutnya mencari solusi pemecahan, sehingga peneliti bisa menghantarkan seluruh peserta didik mencapai ketuntasan individul.

Dengan demikian hipotesis yang berbunyi: 1. Penggunaan metode inkuiri terbimbing dengan media benda nyata

dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik atau siswa dalam pembelajaran keterampilan Tata Busana materi membuat pola busana kelas IX D MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014/2015, dapat diterima kebenarannya.

2. Penggunaan metode inkuiri terbimbing dengan media benda nyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa atau peserta didik dalam pembelajaran keterampilan Tata Busana materi membuat pola busana kelas IX D MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014/2015, dapat diterima kebenarannya.

Berdasarkan variasi hipotesis di atas, hasil penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

Penggunaan metode inkuiri terbimbing dengan media benda nyata dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa atau peserta didik kelas IX D MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014/2015, diterima kebenarannya.

Simpulan Simpulan hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Pembelajaran menggunakan metode kooperatif inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) dengan media benda nyata merupakan langkah

Page 84: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Susiyantini

112 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

langkah pembelajaran yang bermakna, berkualitas, menyenangkan dan pengajaran menjadi lebih efektif dan efisien.

2. Media benda nyata sangat bermanfaat untuk menarik perhatian dan meningkatkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran, siswa dapat melihat dan mengamati secara langsung objek pembelajaran, sehingga materi lebih mudah dipahami siswa, dan pembelajaran lebih berhasil.

3. Pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) dengan media pembelajaran benda nyata pada materi membuat pola busana dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa kelas IX MTs Negeri Kendal.

4. Pembelajaran menggunakan metode kooperatif inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) dengan media pembelajaran benda nyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan perolehan nilai rata rata 86 dan ketuntasan klasikal 89 %.

Saran Saran yang dapat penulis sampaikan terkait hasil penelitian ini

sebagai berikut: 1. Setiap pendidik harus memiliki empat kompetensi guru yaitu

pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial. 2. Setiap pendidik harus mempunyai keinginan mengembangkan kualitas

diri terutama dalam dunia pendidikan. 3. Setiap pendidik harus mempunyai kemampuan dan kemauan untuk

melakukan penelitian di bidang pendidikan. Daftar Pustaka

Anonim, Prosedur Penelitian, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2003.

Hamalik, Oemar, Media Pendidikan, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1994.

Joni, Raka, T., Kardiawarman, dan Hadisubroto, T., Penelitian Tindakan Kelas (Clasroom Action Research), Jakarta: Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah, Ditjen Dikti. 1998.

Latuheru, Jhon D., Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini, Jakarta: Depdikbud DIKTI P2LPTK, 1988.

Sahrul, 2009. ”Jenis-jenis Metode inkuiri” http: //Sahrulgmail. blogspot.com/metode-inkuiri_23.html/, diakses tanggal 19 Januari 2014.

Page 85: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Penggunaan Metode Inquiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keaktivan dan Hasil Belajar

Keterampilan Tata Busana

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 113 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005.

Suryobroto, B., Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Tim Instruktur PKG., Penelitian, Yogyakarta: Depdiknas, 1992.

Page 86: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –
Page 87: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gerak Lurus Melalui Metode

Cooperative Learning Tipe STAD

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 113 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MELALUI METODE STAD PADA MATERI GERAK LURUS

MATA PELAJARAN IPA KELAS VII H SEMESTER GENAP MTs NEGERI KENDAL

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Taofikoh NIP. 19680409 199303 2 003

MTs Negeri Kendal [email protected]

Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk: (1) Meningkatkan aktivitas peserta didik atau siswa dengan penggunaan metode STAD pada materi gerak lurus mata pelajaran IPA kelas VII H MTs Negeri Kendal; dan (2) Meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode STAD pada materi gerak lurus mata pelajaran IPA kelas VII H MTs Negeri Kendal. Metode STAD (Student Teams Achievemen Division) meliputi empat tahap, yaitu pengajaran, studi kelompok, dan ulangan atau tes, serta penghargaan. Subjek penelitian adalah siswa MTs Negeri Kendal kelas VII H sejumlah 34 peserta didik/siswa tahun pelajaran 2014-2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan indikator: (1) Aktivitas bertanya sebesar 76%, (2) Aktivitas menjawab pertanyaan 74 %, (3) Aktivitas mengemukakan gagasan 67 %, (4) Aktivitas mengerjakan tugas 81 %, dan (5) Efektivitas kerjasama kelompok 75 %. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan tutor sebaya pada metode pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievemen Division) terbukti dapat meningkakan aktivitas dan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPA materi gerak lurus kelas VII H semester genap MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014/2015.

Penulis adalah Guru PNS pada Kementerian Agama Kabupaten Kendal. Saat ini

mengajar bidang studi Keterampilan Tata Busana di MTs Negeri 1 Kendal. Penulis merupakan peserta Workshoop Penelitian dan Penulisan Karya Tulis Ilmiah bagi Guru yang diselenggarakan STIT Muhammadiyah Kendal bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Kendal Tahun 2014.

Page 88: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Taofikoh

114 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Kata Kunci: Aktivitas, Hasil Belajar, Metode STAD. Pendahuluan

Masalah pendidikan dan pengajaran merupakan masalah yang cukup komplek, banyak faktor yang ikut mempengaruhinya, salah satu faktor di antaranya adalah guru. Oleh karena itu guru harus memiliki kemampuan mengajar agar tujuan-tujuan pendidikan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.

Berdasarkan pengalaman guru mengajar, ternyata dari hasil test IPA cenderung memperoleh hasil yang masih rendah. Sebagai guru mata pelajaran IPA di kelas VII selalu merasa kurang puas dengan hasil belajar siswa tersebut, dari setiap hasil ulangan sebagian besar siswa cenderung belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75 (tujuh puluh lima), sehingga belum mencapai ketuntasan klasikal. Baru setelah diadakan ulangan perbaikan, ketuntasan klasikal tercapai, dan itupun mesti dilakukan berulang kali, bahkan pada beberapa materi yang dianggap lebih sulit ulangan perbaikan (remedial) perlu diulang lagi. Padahal untuk melakukan ulangan perbaikan diperlukan tambahan waktu.

Agar siswa tidak merasa sulit belajar IPA, supaya pemahaman konsep lebih mudah, dan siswa tidak jenuh karena harus menghafal banyak rumus maka digunakan metode Student Teams Achievement Devision (STAD). Dengan metode STAD tersebut diharapkan siswa atau peserta didik kelas VII H MTs Negeri Kendal semester genap tahun pelajaran 2014/2015 mampu melakukan penalaran dan mau berpikir untuk memudahkan pemahaman standar kompetensi memahami gejala-gejala alam melalui pengamatan.

Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang masalah, dan juga identifikasi

masalah, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut apakah metode STAD efektif untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran gerak lurus dan apakah metode STAD efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran gerak lurus pada siswa kelas VII H semester genap MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014/2015?

Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan

aktivitas siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran yang menggunakan metode STAD dalam pembelajaran

Page 89: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gerak Lurus Melalui Metode

Cooperative Learning Tipe STAD

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 115 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

gerak lurus pada siswa kelas VII H MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014/2015. Kajian Teori 1. Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan sedemikian rupa agar menciptakan peserta aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan”.1 Aktivitas belajar yang dimaksud merupakan aktivitas yang bersifat pisik ataupun mental pada proses pembelajaran baik di lingkungan sekolah maupun dalam keluarga atau masyarakat. Pada kegiatan belajar kedua aspek tersebut (fisik dan mental) sangat terkait. Sebagaimana dikemukakan Pieget bahwa:“Seseorang/peserta didik harus berpikir sepanjang berbuat”.2 Tanpa perbuatan berarti peserta didik itu tidak berpikir. Berpikir dalam taraf verbal baru dan timbul setelah anak itu berpikir dalam taraf perbuatan. Jika kedua aspek tersebut terkait, maka aktivitas belajar yang

optimal akan timbul. 2. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar.3 prestasi belajar sebagai bentuk pengukuran dan penilaian sebagai usaha dari guru untuk mengetahui hasil yang telah dicapai siswa dengan kemampuan atau potensi dirinya seperti kecerdasan atau perbuatan yang mencerminkan penerimaan dan pemahaman terhadap materi yang diberikan.4 3. Metode STAD (Student Teams Achievement Devision)

Student Teams Achievement Division atau yang disebut Metode STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dkk dari Universitas John Hopkins (1995). Metode ini dipandang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Dalam model STAD kelompok terdiri atas empat siswa yang mewakili keseimbangan kelas dalam kemampuan akademik, jenis kelamin dan ras. Menyarankan peringkat para siswa dalam kemampuan akademik dibuat terlebih dahulu. Masing-masing kelompok terdiri dari seorang siswa dari

1 Hartono, PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inofatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan),

(Pekanbaru: Zanata, 2008), hlm 11. 2 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007),

hlm. 60. 3 Nashar, Peranan Motifasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran,

(Jakarta: Delia Press, 2004), hlm 77. 4 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 130.

Page 90: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Taofikoh

116 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

kelompok atas, seorang siswa dari kelompok bawah dan dua orang siswa dengan kemampuan rata-rata.5 Kerangka Berpikir

Perubahan suasana belajar mengajar akan menimbulkan variasi bagi siswa, hal ini secara tidak langsung akan menumbuhkan semangat baru dari siswa untuk belajar, kerangka berpikir untuk penyelesaian masalah dalam penelitian ini dapat dilihat dalam diagram berikut :

Gambar 1. Diagram Kerangka berpikir Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: dengan tutor sebaya pada metode STAD dapat meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada materi gerak lurus pada siswa kelas VII H MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014/2015. Metode Penelitian

5 Koes Supriyono, Strategi Pembelajaran Fisika, (Malang: Universitas Negeri

Malang, 2003), hlm 54.

KBM akan

Optimal

GURU

Melakukan variasi Pengetahuan.

Memberikan kesempatan tutor sebaya pada anak yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.

SISWA

Metode STAD dengan tutor sebaya: Menumbuhkan minat

dan kerjasama dalam belajar

Pemahaman materi lebih mudah

Melatih kerjasama dan tanggungjawab

OUTPUT

Kerjasama antar siswa di kelas meningkat

Siswa terbiasa bekerjasama dengan penuh tanggungjawab

Terjadi peningkatan jumlah siswa yang mencapai nilai di atas KKM

Page 91: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gerak Lurus Melalui Metode

Cooperative Learning Tipe STAD

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 117 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 2015 sampai 31 Maret 2015. Penentuan waktu penelitian mengacu pada kalender akademik dan program semester genap mata pelajaran IPA kelas VII tahun pelajaran 2014-2015. Satu bulan pertama yaitu tanggal 5 Januari 2015 sampai 7 Februari 2015 digunakan mempersiapkan pembelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyusun lembar pengamatan, menyusun alat evaluasi untuk uji kompetensi. Dalam hal ini disusun rancangan pembelajaran tiap siklus. Pada pelaksanaan akan direvisi pada setiap siklus berjalan. Tanggal 9 Februari 2015 sampai 28 Pebruari 2015 adalah pelaksanaan tindakan kelas untuk memperoleh data yang diperlukan. Di sini rencana pembelajaran untuk setiap siklus dilakukan revisi berdasar hasil siklus sebelumnya. Pada tiga bulan terakhir yaitu tanggal 2 Mart 2015 sampai 31 Maret 2015 untuk menganalisa data dan menyusun laporan hasil penelitian.

Dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini subjek penelitian adalah siswa kelas VII H MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014-2015 dengan jumlah 34 siswa yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Kelas ini merupakan salah satu dari 8 kelas VII di MTs Negeri Kendal.

Pada Penelitian Tindakan Kelas ini, sumber data diperoleh dari data primer (utama) yang didapat dari nilai ulangan harian yang telah direncanakan dengan kompetensi dasar menganalisa data percobaan gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, data sekunder yang didapat dari pengamatan aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar, lembar pengamatan peserta didik/siswa digunakan untuk melihat bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran.

Teknik dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan teknik non tes.

Sedangkan untuk menghitung nilai peningkatan individu dihitung berdasarkan nilai yang diperoleh siswa sebelum tindakan ( Prasiklus ) atau disebut nilai dasar. Kriteria nilai peningkatan individu dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 1. Nilai Peningkatan Individu

No Nilai Hasil Tes Nilai Peningkatan

Individu 1 Melebihi 10 dibawah nilai dasar 5 2 10 sampai 1 nilai dibawah nilai dasar 10 3 Nilai dasar sampai nilai 10 diatasnya. 20

Page 92: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Taofikoh

118 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

4 Lebih dari 10 nilai diatas nilai dasar 30

Sedangkan nilai peningkatan kelompok diperoleh dari jumlah nilai peningkatan individu dari masing-masing angggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok yang hadir. Empat tingkat penghargaan diberikan berdasarkan nilai rata-rata kelompok sebagai berikut:

Tabel 2. Nilai Peningkatan Kelompok

No Nilai Peningkatan Individu Penghargaan

Kelompok Keterangan

1 < 16 Kurang 2 16 – 20 Cukup 3 21 – 25 Baik 4 >25 Terbaik

Teknik non tes digunakan untuk penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dengan tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan pengamatan (observasi) secara sistematis, melakukan wawancara (interview) berstruktur, menyebarkan angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen.6

Pengamatan digunakan untuk memperoleh data aktivitas dan kerjasama siswa dalam proses belajar mengajar. Pengamatan dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh guru mitra sebagai observer untuk mengamati aktivitas dan kerjasama siswa dalam pembelajaran, apakah siswa tersebut aktif bertanya, menjawab pertanyaan, mengemukakan gagasan, mengerjakan tugas, kerjasama dalam kelompok.

Data hasil pengamatan meliputi penilaian aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran dengan menjumlahkan skor setiap aspek yang diamati yaitu aktivitas siswa bertanya, menjawab pertanyaan, mengemukakan gagasan, mengerjakan tugas, kerjasama kelompok. Dalam penilaian aktivitas belajar digunakan skala dengan rentang dari 1 sampai 4. Dengan demikian jika dari penilaian ada 5 aspek yang harus diamati maka skor maksimal adalah 20 dan skor minimal adalah 5. Data

6 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2009), hlm 76.

Page 93: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gerak Lurus Melalui Metode

Cooperative Learning Tipe STAD

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 119 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

hasil pengamatan aktivitas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.7

Indikator keberhasilan pelaksanaan pembelajaran oleh guru adalah sebagai berikut:

1. 80 – 100 : pelaksanaan pembelajaran baik sekali 2. 66 – 79 : pelaksanaan pembelajaran baik 3. 56 – 65 : pelaksanaan pembelajaran cukup 4. 40 – 55 : pelaksanaan pembelajaran kurang 5. 30 – 39: pelaksanaan pembelajaran gagal.8 Angket (questionnaire) dapat digunakan sebagai alat bantu dalam

rangka penilaian hasil belajar.9 Data yang dapat dihimpun melalui angket atau questionnaire misalnya adalah data yang terkait atau berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik dalam mengikuti pelajaran, seperti cara belajar mereka, fasilitas belajarnya, bimbingan belajar, motivasi dan minat belajarnya, sikap belajarnya, sikap terhadap mata pelajaran tertentu, pandangan siswa terhadap proses pembelajaran dan sikap serta hubungan interaksi yang dibangun siswa dengan atau terhadap guru.10

Jurnal harian untuk mengetahui catatan-catatan kejadian khusus selama pelaksanaan tindakan berlangsung dalam proses pembelajaran di kelas. Hasil catatan tersebut digunakan sebagai bahan refleksi untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dan temuan-temuan lain selama pelaksanaan tindakan.

Hasil belajar peserta didik pada setiap siklus divalidasi dengan instrumen yang berupa: Soal tes, lembar jawab, kunci jawaban soal tes, hasil atau nilai tes, rencana pembelajaran pada setiap siklus. Proses penggunaan metode STAD divalidasi dengan lembar observasi siswa yang memuat aktivitas peserta didik bertanya, menjawab pertanyaan, mengemukakan gagasan, mengerjakan tugas, dan kerjasama antar kelompok.

7 Muhammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1995), hlm.

186. 8 Suharsimi Arikunto, Dasar Dasar Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hlm.

245. 9 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2009), hlm 84. 10 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2009), hlm 85.

Page 94: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Taofikoh

120 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif, yaitu: untuk analisis hasil belajar dengan membandingkan nilai tes, meliputi tes sebelum tindakan ( prasiklus ), siklus I dan siklus II dengan indikator kerja. Analisis penggunaan metode STAD dengan memaparkan hasil observasi dari lembar observasi dari lembar observasi dan hasil wawancara dengan siswa.

Dari hasil jawaban angket dengan dihitung jumlah siswa yang menyatakan sangat setuju, setuju, tidak setuju, tidak tahu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju bahwa digunakannya metode STAD menarik, mudah, lebih baik, dan penggunaan dilanjutkan. Semua hal diatas untuk mengetahui aktivitas siswa setelah mengikuti pembelajaran IPA materi gerak lurus.

Indikator keberhasilan PTK ini adalah sebagai berikut : 1. Terdapat peningkatan aktivitas siswa kelas VII H MTs Negeri Kendal

tahun pelajaran 2014/2015 sebagai dampak pembelajaran IPA dengan metode STAD pada materi gerak lurus.

2. Terdapat peningkatan hasil belajar siswa kelas VII H MTs Negeri Kendal tahun pelajaran 2014/2015 sebagai dampak pembelajaran IPA dengan metode STAD pada materi gerak lurus.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Deskripsi Kondisi Awal (Prasiklus)

Hasil pengamatan peneliti pada saat prasiklus ditemukan adanya proses pembelajaran yang kurang mendukung terhadap penguasaan materi. Proses pembelajaran yang kurang mendukung tersebut adalah proses pembelajaran yang masih terfokus pada guru, rasa canggung untuk bertanya dan menjawab pertanyaan, serta belum terbiasa dengan belajar kelompok yang dapat meningkatkan aktivitas, sehingga aktivitas belajar siswa kurang termotivasi. Berikut ini hasil pengamatan aktivitas saat prasiklus.

Tabel 3. Hasil Analisis Lembar Observasi Aktivitas Prasiklus

No Aktivitas Skor Persentase 1 Bertanya 75 55 % 2 Menjawab Pertanyaan 78 57 % 3 Mengemukakan gagasan 67 49 % 4 Mengerjakan tugas 106 78 % 5 Kerjasama kelompok - - Nilai Rata-rata 81 59 %

Page 95: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gerak Lurus Melalui Metode

Cooperative Learning Tipe STAD

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 121 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Kategori Cukup

Berdasarkan dari data pada tabel 3 tentang Hasil Analisis Lembar Observasi Aktivitas Prasiklus di atas menunujukkan persentase rata-rata keberhasilan pelaksanaan pembelajaran diperoleh hasil dengan kategori cukup dan berdasar tabel 4. Analisis Hasil Belajar Pada Prasiklus dari hasil tes kompetensi dasar pada prasiklus diperoleh hasil yang rendah, dengan KKM 75 hanya 5 peserta didik yang mencapai KKM dengan nilai rata-rata 56,3. Berdasarkan hasil nilai rata-rata tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran pada prasiklus baik aktivitas maupun hasil belajar peserta didik belum memuaskan. Berdasarkan dari keadaan ini peneliti menduga bahwa aktivitas yang rendah ada kaitan dengan hasil belajar siswa yang rendah.

Tabel 4. Analisis Hasil Belajar Pada Prasiklus

No Kategori nilai Interval Frekuensi Persentase (%) 1 Sangat Baik 91 – 100 0 0 2 Baik 81 – 90 0 0 3 Cukup 75 – 80 5 14, 7 4 Kurang 0 - 74 29 85, 3

Jumlah 34 100

Supaya peserta didik tidak merasa sulit belajar IPA dan tidak canggung bertanya, sebagai upaya meningkatkan aktivitas belajar yang akhirnya akan meningkatkan hasil belajar peserta didik, serta untuk membiasakan kerja kelompok maka dengan menerapkan atau menggunakan metode STAD (Student Teams Achiemement Division) diharapkan semua hal di atas dapat teratasi karena metode ini lebih menekankan pada kinerja kelompok.

Diskripsi siklus I Pelaksanaan pembelajaran IPA materi gerak lurus pada tindakan

siklus I menggunakan metode STAD (Student Teams Achiemement Division) pada kompetensi dasar menganalisis data percobaan gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan indikator: (1) menunjukkan konsep gerak lurus beraturan dalam kehidupan sehari-hari, (2) mendefinisikan percepatan sebagai perubahan kecepatan setiap setiap satuan waktu.

Aktivitas peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran IPA materi garis lurus diukur dengan menggunakan lembar observasi

Page 96: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Taofikoh

122 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

aktivitas dalam pembelajaran. Dalam penilaian aktivitas digunakan skala pada tiap aspek berdasarkan hasil analisis lembar observasi aktivitas menghasilkan data sebagai berikut :

Tabel 5. Hasil Analisis Lembar Observasi Aktivitas Siklus I

No Aktivitas Skor Persentase 1 Bertanya 94 69 % 2 Menjawab Pertanyaan 91 67 % 3 Mengemukakan gagasan 79 58 % 4 Mengerjakan tugas 108 79 % 5 Kerjasama kelompok 86 63 %

Nilai Rata-rata 91 67, 4 %

Kategori Baik Berdasarkan tabel 5. Analisis Lembar Observasi Aktivitas Siklus I di

atas menunjukkan persentase rata-rata keberhasilan pelaksanaan pembelajaran IPA materi garis lurus adalah 67,4 % dengan kategori baik. Berdasarkan pengamatan peneliti pada saat melakukan kegatan pembelajaran pada siklus I aktivitas peserta didik sudah mengalami peningkatan dibanding pada pembelajaran prasiklus. Aktivitas peserta didik bertanya pada siklus I sebesar 69 %, berarti ada peningkatan 14 %. Adapun aktivitas peserta didik menjawab pertanyaan prasiklus menunjukkan persentase 57 %, pada siklus I aktivitas peserta didik menjawab pertanyaan adalah 67 %, hal ini menunjukkan ada peningkatan sebesar 10 %, mengemukakan gagasan ada peningkatan sebesar 9 % dan aktivitas mengerjakan tugas ada peningkatan sebesar 1 %. Aktivitas kerjasama kelompok pada siklus I sebesar 63 % sedang pada prasiklus belum ada. Dengan demikian dapat disimpulkan rata-rata persentase aktivitas ada peningkatan sebesar 8,4 %.

Dengan adanya peningkatan aktivitas belajar siswa, terbukti dapat meningkatkan nilai hasil belajar. Dari data nilai hasil tes siklus I yang diikuti sejumlah 34 siswa, didapat distribusi nilai sebagai berikut: nilai terendah (minimum) 42, nilai tertinggi (maksimum) 92, dan rata-rata nilai (mean) sebesar 73, 4. Analisis nilai hasil belajar pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6. Analisis Hasil Belajar Pada Siklus I

No Kategori nilai Interval Frekuensi Persentase 1 Sangat Baik 91 – 100 2 5, 9 2 Baik 81 – 90 11 32, 3 3 Cukup 75 – 80 10 29, 4

Page 97: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gerak Lurus Melalui Metode

Cooperative Learning Tipe STAD

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 123 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

4 Kurang 0 - 74 11 32, 4 Jumlah 34 100

Berdasarkan hasil dari tabel 6 di atas, nilai hasil belajar pada siklus I diperoleh deskripsi sebagai berikut: Peserta didik dengan hasil belajar kategori kurang sebanyak 11 orang atau sebanyak 32,3 %. Sedang peserta didik dengan hasil belajar kategori cukup sebanyak 10 orang atau 29,4 %, kategori hasil belajarnya baik sebanyak 11 peserta didik atau 32,4 %, dan kategori hasil belajarnya sangat baik sebanyak 2 peserta didik atau 5,9 %.

Dengan demikian dari sudut ketuntasan belajar yang mendapat nilai memenuhi KKM atau mendapat nilai sama dengan 75 atau lebih telah mengalami peningkatan walaupun belum seberapa yaitu dari 5 siswa setelah siklus I menjadi 23 siswa ( 67, 6 % ). Nilai Kelompok

Berdasarkan hasil tes siklus I dapat ditentukan nilai peningkatan individu pada lembar nilai peningkatan individu untuk menentukan nilai kelompok guna memberikan penghargaan kelompok sebagai bagian dari pelaksanaan metode STAD seperti terlihat berikut ini:

Tabel 7. Penghargaan Kelompok Pada siklus I

No Kategori Kelompok Jumlah Kelompok Persentase 1 Terbaik 8 1 12, 5 2 Baik 1, 3, 5, 6, 7 5 62, 5 3 Cukup Baik 2, 4 2 25, 0 4 Kurang Baik - - -

Jumlah 8 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat kelompok 8 mendapat penghargaan sebagai kelompok terbaik, sedang kelompok 1, 3, 5, 6, 7 mendapat penghargaan kelompok baik, dan kelompok 2, 4 mendapat penghargaan kelompok cukup baik, dan tidak ada kelompok yang mendapat penghargaan sebagai kelompok kurang baik.

Deskripsi Siklus II Pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode STAD pada siklus II pada kompetensi dasar menganalisis data percobaan gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan indicator : (1) menyelidiki gerak lurus berubah beraturan (GLBB), (2) menunjukkan konsep gerak lurus berubah beraturan dalam kehidupan sehari-hari.

Page 98: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Taofikoh

124 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Aktivitas siswa diukur dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas pembelajaran. Pada pengamatan aktivitas siswa menggunakan skor minimum 1 x 34 = 34 dan skor maksimum 4 x 34 = 136 poin. Berdasar hasil analisis pada lembar pengamatan aktivitas menghasilkan data sebagai berikut :

Tabel 8. Hasil Analisis Lembar Observasi Aktivitas Pada Siklus II

No Aktivitas Skor Persentase ( %) 1 Bertanya 103 76 % 2 Menjawab Pertanyaan 101 74 % 3 Mengemukakan gagasan 91 67 % 4 Mengerjakan tugas 110 81 % 5 Kerjasama kelompok 102 75 %

Nilai rata –rata 101 74, 6 %

Kategori Baik Berdasar pada tabel di atas tentang analisis lembar pengamatan

aktivitas pembelajaran IPA materi garis lurus menunjukkan bahwa persentase rata-rata keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran adalah 74,6 % dengan kategori baik. Dengan demikian kegiatan pelaksanaan pembelajaran mulai dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 7, 2 %.

Hasil pengamatan peneliti pada saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran IPA materi garis lurus pada siklus II didapat bahwa peserta didik pada masing-masing kelompok sudah melaksanakan diskusi dengan aktif dan baik, aktivitas bertanya baik dan menjawab pertanyaan juga baik, peserta didik juga sudah berani mengemukakan gagasan dengan cukup baik dan semua peserta didik terlihat sudah mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik serta kerjasama kelompok sudah baik.

Nilai hasil tes siklus II yang diikuti sejumlah 34 peserta didik, didapat distribusi nilai sebagai berikut: nilai terendah (minimum) 50, nilai tertinggi (maksimum) 96, dan rata-rata nilai (mean) sebesar 78,7. Distribusi nilai siklus II dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 9. Analisis Hasil Belajar Pada Siklus II

No Kategori nilai Interval Frekuensi Persentase (%) 1 Sangat Baik 91 – 100 2 5, 9 2 Baik 81 – 90 8 23, 5 3 Cukup 75 – 80 17 50, 0 4 Kurang 0 - 74 7 20, 6

Jumlah 34 100

Page 99: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gerak Lurus Melalui Metode

Cooperative Learning Tipe STAD

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 125 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Berdasarkan pada tabel 9. nilai hasil tes pada siklus II, diperoleh deskripsi hasil belajar peserta didik sebagai berikut: Hasil belajar peserta didik dengan kategori kurang sebanyak 7 orang atau sebanyak 20,6 %, sedang peserta didik dengan kategori cukup sebanyak 17 orang atau 50,0 %, kategori baik sebanyak 8 orang atau 23,5 %, dan kategori sangat baik sebanyak 2 orang atau 5,9 %.

Dengan demikian dari sudut ketuntasan belajar (yang mendapat nilai sama dengan KKM atau lebih) telah mengalami peningkatan menjadi 27 peserta didik atau 79,4 %.

Dari hasil tes siklus II dapat ditentukan nilai penngkatan individu pada lembar nilai peningkatan individu untuk menentukan nilai kelompok guna memberikan penghargaan kelompok sebagai bagian dari pelaksanaan metode STAD. Penghargaan kelompok dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 10. Penghargaan Kelompok Pada siklus II

No Kategori Kelompok Jumlah

Kelompok Persentase (%)

1 Terbaik 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8 7 87, 5 2 Baik 2 1 12, 5 3 Cukup Baik - - 4 Kurang Baik - -

Jumlah 8 100

Berdasarkan rekapitulasi data penghargaan kelompok pada siklus II pada tabel di atas dapat dilihat bahwa kelompok 1, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 mendapat penghargaan sebagai kelompok terbaik, sedang hanya kelompok 2 saja yang mendapat penghargaan kelompok baik. Pada siklus II ini tidak ada kelompok siswa yang kinerjanya cukup atau kurang baik.

Berdasarkan dari data hasil wawancara dengan 34 peserta didik menggunakan pedoman wawancara pada siklus II sebanyak 20 peserta didik merasa santai, sebanyak 9 peserta didk kurang santai, sebanyak 5 peserta didik merasa tidak santai selama mengikuti pembelajaran. Kebanyakan peserta didik cenderung senang dengan kegiatan kerja kelompok karena lebih paham dan tidak malu bertanya teman. Hanya 5 siswa yang tidak merasa tergugah, 20 siswa merasa tergugah semangat belajarnya, 29 siswa menyatakan model pembelajaran yang diterapkan lebih enak hanya 5 siswa yang merasa terlalu serius.

Page 100: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Taofikoh

126 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Hasil angket respon siswa terhadap penggunaan metode STAD dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 11. Hasil Angket Penggunaan Metode STAD

No

Pernyataan

Sangat

Setuju (SS)

Setuju (S)

Tidak Tahu (TT)

Tidak Setuju

(TS)

Sangat Tidak Setuju (STS)

Jum-lah

1 Menarik 5 11 8 10 0 34 2 Mudah 3 20 4 7 0 34 3 Labih Baik 4 23 2 5 0 34

4 Penggunaan dilanjutkan

5 13 8 8 0 34

Jumlah 17 67 22 30 0 136

Persentase 12, 5 49, 2 16, 2 22, 1 0 136 Berdasarkan dari hasil analisis hasil angket pada tabel 11 di atas,

yang telah diisi oleh 34 peserta didik yang mengambarkan bahwa terdapat sebanyak 12,5 % peserta didik menyatakan bahwa proses pembelajaran IPA materi garis lurus dengan menggunakan metode cooperative learning tipe STAD dengan jawaban sangat setuju untuk dilanjutkan penggunaannya. Adapun sebanyak 49,2 % peserta didik menyatakan setuju, sebanyak 16, 2 % peserta didik menyatakan tidak tahu, dan hanya 22,1 % peserta didik yang menyatakan tidak setuju, serta tidak ada seorangpun dari peserta didik yang menyatakan sangat tidak setuju menggunakan atau menerapkan metode STAD pada pembelajaran selanjutnya.

Pada siklus II siswa lebih semangat belajar mata pelajaran IPA dengan materi garis lurus. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa terlihat diskusi kelompok yang tampak serius, siswa tidak malu bertanya kepada teman, dan semangat maju ke depan baik untuk presentasi atau mengerjakan soal tampak tiap kelompok bersaing dengan kelompok lain untuk menyelesaikan hasil diskusi maupun menunjukkan hasilnya ke depan. Pembelajaran juga tepat waktu sesuai yang direncanakan, siswa lebih memahami arti kerja kelompok, sehingga kelas suasananya tenang.

Pembahasan Antar Siklus 1. Pengamatan Aktivitas

Page 101: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gerak Lurus Melalui Metode

Cooperative Learning Tipe STAD

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 127 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Berdasarkan dari hasil lembar observasi aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran pada siklus I dan siklus II dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 12. Hasil Analisis Lembar Observasi Aktivitas Belajar Prasiklus, Siklus I dan Siklus II

No

Aktivitas Prasiklus Siklus I Siklus II

Skor % Skor % Skor % 1 Bertanya 75 55 94 69 103 76 2 Menjawab Pertanyaan 78 57 91 67 101 74 3 Mengemukaan gagasan 67 49 79 58 91 67 4 Mengerjakan tugas 106 78 108 79 110 81 5 Kerjasama kelompok - - 86 63 102 75 Nilai rata –rata 81 59 91 67,4 101 74, 6 Kategori Cukup Baik Baik

Deskripsi hasil analisis observasi aktivitas belajar pada tabel di atas dapat divisualisasikan pada grafik histogram berikut ini:

Gambar 3. Histogram Aktivitas Pada Prasiklus, Siklus I, Siklus II

Sebelum melaksanakan metode STAD aktivitas bertanya siswa sebesar 55 %, aktivitas menjawab pertanyaan sebesar 57 %, aktivitas mengemukakan gagasan 49 %, aktivitas mengerjakan tugas 78 % dan aktivitas kerjasama kelompok 0 %. Pada siklus I aktivitas bertanya 69%, aktivitas menjawab pertanyaan 67 %, aktivitas mengemukakan gagasan 58 %, aktivitas mengerjakan tugas 79 % dan aktivitas kerjasa kelompok menjadi ada yaitu 63 % . Pada siklus II aktivitas bertanya sebesar 76%, aktivitas menjawab pertanyaan 74 %, aktivitas mengemukakan gagasan

Page 102: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Taofikoh

128 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

sebesar 67 % dan aktivitas kerjasama kelompok mengalami peningkatan yaitu menjadi 75%. Peningkatan aktivitas siswa setelah menggunakan metode STAD dikarenakan siswa berani bertanya maupun menjelaskan kepada teman sehingga proses pembelajaran menjadi tepat waktu sesuai dengan rencana dan suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.

Hasil Belajar Nilai Individu Dari hasil belajar dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 13. Hasil tes sebelum tindakan, siklus I, dan siklus II

No

Kategori Pra Siklus Siklus I Siklus II

Jumlah Siswa

% Jumlah Siswa

% Jumlah Siswa

%

1 Sangat baik 0 0 2 5,9 2 5, 9 2 Baik 0 0 11 32,3 8 23, 5 3 Cukup Baik 5 14,7 10 29,4 17 50 4 Kurang Baik 29 85, 3 11 32,3 7 20, 6

Jumlah 34 100 34 100 34 100

Gambar 4. Histogram hasil tes prasiklus, siklus I, siklus II.

Sebelum menerapkan metode STAD atau sebelum tindakan tidak ada siswa yang memperoleh kriteria sangat baik, pada siklus I hasil belajar individu sebanyak 5,9 % dengan kriteria sangat baik, dan pada siklus II hasil belajar individu dengan kriteria sangat baik sebanyak 5,9 %. Pada kriteria baik sebelum tindakan juga tidak ada, pada siklus I hasil belajar individu dengan kriteria baik sebanyak 32, 3% dan pada siklus II 23,5%. Sedangkan pada kriteria cukup baik sebelum tindakan 14,7% pada

0

20

40

60

80

100

Sangat baik Baik Cukup Baik Kurang Baik

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

Page 103: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gerak Lurus Melalui Metode

Cooperative Learning Tipe STAD

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 129 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

siklus I 29,4 % dan pada siklus II 50 %. Secara garis besar terjadi peningkatan hasil belajar individu peserta didik pada siklus I dan pada siklus II.

Hasil Belajar Nilai Kelompok Penggunaan metode STAD dalam pembelajaran untuk kerja

kelompok pada siklus II terjadi perubahan seperti pada penekanan kerja kelompok pada siklus II untuk mengatasi kelemahan yang terjadi pada siklus I, dan kinerja kelompok mengalami peningkatan terlihat pada penghargaan kelompok pada tabel berikut :

Tabel 13. Penghargaan Nilai Kelompok Pada Siklus I dan Siklus II

No Kategori SIKLUS I SIKLUS II

Jumlah kelompok

% Jumlah

Kelompok %

1 Terbaik 1 12,5 7 87,5 2 Baik 5 62,5 1 12,5 3 Cukup Baik 2 25,0 0 0 4 Kurang Baik 0 0 0 0

Jumlah 8 100 8 100

Gambar 5. Histogram penghargaan nilai kelompok pada siklus I dan siklus II.

Berdasarkan tabel 13 dan gambar histogram penghargaan nilai kelompok di atas menunjukkan bahwa kelompok dengan kategori terbaik pada siklus I sebanyak 12, 5 % pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 87, 5 %, kategori baik pada siklus I sebanyak 62, 5 % pada siklus II

0

20

40

60

80

100

Terbaik Baik Cukup Baik Kurang Baik

SIKLUS I

SIKLUS II

Page 104: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Taofikoh

130 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

menjadi12, 5 %, kategori cukup baik pada siklus I sebanyak 25 % pada siklus II menjadi tidak ada dan kategori kurang pada siklus II juga tidak ada. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan metode STAD (Student Teams Achievement Division) dapat ditingkatkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Dapat meningkatkan aktivitas

Peningkatan aktivitas belajar peserta didik yaitu dari sebelum tindakan dengan skor sebesar 81 (59 %) dengan kriteria cukup, pada Siklus I menjadi skor sebesar 91 (67,4 %) dengan kriteria baik dan pada Siklus II meningkat menjadi skor sebesar 101 ( 74,6 % ) dengan kriteria baik, karena terjadi peningkatan maka hipotesis tercapai. 2. Dapat meningkatkan hasil belajar

Peningkatan nilai individu : (1)Kategori sangat baik sebelum menerapkan metode STAD sebesar 0 % setelah siklus I menjadi 5,9 % dan setelah siklus II 5,9 %. (2) Kategori baik sebelum menerapkan metode STAD 0 %, setelah siklus I menjadi 32,3 % dan pada siklus II menjadi 23%. (3) Kategori cukup baik sebelum menerapkan metode STAD dari 14,7 %, setelah siklus I menjadi 29,4 %, dan setelah siklus II menjadi 50 %, sedangkan anak yang nilainya dalam (4) Katagori kurang baik sebelum menerapkan metode STAD jumlahnya sebesar 85, 3% setelah siklus I menjadi 32,3% dan setelah siklus II 20,6%. Dilihat dari uraian di atas tampak ada peningkatan jumlah siswa yang masuk dalam katagori Sangat Baik, Baik dan Cukup Baik sedang siswa yang masuk katagori Kurang Baik jumlahnya menjadi berkurang dengan pengurangan yang sangat besar yang berarti secara garis besar terjadi peningkatan nilai hasil belajar individu, karena terjadi peningkatan maka hipotesis tercapai.

Saran Ada beberapa saran yang perlu disampaikan sehubungan dengan

penelitian ini, yaitu: 1. Guru hendaknya melaksanakan proses pembelajaran di kelas dengan

memperhatikan tingkat kesulitan kompetensi pelajarannya. Pemilihan pendekatan, metode dan media pembelajaran yang tepat dapat membangkitkan aktivitas siswa, yang pada akhirnya dapat mewujudkan tujuan pembelajaran yang diharapkan.

2. Bagi siswa, yang perlu diperhatikan bahwa belajar kelompok lebih baik dari pada belajar sendiri, karena dalam belajar kelompok dituntut

Page 105: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

PTK: Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gerak Lurus Melalui Metode

Cooperative Learning Tipe STAD

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 131 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

kerjasama dan tanggung jawab mencapai hasil maksimal. 3. Bagi Kepala Madrasah hendaknya selalu memberi motivasi kepada

para guru untuk melakukan inovasi pembelajaran. Dukungan berupa fasilitas dan kebutuhan yang diperlukan guru dalam melaksanakan inovasi pembelajaran tentu akan memperlancar proses. Sedangkan dukungan berupa peningkatan kemampuan dan mengembangkan profesinya sangat diperlukan dengan memberi kesempatan yang luas untuk mengikuti pelatihan (Diklat), baik di forum MGMP maupun ditingkat yang lebih tinggi.

Guru membimbing kerja Guru membimbing kerja kelompok Siklus I kelompok Siklus II

Daftar Pustaka

Ali, Muhammad, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung: Angkasa, 1995.

______________, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008

Arikunto, Suharsimi, dkk, Dasar-Dasar Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2002.

_________________, Managemen Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Hamalik, Oemar, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Hartono, PAIKEM Pembelajaran Aktif Inofatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan, Pekanbaru: Zanata, 2008.

Hizam, Zain, Pembelajaran Aktif, Jakarta: CTSD, 2011.

Nashar, Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delia Press, 2004

Page 106: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Taofikoh

132 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Purwanto, Ngalim M, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.

__________________, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.

Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

Suprijono, Agus, Cooperatif Learning, Jakarta: Kalamulia Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.

Supriyono, Koes, Strategi Pembelajaran Fisika, Malang: Universitas Negeri Malang (UNM Malang), 2003.

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010.

______, Model Pembelajaran Terpadu, Konsep Strategi, dan Implementasi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Page 107: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –
Page 108: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Achmad Kurniawan Pasmadi

132 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

KONSEP REZEKI DALAM AL-QURAN

Achmad Kurniawan Pasmadi STIT Muh. Kendal [email protected]

Abstrak: Rezeki memiliki korelasi dengan kehidupan manusi. Hakikat rezeki sering disahpahami berupa harta semata. Sebagian orang memandang ketika seseorang kaya berarti dimuliakan Allah, sebaliknya jika mendapati miskin orang tersebut dinilai hina di mata Allah. Seiring dengan lajunya industrialisasi di era post modern ini, pandangan manusia terhadap materi sejalan dengan keinginan manusia untuk memenuhi hasrat-hasrat hedonisme-nya. Oleh karena itu, tuntutan terhadap mencari rezeki tidak mengindahkan halal dan haram, dengan persepsi rezeki adalah segala-galanya. Banyak jalan menuju Roma, Tidak ada Rotan akarpun jadi, demikian konsep mencari rezeki. Lantas bagaimana konsep rezeki dalam Islam. Tulisan ini akan membedah tuntas konsep rezeki dalam al-Quran.

Kata kunci : Rezeki, al-Quran, hamba-hamba.

Pendahuluan Al-Quran merupakan kitab suci bagi umat Islam. Ia berperan

sebagai pedoman bagi kehidupan setiap muslim. Dengan mengikuti petunjuk al-Quran setiap muslim akan memperoleh kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat. Maka, berpaling darinya akan menjadikan kehidupan seseorang jauh dari petunjuk, dan berada dalam kerugian. al-Quran sebagai sumber petunjuk bagi umat manusia mencakup beberapa garis besar di antaranya tentang permasalahan keyakinan atau tauhid, kemudian syariah yang mencakup hubungan vertikal kepada Allah, juga hubungan horisontal atau muamalah kepada manusia, permasalahan kisah-kisah dalam al-Quran, dan pembicaraan eskatolagi atau berita-berita ghaib berkenaan permasalahan akhirat. Demikian cakupan isi al-

Penulis adalah Dosen Tetap dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian

Masyarakat STIT Muhammadiyah Kendal, Sekretaris Majelis Tarjih Muhammadiyah Kabupaten Kendal, dan Ketua Ta`mir Masjid Muhammadiyah Desa Kumpulrejo Patebon Kendal.

Page 109: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Konsep Rezeki dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 133 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Quran sebagai sumber hukum Islam dan fondasi moral bagi seluruh umat manusia di muka bumi.

Permasalahan muamalah yang terjadi antara seorang manusia dengan yang lain merupakan masalah yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia. Baik muamalah terkait akhlak kepada setiap manusia, maupun muamalah yang terkait dengan hubungan transaksi untung dan rugi seperti adanya transaksi jual-beli, sewa-menyewa dan utang piutang. Maka salah satu hal yang harus dipahami dengan baik oleh manusia adalah hukum yang meliputinya, baik hukum halal, haram, mubah dan makruh dalam transaksi tersebut. Dan manusia dalam melakukan transaksi tidak terlepas dari faktor pemahamannya terhadap masalah dasar terkait dengan hakikat rezeki.

Pemahaman terhadap konsep rezeki merupakan permasalahan yang penting untuk dibicarakan secara panjang lebar. Pemahaman yang benar akan rezeki akan memberikan dampak yang baik kepada pribadi maupun kepada masyarakat, dampak baik tersebut dapat terwujud berupa beberapa wujud perilaku diantaranya perilaku jujur dalam transaksi, perilaku mencari berkah dari transaksi tersebut, dan perilaku bahwa mencari rezeki merupakan bagian dari beribadah kepada Allah. Adapun pemahaman yang salah tentang rezeki akan berakibat buruk baik bagi pribadi maupun kepada masyarakat. Dampak buruk tersebut dapat berupa : pertama pemahaman yang sempit tentang rezeki dan cakaupannya, kedua seseorang yang tidak memahami rezeki sebagaimana tuntunan al-Quran akan terjerumus kepada jurang materealisme atau segala sesuatu diukur hanya yang nampak pada kasat mata. Oleh karena itu makalah berikut ini akan membahas pemahaman rezeki menurut perspektif al-Quran, baik dari definisi, pembagian rezeki, sifat-sifat rezeki dalam al-Quran, bahwa rezeki dan nyawa ditangan Allah, pintu-pintu rezeki, perbedaan rezeki antara seseorang dengan yang lain, rezeki di dunia terbatas dengan sebab-sebabnya dan berbeda dengan rezeki akhirat, tawakal dalam mencari rezeki.

Definisi Rezeki

Memahami hakikat rezeki, sangat penting melihat konsep rezeki dari beberapa tinjauan, baik rezeki secara bahasa maupun istilah. Setelah melakukan pengkajian yang panjang tentang maknanya secara bahasa ternyata istilah rezeki memiliki bayak makna, sebagai berikut: 1. Berkata Ibnu Mandzur kata rizqu-al-razzaq-al-razzaaq- bagian dari sifat

Allah. Dikarenakan Allah memberikan rezeki kepada semua makhluk-Nya. Allah yang menciptakan rezeki, memberikan kepada makhluk-

Page 110: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Achmad Kurniawan Pasmadi

134 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

makhluk-Nya rezeki-rezeki-Nya dan menyampaikannya. Sedangkan rezeki terbagi menjadi 2 macam, yang pertama rezeki untuk badan atau fisik seperti bahan makanan, dan yang kedua rezeki batin bagi hati dan jiwa seperti pengetahuan dan berbagaimacam ilmu. Dan Allah

berfirman dalam surat Hud, ayat 6 : ( ).1

2. Berkata Raghib: kadang-kadang kata rizki diungkapkan sesuatu yang bermakna pemberian, baik perkara keduniawiaan maupun perkara akhirat. Dan kadang-kadang kata rezeki juga digunakan untuk makna bagian. Dan ungkapan bagi apa yang masuk ke dalam tenggorokan dan dimakan oleh makhluk. Oleh karena itu sering dikatakan: penguasa memberikan rezeki tentaranya, atau akan diberikan rezeki berupa ilmu.2

3. Kata rizki dalam Mu’jam al-Wasith jika berharakat fathah maka ia merupakan masdar, dan jika berharakat kasrah ia sebagai nama bagi sesuatu yang direzekikan. Rizki juga bermakna sesuatu yang bermanfaat bagi seseorang. Masing-masing dari kedua pola kata tersebut dapat memiliki makna yang lain, seperti ungkapan apa yang bermanfaat dari apa yang dimakan, atau dipakai seperti pakaian. dan apa yang masuk ditenggorokan dan dimakan. Allah berfirman dalam

surat al-Kahfi ayat ke 19 ( ), dan hujan dikarenakan hujan sebagai sebab rezeki, dan begitu pula pemberian yang berlangsung.3

4. Menurut Ibnu Faris al-Razi, kata rezeki bermakna pemberian, oleh

karena itu ada suatu ungkapan mengatakan ( ) yang artinya Allah memberinya rezeki.4

Berdasarkan beberapa pandangan mengenai rezeki dari segi bahasa di atas, dapat disimpulkan bahwa makna rezeki secara bahasa meliputi dua makna, makna pertama ialah pemberian, sedangkan makna kedua rezeki disebut sebagai apa-apa yang dimanfaatkan manusia, baik apa yang ia makan dan yang ia pakai dari pakaian.

Adapun makna rezeki secara istilah adalah ungkapan bagi setiap apa-apa yang Allah sampaikan kepada para hewan, maka mereka memakannya. Maka rezeki tersebut mencakup rezeki yang halal dan rezeki yang haram, dan jika dihubungkan kepada hewan maka ia dapat

1 Ibnu Mandhur al-Anshori, Lisanul Arab, juz : 10, (Mesir: Bairut, 1414 H), hlm. 115. 2 Al-Ashfahani, Mufrodat fii Ghoribil al-Quran, juz: 1, (Dimasyiq: Dar al-Qolam- al

daar asy Syamiyah, 1412 H) 3 Majma’ al-Lughah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Washit, (Kairo: Dar ad-Dakwah) hlm.

351 4 Ahmad ibnu Faris, Maqaayisil Lughah, juz :2, ( Daarul al-Fikr, 1979) hlm. 388.

Page 111: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Konsep Rezeki dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 135 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

berbentuk makanan atau minuman bagi hewan tersebut. Adapun dalam pandangan Muktazilah rezeki adalah ungkapan dari sesuatu yang dimiliki seseorang dan orang tersebut memakannya. Berdasarkan konsep tersebut, menurut pandangan Muktazilah rezeki hanyalah rezeki halal saja, dan tidak ada rezeki yang haram.

Gugusan pembahasan rezeki di atas jika diperhatikan hubungan antara makna rezeki secara bahasa dan istilah, dikandung maksud bahwa rezeki secara bahasa adalah pemberian, sedangkan secara istilah adalah sesuatu yang disampaikan, atau sesuatu yang disampaikan Allah kepada makhluk-Nya dan yang bermanfaat baginya. Penggunaan Lafadz Rezeki dalam al-Quran

Al-Quran menyebutkan 123 lafadz rezeki di dalam al-Quran, 61 disebutkan dalam bentuk kata kerja, dan lafadz rezeki disebutkan dalam bentuk isi sebanyak 62.5 Adapun contoh penyebutannya dalam bentuk

kata kerja, firman Allah dalam surat al-Maidah 88, Allah berfirman: (

) dan adapun dalam bentuk isim adalah firman Allah

dalam surat al-Baqorah ayat 60, Allah berfirman : { }. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa lafadz rezeki memiliki berbagai macam makna. Adapun rinciannya sebagai berikut:

1. Lafadz rezeki bermakna pemberian, sebagaimana terdapat dalam

surat al-Baqaroh ayat ke 3, Allah berfirman: { } yang artinya dan dari apa-apa yang kami rezekikan/berikan kepada mereka mereka menafkahkan.

2. Lafadz rezeki bermakna makanan, sebagaimana terdapat dalam satu surat yaitu surat al-Baqarah ayat 25 yang terdiri dari dua potong ayat

sebagai berikut, pertama: { } yang maknanya

mereka diberi makan dengannya, sedangkan kedua: {

} yang maknanya kami diberimakan.

3. Lafadz rezeki bermakna hujan, sebagaimana terdapat dalam dua surat pertama surat ad dzariat ayat 22, kedua surat al-Jatsiyah ayat lima. Dalam al-Quran surat al-dzariat ayat 22, Allah berfirman: {

} makna rezeki di atas adalah hujan. Ibnu Asur berkata: kata rezeki di atas adalah hujan, dalam pola kalimat ia berkedudukan sebagai majaz mursal, yang maksudnya bahwa hujan adalah sebagai sebab rezeki bagi hamba Allah dengan berbagai

macamnya. sedangkan surat al-jatsiah ayat 5, Allah berfirman: {

} berkata at-Thobari: ia adalah hujan yang

5 Diakses di http://articles.islamweb.net/ pada 28-07-2016 pada jam 15.30.

Page 112: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Achmad Kurniawan Pasmadi

136 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

dengannya bumi mengeluarkan rezeki-rezeki hamba dan makanan-makanan mereka.

4. Lafadz rezeki bermakna nafkah, sebagaimana terdapat dalam surat al-

Baqarah ayat 233, Allah berfirman: { } yang artinya: Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian, yang maksudnya bahwa nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah. Hal tersebut sebagaimana terdapat dalam surat an-Nisa ayat 5, Allah

berfirman: { } Ibnu Abbas mengstsksn ksts rezeki pada ayat tersebut bermakna perintah ayah untuk memberikan nafkah kepada anaknya.

5. Lafadz rezeki bermakna pahala, sebagaimana terdapat dalam surat al-

Ali Imronh ayat 169, Allah berfirman: { } yang artinya: Bahkan mereka itu hidupdisisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Maknanya mereka diberi pahala aatas apa yang telah mereka kerjakan dan atas apa yang mereka korbankan.

6. Lafadz rezeki bermakna surga, sebagaimana terdapat dalam surat

tohaa ayat 131, Allah berfirman: { } yang artinya : Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. Imam al-Baghowi mengatakan maksudnya dalah surga. Sebagaimana juga firman Allah terkait isteri-isteri nabi dalam surat al-Ahzab ayat ke 31,

Allah berfirman: { } yang artinya dan Kami sediakan baginya rezki yang mulia. Dan maksud dari rezeki yang mulia adalah surga.

7. Lafadz rezeki bermakna syukur, sebagaimana terdapat dalam surat al-

Waqiah ayat 82, Allah berfirman: { } yang artinya : kamu mengganti rezki (yang Allah berikan) dengan mendustakan Allah. Imam at-Thobari mengatakan: kalian jadikan syukur nikmat kepada Allah dengan kedustaan.

8. Lafadz rezeki bermakna buah-buahan, sebagaimana terdapat dalam

surat ali-Imron ayat 37, Allah berfirman: { } yang artinya: kebanyakan ahli tafsir dari kalangan sahabat dan tabi’in memaknai kata rezeki di atas sebagai buah-buahan, mereka berkata: zakaria mendapati di sisi maryam buah-buahan musim panas di musim dingin dan buah-buahan musim dingin di musim panas.

Pembagian Rezeki dan Sifat-sifat Rezeki dalam al-Quran Pembagian Rezeki

Membagi rezeki kedalam beberapa bagian merupakan hasil dari pemahaman terhadap dalil-dalil yang bertemakan rezeki. Dari

Page 113: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Konsep Rezeki dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 137 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

pemahaman dalil-dalil tersebut dapat dipahami bahwa rezeki terbagi menjadi dua macam. Adapun perinciannya sebagai berikut: 1. Rezeki umum

Rezeki umum adalah rezeki yang diberikan mencakup orang yang taat, orang yang fajir (banyak berbuat dosa), orang beriman dan orang kafir, orang yang dewasa maupun anak-anak, berakal maupun tidak berakal, dan mencakup seluruh yang ada di dunia ini, seperti : ikan yang ada di laut, binatang buas di dalam kandang, maupun janin-janin yang berada di perut ibu, maupun semut yang berada di dalam tanah. Hal tersebut berdasarkan pemahaman dari ayat dalam surat al-Hud ayat ke 6, yang menjelaskan bahwa tidaklah dari binatang melata kecuali ada bagian rezekinya, baik makanannya dan apa yang menjadi penghidupannya. Allah berfirman dalam surat al-Hud ayat 6, sebagai berikut:

. “dan tidaklah binatang di muka bumi kecuali atas Allah rezekinya, dan ia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya, semuanya dalam kitab yang nyata”. Dari ayat di atas dapat dipahmi bahwa Allah akan menjamin dan

menanggung rezeki makhluk-makhluk-Nya sebagai karunia dan pemuliaan terhadap makhluk-makhluk-Nya.

Adapun jenis dari rezeki ini dapat menjadi rezeki yang halal dan kadang dapat menjadi rezeki yang haram, dan penetapan status atas halal dan haram suatu rezeki dikembalikan kepada penilaian syariat terhadapnya, maka jika suatu rezeki dibolehkan untuk dikonsumsi, dan dibenarkan cara perolehannya maka ia termasuk jenis rezeki yang mubah atau boleh untuk dipergunakan. Adapun sebaliknya jika rezeki tersebut tidak diperkenankan memakannya dan tidak dibenarkan cara perolehannya maka termasuk rizki yang diharamkan.

2. Rezeki khusus

Adapun maksud dari rezeki yang khusus adalah rezeki yang bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya. Dan juga berlanjut manfaatnya di dunia dan akhirat, maka ia mencakup rezeki hati atau jiwa manusia, seperti ilmu yang bermanfaat, hidayah dan petunjuk, taufik kepada perilaku yang baik, dan berperilaku baik, dan menjauhi dari perilaku buruk, dan semua tadi adalah rezeki yang sebenarnya yang bermanfaat

Page 114: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Achmad Kurniawan Pasmadi

138 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

bagi manusia bagi dunia dan akhiratnya. Hal tersebut sebagaimana difirmankan Allah dalam surat at-Thalaq ayat ke 11, sebagai berikut:

“Siapa yang beriman kepada Allah dan dan mengerjakan amal kebajikan, Allah akan memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, sungguh Allah telah memberikan rezeki yang baik baginya”.6

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rezeki khusus adalah rezeki yang khusus bagi kaum muslimin karena mencakup hal-hal yang bermanfaat baik di dunia hingga akhirat. Rezeki tersebut mencakup rezeki yang pertama yaitu rezeki bagi badan dengan hal-hal yang dihalalkan bagi syariat.

Sifat-sifat Rezeki dalam al-Quran

Manusia sering berpendapat bahwa rezki itu hanya berupa perolehan yang diperoleh seseorang hasil kerjanya berupa harta benda. Pandangan demikian merupakan pemahaman yang keliru, hal tersebut dikatakan keliru karena makna dari kosa kata rezeki memiliki makna yang luas meliputi makna secara indrawi berupa hal-hal yang menjadi penunjang kehidupan berupa makanan dan minuman dan lain sebagainya. Dan demikian pula rezeki memiliki makna yang meliputi makna secara immateri atau maknawi seperti ilmu pengetahuan, dan ilmu-ilmu duniawi maupun ukhrawi.

Adapun sifat-sifat rezeki di dalam al-Quran sangat banyak, dan akan disebutkan sebagiannya, diantara rezeki-rezeki tersebut adalah: 1. Rezeki yang Halal dan Baik

Adapun yang disebut dengan rezeki yang halal adalah: apa-apa yang tidak disebutkan pengharamannya dalam al-Quran dan sunnah, dan tidak ada sedikitpun syubhat terkecil bahwa hal tersebut haram. islam memberikan taklif atau beban kepada umatnya agar mencari rezeki yang halal, hal tersebut berdasarkan firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 88:

6 Diakses di http://www.dorar.net/enc/aqadia/566, pada hari kamis, 28 Juli 2016,

jam 15.49.

Page 115: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Konsep Rezeki dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 139 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

“Dan makanlah dari apa-apa yang Allah rezekikan kepada kalian yang halal lagi baik”.

Sedangkan kata baik dalam halal lagi baik memiliki artinya setiap apa-apa yang merupakan rezeki bagi setiap muslim dan ia baik di sisih Allah. Berkata hasan al-Basri dalam mensikapi ayat ini: yang halal lagi baik adalah apa-apa tidak dimintaai pertanggung jawaban di akhirat, sedangkan semestinya ia pada umumnya dimintaai pertanggung jawaban, dan setiap yang baik itu pasti halal sedangkan tidak setiap yang halal itu baik. 2. Rezeki yang Hasan

Adapun rezeki yang hasan di dalam al-Quran diungkapkan untuk bayak makna, salah satu penggunaannya untuk menjelaskan kenabian dan hikmah, sebagaimana kisah Nabi Syuaib ketika mendebat kaumnya dalam surat Hud ayat ke 88, Allah berfirman: “Syuaib berkata wahai kaumku, bagaimana pikiranmu jika kau mempunyai bukti yang nyata dari tuhanku dan dianugrahinya aku dari pada-Nya rezeki yang baik”. Adapun maksud dari rezeki hasan pada ayat tersebut bermakna kenabian dan hikmah.

Adapun penggunaan makna rezeki yang hasan dalam ayat yang lain bermakna setiap apa-apa yang mengambil manfaat darinya manusia, baik dari buah-buahan seperti kurma dan anggur, hal tersebut sebagaiman firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 67, Allah SWT. berfirman: dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki hasan/baik. Dari ayat di atas kata memabukkan tidak dikatagorikan sebagai rezeki yang hasan dan walaupun ia berasal dari buah kurma dan angggur.

Dan juga kata rezeki yang hasan dipergunakan untuk makna kenikmatan syurga, hal tersebut sebagaimana difirmankan Allah dalam surat al-Hajj ayat ke 58, Allah berfirman: dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah sebaik-baik pemberi rezeki. Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa kaum muhajirin berhak memperoleh syurga karena mereka hijrah dan berperang di jalan Allah. 3. Rezeki yang Karim atau Mulia

Rezeki hasan adalah semulia-mulia yang diperoleh hamba di kehidupan dunia, dan sedangkan rezeki yang mulia adalah setinggi-tinggi yang diperoleh hamba berupa rezeki ukhrowi. Hal tersebut berdasarkan firman Allah SWT. dalam surat al-Anfal ayat ke 4, Allah SWT. berfirman

Page 116: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Achmad Kurniawan Pasmadi

140 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

yang artinya: itulah orang-orang yang beriman yang sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki yang mulia. Adapun berdasarkan ayat di atas bahwa rezeki yang mulia adalah apa-apa yang allah siapkan bagi orang-orang yang beriman dari tambahan makanan, minuman dan hidup yang tenang dan itulah rezeki yang langgeng disertai pemuliaan dan pengagunagan. Dan pemahaman rezeki mulia tersebut di atas tidak meniadakan pemahaman bahwa di dunia terdapat rezeki yang mulia, dan hal tersebut dapat berwujud: rasa aman dari rasa takut, luasnya rezeki, dan badan yang sehat. 4. Rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka

Allah menyebut dalam al-Quran rezeki yang tidak disangka-sangka dengan sebutan al-Rizqu Bighoiri Hisab. Adapun penyebutan rezeki yang tidak disangka-sangka di dalam al-Quran di tujukan kepada orang-orang beriman dalam dua tema, adapun tema-tema tersebut sebagai berikut: a. Tema pertama berlaku di akhirat, dan ini berdasarkan kepada firman

Allah surat al-Baqaroh ayat 212, Allah berfirman: “Dan Allah memberikan rezeki kepada siapa yang ia kehendaki dengan tanpa hisab/batasan”. Fahrur Razi menjelaskan dengan dua penjelasan. Pertama, bahwa Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki, mereka adalah orang-orang yang beriman dengan tanpa hisab, maksudnya rezeki yang luas menyenangkan yang tidak fana dan terputus. Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ghofir ayat ke 40, Allah SWT. berfirman: ”Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab”. Sedangkan poin kedua penjelasannya bahwa manfaat yang sampai kepada mereka di akhirat sebagiannya adalah merupakan balasan yang merupakan pahala, dan sebagiannya adalah karunia, sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 173, Allah berfirman: Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Sedangkan karunia Allah yang dimaksud adalah tanpa hisab. Dan hal hal tersebut sebagaimana dijelaskan pada surat an-Nur ayat 38, Allah berfirman:” (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada

Page 117: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Konsep Rezeki dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 141 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. “

b. Tema kedua berlaku ketika di dunia, dan hal tersebut sebagai bentu kebaikan dan pemulian, sebagaima firman Allah dalam surat al baqorah ayat 212 dan surat ali Imron ayat 27. Adapun firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 212 sebagai berikut, Allah berfirman: : “Dan Allah memberikan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dengan tanpa hisab/batasan”. Dan perkataan Allah dalam surat ali Imron ayat 27, Allah berfirman: Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)." Dalam tafsir al Kabir: sesunggunya Allah memberikan apa yang dikehendaki tanpa hisab dan memberikan rezeki siapa yang dikehendaki sebagai bentuk karunia. Hal tersebut sebagaimana kisah Imron dan Maryam ayat ke 37, Allah berfirman: Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. Sedangkan rezki tersebut berupa buah-buahan musim dingin pada musim panans, dan buah-buahan musim panas pada musim dingin.7

Rezeki Makhluk Ditangan Allah Pemahaman tentang rezeki merupakan bagian yang penting bagi

akidah seoarang muslim. Pemahaman tentang rezeki yang benar memiliki peranan penting dalam membentuk tingkah laku dan dan pandangan kedepan dalam hal kemantapan jiwa dan ketentraman bahwa rezeki berada dalam kekuasaan Allah.

Adapun ayat-ayat al-Quran banyak yang menjelaskan bahwa rezeki makhluk-makhluk Allah semua berada ditangan Allah, dan Allah yang menjamin dan memberikan rezeki tersebut kepada hamba-hamba-Nya, dan di antara ayat-ayat tersebut banyak namun penulis hanya menyebutkan penjelasannya hanya pada tiga ayat, adapun ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah menjamin rezeki adalah ayat pada (Surat Yunus ayat 31, Surat an-Naml ayat 64, Surat Saba’ ayat 24, Surat al-Mulk ayat 21, Surat al-Mulk ayat 21, Surat Yunus ayat 31, Surat Adzariat ayat 58,) penjelasannya sebagai berikut: 1. Surat yunus ayat 31, Allah berfirman:

7 Penjelasan materi konsep rezeki menuurt al-Quran ini dapat diakses pada

http://www.maghress.com/attajdid/1149.

Page 118: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Achmad Kurniawan Pasmadi

142 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidupdan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah." Maka katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?"

Para ahli Tafsir menjelaskan bahwa ayat tersebut merupakan perintah Allah untuk berdialok dengan orang musyrik Arab tentang siapakah pemberi rezeki dari langit dan bumi, dan ternyata orang-orang musyrik mengakui bahwa Allah yang memberi rezeki dari langit dan bumi.8

2. Surat an-Naml ayat 64, Allah berfirman:

“Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar."

Sebagian penafsir menjelaskan bahwa secara logika ayat ini menghubungkan awal penciptaan dengan memberi rezeki, dan hal itu berkonsekuen bahwa yang memberi rezeki tersebut adalah Allah. Sebaliknya jika kata rezeki tersebut dihubungkan dengan hari berbangkit, maka akan menimbulkan pemahaman bahwa yang memberi rezeki di dunia adalah tuhan-tuhan mereka selain Allah, dan pemberi rezeki di akhirat adalah Allah. 3. Surat ad-Dzariat ayat 58, Allah berfirman:

8 . Mujiruddin bin Muhammad al-Alimi, Fathul Rahman Fii Tafsiril Quran, jus:3

(Daarun Nawadhir, 2009) hal.281.

Page 119: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Konsep Rezeki dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 143 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh”.

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah yang memberikan rezeki kepada makhluknya dan menjamin rezeki tersebut, dan juga menjelaskan bahwa Allah memiliki kekuatan yang sangat kokoh. Dua sifat tersebut memberikan pemahaman bahwa, pertama Allah Maha Pemberi Rezeki yang tidak membutuhkan rezeki kepada selainnya, dan jika ada seseorang yang membutuhkan rezeki kepada selainnya berarti ia adalah lemah, dan membutuhkan kepada selainnya. Kedua, bahwa Allah memiliki kekuatan yang sangant kokoh, ayat menunjukkan bahwa Allah dzat yang tidak membutuhkan kepada pekerjaan, dan siapa yang membutuhkan pekerjaan dari selainnya menunjukkan bahwa ia adalah lemah dan tidak memiliki kekuatan.9

Pintu-pintu Rezeki: Ketaatan akan Menambah Rezeki dan Kemaksiatan akan Merusaknya

Allah memberikan informasi kepada hamba-hamba-Nya dalam kitab suci al-Quran bahwa ketaatan kepada-Nya menjadi sebab mendatangkan, memperluas dan menambah rezeki. Hal tersebut ditunjukkan dalam beberapa ayat, di antara ayat-ayat tersebut dan penjelasannya sebagai berikut:

Pertama, Q.S al-Thalaaq ayat ke 2 dan ke tiga: “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar {2}, sedangkan pada ayat ke 3, Allah berfirman: “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya”. {3}. Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa barangsiapa yang bertakwa kepada Allah dalam perintah-Nya dan bertakwa dalam larangan-larangan-Nya, maka Allah akan memberikan rezeki kepadanya dari arah yang tidak duga-duga.

Kedua, Q.S al-A’raf ayat 96: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa salah satu dari sunatullah yang berlaku bagi makhluk-Nya adalah jika suatu penduduk negeri beriman dan bertakwa dengan seluruh konsekwensinya niscaya Allah akan

9 Jamaah min Ulamaaut Tafsir, al-Mukhtashor fii Tafsiiril al-Quran, juz : 1, (Markas

Tafsir Liddiraasah al-Islamiyah, 1436 H), hlm. 523.

Page 120: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Achmad Kurniawan Pasmadi

144 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

membuka barokah-Nya tanpa batas dari berbagai arah, di antaranya dari atas mereka dan dari bawah kaki-kaki mereka.

Dari kedua ayat di atas dapat disimpulkan bahwa keimanan dan ketakwaan kepada Allah merupakan salah satu sebab bertambahnya rezeki pada seorang hamba. Namun dalam pemahaman yang benar bahwa tidak dibenarkan seseorang meninggalkan ikhtiyar mencari rezeki dengan alasan bertawakal dengan jaminan Allah. Nabi menjelaskan dalam suatu hadits: “Jikalau kalian bertawakal dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberikan rezeki sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada seekor burung, pergi di pagi hari dengan lapar dan kembali ke sangkar pada sore hari dengan perut yang kenyang”.10

Adapun kemaksiatan akan berpengaruh kepada rezeki seseorang. Di antara akibat dari perbuatan maksiat yang dilakukan seseorang adalah bahwa Allah akan menghilangkan berbagai keberkahan pada seseorang, di antaranya: berkah umur, ilmu, amal, berkah ketaatan kepada Allah, maka dapat dikatakan bahwa seseorang kehilangan berkah baik berkah agama dan dunianya. Dan tidaklah hilang keberkahan pada seseorang kecuali karena perbuatan maksiat seseorang. Hal ini sesuai dengan pemahaman dari mafhum mukholafah/pemahaman terbalik dari ayat surat al-A’rof 96, Allah berfirman: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Pendapat ini didukung dengan sabda nabi: Sesunggunya seorang hamba sungguh dihalangi dari rezeki karena perbuatan dosanya. Maka dapat disimpulkan bahwa bukanlah lapangnya rezeki dan banyaknya karena banyaknya secara fisik, demikian juga tidaklah umur yang panjang dikarenakan banyaknya jumlah bulan dan tahun yang dilewati hamba, namun dikatakan demikian jika padanya terdapat berkah.

Perbedaan Kuantitas Rezeki di antara Manusia Al-Quran dalam banyak ayatnya memberikan gambaran kepada

umatnya bahwa rezeki antara seseorang dengan yang lainnya berbeda-beda, hal ini ditunjukkan dalam beberapa ayat dalam al-quran. Diantara beberapa ayat tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, Q.S an-Nahl ayat 71, Allah berfirman: ”Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan

10 Ibnu Hajar al-Atsqolani, Fathul Baari Syarah Imam Bukhori, juz: 11, (Bairut: Daarul

Marifah, 1379), hlm. 306.

Page 121: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Konsep Rezeki dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 145 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah”.

Adapun inti dari ayat di atas bahwa Allah melebihkan rezeki seseorang dari yang lain, maka didapati ada orang yang kaya dan adapula orang yang miskin, ada tua dan adapula budak.

Kedua, Q.S al-Fajr ayat 15 dan 16, Allah berfirman: “Adapun ayat ke 15. Allah berfirman: “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku." Adapun ayat ke 16 Allah berfirman: Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku". Mujiruddin dalam fatkhurrahman menjelaskan kedua ayat tersebut bahwa : Rezeki yang berbeda-beda antara makhluk Allah adalah sebagai ujian, namun ada manusia ketika Allah mengujinya dengan menyempitkan rezekinya, maka ia berkata tuhanku menghinakanku. Adapun jika Allah mengujinya dengan melapangkan rezekinya. Maka ia berkata tuhanku telah menghinakannku. Maka Allah membantah hal anggapan bahwa kekayaan merupakan tanda dimuliakan dan kemiskinan merupakan tanda dihinakan merupakan anggapan yang keliru. Maka jika ada yang diuji dengan kekayaan maka hendaklah bersyukur dan taat kepada Allah. Adapun jika ia diuji dengan kemiskinan maka hendaklah bersyukur dan bersabar. Dan sebenarnya kemuliaan pada hamba dikarekan takwa dan kehinaannya disebabkan karena perbuatan dosa. Simpulan

Konsep rezeki merupakan hal yang amat erat dengan kehidupan manusia. Maka jika manusia memahami dengan benar maka ia akan menjalani hidupnya dengan ketaatan dan bahagia, adapun jika seseorang tidak memahami konsep rezeki dengan baik maka akan dikhawatirkan terjerumus kepada pemahaman yang salah, yang berakibat akan merugikan diri sebagai personal dan masyarakat secaara umu. Dari makalah yang disajikan tentang konsep rezeki dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Banyak dari masyarakat memahami rezeki dengan pemahaman yang

salah, baik pandangan bahwa rezeki dari definisi, hakikat dan pandanagan secara umum tentang rezeki.

2. Secara definisi kata-kata rezeki memiliki makna secara bahasa dan istilah yang saling berdekatan, secara bahasa makna rezeki adalah pemberian, dan atau sesuatu yang bermanfaat bagi makhluk-Nya.

Page 122: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Achmad Kurniawan Pasmadi

146 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Maka secara istilah rezeki itu sesuatu yang bermanfaat bagi manusia baik dalam urusan dunia dan urusan akhirat.

3. Sebagian manusia salah dalam memandang rezeki, mereka hanya menilai rezeki adalah harta saja. Padahal makna rezeki sangatlah luas, ada rezeki yang sifatnya materi yang dapat diindra seperti makanan, minuman, harta benda yang bermanfaat bagi seseorang. Disitu pula ada rezeki yang sifatnya maknawi, contoh seperti kesehatan, ilmu, pengetahuan, isteri yang shalihah, amal-amal shalih seseorang karena amal shalih tersebut akan membawa manfaat seseorang baik di dunia maupun di akhirat.

4. Rezeki setiap makhluk Allah berada ditangan Allah, dan Allah yang menjamin rezeki setiap makluk-Nya. Namun hal ini tidak menjadi alasan seseorang bermalas-malasan dan tidak menyongsong rezeki, karena rezeki hamba ketika di dunia dicari dengan sebab-sebab ataupun ikhtiar memperoleh rezeki.

5. Rezeki dapat bertambah dengan amal shalih, sedangkan sebaliknya rezeki akan hilang keberkahannya disebabkan oleh maksiat seorang manusia.

6. Dalam konsep al-Quran bahwa rezeki yang Allah berikan kepada makhluk-makhluk-Nya berbeda-beda, dan sesuai dengan hikmah-Nya, sebagian ada yang Allah kayakan dan sebagian yang lain Allah sempitkan rezekinya sebagai cobaan darinya, dan bukan karena pemuliaan terhadap seseorang ataupun kehinaan pada seseorang. Adapun kemulyaan dan kehinaan kembali kepada ketaatan dan maksiat hamba kepada Allah.

Daftar Pustaka

Ahmad ibnu Faris, Maqaayisil Lughah, Daarul al-Fikr, 1979.

Al-Ashfahani, Mufrodat fii Ghoribil al-Quran, Dimasyiq: Darul al-Qolam al-Daar asy-Syamiyah, 1412 H.

Ibnu Hajar al-Atsqolani, Fathul Baari Syarah Imam Bukhori, Bairut: Daarul Marifah, 1379.

Ibnu Mandhur al-Anshori, Lisanul Arab, Mesir: Bairut, 1414 H .

Jamaah min Ulamaaut Tafsir, al-Mukhtashor fii Tafsiiril al-Quran, Markas Tafsir Liddiraasah al-Islamiyah, 1436 H.

Page 123: KRITIK MURTADHA MUTHAHHARI ATAS KONSEP MORALITAS … · 2016. 10. 6. · Murtadha Muthahhari: Kritik atas Konsep Moralitas Barat JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39 Volume 8 Nomor 2 –

Konsep Rezeki dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 147 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016

Mujiruddin bin Muhammad al-Alimi, Fathul Rahman Fii Tafsiril Quran, Daarun Nawadhir, 2009.

http://www.maghress.com/attajdid/1149.

http://articles.islamweb.net/

http://www.dorar.net/enc/aqadia/566