Upload
harly-kabut
View
463
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KTI Hemiparese Post Stroke Non Hemoragik vfsafsagdsgdsgdsgdsgdsgdshdshdshdhdhdhdshdshdhdshdhdhdhdhdhdhdhd
Citation preview
KARYA TULIS ILMIAH
PENATALAKSANAAN STIMULASI ELEKTRIS DAN TERAPI LATIH AN PADA HEMIPARESE DEXTRA POST STROKE NON HEMORAGIK
Disusun Oleh :
Abdurrasyid
NIM 01. 06. 191
Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi
AKADEMI FISIOTERAPI “YAB”
YOGYAKARTA
2009
ii
LEMBAR PERSETUJUAAN
KARYA TULIS ILMIAH
PENATALAKSANAAN STIMULASI ELEKTRIS DAN TERAPI LATIH AN
PADA HEMIPARESE DEXTRA POST STROKE NON HEMORAGIK
Untuk dipertahankan di depan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Program Diploma III Fisioterapi Akademi Fisioterapi “YAB” Yogyakarta
Disusun oleh:
ABDURRASYID
NIM: 01.06.191
Pembimbing I Pembimbing II Hj. Siti Alimah, SSt. FT. MM Haryati Purwaningsih, SST.FT
AKADEMI FISIOTERAPI “YAB”
YOGYAKARTA
2009
iii
LEMBAR PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH
Dipertahankan di depan Penguji Karya Tulis Ilmiah Akademi Fisioterapi
“YAB” Yogyakarta dan diterima untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
persyaratan untuk menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi.
Pada hari : Senin
Tanggal : 3 Agustus 2009
Tim Penguji Proposal Karya Tulis Ilmiah
Nama Terang Tanda Tangan
Penguji I
: Nawangsasi Takarini, M. Physio
( )
Penguji II
: Hj. Siti Alimah, SSt. FT, MM
( )
Penguji III
: Haryati Purwaningsih, SSt. FT
( )
Disahkan oleh :
Direktur Akademi Fisioterapi
“ YAB” Yogyakarta
Sri Mardiman, MSc
iv
MMMM----oooo----tttt----tttt----oooo
““““Terima kasih ialah wujud tanda SyukurkuTerima kasih ialah wujud tanda SyukurkuTerima kasih ialah wujud tanda SyukurkuTerima kasih ialah wujud tanda Syukurku
Meneriakkan Hati dan Pikiran untuk sekarang dan Meneriakkan Hati dan Pikiran untuk sekarang dan Meneriakkan Hati dan Pikiran untuk sekarang dan Meneriakkan Hati dan Pikiran untuk sekarang dan
Hari esok tanpa Rasa Sesal untuk Terus Maju Hari esok tanpa Rasa Sesal untuk Terus Maju Hari esok tanpa Rasa Sesal untuk Terus Maju Hari esok tanpa Rasa Sesal untuk Terus Maju
berjuangberjuangberjuangberjuang
Jadikan Jadikan Jadikan Jadikan Kejujuran sebagai motivasi yang utama Kejujuran sebagai motivasi yang utama Kejujuran sebagai motivasi yang utama Kejujuran sebagai motivasi yang utama
dalam hidupmudalam hidupmudalam hidupmudalam hidupmu
Mengawali dengan Mengawali dengan Mengawali dengan Mengawali dengan berdoa, berdoa, berdoa, berdoa, dan usaha akandan usaha akandan usaha akandan usaha akan
mempermudah kesuksesanmempermudah kesuksesanmempermudah kesuksesanmempermudah kesuksesan
Buang Rasa malu, Takut dan Sedih untuk Hadapi Buang Rasa malu, Takut dan Sedih untuk Hadapi Buang Rasa malu, Takut dan Sedih untuk Hadapi Buang Rasa malu, Takut dan Sedih untuk Hadapi
Kenyataan dengan berdoa.Kenyataan dengan berdoa.Kenyataan dengan berdoa.Kenyataan dengan berdoa.
Teriakanmu ungkapkan isi dalam otak dan batinmuTeriakanmu ungkapkan isi dalam otak dan batinmuTeriakanmu ungkapkan isi dalam otak dan batinmuTeriakanmu ungkapkan isi dalam otak dan batinmu
Kunci Kesuksesan ada di tanganmu dan hatimuKunci Kesuksesan ada di tanganmu dan hatimuKunci Kesuksesan ada di tanganmu dan hatimuKunci Kesuksesan ada di tanganmu dan hatimu
““““sometimes life gets harder everydaysometimes life gets harder everydaysometimes life gets harder everydaysometimes life gets harder everyday
right now things will nevright now things will nevright now things will nevright now things will never be the sameer be the sameer be the sameer be the same
stand up! with everything you’ve gotstand up! with everything you’ve gotstand up! with everything you’ve gotstand up! with everything you’ve got
cus after all we’re the one who's winningcus after all we’re the one who's winningcus after all we’re the one who's winningcus after all we’re the one who's winning””””
v
HALAMAN PERSEMBAHANHALAMAN PERSEMBAHANHALAMAN PERSEMBAHANHALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segala perjuangan dan ketulusan hati,
saya persembahkan Karya Tulis Ilmiah ini kepada :
º Allah SWT
yang telah memberikan kekuatan, ketabahan, petunjuk
dan semangat untuk hadapi segala hal yang saya alami
selama ini.
º Bapak dan Ibu
Terima kasih atas semua yang telah diberikan kepada
rasyid, walau semua ini belum berakhir. berkat doa bapak
dan ibu, kasih sayang dan dukungannya, rasyid harus tetap
berjuang.
º naufal, nafila, Naba, alghi, Ula, Sekar dll, makasi atas
dukungan dan doanya
be success ya dek..!!!
º Seluruh Keluarga Besarku, terimakasih untuk doanya
º nannda ayu meilisa herawati,
makasih hunn untuk dukungan km selama ini
Keep fighting hhun,,,!!
vi
º Seluruh Dosen yang pernah memberikan ilmunya, serta
seluruh staff karyawan AKFIS “ YAB”
º Ibu Siti Alimah dan Ibu Haryati yang telah meluangkan
waktunya, untuk memberikan bimbingan kepada saya
dalam pembuatan KTI ini, terimakasih
º Untuk sahabat-sahabatku Bom-Bom, fendo, Dedi, AriF,
sulis, pakde, dll…..Teruskan Perjuanganmu jangan pernah
menyerah
º Untuk semua teman seperjuanganku, angkatan 2006,
thanks untuk semua !!
2006 Top Banget deh ah..
º almamaterku.
Thanks to:
ABDOMEN BAND (RASYID ARIF, YENI, YANTO,SULIS)
Bullet For My Valentine, Ax7, Pee Wee Gaskin, Koil,n All Scream
Teriakan kalian gemparkan emosi dengan lagumu
Inspirasikan jiwa dan pikiranku
Bangkitkan semangatku
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
“Penatalaksanaan Electrical Stimulation dan Terapi Latihan Pada Hemiparese
Dextra Post Stroke Non Haemoragic”. Dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini,
penulis banyak berterima kasih kepada :
1. Bapak Sri Mardiman MSc, selaku direktur Akademi Fisioterapi “YAB”
Yogyakarta.
2. Ibu Hj. Siti Alimah, SSt. FT, MM selaku pembimbing I.
3. Ibu Haryati, SSt. FT selaku pembimbing II.
4. Staff dan karyawan Akademi Fisioterapi “YAB” Yogyakarta
5. Bapak Gideon Setiawan, selaku pasien dalam Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata
penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat dalam
menambah pengetahuan pembaca.
Yogyakarta, 3 Agustus 2009
Penyusun
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hemisferium Serebri dari Sisi Kiri......................................................... 8
Gambar 2. Girus Pada Hemisferium Serebri dari Sisi Kiri ..................................... 9
Gambar 3. Girus Hemisferium Serebri dari Sisi Medial ......................................... 9
Gambar 4. Permukaan Lateral Serebrum ............................................................... 11
Gambar 5. Sensory Homonkulus Dan Motor Homonkulus .................................. 11
Gambar 6. Circulus Willisi ................................................................................... 15
Gambar 7. Stroke Akibat Thrombosis dan Emboli ................................................ 18
Gambar 8. Gerak Latihan Lengan dengan pola ekstensi-adduksi-endorotasi ke fleksi-abduksi-eksorotasi dan sebaliknya ......................................................... 42
Gambar 9. Gerak latihan lengan dengan pola ekstensi-abduksi-eksorotasi ke fleksi-adduksi-endorotasi dan sebaliknya ......................................................... 42
Gambar 10. Gerak latihan tungkai dengan pola ekstensi-adduksi-endorotasi ke fleksi-abduksi-eksorotasi ................................................................................... 43
Gambar 11. Gerak latihan tungkai dengan pola fleksi-adduksi-endorotasi dengan fleksi lutut .................................................................................................. 43
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Penilaian Kekuatan Otot Dengan MMT ......................................... 35
Tabel 2. Hasil Penilaian Spastisitas Dengan Skala Asworth ................................. 36
Tabel 3. Hasil Penilaian Aktifitas Fungsional Dengan Indeks Barthel .................. 37
Tabel 4. Evaluasi Kekuatan Otot Anggota Gerak Kanan Dengan MMT .............. 45
Tabel 5. Evaluasi Penilaian Aktifitas Fungsional Dengan Indeks Barthel ............ 46
Tabel 6. Evaluasi Penilaian Spastisitas dengan Skala Asworth ............................. 47
Tabel 7. Penilaian Kekuatan Otot Anggota Gerak Kanan Dengan MMT Pada T1 dan T6 ........................................................................................................ 48
Tabel 8. Penilaian Spastisitas dengan Skala Asworth Pada T1 dan T6 ................... 49
Tabel 9. Penilaian Aktifitas Fungsional Dengan Menggunakan Indeks Barthel Pada T1 dan T6 ........................................................................................................ 50
xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Hasil Penilaian Spastisitas ................................................................... 50
Grafik 2. Peningkatan Jumlah Nilai Aktifitas Fungsional Dengan Indeks Barthel .................................................................................................................. 51
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... iii
MOTTO ...................................................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xi
DAFTAR GRAFIK .................................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................ 3
C. TUJUAN PENULISAN .................................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5
A. Deskripsi Kasus .............................................................................................. 5
1. Definisi ........................................................................................................ 5
2. Anatomi Fungsional ........................................................................................... 6
3. Etiologi ..................................................................................................... 16
4. Patologi .................................................................................................... 17
ix
5. Tanda dan Gejala Klinik ........................................................................... 18
6. Komplikasi ................................................................................................ 19
B. Deskripsi Problematika Fisioterapi ............................................................... 21
C. Teknologi Intervensi Fisioterapi ................................................................... 22
1. Electrical Stimulation................................................................................ 22
2. Terapi Latihan ........................................................................................... 24
BAB III. PELAKSANAAN STUDI KASUS ........................................................... 28
A. Pengkajian Fisioterapi................................................................................... 28
B. Pelaksanaan Terapi ....................................................................................... 39
C. Evaluasi ......................................................................................................... 44
BAB IV. PEMBAHASAN HASIL ........................................................................... 48
BAB V. PENUTUP .................................................................................................... 52
A. Kesimpulan ................................................................................................... 52
B. Saran.............................................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA
PROTOKOL STATUS KLINIS
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fisioterapi merupakan salah satu tenaga kesehatan yang ikut berperan
dalam proses pembangunan di bidang kesehatan. Menurut UU Kesehatan No. 23
tahun 1992 pembangunan kesehatan merupakan salah satu dari upaya
pembangunan nasional yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang
optimal (Riasmini, 2006). Fisioterapi merupakan pelayanannya ditujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan
gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan
penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis
dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi (KepMenKes No.1363, 2001, dikutip
oleh Majalah Fisioterapi Indonesia, 2006).
Stroke merupakan penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian
nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia
dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke terjadi di negara-negara yang
sedang berkembang (Feigin, 2006). Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat.
Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan
hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia
2
muda dan produktif hal ini akibat gaya dan pola hidup masyarakat yang tidak
sehat, seperti malas bergerak, makanan berlemak dan kolesterol tinggi, sehingga
banyak diantara mereka mengidap penyakit yang menjadi pemicu timbulnya
serangan stroke. Saat ini serangan stroke lebih banyak dipicu oleh adanya
hipertensi yang disebut sebagai silent killer, diabetes melittus, obesitas dan
berbagai gangguan kesehatan yang terkait dengan penyakit degeneratif. Secara
ekonomi, dampak dari insiden ini prevalensi dan akibat kecacatan karena stroke
akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan
ekonomi masyarakat dan bangsa (Yastroki, 2009).
Stroke biasanya ditandai dengan kelumpuhan anggota gerak atas maupun
bawah pada salah satu sisi anggota tubuh. Untuk itu penderita stroke perlu
mendapatkan penanganan yang sedini mungkin agar pengembalian fungsi dari
anggota gerak serta gangguan lainnya dapat semaksimal mungkin atau dapat
beraktifitas kembali mendekati normal serta mengurangi tingkat kecacatan.
Stroke dapat menyebabkan problematika pada tingkat impairment berupa
gangguan motorik, gangguan sensorik, gangguan memori dan kognitif, gangguan
koordinasi dan keseimbangan. Pada tingkat functional limitation berupa gangguan
dalam melakukan aktifitas fungsional sehari-hari seperti perawatan diri, transfer
dan ambulasi. Serta pada tingkat participation restriction berupa keterbatasan
dalam melakukan pekerjaan, hobi dan bermasyarakat di lingkungannya.
Dengan adanya fisioterapi penderita hemiparese post stroke dapat
ditangani dengan Stimulasi Elektris dan Terapi Latihan. Adapun beberapa metode
Terapi Latihan antara lain Propioceptif Neuromuscular Facilitation (PNF),
3
Brunstrom, Bobath, Motor Relearning Programme (MRP), serta banyak lagi
metode lain yang bisa digunakan. Modalitas yang digunakan untuk mencapai
fungsi-fungsi yang optimal pada pasien yang penulis angkat adalah dengan
modalitas Stimulasi Elektris dan Terapi Latihan secara aktif maupun pasif serta
latihan dengan menggunakan metode PNF. Electrical Stimulation merupakan
modalitas yang dipakai oleh fisioterapi untuk mengontrol fungsi motorik pada
pasien hemiparese dan sebagai re-edukasi dan memfasilitasi otot-otot yang
mengalami kelemahan. Propioceptif Neuromuscular Facilitation (PNF)
merupakan metode yang spesifik dengan pemberian pendekatan tersendiri serta
mempunyai cara sendiri dalam mengevaluasi pasien (Dumilah, 1992).
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas pada Karya Tulis
Ilmiah ini penulis tertarik untuk mengambil judul Penatalaksanaan Stimulasi
Elektris dan Terapi Latihan Pada Kasus Hemiparese Dextra Post Stroke Non
Hemoragik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tersebut diatas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah ada manfaat Stimulasi Elektris dan Terapi Latihan dalam
meningkatkan fungsi motorik dan meningkatkan kekuatan otot terhadap penderita
Hemiparese Dextra Post Stroke Non Hemoragik?
4
Apakah ada manfaat Terapi Latihan dalam menurunkan spastisitas dan
meningkatkan kemampuan fungsional terhadap penderita Hemiparese Dextra Post
Stroke Non Hemoragik?
C. Tujuan Penulisan
Dalam rumusan masalah yang telah ada, maka ada beberapa tujuan yang
hendak dicapai, antara lain:
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi syarat akademik guna menyelesaikan Program D III
Fisioterapi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui manfaat Stimulasi Elektris dan Terapi Latihan dalam
meningkatkan fungsi motorik dan meningkatkan kekuatan otot pada
penderita Hemiparese Dextra Post Stroke Non Hemoragik.
b. Untuk mengetahui manfaat Terapi Latihan bermanfaat dalam
meningkatkan kemampuan fungsional dan menurunkan spastisitas pada
penderita Hemiparese Dextra Post Stroke Non Hemoragik.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Kasus
1. Definisi
Stroke atau Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak (Wilson, 2002).
Menurut WHO, stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal
maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam
akibat gangguan aliran darah otak.
Stroke adalah gangguan potensial yang fatal pada suplai darah bagian otak.
Tidak ada satupun bagian tubuh manusia yang dapat bertahan bila terdapat
gangguan suplai darah dalam waktu relatif lama sebab darah sangat dibutuhkan
dalam kehidupan terutama oksigen. Penyempitan atau pecahnya pembuluh darah
yang menyebabkan pasokan darah ke otak berkurang (Forum Studi Bobath, 2009).
Berdasarkan definisi-definisi stroke yang tersebut diatas penulis
menyimpulkan bahwa stroke merupakan gangguan fungsi otak yang
menyebabkan terjadinya gangguan neurologik akibat suplai darah ke otak tidak
terpenuhi. Hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen dan nutrisi lainnya tidak
terpenuhi oleh otak.
6
2. Anatomi Fungsional
Masalah utama pada stroke adalah karena gangguan peredaran darah di
otak, sehingga kita perlu memahami tentang anatomi fungsional otak.
a. Anatomi Otak
Otak merupakan bagian depan dari sistem saraf pusat yang mengalami
perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung
(meninges) dan berada di dalam rongga tengkorak (Chusid, 1979). Selain itu otak
juga merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh
tubuh manusia dan terutama berasal dari metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan
otak sangat rentan dan kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah
yang bersifat konstan (Wilson, 2002). Bagian – bagian dari otak :
1) Hemisferium Serebri
Hemisferium serebri dibagi menjadi dua hemisferium yaitu hemisferium
kanan dan kiri yang dipisahkan oleh celah dalam yang disebut dengan fisura
longitudinalis serebri (Chusid, 1979). Bagian luar dari hemisferium serebri terdiri
dari substantia grisea yang disebut sebagai korteks serebri. Kedua hemisferium ini
dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang disebut dengan corpus calosum.
Pusat aktivitas sensorik dan motorik pada masing-masing hemisferium dirangkap
dua, dan biasanya berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan. Hemisferium
serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisferium serebri kiri
mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Konsep fungsional ini disebut
pengendalian kontralateral (Wilson, 2002).
7
2) Korteks Serebri
Korteks serebri pada cerebrum mempunyai banyak lipatan yang disebut
dengan konvulsi atau girus. Celah-celah atau lekukan yang disebut sulcus
terbentuk dari lipatan-lipatan tersebut yang membagi setiap hemispherium
menjadi daerah-daerah tertentu, antara lain :
a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis mencakup bagian dari korteks serebri ke depan dari sulkus
sentralis dan diatas sulkus lateralis. Bagian ini mengandung daerah-daerah
motorik. Daerah broca terletak di lobus frontalis dan mengotrol expresi bicara.
Lobus frontalis bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan
moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus ini juga memodifikasi dorongan-
dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbic.
Badan sel di daerah motorik primer lobus frontalis mengirim tonjolan-
tonjolan akson ke korda spinalis, yang sebagian besar berjalan dalam alur yang
disebut sebagai sistem piramidalis. Pada sistem ini neuron-neuron motorik
menyeberang ke sisi yang berlawanan. Informasi motorik sisi kiri korteks
serebrum berjalan ke bawah ke sisi kanan korda spinalis dan mengontrol gerakan
motorik sisi kanan tubuh, demikian sebaliknya. Sedangkan akson-akson lain dari
daerah motorik berjalan dalam jalur ekstrapiramidalis. Serat ini mengontrol
gerakan motorik halus dan berjalan di luar piramidal ke korda spinalis.
b) Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke
bawah dari fisura lateralis dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis.
8
Lobus ini adalah daerah asosiasi untuk informasi auditorik dan mencakup daerah
wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam interpretasi bau
dan penyimpanan ingatan.
c) Lobus Parietalis
Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak dibelakang sulkus
sentralis, diatas fisura lateralis dan meluas ke belakang ke fisura parieto-
oksipitalis. Lobus ini merupakan daerah sensorik primer otak untuk rasa raba dan
pendengaran.
d) Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis adalah lobus posterior korteks serebrum. Lobus ini
terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan diatas fisura parieto-
oksipitalis. Lobus ini menerima informasi yang berasal dari retina mata.
Gambar 1.
Hemisferium Serebri dari sisi kiri (Swaramuslim, 2009)
9
Gambar 2.
Gyrus pada Hemisferium Serebri dari sisi kiri (Putz, 1997)
Gambar 3.
Gyrus pada Hemisferium Serebri dari medial (Putz, 1997)
Beberapa daerah tertentu korteks serebri telah diketahui memiliki fungsi
spesifik. Pembagian dan klasifikasi korteks serebri telah diusahakan oleh banyak
peneliti berdasarkan arsitektur sel (cytoarchitecture). Sistem yang paling
digunakan ialah sistem dari von Economo dan Brodmann (gambar.4). Von
10
Economo membedakan 5 tipe isokorteks yang utama berdasarkan ciri-ciri
lapisannya. Dengan memakai angka-angka, Brodmann memberikan label pada
masing-masing daerah yang dianggap berbeda dengan yang lain. Daerah-daerah
tersebut telah dipergunakan sebagai penetapan lokalisasi proses-proses fisiologi
dan patologis (Chusid, 1979). Pada lobus frontalis terdiri dari area 4 yang
merupakan daerah motorik yang utama, area 6 merupakan bagian sirkuit traktus
extrapiramidalis, area 8 berhubungan dengan gerakan mata dan pupil, area 9, 10,
11,12 adalah daerah asosiasi frontalis. Lobus parietalis terdiri dari area 3, 2, 1
merupakan daerah sensoris post-sentralis yang utama. Lobus temporalis terdiri
dari area 41 yang merupakan daerah auditorius primer, area 42 merupakan
korteks audiotorius sekunder atau asosiasi, area 38, 40, 20, 21 dan 22 adalah
daerah asosiasi. Lobus oksipitalis terdiri dari area 17 yaitu korteks striata, korteks
visual yang utama, area 18 dan 19 merupakan daerah asosiasi visual (Chusid,
1979).
11
Gambar 4.
Permukaan lateral serebrum. Daerah-daerah korteks terlihat menurut Brodmann (angka-angka) dan von Economo (huruf-huruf) (Chusid, 1979)
Gambar 5.
A. Sensory Homunculus, dilihat dari potongan coronal lewat girus post-sentralis, B. Motor Homonculus, dilihat dari potongan coronal lewat girus pre-sentralis (Binhasyim, 2007)
12
3) Ganglia Basalis
Ganglia basalis adalah massa substantia grisea yang terletak dibagian
dalam hemisferium serebri. Massa yang berwarna kelabu dalam ganglion basalis
terbagi menjadi empat bagian, yaitu nukleus kaudatus, nukleus lentiformis, korpus
amygdala dan claustrum. Nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis bersama
fasiculus interna membentuk korpus striatum yang merupakan unsur penting
dalam sistem extrapiramidal. Fungsi dari ganglia basalis adalah pusat koordinasi
dan keseimbangan.
4) Traktus Extrapiramidalis
Traktus extrapiramidalis tersusun atas korpus striatum, globus palidus,
thalamus, substantia nigra, formation lentikularis, cerebellum dan cortex motorik.
Traktus extrapiramidalis merupakan suatu mekanisme yang tersusun dari jalur-
jalur dari korteks motorik menuju Anterior Horn Cell (AHC). Fungsi utama dari
traktus extrapiramidalis berhubungan dengan gerakan yang berkaitan pengaturan
sikap tubuh dan integrasi otonom. Lesi pada setiap tingkat dalam traktus
extrapiramidalis dapat menghilangkan gerakan dibawah sadar.
5) Traktus Piramidalis
Traktus piramidalis berasal dari sel-sel betz pada lapisan ke lima korteks
serebri pada girus presentralis lobus frontalis ke kapsula interna masuk ke
diencephalon diteruskan ke mesencephalon, pons varolli sampai medulla
oblongata. Di perbatasan medulla oblongata dan medulla spinalis sebagian besar
traktus ini merupakan penyilangan di dekusasio piramidalis. Fungsi dari sistem
pyramidalis berhubungan dengan gerakan terampil dan motorik halus.
13
b. Anatomi Peredaran Darah Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus dipertahankan
(Chusid, 1979). Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-
pembuluh darah yang bercabang-cabang, behubungan erat satu dengan yang lain
sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel (Wilson, 2002).
1) Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus
willisi (Wilson, 2002).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir
arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans
posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri
anterior saling berhubungan melalui arteri communicans anterior (Chusid, 1979).
Arteri vertebralis kiri dan kanan bersal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata,
sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris
(Wilson, 2002).
14
2) Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,
suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater yang liat.
Sinus-sinus dura mater tidak mempunyai katub dan sebagian besar berbentuk
triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengallir ke dalam sinus
longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama
adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus.
Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson,
2002).
15
Gambar 6.
Circulus Willisi (Wikipedia, 2009)
16
3. Etiologi
Etiologi merupakan penyebab terjadinya suatu penyakit (Hudaya,1997).
Berdasarkan etiologinya stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke
haemoragic (perdarahan) jika arteri pecah dan stroke non haemoragic (ischemic)
jika arteri tersumbat. Stroke non haemoragic mencakup stroke thrombotic dan
embolic (Sidharta, 1979).
Banyak faktor resiko yang dapat membuat seseorang yang menjadi rentan
terhadap serangan stroke, secara garis besar faktor resiko stroke dibagi menjadi
dua yaitu:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol yaitu:
1) Umur, semakin tua kejadian stroke semakin tinggi.
2) Ras/bangsa : Negro/Afrika, Jepang, dan Cina lebih sering terkena
stroke.
3) Jenis kelamin, laki-laki lebih beresiko dibanding wanita.
4) Riwayat keluarga yang pernah mengalami stroke.
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol
1) Hipertensi
2) Diabetes Millitus
3) Merokok
4) Hiperlipidemia dan Kolesterol
5) Obesitas
6) Penggunaan obat – obatan yang mempengaruhi cerebrovascular
17
4. Patologi
Patologi merupakan ilmu yang mempelajari sebab-sebab dan hakikat
penyakit, dan juga mempelajari perubahan-perubahan anatomi maupun perubahan
fungsional berkenaan adanya penyakit tersebut (Hudaya,1997). Gangguan
peredaran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk circulus willisi yang terdiri dari arteri karotis interna dan arteri
vertebra basilaris atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah yang ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi kematian
jaringan atau infark (Wilson, 2002).
a. Trombotik Serebri
Pembuluh darah yang menuju otak mengeras dan terjadi perubahan
degenerasi dari dinding pembuluh darah. Dinding pembuluh darah menjadi lemah,
berwarna kuning dan menebal oleh karena penumpukan zat lemak. Selain itu
pengendalian zat kapur menyebabkan pembuluh darah mengeras dari permukaan
pembuluh darah bagian dalam yang permukaannya licin menjadi tidak rata.
Penebalan dinding pembuluh darah menyebabkan penyempitan dan aliran
darah menjadi berkurang. Sehingga jaringan otak kekurangan kebutuhan oksigen
(O2) dan zat-zat lainnya, yang akhirnya jaringan otak menjadi mati atau rusak.
b. Emboli Serebri
Emboli Serebri ialah penyumbatan pembuluh darah oleh sepotong kecil
bekuan darah, tumor, lemak, udara atau substansi lainnya (Chusid, 1979). Emboli
biasanya berhubungan dengan penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah.
Emboli dapat menyumbat pembuluh darah otak secara total atau partial. Daerah
18
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah ini akan mengalami infark atau
thrombosis (Chusid, 1979). Suatu thrombosis yang melekat di permukaan dalam
pembuluh darah atau jantung terlepas dan kemudian masuk ke dalam perdaran
darah otak yang menimbulkan gejala-gejala stroke yang timbul secara mendadak.
Gambar 7.
Stroke akibat thrombosis dan stroke akibat emboli (Binhasyim, 2007)
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala merupakan bentuk keluhan dari timbulnya penyakit
tersebut (Hudaya,1997). Tanda dan gejala yang ditimbulkan sangat bervariasi
tergantung dari topis dan derajat beratnya lesi. Akan tetapi tanda dan gejala yang
dijumpai pada penderita post stroke secara umum yaitu :
a. Gangguan Motorik
Gangguan motorik yang terjadi yaitu :
1) Tonus abnormal, baik hipotonus maupun hipertonus.
2) Penurunan kekuatan otot.
19
3) Gangguan gerak volunteer.
4) Gangguan keseimbangan.
5) Gangguan koordinasi.
b. Gangguan Sensorik
Gangguan sensorik yang ditimbulkan adalah :
1) Gangguan propioceptif.
2) Gangguan kinestetik.
3) Gangguan diskriminatif.
6. Komplikasi
Komplikasi merupakan suatu proses patologis atau tidak langsung akibat
disuse (karena imobilisasi) atau misuse (karena salah menggerakkannya)
(Hudaya,1997). Pasien yang telah menderita stroke beresiko mengalami
komplikasi lanjut yang terjadi akibat immobilisasi, serta masalah-masalah yang
berhubungan dengan kondisi medis umumnya. Komplikasi yang ditimbulkan :
a. Pneumonia
Salah satu masalah yang paling serius dari stroke adalah radang paru-paru/
pneumonia. Itu dibuktikan pada penelitian yang telah menemukan bahwa dari
58% kematian pasien stroke penyebab utamanya adalah radang paru-paru.
b. Subluksasi sendi bahu
Subluksasi sendi bahu yang terjadi akibat adanya gangguan faktor
biomekanik stabilitas sendi bahu karena kelemahan otot rotator cuff
mengakibatkan perlindungan terhadap sendi bahu tidak ada.
20
c. Trombosis Vena Profunda
Kira–kira 30 %-50 % pasien stroke menderita trombosis vena profunda
pada deep vein trombosis (DVT) pada tungkai. Resiko terjadinya emboli paru
dengan DVT kurang lebih 10 % pada pasien stroke. Hal ini disebabkan thrombus
dari pembuluh darah balik terlepas membentuk emboli, bersama darah menuju
keparu-paru sehingga terjadilah emboli paru.
d. Sindroma Bahu
Sindroma bahu (Shoulder Hand Syndrome) merupakan suatu bentuk
komplikasi pasca stroke yang telah dikenal secara baik walaupun kondisi ini
jarang ditemui pada pasien pasca stroke. Gejala ini ditandai dengan adanya nyeri
pada gerak aktif dan pasif pada bahu yang terkena, diikuti nyeri pada gerakan
ekstensi pergelangan tangan dan bengkak pada pergelangan tangan dan tangan.
e. Spastisitas
Spastisitas terjadi karena pengaruh hambatan cortical dimana terjadi
peningkatan tonus lebih tinggi dari normal karena terputusnya aktifitas stretch
reflek karena hilangnya kontra supra spinal (sistem ekstrapiramidalis).
f. Dekubitus
Dekubitus terjadi karena gangguan sensoris sehingga tidak merasakan
adanya tekanan pada daerah yang menonjol pada tubuh yang kontak langsung
dengan bed dalam waktu lama, pembuluh darah tertekan, dan terjadilah nekrosis
pada daerah yang tertekan.
21
B. Deskripsi Problematika Fisioterapi
Problematika yang akan dihadapi fisioterapi pada penderita akibat stroke
non haemoragic sangat bervariasi tergantung pada topis lesi dan derajat beratnya
lesi. Problematika yang terjadi menurut klasifikasi dari WHO yang dikenal
dengan International Classification of Function and Disabilitty (ICF) yang terdiri
atas impairment, functional limitation, dan participation restriction.
1. Impairment
Impairment merupakan gangguan pada jaringan pada penderita stroke
sebagai gangguan kapasitas fisik maupun psikologi yang cukup berat. Pasien
mengalami keadaan yaitu adanya:
a. Abnormalitas tonus otot, karena adanya kerusakan sistem saraf sehingga
menimbulkan kekakuan yang bersifat spastik.
b. Pola sinergis biasanya selalu terdapat dengan spastisitas dan saling
mempengaruhi.
c. Potensial terjadinya komplikasi tirah baring pada sistem pernapasan,
karena tirah baring yang lama akan menyebabkan penumpukan cairan
dalam paru.
2. Functional Limitation
Functional limitation merupakan ketidakmampuan pasien dalam
beraktifitas fungsional. Dalam hal ini karena tidak mampu menggerakkan anggota
tubuh yang lumpuh misalnya lengan dan tungkai, untuk perawatan diri dan
ketidakmampuan berjalan. Aktivitas lengan misalnya makan, minum, menyisir
22
rambut, gosok gigi dan mengambil sesuatu akan menjadi terganggu, sedangkan
aktifitas tungkai misalnya jongkok, berdiri dan berjalan.
3. Participation Restriction (Disability)
Participation restriction atau disability merupakan ketidakmampuan
melakukan aktivitas sosial dan berinteraksi dengan lingkungan. Sehingga kondisi
tadi akan membatasi atau menghalangi penderita untuk berperan normal baik
sebagai anggota keluarga atau masyarakat. Keadaan yang terakhir ini disebut
disability. Dengan adanya permasalahan di atas, maka akan membatasi pasien
untuk berperan serta secara normal dalam keluarga dan lingkungan masyarakat.
C. Teknologi Intervensi Fisioterapi
1. Stimulasi Elektris
Stimulasi elekstris atau Electrical Stimulation adalah salah satu modalitas
fisioterapi dengan menggunakan arus listrik untuk mengontraksikan salah satu
otot ataupun grup otot (Inverarity, 2005). Jenis alat listrik yang bisa digunakan
Interrupted Direct Current, Interferensi dan TENS (Kuntono, 2007).
Sistem saraf pusat mempunyai kemampuan yang sangat progress untuk
penyembuhan dari cidera atau injury melalui proses collateral sprouting dan
synaptic reclamation. Neural plasticity merupakan hal yang yang penting untuk
mendidik kembali fungsi otot dan aplikasi fasilitasi. Pada stroke dengan
spastisitas, electrical stimulation akan mengurangi spastisitas melalui mekanisme
reciprocal inhibition, yaitu kemampuan otak untuk memodifikasi dan
23
mereorganisasi fungsi yang mengalami cidera atau injury atau kerusakan disebut
dengan neural plasticity. Pada fase ini adalah awal perbaikan fungsional
neurology berupa perbaikan primer oleh penyerapan kembali oedema di otak dan
membaiknya sistem vaskularisasi. Kemampuan otak beradaptasi untuk
memperbaiki, mengatasi perubahan lingkungannya (bahaya-bahaya) melalui
penyatuan neural kembali yang dikelompokkan menjadi :
a. Collateral Sprouting
Merupakan respon neuron daerah yang tidak mengalami cedera dari sel-sel
yang utuh ke daerah yang denervasi setelah cedera. Perbaikan sistem saraf pusat
dapat berlangsung beberapa bulan atau tahun setelah cedera dan dapat terjadi
secara luas di otak.
b. Unmasking
Dalam keadaan normal banyak akson dan sinaps yang tidak aktif. Apabila
jalur utama mengalami kerusakan maka fungsinya akan diambil oleh akson dan
sinaps yang tidak aktif tadi. Menurut Wall dan Kabat, jalur sinapsis mempunyai
mekanisme homeostatik, dimana penurunan masukan akan menyebabkan naiknya
eksitabilitas sinapsnya.
c. Diaschisia (Dissipation of diachisia)
Diaschisia (Dissipation of diachisia) keadaan dimana terdapat hilangnya
kesinambungan fungsi atau adanya hambatan fungsi dari traktus-traktus sentral di
otak.
Tujuan pemberian electrical stimulation pada pasien stroke adalah sebagai
mucle re-edukasi dan facilitation. Stimulasi elektris pada prinsipnya harus
24
menimbulkan kontraksi otot, sehingga akan merangsang golgi tendon dan muscle
spindle. Rangsangan pada muscle spindle dan golgi tendon akan diinformasikan
melalui afferent ke susunan saraf pusat sehingga akan mengkontribusikan
fasilitasi dan inhibisi. Rangsangan elektris yang berulang-ulang akan memberi
informasi ke supraspinal sehingga terjadi pola gerak terintegrasi dan menjadi
gerakan-gerakan pola fungsional. Selain itu juga memberikan fasilitasi pada otot
yang lemah dalam melakukan gerakan (Kuntono, 2007).
2. Terapi Latihan
Terapi latihan atau exercise therapy merupakan salah satu usaha
pengobatan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaannya mengunakan latihan-
latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif (Priatna, 1985). Dengan di
berikan terapi latihan dapat menjaga dan meningkatkan kekuatan otot, menjaga
dan meningkatkan lingkup gerak sendi, mencegah kontraktur, mencegah atrofi
otot, serta memajukan kemampuan penderita yang telah ada untuk dapat
melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat
beraktifitas normal.
Dalam praktek terapi latihan dapat dilakukan dengan cara pasif maupun
aktif. Dua cara tersebut dapat di bagi atas beberapa kriteria lagi, yaitu :
a. Gerakan aktif
Gerakan aktif adalah latihan yang dilakukan oleh otot-otot yang
bersangkutan dengan melawan gravitasi. Tujuan dari latihan ini adalah melatih
elastisitas otot, meningkatkan sirkulasi darah, meningkatkan kekuatan otot, serta
25
mengembangkan koordinasi dan keterampilan untuk aktivitas fungsional. Gerakan
aktif dibagi menjadi 2, yaitu gerak yang tidak disadari (involuntary movement)
dan gerak yang disadari (voluntary movement). Gerak yang disadari (voluntary
movement) di bagi menjadi 3 yaitu :
1) Free active movement yaitu pasien diminta untuk
menggerakkan persendiannya tanpa bantuan terapis.
2) Active assisted movement yaitu pasien diminta untuk
menggerakkan persendiannya semampunya lalu terapis
memberi bantuan.
3) Active resisted movement yaitu pasien diminta untuk
menggerakkan persendiannya tanpa bantuan terapis sambil
melawan tahanan yang diberikan oleh terapis.
b. Gerakan pasif
Gerakan pasif adalah latihan yang tidak bersangkutan dengan
melawan gravitasi, dengan kata lain terapis menggerakkan setiap persendian
pasien tanpa pasien harus melawan gravitasi. Tujuan dari gerakan pasif ini
adalah untuk mengetahui end feel, mencegah atrofi, memperlancar sirkulasi
darah, mencegah kontraktur, serta memfasilitasi otot. Gerakan ini dibagi
menjadi 3 yaitu:
1) Relax passive movement yaitu terapis menggerakkan
persendian pasien tanpa perlu tenaga yang berlebih.
2) Force passive movement yaitu terapis meggerakkan persendian
pasien dengan sedikit penguluran (stretching).
26
3) Terapi manipulasi yaitu gerak pasif yang dilakukan pada pasien
yang tidak sadar maupun koma.
Salah satu metode terapi latihan yang dilakukan pada kasus ini adalah
metode Propioceptif Neuromuscular Facilitation (PNF). PNF adalah fasilitasi
pada sistem neuromuscular dengan merangsang propioceptif (reseptor sendi).
Metode ini berusaha memberikan rangsangan-rangsangan yang sesuai dengan
reaksi yang dikehendaki, yang pada akhirnya akan dicapai kemampuan atau
gerakan yang terkoordinasi. Dengan pola gerakan aktivitas yang bersifat spiral
dan diagonal. Gerakan ini menyerupai atau sesuai dengan gerakan-gerakan yang
digunakan dalam olah raga dan aktivitas sehari-hari. Sifat spiral dan diagonal
tersebut juga sesuai dengan karakteristik susunan system skeletal, sendi-sendi, dan
struktur ligament yang sifatnya juga spiral dan memutar. Tiap diagonal terdiri dari
pola-pola yang saling berlawanan satu dengan yang lain. Tiap pola mempunyai
komponen besar yaitu flexi dan extensi (Kuntono,2002). Teknik-teknik yang
digunakan pada kasus ini adalah Rhythmical Initiation, Timing For Emphasis, dan
Slow Reversal.
a. Rhythmical Initiation
Tekhnik yang dipakai untuk agonis yang menggunakan gerakan-gerakan
pasif, aktif, dan degan tahanan. Tujuan diberikan latihan ini :
1) Untuk normalisasi kecepatan gerak
2) Untuk sebagai permulaan gerak atau mengarahkan gerak.
3) Untuk perbaikan koordinasi gerak dan rasa gerak.
4) Untuk relaxasi.
27
5) Untuk belajar tentang gerak.
b. Timing For Emphasis
Bentuk gerakan dimana bagian yang lemah dari gerakan mendapat ekstra
stimulasi bagian yang lebih kuat. Tujan diberi latihan ini :
1) Untuk penguatan otot bagan dari satu pola gerak
2) Untuk mobilisasi
c. Slow Reversal
Teknik dimana kontraksi isotonic dilakukan bergantian antara agonis dan
antagonis tanpa terjadi pengendoran otot. Tujuan diberikan latihan ini:
1) Untuk perbaikan mobilisasi.
2) Untuk menaikkan tingkat relaxasi.
3) Untuk memperbesar kekuatan kontraksi.
4) Untuk belajar gerakan,
5) Untuk perbaikan koordinasi.
6) Untuk meningkatkan daya tahan.
28
BAB III
PELAKSANAAN STUD1 KASUS
A. Pengkajian Fisioterapi
1. Anamnesis
Anamnesis merupakan pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab
dengan sumber data. Dengan anamnesis dapat diperoleh data-data yang
dibutuhkan dalam menentukan diagnosa dan terapi latihan yang akan diberikan.
Macam anamnesis ada 2 yaitu autoanamnesis dan heteroanamnesis.
Autoanamnesis adalah tanya jawab secara langsung dengan pasien itu sendiri.
Sedangkan heteroanamnesis adalah tanya jawab pada orang-orang terdekat yang
mengetahui keadaan pasien. Pada kasus ini anamnesis yang dilakukan secara
autoanamnesis (Hudaya,1996).
a. Anamnesis umum
Anamnesis umum berisi tentang identitas pasien secara lengkap.
Anamnesis ini dilakukan pada tanggal 18 Februari 2009, dalam anamnesis
ditemukan data sebagai berikut:
1) Nama : Bp. G
2) Umur : 79 Tahun
3) Jenis kelamin : Laki-laki
4) Agama : Kristen
5) Pekerjaan : Wiraswasta
6) Alamat : Taman Mutiara No. 5, Catur Tunggal, Babarsari
29
b. Anamnesis khusus
Anamnesis khusus merupakan data informasi tentang keluhan utama pasien,
keluhan utama merupakan satu atau lebih dari gejala dominan yang mendorong
pasien untuk pergi mencari pertolongan. Keluhan utama pasien adalah anggota
gerak sisi kanan terasa lemah untuk digerakkan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Menggambarkan riwayat penyakit secara kronologis dengan jelas dan
lengkap. Tentang bagaimana masing-masing gejala tersebut timbul dan kejadian
apa yang berhubungan dengannya. Riwayat penyakit sekarang pasien adalah pada
tanggal 23 Januari 2009 di Cikarang, setelah pulang dari jalan-jalan pagi pasien
tiba-tiba merasakan mata kanan terlihat lebih gelap dibanding dengan mata
kirinya dan badan sisi kanan terasa lebih lemah. Kemudian pasien dilarikan ke
Rumah Sakit Siloam selama 5 hari, lalu pasien pulang ke Jogja dan diperiksa
kembali oleh dokter dan dirujuk ke fisioterapi untuk ditangani sampai sekarang.
d. Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan kepada pasien tentang penyakit apa saja yang pernah diderita
oleh pasien. Misalkan apakah pasien mempunyai penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, jantung koroner. Dari pemeriksaan ini didapatkan data yaitu penderita
sudah pernah menderita penyakit serupa sebelumnya pada tahun 2008, dan juga
pasien memiliki riwayat hipertensi.
e. Riwayat pribadi
Menanyakan kepada pasien mengenai status, hobi, olahraga dan aktivitas
yang kemungkinan ada hubungannya dengan penyakit penderita. Dari pemeriksaan
30
ini diperoleh data, pasien adalah pasien seorang wiraswasta yang menyukai
makanan sate kambing dan jeroan sewaktu muda.
f. Riwayat keluarga
Bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit-penyakit yang bersifat
menurun dari keluarga. Dari pemeriksaan ini diperoleh data bahwa tidak ada
anggota keluarga yang sakit seperti yang dirasakan pasien.
g. Anamnesis sistem
Berdasarkan anamnesis sistem dapat diketahui tentang keluhan yang terjadi,
seperti :
1) Kepala dan leher : Pasien tidak mengeluhkan pusing dan kaku leher.
2) Kardiovaskuler : Pasien tidak mengeluhkan jantung berdebar-debar
maupun nyeri dada.
3) Respirasi : Pasien tidak mengeluhkan sesak nafas dan batuk.
4) Gastrointestinal : BAB (Buang Air Besar) normal dan terkontrol.
5) Urogenitalis : BAK (Buang Air Kecil) normal dan terkontrol.
6) Musculoskeletal : Adanya kelemahan anggota tubuh sebelah kanan.
7) Nervorum : Pasien tidak mengeluhkan kesemutan dan rasa
tebal-tebal.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda- tanda vital
Tanda-tanda vital terdiri dari:
1) Tekanan darah : 130/ 70 mmHg.
2) Denyut nadi : 64 kali/ menit
31
3) Pernapasan : 28 kali/ menit
4) Temperatur : 37, 5 o C
Data lain:
1) Tinggi badan : 170 cm
2) Berat badan : 65 kg
b. Inspeksi
Terdapat 2 macam pemeriksaan dengan inspeksi yaitu:
1) Inspeksi statis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat dan mengamati pasien
dalam keadaan diam. Dari pemeriksaan ini didapatkan hasil tangan kanan pasien
ke arah pola sinergis yaitu fleksi elbow, adduksi shoulder dan palmar fleksi.
2) Inspeksi dinamis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat dan mengamati pasien
dalam keadaan bergerak. Dari pemeriksaan ini didapatkan hasil yang tampak saat
berjalan dengan menggunakan alat bantu tripod.
c. Palpasi
Palpasi adalah suatu pemeriksaan yang secara langsung kontak dengan
pasien, dengan meraba, menekan, dan memegang bagian tubuh pasien untuk
mengetahui adanya spasme, nyeri tekan dan suhu. Diketahui hasil tidak ada
spasme otot, tidak ada nyeri tekan, dan suhu lokal pasien dalam batas normal.
d. Perkusi
Perkusi yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk suatu
bagian organ tubuh. Dalam pemeriksaan ini tidak dilakukan.
32
e. Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
mendengarkan. Dalam pemeriksaan ini tidak dilakukan.
3. Pemeriksaan Gerak Dasar
a. Gerak pasif
Pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh terapis kepada pasien dimana
pasien dalam keadaan rileks. Tujuan dari pemeriksaan gerak pasif untuk
mendapatkan data informasi tentang lingkup gerak sendi secara pasif pada
masing-masing sendi dan spastik pada anggota gerak sisi kanan. Tidak ada
keterbatasan gerak, ada kekakuan pada adduktor shoulder, fleksor elbow, fleksor
wrist, fleksor jari-jari tangan, adduktor hip, serta plantar fleksor ankle dan tidak
ada nyeri.
b. Gerak aktif
Pasien diminta menggerakkan anggota gerak yang diperiksa secara aktif,
terapis melihat dan memberikan aba-aba. Tujuan tes ini adalah untuk
mendapatkan data informasi tentang bagaimana kemampuan otot pasien untuk
menggerakkan setiap sendi anggota gerak kanan dan rasa nyeri gerak. Hasil
pemeriksaan ini adalah pasien mampu melakukan semua gerak aktif pada anggota
gerak bawah dan atas sisi kanan, tidak ada keterbatasan gerak dan tidak ada nyeri.
c. Gerak aktif melawan tahanan
Tujuan dari tes ini adalah untuk mengetahui adanya penurunan kekuatan
otot pada anggota gerak atas dan bawah sisi kanan. Dilakukan dengan cara pasien
33
diperintahkan untuk melakukan gerakan tapi diberi tahanan oleh terapis. Hasil
pemeriksaan ini adalah pada anggota gerak bawah sisi kanan pasien mampu
melakukan melawan tahanan minimal, sedangkan pada anggota gerak atas sisi
kanan pasien belum mampu melawan tahanan minimal.
4. Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal, dan Interpersonal
Pemeriksaan kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori,
pemecahan masalah, integritas belajar dan pengambilan sikap. Dari pemeriksan
ini diperoleh keterangan bahwa pasien mampu menceritakan kapan keluhan itu
muncul dengan baik dan urut.
Pemeriksaan intrapersonal merupakan kemampuan pasien dalam
memahami dirinya, menerima keadaan dirinya, motivasi, kemampuan berinteraksi
dengan lingkungan dan bekerja sama dengan fisioterapis. Dalam pemeriksaan
yang dilakukan diperoleh keterangan bahwa pasien mampu memahami
permasalahan penyakit yang dihadapi dan pasien dapat bekerja sama dengan
fisioterapis dalam proses terapi yang diberikan,
Pemeriksaan interpersonal meliputi kemampuan seseorang dalam
berhubungan dengan orang lain baik sebagai individu, keluarga dan masyarakat
dan berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Dari pemeriksaan diperoleh
keterangan bahwa pasien dapat berkomunikasi dengan baik terhadap fisioterapis
serta dapat berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya.
34
5. Pemeriksaan Kemampuan Fungsional
a. Fungsional dasar
Merupakan kemampuan transfer dan ambulasi, misalnya bangun tidur,
tidur miring kekanan dan kekiri, duduk, duduk ke berdiri dan jalan. Data yang
dapat diambil dari pemeriksaan ini adalah pasien mampu tidur miring ke kanan
dan ke kiri, mampu duduk, mampu berdiri, dan berjalan.
b. Fungsional aktivitas
Merupakan aktivitas perawatan diri misalnya mandi, berpakaian, dan
toileting serta aktivitas yang dilakukan pasien sehari-hari. Data yang dapat
diambil dari pemeriksaan ini adalah adanya keterbatasan dalam aktifitas toileting,
memakai celana panjang dan naik turun tangga sehubungan dengan aktifitas
sehari-hari.
c. Lingkungan aktivitas
Adanya keterbatasan fungsional pada penderita berdampak terhadap
kemampuan beradaptasi dengan lingkungan aktivitasnya baik di dalam rumah
maupun di luar rumah. Data yang dapat diambil dari pemeriksaan ini adalah di
lingkungan rumah, pasien kesulitan untuk naik tangga dan masih perlu bantuan.
6. Pemeriksaan Spesifik
a. Kekuatan Otot dengan MMT ( Manual Muscle Testing )
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kekuatan otot yang mengalami
kelemahan, dimana dilakukan hanya untuk membandingkan antara yang sehat
dengan yang lemah. Pemeriksaan dilakukan untuk memberikan tindakan terapi
35
yang selanjutnya agar didapatkan hasil terapi yang maksimal, sehingga tujuan
terapi dapat tercapai. Pada kondisi pasien ini pemeriksaan kekuatan otot
tergantung oleh spastisitas.
TABEL 1. HASIL PENILAIAN KEKUATAN OTOT DENGAN MMT
Kiri Grup Otot Kanan
5 Fleksor Shoulder 1
5 Ekstensor Shoulder 1
5 Adduktor Shoulder 2
5 Abduktor Shoulder 2
5 Fleksor Elbow 2
5 Ekstensor Elbow 2
5 Supinator 3
5 Pronator 3
5 Fleksor Wrist 2
5 Ekstensor Wrist 2
5 Fleksor Jari-jari Tangan 3
5 Ekstensor Jari-jari Tangan 3
5 Fleksor Hip 4
5 Ekstensor Hip 4
5 Adduktor Hip 4
5 Abduktor Hip 4
5 Fleksor Knee 4
5 Ekstensor Knee 4
5 Plantar Fleksor Ankle 4
5 Dorsal Fleksor Ankle 4
b. Pemeriksaan Spatisitas
Untuk memeriksa spastisitas menggunakan skala Asworth. Ini digunakan
untuk mengetahui adanya peningkatan maupun penurunan tonus otot pada pasien
stroke. Penilaian menggunakan 5 skala yang dimulai dari 0 sampai 5, sebagai
berikut :
36
0: Tidak ada peningkatan tonus otot (flaksid).
1: Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya tahanan
minimal pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau
ekstensi.
2: Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya
pemberhentian gerakan dan diikuti dengan adanya tahanan minimal
sepanjang sisa ROM, tetapi secara umum sendi tetap mudah digerakkan.
3: Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM , tapi
sendi masih mudah digerakkan.
4: Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan.
5: Sendi atau ekstremitas kaku atau rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi.
TABEL 2. HASIL PENILAIAN SPATISITAS DENGAN SKALA ASWORTH
Grup Otot Kanan
Fleksor shoulder 0
Ekstensor shoulder 0
Adduktor shoulder 1
Abduktor shoulder 0
Fleksor elbow 2
Ekstensor elbow 0
Supinator 0
Pronator 0
Fleksor wrist 2
Ekstensor wrist 0
Fleksor jari-jari tangan 2
Ekstensor jari-jari tangan 0
Fleksor hip 0
Ekstensor hip 0
Adduktor hip 1
37
Abduktor hip 0
Fleksor knee 0
Ekstensor knee 0
Plantar fleksor ankle 1
Dorsal fleksor ankle 0
c. Pasien Aktifitas Fungsional dengan Indeks Barthel
Pemeriksaan dilakukan untuk mengukur kemampuan aktivitas fungsional
pasien. Ini sangat penting karena tujuan akhir dari rehabilitasi stroke adalah
pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Indeks Barthel mempunyai
reliabilitas rates tinggi untuk pasien stroke. Skor normal indeks ini adalah 100
(mandiri).
TABEL 3. HASIL PENILAIAN AKTIFITAS FUNGSIONAL DENGAN
INDEKS BARTHEL
Aktifitas
Nilai
Bantuan Mandiri
1. Makan 10 2. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan
sebaliknya termasuk duduk ditempat tidur. 15
3. Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, mencukur dan mengosok gigi
0
4. Aktivitas di toilet ( menyemprot, mengelap ) 5 5. Mandi 5 6. Berjalan di jalan yang datar ( jika tidak mampu
jalan ) melakukannya dengan kursi roda. 15
7. Naik turun tangga 5 8. Berpakaian termasuk menggunakan sepatu 5 9. Mengontrol BAB 10
10. Mengontrol BAK 10 Jumlah 80
38
Keterangan :
0 – 20 : Ketergantungan penuh
21 – 61 : Ketergantungan berat atau sangat tergantung
62 – 90 : Ketergantungan moderat
91 - 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri
Hasil nilai pemeriksaan yang diperoleh sesuai dengan kemampuan pasien
adalah 80 yang berarti pasien mengalami ketergantungan moderat dalam
melakukan aktifitas.
7. Diagnosis Fisioterapi
a. Impairment
Adanya kelemahan otot ekstremitas atas dan bawah sisi kanan.
b. Functional Limitation
Pasien belum mampu memegang gelas dan makan dengan menggunakan
tangan kanannya.
c. Participation Restriction
Dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar rumah, pasien tidak
merasa dikucilkan
8. Tujuan
a. Jangka Pendek
Adalah segala permasalahan yang mempengaruhi impairment, fungsional
lilmitation dan participation restriction. Tujuan jangka pendek yang dapat
diketahui pada kasus ini adalah meningkatkan kekuatan otot, menjaga spastisitas
39
agar tidak meningkat menjadi rigid, dan meningkatkan kemampuan aktifitas
fungsional pasien.
b. Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang yang dapat diketahui pada kasus ini adalah
meneruskan tujuan jangka pendek, dan mengembalikan aktivitas fungsional
pasien seoptimal mungkin.
9. Edukasi
Edukasi yang diberikan pasien untuk melakukan latihan-latihan yang telah
diajarkan fisioterapis seperti latihan aktif maupun latihan aktif dengan pola
gerakan menyilang/diagonal (latihan PNF aktif). Serta pasien diingatkan untuk
menghindari faktor-faktor risiko yang dapat menimbulkan serangan stroke
kembali.
B. Pelaksanaan Fisioterapi
1. Stimulasi Elektris (Electrical Stimulation)
a. Persiapan alat
Menyiapkan alat dan memeriksa alat yang meliputi kabel dan pad.
b. Persiapan pasien
Pasien dalam posisi tidur terlentang senyaman mungkin. Lakukan tes
sensibilitas tajam dan tumpul pada ekstrimitas atas dan bawah sisi kanan dengan
tujuan mengetahui apakah pasien dapat membedakan rasa tajam dan tumpul. Pada
tes ini pasien dapat membedakan rasa tajam dan tumpul. Daerah ekstremitas atas
40
dan bawah kanan yang hendak diterapi bebas dari pakaian dan dalam keadaan
bersih. Sebelum terapi dilakukan, pasien diberitahu mengenai rasa yang
ditimbulkan oleh stimulasi elektris, yaitu rasa tertusuk-tusuk halus hingga timbul
kontraksi otot.
c. Pelaksanaan fisioterapi
Pad atau elektroda yang diletakkan oleh fisioterapis pada lengan dan
tungkai yang lesi pada group otot ekstensor, kedua pad diletakkan pada origo dan
insertion masing-masing group otot ekstensor. Kemudian nyalakan mesinnya atur
frequency 50 Hz, modulasi 1 second, dan naikkan intensitasnya sedikit demi
sedikit sampai ada kontraksi otot pada group otot ekstensor. Untuk satu grup otot
ekstensor dilakukan 15 kali kontraksi dengan dilakukan 2 kali putaran. Setelah
selesai matikan alat dan simpan pada tempatnya.
2. Terapi Latihan
Sebelum dilakukan terapi latihan lebih baik dilakukan breathing exercise
atau latihan pernafasan dan diberi manipulasi massage pada sendi yang akan
dilatih. Hal ini dilakukan sebagai persiapan terapi latihan dan relaksasi. Pada
kondisi pasien ini penulis memberikan latihan gerak pasif (Relax passive
Movement dan Stretching), gerak aktif (Free Active Movement dan Asissted Active
Movement) dan latihan metode PNF pada anggota gerak atas dan bawah.
a. Gerak Pasif
1) Relax Passive Movement
Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapis menggerakkan anggota gerak atas
dan anggota gerak bawah sisi kanan tubuh pasien dengan gerakan yang ada pada
41
setiap sendi pada anggota gerak sisi kanan. Setiap gerakan dilakukan 8 kali
pengulangan.
2) Stretching (Penguluran)
Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapis menggerakkan anggota gerak sisi
kanan yang mengalami spastik dengan melawan pola sinergis pasien. Stretching
dilakukan untuk menurunkan dan mencegah peningkatan spastisitas. Otot-otot
yang dilakukan stretching yaitu otot fleksor jari-jari, fleksor wrist, adduktor hip,
dan plantar fleksor hip. Setiap gerakan gerakan dilakukan selama 6 detik lalu
diistirahatkan dengan dilakukan pengulangan sebatas toleransi pasien.
b. Gerak Aktif
1) Free Active Movement
Posisi pasien tidur terlentang, pasien menggerakkan setiap sendi anggota
gerak atas dan bawah sisi kanannya secara aktif sesuai dengan perintah yang
diberikan oleh fisioterapis. Selain itu juga diberikan latihan dalam posisi miring
dengan gerakan yang sama. Setiap gerakan dilakukan pengulangan sebatas
toleransi pasien.
2) Assisted Active Movement
Posisi pasien tidur terlentang, pasien menggerakkan setiap sendi anggota
gerak atas sisi kanannya secara aktif dan dibantu oleh terapis. Selain itu juga
diberikan latihan dalam posisi miring dengan gerakan yang sama. Setiap gerakan
dilakukan pengulangan sebatas toleransi pasien.
c. Latihan dengan teknik PNF
1) Latihan Pada gAnggota Gerak Atas
42
Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapis memberikan latihan sesuai
dengan pola-pola gerakan lengan yang ada dalam teknik PNF yaitu fleksi-
abduksi-eksorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi.
Gambar 7. Gerak latihan lengan dengan pola ekstensi-adduksi-endorotasi ke fleksi-abduksi-eksorotasi (mhhe.com, 2001)
Gambar 8.
Gerak latihan lengan dengan pola ekstensi-abduksi-eksorotasi ke fleksi-adduksi-endorotasi dan sebaliknya (mhhe.com, 2001)
2) Latihan Pada Anggota Gerak Bawah
Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapis memberikan latihan sesuai
dengan pola-pola gerakan tungkai yang ada dalam teknik PNF yaitu fleksi-
abduksi-eksorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi, dan fleksi-adduksi-endorotasi
dengan lutut fleksi.
43
Gambar 9.
Gerak latihan tungkai dengan pola ekstensi-adduksi-endorotasi ke fleksi-abduksi-eksorotasi (mhhe.com, 2001)
Gambar 10.
Gerak latihan tungkai dengan pola fleksi-adduksi-endorotasi dengan fleksi lutut (mhhe.com, 2001)
Teknik-teknik PNF yang digunakan:
a) Rhytmical Initiation
Pertama fisioterapis menggerakkan secara pasif terlebih dahulu kemudian
pasien diperintahkan oleh fisioterapis untuk mengikuti gerakan tersebut secara
aktif. Kedua dilakukan gerakan melawan tahanan ringan pada pola ekstensi dan
fleksi. Latihan ini dilakukan pengulangan sebtas toleransi pasien.
b) Timing For Emphasis
Pada tungkai kanan, fisioterapis menahan pada kaki pada pola fleksi-
abduksi-endorotasi dengan lutut fleksi kemudian pasien diperintahkan untuk
44
menggerakkan kakinya. Pada lengan kanan, fisioterapis menahan pada lengan
bawah kanan pasien pada pola fleksi-adduksi-eksorotasi dengan siku flexi
kemudian pasien diprintahkan untuk meluruskan sikunya. Pada pola fleksi-
abduksi-eksorotasi terapis menahan pergelangan tangan kanan pasien kemudian
terapis memerintahkan pasien untuk menggerakkan tangannya. Latihan ini
dilakukan pengulangan tolernasi pasien.
c) Slow Reversal
Fisioerapis menggerakkan lengan secara pasif pada satu pola terlebih
dahulu. Tanpa ada relaxasi, ganti dengan gerakan pada pola yang berlawanan. Lalu
kembali ke pola gerak awal tanpa relaxasi dengan diberi tahanan ringan dan diberi
aba-aba untuk melawan tahanan fisioterapis. Lakukan juga pada tungkai. Latihan
dilakukan pengulangan sebatas toleransi pasien.
C. Evaluasi
Agar tujuan terapi yang ingin kita capai dapat berhasil dengan baik dan
untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien setelah terapi, maka perlu
dilakukan dalam waktu tertentu, yaitu dalam suatu periode selama 6 kali terapi.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui atau mengevaluasi ada tidaknya
perkembangan pasien dalam satu periode terapi. Hal ini penting untuk
menentukan langkah-langkah fisioterapis selanjutnya. Adapun evaluasi yang
penulis lakukan berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, antara lain :
45
1. Kekuatan otot dengan MMT ( Manual Muscle Testing )
TABEL 4. EVALUASI KEKUATAN OTOT ANGGOTA GERAK KANAN
DENGAN MMT
Grup Otot
Anggota Gerak Kanan T1 T2 T3 T4 T5 T6
Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Fleksor shoulder
1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2
Ekstensor 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2
Adduktor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Abduktor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Fleksor elbow 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Ekstensor 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3
Supinator 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Pronator 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Fleksor wrist 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3
Ekstensor wrist 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3
Fleksor jari-jari 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Ekstensor jari-jari
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Fleksor hip 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Ekstensor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Adduktor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Abduktor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Fleksor knee 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Ekstensor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Plantar fleksor ankle
4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Dorsal fleksor ankle
4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Keterangan : T1 s/d T6 : Terapi ke-1 s.d ke-6
Sbl : sebelum terapi
Ssd : sesudah terapi
46
2. Aktifitas Fungsional Pasien dengan Indeks Barthel
TABEL 5. EVALUASI PENILAIAN AKTIFITAS FUNGSIONAL DENGAN
INDEKS BARTHEL
Aktifitas
T1 T2 T3 T4 T5 T6
B M B M B M B M B M B M
1. Makan 10 10 10 10 10 10
2. Berpindah dari kursi roda ke
tempat tidur dan sebaliknya
termasuk duduk ditempat
tidur.
15 15 15 15 15 15
3. Kebersihan diri, mencuci
muka, menyisir, mencukur
dan mengosok gigi
0 0 0 0 5 5
4. Aktivitas di toilet
(menyemprot, mengelap)
5 5 5 5 5 5
5. Mandi 5 5 5 5 5 5
6. Berjalan di jalan yang datar
(jika tidak mampu jalan)
melakukannya dengan kursi
roda.
15 15 15 15 15 15
7. Naik turun tangga 5 5 5 5 5 5
8. Berpakaian termasuk
menggunakan sepatu
5 5 5 5 5 10
9. Mengontrol BAB 10 10 10 10 10 10
10. Mengontrol BAK 10 10 10 10 10 10
Jumlah 80 80 80 80 85 90
Keterangan : T1 s/d T6 : Terapi ke-1 s.d ke-6
B : Bantuan, M : Mandiri
Keterangan Hasil: 0 – 20 : Ketergantungan penuh 21 – 61 : Ketergantungan berat atau sangat tergantung 62 – 90 : Ketergantungan moderat 91 - 99 : Ketergantungan ringan 100 : Mandiri
47
3. Spastisitas dengan skala Asworth
TABEL 6. EVALUASI PENILAIAN SPATISITAS DENGAN SKALA
ASWORTH
Grup Otot
Anggota Gerak Kanan T1 T2 T3 T4 T5 T6
Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Adduktor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Fleksor elbow
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Fleksor wrist 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Fleksor jari-jari
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Adduktor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Plantar fleksor ankle
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan : T1 s/d T6 : Terapi ke-1 s.d ke-6 Sbl : sebelum terapi Ssd : sesudah terapi
48
BAB IV
PEMBAHASAN HASIL
Penatalaksanaan Stimulasi Elektris dan Terapi Latihan pada penderita
hemiparese dextra post stroke non hemoragik yang telah diberikan selama 6 kali
terapi, dari T1 sampai T6 secara sistematis dan bertahap diperoleh adanya kondisi
yang mulai membaik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, Adanya
kemajuan ini juga tidak lepas dari peran serta keluarga dan tenaga medis lain yang
telah merawat dan menjaga pasien dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan impairment, functional limitation, dan participation
restriction yang ada pada pasien dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk
mengetahui keberhasilan terapi. Ini dapat dilihat dari kondisi pasien yang dapat
dibandingkan pada saat pemeriksaan dan setelah diberikan program terapi. Secara
garis besar evaluasi terakhir setelah diberikan program terapi latihan menunjukkan
bahwa kondisi pasien mengalami peningkatan kekuatan otot, penurunan
spastisitas dan peningkatan kemampuan fungsional. Berikut ini adalah tabel
tentang evaluasi berkala yang dilakukan penulis pada kasus yang dibahas.
A. Penilaian Kekuatan Otot dengan MMT
TABEL 7. PENILAIAN KEKUATAN OTOT ANGGOTA GERAK KANAN
DENGAN MMT PADA T1 DAN T6
Group Otot T 1 T6 Kondisi
Fleksor shoulder 1 2 Meningkat
Ekstensor 1 2 Meningkat
49
Adduktor 2 2 Tetap
Abduktor 2 2 Tetap
Fleksor elbow 2 2 Tetap
Ekstensor 2 3 Meningkat
Supinator 3 3 Tetap
Pronator 3 3 Tetap
Fleksor wrist 2 3 Meningkat
Ekstensor wrist 2 3 Meningkat
Fleksor jari-jari 3 3 Tetap
Ekstensor jari-jari 3 3 Tetap
Fleksor hip 4 5 Meningkat
Ekstensor 4 5 Meningkat
Adduktor 4 5 Meningkat
Abduktor 4 5 Meningkat
Fleksor knee 4 5 Meningkat
Ekstensor 4 5 Meningkat
Plantar fleksor ankle 4 5 Meningkat
Dorsal fleksor ankle 4 5 Meningkat
B. Penilaian Spastisitas Dengan Skala Asworth
TABEL 8. PENILAIAN SPASTISITAS DENGAN SKALA ASWORTH
PADA T1 DAN T6
Grup Otot T 1 T6 Kondisi
Adduktor Shoulder 1 1 Tetap
Fleksor Elbow 2 2 Tetap
Fleksor Wrist 2 2 Tetap
Fleksor Jari-jari 2 2 Tetap
Adduktor Hip 1 1 Tetap
Plantar Fleksor Ankle 1 1 Tetap
50
C. Penilaian Aktifitas Fungsional dengan Indeks Barthel
TABEL 9. PENILAIAN AKTIFITAS FUNGSIONAL DENGAN INDEKS
BARTHEL PADA T1 DAN T6
Aktifitas
T1 T6
B M B M
1. Makan 10 10
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat
tidur dan sebaliknya termasuk duduk
ditempat tidur.
15 15
3. Kebersihan diri, mencuci muka,
menyisir, mencukur dan mengosok gigi
0 5
4. Aktivitas di toilet (menyemprot,
mengelap)
5 5
5. Mandi 5 5
6. Berjalan di jalan yang datar (jika tidak
mampu jalan) melakukannya dengan
kursi roda.
15 15
51
7. Naik turun tangga 5 5
8. Berpakaian termasuk menggunakan
sepatu
5 10
9. Mengontrol BAB 10 10
10. Mengontrol BAK 10 10
Jumlah 80 90
DAFTAR PUSTAKA
Arva, S. Stroke. Diakses Mei 31, 2009. http://download-my-ebook. blogspot.com/stroke.html. 2009.
Binhasyim. homunculi. [Online] 12 2007. [Cited: Maret 3, 2009.] http://binhasyim.files.wordpress.com/2007/12/homunculi.jpg. 2007.
Chusid, J.G; Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. New York : Gadjah Mada University Press, 1979.
Dumilah, R and S, Roesbagyo Dwi; Methode PNF. Kumpulan Makalah Workshop Fisioterapi Pada Stroke. Jakarta : IKAFI, 1992.
Feigin, V. Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke. New Zealand : PT Bhuana Ilmu Populer, 2006.
Forum Studi Bobath. Pengertian Stroke. Forum Studi Bobath "Stroke". Diakses Mei 31, 2009.] http:// infostroke.wordpress.com/pengertian-stroke. 2009.
Hudaya, P; DP3FT 1. Surakarta : Akademi Fisioterapi Surakarta, 1996.
Hudaya, P; Patologi Umum. Surakarta : Akademi Fisioterapi Surakarta,1997.
IFI. Dasar Hukum Praktek Fisioterapi; dikutip Majalah Fisioterapi Indonesia; volume 6 no.10. 2006.
Indriasari, L. Stroke Mengancam Usia Muda; diakses tanggal 5/11/2007, dari http://www.kompas.com. 2007.
Inverarity, L. Physical Therapy Blog. Electrical Stimulation.[Cited: Mei31, 2009.] http://www.about.com. 2005.
Kuntono, H.P. Pentalaksanaan Stimulasi Elektris. [Cited: Januari 5, 2009.] http://fisiosby.com/pentalaksanaan stimulasi elektris. 2007.
Kuntono, H.P; Prinsip-prinsip Dasar PNF. Makalah Pelatihan Metode PNF. Jakarta : Sasana Husada-Profisio, 2002.
McGraw-HillCompanies. Athletic Training. [Cited:Juni11,2009] http://www.mhhe.com/hper/pysed/athletitraining/ch22.mhtml.2001.
Priatna, H; Exercise Therapy. surakarta : Akademi Fisioterapi Surakarta, 1985. Hal. 3
R. Putz, and R. Pabst; Atlas Anatomi Manusia Sobotta. [ed.] Joko Suyono. 20.Jakarta : EGC, 1997. Hal. 289. Gambar 494 Lipatan Berliku, Gyri, Hemisfer otak besar; tampak lateral (ki).
Riasmini, M, Peran Tenaga Kesehatan dalam Pemberdayaan Masyarakat untuk Mewujudkan Desa Siaga; diakses tanggal 5/11/2007, dari http://www.bppsdmk.depkes.go.id. 2006.
Sidharta, P and Mardjono, M; Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, 1978.
Surya, Sang and Amirudin, R. Epidemiologi Stroke. [Cited: Maret 27, 2009.]http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2008/01/11/epidemiologistrok 2008.
Swaramuslim.Stroke.[Cited:Maret5,2009.]http://swaramuslim.com/images/upload s/ch1-1-d-img1-big.jpg. 2009.
Wahyono,Y; Tehnik-Tehnik Dalam PNF. Jakarta : Sasana Husada- Profisio, 2002.
Wikipedia. Circulus Willisi.[Cited: Juni 12,2009] http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/2e/Circle_of_Willis_en.svg/180px-Circle_of_Willis_en.svg.png. 2009.
Wilson, Sylvia A. Price & Lorraine M; Patofisiologi. 6. s.l. : EGC, 2002. Vol. II.
YASTROKI. Tangani Masalah Stroke di Indonesia [Cited; Agustus 15, 2009]. http://www.yastroki.or.id/read.php?id=4. 2009.
AKADEMI FISIOTERAPI “ YAB “Y O G Y A K A R T A Jl. Ringroad Selatan, Giwangan, Umbulharjo, Jogjakarta
Telp./Fax. (0274) 389290, 448591
1
PROTOKOL STUDI KASUS
NAMA MAHASISWA : Abdurrasyid
TEMPAT PRAKTEK : RS. Bethesda
NIM : 01. 06. 191
PEMBIMBING : Ibu Enata S, SSt. Ft
Tanggal Pembuatan Laporan : 18 Februari 2009
Kondisi : FT C
I. KETERANGAN UMUM PENDERITA
Nama : Bp. Gideon Setiawan
Umur : 79 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Taman Mutiara No.5, Sleman
II. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT
A. DIAGNOSIS MEDIS
Hemiparese Dextra Post Stroke Non Hemoragik
B. CATATAN KLINIS :
Pasien datang ke poli fisioterapi RS Bethesda pada tanggal 18 Februari
2009 dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan
2
C. TERAPI UMUM
Medica mentosa dan fisioterapi
D. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER
Mohon dilakukan tindakan fisioterapi pada pasien bernama bapak Gideon
Setiawan dengan keluhan Hemiparese dextra
III. SEGI FISIOTERAPI
A. DATA FISIOTERAPI
1. ANAMNESIS (AUTO/HETERO)
a. KELUHAN UTAMA :
Anggota gerak sisi kanan terasa lemah untuk digerakkan.
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pada tanggal 23 Januari 2009 di Cikarang, setelah pulang dari jalan-jalan
pagi pasien tiba-tiba merasakan mata kanan terlihat lebih gelap dibanding dengan
mata kirinya dan badan sisi kanan terasa lebih lemah. Kemudian pasien dilarikan
ke Rumah Sakit Siloam selama 5 hari, lalu pasien pulang ke Jogja dan diperiksa
kembali oleh dokter dan dirujuk ke fisioterapi untuk ditangani sampai sekarang.
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
- Serangan stroke pada tahun 2008
- Hipertensi (+)
d. RIWAYAT PRIBADI
Pasien seorang wiraswasta yang menyukai makanan sate kambing dan
jeroan sewaktu muda.
3
e. RIWAYAT KELUARGA
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien.
f. ANAMNESIS SISTEM
1) Kepala & Leher
Pasien tidak mengeluhkan pusing dan kaku leher.
2) Sistem Kardiovaskuler
Pasien tidak mengeluhkan jantung berdebar-debar maupun nyeri dada
3) Sistem Respirasi
Tidak sesak nafas maupun nafas cepat
4) Sistem Gastrointestinal
Tidak ada keluhan mual dan muntah, buang air besar lancar dan
terkontrol.
5) Sistem Urogenitalis
Buang air kecil lancar dan terkontrol
6) Sistem Muskuloskeletal
Adanya kelemahan anggota tubuh sebelah kanan.
7) Sistem Nervorum
Pasien tidak mengeluhkan kesemutan dan rasa tebal-tebal.
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. TANDA – TANDA VITAL
1) Tekanan Darah : 130/70 mmHg
2) Denyut Nadi : 64 kali/ menit
3) Frek. Pernafasan : 28 kali/ menit
4
4) Suhu : 36,5º C
b. 1) Berat Badan : 65 kg
2) Tinggi Badan : 170 cm
c. INSPEKSI
Statis : tangan kanan pasien ke arah pola sinergis yaitu flexi elbow,
adduksi shoulder dan palmar flexi.
Dinamis : pasien tampak saat berjalan dengan menggunakan alat
bantu tripod.
d. PALPASI
Tidak ada spasme otot, tidak ada nyeri tekan, dan suhu lokal pasien dalam
batas normal.
e. PERKUSI
Tidak dilakukan
f. AUSKULTASI
Tidak dilakukan
g. GERAKAN DASAR
1) Gerak Pasif
Tidak ada keterbatasan gerak, ada kekakuan pada adduktor shoulder,
fleksor elbow, fleksor wrist, fleksor jari-jari tangan, adduktor hip, serta plantar
fleksor ankle dan tidak ada nyeri.
2) Gerak Aktif
Pasien mampu melakukan semua gerak aktif pada anggota gerak bawah
dan atas sisi kanan, tidak ada keterbatasan gerak dan tidak ada nyeri.
5
3) Gerak Aktif Melawan Tahanan
Pada anggota gerak bawah sisi kanan pasien mampu melakukan melawan
tahanan minimal, sedangkan pada anggota gerak atas sisi kanan pasien belum
mampu melawan tahanan minimal.
h. KOGNITIF, INTRA PERSONAL & INTER PERSONAl
Kognitif : Pasien mampu menceritakan kapan keluhan itu muncul dengan
baik dan urut.
Intrapersonal : Pasien mampu memahami permasalahan penyakit yang dihadapi
dan pasien dapat bekerja sama dengan fisioterapis dalam proses terapi yang
diberikan,
Interpersonal : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik terhadap fisioterapis
serta dapat berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya.
i. KEMAMPUAN FUNGSIONAL & LINGKUNGAN AKTIFITAS
1) Fungsional Dasar
Pasien mampu tidur miring ke kanan dan ke kiri, mampu duduk, mampu
berdiri, dan berjalan.
2) Fungsional Aktivitas
Adanya keterbatasan dalam aktifitas toileting, memakai celana panjang
dan naik turun tangga sehubungan dengan aktifitas sehari-hari.
3) Lingkungan Aktivitas
Di lingkungan rumah, pasien kesulitan untuk naik tangga dan masih perlu
bantuan.
6
3. PEMERIKSAAN SPESIFIK UNTUK FT C
a. Kekuatan Otot dengan MMT ( Manual Muscle Testing )
Kiri Grup Otot Kanan
5 Fleksor Shoulder 1
5 Ekstensor Shoulder 1
5 Adduktor Shoulder 2
5 Abduktor Shoulder 2
5 Fleksor Elbow 2
5 Ekstensor Elbow 2
5 Supinator 3
5 Pronator 3
5 Fleksor Wrist 2
5 Ekstensor Wrist 2
5 Fleksor Jari-jari Tangan 3
5 Ekstensor Jari-jari Tangan 3
5 Fleksor Hip 4
5 Ekstensor Hip 4
5 Adduktor Hip 4
5 Abduktor Hip 4
5 Fleksor Knee 4
5 Ekstensor Knee 4
5 Plantar Fleksor Ankle 4
5 Dorsal Fleksor Ankle 4
b. Pemeriksaan Spatisitas
Grup Otot Kanan
Fleksor shoulder 0
Ekstensor shoulder 0
Adduktor shoulder 1
Abduktor shoulder 0
Fleksor elbow 2
Ekstensor elbow 0
7
Supinator 0
Pronator 0
Fleksor wrist 2
Ekstensor wrist 0
Fleksor jari-jari tangan 2
Ekstensor jari-jari tangan 0
Fleksor hip 0
Ekstensor hip 0
Adduktor hip 1
Abduktor hip 0
Fleksor knee 0
Ekstensor knee 0
Plantar fleksor ankle 1
Dorsal fleksor ankle 0
c. Pasien Aktifitas Fungsional dengan Indeks Barthel
Aktifitas
Nilai
Bantuan Mandiri
1. Makan 10
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan
sebaliknya termasuk duduk ditempat tidur.
15
3. Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir,
mencukur dan mengosok gigi
0
4. Aktivitas di toilet ( menyemprot, mengelap ) 5
5. Mandi 5
6. Berjalan di jalan yang datar ( jika tidak mampu
jalan ) melakukannya dengan kursi roda.
15
7. Naik turun tangga 5
8. Berpakaian termasuk menggunakan sepatu 5
9. Mengontrol BAB 10
8
10. Mengontrol BAK 10
Jumlah 80
B. INTERPERTASI DATA / DIAGNOSIS FISIOTERAPI
1. Permasalahan Kapasitas Fisik
a. Adanya kelemahan anggota gerak atas dan bawah pada sisi kanan
b. Adanya spastisitas
2. Permasalahan Kapasitas Fungsional
Pasien sulit untuk makan dengan menggunakan tangan kanannya dan
sulit melakukan aktifitas toileting
C. PROGRAM / RENCANA FISIOTERAPI
1. TUJUAN
a. Tujuan jangka pendek
1) Meningkatkan kekuatan otot,
2) Menurunkan spastisitas,
3) Meningkatkan kemampuan aktifitas fungsional pasien.
b. Tujuan jangka panjang
1) Meneruskan tujuan jangka pendek,
2) Mengembalikan aktivitas fungsional pasien seoptimal mungkin.
2. TINDAKAN FISIOTERAPI
a. Teknologi Fisioterapi
1) Teknologi Alternatif :
IR, MWD, SWD, US, TENS, ES, Massage, dan Terapi Latihan
9
2) Teknologi Terpilih :
- Stimulasi Elektris/Electrical Stimulation (ES): Re-edukasi otot
dan Fasilitasi
- Terapi Latihan: meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan
kemampuan fungsional, Mencegah kekakuan otot (rigid)
3) Teknologi Yang Dilaksanakan
Electrical Stimulation (ES) dan Terapi Latihan
b. Edukasi
Pasien diperintahkan untuk melakukan latihan-latihan yang telah diajarkan
fisioterapis seperti latihan aktif maupun latihan aktif dengan pola gerakan
menyilang/diagonal (latihan PNF aktif). Serta pasien diingatkan untuk
menghindari faktor-faktor risiko yang dapat menimbulkan serangan stroke
kembali.
3. RENCANA EVALUASI
a. Pengukuran derajat kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT)
b. Pengukuran derajat spastisitas dengan skala Asworth
c. Pengukuran kemampuan aktifitas fungsional dengan index barthel
D. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Sanam : dubia ad malam
Quo ad Fungsionam : dubia ad malam
Quo ad Kosmetikam : dubia ad malam
10
E. PELAKSANAAN FISIOTERAPI
1. Stimulasi Elektris/Electrical Stimulation
a. Persiapan alat
Menyiapkan alat dan memeriksa alat yang meliputi kabel dan pad.
b. Persiapan pasien
Pasien dalam posisi tidur terlentang senyaman mungkin. Lakukan tes
sensibilitas tajam dan tumpul pada ekstrimitas atas dan bawah sisi kanan dengan
tujuan mengetahui apakah pasien dapat membedakan rasa tajam dan tumpul. Pada
tes ini pasien dapat membedakan rasa tajam dan tumpul. Daerah ekstremitas atas
dan bawah kanan yang hendak diterapi bebas dari pakaian dan dalam keadaan
bersih. Sebelum terapi dilakukan, pasien diberitahu mengenai rasa yang
ditimbulkan oleh Electrical Stimulation, yaitu rasa tertusuk-tusuk hingga timbul
kontraksi otot.
c. Pelaksanaan fisioterapi
Pad atau elektroda yang diletakkan oleh fisioterapis pada lengan dan
tungkai yang lesi pada group otot ekstensor dan satu pad lainnya diletakkan pada
nerve trunk. Kemudian nyalakan mesinnya atur frequency 50 Hz, modulasi 1
second, dan naikkan intensitasnya sedikit demi sedikit sampai ada kontraksi otot
pada group otot ekstensor. Untuk satu grup otot ekstensor dilakukan 15 kali
kontraksi. Setelah selesai matikan mesin dan simpan pada tempatnya.
2. Terapi Latihan
Sebelum dilakukan terapi latihan lebih baik dilakukan breathing exercise
atau latihan pernafasan dan diberi manipulasi massage pada sendi yang akan
11
dilatih. Hal ini dilakukan sebagai persiapan terapi latihan dan relaxasi. Pada
kondisi pasien ini penulis memberikan latihan gerak pasif (Relax passive
Movement dan Stretching), gerak aktif (Free Active Movement dan Asissted
Active Movement) dan latihan metode PNF pada anggota gerak atas dan bawah.
a. Gerak Pasif
1) Relax Passive Movement
Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapis menggerakkan anggota gerak atas
dan anggota gerak bawah sisi kanan tubuh pasien dengan gerakan yang ada pada
setiap sendi pada anggota gerak sisi kanan. Setiap gerakan dilakukan 8 kali
pengulangan.
2) Stretching (Penguluran)
Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapis menggerakkan anggota gerak sisi
kanan yang mengalami spastik dengan melawan pola sinergis pasien. Stretching
dilakukan untuk menurunkan dan mencegah peningkatan spastisitas. Otot-otot
yang dilakukan stretching yaitu otot fleksor jari-jari, fleksor wrist, biceps brachii,
adduktor shoulder, adduktor hip, dan plantar fleksor hip. Setiap gerakan gerakan
dilakukan 6 kali pengulangan.
b. Gerak Aktif
1) Free Active Movement
Posisi pasien tidur terlentang, pasien menggerakkan setiap sendi anggota
gerak atas dan bawah sisi kanannya secara aktif sesuai dengan perintah yang
diberikan oleh fisioterapis. Selain itu juga diberikan latihan dalam posisi miring
dengan gerakan yang sama. Setiap gerakan dilakukan 8 kali pengulangan.
12
2) Assisted Active Movement
Posisi pasien tidur terlentang, pasien menggerakkan setiap sendi anggota
gerak atas sisi kanannya secara aktif dan dibantu oleh terapis. Selain itu juga
diberikan latihan dalam posisi miring dengan gerakan yang sama. Setiap gerakan
dilakukan 8 kali pengulangan.
c. Latihan dengan teknik PNF
1) Latihan Pada Anggota Gerak Atas
Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapis memberikan latihan sesuai
dengan pola-pola gerakan lengan yang ada dalam teknik PNF yaitu fleksi-
abduksi-eksorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi.
2) Latihan Pada Anggota Gerak Atas
Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapis memberikan latihan sesuai
dengan pola-pola gerakan tungkai yang ada dalam teknik PNF yaitu fleksi-
abduksi-eksorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi, dan fleksi-adduksi-endorotasi
dengan lutut fleksi.
Teknik-teknik PNF yang digunakan:
1) Rhytmical Initiation
Pertama fisioterapis menggerakkan secara pasif terlebih dahulu kemudian
pasien diperintahkan oleh fisioterapis untuk mengikuti gerakan tersebut secara
aktif. Kedua dilakukan gerakan melawan tahanan ringan pada pola ekstensi dan
fleksi. Latihan ini dilakukan 8 kali pengulangan.
2) Timing For Emphasis
Pada tungkai kanan, fisioterapis menahan pada kaki pada pola fleksi-
abduksi-endorotasi dengan lutut fleksi kemudian pasien diperintahkan untuk
13
menggerakkan kakinya. Pada lengan kanan, fisioterapis menahan pada lengan
bawah kanan pasien pada pola fleksi-adduksi-eksorotasi dengan siku flexi
kemudian pasien diprintahkan untuk meluruskan sikunya. Pada pola fleksi-
abduksi-eksorotasi terapis menahan pergelangan tangan kanan pasien kemudian
terapis memerintahkan pasien untuk menggerakkan tangannya. Latihan ini
dilakukan 8 kali pengulangan.
3) Slow Reversal
Fisioerapis menggerakkan lengan secara pasif pada satu pola terlebih
dahulu. Tanpa ada relaxasi, ganti dengan gerakan pada pola yang berlawanan. Lalu
kembali ke pola gerak awal tanpa relaxasi dengan diberi tahanan ringan dan diberi
aba-aba untuk melawan tahanan fisioterapis. Lakukan juga pada tungkai. Latihan
dilakukan 8 kali pengulangan.
F. EVALUASI
1. Kekuatan otot dengan MMT ( Manual Muscle Testing )
Grup Otot
Anggota Gerak Kanan T1 T2 T3 T4 T5 T6
Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Fleksor shoulder
1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2
Ekstensor 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2
Adduktor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Abduktor 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Fleksor elbow
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Ekstensor 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3
Supinator 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Pronator 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
14
Fleksor wrist 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3
Ekstensor wrist
2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3
Fleksor jari-jari
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Ekstensor jari-jari
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Fleksor hip 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Ekstensor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Adduktor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Abduktor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Fleksor knee 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Ekstensor 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Plantar fleksor ankle
4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Dorsal fleksor ankle
4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Keterangan : T1 s/d T6 : Terapi ke-1 s.d ke-6
Sbl : sebelum terapi
Ssd : sesudah terapi
2. Aktifitas Fungsional Pasien dengan Indeks Barthel
Aktifitas
T1 T2 T3 T4 T5 T6
B M B M B M B M B M B M
1. Makan 10 10 10 10 10 10
2. Berpindah dari kursi roda
ke tempat tidur dan
sebaliknya termasuk duduk
ditempat tidur.
15 15 15 15 15 15
3. Kebersihan diri, mencuci
muka, menyisir, mencukur
dan mengosok gigi
0 0 0 0 5 5
4. Aktivitas di toilet
(menyemprot, mengelap)
5 5 5 5 5 5
5. Mandi 5 5 5 5 5 5
6. Berjalan di jalan yang 15 15 15 15 15 15
15
datar (jika tidak mampu
jalan) melakukannya
dengan kursi roda.
7. Naik turun tangga 5 5 5 5 5 5
8. Berpakaian termasuk
menggunakan sepatu
5 5 5 5 5 10
9. Mengontrol BAB 10 10 10 10 10 10
10. Mengontrol BAK 10 10 10 10 10 10
Jumlah 80 80 80 80 85 90
Keterangan : T1 s/d T6 : Terapi ke-1 s.d ke-6
B : Bantuan, M : Mandiri
Keterangan Hasil:
0 – 20 : Ketergantungan penuh 21 – 61 : Ketergantungan berat atau sangat tergantung 62 – 90 : Ketergantungan moderat 91 - 99 : Ketergantungan ringan 100 : Mandiri
3. Spastisitas dengan skala Asworth
Grup Otot
Anggota Gerak Kanan T1 T2 T3 T4 T5 T6
Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Sbl Ssd Adduktor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Fleksor elbow
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Fleksor wrist
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Fleksor jari-jari
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Adduktor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Plantar fleksor ankle
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan : T1 s/d T6 : Terapi ke-1 s.d ke-6
Sbl : sebelum terapi
Ssd : sesudah terapi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Abdurrasyid
Tempat, Tanggal Lahir : Batanghari Ogan, 22 Januari 1988
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Binawaluya BII/8, Komplek Depkes, Sunter
Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Riwayat Pendidikan :
1. TK Bhaktisiwi, Jakarta Utara (1992-1994 )
2. SD 08 Sumur Batu, Jakarta Pusat ( 1994-1997 )
3. SD Trimurjo, Bandar Lampung ( 1997-1999 )
4. SD 010 Sumur Batu, Jakarta Pusat ( 1999-2000 )
5. SLTP N 10 Sumur Batu, Jakarta Pusat ( 2000-2003 )
6. SMU N 1 Jakarta Pusat ( 2003-2006 )
7. Paket C ( 2006 )
8. Akademi Fisioterapi “ YAB” Yogyakarta ( 2006-2009 )
Riwayat Praktek Klinis :
1. RSD Panembahan Senopati Bantul
2. RSUP dr. Sardjito Yogyakarta
3. RS. Bethesda Yogyakarta
4. RS. Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta
5. RS Orthopedi Prof. Dr. Soeharso Surakarta
6. RSUD Sleman
7. Klinik Fisioterapi “Murono” Yogyakarta
Riwayat Mengikuti Seminar :
1. Seminar Nasional “Penanganan Fisioterapi Terkini Pada Osteoathritis
Sendi Lutut
2. Clinical Bobath Course In Pediatric Problem