75
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari harapan hidup penduduk suatu bangsa. Semakin meningkat umur harapan hidup (UHH) suatu bangsa di tandai dengan meningkatnya warga lanjut usia. Angka UHH di Indonesia pada tahun 1995 – 2000 sebesar 64,71 tahun meningkat menjadi 67,68 tahun pada tahun 2000 – 2005. Proporsi penduduk lansia (di atas 60 tahun) meningkat dari 16 juta jiwa (7,6%) pada tahun 2000 menjadi 18,4 juta jiwa (8,4%) pada tahun 2005. Sedangkan dari data USA – Bureau of the Cencus, Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan umur harapan hidup lansia terbesar diseluruh dunia antara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414%. (Darmojo R, 1999)

Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari harapan

hidup penduduk suatu bangsa. Semakin meningkat umur harapan hidup (UHH)

suatu bangsa di tandai dengan meningkatnya warga lanjut usia. Angka UHH di

Indonesia pada tahun 1995 – 2000 sebesar 64,71 tahun meningkat menjadi 67,68

tahun pada tahun 2000 – 2005. Proporsi penduduk lansia (di atas 60 tahun)

meningkat dari 16 juta jiwa (7,6%) pada tahun 2000 menjadi 18,4 juta jiwa

(8,4%) pada tahun 2005. Sedangkan dari data USA – Bureau of the Cencus,

Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan umur harapan hidup lansia

terbesar diseluruh dunia antara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414%. (Darmojo

R, 1999)

Fakta statistik di Amerika Serikat 14,3 % dari populasi Amerika Serikat

mengalami arthritis. Prevalensi arthritis di Amerika Serikat menunjukan bahwa

prevalensi tertinggi dari rheumatoid arthritis adalah pada suku Amerika Indian

dibanding dengan yang Non Indian. Lebih dari 36 juta penduduk Amerika

menderita 1 dari 100 jenis arthritis. Di Indonesia sendiri diperkirakan kasus

1

Page 2: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

2

rheumatoid arthritis berkisar 0,1 % sampai dengan 0,3 % dari jumlah penduduk

Indonesia. (Gordon, 2002)

Laporan hasil riset kesehatan dasar (RIKESDAS) Lampung 2010,

menunjukan bahwa prevalensi peradangan sendi menurut kota/ kabupaten

berkisar antara 12,1 %.

Hal yang terburuk pada penderita rheumatoid arthritis adalah pengaruh

negatifnya terhadap kualitas kehidupan. Bahkan kasus rheumatoid arthritis yang

tidak begitu parah pun dapat menghilangkan kemampuan seseorang untuk

produktif dan fungsional seutuhnya. Rheumatoid arthritis dapat mengakibatkan

tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari seutuhnya.

Rheumatoid arthritis adalah gangguan autoimun sistemik, ditandai dengan

adanya arthritis erosif pada sendi synovial yang simetris dan kronis yang

menyebabkan gangguan fungsi yang berat serta kecacatan. Rheumatoid arthritis

mempunyai sasaran primer sinovium. Sinovitis proliferatif mula-mula

dimanifestasikan oleh pembengkakan serta kekakuan pergelangan tangan dan

sendi jari. karena penyakit berlanjut, maka sinovitis bisa menyebabkan

peningkatan tekanan sendi, distensi serta putusnya kapsul dan ligamentum.

(Davey P, 2005; Sabiston, 1994)

Rheumatoid arthritis kira-kira 2,5 kali lebih sering menyerang perempuan dari

pada laki-laki. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada

Page 3: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

3

perempuan. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun. (Price

S,Wilson, 2005)

Walaupun faktor penyebab maupun pathogenesis rheumatoid arthritis yang

sebenarnya hingga kini tetap belum diketahui dengan pasti, faktor genetik seperti

produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II (HLA-DR) dan beberapa

faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini.

(Nasution AR & Sumariyono, 2010)

Ada beberapa gambaran klinis lazim yang ditemukan misalnya, lelah,

anoreksia, kaku sendi di pagi hari selama lebih dari satu jam, poliarthritis simetris

terutama pada sendi perifer, adanya masa di subkutan pada sepertiga pasien

dewasa biasanya pada bursa olekranon. (Price S,Wilson, 2005)

Berdasarkan dari yang dipaparkan diatas maka peneliti merasa perlu untuk

melakukan penelitian yang lebih lanjut dan menjadikannya sebagai judul

penelitian, karena rheumatoid arthritis merupakan salah satu penyakit yang

diperantarai oleh imunitas dan umumnya dijumpai pada usia lanjut.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Page 4: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

4

1. Berapa Prevalensi Penderita Rheumatoid Arthritis Di Bagian Penyakit

Dalam Rumah Sakit H. Abdoel Moeloek Periode bulan Januari 2010 -

bulan Desember 2010

2. Bagaimana Distribusi Karakteristik Penderita Rheumatoid Arthritis Di

Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit H. Abdoel Moeloek Periode bulan

Januari 2010 – bulan Desember 2010

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

- Mengetahui Prevalensi Dan Karakteristik Penderita Rheumatoid Arthritis

Di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit H. Abdoel Moeloek Periode bulan

Januari 2010 – bulan Desember 2010

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari peneliti ini adalah :

1. Mengetahui Prevalensi Penderita Rheumatoid Arthritis Di Bagian

Penyakit Dalam Rumah Sakit H. Abdoel Moeloek Periode bulan

Januari 2010 – bulan Desember 2010

2. Mengetahui Distribusi Karakteristik Penderita Rheumatoid Arthritis

Berdasarkan Umur Di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit H. Abdoel

Moeloek Periode bulan Januari 2010 – bulan Desember 2010.

3. Mengetahui Distribusi Karakteristik Penderita Rheumatoid Arthritis

Berdasarkan Jenis Kelamin Di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit H.

Abdoel Moeloek Periode bulan Januari 2010 – bulan Desember 2010

Page 5: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

5

4. Mengetahui Distribusi Karakteristik Penderita Rheumatoid Arthritis

Berdasarkan Keluhan Utama Di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit

H. Abdoel Moeloek Periode bulan Januari 2010 – bulan Desember

2010

5. Mengetahui Distribusi Karakteristik Penderita Rheumatoid Arthritis

Berdasarkan Sendi Yang Terserang Di Bagian Penyakit Dalam Rumah

Sakit H. Abdoel Moeloek Periode bulan Januari 2010 – bulan

Desember 2010

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

1. Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang prevalensi dan

karakteristik penderita rheumatoid arthritis

2. Bagi institusi pendidikan (Universitas)

Digunakan sebagai sumber informasi, khasanah wacana kepustakaan serta

dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

3. Bagi profesi

Dapat memberikan sumbangan ilmu sebagai tambahan serta referensi

dalam dunia Kedokteran mengenai karakterisik penderita rheumatoid

arthritis.

Sebagai pembanding dengan penelitian yang serupa di tempat lain.

Page 6: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

6

1.4.1. Manfaat praktis

Dengan mengetahui angka kejadian dan karakteristik penderita

rheumatoid arthritis maka dapat dilakukan pencegahan dan pengelolaan

penyakit rheumatoid arthritis dengan lebih tepat dan aman sehingga

diwaktu mendatang dapat menurunkan angka kejadian rheumatoid arthritis.

Page 7: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1. Struktur Anatomi

a. Vertebrae

Columna vertebralis terbentang dari cranium sampai ujung

coccygis dan merupakan unsur utama kerangka aksial (ossa cranii, os

hyoid, columna vertebralis, costa dan sternum). Columna vertebralis

melindungi medulla spinalis, menyangga berat tubuh dan merupakan

sumbu bagi tubuh yang untuk sebagian kaku dan untuk sebagian

lentur, serta berfungsi sebagai poros untuk kepala berputar. Dengan

demikian columna vertebralis memegang peran penting dalam sikap

tubuh, pengandaraan berat tubuh, dan lokomasi. (Moore KL & Agur

AMR, 2002)

Columna vertebralis terdiri dari 33 vertebra yang teratur dalam

lima daerah, tetapi hanya 24 dari jumlah tersebut, 7 cervikalis, 12

vertebra thoracica, dan 5 vertebra lumbalis dapat digerakan pada orang

dewasa. Corpus vertebrae berangsur menjadi lebih besar keujung

caudal columna vertebralis, dan kemudian berturut-turut menjadi

7

Page 8: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

8

makin kecil keujung os coccygeus. Perbedaan struktural ini

berhubungan dengan keadaan bawah daerah lumbal dan sacral

menanggung beban yang lebih besar dari pada cervical dan thoracal.

Ke 24 vertebra cervikalis, vertebra thoracica dan vertebra lumbalis

bersendi pada articulatio intervertebralis yang membuat columna

vertebralis menjadi cukup lentur. Corpus vertebra membentuk sekitar

¾ dari seluruh panjang columna vertebralis, dan discus intervertebralis

sekitar ¼ panjang columna vertebralis. (Moore KL & Agur AMR,

2002)

b. Os Coxae

Os coxae menghubungkan os sacrum dengan femur dan

merupakan penghubung tulang antara batang tubuh dan extremitas

inferior. Tulang panggul (os coxae) terdiri dari: ileum, ischium dan

pubis. Tulang-tulang ini bertemu satu dengan yang lainnya di

acetabulum.(Wibowo DS & Paryana W, 2010; Snell RS, 2006)

Pada permukaan luar os coxae terdapat sebuah lekukan yang dalam

disebut acetabulum, yang bersendi dengan caput femoris yang

bentuknya hampir bulat untuk membentuk articulatio coxae. Pinggir

inferior acetabulum mempunyai lekukan yang disebut incisura

acetabuli. Facies articularis acetabuli berbentuk seperti tapal kuda dan

diliputi oleh cartilago hyalin. Dasar acetabulum bukan bagian sendi dan

disebut fossa acetabuli. (Wibowo DS & Paryana W, 2010)

Page 9: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

9

Acetabulum merupakan bagian dari os coxae yang merupakan

tempat persendian dengan os femur. Bagian acetabulum yang

berhubungan dengan caput femoris disebut facies lunata yang

melingkar sepanjang sisi acetabulum, sedangkan bagian sebelah dalam

yang sebenarnya tidak langsung bersendi dengan os femur disebut fossa

acetabuli. Facies lunata tidak ditemukan pada seluruh sisi dari

acetabulum, tetapi mempunyai celah dibagian bawah yang dinamakan

incisura acetabula. .(Wibowo DS & Paryana W, 2010; Snell RS, 2006).

c. Femur

Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh,

meneruskan berat tubuh dari os coxae ke tibia sewaktu kita berdiri.

Caput femoris menganjur kearah kraniomedial dan agak keventral

sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung proximal femur terdiri

dari sebuah caput femoris, collum femoris, dan dua trochanter

( trochanter mayor dan minor ).

Corpus femoris permukaan anteriornya licin dan bulat, sedangkan

permukaan posteriornya mempunyai rigi disebut linea aspera. Pada

linea ini melekat otot-otot dan septa intermuskularis. (Moore KL &

Agur AMR, 2002; Wibowo DS & Paryana W, 2010; Snell RS, 2006)

Page 10: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

10

d. Tibia

Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan

berfungsi menyangga berat badan. Tibia bersendi diatas dengan

condilus femoris dan caput fibula, dibawah dengan tallus dan ujung

distal fibula. Tibia mempunyai ujung atas yang melebar dan ujung

bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus. Pada ujung atas terdapat

condyli lateralis dan medialis yang bersendi dengan condyli lateralis

dan medialis femoris, dipisahkan oleh menisci lateral dan medial. Pada

aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis

circularis yang kecil, dan bersendi dengan caput fibula. (Moore KL &

Agur AMR, 2002)

Corpus tibia berbentuk segitiga pada potongan melintang dan

mempunyai tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan

medial serta facies medial. Pada pertemuan marge anterior dan ujung

atas tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat

ligamentum patella. (Moore KL & Agur AMR, 2002)

e. Fibula

Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang langsung. Tulang

ini tidak ikut berartikulasi pada articulatio genu tetapi di bawah tulang

ini membentuk malleolus lateralis dari articulatio talocruralis. Tulang

Page 11: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

11

ini tidak berperan dalam menyalurkan berat badan. (Moore KL & Agur

AMR, 2002)

Ujung atas atau caput fibula di tutupi oleh processus styloideus.

Bagian ini mempunyai facies articularis untuk bersendi dengan

condylus lateralis tibia. Corpus fibula mempunyai empat margines dan

empat facies. Ujung bawah fibula membentuk malleolus lateralis yang

berbentuk segitiga terletak pada subkutan. (Moore KL & Agur AMR,

2002)

f. Ossa metacarpi dan phalanges

Ada lima buah os metacarpi, masing-masing tulang mempunyai basis,

corpus, dan caput. Os metacarpal I pollex, adalah yang terpendek dan

sangat mudah bergerak. Tulang tersebut tidak terletak pada bidang yang

sama dengan tulang metacarpi yang lainnya tetapi terletak lebih anterior.

Tulang ini juga berorientasi medial Sembilan puluh derajat sehingga,

permukaan extensor menghadap ke lateral bukan ke dorsal. (Snell RS,

2006)

Basis ossa metacarpi bersendi dengan barisan ossa carpi, caputnya

yang membentuk buku tangan bersendi dengan falang proximal. Corpus

dari masing-masing os metacarpal sedikit cekung kedepan dan

mempunyai penampung berbentuk segitiga. (Snell RS, 2006)

Page 12: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

12

g. Humerus

Humerus bersendi dengan scapula pada articulatio humeri serta

dengan radius dan ulna pada articulatio cubiti. Ujung atas humerus

mempunyai sebuah caput yang membentuk sekitar 1/3 kepala sendi yang

bersendi dengan capitas glenoidalis scapula. Tepat dibawah caput humeri

terdapat collum anatomicum. Dibawah collum terdapat tuberculum majus

dan minus yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus bicipitallis. Pada

pertemuan ujung atas humerus dan corpus humeri terdapat penyempitan

disebut collum chirurgicum. Sekitar pertengahan permukaan lateral

corpus humeri terdapat peninggian kasar disebut tuberositas deltoidea.

(Snell RS, 2006)

Ujung bawah humerus mempunyai epicondilus medialis dan

epicondilus lateralis untuk tempat lekat musculi dan ligament, capitulum

humeri yang berbentuk katrol untuk bersendi dengan incisura trochlearis

ulna. Diatas capitulum terdapat fossa radialis yang menerima caput radii

pada saat siku di fleksikan. Dianterior, diatas trochlea terdapat fossa

coronoidea, yang selama pergerakan yang sama menerima processus

coronorideus ulna. Di posterior, diatas trochlea terdapat fossa olecranii

yang bertemu dengan olecranon pada waktu sendi siku extensi. (Snell RS,

2006)

Page 13: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

13

h. Ulna

Antara kedua tulang lengan bawah ulna adalah yang lebih panjang

dan lebih medial. Pada ujung proksimal ulna terdapat olecranon di

sebelah belakang dan processus coronoideus di sebelah depan. Pada

permukaan anterior olecranon terdapat incisura trochlearis yang

menampung throclea humeri. Pada sisi lateral processus coronoideus

terdapat tuberositas ulna. Disebelah proksimal corpus ulna berbentuk

gemuk, tetapi pada ujung distal menjadi sempit. Pada ujung distal

terdapat sebuah kepala yang membulat dan sebuah processus styloideus

yang kecil dan berbentuk kerucut. (Moore KL & Agur AMR, 2002)

i. Radius

Radius adalah tulang yang lebih pendek dan terletak lebih lateral

antara kedua tulang lengan bawah. Ujung proksimal radius terdiri dari

sebuah kepala yang menyerupai cakram, sebuah leher yang pendek, dan

sebuah tuberositas. Ke arah proksimal caput radii berwujud cekung untuk

bersendi pada capitulum humeri. Collum radii adalah bagian yang

menyempit distal dari caput radii. Tuberositas radii yang terletak tepat

distal dari collum radii, membatasi ujung proksimal radius terhadap

corpus radii. Ujung distal radius memiliki sebuah incisura ulnaris di

sebelah medial, sebuah processus styloideus di sebelah lateral, dan

sebuah tuberculum dorsal. (Moore KL & Agur AMR, 2002)

Page 14: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

14

2.1.2. Struktur Dan Biokimia Tulang Rawan Sendi

Rawan sendi normal merupakan jaringan ikat khusus avaskular dan

tidak memiliki jaringan saraf yang melapisi permukaan tulang dari sendi

diartodial. Pada sendi diartodial, dua ujung tulang tidak bersambung secara

langsung, namun menyatu dalam kapsul sendi fibrosa yang mengelilingi

dan menopang sendi. Tulang rawan sendi berperan sebagai bantalan yang

menerima (meredam) beban benturan yang terjadi selama gerakan sendi

normal dan meneruskannya ketulang di bawah sendi.. (Soewono S. Isbagio

H & Kalm H, 2010)

Page 15: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

15

Rawan sendi terdiri dari zona superficial (disebut pula zona

tangensial), zona tengah (zona intermediate), zona dalam (zona radial) dan

zona kalsifikasi. Keunikan dari rawan sendi terletak pada komposisi dan

struktur matrik ekstraselular yang terutama mengandung agregat

proteoglikan dalam konsentrasi tinggi dalam sebuah ikatan yang erat

dengan serabut kolagen dan sejumlah besar air. Pelumasan oleh cairan

sendi memungkinkan berkurangnya gesekan antara permukaan tulang

rawan sendi artikular pada pergerakan. . (Soewono S. Isbagio H & Kalm H,

2010)

Tulang rawan sendi hanya mempunyai satu sel spesialis yang

berperan dalam sintesis dan pemeliharaan matriks ekstraselular yang

disebut kondrosit. Kondrosit yang mengalami pertumbuhan akan segera

membentuk matriks ekstraselular baru guna menggantikan matriks

ekstraselular yang mengalami degradasi akibat apoptosis. lebih dari 70%

komponen tulang rawan sendi artikuler adalah air, sedangkan 90% dari

bagian tulang rawan sendi kering mengandung 2 komponen, yaitu kolagen

tipe II dan proteoglikan berukuran besar (agrekan). (Price S,Wilson, 2005;

Soewono S. Isbagio H & Kalm H, 2010)

Matriks ekstraselular terutama mengandung kolagen dan proteoglikan.

kolagen tipe II, IX dan XI dari tulang rawan sendi membentuk anyaman

fiblier. Sintesis kolagen tipe II berjalan seiring dengan sintesis glikoprotein

Page 16: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

16

lainnya yang dieksresikan oleh kondrosit. Kolagen tipe II didegradasikan

oleh enzim proteolitik yang disekresikan oleh kondrosit dan sinoviosit.

(Soewono S. Isbagio H & Kalm H, 2010; Isbagio H, 2010)

Proteoglikan proteoglikan dalam kartilago membentuk agregat-agregat

besar yang bersama air akan membentuk kompleks poliamnionik. Agregat

ini dengan kolagen membentuk suatu subunit yang dihubungkan satu sama

lain oleh asam hialuronat menjadi unit matriks ekstraselular yang bersifat

elastik sehingga kartilago tahan terhadap tekanan. Selain itu juga

proteoglikan merupakan suatu kompleks makromolekul yang memiliki

protein inti, dan tempat melekat rantai glikosaminoglikan.

Glikosaminoglikan dari tulang dari tulang sendi artikular terutama

kondroitin sulfat dan keratin sulfat. Proteoglikan ini peka terhadap enzim

degradasi. Degradasi makromolekul ini dikontrol oleh enzim proteolitik

yang disintesis oleh kondrosit. Enzim proteolitik berperan pada proses

metaloprotase I (MMPI atau kolagenase) dan metaloprotease 3 (MMP3

atau stromelisin). Kecepatan degradasi ditentukan pula oleh kadar enzim

sintesis dan aktivitas dalam jaringan. (Soewono S. Isbagio H & Kalm H,

2010; Isbagio H, 2010)

Sitokin adalah protein larut disekresikan oleh sel yang berbeda dalam

menanggapi sinyal tertentu. Sitokin bertindak tidak seperti enzim lain

dengan mengatur aktivitas sel lainnya. Mereka memiliki waktu paruh

Page 17: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

17

pendek dan karena itu cenderung untuk bertindak atas sel-sel di daerah

yang berdekatan dengan di mana mereka diproduksi. IL-1 (interleukin-1),

TNF-α (alfa nekrosis faktor tumor) dan IL-17 (interleukin-17)

berpartisipasi dalam program katabolik dari kondrosit. TGF-β (mengubah

faktor pertumbuhan beta) dan IGF (insulin-seperti faktor pertumbuhan)

berpartisipasi dalam anabolik. Program, IL-6 dan IL-8 (interleukin 6 dan 8)

adalah modulator anabolik dan katabolik. Kegiatan, IL-1 adalah prototipe

dari molekul yang menginduksi respon katabolik. Ini merangsang ekspresi

metaloproteinase, menghambat proliferasi kondrosit diinduksi oleh serum

atau TGF-β, dan juga menghambat sintesis kolagen dan proteoglikan II. Ini

berarti bahwa kondrosit dapat memiliki reseptor permukaan dua kali lebih

banyak IL-1 dari kondrosit normal. TNF-α memilik efek yang serupa

dengan yang dari IL-1. Bahkan, IL-1 menginduksi ekspresi TNF-α reseptor

di kondrosit dan synovial. Aktivitas IL-17 adalah sama dengan IL-1 tetapi

untuk tingkat yang lebih rendah. Ini juga memainkan peran utama dalam

produksi oksida nitrat. Oksida nitrat adalah radikal bebas yang disintesis

sebagai hasil dari oksidasi amino asam L-arginine melalui enzim nitrat

oksida sintase. Itu mempromosikan vasodilatasi dan permeabilitas pada

persendian dengan meningkatkan sekresi TNF-α dan IL-β oleh leukosit,

dan memicu apoptosis. (Soewono S. Isbagio H & Kalm H, 2010)

Page 18: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

18

2.1.3. Rheumatoid Arthritis

2.1.3.1. Definisi

Rheumatoid arthritis adalah gangguan kronik yang menyerang

berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari

sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh

imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pasien biasanya

terjadi destruksi sendi progresif, walaupun episode peradangan

sendi dapat mengalami masa remisi. (Price S,Wilson, 2005)

2.1.3.2. Etiologi

Penyebab rheumatoid arthritis masih belum diketahui.

Kemungkinan rheumatoid arthritis merupakan manifestasi respon

terhadap suatu agen infeksiosa pada penjamu yang secara genetik

rentan telah diperkirakan. Karena distribusi rheumatoid arthritis

yang mendunia, organisme infeksiosa tersangka dihipotesiskan

terdapat dimana-mana. Sejumlah agen penyebab telah

diperkirakan, yaitu Mycoplasma, virus Epstein-Barr, histomegalo

virus, parvovirus dan virus rubella. Tetapi bukti meyakinkan

apakah agen tersebut atau agen infeksiosa lain menyebabkan

rheumatoid arthritis belum ada. Proses bagaimana suatu agen

infeksiosa menimbulkan peradangan kronik arthritis juga masih

dipertentangkan. Salah satu kemungkinan adalah terdapatnya

Page 19: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

19

infeksi menetap di struktur sendi atau retensi produk mikroba di

dalam jaringan sinovium yang mencetuskan respon peradangan

kronik. Kemungkinan lain, mikroorganisme atau respon terhadap

mikroorganisme mencetuskan suatu respon imun terhadap

komponen sendi dengan mengubah integritasnya serta

menyebabkan peptida antigenik terpapar. Dalam hal ini, telah

dibuktikan adanya reaktivitas terhadap kolagen tipe II dan protein

tidak tahan panas. Kemungkinan lainnya adalah mikroorganisme

penginfeksi menyebabkan pejamu peka terhadap determinan

reaksi silang yang diekspresikan oleh struktur sendi akibat adanya

mimikri molekuler. Akhirnya, produk mikroorganisme penyebab

infeksi mungkin dapat mencetuskan penyakit. Penelitian oleh

sejumlah mikroorganisme termasuk stafilococus, streptococcus,

dan Mycoplasma arthritidis. Super antigen adalah protein yang

memiliki kapasitas berikatan dengan molekul HLA-DR dan

segmen Vβ tertentu dari reseptor sel T heterodimer dan

merangsang sel T spesifik yang mengekspresikan produk gena Vβ.

Peran super antigen dalam etiologi rheumatoid arthritis masih

spekulatif. (Harrison,2000)

Mekanisme penyebab lain yang potensial pada rheumatoid

arthritis adalah terganggunya toleransi diri normal yang

Page 20: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

20

menimbulkan reaktivitas terhadap antigen diri di dalam sendi,

misalnya kolagen tipe II, atau hilangnya mekanisme control

imunoregulatorik yang menyebabkan pengaktifan sel T poliklonal.

( Harrison, 2000)

2.1.3.3. Epidemiologi

Prevalensi rheumatoid arthritis adalah sekitar 1% orang dewasa

menderita rheumatoid arthritis di seluruh dunia dari berbagai suku

bangsa. Dilaporkan bahwa di Amerika Serikat setiap tahun timbul

kira-kira 750 kasus baru per satu juta penduduk. Rheumatoid

arthritis kira-kira 2,5 kali lebih sering menyerang perempuan dari

pada laki-laki. Insiden meningkat terutama dengan bertambahnya

usia, dan perbedaan jenis kelamin hilang pada kelompok usia yang

lebih tua. Insiden kebanyakan terjadi di awal usia 40-an, walaupun

dapat juga timbul pada manula. Pada usia 30 tahun , perbandingan

perempuan dengan laki-laki adalah 10:1, namun pada usia 65 tahun

perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 (Price S,

Wilson L, 2005; Davey P, 2005)

Page 21: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

21

2.1.3.4. Patogenesis

Patogenesis rheumatoid arthritis dimulai dengan terdapatnya

antigen yang berada pada membran synovial. Pada membrane

synovial, antigen akan diproses oleh antigen presenting cell (APC)

yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel synoviocyte A, sel

dendritik atau makrofag yang mengekspresi determinan HLA-DR

pada membran selnya. Antigen yang telah diproses oleh APC

selanjutnya dilekatkan pada CD4+, suatu subset sel T sehingga

terjadi aktifasi sel tersebut. Untuk aktifasi CD4+ sel harus

mengenali antigen dan determinan HLA-DR yang terdapat pada

permukaan membrane APC. Proses ini dibantu interlekin-1 ( IL-1 )

yang disekresi oleh makrofag. Selanjutnya antigen, determinan

HLA-DR yang terdapat pada APC dan CD4+ akan membentuk

komplek antigen trimolekular. Komplek antigen tersebut

mengekspresi reseptor interleukin-2 ( IL-2 ) pada permukaan CD4+.

Interleukin 2 ( IL-2 ) akan mengikatkan diri pada reseptor dan

terjadi mitosis dan proliferasi sel. (Nasution AR & Sumariyono,

2010)

CD4+ yang teraktifasi akan mensekresi berbagai limfokin lain

seperti A-interferon, tumor necrosis factor β ( TNF-β ), IL-3, IL-4,

granulocyte/macrophage colony stimulating factor ( GM-CSF )

Page 22: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

22

serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag

dan terjadinya proliferasi serta aktifasi sel B untuk memproduksi

antibody. Antibody akan membentuk komplek imun yang akan

berdifusi secara bebas kedalam ruang sendi. Pengendapan komplek

imun pada membrane synovial akan mengaktifasi system

komplemen dan membebaskan komplemen C5a.

Pengenalan antigen rheumatoid arthritis terjadi setelah subset sel

T meninggalkan thymus. Aktifasi sel T dicetuskan oleh antigen

yang tidak diketahui, APC dalam ruang sendi yang mengakibatkan

terjadinya sinovitis pada rheumatoid arthritis. Peristiwa ini

umumnya berhenti bila antigen penyebab dapat hilang dalam

lingkungan tersebut. Tetapi pada rheumatoid arthritis, antigen atau

komponennya akan menetap pada stuktur persendian sehingga

proses destruksi sendi akan berlangsung terus menerus. Selain itu

destruksi pada rheumatoid arthritis disebabkan karena terbentuknya

faktor rheumathoid. Faktor rheumathoid adalah suatu antibody

terhadap epitope fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90% paisen

rheumatoid arthritis. Faktor rheumatoid juga dapat berikatan dengan

komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses

peradangan akan berlanjut terus. (Nasution AR & Sumariyono,

2010)

Page 23: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

23

2.1.3.5. Sendi yang terserang

1. Vertebra servikalis.

Vertebra servikalis merupakan segmen yang sering terlibat

pada rheumatoid arthritis. Proses inflamasi ini melibatkan

persendian diartodial yang tidak tampak atau teraba saat

pemeriksaan. Gejala dini rheumatoid arthritis vertebra servikal

umumnya bermanifestasi sebagai kekakuan pada seluruh segmen

leher disertai dengan berkurangnya lingkup gerak sendi secara

menyeluruh. Tenosinovitis ligament transversum C1 yang

mempertahankan kedudukan proses odontoid yang menyebabkan

pengenduran dan rupture ligament sehingga menimbulkan

penekanan pada medulla spinalis. Gangguan stabilitas sendi

akibat peradangan dan kerusakan pada permukaan sendi

apofiseal dan pengenduran ligamen juga dapat menyebabkan

terjadinya subluksasio yang sering dijumpai pada C4-C5 atau C5-

C6. (Nasution AR & Sumariyono, 2010)

2. Gelang bahu

Peradangan pada gelang bahu ini akan mengurangi lingkup

gerak sendi gelang bahu. Karena dalam aktivitas sehari-hari

gerakan bahu tidak memerlukan lingkup gerak yang luas. Tanpa

Page 24: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

24

latihan pencegahan akan mudah terjadi kekakuan gelang bahu

yang berat yang disebut frozen shoulder syndrome. (Nasution

AR & Sumariyono, 2010)

3. Siku

Karena terletak superfisialis, sinovitis articulasio kubiti dapat

dengan mudah teraba oleh pemeriksaan. Sinovitis dapat

menimbulkan penekanan pada nervus ulnaris sehingga

menimbulkan gejala neuropati tekanan. Gejala ini bermanifestasi

sebagai parestesia jari 4 dan jari 5 akan kelamahan otot fleksor

jari 5. (Nasution AR & Sumariyono, 2010)

4. Tangan

Pada rheumatoid arthritis dijumpai nyeri atau disfungsi

persendian akibat penekanan nervus medianus yang terperangkap

dalam rongga karpalis yang mengalami sinovitis sehingga

menyebabkan gejala carpal tunnel syndrome. Nervus ulnaris

yang berjalan dalam canal guyon dapat pula mengalami

penekanan. rheumatoid arthritis dapat menyebabkan terjadinya

tenosinovitis akibat pembentukan nodul rheumatoid sepanjang

sarung tendon yang dapat menghambat gerakan tendon dalam

sarung tendon. tenosinovitis menyebabkan terjadinya erosi

Page 25: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

25

tendon dan mengakibatkan terjadinya rupture tendon. (Nasution

AR & Sumariyono, 2010)

5. Panggul

Rheumatoid arthritis pada panggul sulit dideteksi karena

terletak dalam pelvis. Pada keadaan ini keterlibatan sendi

panggul mungkin hanya dapat terlihat sebagai keterbatasan gerak

yang tidak jelas. Walaupun demikian, jika destruksi rawan sendi

telah terjadi, gejala gangguan sendi panggul akan berkembang

lebih cepat di bandingkan gangguan pada sendi lainnya.

(Nasution AR & Sumariyono, 2010)

6. Lutut

Penebalan synovial dan efusi lutut umumnya mudah

dideteksi pada pemeriksaan. Herniasi kapsul sendi kearah

posterior dapat menyebabkan terbentuknya kista baker.

(Nasution AR & Sumariyono, 2010)

Page 26: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

26

2.1.3.6. Gejala klinis

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada

seseorang rheumatoid arthritis. Gambaran klinis ini tidak harus

timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini

memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi. (Price S,Wilson,

2005)

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat

badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian

hebatnya.

2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-

sendi interfalang distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat

terserang.

Page 27: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

27

3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat

generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini

berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya

hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari

satu jam.

4. Artritis erosif: merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran

radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di

tepi tulang

5. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat

dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari,

subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas beutunniere dan

leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering

dijumpai. Pada kaki terdapat protusi (tonjolan) kaput metatarsal

yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi

yang besar dapat juga dapat terserang dan mengalami

pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melalukan

pergerakan terutama dalam gerak ekstensi.

6. Nodul-nodul rheumatoid: adalah massa subkutan yang ditemukan

pada sekitar sepertiga orang dewasa pasien rheumatoid arthritis.

Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa

olekranon (sendi siku) atau sepanjang permukaan ekstensor dari

Page 28: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

28

lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul

pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya

merupakan suatu petunjuk suatu penyaki yang lebih aktif dan

lebih berat.

7. Manifestasi ekstra artikular Rheumatoid Arthritis juga dapat

meyerang organ-organ lain di luar sendi, Seperti :

Kulit :

- Nodul subkutan

- Vaskulitis, menyebabkan bercak kecoklatan

- Lesi-lesi ekimotik

Jantung :

- Perikarditis

- Tamponade perikardium (jarang)

- Lesi peradangan pada miokardium dan katup

jantung

Paru – paru

- Pleuritis dengan atau tanpa efusi

- Lesi peradangan paru – paru

Mata :

- Skleritis

Page 29: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

29

Sistem saraf :

- Neuropati perifer

- Sindrom kompresi perifer, termasuk carpal

tunner , neuropati saraf ulnaris

Sistemik :

- Anemia

- Osteoporosis generalisata

- Sindrom felty

- Sindrom sjorgren ( keratokonjungtivitisika)

- Amiloidosis ( jarang)

2.1.3.7. Diagnosis

Kriteria diagnosis rheumatoid arthritis menurut American

Rheumatoid 1987 menggunakan klinis : (Harrison, 2000)

a) Petunjuk untuk klasifikasi:

Diperlukan empat dari tujuh kriteria mengklasifikasikan

pasien sebagai rheumatoid arthritis.

Pasien dengan dua atau lebih diagnosis klinis tidak

disingkirkan

b) Kriteria

1. Kekakuan pagi hari: kekakuan di dan sekitar sendi yang

menetap 1 jam sebelum perbaikan maksimal

Page 30: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

30

2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi: paling sedikit tiga

daerah sendi, diamati oleh dokter secara stimulan,

memperlihatkan pembengkakan jaringan lunak atau efusi

sendi, tidak hanya pertumbuhan berlebihan tulang. Empat

belas daerah sendi yang mungkin terkena adalah sendi

antarfalang proksimal, metakarpofalang, pergelangan

tangan, sikut, lutut, pergelangan kaki, dan metatarsofalang

kiri dan kanan

3. Arthritis pada sendi-sendi tangan: arthritis pada

pergelangan tangan, sendi metakarpofalang, atau sendi

antarfalang proksimal

4. Arthritis simetrik: keterlibatan stimulan daerah sendi yang

sama pada kedua sisi tubuh

5. Nodus rheumatoid: nodus subkutis diatas tonjolan tulang,

permukaan ekstensor, atau daerah jugstaartikularis yang

diamati oleh dokter

6. Faktor rheumatoid serum; pembuktian jumlah abnormal

faktor rheumatoid serum oleh metode apapun di mana

metode tersebut memberi hasil positif pada kurang dari 5%

subjek kontrol normal

7. Perubahan radiografik: perubahan khas rheumatoid arthritis

pada radiografi pergelangan dan tangan posteroanterior

Page 31: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

31

yang harus mencakup erosi atau deklasifikasi tulang yang

jelas dan terletak di sendi yang terkena atau sekitarnya.

Radiologis :

Pada awal perjalanan penyakit pemeriksaan sinar-X

pada sendi yang terkena biasanya tidak berguna untuk

memastikan diagnosis. Pemeriksaan ini hanya

memperlihatkan apa yang tampak pada pemeriksaan

jasmani, yaitu adanya pembengkakan jaringan lunak dan

efusi sendi. Seiring dengan perkembangan penyakit,

kelainan menjadi semakin mencolok, tetapi tidak ada

temuan radiografik diagnosis untuk rheumatoid arthritis.

Namun, diagnosis ditunjang oleh abnormalitas yang khas,

yaitu kecenderungan kelainan simetrik. Osteopenia juksta

artikulatis mungkin mulai tampak dalam beberapa minggu

setelah awitan penyakit. Hilangnya tulang rawan sendi dan

erosi tulang akibat penyakit, terutama bila dipertimbangkan

terapi dengan obat yang memodifikasi penyakit atau

intervensi bedah. Cara lain untuk mencitrakan tulang dan

sendi, misalnya pembidaian tulang bisofosfonat 99mTc dan

peradangan dini tetapi jarang diperlukan untuk evaluasi

rutin pasien rheumatoid arthritis. (Harrison, 2000)

Page 32: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

32

Pemeriksaan laboratorium.

- Ditemukan faktor rheumatoid yaitu autoantobodi yang

reaktif terhadap bagian Fc IgG, ditemukan pada lebih dari

dua pertiga pasien dewasa.

- Mendeteksi faktor rheumatoid IgM

- Pada rheumatoid arthritis aktif sering ditemukan anemia

normokromik normositik

- Laju endap darah biasanya pada pasien rheumatoid arthritis

aktif meningkat

- Leukosit darah dalam batas normal, walaupun meningkat

atau turun hanya ringan .

- Pada pasien rheumatoid arthritis aktif berbagai reaktan fase

akut lain termasuk seruloplasmin dan protein C-reaktif juga

meningkat dan bisasanya peningkatan ini berkaitan dengan

aktif penyakit serta kemungkinan kerusakan sendi.

- Analisis terhadap cairan sinovium memastikan adanya

arthritis meradang, walaupun tidak ada temuan yang

spesifik. Cairan biasanya keruh, penurunan viskositas,

Page 33: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

33

peningkatan jumlah kandungan protein, dan konsentrasi

glukosa menurun ringan atau normal.

- Komplement C3 dan C4 sangat menurun di dalam cairan

sinovium relatif terhadap konsentrasi protein total akibat

pengaktifan jalur klasik komplemen oleh kompleks imun

yang terbentuk secara lokal.

2.1.3.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan rheumatoid arthritis didasarkan pada

pengertian patofisiologi penyakit ini. Selain itu, perhatian juga

ditujukan terhadap manifestasi psikofisiologis dan kekacauan-

kekacauan psikososial yang menyertainya yang disebabkan oleh

perjalanan penyakit yang fluktuatif dan kronik. Untuk membuat

diagnosis yang akurat dapat memakan waktu sampai bertahun-

tahun, tetapi pengobatan dapat dimulai secara lebih dini. (Soewono

S. Isbagio H & Kalm H, 2010; Elizabeth J. Cotwin, 2009; Felson

DT)

Tujuan utama dari program pengobatan adalah sebagai berikut:

Untuk menghilangkan nyeri peradangan

Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal

dari pasien

Page 34: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

34

Untuk mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada

sendi.

Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang

untuk mencapai tujuan-tujuan di atas.

a. Langkah pertama

Memberikan edukasi yang cukup kepada pasien dan siapa saja

yang berhubungan dengan pasien terutama keluarga.

b. Langkah kedua

Istirahat sangat penting karena penderita rheumatoid arthritis

biasanya disertai lelah yang sangat hebat. Walaupun rasa lelah

tersebut dapat timbul setiapa hari tetapi ada masa ketika pasien

merasa lebih baik. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat

meningkat ketika istirahat, karena itu metode-metode untuk

mengurangi nyeri terutama malam hari harus diajarkan,

misalnya dengan pemberian obat anti radang kerja lama dan

analgetik. Pasien juga harus membagi waktu seharinya menjadi

beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa

istirahat.

c. Latihan-latihan

Page 35: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

35

Latihan bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi.

Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi

yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Sebelum latihan obat-

obat penghilang nyeri mungkin diperlukan, kompres panas

pada sendi yang bengkak juga dapat mengurangi sendi-sendi

yang bengkak dan sakit. Latihan dan terapi baiknya diatur oleh

pekerja kesehatan yang sudah mendapat latihan khusus.

Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang

sendi.

d. Alat-alat pembantu dan adaktif

Alat pembantu dan adaktif mungkin diperlukan untuk

melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari

1. Farmakologi

Pengobatan simtomatik

Obat antiinflamasi dimaksudkan untuk mengatasi nyeri

sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai walaupun

belum terjadi proliferasi synovial yang bermakna. OAINS

terutama bekerja dengan menghambat enzim

siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin.

OAINS bekerja dengan cara memungkinkan stabilisasi

membran lisosoma, menghambat pembebasan dan aktifitas

Page 36: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

36

mediator inflamasi, menghambat migrasi sel ketempat

peradangan, menghambat proliferasi selular, menetralisasi

radikal oksigen dan menekan rasa nyeri.

Modifikasi penyakit yang mendasari

Obat imunomodulator lini kedua (obat antireumatik

yang memodifikasi panyakit/Disease Modifying

Antirheumatic Drugs (DMARD)). Meliputi metotreksat,

sulfasalazim, azatiotrim, garam emas injeksi, siklosporin

A dan obat anti malaria. DMARD telah terbukti pada uji

klinis dapat memperlambat perkembangan penyakit erosi

(yang menimbulkan deformitas), namun hanya memiliki

dampak yang kecil terhadap morbiditas dan kecacatan

jangka panjang.

Cara pemberian ada dua macam, yaitu :

- Cara pertama.

Page 37: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

37

pemberian DMARD tunggal yang dimulai saat

yang sangat dini. Pendekatan ini didasarkan pada

pemikiran bahwa destruksi sendi pada rheumatoid

arthritis terjadi pada masa dini penyakit.

- Cara kedua

Adalah dengan menggunakan dua atau lebih

DMARD secara simultan atau secara siklik seperti

penggunaan obat-obatan imunosupresif pada

pengobatan penyakit keganasan. Sebenarnya tidak

terdapat suatu batasan yang tegas mengenai kapan

kita harus menggunakan DMARD. Hal ini

disebabkan hingga kini belum ada cara yang tepat

mengukur beratnya sinovitis atau destruksi tulang

rawan pada pasien rheumatoid arthritis. Dengan

demikian keputusan menggunakan DMARD

sepenuhnya tergantung dokter yang menangani.

Metotreksat sering dipilih sebagai obat pertama yang

memiliki indicator prognosis yang buruk pada onset

penyakit karena metotreksat merupakan DMARD

yang manfaatnya paling dapat diramalkan.

Terapi adjuvant dengan kortikosteroid

Page 38: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

38

Terapi adjuvan dengan kortikosteroid. Untuk penyakit

sistemik yang berat inflamasi intermiten yang sangat

mengganggu dan/atau vaskulitis steroid dapat diberikan

secara bertahap, misalnya 80-120 mg i.m. depot atau 500-

1000 mg i.v metilprednisolon. Steroid dengan cepat pada

pasien dengan penyakit awal yang baru saja memulai

terapi DMARD, yang biasanya membutuhkan waktu

beberapa bulan untuk terlihat efeknya. Prednisolon oral

dengan dosis rendah (7,5 mg/hari) mungkin juga berguna

untuk mengendalikan gejala, sedangkan DMARD lainnya

bekerja dan mungkin memberi efek lemah dalam

menekan proses erosi.

Agen biologis

Sekarang telah tersedia bukti uji klinis yang

berkelanjutan mengenai efikasi agen-agen yang bekerja

pada tumor nekrosis faktor α (TNF-α), suatu sitokin yang

bersifat proinflamasi. Antibodi monoclonal chimeric

(infliximab) sangat efektif dengan onset efek yang cepat,

namun harganya mahal. Akhir-akhir ini antagonis

reseptor II-1 rekombinan juga telah digunakan sebagai

suatu agen yang efektif (walaupun pengalaman

Page 39: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

39

penggunaan agen ini masih terbatas). Saat ini, biaya yang

mahal untuk pasien yang telah menjalani terapi DMARD

standar namun gagal pada sebagian besar sentramedis.

(Davey P,2005; Price S, Wilson 2005; Nasution AR &

Sumariyono, 2010)

2.1.3.9. Prognosis

Perjalanan penyakit dan hasil pengobatan rheumatoid arthritis

pada setiap pasien tidak dapat diprediksi. Faktor-faktor yang

menjadikan prognosisnya buruk adalah

poliartritis generalisata (jumlah sendi yang terkena >20)

LED dan CRP yang tinggi walaupun sudah menjalani terapi

Manifestasi ekstraartikular, misalnya nodul/vaskulitis

Faktor rheumatoid positif

Ditemukan erosi pada radiografi polos dalam kurun waktu 2

tahun sejak onset

Status HLA-DR4

Spektrum beratnya rheumatoid arthritis berkisar mulai dari bentuk

ringan atau subklinis sampai bentuk agresif dan destruktif, yang

berkaitan dengan angka kematian yang tinggi (mortalitas standar 2-

2,5 kali dari kontrol usia dan jenis kelamin). Sebanyak 30% pasien

akan keluar dari angkatan kerja dalam 5 tahun penyakit ini, dan

tidak sampai separuh dari pasien-pasien tersebut menjalani kerja

Page 40: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

40

full-time dalam 10 tahun sejak onset penyakit. Faktor yang turut

menyebabkan tingginya kematian meliputi meningkatnya penyakit

infeksi kardiovaskular (yang mendasari mayoritas kematian

penyakit tersebut) dan penyakit neoplastik, yang meningkat 5-8 kali

dibandingkan populasi umum (terutama limfoma non-Hodkin, dan

keganasan darah lainnya termasuk leukeumia dan mieloma).

kerusakan jangka panjang lainnya diakibatkan:

Efek samping obat, terutama akibat steroid jangka panjang,

mielopati servikal

Keterlibatan jantung

Amiloidosis (mengakibatkan gagal ginjal dan sindrom nefrotik)

Penyakit paru rheumatoid

Secara keseluruhan arthritis rheumatoid mengurangi lamanya

hidup sebanyak 5-10 tahun. (Davey P, 2005)

2.2. Kerangka Teori

Umur Jenis kelamin

Genetik

Destruksi oleh produksi protease kolagenase, enzim-enzim hidrolitik

Page 41: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

41

2.3.

Kerangka konsep

Kartilago pecah

Pelepasan radikal oksigen dan metabolit asam arakhidonat oleh leukosit dan cairan

synovial

autoimun, terhadap antigen yang diproduksi secara lokal

Lokasi sendi yang terserang

Keluhan Temuan fisik, Radiografi

Prevalensi Umur

Page 42: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

42

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Keluhan utama Jenis kelamin

Sendi yang terserang

Rheumatoid Arthritis

Page 43: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

43

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif retrospektif yaitu

suatu metode yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau

deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif dengan melihat kebelakang

(backword looking) (Notoadmodjo, 2002). Sumber data penelitian menggunakan

data sekunder yaitu dengan melihat variabel-variabel penelitian yang tercatat

dalam rekam medik yang menderita penyakit Rheumatoid Arthritis selama

periode bulan Januari 2010 – bulan Desember 2010 di Bagian rekam medik

Penyakit Dalam Rumah Sakit H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung periode bulan

Januari 2010 – bulan Desember 2010

3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian

3.2.1.Tempat Penelitian

Penelitian Dilakukan Di Bagian Rekam Medik Rumah Sakit H. Abdoel

Moeloek Periode Bulan Januari 2010 – bulan Desember 2010

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama bulan November – Desember 2011

3.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua data pasien yang tercatat di Rekam Medik

Di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit H. Abdoel Moeloek periode bulan

Januari 2010 – bulan Desember 2010 dan diambil menjadi data penelitian sebagai

populasi penelitian.

43

Page 44: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

44

3.4 Sampel Penelitian

Simple random sampling adalah suatu tipe sampling probabilitas, dimana

peneliti dalam memilih sampel dengan memberikan kesempatan yang sama

kepada semua anggota populasi untuk ditetapkan sebagai anggota sampel. Dengan

tehnik semacam ini terpilihnya individu menjadi anggota sampel benar-benar atas

dasar faktor kesempatan (chance), bukan karena adanya pertimbangan subjektif

dari peneliti.(Notoadmodjo, 2005)

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian pasien Rheumatoid Arthritis di

Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

Perhitungan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Dr. Soekidjo

Notoatmodjo yaitu:

n = N n= jumlah sampel d= 0,05

1 + N (d²) N= jumlah populasi

n= 1060 = 290 pasien

1 + 1060 (0,052)

Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat ketepatan

instrumen adalah sebesar 5 %, maka jumlah sampel yang diperoleh dengan

memakai rumus tersebut adalah sebanyak 399 pasien.

Distribusi sampel yang digunakan, sebagai berikut:

Page 45: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

45

Bulan Jumlah

Jan Fe

b

Mar Aprl Me

i

Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des

Sampe

l

24 24 24 24 24 25 24 24 24 24 25 24 290

3.4.1. Kriteria inklusi dan eksklusi

3.4.1.1. Kriteria inklusi

Semua data pasien yang dicatat pada Rekam Medik yang di

diagnosa Rheumatoid Arthritis dengan kelengkapan data dan

variabel penelitian pada status Rekam Medik pada periode bulan

Januari 2010 – bulan Desember 2010.

3.4.1.2. Kriteria eksklusi

Semua data pasien Rheumatoid Arthritis yang data dan

variabel penelitian tidak lengkap pada status rekam medik.

3.5 Definisi operasional

Page 46: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

46

no variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

ukur

1 Prevalensi Prevalensi

rheumatoid

arthritis adalah

jumlah penderita

rheumatoid

arthritis lama dan

baru pada periode

bulan Januari

2010 – bulan

Desember 2010

dibagian penyakit

dalam Rumah

Sakit H. Abdoel

Moeloek dibagi

semua jumlah

pasien penyakit

rheumatik

dibagian penyakit

dalam

Rekam

medik

Telaah

dokumen

Jml kasus baru + kasus lama

prevalensi =______________ x 100%

Populasi

Nominal

2 umur Umur dihitung

berdasarkan ulang

tahun terakhir

penderita yang

tercatat pada

rekam medik

Rekam

medik

Telaah

dokumen

1. < 40 tahun

2. > 40 tahun

Nominal

3 Jenis

kelamin

Ciri khas tertentu

yang dimiliki oleh

pasien sesuai

Rekam

medik

Telaah

dokumen

Jenis kelamn penderita dikategorikan

menjadi 2, yaitu:

1. Laki-laki

Nominal

Page 47: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

47

dengan yang

tercatat pada

status rekam

medik.

2. Perempuan

4 Keluhan

utama

Sesuatu yang

dirasakan oleh

pasien yang

menyebabkan

mereka datang

untuk berobat

Rekam

medik

Telaah

dokumen

Keluhan dikategorikan menjadi :

1. Terdapat salah satu atau lebih

keluhan seperti :

a. nyeri sendi

b. bengkak sendi

c. kaku sendi

2. Tidak terdapat keluhan

Nominal

5 Sendi

yang

terkena

Lokasi anatomi

sendi yang

mengalami

arthritis

rheumatoid sesuai

tercatat di rekam

medik

Rekam

medik

Telaah

dokumen

Sendi yang terkena dikategorikan

menjadi :

1. Tangan

2. Lutut

3. Siku

Nominal

3.6. Metode Pengumpulan Data.

Page 48: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

48

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yaitu status

rekam medik penderita Rheumatoid Arthritis yang datang berobat ke Bagian

Penyakit Dalam Rumah Sakit H. Abdoel Moeloek

3.7. Cara pengolahan data dan analisis data

Data-data yang didapat dari rekam medik akan dikelompokkan dan dianalisis

secara deskriptif yang akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

relatif. Proses pengolahan data terdiri dari beberapa langkah, yaitu:

a. Editing, untuk melakukan pengecekan data yang diharapkan lengkap,

jelas, relevan, dan konsisten.

b. Coding, untuk mengkonversikan atau menerjemahkan data yang

dikumpulkan selama penelitian ke dalam symbol yang cocok untuk

keperluan analisis

c. Data entry, memasukan data ke dalam komputer.

d. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang

telah dimasukkan ke komputer.

3.8. Kerangka Operasional

Page 49: Kti Ra+Tambahan Latar Belakang(Booby)

Semua pasien yang berobat ke bagian penyakit dalam RSHAM periode bulan Januari 2010 - bulan Desember 2010

Penyajian data hasil penelitianPengumpulan dan pengolahan data

Pengambilan data melalui rekam medik berupa usia, jenis kelamin, keluhan, sendi yang terkena rheumatoid arthritis

Tidak memenuhi kriteria inklusiMemenuhi kriteria inklusi

Dicari rekam medik di bagian rekam medik Rumah Sakit Bumi Waras

Dilihat data yang diperlukan melalui rekam medik yang memenuhi kriteria

Diagnosis rheumatoid arthritis

49