27
BAB III PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO KOTA SAMARINDA A. PERKIRAAN EKONOMI DAERAH 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kota Samarinda Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara total dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Oleh karena itu, Pertumbuhan ekonomi adalah sama dengan pertumbuhan PDRB. Apabila "diibaratkan" kue, PDRB adalah besarnya kue tersebut. Pertumbuhon ekonomi sama dengan membesarnya "kue" produksi tersebut yang pengukurannya merupakan persentase pertambahan PDRB pada tahun tertentu terhadap PDRB tahun wilayah sebelumnya. PDRB disajikan dalam dua konsep harga, yaitu harga berlaku dan harga konstan; dan penghitungan pertumbuhan ekonomi menggunakan konsep harga konstan (constant prices) dengan tahun dasar tertentu untuk mengeliminasi faktor kenaikan harga. Saat ini BPS menggunakan tahun dasar 2000. Nilai tambah juga merupakan balas jasa faktor produksi, tenaga kerja, tanah, modal, dan entrepreneurship yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari PDRB hanya mempertimbangkan domestik, yang tidak memperhatikan kepemilikan faktor produksi. Dari penjelasan tersebut diatas terlihat bahwa pertumbuhan Ekonomi Daerah Kota Samarinda baik melalui harga yang berlaku maupun harga konstant, baik dengan sektor migas maupun non migas yang dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini :

Kua 3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sd

Citation preview

Page 1: Kua 3

BAB III

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

KOTA SAMARINDA

A. PERKIRAAN EKONOMI DAERAH

1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kota Samarinda

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang

dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu.

Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang

diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang

secara total dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Oleh karena itu, Pertumbuhan ekonomi adalah sama dengan

pertumbuhan PDRB. Apabila "diibaratkan" kue, PDRB adalah besarnya

kue tersebut. Pertumbuhon ekonomi sama dengan membesarnya "kue"

produksi tersebut yang pengukurannya merupakan persentase

pertambahan PDRB pada tahun tertentu terhadap PDRB tahun wilayah

sebelumnya.

PDRB disajikan dalam dua konsep harga, yaitu harga berlaku dan

harga konstan; dan penghitungan pertumbuhan ekonomi menggunakan

konsep harga konstan (constant prices) dengan tahun dasar tertentu

untuk mengeliminasi faktor kenaikan harga. Saat ini BPS menggunakan

tahun dasar 2000.

Nilai tambah juga merupakan balas jasa faktor produksi, tenaga

kerja, tanah, modal, dan entrepreneurship yang digunakan untuk

memproduksi barang dan jasa. Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari

PDRB hanya mempertimbangkan domestik, yang tidak memperhatikan

kepemilikan faktor produksi.

Dari penjelasan tersebut diatas terlihat bahwa pertumbuhan

Ekonomi Daerah Kota Samarinda baik melalui harga yang berlaku

maupun harga konstant, baik dengan sektor migas maupun non migas

yang dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini :

Page 2: Kua 3

23

Tabel 3.1. PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Samarinda Dengan Migas Tahun 2005 – 2009.

Tahun

PDRB Dengan Migas (Jt – Rp) Pertumbuhan Ekonomi (%)

Berlaku Konstant

Tahun 2000 Berlaku

Konstant Tahun 2000

2005 13.125.820,00 9.293.066,00 13,56 8,05

2006 14.500.246,66 9.803.724,56 10,47 5,50

2007 15.916.599,84 10.094.295,15 9,44 2,96

2008 18.513.117,92 10.567.823,58 16,31 4,69

2009 20.271.686,36 11.068.640,06 9,50 4,52

Rata-rata Pertumbuhan 11,85 5,14

Sumber : BPS Kota Samarinda

Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi

Kota Samarinda, apabila memasukkan unsur migas dengan harga berlaku

pada periode waktu 2005 – 2009, rata-rata tumbuh sebesar 11,85%

sedangkan apabila dilihat dengan harga konstant, rata-rata tumbuh

sebesar 5,14% per tahun. Umumnya untuk melihat pertumbuhan Ekonomi

Daerah harus di lihat dengan harga konstant.

Apabila dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomitanpa migas maka

dapat diikuti pada tabel berikut ini :

Page 3: Kua 3

24

Tabel 3.2. PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Samarinda Tanpa Migas Tahun 2005 – 2009.

Tahun

PDRB Tanpa Migas (Jt – Rp) Pertumbuhan Ekonomi (%)

Berlaku Konstant

Tahun 2000 Berlaku

Konstant Tahun 2000

2005 13.477.625,36 9.316.955,17 12,17 7,29

2006 14.478.270,65 9.785.160,11 7,42 5,02

2007 15.887.150,12 10.071.320,82 9,73 2,92

2008 18.477.778,66 10.544.614,83 16,30 4,70

2009 20.238.702,66 11.039.137,41 9,53 4,69

Rata-rata Pertumbuhan 11,03 4,92

2010* 5,00

2011* 6,00

Sumber : BPS Kota Samarinda

Apabila di tinjau dari sisi PDRB tanpa migas, maka dalam kurun

waktu 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2005 sampai 2009 terlihat rata-rata

pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda tumbuh sebesar 11,03% dengan

harga berlaku dan 4,92 dengan harga konstant.

Kalau di bandingkan dengan pertumbuhan berdasarkan migas

maka pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda tanpa migas jauh lebih kecil

yaitu sebesar 4,92%, ada perbedaan nilai pertumbuhan jika PDRB di lihat

tanpa migas, sesungguhnya pertumbuhan ekonomi tanpa migas inilah

yang dapat dijadikan rujukan dan analisis karena Kota Samarinda

memang termasuk kota yang bukan penghasil migas atau jasa bukan kota

pengolah migas, Samarinda dalam visi dan misinya lebih berorientasi

pada kota jasa dan perdagangan, hal ini dapat dilihat pada pertumbuhan

sektoral sebagai berikut :

Page 4: Kua 3

25

Tabel 3.3. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstant Menurut Kapangan Usaha Tahun 2005 – 2009

No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata

1. Pertanian 6,58 4,13 -0,11 6,61 4,59 4,36

2. Pertambangan & Penggalian 6,69 7,85 2,31 0,53 7,07 4,89

3. Idustri pengolahan 2,99 1,27 1,31 -0,98 1,39 1,19

4. Listrik, gas & air bersih 4,19 -2,21 3,97 3,88 1,80 2,32

5. Bangunan 14,79 11,95 3,02 4,14 4,94 7,76

6. Perdagangan, hotel & Restoran 12,69 8,94 4,78 8,44 4,07 7,78

7. Pengangkutan & komunikasi 10,42 7,19 1,70 4,21 7,49 6,20

8. Keuangan, persewaan & jasa perusahaan

6,06 4,24 5,07 8,93 5,16 5,89

9. Jasa-jasa 7,81 3,67 3,43 6,76 6,17 5,56

Sumber Data : BPS Kota Samarinda

Dari tabel di atas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kota

Samarinda dalam 5 tahun terakhir, yaitu dari tahun 2005 sampai 2009

konstribusi pertumbuhan yang terbesar adalah pada sektor perdagangan,

hotel dan restoran yaitu rata-rata sebesar 7,78 ini menunjukkan bahwa

tipikal ekonomi Kota Samarinda adalah sebesar 7,76%, pengangkutan

dan komunikasi 6,20%, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

5,89%, jasa-jasa 5,56, pertambangan dan penggalian 4,89, pertanian

4,36%, listrik, gas dan air bersih 2,32% serta industri pengolahan 1,19%.

1.2. Struktur Ekonomi Kota Samarinda

Struktur ekonomi yang dinyatakan dalam persentase menunjukkan

besarnya peranan masing-masing sektor ekonomi dalam menciptakan

nilai tambah. Hal ini menggambarkan ketergantungan daerah terhadap

Page 5: Kua 3

26

kemampuan produksi masing-masing sektor ekonomi. Struktur ekonomi

yang disajikan dari waktu ke waktu memperlihatkan perubahan dan

pergeseran sebagai indikator adanya proses pembangunan. Struktur

ekonomi Kota Samarinda selama tahun 2000 sampai dengan tahun 2007

telah banyak mengalami pergeseran.

Secara urnum, pembentukan perekonomian Kota Samarinda

(angka PDRB) secara perlahan dan pasti menuju Kota Pelayanan

(Service). Perubahan perekonomian Kota Samarinda tersebut sangat

dipengaruhi olah naik turunnya sektor-sektor tersebut. Terlihat dengan

adanya pergeseran kontribusi ekonomi Kota Samarinda dari tahun

ketahun, tampak seperti peranan sektor Pembuatan (Manufacture) dan

Pertanian (Agriculture) terus mengalami penurunan. Dilihat dari tiga sektor

besar, maka tampak adanya pergeseran yang signifikan antara Pertanian

(Agriculture), Pembuatan (Manufacture) dan Pelayanan (Service).

Pergeseran terlihat pada peningkatan peranan sektor yang

menghasilkan jasa meliputi sektor perdagangan, hotel dan restoran,

Angkutan dan Komunikasi, Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

dan Jasa-jasa mencatat kontribusi (peranan) yaitu dari 63,10% di tahun

2005, terus meningkat di tahun 2008 dan 2009 masing-masing sebesar

63,35% dan 63,70%.

Tabel 3.4. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstant Menurut Kapangan Usaha Tahun 2005 – 2009

Jenis Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata

Pertanian / Agriculture 2,21 2,20 2,27 2,19 2,15 2,20

Pembuatan / Manucfacture 34,69 34,73 33,76 34,45 34,15 34,35

Pelayanan / Service 63,10 63,07 63,97 63,35 63,70 63,43

Sumber Data : BPS Kota Samarinda

Page 6: Kua 3

27

Sektor Pertanian (Agriculture) yang terdiri dari sub sektor pertanian

bahan (tanaman) pangan, tanaman perkebunan, peternakan, perikanan

dan kehutanan. Sektor Manufacture yang meliputi sektor :

(1) Pertambangan dan penggalian,

(2) Industri pengolahan,

(3) Listrik, gas dan air minum

(4) Sektor Bangunan.

Sebaliknya terjadi kenaikan kontribusi dari peranan Sektor Service

meliputi sektor Perdagangan, hotel dan restoran, Pengangkutan dlan

komunikasi, Keuangan, persewaan dan jasa bangunan serta sektor jasa-

jasa.

Peranan sektor Pertanian (Agriculture) dalam perekonomian Kota

Samarinda hanya sekitar 2%. Dapat dikatakan bahwa peranan sektor

tersebut tidak signifikan. Ini ditunjukkan, selain dari besaran peranan

sektor tersebut relatif lebih kecil dibandingkan sektor lain, terdapat pula

kecenderungan bahwa peranan yang diberikan semakin menurun.

Dari tabel-tabel yang telah di kemukakan tersebut, maka dapat di

prediksi pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda pada tahun 2010 dan

2011, akan mencapai angka 5% sampai 6%, dengan assumsi bahwa

pemerintah Kota Samarinda mampu mempertahankan kondisi keamanan

dan kepastian usaha / dunia bisnis, inflasi di bawah 2 digit serta ada

peningkatan investasi baik swasta nasional maupun asing.

Rangkuman pertumbuhan ekonomi dan prediksi pertumbuhan

ekonomi Kota Samarinda dapat terlihat pada tabel sebagai berikut :

Page 7: Kua 3

28

Tabel 3.5. Pertumbuhan Ekonomi dan Prediksi Tahun 2010 – 2011.

Tahun Pertumbuhan Ekonomi Riil (%)

2005 8,05

2006 5,50

2007 2,96

2008 4,69

2009 4,52

2010* 5,0*

2011* 6,0*

Sumber Data : BPS Kota Samarinda

2. Pertumbuhan Penduduk

Penduduk Kota Samarinda dari tahun ke tahun mencatat kenaikan

yang cukup berarti. Sampai dengan tahun 2008 jumlah penduduk di

Samarinda sebanyak 602.117 jiwa. Pada tahun 2008 sebagian besar

penduduk Kota Samarinda berada di Kecamatan Samarinda Utara

sebanyak 151.007 jiwa atau sekitar 25,08%. Pola persebaran penduduk di

Samarinda tidak banyak berubah dari tahun ke tahun.

Tingkat kepadatan penduduk Kota Samarinda adalah 893 jiwa/km2.

Kepadatan penduduk setiap kecamatan menggambarkan pola persebaran

penduduk secara keseluruhan. Berdasarkan pola persebaran dan luas

wilayahnya, terlihat belum merata, sehingga terlihat adanya perbedaan

kepadatan penduduk yang mencolok antar kecamatan.

Dan enam kecamatan yang ada terlihat bahwa Kecamatan

Seberang memiliki penduduk tertinggi, yaitu 2.322 jiwa/km2 diikuti oleh

Kecamatan Samarinda Ulu dengan kepadatan 1.819 jiwa/km2. Sedangkan

untuk Kecamatan Samarinda Utara dan Palaran yang mempunyai wilayah

lebih luas, kepadatan penduduk hanya 544 jiwa/km2 dan 2398 jiwa/km2.

Page 8: Kua 3

29

Ditinjau dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin

menunjukkan bahwa jumlah laki-laki di Kota masih lebih banyak dibanding

perempuan. Ini terlihat dari rasio jenis kelamin yang lebih besar dari 100.

Adapun data jumlah penduduk Kota Samarinda tahun 2005 sampai

tahun 2009 sebagai berikut :

Tabel 3.6. Data Jumlah Penduduk Kota Samarinda Tahun 2005 - 2009

Tahun Jumlah Penduduk % Pertumbuhan

2005 576.047 1,24

2006 588.135 2,09

2007 593.827 0,96

2008 602.117 1,39

2009 609.380 1,20

Rata-rata Samarinda 1,37

Rata-rata Kaltim 2,30

2010* 1,50

2011* 2,00

Sumber Data : BPS Kota Samarinda

Tabel di atas menunjukkan bahwa dalam tahun terakhir ini Kota

Samarinda mengalami tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 1,37%

baik yang berasal dari faktor migrasi maupun kelahiran, diprediksi untuk

tahun 2010 rata-rata angka pertumbuhan penduduk Kota Samarinda

mencapai 1,50% sampai 2%, untuk tahun 2011 pertumbuhan penduduk

Kota Samarinda ini lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata

pertumbuhan penduduk Kaltim yang mencapai 2,30%.

3. Index Pembangunan Manusia (IPM)

IPM merupakan indeks gabungan dari tiga indikator : longevity

sebagai ukuran harapan hidup, pengetahuan (knowledge) yang diukur

Page 9: Kua 3

30

dengan kombinasi melek huruf penduduk dewasa (berbobot tiga

perempat) dan gabungan dari rasio pendidikan tinggi primer, sekunder,

tersier bruto (berbobot sepertiga), dan standar hidup layak (decent

standard of living) sebagaimana diukur oleh PDRB riil per kapita dan

dinyatakan dalam PPP$. Data Indonesia dalam laporan "Indonesia: The

National Human Development Report, 2000", mengalami beberapa

penyesuaian, khususnya indikator pengetahuan yang diukur dengan

“kombinasi berbobot sama” antara melek huruf dewasa dan rata-rata lama

sekolah, dan standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per

kapita ye (UNSFIRS, 2000).

Ketiga indeks dalam laporan ini berdasarkan data BPS, terutama

dari :

SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional)

Statistik Indonesia setiap tahun untuk informasi inti

Modul Konsumsi setiap tiga tahun untuk informasi konsumsi.

Komponen longevity diukur dengan menggunakan indikator

harapan hidup. Dalam laporan ini, harapan hidup di Indonesia dan 26

provinsi dihitung dengan menerapkan metode (Metode Brass, varian dari

Trussel) berdasarkan variabel rata-rata jumlah kelahiran hidup dan jumlah

rata-rata anak yang tetap hidup.

Komponen pengetahuan diukur dengan menggunakan dua

indikator yaitu : tingkat melek huruf dan rata-rata lama bersekolah.

Indikator melek huruf dimaksudkan sebagai jumlah penduduk yang telah

berusia 15 tahun atau lebih yang mampu membaca dan menulis huruf

latin sebagai persentase terhadap total jumlah penduduk berusia 15 tahun

atau lebih. Indikator rata-rata lama sekolah adalah rata-rata waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan pendidikan penduduk berusia 15 tahun

atau lebih, yang dihitung dengan memasukkan dua variabel yaitu : gelar

telah dicapai dan pencapaian tingkat pendidikan (attainment of education

level).

Page 10: Kua 3

31

Komponen standar hidup layak diperoleh dengan menggunakan

indikator tingkat konsumsi riil per kapita yang disesuaikan. UNDP

memakai PDRB per kapita dengan perhitungan paritas daya beli (PPP

US$) sebagai perbandingan internasional komponen ini. Prosedur untuk

menghitung konsumsi riil per kapita yang disesuaikan adalah sebagai

berikut :

1. Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari data SUSENAS

untuk setiap provinsi dan kabupaten (=A).

2. Mendeflasi nilai A dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi dan

kabupaten (=B), dengan beberapa penyesuaian untuk kabupaten di

mana data harga tidak terkumpul.

3. Menghitung paritas daya beli per unit (PPP/ unit) dengan

menggunakan Jakarta sebagai standar. Penghitungan PPP/ unit pada

dasarnya memakai metode yang sama seperti yang digunakan dalam

Proyek Perbandingan Internasional dalam standardisasi PDRB untuk

perbandingan internasional Penghitungan berdasarkan harga dan

jumlah 27 komoditas terpilih seperti yang tersedia dalam modul

konsumsi SUSENAS.

4. Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C)

5. Menyesuaikan nilai C dengan menerapkan formula Atkinson untuk

mengukur nilai utilitas marginal C.

Berdasarkan prosedur di atas IPM dapat dihitung dnegan

persamaan berikut ini :

IPM = 1/3 [X(1) + X(2) + X(3)]

Dimana :

X(1) : Indeks harapan hidup kelahiran

X(2) : Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata

lama sekolah)

X(3) : Indeks standar hidup layak / paritas daya beli

Page 11: Kua 3

32

Dari index pembangunan manusia Kota Samarinda dari tahun

2005 – 2009 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3.7. Index Pembangunan Manusia Kota Samarinda Tahun 2005 - 2009

Tahun IPM

2005 75,45

2006 75,50

2007 75,62

2008 75,80

2009 75,90

Rata-rata Samarinda 75,65

Rata-rata Kaltim 74,52

2010* 76,0

2011* 76,20

Sumber Data : BPS Kota Samarinda

Dari data IPM tersebut terlihat rata-rata IPM Kota Samarinda

adalah sebesar 75,65, sedangkan prediksi IPM untuk tahun 2010 adalah

sebesar 76,0 dan 2011 adalah sebesar 76,20. Rata-rata IPM ini lebih

tinggi bila di bandingkan dengan rata-rata IPM Kaltim yang telah mencapai

74,52.

4. Tingkat Pengangguran Terbuka

Salah satu isu penting dalam ketenagakerjaan, di samping keadaan

angkatan kerja (economically active population) dan struktur

ketenagakerjaan, adalah isu pengangguran. Dari sisi ekonomi,

pengangguran merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja

dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Ketersediaan lapangan

kerja yang relatif terbatas, tidak mampu menyerap para pencari kerja yang

Page 12: Kua 3

33

senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah

penduduk. Tingginya angka pengangguran tidak hanya menimbulkan

masalah-masalah di bidang ekonomi, melainkan juga menimbulkan

berbagai masalah di bidang sosial, seperti kemiskinan dan kerawanan

sosial.

Data tentang situasi ketenagakerjaan merupakan salah satu data

pokok yang dapat menggambarkan kondisi perekonomian, sosial, bahkan

tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah dan dalam suatu/kurun

waktu tertentu.

Untuk memenuhi kebutuhan data tersebut, Badan Pusat Statistik

(BPS) telah melaksanakan pengumpulan dan penyajian data

kependudukan dan ketenagakerjaan melalui berbagai kegiatan sensus

dan survey, antara lain: Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar

Sensus (Supas), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei

Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Sakernas merupakan survei yang

dirancang khusus untuk mengumpulkan data ketenagakerjaan dengan

pendekatan rumah tangga.

Adapun tingkat pengangguran di Kota Samarida tahun 2005 – 2009

dapat di lihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.8. Pengangguran Terbuka di Kota Samarinda Tahun 2005 - 2009

Tahun Prosentase Pengangguran

2005 13,16

2006 12,10

2007 13,28

2008 11,21

2009 10,19

Rata-rata Samarinda 12,14

Rata-rata Kaltim 11,33

2010* 90,4

2011* 90,0

Sumber Data : BPS Kota Samarinda

Page 13: Kua 3

34

Tabel tingkat pengangguran tersebut di atas menunjukkan trend

yang semakin menurun dalam setiap tahunnya dalam periode 5 tahun

terakhir rata-rata pengangguran terbuka di Kota Samarinda adalah

sebesar 12,14% lebih besar bila dibandingkan dengan rata-rata

pengangguran terbuka di Kaltim yang mencapai 11,33%, tingkat

pengangguran tertinggi di Kota Samarinda yang tertinggi adalah pada

tahun 2007 yaitu mencapai 13,28% hal ini sebagai akibat adanya krisis

moneter yang melanda Indonesia yang mengakibatkan terpuruknya

perekonomian Indonesia yang berimbas pada pengangguran.

Namun demikian, dengan semakin membaiknya perekonomian

nasional maka tingkat pengguran di Kota Samarinda juga dapat di tekan

semakin kecil, di prediksi tingkat pengangguran tahun 2010 adalah

sebesar 9,5% dan 2010 turun menjadi 9%.

5. Tingkat Kemiskinan

Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar

menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu

aspek penting mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah

tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data

kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan

pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar

waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan

tujuan memperbaiki kondisi mereka. Pengukuran kemiskinan yang

terpercaya (reliable) dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil

kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin.

Pengukuran kemiskinan yang dilakukan oleh BPS menggunakan

konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).

Konsep ini tidak hanya digunakan oleh BPS tetapi juga oleh negara-

negara lain seperti: Armenia, Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam,

Sierra Leone, dan Gambia. Dengan pendekatan ini, kemiskinan

dipandang sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar

Page 14: Kua 3

35

makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan

kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi

ekonopmi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan

yang bersifat mendasar. Menurut pendekatan ini, penduduk miskin adalah

penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di

bawah garis kemiskinan (GK). Secara teknis GK dibangun dari dua

komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Kemiskinan Non

Makanan (GKNM). GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan

minuman makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita

per hari; sedangkan GKNM merupakan kebutuhan minimum untuk

perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Penduduk miskin dapat juga dihitung meIaIui pendekatan lain,

seperti yang dilakukan oleh Bank Dunia yang menghitung jumlah

penduduk miskin berdasarkan pengeluaran perkapita setara dengan US$1

dan US$2 PPP (Purchasing Power Parity / paritas daya beli).

Perbandingan jumlah penduduyk dan jumlah penduduk miskin Kota

Samarinda, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.9. Jumlah Penduduk Miskin Kota Samarinda Tahun 2005 - 2009

Tahun Jumlah

Penduduk Jumlah

Penduduk Miskin % Penduduk

Miskin

2005 576.047 33.600 5,83

2006 588.135 35.600 6,05

2007 593.827 38.200 6,43

2008 602.117 32.750 5,44

2009 609.380 27.650 4,53

Rata-rata Samarinda 5,65

Rata-rata Kaltim 9,42

2010* - - 4,25

2011* - - 4,00

Sumber Data : BPS Kota Samarinda

Page 15: Kua 3

36

Dari data tersebut di atas terlihat dalam 5 tahun terakhir dari tahun

2005 – 2009 rata-rata jumlah penduduk miskin Kota Samarinda adalah

seebsar 5,65% lebih rendah dari rata-rata Kaltim sebesar 9,42%, di

prediksi dengan semakin membaiknya perekonomian Kaltim serta tingkat

pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi maka tingkat kemiskinan di Kota

Samarinda dapat di tekan menjadi 4,25% pada tahun 2010 dan 4% pada

tahun 2011.

6. Tingkat Inflasi

Makna inflasi adalah persentase tingkat kenaikan harga sejumlah

barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga. Ada

barang yang harganya naik dan ada yang tetap. Namun, tidak jarang ada

barang/jasa yang harganya justru turun. Resultante (rata-rata tertimbang)

dari perubahan harga bermacam barang dan jasa tersebut, pada suatu

selang waktu (bulanan) disebut inflasi (apabila naik) dan deflasi (apabila

turun).

Secara umum, hitungan perubahan harga tersebut tercakup dalam

suatu indeks harga yang dikenal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK)

atau Consumer Price Index (CPS). Persentase kenaikan IHK dikenal

dengan inflasi, sedangkan penurunannya disebut deflasi. Inflasi/deflasi

tersebut dapat dihitung menggunakan suatu rumus.

Tujuan penyusunan inflasi adalah untuk memperoleh indikator yang

menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga.

Tujuan tersebut penting dicapai karena indikator tersebut dapat dipakai

sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan baik tingkat

ekonomi mikro atau makro, baik fiskal maupun moneter. Pada tingkat

mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, dapat memanfaatkan angka

inflasi untuk dasar penyesuaian nilai pengeluaran kebutuhan sehari-hari

dengan pendapatan mereka yang relatif tetap.

Pada tingkat korporasi angka inflasi dapat dipakai untuk

perencanaan pembelanjaan dan kontrak bisnis. Dalam lingkup yang lebih

Page 16: Kua 3

37

luas (makro) angka inflasi menggambarkan kondisi/stabiIitas moneter dan

perekonomian.

Secara spesifik keg unaan angka inflasi antara lain untuk :

a. lndeksasi upah don tunjangan gaji pegawai (wage-in-dexation),

b. Penyesuaian nilai kontrak (project payment),

c. Eskalasi nilai provek (project escalation),

d. Penentuan target inflasi (inflation targeting),

e. lndeksasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (bucket

indexation),

f. Sebagai pembagi PDB, PDRB (GDP deflator),

g. Sebagai proksi perubahan biaya hidup (proxy of cost of living),

h. Indikator dini tingkat bunga, valas, dan indeks harga saham.

Data inflasi di Kota Samarinda dalam 2 tahun terakhir menunjukkan

trend yang semakin menurun (2008 – 2009) seperti yang terlihat pada

tabel berikut ini :

Tabel 3.10. Inflasi Kota Samarinda Tahun 2005 – 2009

Tahun Inflasi (%)

2005 16,64

2006 6,50

2007 9,18

2008 9,52

2009 4,06

Rata-rata 9,18

Rata-rata Kaltim 8,5

2010* 5,0

2011* 6,5

Sumber Data : BPS Kota Samarinda, angka prediksi di olah.

Page 17: Kua 3

38

Dari tabel tersebut terlihat bahwa tingkat inflasi tertinggi di Kota

Samarinda adalah pada tahun 2005 yang berada pada level di atas 2 digit

yaitu 16,64% dimana semua terjadi peningkatan pada seluruh kelompok

komoditi terkecuali di kalompok kondisi kesehatan dan pendidikan/olah

raga yang mengalami penurunan dari 7,89% turun menjadi 1,81% (untuk

kelompok kesehatan) dan 14,36% turun menjadi 2,64% (untuk kelompok

komoditi) sedangkan untuk kelompok komoditi lain seperti bahan

makanan, makanan jadi / minuman, perumahan, sandang dan transportasi

mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Di prediksi untuk tahun 2010 – 2011 angka inflasi di Kota

Samarinda berada pada kisaran 5% sampai 6,5% sebagai akibat

membaiknya daya beli masyarakat (purchasing power parity) lebih kecil

dari rata-rata Kaltim yang mencapai 8,5%.

7. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita di Kota Samarinda telah mengalami

kenaikan yang cukup berarti dalam setiap tahun, ini menunjukkan bahwa

tingkat kesejahteraan masyarakat juga relatif lebih baik, selain itu juga

pendapatan perkapita ini akan berpengaruh terhadap kemampuan daya

beli masyarakat yang pada akhirnya akan mampu menumbuhkan

pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Pendapatan perkapita masyarakat Kota Samarinda tahun 2005 –

2009 dapat terlihat pada tabel beirkut ini :

Page 18: Kua 3

39

Tabel 3.11. Pendapatan Perkapita Kota Samarinda Tahun 2005 – 2009

Tahun Pendapatan Perkapita (Jt-Rp)

2005 19,973

2006 22,863

2007 24,825

2008 26,940

2009 28,366

Rata-rata 24,593

Rata-rata Kaltim 33,380

2010* 30,100

2011* 33,765

Sumber Data : BPS Kota Samarinda, angka prediksi di olah.

Dari data tersebut terlihat rata-rata pendapatan per kapita Kota

Saamrinda adalah sebesar Rp. 24.593 juta lebih kecil bila di bandingkan

dengan rata-rata per kapita Kaltim yang mencapai Rp. 33.380 juta, di

prediksi untuk tahun 2010 dan 2011 pendapatan perkapita Kota

Samarinda mencapai angka Rp. 30 juta – Rp. 33 juta.

8. Pengeluaran Perkapita

Seiring dengan pendapatan perkapita yang semakin tinggi

masyarakat Kota Samarinda juga telah mengalami peningkatan dalam

pengeluaran perkapita, hubungan linieritas seperti ini lazim terjdi yang

menunjukkan bahwa pengeluaran di tentukan oleh pendapatan,

pengeluaran ini juga menunjukkan adanya kemampuan daya beli

masyarakat terhadap sandang, pangan dan perumahan yang lebih baik.

Page 19: Kua 3

40

Tabel 3.12. Pengeluaran Perkapita Kota Samarinda Tahun 2005 – 2009 (Ribu-Rp)

Tahun Pendapatan Perkapita (Ribu-Rp)

2005 580.621

2006 597.552

2007 639.500

2008 643.800

2009 648.775

Rata-rata 622.049

Rata-rata Kaltim 637.773

2010* 630.000

2011* 650.000

Sumber Data : BPS Kota Samarinda, angka prediksi di olah.

Data di atas menunjukkan adanya peningkatan dalam 5 tahun

terakhir, dengan jumlah rata-rata sebesar Rp. 622.049 lebih kecil dari rata-

rata pengeluaran Kaltim yang mencapai Rp. 637.773, di prediksi untuk

tahun 2010 – 2011 yaitu adalah pengeluaran perkapita berada pada

interval Rp. 630.000 – Rp. 650.000.

9. Investasi Kota Samarinda

Sebagai ibu kota Propinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda juga

tumbuh dengan investasi yang cukup baik. Sebagai kota jasa dan

perdagangan yang menuju kota metropolitan menjadi sebuah tujuan

investor untuk menanamka modalnya di berbagai bidang, data dibawah ini

menunjukan perkembangan investasi di kota Samarinda dalam kurun

waktu 2005 sampai 2009, baik investasi nasional maupun asing.

Page 20: Kua 3

41

Tabel 3.13. Jumlah Investasi (PMA dan PMDN) Kota Samarinda Tahun

2005-2009 (Dalam Milyar Rp)

Tahun Jumlah Investasi Total (%)

2005 87,625 -

2006 91,378 4,28

2007 94,193 3,08

2008 96,808 2,77

2009 101,352 4,69

Rata-Rata 94,271 3,70

2010* - 4,00

2011* - 5,00

Sumber Data : BPS – Kaltim *Prediksi : Diolah

Sejak tahun 2006 sampai 2008 telah terjadi penurunan prosentase

jumlah investasi walaupun secara nominal naik, hal ini berarti adanya

perlambatan dalam investasi di kota Samarinda. Faktor penyebab ini

adalah sebagai akibat iklim investasi Nasional dan situasi ekonomi global.

Namun demikian di prediksi pertumbuhan investasi di kota Samarinda

untuk tahun 2010 – 2011 mencapai 4% sampai 5% dalam setiap

tahunnya.

Dari uraian yang telah dikemukan maka dapat dirangkum indikator

makro ekonomi Kota Samarinda sebagai berikut :

Page 21: Kua 3

42

Tabel 3.14. Indikator Makro Ekonomi Kota Samarinda Tahun 2005-2009

No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009 2010* 2011*

1 Pertumbuhan Ekonomi (%)

7,29 5,02 2,92 4,70 4,69 5,00 6,0

2 Pertumbuhan Penduduk (%)

1,24 2,09 0,96 1,39 1,20 1,50 2,00

3 IPM 75,45 75,50 75,62 75,80 75,90 76, 76,20

4 Tingkat Pengangguran Terbuka (%)

13,16 12,10 13,28 11,21 10,11 9,5 9,00

5 Tingkat Kemiskinan (%) 5,83 6,05 6,43 5,44 4,53 4,25 4,00

6 Tingkat Inflasi (%) 16,64 6,50 9,18 9,52 4,06 5,0 6,5

7 Pendapatan Perkapita (Juta-Rp)

19,9 22,8 24,8 26,9 28,3 30,1 33,7

8 Pengeluaran Perkapita (Ribu-Rp)

580,6 597,5 639,5 643,8 648,7 630,0 650,0

9 Jumlah Investasi (Milyar Rp)

87,6 91,3 94,1 96,8 101,3 - -

(4,28) (3,08) (2,77) (4,69) (4,00) (5,00)

No Rata-Rata Kota Samarinda Rata-Rata Kalimantan Timur

1 4,92 7,6

2 1,37 2,30

3 75,65 75,52

4 12,14 11,33

5 5,65 9,42

6 9,18 8,5

7 24,593 33,380

8 622,04 6377,

9 94,27 -

Page 22: Kua 3

43

B. Kebijakan Anggaran

1.1. Pendapatan Daerah

Formulasi kebijakan dalam mendukung pengelolaan anggaran

pendapatan daerah akan lebih difokuskan pada upaya untuk mobilisasi

pendapatan asli daerah dan penerimaan daerah lainnya. Pertumbuhan

komponen pajak daerah dan retribusi daerah akan menjadi faktor yang

penting dalam mendorong pertumbuhan PAD serta mendorong

peningkatan kemampuan peranan perusahaan daerah untuk dapat

memberikan kontribusinya kepada Pendapatan Asli Daerah. Sedangkan

untuk Dana Perimbangan, komponen Bagi Hasil Pajak serta komponen

Bagi Hasil Bukan Pajak dan Bantuan Keuangan Provinsi adalah 2 unsur

yang cukup penting dalam mendorong pertumbuhan Dana Perimbangan

yang akan diperoleh nantinya.

Ditinjau dari komposisi Pendapatan Daerah, trend kenaikan

peranan PAD dan peranan Dana Perimbangan sampai dengan 2010

diperkirakan akan terus berlangsung meskipun dalam kaitan tersebut

diperkirakan dominasi peranan Dana Perimbangan dalam membentuk

total perolehan Pendapatan Daerah akan tetap diatas peranan PAD.

Terdapat beberapa hal yang cukup penting terkait dengan prospek

keuangan daerah kedepan yang antara lain adalah :

1. Bahwa peranan sektor Pajak Daerah clan Retribusi dalam memberikan

sumbangan ke PAD, kedepan tampaknya akan semakin penting.

Untuk itu, upaya untuk terus melakukan ekstensifikasi melalui

perluasan basis pajak tanpa harus menambah beban kepada

masyarakat maupun intensifikasi melalui upaya yang terus menerus

dalam melakukan perbaikan kedalam dan senantiasa meningkatkan

kesadaran wajib pajak dan retribusi dalam memenuhi kewajibannya

adalah hal yang mutlak untuk tetap dilanjutkan secara konsisten

termasuk dalam upaya untuk terus meningkatkan efisiensi, di tubuh

penyelenggara pemerintahan daerah kota Samarinda.

Page 23: Kua 3

44

Upaya ekstensifikasi pajak sebagaimana yang telah disampaikan,

tampaknya tidak cukup hanya mengandalkan kondisi sarana

prasarana kota yang ada seperti saat ini. Untuk itu kedepan, prioritas

pembangunan kota harus benar-benar fokus pada sektor-sektor yang

mampu menarik investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi

kota dalam upaya meningkatkan daya beli masyarakat yang dalarn hal

ini tentunya harus dilakukan dengan tanpa mengesampingkan

konsistensi dalam menekan ketimpangan pendapatan masyarakat

sebagai bentuk upaya untuk menekan angka kemiskinan, serta tetap

memperhatikan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan

masyarakat yang ada di kota Samarinda.

Perlunya penetapan formulasi kebijakan diatas, dimaksudkan agar

peningkatan pendapatan daerah pada tahun mendatang diupayakan

untuk tetap menjaga penciptaan iklim yang kondusif bagi

pengembangan dunia usaha, sehingga keberadaannya diharapkan

dapat mewujudkan stabilitas fiskal daerah khususnya dalam

memberikan ketersediaan melalui perluasan basis pajak tanpa harus

menambah beban kepada masyarakat maupun intensifikasi melalui

upaya yang terus menerus dalarn melakukan perbaikan kedalam dan

senantiasa meningkatkan kesadaran wajib pajak dan retribusi dalarn

memenuhi kewajibannya adalah hal yang mutlak untuk tetap

dilanjutkan secara konsisten termasuk dalam upaya untuk terus

meningkatkan efisiensi, di tubuh penyelenggara kota Samarinda.

2. Upaya ekstensifikasi sebagaimana yang telah disampaikan, tampak

tidaknya cukup hanya mengandalkan kondisi sarana prasarana kota

yang ada seperti saat ini. Untuk itu kedepan, prioritas pembangunan

kota harus benar-benar fokus pada sektor-sektor yang mampu menarik

investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi kota dalarn upaya

meningkatkan daya beli masyarakat yang dalam hal ini tentunya harus

dilakukan dengan tanpa mengesampingkan konsistensi dalarn

menekan ketimpangan pendapatan masyarakat sebagai bentuk upaya

Page 24: Kua 3

45

untuk menekan angka kemiskinan, serta tetap memperhatikan

keseimbangan dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang ada di

kota Samarinda.

Perlunya penetapan formulasi kebijakan diatas, dimaksudkan agar

peningkatan pendapatan daerah pada tahun mendatang diupayakan

untuk tetap menjaga penciptaan iklim yang kondusif bagi

pengembangan dunia usaha, sehingga keberadaannya diharapkan

dapat mewujudkan stabilitas fiskal daerah khususnya dalam

memberikan ketersediaan sumber pembiayaan dalam menjaga

kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan kualitas

pelayanan publik.

Secara teoritis, pendapatan daerah akan sangat dipengaruhi oleh

kondisi perekonornian daerah yang akan terjadi dimasa yang akan

datang, atau dengan kata lain, bahwa suatu pendapatan daerah

termasuk Pendapatan Asli Daerah harus benar-benar mampu

merespon perkembangan ekonomi yang diperkirakan akan terjadi.

Dencan menggunakan pendekatan analisis pertumbuhan elastisitas

proyeksi PAD, serta dengan meletakkan seperti :

a. Pertumbuhan ekonomi kota Samarinda

b. Tingkat inflasi

c. ICOR tahunan selama periode proyeksi.

d. Kebutuhan investasi selama periode proyeksi.

e. Tax Ratio (PAD terhadap PDRB) selama periode proyeksi.

f. Komponen Dana Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Pajak dan

Bantuan Keuangan Propinsi pada Dana Perimbangan.

g. Komponen DAU, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak pada Dana

Perimbangan, serta Lain-lain Pendapatan yang Sah.

1.2. Belanja Daerah

Kebijakan belanja daerah akan tetap melakukan efisiensi dan

efektifitas pengeluaran untuk belanja aparatur, sehingga trend kedepan

Page 25: Kua 3

46

komposisinya untuk pelayanan publik semakin bertambah besar. Selain

itu untuk belanja pelayanan publik yang bernilai ekonomis akan lebih

didorong kepada pengeluaran yang bersifat cost recovery dan menjadi

faktor pendorong keterlibatan sektor swasta dan masyarakat untuk

melakukan investasi, sehingga nantinya belanja pelayanan publik yang

bernilai ekonomis tidak lagi membebani belanja daerah, tetapi sebaliknya

akan menjadikan sebagai pendapatan daerah.

Perhitungan secara teoris dengan asumsi dasar yang kuat tentang

kedua kebijakan diatas yang berkaitan dengan proyeksi pendapatan

daerah dan proyeksi belanja daerah akan sangat strategis di dalam

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2011.

Guna mewujudkan Kota Samarinda yang mandiri, sebagai

kemungkinan keras menurunnya dana perimbangan yang diterima dari

pemerintah pusat, perlu diusahakan asli daerah (PAD) dengan tetap

mengusahakan semaksimal mungkin berbagai kebijakan yang akan

dilakukan tidak membebani masyarakat.

1.3. Proyeksi Anggaran Pendapatan

Proyeksi pendapatan daerah Kota Samarinda Tahun Anggaran

2011 secara kumulatif mengalami kenaikan dibanding tahun

anggaran2010, walaupun ada beberapa sumber-sumber pendapatan yang

mengalami penurunan. Secara rinci akan dijelaskan sebagaimana

tersebut dibawah ini :

1.3.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pada Tahun Anggaran 2010 Pendapatan Asli Daerah diproyeksi

sebanyak 563,7 yang terdiri dari Pajak daerah Rp. 40,0 milyar, Retribusi

Daerah Rp. 34,5 milyar dan hasil pengelolaan kekayaan aerah yang

dipisahkan Rp. 55,4 milyar serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang

sah Rp. 32 milyar.

Page 26: Kua 3

47

Dari sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut

kenaikannya disebabkan beberapa faktor penunjang antara lain

intensifikasi dan ekstensifikasi serta kebijakan politik yang berkenaan

dengan deposito mobile.

1.3.2. Dana Perimbangan

Sebagaimana kita ketahui bahwa dana perimbangan merupakan

sumber pendapatan daerah yang cukup dominan kontribusi pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Samarinda,

dibanding Pendapatan Asli daerah (PAD) dan lain-lain daerah yang sah.

Pada tahun anggaran 2010 Dana Perimbangan sebesar Rp. 842,01

milyar yang terdiri dari bagi hasil pajak / bagi hasil bukan pajak, Dana

Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Secara umum, kenaikan pada Dana Perimbangan diprediksi

terutama bersumber dari Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Sumber

kenaikan komponen bagi hasil pajak berasar dari Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) yaitu penyesuaian nilai jual obyek pajak (N)OP) sesuai

dengan perkembangannya. Dilain pihak, pada komponen Bagi Hasil Pajak

dari Sumber Daya Alam (SDA) akan mengalami penurunan. Hal tersebut

dikarenakan beberapa faktor antara lain kuatitas produksi, kualitas

produksi, harga pasaran dunia, negara tujuan ekspor dan fluktuasi

persoalan global. Selain itu, walaupun merupakan komponen terkecil,

peningkatan pada Dana Alokasi Khusus (DAK) sangat diharapkan. Hal

tersebut dimungkinkan apabila dinas/badan/kantor terkait membuat

program dan kegiatan yang disesuaikan dengan program nasional

sehingga dapat mempresser dana yang dialokasikan pada departemen

teknis yang mempunyai anggaran.

Dana Alokasi Umum (DAU) pada Tahun Anggaran 2009

mengalami penurunan yang berlandaskan pada Undang-Undang Nomor

33 Tahun 2006 tentang Perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah, namun penurunan tersebut sebagai motivasi kita

untuk tetap memperjuangkan dan mengkaji ulang kebijakan yang

dilaksanakan.

Page 27: Kua 3

48

1.3.3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Sumber pendapatan daerah ini, merupakan dana perimbangan dari

Pemerintah Provinsi yang terdiri dari dana bagi hasil pajak dari Provinsi

dan bantuan keuangan dan Provinsi.

Proyeksi pada sumber pendapatan daerah tersebut untuk Tahun

Anggaran 2010 mengalami penurunan dibanding Tahun Anggaran 2009.

hal tersebut tercermin pada sektor Bantuan Keuangan Provinsi

penurunannya sebagai akibat dari pengurangan DAU Provinsi.

1.3.4. Pembiayaan

Dana yang bersumber dari pembiayaan utamanya bersumber Silpa

dan pinjaman yang akan dibuat pada akhir Tahun Anggaran 2010.

Untuk proyeksi Anggaran Pendapatan dapat dilihat sebagaimana -

daftar terlampir.