Upload
inas-zafirah
View
648
Download
66
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kuliah Kerja Lapangan Geografi, ditulis untuk membagi ilmu dan sebagai tambahan wawasan ilmu geografi di wilayah Surakarta, Wonogiri dan Yogyakarta
Citation preview
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Blant (dalam Dohrs and Sommers, 1967), geografi sebagai ilmu
lapangan (field science), membangun deskripsi-deskripsi wilayah dan
interpretasinya dengan landasan pengetahuan tertentu yang solid yang didasarkan
hasil penelitian/investigasi. Lapangan terhadap gejala individu dan assosiasinya
dalam wilayah setempat. Bagi Wooloodge (dikutip Platt dalam Dokrs and
Sommers, 1969), kerja lapangan di wilayah tertentu merupakan pengajaran
effektif yang vital dalam geografi. Laboratorium geografi adalah di luar ruang
(out of work), dan kecekatan/kemampuan menentukan apa dan bagaimana dalam
pengamatan (observasi) pencatatan dan analisis adalah suatu yang terpenting
(critical) dalam pelatihan untuk seorang geograf.
Kerja Lapangan (disarikan dari Platt) meliputi dua aktifitas yaitu
pengamatan dan penelitian. Dengan observasi mahasiswa dihadapkan secara
langsung dengan gejala-gejala dasar di lapangan. Sehingga diperolah kesan secara
langsung melalui pandangan mata. Melalui pengamatan ini, gejala geografis tidak
hanya diperhatikan secara individual tetapi juga dapat diamati assosiasinya secara
keruangan, serta pola yang kompleks segala sesuatu bersama-sama disuatu tempat
Atau perhatian difokuskan pada kesatuan kelompok gejala dalam tema organisasi
(sistem). Pada penelitian lapangan dilakukan kegiatan pengukuran dan
pengumpulan data, yang selanjutnya dilakukan sistematisasi dan klasifikasi.
Dengan demikian mahasiswa terbiasa dengan kategori-kategori berbagai gejala.
Pada kerja lapangan juga dapat dicatat berbagai temuan-temuan. Untuk keperluan
analisa hasil kerja lapangan dikatikan dengan peta-peta, foto udara, gambar-
gambar dan catatan-catatan (data sekunder dan lainnya)
Selain itu, di Fakultas Geografi UMS dalam mewujudkan kemampuan
kerja lapangan bagi mahasiswanya, menetapkan empat kali KKL yang merupakan
suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Pengukuran Parameter fisik
Pengenalan Bentang Geografi
Pengukuran parameter Sosek
Studi Wilayah
Adapun keempat KKL tersebut adalah:
- KKL I : Pengenalan Bentang Geografi
- KKL II : Pengukuran parameter fisik
- KKL III : Pengukuran parameter sosial ekonomi
- KKL IV : Studi Wilayah
Antara keempat KKL tersebut mempunyai keterkaitan sebagaimana
model berikut:
(tabel 1.1.1: Keterkaitan acara KKL Pertama dan Akhir)
Pada KKL I Mahasiswa dilatih untuk melakukan pengamatan dan
pemahaman terhadap gejala-gejala pada bentang geografi (bentang alam dan
bentang budaya). Pada KKL II dan KKL III, kemampuan pengamatan tersebut
dilanjutkan dengan latihan mengukur parameter-parameter baik pada gejala fisik
maupun gejala sosial ekonomi. Dengan kemampuan observasi dan pengukuran
tersebut, maka akan dapat digunakan untuk pelatihan pada KKL IV yaitu dalam
mengkaji suatu wilaya secara terpadu.
Teknik dan alat: pada KKL I tekanan studinya adalah pengenalan
terhadap gejala-gejala dilapangan. Oleh karena itu, teknik yang digunakan adalah
observasi atau pengamatan langsung terhadap gejala-gejala (obyek) penjelasan
dan pembimbing dan mencatat, menggambar/merekam apa yang diamati. Untuk
itu diperlukan kemampuan:
- Dasar pengetahuan dari teori (ilmu yang diperoleh dalam kuliah)
- Penguasaan teknik dan alat (penggunaan teropong, fotografi)
Menggambar sketsa, membaca peta dan foto udara, membuat
kategori/klasifikasi, pemahaman secara umum daerah studi.
Adapun alat-alat yang dibutuhkan dalam KKL 1 ini meliputi:
- Peta dasar (untuk plooting lokasi pengamatan)
- Note Book dan alat tulis (untuk mencatat penjelasan dan
pengamatan)
- Cek list konsep terlampir (untuk mencatat gejala dan temuan tiap
titik pengamatan dan menggambar sketsa)
- Teropong dan tustel (bila ada)
- Kompas dan lainnya
1.2 Tujuan
Tujuan instruksional umum adalah agar mahasiswa dapat mengenal,
mengamati, serta memahami bentang alam dan bentang geografi. Tujuan
instruksional khusus adalah agar mahasiswa dapat:
- Menjelaskan kenampakan bentang alam dan bentang geografi di
lapangan serta memahami keterkaitan antara komponen parameter
bentang alam yang satu terhadap yang lain
- Menjelaskan karakteristik suatu daerah baik bentang alam maupun
bentang geografi, sehingga dapat menunjukkan perbedaan dan
persamaan antara satu daerah (wilayah) dengan daerah (wilayah)
lain.
1.3 Manfaat
- Mahasiswa dapat mengenal, mengamati dan memahami bentang alam
dan bentang geografi.
- Melatih mahasiswa supaya dapat menjelaskan kenampakan bentang
alam dan bentang geografi yang ada di zona selatan, zona utara dan
zona tengah.
- Mampu memahami keterkaitan antara komponen bentang alam yang
ada di suatu wilayah dengan di wilayah lain.
- Mampu menjelaskan karakteristik bentang alam maupun bentang
geografi yang ada di suatu tempat.
- Mampu menunjukan perbedaan yang ada di wilayah satu dengan
wilayah lainnya.
1.4 Metode
Dalam pengamatan lapangan pada KKL 1 ini menggunakan metode
survei dan analisis lapangan.
2. ZONA UTAMA GEOMORFOLOGI JAWA TENGAH
Propinsi Jawa Tengah terletak 50°40¢ sampai 80°30¢ Lintang Selatan
dan antara 108°30' sampai 111° 30¢ Bujur Timur. Letak dan kedudukan Propinsi
Jawa Tengah adalah sebelah barat berbatasan dengan propinsi Jawa Barat, sebelah
timur berbatasan dengan propinsi Jawa Timur, sebelah selatan berbatasan dengan
Samudera Indonesia, dan sebelah utara dengan Laut Jawa. Luas Propinsi Jawa
Tengah 3,25 juta Ha termasuk pulau yang terpisah yakni Pulau Karimun Jawa.
Luas propinsi ini sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa. Dalam hal administrasi
pemerintahan, Propinsi Jawa Tengah terbagi dalam 29 Kabupaten dan 6 kota.
Administrasi pemerintahan kabupaten dan kota ini terdiri dari 544 kecaamatan,
dan 8.490 desa/kelurahan. Jawa Tengah memiliki zone-zone yang tidak jelas
perbedaannya, hal ini merupkan akibat dari struktur dan proses yang
mempengaruhi sangat kompleks.
(gambar 2.1.: Peta Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Secara umum zone tersebut dibagi menjadi zone yaitu zone selatan,
tengah, dan utara. Kondiasi umum zone selatan Jawa Tengah berupa dataran
pantai tenggelam yang tertimbun dataran alluvial. Di bagian tengah bukan
merupakan kelompok volkan, melainkan ditempati oleh Pegunungan Serayu
Selatan. Keadaan ini merupakan akibat dari perlipatan yang terjadi secara hebat
dan mengalami pelenturan pada Miosen, sehingga terjadi penyingkapan pada
batuan Pratertier dan kristalin Mesozoik Formasi Lok Ulo. Pada zone utara jawa
Tengah paling timur keadaannya sama dengan Igir Kendeng paling barat di Jawa
Timur, yaitu tertutup breksi vulkanis bed Notopura yang secara tidak
selaras (unconformity) menutup bed Damar atas pada Pleistosen Tengah. Sebelah
baratnya merupakan endapan pada lembah di sekitar volkan Ungaran.
(gambar 2.2.: Stratigrafi wilayah Jawa)
2.1. Zona Utara
Zona utara meliputi Pegunungan Kendeng, dataran antara Pegunungan
Kendeng dan Pegunungan Rembang, Pegunungan Rembang, dataran alluvial,
Pantai Rembang-Juana, dataran alluvial sebelah selatan Gunung Api Muria,
Gunung Muria-Patiyam, dataran alluvial Pantai Demak-Semarang dan Perbukitan
Gombel.
(gambar 2.1.1.: Fisiografi zona utara, Gunung Merbabu dan Gunung Ungaran)
(gambar 2.1.2.: Bagian dari zona utara, Rawa Pening tetutup eceng gondok)
2.1.1. Karakteristik Fisik
Zona utara Jawa Tengah didominasi oleh proses struktural lipatan.
Terdiri dari rangkaian gunung lipatan berupa bukit-bukit rendah atau pegunungan
dan diselingi oleh beberapa gunung-gunung api. Dan ini biasanya berbatasan
dengan dataran aluvial. Lipatan yang lebih tua terjadi sejak dari periode miosen
atas. Lipatan ini nampak lebih jelas dari zona tengah tetapi juga dapat dilihat di
zona utara dari Jawa Tengah. Di lain tempat pengendapan bahkan mungkin
berlangsung selama periode miosen tengah. Miosen adalah suatu kala pada skala
waktu geologi yang lebih tua, lapisan batuan yang membedakan awal dan akhir
kala ini dapat teridentifikasi serta merupakan kala pertama pada periode neogen.
Bentang lahan yang mendominasi di zona ini adalah bentang lahan asal proses
struktural lipatan, proses marine, dan juga proses antropogenik.
Bentang lahan asal proses struktural lipatan dapat dilihat di perbukitan
antiklinal Gundih, di Lembah Jono yang mempuyai air tanah asin, dan juga di
beldug Kuwu dengan fenomena semburan lumpurnya. Bentuklahan asal proses
struktural, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan,
perbukitan, dan kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal
struktural. (Verstappen, 1983).
Bentang lahan asal proses marine dapat dilihat di Paleogeomorfologi
selat Demak dan juga Banjir Kanal Timur, Semarang. Bentuklahan asal proses
marine merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses
laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan
ini adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik
(beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka
seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan
proses marine. Kombinasi ini disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan
bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio marine ini antara lain delta dan
estuary (Verstappen, 1983).
Bentang lahan asal proses antropogenik karena pembuatan pantai ini
tidak alami seperti dimiliki oleh pantai Marina. Pantai ini walaupun merupakan
bentukan alam, namun sebagian besar prosesnya adalah rekayasa manusia. Pantai
ini disebut sebagai pantai antropogenik karena pembuatan pantai ini tidak alami,
yaitu dengan cara reklamasi atau penimbunan rawa. Proses reklamasi ini sangat
mengganggu arus laut. Akibatnya erosi laut atau abrasi juga terjadi semakin
intensif karena tanah yang menjorok ke laut tak terlindungi dari deburan ombak.
Namun peranan dan fungsi reklamasi sebetulnya sangat banyak. Diantaranya,
tanah hasil pengurukan dapat difungsikan sebagai kawasan perumahan maupun
industri. Selain itu reklamasi di sebelah Barat pantai Marina menyebabkan arus
yang sampai di bibir pantai tidak terlalu besar, air terlihat lebih tenang.
2.1.2. Karakteristik Penduduk dan Sosial Ekonomi
Agihan pemukiman di zona utara menunjukan adanya pegaruh fisiografis
yaitu ada di pegunungan Kendeng dan pegunungan Rembang. Keberadaan
permukiman relatif menyebar dan sangat jarang terutama di pegunungan
Rembang. Hal ini disebabkan oleh adanya pemanfaatan tanah diantara areal hutan
jati. Pola persebaran permukiman menyebar di sela sela hutan. Jaraknya saling
berjauhan, tetapi ditempat tertentu seperti disepanjang jalan membentuk kelompok
kecil yang dihuni oleh pekerja hutan. Bentuk rumahnya pun bervariasi ada
kampung, limasan, modern. Bahan bangunan menggunakan kayu jati karena
berada di hutan jati. Namun bagi yang berekonomian cukup, menggunakan
semen, batu, dan gamping.
Pola pemukiman di zona utara Jawa Tengah menunjukan relatif
menyebar, hal ini dipengaruhi oleh pemanfaatan areal tanah hutan yang cukup
luas. Sebagian pemukiman ada yang mengikuti di sepanjang jalur sungai dan jalan
terutama di pesisir pantai utara.
Fisiografi zona utara jawa tengah meliputi :
a. Pegunungan Kendeng
b. Pegunungan Rembang
c. Perbukitan Candi
d. Dataran aluvial Pantai Rembang – Juwana
e. Dataran aluvial sebelah selatan Gunung Api Muria
f. Dataran aluvial Pantai Demak – Semarang
g. Gunung Api Muria – Patiayam
Mata pencarharian untuk daerah a, b, dan c dominan pertanian dengan
tanaman ketela pohon dan palawija. Untuk daerah d adalah perikanan tambak dan
pembuatan garam air laut. Pada umumnya untuk zona utara penduduk menggali
batu gamping untuk dijadikan kapur dan mencari kayu bakar di kawasan hutan.
Mata pencaharian penduduk di dataran alluvial pantai Rembang-Juana
adalah di bidang perikanan, yakni sebagai nelayan maupun petani tambak. Selain
itu banyak yang bekerja sebagai petani garam.
Di daerah purwodadi ada pembuatan garam rakyat dan bleng juga
membuat makanan “lempeng” (jenis makanan yang menggunakan bleng sebagai
bahan tambahan) hasilnya dipasarkan sampai keluar daerah.
Desa Jono, Kabupaten Grobogan terdapat penambangan garam (6
lokasi).Tenaga kerja yang digunakan ± 15 orang setiap sumur.
Pengeringan :
Musim hujan : 10 - 15 hari
Musim kemarau : 5 – 7 hari
Caranya : mengalirkan air dari sumur dengan menggunakan pipa
bambu dialirkan ke penampungan melalui bambu yang dibelah
Lahan yang digunakan milik pemerintah, masyarakat mengusahakan
dengan system sewa.
Desa Kuwu Kabupaten Grobogan : prinsip sama dengan di desa Jono,
namun caranya agak berbeda yaitu dengan mengalirkan dari sumber ke lokasi
penampungan.
Bahan tambang yang ada :
a. Lempung, gamping, gips, kaolon, fosfat, pasir kuarsa, tanah merah
dan tras dengan persebarandi daerah Kabupaten Pati , Rembang
dan Grobogan.
b. Gamping fosfat, sedikit batu besar dan tras daya persebaran di
daerah Kabupaten Pekalongan dan Pemalang bagian selatan.
Pendidikan dan kesehatan : lebih baik dari zona selatan.
Produksi : garam dan garam cair / bleng, bahan tambang batuan, hasil pertanian,
hasil perikanan, dan hasil perindustrian.
2.2. Zona Tengah
Zona tengah meruakan daerah Gunung Api, mulai dari puncak, lereng,
kaki gunung sampai dataran alluvial. Dibandingkan dengan daerah Zona selatan
dan Zona utara, Zona tengah meruakan daerah yang lebih subur dengan penduduk
yang lebih padat. Bentuk penggunaan lahan di daerah ini adaah sawah irigasi,
sawah tadah hujan, tegalan, kebun campuran, erkebunan, hutan belukar, dan
pemukiman
.
(gambar 2.2.1.: Bentuk geomorfologi zona tengah Jawa)
2.2.1. Karakteristik Fisik
Meliputi : Gunungapi Merapi, Gunung Lawu, Gunung Merbabu,
Ungaran, Telomoyo, Rawa Pening, Tidar, dan Kendal. Kondisi daerahnya datar,
lebih luas jika di bandingkan dengan zona selatan. Mata pencaharian penduduk
setempat adalah pertanian (dominan), perkebunan kopi, dan peternakan sapi
perah. Pada lereng merapi terdapat sumber daya alam berupa batu dan pasir (pada
lereng dan sungai–sungai) di gunakan untuk bangunan, sedang kegunaan yang
lain yaitu untuk kerajinan. Dengan pusatnya di Muntilan, kota–kota penting di
Zona tengah adalah Surakarta (pada dataran alluvial pada jalur lintas Yogya-
Surabaya, antara Wonogiri-Semarang dan Yogya-Wonogiri).
2.2.2. Karakteristik Penduduk dan Sosial Ekonomi
Secara geografis zona tengah di bedakan menjadi 2 yaitu bagian dataran
alluvial, bagian lereng, dan puncak. Dimana agihan permukiman di pengaruhi
oleh kondisi geografis, di daerah lereng gunung berapi agihan permukiman
membentuk pola penyebaran di sepanjang aliran sungai dengan alasan tingkat
kesuburan tanah berpengaruh dengan ketersediaan air yang cukup. Selain itu ada
pula agihan permukiman yang memanjang sepanjang jalan.
Penduduk di Zona tengah mempunyai tingkat keragaman yang tinggi
sehingga karakteristiknya juga beragam. Pada daerah pedesaan mata pencariannya
di dominasi sebagai petani, akan tetapi penduduk perkotaan dan daerah
permukiman baru mata pencariannya bervariasi. Hal ini di sebabkan oleh faktor
kesuburan tanah yang tinggi dan daerahnya relatif datar. Oleh karena itu tingkat
kepadatan penduduk di daerah ini relatif tinggi. Demikian pula dalam hal
pendidikan, pada zona ini lebih bervariasi dari pada zona selatan.
(gambar 2.2.2.1.:
Penduduk zona
tengah
didominasi
sebagai petani)
(gambar
2.2.2.2.: Pemanfaatan dataran alluvial sebagai persawahan)
Sumber ekonomi wilayah ini umumnya berupa pertanian, perkebunan,
perternakan, perdagangan dan jasa. Aktivitas penduduknya lebih bervariasi karena
hubungan dengan daerah-daerah lain lebih lancar.
2.3. Zona Selatan
Zona selatan dapat dibagi dalam 3 (tiga) yang sebagian besar merupakan
daerah perbukitan, Pantai selatan Jawa dan pegunungan. Plato Karst pada Zona
selatan yang luas dapat ditemui di Pantai selatan Pulau Jawa. Proses karst meliputi
pelarutan kalsium karbonat dari batu gamping oleh air permukaan.
2.3.1 Karakteristik Fisik, Penduduk dan Sosial Ekonomi
2.3.1.1. Parangtritis dan Parang Kusumo
a. Parangtritis di dominasi gumuk-gumuk pasir. Gumuk pasir di Parantritis
merupakan gelaja alam yang cukup langka, sehingga menjadi bahan
kajian yang menarik bagi Ilmuwan Kebumian dan praktis tidak dapat di
gunakan menjadi pemukiman penduduk. Di Parang Kusumo daerah ini
merupakan daerah pariwisata dan banyak di jumpai warung-warung dan
penginapan, serta dimanfaatkan untuk pemukiman penduduknya.
(gambar 2.3.1.1.1: Pantai Parangtritis untuk dimanfaatan sebagai daerah wisata)
b. Pemanfaatan lahan pemenuh kebutuhan hidup.
1) Untuk pertanian (lahan yang tidak tertutup pasir)
Lahan kering dengan tanaman yang dominan : ubi kayu, tananman
lain : jagung, kacang tanah, ubi jalar, dan kedelai
Sawah ( relatif sedikit ) hasil sedikit : 29,5 kw padi/Ha per panen
pada th. 1977
2) Untuk perternakan
Ternak lembu, kambing, domba, ayam, dan itik
Ternak kerbau, kuda, babi
c. Industri bahan galian golongan C : batu kali, krikil, batu napalan, batu
kapur, kaolin, marmer, pasir kuarsa, tran sebagai bahan pondasi, dan
tegel.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa sumber ekonomi daerah tersebut
antara lain warung, penginapan, pertanian, pertambangan, dan peternakan.
2.3.1.2. Batur Agung : relatif kasar, lereng-lereng curam
Pemanfaatan oleh penduduk :
a. Untuk pertanian dengan segala sistem teras-teras. Musim penghujan
tanamannya padi. Musim kemarau tanamannya palawijo (bero).
b. Untuk tegal ditanami palawijo, padi gogo dan tanaman keras (kelapa,
pisang, bambu, jati, serta tanaman kayu bakar).
Sumber ekonomi daerah Batur Agung ini pada umumnya hanya digunakan
untuk pemenuhan kebutuhan keluarga sendiri.
2.3.1.3. Perbukitan gamping (Gunung Kidul)
a. Bagian puncak berupa hutan sekunder (semak belukar). Sebagian besar
puncak yang sudah terbuka dikelola sebagai lahan tegalan dengan
tanaman: ketela pohon, jagung, kacang-kacangan, tanaman kuas tetapi
pada waktu musim kemarau tidak ditanami.
b. Bagian lereng berupa tegal dengan teras-teras yang ditanami ketela pohon
dan jagung. Beserta dimanfaatkan untuk dijadikan tambang batu gamping.
(gambar 2.3.1.3.1.: Bagian bukit gamping yang telah di tambang masyarakat)
c. Bagian lembah-lembah antara bukit karst (interconexted valleys). Terdapat
lahan subur (lapisan tanah cukup tebal) lebih subur dibanding dengan
puncak dan lereng digunakan untuk :
1) Tegalan (berteras-teras)
Tanaman polowijo
Panen 2 kali setahun
Bagian lembah ditanami tanaman keras
2) Sawah (tadah hujan)
Tanamannya padi waktu musim huajn
Panen 2 kali setahun
Bagian lembah ditanami tanaman keras dan htanaman untuk
ternak.
d. Bagian datar / bergelombang lembah dikenal dengan nama 4 ledok
Wonosari - Wonogiri
1) Penggunaan lahan :
Tegal dengan tanaman polowijo dengan sistem campuran
pada tepi tegalan ditanami rumput gajah, pada musim
kemarau tidak ditanami (bero)
Pada tempat-tempat yang memungkinkan terdapatnya
sumber air hujan maupun irigasi sementara (pada musim
hujan) ditanami padi, kemarau polowijo.
Disekitar waduk terdapat pertanian pasang surut.
2) Lalu lintas cukup padat, tranportasi cukup dan mempunyai
terminal yang menghubungkan kota-kota seperti Ponorogo,
Wonogiri, Pacitan sehingga bukan merupakan kota yang terpencil.
Jalanya agak sempit dan banyak belkan tajam karena daerahnya
bergunung-gunung dan bergelombang. Diantara Siluk dan
Wonosari jalan relatif sempit dan naik turun sehingga keadaan lalu
lintas sepi.
Wonogiri ekonomi sebagai kota perdagangan, terdapat pabrik jamu (obat
tradisional) : Air mancur, Jago, Gunung Giri. Dalam hal pendidikan di Wonogiri
jumlah taman kanak-kanak masih sedikit, sedangkan sekolahan-sekolahan lain
hampir sama dengan daerah-daerah lain di Jawa Tengah. Wonogiri juga sebagai
penghasil batu gamping, kalsit batu bara, traso, lumpur putih emas, koalin,
marmer, pasir, kuarsa, dan tyras.
Sumber ekonomi lebih bervariasi dibandingkan dengan dilereng maupun
di lembah karena didukung oleh tingkat eksibilitas daerahnya yang memang lebih
baik. (dilewati jalan besar, transportasi dari rumah ke rumah dapat dijangkau
dengan kendaraan bermotor). Kondisi ekonomi lebih baik, dapat dilihat dari
kondisi fisik rumah.
3. HASIL PENGAMATAN DI LOKASI KEGIATAN
3.1. Pendahuluan
Kunjungan untuk mengamati dan mengenal bentuk bentang alam secara
benar, harus mengupayakan pada lokasi yang sangat spesifik dari setiap gejala
geografis. Tidak hanya secara individual mengenai terbentuknya gejala alam
tersebut, melainkan juga mengert dan memahami assosiasi secara keruangan
lokasi tersebut. Pengamatan untuk di titik lokasi ini, dijadikan dasar untuk
penelitian secara luas pada waktu yang akan datang.
Hasil pengamata diharapkan dapat memberi kesimpulan dan pusat
informasi tentang terjadinya bentuk bentang alam, serta dapat mengimpretasikan
kegunaan, manfaat dan akibat yang akan ditimbulkan dari hasil pembentukan
proses geomorfologi tersebut.
Lokasi yang di tuju pertama, adalah zona selatan jawa. Dan selanjutnya
diteruskan untuk mengunjungi lokasi pada zona tengah dan terakhir adalah zona
utara. Yang diutamakan dalam kunjungan pada lokasi zona selatan adalah bentuk
bentang alam berupa pegunungan yang terbentuk karena pengangkatan lempeng
bumi. Untuk zona tengah, pembahasan mengenai pemanfaatan bentuk lahan oleh
masyarakat. Dengan di dominasi oleh pemanfaatan lahan untuk pertanian, zona
tengah memperlihatkan perekonomian yang lebih baik.
3.2. Lokasi I (Dataran Aluvial, Sukoharjo)
Dataran aluvial berkembangnya sudah terbentuk horizon, dataran aluvial
dalam dan tanah sudah berkembang. Dataran aluvial didaerah sukoharjo berada di
pegunungan timur lawu dataran ini banyak difungsikan untuk daerah persawahan
system irigasi. Namun pada tahun lalu dataran aluvial mengalami penurunan hasil
produksi, di daerah ini belum pernah ditanami palawija hanya pola tanamannya
diwilayah ini adalah padi-padi pantun. Memiliki air tanah yang dangkal, sehingga
air pada saat musim penghujan bisa menutupi kondisi air dimusim kemarau. Air
permukaannya melimpah namun bisa terjadi banjir dan tidak karena letak
geografisnya yang dikelilingi oleh aliran sungai.
Jenis pepohonan didaerah ini berkanofi (banyak cabang membentuk
seperti payung). Persawahan yang baru di bajak dan digenangi air di tanah
tersebut, akan muncul burung kuntul blekok yang ingin mencari makan di areal
sawah.
Fenomenya meliputi sawah ler-leran yaitu sawah yang habis diolah
dibajak ada airnya. Pertaniannya komersil karena sudah diorientasikan untuk
pasar. Permukiman di dataran aluvial sudah cukup bagus ,bangunannya sudah
banyak yang permanen, akses jalan sudah baik, ekonomi juga sudah baik.
Tanamannya musiman. Konservasi pelestarian fegetatif. Material endapan berasal
dari daerah atas. Menggunakan system mekanik terasering (mendatarkan daerah
miring) supaya apabila air banjir bisa menahan air tersebut. di daerah ini rata-rata
penduduk menggunakan sistem persawahan subsisten untuk pemenuhan
kebutuhan orang banyak, sebelah selatan adalah pegunungan sewu lalu sebelah
timur adalah pegunungan lawu. Daerah disini juga dikenal dengan daerah
padascuri yang mana terjadi karena tidak adanya pergiliran sistem tanam,
padascuri terjadi di bawah tanah. Iklim di daerah ini seimbang hujan dapat
menutupi musim kemarau. Daerah dataran aluvial di sukoharjo termasuk zona
tengah yang meliputi jalur vulkanik. Di jawa barat dan jawa timur merupakan
suatu jalur yang menerus, sedangkan di jawa tengah jalur di potong oleh
pegunungan serayu. Seringkali cekungan-cekungan yang cukup besar terletak di
zona ini. Dukungan sumber daya wilayah yang cukup baik di daerah ini
berkembang berbagai pusat pertumbuhan ekonomi. Kota-kota di daerah ini
umumnya cukup berkembang. Duungan sumber daya di daerah ini menyebabkan
berbagai kerajaan besar juga berada di daerah ini.