17
Referat Kortikosteroid David Dwiadiputra Hartanto (406138086) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun hormon adrenokortikotropin (ACTH) dan adrenokortikosteroid (kortikosteroid) berasal dari kelenjar yang berlainan, dalam hal ini akan dibicarakan bersama karena fungsi fisiologik dan efek farmakologiknya sangat berhubungan. Juga dibicarakan beberapa analog sintetiknya dan beberapa senyawa yang dapat menghambat biosintesis kortikosteroid. Fungsi fisiologik kelenjar adrenal yang penting dikenal sejak tahun 1855 ketika Addison melihat gejala klinik pasien dengan kerusakan kelenjar tersebut, yang kemudian disebut sebagai Addison Disease. Bagian korteks mengeluarkan hormon-hormon steroid yaitu glukokortikoid (kortisol dan kortikosteron oleh zona fasikulata) dan mineralokortikoid (aldosteron oleh zona glomerulosa) yang efeknya berlainan. Hormon kortisol dan kortikosteron terutama berpengaruh pada metabolisme karbohidrat, sedangkan aldosteron pada keseimbangan air dan elektrolit yaitu kemampuannya meretensi natrium. Steroid lain yang dihasilkan adalah dehydroepiandrosterone (DHEA) dan bentuk sulfatnya (DHEAS) yang merupakan androgen adrenal utama yang lemah, berubah di perifer menjadi testosteron, dehidrotestosteron, estradiol, Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Dareah Kudus Fakultas Kedokteran Tarumanagara Periode 20 Oktober – 22 November 2014

Kulit Fitzpatrick

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kulit

Citation preview

Referat KortikosteroidDavid Dwiadiputra Hartanto (406138086)

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangMeskipun hormon adrenokortikotropin (ACTH) dan adrenokortikosteroid (kortikosteroid) berasal dari kelenjar yang berlainan, dalam hal ini akan dibicarakan bersama karena fungsi fisiologik dan efek farmakologiknya sangat berhubungan. Juga dibicarakan beberapa analog sintetiknya dan beberapa senyawa yang dapat menghambat biosintesis kortikosteroid.Fungsi fisiologik kelenjar adrenal yang penting dikenal sejak tahun 1855 ketika Addison melihat gejala klinik pasien dengan kerusakan kelenjar tersebut, yang kemudian disebut sebagai Addison Disease. Bagian korteks mengeluarkan hormon-hormon steroid yaitu glukokortikoid (kortisol dan kortikosteron oleh zona fasikulata) dan mineralokortikoid (aldosteron oleh zona glomerulosa) yang efeknya berlainan. Hormon kortisol dan kortikosteron terutama berpengaruh pada metabolisme karbohidrat, sedangkan aldosteron pada keseimbangan air dan elektrolit yaitu kemampuannya meretensi natrium. Steroid lain yang dihasilkan adalah dehydroepiandrosterone (DHEA) dan bentuk sulfatnya (DHEAS) yang merupakan androgen adrenal utama yang lemah, berubah di perifer menjadi testosteron, dehidrotestosteron, estradiol, estron. Androgen adrenal adalah sumber utama estrogen pada menopause dan gangguan fungsi ovarium pada usia muda.Cushing (1932) menemukan gejala hiperkoi- isme akibat hipersekresi kortikosteroid. Gejala tersebut dikenal sebagai sindrom Cushing. Pas penggunaan kortikosteroid yang berlebihan gejala yang sama akan muncul.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Korteks Adrenal

Sherhood edisi 7

Sekitar 80% kelenjar adrenal terdiri dari korteks yang tersusun dari tiga lapisan, yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata, dan zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan bermacam macam hormone adrenokorteks yang semuanya adalah steroid dan berasal dari preursor yang sama, yaitu kolesterol. Berdasarkan efek primernya steroid adrenal dapat dibagi menjadi tiga kategori: (1) mineralokortikoid (terutama zona glomerulosa), terutama aldosterone yang mempengaruhi keseimbangan mineral, (2) glukokortikoid (terutama zona fasikulata), terutama kortisol, yang berperan penting dalam metabolism glukosa serta metabolisme lemak dan protein. (3) hormone seks yang identic atau serupa dengan yang dihasilkan oleh gonad (testis pada pria dan ovarium pada wanita).

2.1 Adrenokortikotropin (ACTH)2.1.1 Biosintesis, dan pengaturan sekresiACTH merupakan suatu rantai lurus polipeptida, yang pada manusia terdiri dari 39 asam amino. Pada keadaan basal kecepatan sekresi ACTH diatur oleh mekanisme umpan balik negatif hormon korteks adrenal (terutama kortisol) dalam darah. Pada defisiensi hormon korteks adrenal ini, misalnya pada pasien Addison, produksi dan sekresi ACTH akan meningkat. Pengaturan sekresi ACTH juga diatur olah corticotropin releasing hormone (CRH) yang diproduksi di hipotalamus (median eminens). CRH sampai ke hipofisis anterior melalui pembuluh darah portal hipotalamohipofisis. Gambar di bawah ini memperlihatkan hubungan antara hipotalamus, adenohipofisis dan kelenjar adrenal. Produksi androgen dan aldosteron oleh korteks adrenal hanya sedikit dipengaruhi ACTH, dan sebaliknya kedua hormon tersebut tidak mempengaruhi sekresi ACTH.Sekresi ACTH juga dipengaruhi oleh ber- bagai rangsang saraf yang sampai pada median eminens hipotalamus melalui serabut aferen dan menyebabkan pengeluaran CRH. Sebagai contoh, rangsangan pada reseptor rasa nyeri diteruskan ke saraf aferen perifer dan traktus spinotalamikus, akhirnya sampai pada median eminens hipotalamus dan menyebabkan sekresi CRH yang kemu- dian dialirkan ke adenohipofisis yang kemudian melepas ACTH. Reaksi emosi (takut, marah, cemas) melalui saraf aferen yang menuju ke hipotalamus juga dapat merangsang sekresi hormon korteks adrenal. Mungkin ini dapat menjelaskan mengapa orang yang sering dilanda emosi cen- derung menderita iritasi lambung, karena pada pemberian hormon kortikosteroid sering ditemukan efek samping iritasi lambung.Kadar kortisol darah dalam keadaan basal mengalami alun (variasi) diurnal, yaitu pada pagi hari paling tinggi sedangkan pada malam hari paling rendah. Mungkin alun diurnal ini secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas individu. Pengobatan menggunakan kortikosteroid sekali sehari dilakukan meniru keadaan fisiologis ini, yaitu dengan pemberian obat pada pagi hari.

Sherwood, Human physiology edition 7th(6)

2.1.2 Mekanisme KerjaSetelah ACTH bereaksi dengan reseptor hormon yang spesifik di membran sel korteks adrenal, terjadi perangsangan sintesis adrenokortikosteroid pada jaringan target tersebut melalui peningkatan aktivitas adenil-siklase sehingga terjadi peningkatan sintesis siklik-AMP. Tempat kerja siklik-AMP pada steroidogenesis ialah pada proses pemecahan rantai cabang kolesterol dengan oksidasi, proses ini menghasilkan pregnenolon (Gambar 32-2).Pengaruh ekstra-adrenal ACTH antara lain dapat dilihat pada warna kulit kodok yang diisolasi. Hormon ini dapat menyebabkan warna kulit tersebut menjadi lebih hitam. Hal ini mungkin disebab- kan karena pada hewan gugus asam amino ke-1 sampai ke-13 identik dengan gugus asam amino yang terdapat pada a-MSH (melanocyte-stimulating hormone). Pada manusia hiperpigmentasi akibat ACTH dapat terjadi pada penyakit Addison karena adanya aktifitas a-MSH intrinsik pada ACTH.

2.1.3 FarmakokinetikACTH tidak efektif bila diberikan per oral karena akan dirusak oleh enzim proteolitik dalam saluran cema. Pada pemberian IM, ACTH diabsorpsi dengan baikSetelah pemberian IV, ACTH cepat meng- hilang dari sirkulasi; pada manusia masa paruhnya kira-kira 15 menit. ACTH yang ditemukan dalam urin tidak mempunyai aktivitas biologis yang ber- arti. Ini menunjukkan bahwa hormon tersebut mengalami inaktivasi di jaringan.Besarnya efek ACTH pada korteks adrenal tergantung dari cara pemberiannya. Pemberian infus ACTH 20 unit terus menerus selama waktu yang bervariasi dari 30 detik sampai 48 jam, menyebabkan sekresi adrenokortikosteroid yang linier sesuai dengan waktu infus. Bila ACTH diberikan secara IV cepat, sebagian besar hormon ini tidak akan bekerja pada korteks adrenal.Saat ini ada ACTH sintetik yang lebih terpilih untuk pemakaian klinik yaitu kosintropin.

2.1.4 IndikasiACTH banyak digunakan untuk membedakan antara insufisiensi adrenal primer dan sekunder. Pada insufisiensi primer kelenjar adrenal mengalami gangguan, sehingga pemberian ACTH tidak akan menyebabkan peninggian kadar kortisol dalam darah. Sebaliknya, pada insufisiensi sekunder gangguan ter- letak di kelenjar hipofisis, sehingga pemberian ACTH akan menyebabkan peninggian kadar kortisol darah.Dahulu ACTH sering digunakan untuk meng- obati insufisiensi adrenal dan penyakit nonendokrin lain yang memerlukan glukokortikoid, tetapi hasil- nya kurang dapat dipercaya dan kurang menye- nangkan bila dibandingkan dengan pemakaian kortikosteroid. Pemberian ACTH juga akan me- rangsang sekresi mineralokortikoid sehingga dapat menyebabkan retensi air dan elektrolit. Berbeda dengan pemberian glukokortikoid, penggunaan ACTH menyebabkan jaringan memperoleh bukan hanya glukokortikoid, tetapi juga mineralokortikoid dan androgen. Karena alasan tersebut di atas, ACTH jarang digunakan untuk pengobatan yang bertujuan mendapatkan efek glukokortikoid.ACTH sekarang ini masih digunakan antara lain untuk mengatasi : neuritis optika, miastenia gravis, dan sklerosis multipel.

2.1.5 Efek SampingACTH dapat menyebabkan timbulnya ber- bagai gejala akibat peningkatan sekresi hormon korteks adrenal. Selain itu hormon ini dapat pula menyebabkan reaksi hipersensitivitas, mulai dari yang ringan sampai syok dan kematian. Reaksi ter- hadap kosintropin lebih jarang terjadi. Peningkatan sekresi mineralokortikoid dan androgen menyebabkan lebih sering terjadi alkalosis hipokalemik (akibat retensi Na) dan akne bila dibandingkan dengan pemberian kortisol sintetik.

2.1.6 SediaanKortikotropin USP, larutan steril untuk pemakaian IM atau IV. Sediaan ini berasal dari hipofisis mamalia.Kortikotropin repositoria, merupakan larutan ACTH murni dalam gelatin untuk suntikan IM atau SK, dengan dosis 40 unit, diberikan sekali sehari.Kortikotropin seng hidroksida USP, suspensi untuk pemberian IM. Diberikan sekali sehari dengan dosis 40 unit.Kosintropin, peptida sintetik yang dapat diberikan IM atau IV, dosis 0,25 mg ekuivalen dengan 25 unit.

2.2 Adrenokortikosteroid dan analog sintetiknyaDalam hal pengobatan kortikosteroid sistemik akan dibahas lebih khusus kepada penggunaan glucokortikoid karena kegunaannya dalam terapi dermatologis, karena sifatnyayang immunosuppressive dan antiinflamasi

Glukokortikoid Sistemik2.2.1 Mekanisme KerjaGlukokortikoid utama yang natural adalah kortisol (hydrocortisone). Kortisol disintesis dari kolesterol dari korteks adrenal. Normalnya, kurang dari 5 persen kortisol yang bersikulasi tak terikat; kortisol yang bebas ini adalah kortisol yang aktif. Sisanya adalah yang tidak aktif karena terikat dengan kortisol binding globulin (transkortin) atau dengan albumin. Kortisol disekresi 10 20 mg per hari dengan irama diurnal sekitar jam 8 pagi. Waktu paruhnya adalah 90 menit. Kortisol dimetabolisme oleh hati. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruh kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk komplek reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulas transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik Induksi sintesis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid.Pada beberapa jaringan, misalnya hepar hormon steroid merangsang tranksripsi dan sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblast, hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik.2.2.2 FarmakokinetikKetika hydrocortisone diberikan dalam dosis sedang ke besar, efek mineralokortikoidnya dapat merusak karena itu analog sintetik dari kortisol sedang dikembangkan untuk menghasilkan efek antiinflamasi dan sedikit retensi sodium2.2.3 Indikasi Timbulnya vesikel yang banyak dan serius (blistering), seperti pada penyakit pefigus, pemfigoid bulosa, herpes gestational, epidermolysis bullosa acquista, erythema multiforme, TEN) Penyakit jaringan ikat (Dermatomiositis, SLE, relapsing polychondritis) Vaskulitis Urticaria/AngiooedemGlukokorikoid kerja cepat digunakan pada kasus dermatitis yang berat; Dermatitis kontak Dermatitis alergi Photodermatitis EritrodermaPenggunaan pada dosis rendah pada kasus kasus tidak respon pada terapi koservatif. Acne dan histutismePenggunaan yang masih kontroversial Erythema nodosum Lichen planus Discoid lupus erthematosa2.2.4 Dosis dan Cara PakaiSistemik glukokortikoid dapat diberikan secara intralesi, oral, intramukular, dan intravena. Pemberiannya disesuaikan dengan penyakit yang sedang diatasi. Glukokortikoid seacara intralesi memungkinkan pemberikannya langsung ke tempat lesi. Ada beberapa kekurangan penggunaan seacara intramuskular yang dikarenakan absorbsi yang tak menentu dan kurangnya pengendalian dosis. Karena kenalog memiliki masa aktif yang lebih panjang dari prednisone, maka akan ada lebih banyak kemungkinan terjadinya efek samping termasuk supresi hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) dan myopathy. Ketika oral glukokortikoid diberikan, prednisone adalah yang paling sering dipilih. Glukokortikoid biasanya diberikan setiap hari atau dua hari sekali meskipun pada penyakit yang akut dosis harian yang terbagi dapat diberikan. Dosis inisial sehari untuk mengontrol penyakit biasanya berkisar dari 2.5mg sampai beberapa ratus milligram perharinya. Glukokortikoid yang diguakan kurang dari 3 sampai 4 minggu dapat dihentikan tanpa tapering off. Dosis rendah dari kortikosteroid kerja cepat dapat diberikan pada saat dua hari sekali saat pagi untuk meminimalkan efek samping (sekitar jam 8 pagi), HPA aksis hanya sedikit tersupresi dengan penggunaan demikian. Kadar rendah glukokortikoid saat malam hari menyebabkan terjadinya sekresi normal dari ACTH. Prednisone dosis rendah (2.5 5mg)saat waktu tidur sudah digunakan untuk mensupresi kelenjar adrenal dalam kasus akne dan hirsutisme yang disebabkan oleh kelainan dari kelenjar adrenal.Intravena glukokortikoid digunakan pada dua situasi; situasi yang pertama adalah pada pasien yang sedang sakit akut dan pasien yang sedang menjalani operasi sedangnkan situasi yang satu lagi adalah pada pasien yang mengalami penyakit tertentu seperti resistant pioderma gangrenosum, pemphigus yang parah, sistemik lupus eritematos yang berat.(2)2.2.4 Terapi InisialSebelum terapi dimulai, keuntungan dan efeksamping dari glukokortikoid perlu ditimbang timbang. Perlu juga dipikirkan apakah ada terapi alternative terutama untuk pengobatan jangka panjang. Penyakit yang sudah ada juga harus dipikirkan seperti diabetes, hipertensi, dan osteoporosis.(2)Nama PenyakitMacam Kortikosteroid dan Dosisnya Sehari

Dermatitis Eruspsi alergi obat ringanSindrom Stevens Johnson berat dan NETEritoderma Reaksi lepraLupus eritematosa diskoidPemfigoid bulosa Pemfigus vulgarisPemfigus foliaseusPemfigus ertematosaPsoriasis pustulosaReaksi Jarish-HerxheimerPrednison 4x5 mg atau 3x10 mgPrednison 3x10 mg atau 4x10mgDexametason 6x5mgPrednison 3x10 mg atau 4x10mgPrednison 3x10 mgPrednison 3x10 mg Prednison 40-80 mgPrednison 50-150 mgPrednison 3x20 mgPrednison 3x20 mgPrednison 4x10 mgPrednison 20-40 mg

Buku penyakit kulit dan kelamin2.2.4 Faktor Resiko dan Pencegahan DietDiet seharusnya menggunakan kalori rendah, lemah, dan garam, dan tinggi protein, kalium, dan kalsium. Penggunaan alcohol, kopi, dan nikotin seharusnya diminimalkan. Olahraga direkomendasikan. Komplikasi GastrointestinalMeskipun ada kontroversi mengenai apakan glukokortikoid dapat meningkatkan insiden dari peptic ulcer sebaiknya pasien diberikan profilaksis untuk mencegahnya dengan menggunakan seperti antasida, H2-reseptor bloker (cimetidine, ranitidine, nizatidine) atau proton pump inhibitor (Prilosec atau Prevacid)

2.2.5 Komplikasi OsteoporosisOsteoporosis terkena pada 40% orang yang menggunakan glukokortikoid terutama pada anak anak, remaja, dan wanita post-menopausal. Avaskular NekrosisAvascular nekrosis manifetasinya adalah rasa sakit dan keterbatasan gerak sendi. Hal ini dikarenakan terjadinya hipertensi intraosseus yang menyebabkan iskemi tulang dan nekrosis AtherosklerosisGlukokortikoid menambah parah factor resiko yang berkaitan dengan aterosklerosis seperti pada arterial hipertensi, resistensi insulin, glukosa intoleran, hyperlipidemia, dan obesitas sentral. Efek pada anak anakGlukokortikoid menyebabkan retadarsi pertumbuhan dan osteoporosis dini. Retardasi pertumbuhan dikarenakan reaksi langsung dari metabolism sel, efek pada kalsium dan fosfor metabolism, dan mengurangnya sekresi growth hormone Supresi Hipotalamus-Pituitary-Adrenal AxisHPA axis secara cepat terjadi supresi setelah penggunaan glukokortikoid. Namun jika terapi hanya satu sampai tiga minggu perbaikannya akan terjadi secara cepat. Jika lebih lama lagi, HPA aksis bisa tersupresi sampai satu tahun setelah terapi dihentikan

TempatMacam efek samping

1. Saluran cerna

2. Otot3.Susunan saraf pusat

4. Tulang

5. Kulit

6. Mata7. Darah8. Pembuluh darah9.Kelenjar adrenal bagian kortek10. Metabolisme protein, KH dan lemak11. Elektrolit

12. Sistem immunitasHipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah.Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur tulang panjang.Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis akneiformis, purpura, telangiektasis.Glaukoma dan katarak subkapsular posteriorKenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfositKenaikan tekanan darahAtrofi, tidak bisa melawan stres

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula meninggi, obesitas, buffalo hump, perlemakan hati.

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia kor)Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes simplek, keganasan dapat timbul.

Efek samping kortikosteroid sistemik secara umum(4)

Daftar Pustaka

1. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, etc. 2006. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th edition. New York : McGraw-Hill. Page 2102-2105.2. Werth Victoria. 2006. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th edition. New York : McGraw-Hill. Page 2147-2153.3. Suherman SK, Ascobat P. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI. Hal 496-516.4. Djuanda A. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : FKUI. Hal 339-341.5. Hamzah M. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : FKUI. Hal 346-349.6. Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC. Hal 651-657.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminRumah Sakit Umum Dareah KudusFakultas Kedokteran TarumanagaraPeriode 20 Oktober 22 November 2014