37
Pada saat ini, dalam realitas pendidikan di lapangan, banyak guru yang masih bany digunakan setiap sekolah berupa LKS Konvensional atau LKS yang monoton, yaitu LKS yang tinggal pakai, tinggal beli, instan, serta tanpa upaya merencanakan, menyiap dan menyusun sendiri (Prastowo, 2012 1!"# Padahal guru tahu dan sadar bahwa LKS yang mereka gunakan sering kali tidak sesuai dengan kompetensi dasar dan indikato Pembela$aran dengan menggunakan LKS konvensional memiliki keterbatasan dal meningkatkan kompetensi dan karakteristik siswa# %ateri, pertanyaan&pertanyaan bimbingan dan tugas&tugas dalam LKS konvensional ti sesuai dengan kebutuhan siswa dan tidak kontekstual (Prastowo, 2012' 1!", sehingg kurang meningkatkan kompetensi siswa yang seharusnya dapat ditingkatkan seoptimal mungkin# LKS konvensional siswa tidak menemukan arahan yang terstruktur memahami materi yang diberikan# Padahal telah diketahui LKS disusun untuk membant meningkatkan kemampuan siswa dalam mena sirkan dan men$elaskan ob$ek dan peristiwa yang dipela$ari khususnya pada mata pela$aran )P*# +al ini t dampak dari kemiskinan pengembangan diri dariguru adalah guru tidak mampu menyelenggarakan pembela$aran yang e ekti dan e isien# Keaadan ini salah satu ti lepas dari kurang mengembangkan kreativitas guru untuk merencakan, menyiapkan LKS yang inovati , dan mampu mengeksplorasi ide&ide siswa (Prastowo, 2012' 1 karena itu, orientasi pembela$aran yang masih di dominasi oleh guru ( teacher cen yang tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri# .entu sa$a hal tersebut cenderung membuat siswa terbiasa mengguna sebagian kecil sa$a dari potensi dan kemampuan berpikirnya dan men$adikan siswa m untuk berpikir serta terbiasa malas berpikir mandiri# Prastowo, A. (2012). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif YogyakartaI Diva Press. 2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Lembar kegiatan siswa adalah lembaran&lembaran yang berisi tugas yang biasanya berupa petun$uk atau langkah untuk menyelesaikan tugas yang harus diker dan merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan guru untuk meningk keterlibatan siswa atau aktivitas dalam proses bela$ar menga$ar (/epdikna '/armod$o dan Kaligis,1 0" yang dapat membantu guru dalam memudahkan proses bela$ar menga$ar dan mengarahkan siswanya untuk dapat menemukan konsep& melalui aktivitasnya sendiri dalam kelompok ker$a# Selain itu, LKS dapat diartikan sebagai materi a$ar yang sudah dikemas sedemikaan sehingga siswa diharapkan mempela$ari materi a$ar tersebut secara mandiri (Prasto 2012 20 "# +al ini dipertegas $uga oleh *rsyad bahwa LKS sebagai sumber bela$ar mempunyai banyak man aat# *rsyad (2012 !& " beberapa mengemukakan kelebihannya, antara lain a# Siswa dapat bela$ar dan ma$u sesuai dengan kecepatan masing&masing sehingga si diharapkan dapat menguasai materi pela$aran tersebut# b# /i samping dapat mengulangi materi dalam media cetakan, siswa akan mengikuti urutan pikiran secara logis# c# %emungkinkan adanya perpaduan antara teks dan gambar yang dapat menamba daya tarik, serta dapat memperlancar pemahaman in ormasi yang disa$ika d# Khusus pada teks terprogram, siswa akan berpartisipasi dengan akti karena har memberi respon terhadap pertanyaan dan latihan# e# %ateri dapat direproduksi dengan ekonomis dan didistribusikan dengan mudah#

Kumpulan Kajian Teori

  • Upload
    payudi

  • View
    237

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Pada saat ini, dalam realitas pendidikan di lapangan, banyak guru yang masih banyak digunakan setiap sekolah berupa LKS Konvensional atau LKS yang monoton, yaitu LKS yang tinggal pakai, tinggal beli, instan, serta tanpa upaya merencanakan, menyiapkan, dan menyusun sendiri (Prastowo, 2012: 18). Padahal guru tahu dan sadar bahwa LKS yang mereka gunakan sering kali tidak sesuai dengan kompetensi dasar dan indikatornya. Pembelajaran dengan menggunakan LKS konvensional memiliki keterbatasan dalam meningkatkan kompetensi dan karakteristik siswa.

Materi, pertanyaan-pertanyaan bimbingan dan tugas-tugas dalam LKS konvensional tidak sesuai dengan kebutuhan siswa dan tidak kontekstual (Prastowo, 2012; 18), sehingga kurang meningkatkan kompetensi siswa yang seharusnya dapat ditingkatkan seoptimal mungkin. LKS konvensional siswa tidak menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi yang diberikan. Padahal telah diketahui LKS disusun untuk membantu meningkatkan kemampuan siswa dalam menafsirkan dan menjelaskan objek dan peristiwa yang dipelajari khususnya pada mata pelajaran IPA. Hal ini terjadi karena dampak dari kemiskinan pengembangan diri dari guru adalah guru tidak mampu menyelenggarakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Keaadan ini salah satu tidak lepas dari kurang mengembangkan kreativitas guru untuk merencakan, menyiapkan LKS yang inovatif, dan mampu mengeksplorasi ide-ide siswa (Prastowo, 2012; 14). Oleh karena itu, orientasi pembelajaran yang masih di dominasi oleh guru (teacher centered) yang tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Tentu saja hal tersebut cenderung membuat siswa terbiasa menggunakan sebagian kecil saja dari potensi dan kemampuan berpikirnya dan menjadikan siswa malas untuk berpikir serta terbiasa malas berpikir mandiri.Prastowo, A. (2012). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif YogyakartaI Diva Press.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)Lembar kegiatan siswa adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang biasanya berupa petunjuk atau langkah untuk menyelesaikan tugas yang harus dikerjakan siswa dan merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan keterlibatan siswa atau aktivitas dalam proses belajar mengajar (Depdiknas, 2005: 4 ;Darmodjo dan Kaligis,1993:40) yang dapat membantu guru dalam memudahkan proses belajar mengajar dan mengarahkan siswanya untuk dapat menemukan konsep- konsep melalui aktivitasnya sendiri dalam kelompok kerja.

Selain itu, LKS dapat diartikan sebagai materi ajar yang sudah dikemas sedemikaan rupa, sehingga siswa diharapkan mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri (Prastowo, 2012: 204). Hal ini dipertegas juga oleh Arsyad bahwa LKS sebagai sumber belajar mempunyai banyak manfaat. Arsyad (2012: 38-39) beberapa mengemukakan kelebihannya, antara lain: a. Siswa dapat belajar dan maju sesuai dengan kecepatan masing-masing sehingga siswa diharapkan dapat menguasai materi pelajaran tersebut.b. Di samping dapat mengulangi materi dalam media cetakan, siswa akan mengikuti urutan pikiran secara logis.c. Memungkinkan adanya perpaduan antara teks dan gambar yang dapat menambah daya tarik, serta dapat memperlancar pemahaman informasi yang disajikan.d. Khusus pada teks terprogram, siswa akan berpartisipasi dengan aktif karena harus memberi respon terhadap pertanyaan dan latihan.e. Materi dapat direproduksi dengan ekonomis dan didistribusikan dengan mudah.

Oleh karena itu, Darmodjo dan Kaligis (1993: 41-46) menjelaskan dalam penyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan, yaitu syarat didaktik, syarat kontruksi dan syarat teknis.a. Syarat didaktikSyarat didaktik berarti LKS harus mengikuti asas-asas pembelajaran efektif, yaitu:(1) Memperhatikan adanya perbedaan individu sehingga dapat digunakan oleh seluruh siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda. LKS dapat digunakan oleh siswa lamban, sedang maupun pandai. Kekeliruan yang umum adalah kelas yang dianggap homogen.(2) Menekankan pada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga berfungsi sebagai penunjuk bagi siswa untuk mencari informasi bukan alat pemberitahu informasi.(3) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa sehingga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menulis, bereksperimen, praktikum, dan lain sebagainya.(4) Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri anak, sehingga tidak hanya ditunjukkan untuk mengenal fakta-fakta dan konsep-konsep akademis maupun juga kemampuan sosial dan psikologis.(5) Menentukan pengalaman belajar dengan tujuan pengembangan pribadi siswa bukan materi pelajaran.b. Syarat konstruksiSyarat konstruksi adalah syarat- syarat yang berkenan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKS. Adapun syarat-syarat konstruksi tersebut, yaitu:(1) LKS menggunakan bahasa yang sesuai tingkat kedewasaan anak.(2) LKS menggunakan struktur kalimat yang jelas.(3) LKS Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, artinya dalam hal-hal yang sederhana menuju hal yang lebih kompleks.(4) LKS menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka.(5) LKS mengacu pada buku standar dalam kemampuan keterbatasan siswa.(6) LKS menyediakan ruang yang cukup untuk memberi keluasan pada siswa untuk menulis maupun menggambarkan hal-hal yang siswa ingin sampaikan.(7) LKS menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek.(8) LKS menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata.(9) LKS dapat digunakan untuk anak-anak baik yang lamban maupun yang cepat.(10) LKS memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat dari itu sebagai sumber motivasi.(11) LKS mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya.c. Syarat teknik(1) TulisanTulisan dalam LKS diharapkan memperhatikan hal-hal berikut:(a) LKS menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin/romawi.(b) LKS menggunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik.(c) LKS menggunakan minimal 10 kata dalam 10 baris.(d) LKS menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban siswa(e) LKS menggunakan memperbandingkan antara huruf dan (2) GambarGambar yang baik adalah yang menyampaikan pesan secara efektif pada pengguna LKS.(3) PenampilanPenampilan dibuat menarikDengan demikian LKS merupakan suatu media yang berupa lembar kegiatan yang membuat petunjuk, materi ajar dalam melaksanakan proses pembelajaran fisika untuk menemukan suatu fakta, ataupun konsep. LKS mengubah pembelajaran dari teacher centered menjadi student centered sehingga pembelajaran menjadi efektif dan konsep materi pun dapat tersampaikan.

Anonim. (2005). Pedoman Penyusunan LKS SMA. Jakarta: Depdiknas.Darmodjo, H dan Kaligis, J. (1993). Pendidikan IPA II. Jakarta: Dirjen Dikti.Arsyad, A. (2012). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Selama ini pembelajaran fisika masih berorientasi pada telling science, belum bergeser ke orientasi doing science. Hal ini mengakibatkan kurang kreatifitas guru dan peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung, sehingga sering ditemukan pembelajaran yang berpusat pada guru. Situasi pembelajaran seperti ini mengakibatkan pembelajaran fisika cenderung hanya menekankan pada aspek produk seperti menghapal konsep-konsep dan rumus, tidak memberikan kesempatan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran fisika serta tidak dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa.Menurut Ndraka dalam Wirtha dan Ni Ketut (2008:18) bahwa; pembelajaran fisika disekolah hendaknya tidak diarahkan semata-mata menyiapkan anak didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, namun yang lebih penting dan tepat adalah menyiapkan anak didik untuk (1) mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan konsep-konsep sains yang telah mereka pelajari, (2) mampu mengambil keputusan yang tepat dengan menggunakan konsep-konsep ilmiah,dan (3) mempunyai sikap ilmiah dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga memungkinkan mereka untuk perpikir dan bertindak secara ilmiah.

Kemampuan bekerja ilmiah penting dikembangkan karena memungkinkan orang yang belajar dan membelajarkannya, mengembangkan dan menggunakan berpikir tingkat tinggi dalam pemecahan masalah, mengembangkan berpikir kritis yang tertanam dalam berbagai proses dan berbagai ilmu.Magno dalam Wirtha dan Ni Ketut (2008:19) menyatakan:salah satu cara untuk mengembangkan sikap ilmiah adalah dengan memperlakukan siswa seperti ilmuwan muda sewaktu mengikuti pembelajaran sains. Keterlibatan siswa secara aktif baik fisik maupun mental dalam kegiatan praktikum akan membawa pengaruh terhadap pola tindakan siswa yang selalu didasarkan pada hal-hal yang bersifat ilmiah.

Hal yang sama disampaikan Burner dalam Supriyati dan Sri (2007:1.6), siswa memiliki pengetahuan apabila menemukan sendiri dan bertanggung jawab atas kegiatan belajarnya sendiri, yang memotivasinya untuk belajar.Sesuai uraian di atas, dibutuhkan suatu metode yang memberikan siswa peluang untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan menumbuh kembangkan sikap ilmiah. Salah satu metode itu adalah dengan metode inkuiri terbimbing. Amri (2010:89) menyatakan bahwa inkuiri terbimbing merupakan kegiatan inkuiri dimana masalah dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku teks kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut dibawah bimbingan intensif guru. Lebih lanjut Amri (2010: 95) menyatakan bahwa pada prinsipnya, keseluruhan proses pembelajaran selama menggunakan metode inkuiri membantu siswa menjadi mandiri, percaya diri dan yakin pada kemampuan intelektualnya sendiri untuk terlibat secara aktif. A. Metode Inkuiri Terbimbing 1. Pengertian Metode Inkuiri TerbimbingInkuiri yang dalam bahasa inggris inquiry, berarti pertanyaan, pemeriksaan atau penyelidikan. Sund dalam Suryosubroto (2009: 179) menyatakan bahwa inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Artinya proses inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya. Hanafiah dan Cucu (2009:77) mengungkapkan:inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku.Menurut Depdikbud dalam Putri (2009: 10):metode inkuiri merupakan proses pembelajaran yang bervariasi dan meliputi kegiatan-kegiatan yang berdasarkan metode ilmiah, seperti mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasi data serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya

Menurut Trianto (2007: 135): sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.

Trianto (2007:136) lebih lanjut menyatakan bahwa untuk menciptakan suasana inkuiri, peranan guru adalah sebagai berikut: 1) motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berpikir. 2) Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa. 3) Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberikan keyakinan pada diri sendiri. 4) Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas. 5) Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan. 6) Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas. 7) Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa.Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah ke dalam waktu yang relatif singkat. Hasil penelitian schlenker dalam Trianto (2007: 136), menunjukkan bahwa latihan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berpikir kreatif, dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi.Menurut Hanafiah dan Cucu (2009:77), metode inquiry terbagi atas 3 macam antara lain: (a) Inkuiri terbimbing atau terpimpin, yaitu pelaksanaan inquiry dilakukan atas petunjuk guru. Dimulai dari pertanyaan inti, guru mengajukan berbagai pertanyaan yang melacak, dengan tujuan untuk mengarahkan peserta didik ke titik kesimpulan yang diharapkan. Selanjutnya, siswa melakukan percobaan untuk membuktikan pendapat yang dikemukakannya. (b) Inkuiri bebas, yaitu peserta didik melakukan penyelidikan bebas sebagaimana seorang ilmuwan, antara lain masalah dirumuskan sendiri, penyelidikan dilakukan sendiri, dan kesimpulan diperoleh sendiri. (c) Inkuiri bebas dimodifikasi, yaitu masalah diajukan guru didasarkan teori yang sudah dipahami peserta didik. Tujuan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka membuktikan kebenaran.Amri (2010:89) menyatakan bahwa:inkuiri terbimbing merupakan kegiatan inkuiri dimana masalah dikemukakan guru atau bersumber dari buku teks kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut dibawah bimbingan intensif guru.

Orlich dalam Amri (2010: 89) menyatakan beberapa karakteristik inkuiri terbimbing yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) mengembangkan kemampuan berpikir siswa melalui observasi spesifik hingga mampu membuat inferensi atau generalisasi, 2) sasarannya adalah mempelajari proses pengamatan kejadian atau obyek dan menyusun generalisasi yang sesuai, 3) guru mengontrol bagian tertentu dari pembelajaran, 4) setiap siswa berusaha membangun pola yang bermakna berdasarkan hasil observasi didalam kelas, 5) kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran, 6) biasanya sejumlah generalisasi akan diperoleh siswa, 7) guru memotivasi semua siswa untuk mengkomunikaskan hasil generalisasinya sehingga dapat dimanfaatkan seluruh siswa dikelas. 2. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Inkuiri terbimbingGulo (2002) dalam Trianto (2007:137) menyatakan bahwa: inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangkan emosional dan keterampilan inkuiri merupakan suatu proses yang bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, meganalisis data, dan membuat kesimpulan.

Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2007:141), lebih lanjut menjelaskan tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Tahap Pembelajaran InkuiriLangkah-langkahPerilaku Guru

1. Merumuskan masalah

2. Merumuskan hipotesis

3. Merancang Percobaan

4. Melakukan percobaan

5. Mengumpulkan dan menganalisis data

6. Membuat kesimpulanGuru membimbing siswa mengidentifikasi masalah. Guru membagi siswa dalam kelompokGuru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikanGuru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukanGuru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaanGuru memberikan kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.

3. Keunggulan Metode Inkuiri TerbimbingSuryosubroto (2009:185) mengemukakan bahwa inkuiri memiliki keunggulan yaitu : (a) membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa, (b) Pengetahuan yang diperoleh bersifat sangat kukuh; dalam arti pendalaman dari pengertian; referensi, dan transfer, (c) membangkitkan gairah pada siswa, (d) memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri (e) menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, (f) membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan diri siswa, (g) metode ini berpusat pada siswa sehingga guru hanya menjadi teman belajar.

4. Kelemahan Metode Inkuiri TerbimbingSuryosubroto (2009:186) lebih lanjut menyatakan bahwa metode inkuiri memiliki kelemahan antara lain: (a) dipersyaratkan keharusan persiapan mental untuk cara belajar ini, (b) metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar, (c) Harapan yang ditumpahkan mungkin mengecewakan bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri terbimbing adalah kegiatan inkuiri dimana masalah dikemukakan guru kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut dibawah bimbingan intensif guru, dengan langkah-langkah (1) merumuskan masalah; (2) merumuskan hipotesis; (3) merancang percobaan; (4) melakukan percobaan; (5) mengumpulkan dan menganalisis data; (6) membuat kesimpulan.

B. Alat Peraga Sederhana Menurut Agus (2007:91) bahwa alat peraga merupakan hasil rancangan dan buatan sendiri. Alat peraga sederhana relatif mudah dibuat oleh guru bahkan siswa dengan kreatifitas dan biaya pembuatan yang relatif sangat murah. Suryosubroto (2009:40) menyatakan alat peraga merupakan alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektifLebih lanjut Agus (2007:91) menyatakan bahwa:guru hendaknya mampu membuat alat peraga sederhana meskipun dengan mencontoh karya cipta orang lain dan tidak harus membeli. Pembuatan alat peraga sederhana dapat ditempuh dengan biaya rendah misalnya dengan memanfaatkan barang-barang bekas. Sehingga alat peraga yang dibutuhkan tidak selamanya hanya dipenuhi dengan biaya tinggi. Sementara itu Zulaikha (1997:130) menyatakan bahwa dalam penggunaan alat peraga diperlukan keterampilan guru dalam merakit dan menggunakan alat peraga tersebut, tanpa adanya keterampilan tersebut, usaha guru menggunakan alat peraga tidak mencapai hasil yang diinginkan. Selain itu diperlukan pemahaman guru terhadap konsep sehingga dapat menentukan alat peraga yang relevan dengan konsep.Selanjutnya Agus (2007:93) menyatakan bahwa penyajian materi pelajaran menggunakan alat peraga sederhana memiliki keunggulan antara lain: (a) Memberikan daya tarik tersendiri dan hampir semua siswa melibatkan diri dalam pembuatan, peraga alat, ataupun pengamatan. (b) Suasana belajar didalam kelas akan hidup. (c) Siswa akan memperoleh tambahan informasi atau pengetahuan dari apa yang didengar, dibaca, dikerjakan, diamati, dan didiskusikan. Proses tersebut memungkinkan seluruh potensi siswa dapat berperan secara optimal dalam memahami dan bahkan menemukan informasi baru. Siswa dituntun untuk mengerti apa yang dipelajarinya dan tidak sekedar mengingatnya saja. (d) Informasi atau pengetahuan yang diperoleh siswa akan tersimpan lama dalam ingatan siswa karena aktivitas belajar yang dilakukan merupakan pengalaman yang unik (contohnya membuat dan memakai alat peraga buatan sendiri). (e) Mengurangi kesenjangan yang mencolok dalam penguasaan materi pelajaran antara siswa cerdas dan siswa yang kurang cerdas karena siswa memperoleh pengalaman dan informasi dengan proses pembelajaran yang sama. (f) Dapat meringankan tugas guru dalam menyajikan materi. Guru cukup bertindak sebagai fasilitator dan rekan berdiskusi bagi siswa. Sehingga tidak perlu mendominasi kegiatan pembelajaran.Dengan demikian yang dimaksud dengan alat peraga sederhana dalam penelitian ini adalah seperangkat alat atau benda yang dirancang oleh guru untuk menunjang pembelajaran yang efektif. Agus, M. 2007. Alat Peraga Sederhana Multifungsi untuk Pembelajaran Geografi. Jakarta : Jurnal Pendidikan inovatif Vol.2/No.2/Maret/2007 , (online), (http://jurnaljpi.wordpress.com, diakses 30 oktober 2010).

Amri, S. 2010. Proses Pembelajaran kreatif dan inovatif dalam kelas. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Hanafiah dan Cucu S. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung : PT. Refika Aditama.

Putri, D.H. 2009. Penerapan Metode Inkuiri Terbimbing Tipe A Menggunakan Media Powerpoint Pada Mata Kuliah Fisika Dasar I Konsep Dinamika Partikel Mahasiswa Semester I T.A ganjil 2008/2009 Podi P. Fisika. Bengkulu : Jurnal Exacta. Vol VII/No.2/ Desember/2009

Supriyati, Y. dan Sri AW. 2007. Strategi Pembelajaran Fisika. Jakarta : Universitas Terbuka.

Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka. Wirtha, I.M. dan Ni Ketut R. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran dan Penalaran Formal Terhadap Penguasaan Konsep Fisika dan Sikap Ilmiah Siswa SMA Negeri 4 Singaraja. Denpasar : Jurnal penelitian dan pengembangan pendidikan UNDIKSHA, (online) ,(http://www.freewebs.com/santyasa/Lemlit/ PDF_Files/PENDIDIKAN/APRIL_2008/I_Made_Wirtha.pdf, diakses 30 oktober 2010).

Zulaikha, S. 1997. Survey Tentang Kendala yang Dihadapi Guru Dalam menggunakan Alat peraga dan Merakit Alat-alat Sederhana Dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Se-Kecamatan Denpasar Selatan. Denpasar: Jurnal Aneka Widya STKIP Singaraja, No. 6/TH.XXX/Oktober/1997, (online), (http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/30697128138.pdf, diakses 30 oktober 2010).

A. Penelitian dan Pengembangan (Reseach and Development)Penelitian dan pengembangan (Reseach and Development) dibidang pembelajaran menurut Borg dan Gall dalam Anik Ghufron (2005: 6), Educational research and development (R & D) is a process used to develop and validate educational production. Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap langkah dalam proses pengembangan mengacu pada langkah sebelumnya hingga diperoleh produk yang diinginkan dalam bidang pendidikan. Produk yang akan dibuat selalu mengalami perubahan dikarenakan adanya perbaikan produk disetiap langkahnya. Penelitian pengembangan tidak hanya berorientasi pada implementasi pemakaian produk, namun juga harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di sekolah. Hal ini menyebabkan validasi terakhir dari sebuah pengembangan produk di bidang pendidikan adalah validasi produk dalam bentuk penggunaan produk dalam kegiatan pembelajaran.Banyak prosedur yang dapat digunakan di dalam metode penelitian dan pengembangan.

Prosedur penelitian pengembangan menurut Suyanto dan Sartinem (2009: 16) sebagai berikut:Tujuh prosedur pengembangan produk dan uji produk, yaitu (1) Analisis kebutuhan, (2) Identifikasi sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan, (3) Identifikasi spesifikasi produk yang diinginkan pengguna, (4) Pengembangan produk, (5) Uji internal: Uji spesifikasi dan Uji operasionalisasi produk, (6) Uji eksternal: Uji kemanfaatan produk oleh pengguna. (7) Produksi.Borg dan Gall dalam Potter (2010: 1), mengungkapkan ada sepuluh prosedur penelitian pengembangan. Sepuluh prosedur penelitian pengembangan tersebut sebagai berikut:1) Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan data yang meliputi pengukuran kebutuhan, kaji pustakaan, pengamatan kelas).2) Planning (perencanaan) yaitu merumuskan tujuan, penentuan urutan pembelajaran, dan langkah-langkah pembelajaran.3) Develop preliminary form of product (pengembangan draf produk awal) yakni perumusan butir-butir materi, menganalisis indikator, dan perumusan alat ukur keberhasilan.4) Preliminary field testing (Melakukan uji coba awal).5) Main product revision (Melakukan revisi terhadap produk utama).6) Min field testing (Melakukan uji lapangan utama). 7) Operational product revision (Melakukan revisi terhadap produk operasional).8) Operational field testing (Melakukan uji lapangan operasional). 9) Final product revision (Melakukan revisi terhadap produk akhir). 10) Disemination and implementation (Mendesiminasikan dan mengimplementasikan produk).

Secara umum, penjelasan dan tujuan tahapan dalam prosedur penelitian pengembangan menurut Suyanto dan Sartinem sama dengan prosedur penelitian pengembangan Borg dan Gall. Prosedur penelitian pengembangan menurut Suyanto dan Sartinem yang banyak digunakan dalam penelitian pengembangan beberapa mahasiswa yang ada di Universitas Lampung, membuat prosedur ini mudah dipahami dalam setiap langkah yang digunakan. Oleh karena itu, penulis memilih prosedur penelitian pengembangan menurut Suyanto dan Sartinem dalam penelitian pengembangan ini.

B. Lembar Kerja Siswa (LKS)LKS merupakan salah satu sumber belajar yang digunakan di dalam proses pembelajaran. LKS digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai kompetensi dasar siswa. Trianto (2010: 222) mengungkapkan, Lembar Kerja Siswa (LKS) memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian yang ditempuh. Pengetahuan awal dari pengetahuan dan pemahaman siswa diberdayakan melalui penyediaan media belajar pada setiap kegiatan eksperimen sehingga situasi belajar menjadi lebih bermakna, dan dapat berkesan dengan baik pada pemahaman siswa. Karena nuansa keterpaduan konsep merupakan salah satu dampak pada kegiatan pembelajaran, maka muatan materi setiap lembar kerja siswa pada setiap kegiatannya diupayakan dapat mencerminkan hal itu. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa format LKS disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Hal ini mengakibatkan LKS harus dibuat oleh guru bidang studi yang bersangkutan agar kegiatan pembelajaran menjadi bermakna. Selain itu, jika LKS disusun oleh guru maka format LKS dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi pembelajaran sehingga keberadaan LKS membuat siswa dapat memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian yang ditempuh. Guru yang mengetahui sejauh mana pengetahuan dan pemahaman siswa, membuat pemanfaatan LKS yang disusun oleh guru dapat membuat siswa memberdayakan pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh dan membuat siswa dapat mengaitkan konsep yang satu dengan yang lain. Indrianto dalam Ahliswiwite (2007: 6) menyatakan bahwa ada dua macam LKS yang dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah, yaitu:1. LKS Tak Berstruktur.LKS tak berstruktur adalah lembaran yang berisi sarana untuk materi pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan peserta didik yang dipakai untuk menyampaikan pelajaran. LKS merupakan alat bantu menga-jar yang dapat dipakai untuk mempercepat pembelajaran, memberi dorongan belajar pada tiap individu, berisi sedikit petunjuk, tertulis atau lisan untuk mengarahkan kerja pada peserta didik.2. LKS Berstruktur. LKS berstruktur memuat informasi, contoh dan tugas-tugas. LKS ini dirancang untuk membimbing peserta didik dalam satu program kerja atau mata pelajaran, dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan pembimbing untuk mencapai sasaran pembelajaran. Pada LKS telah disusun petunjuk dan pengarahannya, LKS ini tidak dapat menggantikan peran guru dalam kelas. Guru tetap mengawasi kelas, memberi semangat dan dorongan belajar dan memberi bimbingan pada setiap siswa.

Dari kedua jenis LKS ini, peneliti memilih jenis LKS yang berstruktur di dalam pengembangan LKS pada penelitian dan pengembangan ini. Pertimbangan ini dipilih karena setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan membutuhkan penanganan belajar yang berbeda pula. Saat siswa sama sekali tidak dibimbing atau sedikit dibimbing, guru dapat dengan mudah mengawasi kelas dan memberikan penilaian pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Selain itu, guru dapat memberikan semangat, dorongan belajar, dan bimbingan secara individual kepada siswa yang benar-benar membutuhkan bimbingan dalam belajar.

Pendapat DepDikNas dalam Rusdi (2008: 1) mengungkapkan bahwa langkah-langkah dalam persiapan LKS dijelaskan sebagai berikut:1. Analisis kurikulum. Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan materi pokok, pengalaman belajar siswa, dan kompetensi yang harus dicapai siswa.2. Menyusun peta kebutuhan LKS. Peta kebutuhan LKS berguna untuk mengetahui jumlah kebutuhan LKS dan urutan LKS.3. Menentukan judul-judul LKS. Judul LKS harus sesuai dengan KD, materi pokok dan pengalaman belajar.4. Penulisan LKS. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa serangkaian kegiatan prapersiapan LKS seperti analisis kurikulum, analisis kebutuhan, dan menentukan judul LKS yang sesuai dengan SK dan KD perlu dilakukan sebelum pembuatan LKS yang akan dikembangkan. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011: 213) penyusunan LKS harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu persyaratan pedagogik, persyaratan konstruksi, dan persyaratan teknik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.Tabel 2.1 Syarat-syarat lembar kerja siswa yang baikNoSyarat-syarat LKS yang baikAspek-aspek LKS yang baik

1.Syarat Pedagogika. Memberi tekanan pada proses penemuan konsep atau petunjuk mencari tahu.b. Mempertimbangkan perbedaan individu.

2.Syarat Konstruksia. Menggunakan bahasa yang sesuai tingkat perkembangan siswa.b. Menggunakan struktur kalimat yang sederhana, pendek, dan jelas (tidak berbelit-belit).c. Memiliki tata urutan yang sistematik, memiliki tujuan belajar yang jelas.d. Memiliki identitas untuk memudahkan pengadministrasian.

3.Syarat Teknisa. Menggunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik.b. Jumlah kata di dalam satu baris lebih dari 10 kata.c. Gambar harus dapat menyampaikan pesan secara efektif.d. Gambar harus cukup besar dan jelas detailnya.e. Tampilan harus menarik dan menyenangkan.f. Tampilan disusun sedemikian rupa sehingga ada harmonisasi antara gambar dan tulisan.

Kelebihan LKS diungkapkan oleh Trianto (2011: 212), Lembar kerja siswa untuk mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran, membantu siswa menemukan dan mengembangkan konsep, melatih siswa menemukan konsep, menjadi alternatif cara penyajian materi pelajaran yang menekankan keaktifan siswa, serta dapat memotivasi siswa. Dilihat dari kelebihannya, lembar kerja siswa merupakan salah satu sumber belajar siswa yang dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Selain itu, lembar kerja siswa membuat pembelajaran yang dilakukan menjadi terstruktur karena LKS yang disusun disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan sebagaimana yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Menurut Suyanto dan Sartinem (2009: 20) uji isi materi, uji desain media, dan uji efektivitas media. harus dilakukan agar media pembelajaran dikatakan baik atau efektif. Berlandaskan dengan pendapat di atas, maka dalam penelitian dan pengembangan inipun akan dilakukan ketiga uji tersebut. Penilaian nontes dilakukan dalam uji isi materi dan uji ahli desain. Instrumen penilaian dalam uji isi materi dan uji desain menyesuaikan dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kriteria penilaian LKS diadaptasi dari standar penilaian buku teks oleh BSNP (2006: 1). Secara garis besar, kriteria tersebut meliputi: 1. Standar kelayakan isi2. Standar kelayakan penyajian3. Standar kelayakan bahasa4. Standar kelayakan kegrafikanBerdasarkan keempat kriteria di atas, kriteria standar kelayakan isi akan digunakan sebagai instrumen penilaian LKS dalam uji isi materi. Sedangkan kriteria standar kelayakan penyajian, bahasa, dan kegrafikan uji digunakan sebagai instrumen penilaian LKS dalam uji desain media. Penilaian tes dilakukan di dalam uji keefektivan media. Menurut Uno (2007: 32), Hasil evaluasi efektivitas media hasil pengembangan selanjutnya dijadikan dasar untuk memberikan penilaian terhadap keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, yang diperlihatkan oleh unjuk kerja siswa. Apabila semua tujuan sudah dapat dicapai, efektivitas pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam mata pelajaran tersebut dianggap berhasil dengan baik. Keefektivan LKS dapat diukur dengan memberikan posttest setelah diberikan perlakuan kepada siswa, yaitu setelah kegiatan pembelajaran dengan menggunakan LKS yang dikembangkan. Menurut Nugroho (2001: 16), apabila 75 % siswa dapat mencapai tujuan pembelajarannya maka media dikatakan efektif.

C. Laboratorium Virtual (Virtual Laboratory)Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008: 851), laboratorium adalah ruangan yang dilengkapi dengan peralatan khusus untuk melakukan percobaan; penyelidikan dan sebagainya. Menurut KBBI (2008: 1801), virtual adalah maya. Dari kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa laboratorium virtual adalah ruangan yang dilengkapi dengan peralatan khusus untuk melakukan percobaan maya. Peralatan tersebut software dan hardware yang mendukung percobaan maya. Software dapat berupa suatu multimedia interaktif dan hardware dapat berupa seperangkat komputer, LCD, dan sebagainya yang dapat mendukung dilakukannya percobaan maya. Peneliti memilih software multimedia PhET sebagai multimedia interaktif dalam laboratorium virtual dalam penelitian pengembangan ini.Daryanto (2010: 54) mengungkapkan format sajian multimedia pembelajaran interaktif dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok sebagai berikut: (a) tutorial, (b) drill dan practise, (c) simulasi, (d) percobaan atau eksperimen, dan (e) permainan. Kelima format sajian multimedia di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:a. TutorialSajian multimedia tutorial adalah program yang didesain sebagai tutor untuk siswa dalam yang menyampaikan materi sebagaimana pelaksanaan tutorial oleh seorang guru untuk siswanya. Informasi yang disajikan dikemas sedemikian rupa sehingga menyerupai situasi tutorial yang dilakukan seorang guru kepada siswanya. Program ini bertujuan untuk memberikan bantuan kepada siswa dalam mengoptimalkan pencapaian hasil belajar secara mandiri. Siswa dapat memilih materi yang hendak dipelajari. Format sajian multimedia secara tutorial berisi: (1) Materi; yang ditampilkan berisi suatu konsep yang disajikan dalam bentuk teks, gambar (diam atau bergerak), dan grafik. (2) Pertanyaan atau tugas; pertanyaan atau tugas yang ditampilkan dalam sajian ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat pemahaman terhadap materi yang disajikan. Jika jawaban pengguna benar maka akan dilanjutkan dengan materi berikutnya. Jika jawaban pengguna salah maka pengguna harus mengulang memahami konsep secara keseluruhan dan dilakukan remedial kembali dengan menggunakan pertanyaan atau tugas yang sama.(3) Tes; tes yang ditampilkan dalam sajian ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat pemahaman pengguna atas konsep atau materi yang disampaikan. Salah satu contoh sajian multimedia dengan cara tutorial adalah CD zat dan kalor yang kembangkan oleh AKAL interaktif. Saat program ini dibuka, siswa dihadapkan beberapa pilihan materi hendak dibelajarkan yang dilengkapi seorang narator yang akan memberikan instruksi. Setelah siswa memilih materi yang diinginkan, narator tersebut akan memberikan instruksi kegiatan selanjutnya, yaitu penyampaian materi melalui tulisan, suara, maupun video. Siswa disajikan latihan yang diserati instruksi dari narator dan pada bagian akhir akan diberikan tes berupa serangkaian pertanyaan setelah menerima materi yang ditutorialkan dalam program. b. Drill dan PractisePenggunaan format sajian ini dimaksudkan memunculkan suatu keterampilan atau memperkuat penguasaan suatu konsep pada materi yang telah disampaikan sebelumnya. Bentuk dari sajian drill dan practice berupa latihan. Format sajian ini berisi:(1) Pertanyaan; pertanyaan yang ditampilkan dilakukan secara acak sehingga setiap kali format ini digunakan akan menampilkan format pertanyaan yang selalu berbeda atau paling tidak dalam kombinasi yang berbeda.(2) Jawaban dari pertanyaan yang ditampilkan; Setelah pertanyaan yang ditampilkan dijawab oleh pengguna, pengguna dapat melihat jawaban yang benar, lengkap dengan penjelasannya sehingga pengguna dapat memahami suatu konsep.(3) Skor; pertanyaan yang telah dijawab oleh pengguna akan diberi skor sehingga pada bagian akhir akan ditampilkan skor akhir yang dicapai. Tampilan skor ini digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam memecahkan soal-soal yang diajukan.Salah satu contohnya adalah format sajian di mana siswa dihadapkan serangkaian latihan setelah mendapatkan suatu materi. Siswa diharapkan dapat mengingat kembali materi yang telah disampaikan. Sajian multimedia drill dan practice ini menyediakan serangkaian pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa yang dilengkapi petunjuk menjawab pertanyaan. Pertanyaan ditampilkan secara acak bila program ini diulang. Setiap pertanyaan dilengkapi dengan tombol perintah memeriksa jawaban, tombol perintah untuk melihat jawaban yang sebenarnya beserta penjelasannya, dan tombol perintah untuk membuka pertanyaan selanjutnya. Setelah siswa menjawab seluruh pertanyaan yang telah disediakan, siswa dapat melihat skor akhir yang dicapai sebagai pengukur keberhasilan tujuan pembelajaran materi yang dibelajarkan. Halaman skor akhir biasanya ditampilkan tombol perintah untuk kembali ke pertanyaan awal dan tombol perintah keluar dari program. Saat siswa memilih tombol perintah ke pertanyaan awal, pertanyaan yang disuguhkan berbeda dengan pertanyaan sebelumnya.c. SimulasiSajian multimedia berbentuk simulasi adalah bentuk sajian multimedia di mana siswa melakukan suatu kegiatan yang dihadapkan dalam kondisi dan situasi yang sesungguhnya tanpa harus menghadapi resiko. Simulasi dilengkapi dengan petunjuk cara penggunaan kegiatan yang akan disimulasikan sehingga pengguna menguasai keterampilan dari kegiatan yang disimulasikan. Tujuan penggunaan format sajian simulasi untuk memberikan pengalaman belajar mengenai masalah dunia nyata. Salah satu contohnya adalah format sajian di mana siswa dihadapkan pada suatu masalah pesawat yang akan jatuh atau menabrak. Siswa diberi petunjuk mengenai informasi dan kegunaan peralatan diruang pilot serta cara penggunaan pesawat mulai dari menerbangkan pesawat sampai melandaskan pesawat. Setelah siswa memahami pentunjuk yang telah diberikan, siswa melakukan aktivitas simulasi yang ditampilkan di mana siswa mulai mensimulasikan menerbangkan pesawat terbang, melakukan aktivitas menerbangkan pesawat terbang, sampai siswa dihadapkan dalam suatu masalah bahwa pesawat akan menabrak. Siswa diharapkan dapat mencari solusi agar pesawat tidak menabrak atau meminimalisir kemungkinan yang akan terjadi bila tabrakan tidak dapat dihindari. Bila masalah ini terjadi dalam dunia nyata maka siswa akan menghadapi resiko kematian, pesawat hancur, dan lain sebagainya. Sedangkan bila masalah ini disimulasikan, siswa mendapatkan pengalaman tanpa harus menghadapi resiko tersebut. d. Percobaan atau eksperimenSajian multimedia percobaan atau eksperimen adalah program yang didesain dalam bentuk kegiatan eksperimen yang dilakukan dalam laboratorium sains. Tujuan format sajian percobaan atau eksperimen adalah pengguna diharapkan dapat menjelaskan suatu konsep atau fenomena tertentu berdasarkan eksperimen yang dilakukan secara maya. Format sajian ini mirip dengan format simulasi karena siswa seolah-olah menghadapi situasi dan kondisi dalam dunia nyata tanpa akibat kegiatan yang dilakukan siswa dalam situasi tersebut. Perbedaan sajian multimedia percobaan dengan simulasi lebih ditujukan kepada kegiatan-kegiatan yang bersifat eksperimen, seperti kegiatan praktikum dalam laboratorium fisika. Sajian ini menyediakan serangkaian alat dan bahan yang akan dieksperimenkan, tempat untuk berkesperimen, serta respon dari percobaan yang tidak sesuai dengan instruksi (misalnya adanya suara ledakan dan tabung pecah akibat pencampuran bahan kimia yang salah dalam gelas kimia). Jika siswa melakukan kegiatan percobaan dengan menggunakan sajian multimedia percobaan maka siswa tidak harus menghadapi resiko dari percobaan yang kemungkinan dapat mengancam keselamatan siswa, kerusakan alat akibat penggunaan alat yang salah, atau kekurangan jumlah bahan akibat penggunaan bahan yang boros. Saat ini banyak percobaan yang tidak dapat dilakukan secara nyata karena harga alat yang mahal atau objek yang diamati bersifat abstrak. Salah satu solusinya adalah dengan menampilkan sajian multimedia percobaan atau eksperimen dalam pembelajaran. Contoh sajian multimedia yang menampilkan cara eksperimen adalah berbagai eksperimen maya yang dikembangkan Universitas Colorado dalam bentuk program PhET. Siswa seolah-olah melakukan serangkaian kegiatan eksperimen (mulai dari menyiapkan dan merangkai alat dan bahan sampai melakukan percobaan) dalam sajian multimedia percobaan. e. PermainanSajian multimedia permainan adalah sajian multimedia yang didesain dalam bentuk permainan yang dilengkapi aturan dalam bermain sampai instruksi dalam melakukan permainan. Penggunaan format sajian ini diharapkan dapat terjadinya aktifitas belajar sambil bermain. Format permainan dikemas sedemikian rupa sehingga permainan yang dibuat mengacu pada proses pembelajaran. Format sajian ini menyediakan berbagai macam permainan sehingga pengguna tidak merasa bahwa mereka sesungguhnya sedang melakukan pembelajaran. Selanjutnya diakhir pembelajaran akan ada pemberian umpan balik dalam bentuk skor setelah melakukan serangkaian permainan. Keseluruhan sajian ini memiliki landasan untuk membangkitkan motivasi dengan cara menampilkan konsep kompetisi untuk meraih sesuatu (skor tertinggi).Salah satu contohnya adalah program yang disajikan berbentuk permainan yang dilengkapi serangkaian aturan sebelum permainan dimulai sampai permainan berakhir. Penentuan pemenang dalam permainan ini ditentukan dalam bentuk skor. Skor ini dapat dijadikan tolak ukur tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Berdasarkan kelima format sajian multimedia pembelajaran menurut pendapat di atas, dipilih format sajian percobaan atau eksperimen dengan menggunakan software PhET . Software PhET menyediakan serangkaian alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan praktikum. Selain itu, penggunaan software PhET dalam pembelajaran dapat membuat pembelajaran menjadi suatu proses penemuan sehingga mencirikan karakteristik fisika. Alat yang paling penting dalam penyelenggaraan praktikum virtual laboratory adalah laptop atau seperangkat komputer sehingga sekolah setidaknya mempunyai laboratorium komputer untuk penyelenggaraan praktikum ini. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan penulis di SMPN 1 Bandar Lampung, didapatkan bahwa sekolah ini telah memiliki satu LCD di setiap kelas, laboratorium multimedia, setiap siswa yang telah memiliki laptop, dan jaringan hotspot sehingga mendukung diadakannya praktikum virtual laboratory.Berdasarkan penelitian pengembangan Susanti (2009: 356) diperoleh suatu kesimpulan bahwaPenggunaan laboratorium virtual dalam kegiatan praktikum optik secara inkuiri dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep optik mahasiswa calon guru disetiap jenis kelompok pemahaman (translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi) maupun disetiap subkonsep optik dibanding mahasiswa calon guru yang menggunakan laboratorium real. Penggunaan laboratorium virtual dalam kegiatan praktikum optik secara inkuiri memiliki keunggulan antara lain: meningkatkan pemahaman konsep, pembelajaran dapat bersifat mandiri, perhatian belajar terpusat pada mahasiswa, menambah pengalaman baru dalam bereksperimen, simulasi komputer dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa, minimnya resiko kerusakan pada alat praktikum serta efisien dari segi waktu. Sedangkan kelemahannya antara lain: biaya pengadaan yang cukup mahal, dan sulit dalam mengoperasikan program simulasi.Beberapa keunggulan dari kegiatan eksperimen yang dilakukan secara inkuiri pada virtual laboratory yang telah diungkapkan di atas, membuat virtual laboratory lebih unggul dibandingkan dengan laboratorium nyata walaupun penggunaan praktikum virtual laboratory tidak lepas dari kelemahan akibat penggunaaannya. Berdasarkan kelemahan yang telah dipaparkan di atas, penggunaan eksperimen virtual laboratory di dalam pembelajaran harus memperhatikan aspek-aspek kelemahannya. Berdasarkan penelitian pengembangan Susanti juga dapat disimpulkan penggunaan model inkuiri dan metode eksperimen dalam virtual laboratory dapat meningkatkan pemahaman konsep sehingga model dan metode yang cocok digunakan dalam virtual laboratory adalah model inkuiri dan metode eksperimen. Oleh karena itu, pengembangan LKS merujuk pada model inkuiri dan metode eksperimen agar dapat mengoptimalkan pembelajaran praktikum dengan menggunakan virtual laboratory.D. Model InkuiriModel inkuiri merupakan model pembelajaran yang tepat digunakan dalam praktikum virtual laboratory. Model inkuiri juga merupakan salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran berpusat pada siswa (Student Center Learning). Selain itu, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya pembelajaran fisika merupakan pembelajaran yang tidak hanya menekankan pada penguasaan kumpulan pengetahuan alam yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan hukum-hukum saja tetapi juga pada suatu proses penemuan membuat model inkuiri sangat cocok digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Suyanto (2006: 11) berpendapat,Esensi dari model pembelajaran inkuiri adalah untuk melibatkan siswa dalam masalah yang sesungguhnya dengan cara memberikan tantangan kepada suatu area (lingkup) penyelidikan, membantu mereka untuk meng-identifikasi suatu masalah secara konseptual atau bersifat metodologis, dan merekayasa mereka untuk merancang cara pemecahan masalah tersebut. Berdasarkan pendapat di atas, model pembelajaran inkuiri menekankan pada proses mencari dan menemukan sehingga materi pelajaran tidak diberikan secara langsung dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model tersebut. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing.Model pembelajaran inkuiri terbagi menjadi beberapa macam. Beberapa macam model pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Sund dan Trowbridge dalam Sahrul (2009: 1) adalah:(1) Guided Inquiry, (2) Modified Inquiry, (3) Free Inquiry, (4) Inquiry role Approach, (5) Invitation Into Inquiry, (6) Pictorial Riddle, (7) Synectics Lesson, (8) Value Clarification.Penjabaran macam-macam model inkuiri menurut Sund dan Trowbridge yang telah dipaparkan di atas adalah sebagai berikut:1. Guide InquiryPembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri di mana guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan pembelajaran. Inkuiri terbimbing biasanya digunakan terutama bagi siswa-siswa yang belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. 2. Inkuiri yang dimodifikasi (Modified Inquiry)Pembelajaran modified Inquiry yaitu suatu model pembelajaran inkuiri di mana guru merupakan nara sumber yang tugasnya hanya memberikan bantuan yang diperlukan untuk menghindari kegagalan dalam memecahkan masalah. Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model ini, guru hanya memberikan permasalahan melalui pengamatan dan siswa melakukan percobaan untuk memperoleh jawaban dari permasalahan tersebut.3. Inkuiri bebas (Free Inquiry)Model inkuiri bebas adalah suatu model pembelajaran inkuiri di mana siswa bebas menentukan cara mencari dan menemukan materi yang dipelajari. Siswa harus mengidentifikasikan dan merumuskan macam problema yang dipelajari dan dipecahkan. 4. Inquiry role ApproachModel pembelajaran inkuiri ini menekankan kerja sama dalam pembelajaran inkuiri. Siswa dikelompokkan menjadi empat orang untuk memecahkan masalah yang diberikan. Masing-masing anggota memegang peranan yang berbeda, yaitu sebagai koordinator tim, penasihat teknis, pencatat data, dan evaluator proses.5. Invitation Into InquiryModel inkuiri jenis ini menekankan siswa menjadi seorang ilmuwan sehingga cara-cara yang ditempuh dalam proses pemecahan masalah menggunakan cara-cara yang tempuh oleh para ilmuwan. Cara-cara yang ditempuh oleh seorang ilmuwan adalah sebagai berikut: a) Merancang eksperimen, b) Merumuskan Hipotesis , c) Menentukan sebab akibat, d) menginterpretasikan data, e) Membuat grafik, f) Menentukan peranan diskusi dan kesimpulan dalam merencanakan peneitian ,g) Mengenal bagaimana kesalahan eksperimental mungkin dapat dikurangi atau diperkecil.6. Teka-teki bergambar (Pictorial Riddle)Model ini dapat mengembangkan motivasi dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil atau besar. Suatu riddle dapat berupa gambar dipapan tulis, poster, atau diproyeksikan dari suatu transparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riddle tersebut.7. Synectics LessonModel ini memusatkan keterlibatan siswa untuk membuat berbagai macam bentuk kiasan supaya dapat membuka intelegensinya dan mengembangkan kreativitasnya. Hal ini dapat dilaksanakan karena kiasan dapat membantu siswa dalam berfikir untuk memandang suatu problema sehingga menunjang timbulnya ide-ide kreatif.8. Value ClarificationPada model pembelajaran inkuiri jenis ini siswa lebih difokuskan pada pemberian kejelasan tentang suatu tata aturan atau nilai-nilai pada suatu proses pembelajaran.Berdasarkan hasil wawancara tak langsung dengan guru yang mengajar di kelas IX SMPN 1 Bandar Lampung mengungkapkan bahwa guru belum pernah menggunakan model pembelajaran inkuiri. Model inkuiri yang belum pernah digunakan dalam proses pembelajaran di kelas IX SMPN 1 Bandar Lampung mengakibatkan siswa belum berpengalaman belajar dengan model inkuiri sehingga guru perlu menyediakan bimbingan dan petunjuk dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, model yang cocok digunakan dalam penelitian pengembangan yang dilaksanakan di IX SMPN 1 Bandar Lampung adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry).Secara umum prosedur model inkuiri menurut Sanjaya (2006: 201), (1) orientasi, (2) merumuskan masalah, (3) mengajukan hipotesis, (4) mengumpulkan data, (5) menguji hipotesis, dan (6) merumuskan kesimpulan.Keenam tahapan tersebut jika diimplementasikan ke dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing maka secara garis besar guru merencanakan suatu kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat pada peran guru dari setiap tahap inkuiri pada Tabel 2.2.Tabel 2.2 Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Inkuiri TerbimbingFase ke-IndikatorPeran guru

1.Menyajikan pertanyaan atau masalahGuru membagi siswa dalam beberapa kelompok.Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan di tuliskan di papan tulis.

2.Membuat hipotesisGuru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis yang akan digunakan untuk dijadikan prioritas penyelidikan.

3.

Merancang percobaan

Guru membimbing siswa dalam menentukan langkah-langkah percobaan.

4.Melakukan percobaan untuk memperoleh dataGuru membimbing siswa mendapatkan data melalui percobaan.

5.

Mengumpulkan dan menganalisis dataGuru memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.

6.Membuat KesimpulanGuru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan berdasarkan data yang telah diperoleh.

Sumber: http://www.Frepository.upi.eduPeran guru dalam membimbing siswa di setiap tahap pembelajaran inkuiri dapat dilakukan secara optimal jika guru membuat LKS. LKS yang dibuat dapat membimbing siswa di semua tahapnya sampai tahap menarik kesimpulan. E. Metode EksperimenSanjaya (2006: 147) berpendapat metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Kusumah (2009: 1) berpendapat metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dari dua pendapat di atas, metode adalah cara yang digunakan oleh guru untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun pada kegiatan pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini mengakibatkan, penggunaan metode merupakan salah satu penentu berhasil tidaknya tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian, metode berperan penting di dalam kegiatan pembelajaran.Metode pembelajaran banyak sekali. Setiap metode memiliki karakteristik tertentu sehingga antara karakteristik metode satu dengan lainnya tidaklah sama. Pemilihan metode yang sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran menjadi salah satu faktor keberhasilan di dalam mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya. IPA khususnya fisika yang berkaitan dengan proses penemuan sangat sesuai menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen menyajikan pengalaman langsung melalui sebuah percobaan agar siswa dapat membuktikan sendiri pengetahuan yang diperoleh. Hal ini sejalan dengan pengertian dari metode eksperimen menurut Djamarah dan Zain (2010: 84), Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Siswa diberi kesempatan untuk melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu.Sejumlah kegiatan yang mengekspesikan pengalaman langsung didalam metode eksperimen , yaitu siswa diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen sendiri berdasarkan langkah-langkah yang telah ditentukan, yaitu mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan. Beberapa kelebihan dari metode eksperimen juga membuat metode eksperimen sangat tepat digunakan pada pembelajaran fisika. Hal ini dapat dilihat dari pendapat Trianto (2011: 138),Kelebihan metode eksperimen:a) Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya.b) Dalam membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.c) Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.Berdasarkan kelebihan metode eksperimen menurut pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode eksperimen dalam pembelajaran fisika membuat siswa menemukan sendiri sebuah kebenaran berdasarkan hasil percobaan yang dilakukannya sehingga adanya sebuah kepercayaan atas sebuah kebenaran.Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pelaksanaan praktikum. Hal ini diungkapkan oleh Trianto (2011: 137),(a) Jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa.(b) Kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih.(c) Perlu waktu yang cukup lama sehingga mereka menemukan pembuktian pembenaran dari teori.(d) Perlu diberi petunjuk yang jelas sebab mereka di samping memperoleh pengetahuan, pengalaman, serta keterampilan, juga kematangan jiwa dan sikap.Secara garis besar, hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode eksperimen adalah pengadaan alat dan bahan dan ketersediaan waktu. Dari segi alat dan bahan, jumlah alat dan bahan di dalam melakukan sebuah percobaan harus cukup untuk tiap siswa sehingga siswa dapat merasakan sendiri pengalaman dari kegiatan percobaan yang dilakukan. Selain itu, kondisi alat dan bahan yang akan digunakan harus baik dan bersih sehingga sebelum melakukan praktikum atau percobaan diperlukan persiapan untuk mengecek masing-masing alat dan bahan. Dari kedua kedua faktor ini, metode eksperimen cocok digunakan dalam kegiatan praktikum virtual laboratory, dengan pertimbangan: (1) Laptop sebagai alat untuk melaksanakan praktikum telah cukup untuk tiap siswa, (2) Software PhET yang telah menyediakan alat dan bahan dalam bentuk maya, membuat kondisi alat dan bahan untuk percobaan tidak perlu dihawatirkan.F. Keterampilan Proses Sains (KPS)Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. (Wikipedia, 2011: 1).Secara garis besar, dapat ditarik kesimpulan bahwa sains merupakan kumpulan produk dan proses di mana keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sains sebagai produk merupakan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan hukum. Sedangkan sains sebagai proses merupakan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan tersebut. Hal ini mengakibatkan pembelajaran sains khususnya fisika tidak hanya menekankan pada penguasaan kumpulan pengetahuan (produk), tetapi juga proses mendapatkan dan menggunakan pengetahuan tersebut. Menurut Blosser dalam Ramli (2011: 1),Proses pembelajaran sains cenderung menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi dan menumbuhkan kemampuan berpikir. Pembentukan sikap ilmiah seperti ditunjukkan oleh para ilmuawan sains dapat dikembangkan melalui keterampilan-keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains dapat digunakan sebagai pendekatan dalam pembelajaran.Hal ini menunjukkan bahwa proses penyampaian informasi dalam pembelajaran sains khususnya fisika ditekankan pada pemberian pengalaman langsung. Pengalaman langsung diperoleh dengan cara melakukan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru berperan sebagai fasilitator agar siswa dapat berpikir, memahami, dan menghayati pesan yang disampaikan. Pemberian pengalaman langsung, siswa diharapkan dapat membentuk sikap ilmiah seperti ditunjukkan oleh para ilmuwan sains, mengembangkan kompetensi, dan menumbuhkan kemampuan berpikir. Pencapaian tujuan dari pengalaman langsung tersebut, memerlukan keterampilan-keterampilan untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan. Keterampilan-keterampilan ini terangkum dalam KPS.KPS di dalam sebuah pembelajaran merupakan sebuah pendekatan. Hal ini dikarenakan siswa tidak berinisiatif sendiri untuk menggunakan KPS di dalam mendapatkan dan menggunakan pengetahuan. Melainkan keterampilan-keterampilan yang terdapat di dalam KPS telah dirancang sedemikian rupa agar dapat muncul di dalam sebuah kegiatan pembelajaran. Jenis-jenis KPS dan karakteristiknya menurut Rustaman dalam Sidharta (2006: 24), dapat dilihat dalam Tabel 2.3.Tabel 2.3 Jenis-jenis Keterampilan Proses SainsNo.Keterampilan Proses SainsKarakteristik

1.Kemampuan Mengamati (Observasi)a. Menggunakan indera pengelihat, pembau, pendengar, pengecap dan peraba.b. Menggunakan fakta yang relevan dan memadai.

2.Menafsirkan Pengamatan (Interpretasi)a. Mencatat setiap hasil pengamatan.b. Menghubung-hubungkan hasil pengamatan.c. Menemukan pola atau keteraturan dari suatu seri pengamatan.d. Menyimpulkan.

3.Mengelompokkan (Klasifikasi)a. Mencari perbedaan.b. Mengontraskan ciri-ciri.c. Mencari kesamaan.d. Membandingkan.e. Mencari dasar penggolongan atau pola yang sudah ada.

4.Meramalkan (Prediksi)a. Mengajukan pemikiran tentang sesuatu yang belum terjadi bedasarkan suatu kecenderungan.

5.Berkomunikasia. Membaca grafik, tabel, atau diagram.b. Menjelaskan hasil percobaan.c. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas.

6.Berhipotesis a. Menyatakan hubungan antara dua variabel atau memperkirakan penyebab sesuatu terjadi.

7.

Merencanakan Percobaan atau Penyelidikan

a. Menentukan alat dan bahan.b. Menentukan variabel atau peubah.c. Menentukan variabel kontrol dan variabel bebas.d. Menentukan apa yang diamati, diukur, atau ditulis.e. Menentukan cara dan langkah kerja.f. Menentukan cara mengolah data.

8.Menerapkan Konsep atau Prinsipa. Menjelaskan sesuatu peristiwa dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki.b. Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru.

9.Mengajukan Pertanyaana. Mengajukan pertanyaan meminta penjelasan tentang apa, mengapa, bagaimana ataupun menanyakan latar belakang hipotesis.

Berdasarkan tabel di atas, beberapa keterampilan yang dimunculkan dalam penelitian pengembangan ini adalah keterampilan memprediksi, keterampilan berhipotesis, keterampilan merencanakan percobaan, keterampilan melakukan percobaan (observasi), keterampilan menafsirkan pengamatan, dan keterampilan berkomunikasi.Menurut Ramli (2011: 1) keterampilan proses dapat diukur dengan tes penampilan. Tes penampilan (performance assesment) dapat diobservasi, jawabannya secara tertulis atau lisan. Penilaian KPS dalam penelitian dan pengembangan ini, penulis memilih penilaian KPS secara lisan (observasi). KPS siswa yang diukur berdasarkan pengamatan berpadu pada instrumen penilaian yang dibuat. Indikator-indikator KPS yang dimunculkan dalam instrumen penilaian disesuaikan dengan model yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini (model pembelajaran inkuiri terbimbing). Indikator-indikator KPS yang disesuaikan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat dilihat dalam Tabel 2.4.Tabel 2.4 Kesesuian Prosedur Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Indikator-Indikator Keterampilan Proses Sains (KPS) yang dimunculkan siswaFase ke-Prosedur Model Pembelajaran Inkuiri TerbimbingIndikator Keterampilan Proses Sains (KPS) yang dimunculkan siswa

1.Menyajikan pertanyaan atau masalahKeterampilan memprediksi

2.Membuat hipotesisKeterampilan berhipotesis

3.Merancang percobaanKeterampilan merencanakan percobaan

4.Melakukan percobaan untuk memperoleh dataKeterampilan melakukan percobaan

5.

Mengumpulkan dan menganalisis dataKeterampilan berkomunikasi dan keterampilan menafsirkan pengamatan

6.Membuat KesimpulanKeterampilan berkomunikasi

Ahliswiwite. 2007. LKS Berbasis Web. Diakses November 18, 2011, dari www.wordpress.com: http://ahliswiwite .files.wordpress.com. Badan Standar Nasional Pendidkan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. BSNP. Jakarta.Daryanto. 2010. Media Pembelajaran(Peranannya sangat penting dalam tujuan pembelajaran). Gava Media. Yogyakarta.Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.http://www.Frepository.upi.edu. Diakses April 2, 2012.http://www.Wikipedia.com. Diakses April 2, 2012.Nugroho. 2001. Landasan Filosofis Penelitian Pengembangan. Universitas Negeri Semarang. Semarang.Ramli, Kamrianti (2011, 21 Maret). Keterampilan Proses Sains (KPS). Diakses Februari 27, 2012, dari www.wordpress.com: http://kamriantiramli.wordpress.com.Rusdi, Andi. 2008. Perangkat Pembelajaran. Diakses April 2, 2012, dari www. Wordpress.com: http://anrusmath.wordpress.com. Suyanto, Eko. 2006. Penguasaan Teori dan Praktik Membuat Skenario Pembelajaran Mikro. Makalah Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Fisika. Universitas Lampung. Bandarlampung.Sahrul. 2009. Macam-macam Model Pembelajaran Inkuiri. Artikel. Diakses 17 Desember 2011 dari http://sahrulgmail.blogspot.com.Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Edisi Pertama Cetakan ke-7. Kencana. Jakarta.Sidharta, Arief. 2006. Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium Sebagai Wahana Pendidikan Sains Siswa SMP. Skripsi Diakses Desember 18, 2011, dari www.org.com: http://www.p4tkipa.org/data/A_SIDHARTA.pdf . Susanti, Dwi. 2009. Virtual Laboratory Use in Optical Activity in Practicum Inkuiri to Enhance Understanding the Concept of Student Teacher Candidate. Proceeding of the Third International Seminar on Science Education (Challenging Science Education in The Digital Era), 356-357.Susiwi. 2009. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Pada Model Pembelajaran Praktikum D-E-H. Pengajaran MIPA Volume 14 Nomor 2, 89-91.Suyanto, Eko. 2006. Penguasaan Teori dan Praktik Membuat Skenario Pembelajaran Mikro. Makalah Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Fisika. Universitas Lampung. Bandarlampung.Suyanto, Eko dan Sartinem. 2009. Pengembangan Contoh Lembar Kerja Fisika Siswa dengan Latar Penuntasan Bekal Awal Ajar Tugas Studi Pustaka dan Keterampilan Proses Untuk SMA Negeri 3 Bandarlampung. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 2009, 322.Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Konsep, Landasan, dan implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)). Kencana. Jakarta._____. 2010. Pembelajaran IPA Terpadu. Kencana. Jakarta._____. 2011. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik Cetakan ke-2. Prestasi Pustaka. Jakarta.Uno, Hamzah B. 2006. Perencanaan Pembelajaran. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

1. Prastowo, A. (2012). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif YogyakartaI Diva Press.

2. Arsyad, A. (2012). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

3. Amri, S. 2010. Proses Pembelajaran kreatif dan inovatif dalam kelas. Jakarta : Prestasi Pustaka.

4. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.

5. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

6. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Konsep, Landasan, dan implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)). Kencana. Jakarta.

7. Trianto. 2011. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik Cetakan ke-2. Prestasi Pustaka. Jakarta.

8. Dimyati dan Mujiono, 2010. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta Jakarta.

9. Suyanto, Eko dan Sartinem, 2009. Pengembangan Contoh LKS Fisika dengan Latar Penuntasan Bekal Awal Ajar Tugas Studi Pustaka dan Keterampilan Proses Untuk SMAN3 BL. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 2009.

10. Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Bumi Aksara Jakarta.

11. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta, Jakarta.

12. Indrawati, 1999. Keterampilan Proses Sains: Tinjaun Kritis dari Teori Ke Praktris. Bandung: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.