25

Lampiran Protein II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lampiran Protein II

Citation preview

Laboratorium Biokimia Pangan Protein II (Denaturasi Protein)

Laboratorium Biokimia Pangan Protein II (Denaturasi Protein)

LAPORANPRAKTIKUM BIOKIMIA PANGANPROTEIN IIDENATURASI PROTEINDiajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia PanganOleh :Nama: Devy Nur AfiahNRP: 123020120Kel/meja: E/02Asisten: Ilma Indah MarindaTgl. Percobaan: 13 Mei 2014

LABORATORIUM BIOKIMIA PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDANBANDUNG2014I PENDAHULUANBab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, dan (4) Reaksi Percobaan.1.1 Latar Belakang PercobaanProtein merupakan polimer panjang dari asam-asam amino yang terikat oleh ikatan peptida. Sifat-sifat dari protein di antaranya adalah memiliki bobot molekul yang tinggi, bersifat amfoter, dapat terdenaturasi, dapat mengalami salting out, dapat terkoagulasi, serta tak larut dalam pelarut lemak dan sebagainya. Salah satu sifat protein adalah dapat terdenaturasi. Protein yang terdenaturasi menandakan bahwa protein tersebut telah rusak. Protein yang terdenaturasi selanjutnya dapat mengalami koagulasi. Denaturasi protein dapat disebabkan oleh banyak hal di antaranya adalah pH, suhu, alkohol, gaya mekanik (pengadukan) dan juga adanya logam. Uji ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pH terhadap proses denaturasi protein. Karena ada pH-pH tertentu yang dapat menyebabkan denaturasi bergantung juga pada jenis protein yang ada dalam bahan pangan tersebut.1.2 Tujuan PercobaanTujuan dari percobaan denaturasi protein adalah untuk mengendapkan protein dengan pemanasan dan penambahan asam atau basa. 1.3 Prinsip PercobaanPrinsip dari percobaan denaturasi protein ini adalah berdasarkan pada perubahan pH dari protein sehingga menjadi tidak stabil dan mudah diendapkan oleh pemanasan. Hasil endapan ini bersifat irreversible.1.4 Reaksi PercobaanGambar 1. Reaksi Percobaan Denaturasi Protein

II METODE PERCOBAANBab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan yang Digunakan, (2) Pereaksi yang Digunakan, (3) Alat yang Digunakan, dan (4) Metode Percobaan.2.1 Bahan yang DigunakanBahan yang digunakan dalam percobaan denaturasi protein adalah sampel berupa biskuit, tepung maizena, nugget, bubur bayi dan susu bendera.2.2 Pereaksi yang DigunakanPereaksi yang digunakan dalam percobaan denaturasi protein adalah CH3COOH dan NaOH 50%. 2.3 Alat yang DigunakanAlat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, pipet tetes, gelas kimia, rak tabung reaksi dan waterbath.

2.4 Metode PercobaanLakukan pengecekan pH1 mL sampel

Tambahkan CH3COOH 10 tetesTambahkan NaOH 50% 10 tetes

Lakukan pengecekan pH

Panaskan selama 15 menit

Lakukan pengecekan pH

Gambar 2. Metode Percobaan Denaturasi Protein

III HASIL PENGAMATANBab ini akan menguraikan mengenai : (1) Hasil Pengamatan dan (2) Pembahasan.3.1 Hasil PengamatanTabel 1. Hasil Pengamatan Percobaan Denaturasi ProteinSampelpH Hasil 1Hasil 2

AwalSetelah ditambah asam (A)setelah ditambah basa (B)setelah dipanaskanAB

AB

Biskuit6214214--+

Tepung maizena6314214+-+

Nugget6214114+-+

Bubur bayi6314214+-+

Susu bendera6214311+++

Sumber : Hasil I : Devy dan Nisa, Kelompok E, Meja 2, 2014. Hasil II : Laboratorium Biokimia Pangan, 2014.Ket : (+) pH berubah terjadi denaturasi (-) pH tidak berubah tidak terjadi denaturasi

(a)

(b)Gambar 3. Hasil Pengamatan Percobaan Denaturasi Protein dengan Penambahan (a) asam dan (b) basa

3.2 PembahasanBerdasarkan hasil percobaan denaturasi protein, dapat diketahui bahwa dari kelima sampel yaitu biskuit, tepung maizena, nugget, bubur bayi dan susu bendera, hanya sampel biskuit yang tidak mengalami denaturasi setelah penambahan asam maupun basa yang dilanjutkan dengan pemanasan. Sedangkan empat sampel lainnya mengalami perubahan pH setelah ditambahkan asam ataupun basa dan dipanaskan, yang menunjukkan bahwa pada keempat sampel tersebut terjadi denaturasi. Namun, hasil pengamatan ini berbeda dengan hasil yang seharusnya, dimana dari kelima sampel tersebut seharusnya semua sampel mengalami proses denaturasi. Hal ini menandakan ada kesalahan yang terjadi pada saat praktikan melakukan percobaan.Kesalahan ini mungkin diakibatkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling mungkin terjadi adalah adanya human error atau dapat juga disebabkan oleh LA (Laboratory Accident). Human error terjadi saat praktikum melakukan percobaan di laboratorium. Dapat berupa kesalahan dalam melakukan prosedur misalnya penambahan reagen yang kurang atau justru berlebih, waktu pengamatan yang tidak akurat atau mungkin disebabkan oleh peralatan yang tidak dicuci dengan bersih sehingga masih meninggalkan bekas pereaksi ataupun sampel sebelumnya yang ikut bereaksi dengan sampel yang sedang diuji. Dan mungkin masih banyak lagi faktor kesalahan lain yang membuat hasil percobaan tidak sesuai dengan hasil yang seharusnya.Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separonya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2001).Protein di dalam kehidupan memegang peranan yang sangat penting. Proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, yaitu suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalis untuk mempercepat reaksi. Di samping itu, hemoglobin dalam butir-butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein (Poedjiadi, halaman 123, 2005).Kita memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani, sedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati. Beberapa makanan sumber protein ialah daging, telur, susu, ikan, beras, kacang, kedelai, gandum, jagung, dan buah-buahan.Beberapa jenis protein sangat peka terhadap perubahan lingkungannya. Suatu protein mempunyai arti bagi tubuh apabila protein tersebut di dalam tubuh dapat melakukan aktivitas biokimiawi yang menunjang kebutuhan tubuh. Aktivitas ini banyak tergantung pada struktur dan konformasi molekul protein yang tepat. Apabila konformasi molekul protein berubah, misalnya oleh perubahan suhu, pH, atau karena terjadinya suatu reaksi dengan senyawa lain misalnya ion-ion logam, maka aktivitas biokimiawinya akan berkurang. Protein yang mengalami perubahan konformasi alamiah menjadi suatu konformasi yang tidak menentu merupakan suatu proses yang disebut denaturasi Proses denaturasi ini kadang-kadang dapat berlangsung secara reversibel, kadang-kadang tidak. Penggumpalan protein biasanya didahului oleh proses denaturasi yang berlangsung dengan baik pada titik isolistrik protein tersebut (Poedjiadi, halaman 118, 2005).Denaturasi dapat didefinisikan sebagai perubahan besar dalam struktur alami yang tidak melibatkan perubahan dalam urutan asam amino. Pengaruh bahan biasanya menyangkut perubahan dalam struktur tersier, yang mengakibatkan susunan rangkaian polipeptida menjadi lebih teratur. Rentang suhu pada saat terjadi denaturasi dan koagulasi sebagian besar protein 55 sampai 75oC (DeMann, 1989).Denaturasi juga diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat pula diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan atau wiru molekul (Winarno, halaman 68, 2004).Ada dua macam denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul. Terjadinya kedua jenis denaturasi ini tergantung pada keadaan molekul. Yang pertama terjadi pada rantai polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang bergabung dalam ikatan sekunder. Ikatan-ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi ini adalah ikatan hydrogen, ikatan hidrofobik (misalnya pada leusin, valin, fenilalanin dan triptofan), ikatan ionik antara gugus bermuatan positif dan negatif serta ikatan intramolekuler seperti yang terdapat pada gugus disulfida dalam sistin (Winarno, halaman 68, 2004). Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Bila ikatan-ikatan antara gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan terbentuklah gel. Sedangkan bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi itu, protein akan mengendap (Winarno, halaman 68-69, 2004).Kebanyakan protein hanya berfungsi aktif biologis pada daerah pH dan suhu yang terbatas. Jika pH dan suhu berubah melewati batas-batas tersebut, protein akan mengalami denaturasi. Pada protein globular terjadinya denaturasi terlihat dari berkurangnya daya larut. Kebanyakan denaturasi terjadi sekitar suhu 50-60oC dan 10-15oC. Contohnya denaturasi putih telur.Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50oC atau lebih. Koagulasi ini hanya terjadi apabila protein berada pada titik isolistriknya. Protein yang terdenaturasi pada titik isolistriknya masih dapat larut pada pH di luar titik isolistrik tersebut. Air ternyata diperlukan untuk proses denaturasi oleh panas. Putih telur yang kering dapat dipanaskan hingga 100oC dan tetap dapat larut dalam air. Di samping oleh pH, suhu tinggi, dan ion logam berat, denaturasi dapat pula terjadi oleh adanya gerakan mekanik, alkohol, aseton dan eter (Poedjiadi, halaman 119, 2005).Seperti yang telah dijelaskan bahwa bila reaksi terus berlanjut, maka lama kelamaan tidak hanya terjadi denaturasi tapi juga berlanjut ke tahap terjadinya koagulasi. Koagulasi merupakan suatu proses penggumpalan protein yang disebabkan rusaknya struktur protein. Jadi jika protein mengalami koagulasi maka sudah pasti protein tersebut terdenaturasi, tetapi sebaliknya protein yang mengalami denaturasi belum tentu mengalami koagulasi.Denaturasi terjadi dengan membuat protein menjadi tidak stabil, yaitu dengan menambahkan asam atau basa dan kemudian dilanjutkan dengan pemanasan. Endapan protein yang dihasilkan terjadi karena protein berada dalam titik isoelektriknya. Titik isoelektrik (TI) adalah daerah pH tertentu dimana asam amino (protein) tidak mempunyai selisih muatan atau jumlah muatan positif dan negatifnya sama, sehingga tidak bergerak ketika diletakkan dalam medan listrik. Titik isoelektrik juga diartikan sebagai pH tertentu yang muatan gugus amino dan karboksilatnya saling menetralkan, sehingga molekul protein tidak bermuatan. Pada pH isoelektrik (pI), suatu asam amino (protein) sangat mudah diendapkan karena pada saat itu muatan listriknya adalah nol. Titik isoelektrik merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, sebab pada pH di atas titik isoelektrik, asam amino akan bermuatan negatif sedangkan pada pH di bawah titik isoelektrik, maka asam amino akan bermuatan positif. Titik isoelektrik ini dipakai sebagai dasar untuk dapat membuat protein mengendap.Protein yang terdenaturasi berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik ke luar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofil terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikan terjadi khususnya bila larutan protein telah mendekati pH isolistrik, dan akhirnya protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang dan menjadi asimetrik, demikian juga sudut putaran optik larutan protein akan meningkat. Enzim-enzim yang gugus prostetiknya terdiri dari protein akan kehilangan aktivitasnya sehingga tidak berfungsi lagi sebagai enzim yang aktif. Denaturasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu oleh panas, pH, bahan kimia, mekanik, dan sebagainya. Masing-masing cara mempunyai pengaruh berbeda-beda terhadap denaturasi protein (Winarno, halaman 69, 2004).

Gambar 4. Denaturasi ProteinMacam-macam penyebab denaturasi : Denaturasi karena panasPanas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut.Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit. Denaturasi karena asam dan basaProtein mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai pH isoelektrik yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama. Pada saat inilah protein mengalami koagulasi. Penambahan asam ke dalam larutan menyebabkan ion-ion H+dari asam akan terikat pada gugus-gugus yang bermuatan negatifsehingga terjadi perubahan pengutuban dari molekul protein. Perubahan pengutuban tersebut menyebabkan perubahan konformasi dari protein atau rusaknya struktur tersier atau kuarterner protein sehingga protein mengalami koagulasi.(Poedjiadi,2005).Asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi pengganti dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi. Denaturasi karena garam logam beratPengendapan protein dapat dilakukan dengan penambahan logam berat. Logam Pb dan Hg jika bereaksi dengan protein membentuk garam proteinat yang tidak dapat larut, sehingga fungsi protein tersebut hilang. Pengendapan dengan logam berat, larutan albumin akan membentuk endapan karena adanya gugus sulfurhidril yang dikandung oleh protein. Jadi dalam hal ini Hg dan Pb bereaksi dengan protein akan memberikan endapan karena logam tersebut diikat oleh albumin sehingga logam tersebut mengendap.Pengendapan ini terjadi karena adanya reaksi penetralan muatan antara ion logam berat dengan anion dari protein. Perlu ditinjau bahwa protein merupakan suatu koloid elektrolit yang bersifat amfoter. Dalam bentuk netral, senyawa ini berbentuk dua kutub yang kondisinya dikenal dengan titik isoelektrik.Denaturasi dapat terjadi oleh berbagai penyebab yang paling penting ialah bahang, pH, garam, dan pengaruh permukaan. Denaturasi dengan bahang kadang-kadang diperlukan, diperhatikan misalnya denaturasi protein dadih susu untuk produksi serbuk yang dipakai di dalam pemanggangan. Protein putih telur mudah didenaturasi dengan bahang dan dengan gaya permukaan jika putih telur dikocok jadi busa. Protein daging didenaturasi pada suhu 57 C sampai 75 C dan ini mempunyai pengaruh kuat terhadap tekstur, kemampuan menahan air dan pengkerutan (DeMann, 1989).Tidak semua protein dapat didenaturasikan dengan cara pemanasan dan perubahan pH, tergantung juga pada keadaan pHnya, kadar garamnya, dan sebagainya. denaturasi biasanya merupakan suatu peralihan keadaan protein yang teratur rapi menjadi tidak teratur. Jika molekul-molekul protein terdapat dalam larutan, biasanya dalam keadaan struktur sekunder dan tersier (Kusnawidjaja, 1987). Proses denaturasi ini ada yang diinginkan atau yang dikehendaki dan ada juga denaturasi yang tidak diinginkan. Salah satu contoh denaturasi yang tidak diinginkan adalah terjadinya penggumpalan kasein pada susu. Menyebabkan susu menjadi menggumpal dan tidak enak untuk diminum. Berbeda dengan denaturasi yang diinginkan, seperti misalnya pada proses menggoreng telur, fermentasi asam laktat menjadi yoghurt, dan lain sebagainya. Pada percobaan ini digunakan larutan NaOH dan asam asetat yang berfungsi sebagai reagen yang dapat membuktikan bahwa dengan penambahan asam dan basa yang dilanjutkan dengan pemanasan, protein dapat dengan mudah terdenaturasi. Asam asetat digunakan sebab merupakan asam lemah, jika protein direaksikan dengan asam kuat, protein akan terdenaturasi lebih cepat, sehingga tidak terdeteksi.Penggunaan asam asetat dan NaOH 50% dapat digantikan dengan asam atau basa lemah lainnya. Selain itu, senyawa-senyawa alami seperti air jeruk dapat pula digunakan untuk mengganti asam asetat. Sedangkan pemanasan sendiri bertujuan untuk mempercepat terjadinya pengendapan. Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut.

IV KESIMPULAN DAN SARANBab ini menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.4.1 KesimpulanBerdasarkan hasil percobaan denaturasi protein, dapat disimpulkan bahwa dari kelima sampel yaitu biskuit, tepung maizena, nugget, bubur bayi dan susu bendera, hanya sampel biskuit yang tidak mengalami denaturasi setelah penambahan asam maupun basa yang dilanjutkan dengan pemanasan. Sedangkan empat sampel lainnya mengalami perubahan pH (terjadi denaturasi) setelah ditambahkan asam ataupun basa dan dipanaskan. Namun hasil yang sesungguhnya adalah dari kelima sampel yang diuji, seharusnya semua sampel mengalami proses denaturasi. Sehingga dalam praktikum kali ini terdapat beberapa faktor kesalahan yang terjadi yang membuat hasil percobaan tidak sesuai dengan yang seharusnya.4.2 SaranDalam melakukan percobaan, praktikan seharusnya lebih teliti dan lebih cermat serta lebih diamati lagi perubahan yang terjadi selama pengamatan. Dan juga lebih mengefisienkan waktu lagi dalam melakukan praktikum.

DAFTAR PUSTAKAAlmatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Deman, John. 1989. Kimia Makanan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.Kusnawidjaja, Kurnia. 1987. Biokimia. Bandung: Alumni.Poedjiadi, Anna, dkk. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:Universitas Indonesia Press.Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.