Upload
shena-meita-cassandra
View
157
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan praktikum
Citation preview
Flokulasi dan Koagulasi dengan Metode Jar Test
1.Dasar Teori
a. Koagulasi
Koagulasi bukanlah suatu imu eksak, meskipun telah dipelajari dalam proses mekanik, oleh
karena itu pemilihan dan dosis optimal koagulan dilakukan pengujian oleh jar-test termasuk
kuantitas oleh formula. Jar-test harus diuji pada tiap air yang di koagulasi dan harus diulang
dengan masing-masing perubahan yang signifikan pada kualitas air yang diberikan.
Koagulasi adalah penambahan koagulan disertai dengan pengadukan.
Beberapa koloid bila berkoagulasi, mengangkut turun sejumlah besar air menghasilkan
endapan mirip selai / gel.
_ Liofilik/hidrofilik/emulsoid: koloid yg mempunyai afinitas kuat terhadap pelarut/air
contoh: Fe(OH)3
_ liofobik/suspensoid: koloid yg mempunyai afinitas terhadap pelarut/air rendah,
contoh: AgCl
Suspensi koloid stabil karena partikelnya bermuatan sama
Muatan tersebut dihasilkan dari kation atau anion yang terikat ke permukaan partikel _
proses yg dinamakan adsorpsi
NaCl ditambahkan pada larutan AgNO3 maka AgCl yang terbentuk bermuatan positip
(adanya ion Ag+ berlebih dalam larutan).
Muatan akan berubah negatip bila NaCl ditambahkan terus ke dalam larutan
Lapisan adsorpsi primer dan lapisan counter-ion membentuk electric double layer yg
menstabilisasi koloid
Jar-test digunakan dengan menggunakan sebuah seri botol gelas yang bervolume 1 liter dam
memiliki ukuran dan bentuk yang sama . uumnya 6 jar digunakan dengan suatu alat pengaduk
yang dikocok bersamaan. Isi dari tiap jar dengan daya input yang sa,a. tiap-tiap dari 6 jar di
isi 1 L air dengan Ph, kekeeruhan, alkalinitas nyang telah ditetapkan sebelumya, sebuah jar
digunakan sebuah control, sementara 5 jar yang lain di ukur dengan jumlah koagulan yang
berbeda, pada nilai Ph yang berbeda sampai nilai minimal sisa kekeruhan yang diperoleh.
Konsentrasi koloid yang tinggi distabilisai oleh penyerapan dan pengisian secara natural
terjadi tetapi penambahan terus menerus pada hasil percobaan koagulan pengisian ulang dan
penstabilan kembali. Konsentrasi koloid yang baik adalh hasil dalam kesempatan yang lebih
sering mengalami percobaan. Dengan demikian koagulasi yang lebih baik melampui batas
konsentrasi. Penambahan terus menerus pada hasil koagulan pertama dalam penstabilan
kembali dan pada akhirnya dalam pembentukan flok Hidrooksida dan koagulasi.
Konsentrasi koloid yang besar secara teori menyediakan koloid yang cukup untuk hasil dalam
koagulasi oleh penyerapan dan pengisian netralisasi. Meskipun hal itu memungkinkan
jembatan polimer dan koagulasi yang terjadi. Penstabilan kembali dan kekeruhan air yang
tinggi merupakan masalah yang sering terjadi.
b. Flokulasi
Penyediaan air bersih sebagian besar diambil dari air sungai , danau, dan sebagainya.
Langkah yang penting untuk pengolahan air bersih.adalah menghilangkan kekeruhan dari air
baku tersebut. Kekeruhan disebabkan oleh adanya partikel-partikel kecil dan koloid yang
berukuran 10nm sampai µm. Kekeruhan dapat dihilangkan melalui pembubuhan sejenis
bahan kimia dengan sifat-sifat tertentu yang disebut flokulan. Flokulan tersebut antara lain
tawas, garam Fe (III) atau sesuatu polielektrolit organic. Selain pembubuhan flokulan
diperlukan juga pengadukan sampai terbentuk flok-flok. Flok-flok ini mengumpulkan
partikel-partikel kecil dan koloid tersebut bertumbukan dan akhirnya bersama-sama
mengendap.
Untuk menentukan dosis yang optimal flokulan dan nilai-nilai parameter, dilakukan jar test.
Jar tes merupakan model sederhana proses flokulasi.
2. Prinsip Jar Test
Sesuatu larutan koloidal yang mengandung partikel-partikel kecil dan koloid dapat dianggap
stabil jika:
1. Partikel-patikel kecil terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek.
2. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu bergabung dan menjadi partikel yang
lebih besar dan berat Karena muatan elektris pada permukaan partikel-partikel adalah
setanda (bias any negative) sehingga dari repulse elektro statis antara partikel satu dan
lainnya.
Proses flokulasi terdiri dari tiga langkah:
1. Pelarutan reagen melalui pengadukan cepat, bila perlu juga pembubuhan bahan kimia
untuk koreksi pH.
2. Pengadukan lambat untuk membentuk flok-flok.pengadukan yang terlalu cepat dapat
merusak flok yang telah terbentuk.
3. Penghapusan flok-flok dengan koloid yang terkurung dan larutan melalui sedimentasi.
3. Gangguan
Proses flokulasi sangat dipengaruhi oleh beberapa factor antar lain kadar dan jenis zat
tersuspensi, pH larutan kadar dan jenis flokulan, waktu dan kecepatan pengadukan dan
adanya beberapa macam ion terlarut yang tertentu. Jar test dapat digunakan untuk
mengoptimalkan factor-faktor tersebut melalui percobaan dalam laboratorium.
4. Ketelitian
Kesalahan –kesalahan yang terjadi pada pecobaan flokulasi disebabkan oleh:;
1. Sampel yang tidak representative unutk badan air yang diperiksa.
2. Sampel yang tidak diaduk menyebabkan zat tersuspensi yang berat tertinggal di
bawah.
3. Pembubuhan dosis tawas yang tidak teliti.
4. Perbedaan nilai pH.
5. Saat pembubuhan flokulan atau bahan pengatur pH kedalam tiap beker jar test tidak
bersamaan.
6. Penagmbilan sampel yang telah diolah tidak bersamaan untuk masing-masing beker.
5. Pengawetan sampel
Waktu pengawetan sampel paling lambat 1 hari karena 1 hari dapat terjadi flokulasi sendiri
dari zat-zat tersuspensi tanapa pembubuhan flokulan sehingga sampel sudah tidak berlaku.
6. Alat-alat
1. alat Jar Test dengan 6 beker 1 ml
2. 6 beker 50 atau 100 ml untuk membubuhi pada saat yang sama larutan tawas dan
pereaksi lain
3. 7 beker 250 atau 500 ml (untuk persiapan analisa sampel hasil flokulasi dari keenam
beker Jar Test dan satu sampel air baku).
4. 1 pipet 100 ml tanpa penyempitan pada mulut, sampel juga dapat diambil dengan
sifon
5. Pipet-pipet.
6. Peralatan untuk analisa hasil flokulasi dan analisa air baku.
7. 2 buret, 2 beker 200 ml, 1 pipet 4 ml, 1 pipet 100 ml, 1 pH meter, jam.
7. Bahan
1. Larutan tawas (tergantung kadar yang dibutuhkan).
2. NaOH 0,1N dan HCl 0,1 N
8. Cara Kerja
1. Mempersiapkan praktikum jar-test di laboratorium
2. Ambil smapel air sebanyak kurang lebih 10 liter per jar-test ( 6 beker per liter )
3. Bilsadiperluksn hitung jumlah asam basa untuk mencapai Ph yang diinginkan
menurut prosedur
4. Encerkan tawa atau flokulan lain di dalam tabung reaksi atau beaker kecil ( kurang
lebih 50 ml )
5. Tempatkan beker masing-masing pada tempatnya dan turunkan pengaduk sampai
kiara-kira di tengah cairan. Untuk meratakan zat tersuspensi, aduklah beberapa detik
dengan kecepatan tinggi. Tambahkan asam/basa untuk penyesuain pH beberapa detik
sebelum saat 0, yaitu saat permulaan proses flokulasi.
6. Ikuti dan catat nilai ph karena merupakan parameter utama dalam proses flokulasi.
7. Perhitungan nilai Ph di beker jar-test
9. Perhitungan
1. Pilih nilai Ph yang diinginkan, missal 7. Dengan kadar tawas yang makin tinggi,
makin banyak basa yang dibubuhkan. Daya pengasamaan dianggap tersiri dari
:
a. Alkaniti air mentah
b. Efek dari tawas sendiri
2. Tuangkan 100ml air baku dalam beker 200 ml dengan menggunakan buret titrasikan
dengan larutan HCl 10-1 N sampai nilai Ph yang diinginkan tercapai. Jumlah ml titran
yang diperlukan X. nilai Ph dimonitor denagn Ph meter.
3. Tuang kira-kira 100 ml air suling dalam beker 200 ml dan tambahkan denagn
menggunakan pipet, 5 mg Al dari larutan tawas pokok ke dalamnya. Titrasikan
larutan menggunakan buret 25 ml dengan NaOH 10-1 N sampai nilai pH yang
diinginkan. Nilai pH diikuti dengan pH meter. Setelah setiap pembubuhan tunggu
minimum 10 detik sampai petunjuk Ph meter cukup stabil.
4. Untuk mendapatkan hasil yang teliti, maka harus dibuat duplikat setiap analisa
5. Di dalam salah satu beker jar-test berisi 1000 ml air baku dari Z mg Al.jadi
banyaknya sam/basa yang diperlukan dalm beker tersebutr :
ml NaOH 10-1 N yang diperlukn = Z.Y/5 – 10. X
Analisa Besi (Fe)- Spektrofotometri
A. BESI
A.1 TEORI
A.1.1 definisi
Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hamper setiap tempat dibumi, pada
semua lapisan geoologis dan semua badan air. Pada umumnya, besi yang ada di dalam air bersifat :
Terlarut sebagai Fe2+ (fero) atau Fe3+ (feri)
Tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1µm) atau lebih besar seperti Fe2O3, FeO,
FeOOH, Fe(OH)3 dan sebagainya.
Tergantung dengan zat organis atau zat padat yang inorganis (seperti tanah liat)
Pada air permukaan jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1mg/L, tetapi didalam air tanah kadar
Fe dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe yang tinggi ini dapat dirasakan dan dapat menodai kain dan
perkakas dapur. Pada air yang tidak mengandung oksigen O2, seperti seringkali air tanah,besi berada
sebagai Fe2+ yang cukup terlarut, sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+
teroksidasi menjadi Fe3+;Fe3+ ini sulit larut pada pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya dibawah beberapa
µg/l ), bahkan dapat menjadi ferihidroksida Fe(OH)3, atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat
padat dan bisa mengendap. Demikian dalam air sungai, besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut dan
Fe3+ dalam bentuk senyawa organis berupa koloidal.
Prinsip analisa Fe
Didihan dalam asam dan hidroksilamin serta penggabungannya dengan 1, 10-fenantrolin akan
mengubah semua zat besi menjadi Fe2+ yang terlarut. Tiga molekul fenantrolin bergabung dengan
satu molekul Fe2+ membentuk ion kompleks berwarna orange-merah. Sistem warna tersebut
mengikuti hukum Beer : sinar cahaya dengan panjang gelombang yang tertentu yaitu 510nm, akan
diserap (diabsorpsi) larutan secara proporsional dengan jarak perjalanannya didalam larutan dan
dengan kadar kompleks yang berwarna orange-merah ini. Absorpsi tersebut dapat diukur melalui
alat spektrofotometer. Warna kompleks tersebut tidak dipengaruhi oleh pH larutan bila pH antara 3
samapi 9. Sesuatu nilai absorbansi bersifat satu konsentrasi besi, dapat diketahui dengan
membandingkannya dengan 5 larutan standar referensi yang mengandung kadar besi yang telah
diketahui dan yang meliputi skala absorsi spektrofotometer.
Gangguan
Sianida, nitrit, dan polifosfat yang dapat mengganggu reaksi tersebut telah dinetralkan kegiatannya
karena didihan sampel.
Krom dan seng (kalau konsentrasinya 10 kali konsentrasi besi), kobalt, dan tembaga (kalau > 5 mg/l)
dan nikel (kalau > 2 mg/l) semuanya dapat mengganggu walaupun keadaan tersebut hanya ditemui
misalnya pada air limbah industri yang mengandung logam tersebut ; gangguan ini dapat dihilangkan
dengan menambah hidroksilamin.
Bismut, kadmium, air raksa, molibdat, dan perak dapat mengendapkan fenantrolin ; dalam kasus ini
konsentrasi fenantrolin harus dinaikkan.
Warna (kalau > 5 mg Pt-Co/l) dan zat organis (kalau > 20 mg/l) juga mengganggu. Supaya gangguan
tersebut hilang maka sampel harus diuapkan dengan hati-hati di dalam oven (550 0 C), kemudian
didinginkan dan dilarutkan kembali dengan asam pekat HNO3. Pembakara dalam furnace telah
menguraikan dan menghilangkan zat organis. Cawan yang akan dipakai, harus dibersihkan dahulu
dengan mendidihkannya selama 2 jam didalam larutan 1+1 HCl (yaitu 50 % HCl pekat); awas pada
uapnya yang bersifat asam dan racun.
Kekeruhan lebih tinggi dari 5Ntu juga dapat mempersulit pembacaan pada pesawat. Juga debu
dapat mengangkut besi, sehingga selama analisis larutan sampel harus terlindung.
Ketelitian
Penyimpanan yang dapat terjadi, dari harga yang sebenarnya dengan menggunakan pengukuran
spektrofotometri adalah ± 3 % atau minimum 3 mikrogram/liter.
Pengambilan dan pengawetan sampel
Metoda pengumpulan, penyimpanan, an pengawetan sampel hendaknya dilaksanakan dengan
benar. Botol plastik atau kaca sampel harus dibersihkan dahulu dengan asam kemudian dibilas
dengan air suling. Selama pengangkutannya sampel tidak boleh dikocok supaya tidak menyebabkan
perubahan keadaan besi (dalam kasus jenis besi akan dibedakan).
Kalau jenis besi tidak akan dibedakan atara Fe2+. Fe3+ dan besi yang dapat/tidak dapat disaring maka
larangan tersebut tidak berlaku. Namun sebelum analisa, botol sampel harus dikocok untuk
meratakan unsur-unsur dalam sampel.
Besi alam sampel air ledeng yang tidak diambil secara tepat, dapat berasal dari pipa atau keran telah
berkarat. Maka, sebelum sampel diambil, air kran harus dibiarkan mengalir beberapa saat.
Untuk pengawetan sampel, sampel harus diasamkan dengan larutan HNO3 sampai pH ≤ 2, agar
supaya semua zat pada besi oksida dan besi hidroksida terlarut, dan sampel dapat tahan sampai 6
bulan.
A.2 Prosedur
Alat-alat
a. (spektro) fotometer dengan sinar cahaya yang bersifat panjang gelombang kurang lebih
510 nm; lebarnya sel 1 cm atau lebih ;
b. 7 labu takar 50 ml atau 100 ml, dan 7 erlnmeyer 125 ml (untuk 5 standar referensi, 1
blanko dan 1 sampel) ;
c. Bebrapa pipet dan 2 labu takar 100 ml dan 1 l ( untuk larutan reagen).
d. Gelas ukur 1 l serta 2 erlenmeyer 1 l ( untuk larutan reagen);
e. Pemanas bunsen atau listrik;
f. Cawan porselen kalau air sampel mengandung kadar zat organik yang tinggi
Reagen
Semua larutan harus disimpan di dalam botol yang tertutup dari kaca.
a. HCl pekat, p.a (pro analisa) :
Dengan kadar Fe ≈ 0.
b. Larutan hidroksilamin :
Larutan 10 g NH2OH.HCl dengan 100 ml air suling dalam labu takar 100 ml; larutan
tersebut tahan 4 bulan.
c. Bufer amonium asetat (pH ≈ 4,0):
d. Larutan fenantrolin :
Larutan 100mg/L, 10 – fenantrolin monohidrat (C1 2 H8 N2 H20) atau 118 mg/L 10-
fenantrolin. HCl dengan 80 ml air suling dalam labu takar 100ml. tambah 2 tetes HCl
pekat dan isilah labu takar dengan air suling sampai 100ml. 1ml reagen tersebut cukup
untuk 100 µgFe. Larutan tersebut tahan 4 bulan
e. Larutan induk Fe 50 mg Fe/L
Didalam labu takar 1 L yang berisi 50ml air suling, tambahkan dengan hati-hati 20ml
asam H2SO4 pekat, kemudian larutkan kedalamnya 0.351 g Fe(NH4)2 (SO4)2 6H20 atau
FeSO4 7H2O), tambahkan larutan kalium permanganat KmnO4 0,1 N sedikt demi sedikit
sampai semua Fe 2+ menjadi Fe3+ (yaitu sampai warna merah muda tetap ada).
Kemudian isi labu takar dengan air suling sampai 1 liter. 1 ml larutan mengandung 50µg
Fe. Larutan ini tahan sampai 4 bulan. Kalau perlu larutan ini harus diencerkan lagi.
Endapan yang terbentuk adalah MnO2.
f. Larutan standar referensi Fe (larutan kerja) : larutan ini disiapkan dari larutan induk Fe,
pada hari / saat akan digunakan untuk analisa, karena larutan tersebut tidak tahan lama.
Larutan disiapkan dalam labu takar 100ml atau 50 ml. biasanya 5 larutan referensi
disiapkan. Skala 5 larutan tersebut harus mencakup kadar Fe dalam sampel yang akan
diperiksa. Biasanya dipilih skala rendah (0,2;0,4;0,6;0,8; dan 1 mg Fe/L) dengan
spektrofotometer sel 5 cm, atau skala tinggi (0,5;1;2;3;dan4 mg Fe/L) dengan sel 1cm
yang biasa. Selama penentuan kadar Fe dalam sampel, absorbansi sampael tersebut
akan dibandingkan dalam alat spektrofotometer dengan absoransi larutan referensi
yang konsentrasi diketahui.
1. Cara kerja
1. Pembentukan warna pada larutan sampel:
o Aduklah sampel dengan baik, ambilah 100 atau 50ml tepat dan tuangkan
kedalam erlenmeyer 250 ml (atau125ml);
o Kalau sampel mengandung leih dari 4 mg/L, encerkan sampel dulu sampai
kadarnya antara 0,5 dan 4 Fe/L
o Tambahkan per 50ml sampel atau sampel yang sudah diencerkan, 2 ml HCl
pekat dan 1 ml larutan hidroksilamin.
o Tambahlah beberapa batu didih (kaca,porselin) dan panaskan sampai mulai
mendidih, teruskanlah pendidihan sampai volum menjadi kurang lebih setengah
volum awal, sekarang semua Fe telah terlarut. Kalau sampel mengandung warna
dan zat organis telah diolah sesuai, maka larutkan sisa pemijaran ke dalam 2 ml
HNO3 pekat dan 5 ml air suling.
o Dinginkanlah dan pindahkan larutan tersebut ke dalam labu takar 100 ml (atau
50 ml), tambahkan per 50 ml sampel asli 50 ml bufer asetat serta 2 ml larutan
fentrolin dan tambahkan air suling sampai 100ml (atau 50ml) sekarang pH nya
harus 2,9 sampai 3,5 agar supaya warna dapat terbentuk.
o Kocoklah larutan dan biarkanlah selama 10 sampai 15 menit sampai warna
orange-merah terbentuk.
2. Penyediaan larutan Fe referensi
Pindahkan dengan menggunakan pipet, larutan persediaan Fe masing-masing ke dalam
labu takar 50 ml atau 100ml sebesar volum yang diperlukan. Bagi skala tinggi dengan sel
1 cm yang diperlukan. Bagi skala tinggi dengan sel 1 cm yang diperlukan adalah
1ml,2ml,4ml,6ml,dan 8ml. tambahkan zat-zat kimia sama seperti penambahan pada
larutan sampel sesuai dengan kerja untuk pembentukan warna pada butir 1 diatas.
3. Persiapan nol absorbansi dengan larutan blanko :
Blanko terdiri dari air suling yang mengandung semua zat-zat kimia yang sama , yang
ditambahkan pada larutan sampel dan larutan Fe referensi, kecuali reagen penyebab
warna, yaitu larutan zat Fe sendiri. Perlu dikethaui bahwa dinding kaca sel, air suling,
reagen-eagen yang digunakan mempengaruhi pembacaan warna pada larutan sampel
dan larutan Fe referensi. Peranan blanko adalah untuk menghilangkan pengaruh-
pengaruh ini agar pembacaan warna pada larutan sampel dan larutan referensi benar-
benar mewakili. Selain di atas blanko juga dapat berupa sampel sendiri (bukan air suling)
dan mengandung zat-zat kimia yang ditambahkan sama seperti di atas kecuali
fenantrolin. Blanko yang berupa sampel sendiri ini digunakan untuk mengimbangi
pengaruh kekeruhan sampel.
Pesawat fotometer telah disiapkan, yaitu sudah minimum 30 menit hidup, “nol %”
transmitansi telah disesuaikan. Sel fotometer bersih dan baru dibilas.
Tuangkan larutan blanko di atas ke dalam sel, masukan dalam kamar sel dan pesawat
dapat dinolkan sebagai angka absorbansi blanko (lihat B.2.2), harus diingat bahwa
absorbansi nol sama dengan transmitansi 100%. Kalau fotometer mempunyai 2 sinar
(”double beam”), satu digunakan untuk larutan sampel/larutan Fe referensi dan yang
lainnya untuk blanko. Angka absorbansi sample/referensi selalu dibandingkan dengan
angka absorbansi blanko yang merupakan absorbansi nol.
4. Penentuan grafik kalibrasi dari larutan Fe referensi : isilah sel spektrofotometer
dangan larutan Fe referensi, yang telah disiapkan sesuai butir A.2.3.2. di atas.
Masukan dalam kamar sel dan baca angka absorbansi masing-masing larutan Fe
referensi. Didapatkan 5 angka absorbansi larutan Fe referensi yang bebas
pengaruh. Grafik mg Fe/l versus angka absorbansi larutan Fe referensi dapat
digambarkan: garis tersebut harus linear dan melalui titik mula (0,0). Grafik ini
disebut grafik kalibrasi (Gambar 7.1) dan digunakan untuk menentukan kadar Fe
sample.
Kalau sample mengandung warna (misalnya > 5 mg (pt-Co/l) atau organis (misalnya > 20
mg/l), gangguan tersebut harus dihilangkan lebih dahulu (lihat A.1.3). Kalau sample
keruh (misalnya > 5 Ntu atau Jtu),
5. sample tersebut harus disaring sebelum persiapan analisa, dengan filter membran
denagn pori 0,45 µm; air saringan yang jernih dapat mudah dianalisa. Cara lain :
gunakanlah sebagai blanko di samping sample (untuk menyesuaikan ”100%
transmitansi” atau ” absorbansi nol”) bukan air suling seperti pada butir 3 diatas,
tetapi air sample sendiri. Sample tersebut diolah seperti pada butir 1 dan
ditambahkan semua zat kimia kecuali fenantrolin; lalu tuangkan dalam sel
spektrofotometer dan pesawat dinolkan pada skala absorbansi tersebut.
6. Analisa jumlah zat besi dalam larutan sample : ukurlah absorbansi dan/atau
transmitansi larutan sample yang telah berwarna orange-merah tersebut dengan
metoda fotometris sama seperti larutan Fe referensi (lihat A.2.3.4). dengan
mengguanakan grafik kalibrasi dan angka absorbansi/transmitansi larutan sampel
dari pembacaan pada pesawat, maka kadar Fe larutan dapat ditentukan (Gambar
7.1).
7. Pada Gambar 7.2 di bawah dijelaskan skema penyedian larutan sample, larutan Fe
referensi dan larutan blanko yang dibutuhkan untuk analisa fotometris.
8. Konsentrasi besi antara 0,05 dan 4 mg Fe/l dapat ditentukan secara langsung
dengan pemakaian sel spektrofotometer dengan lebarnya 1 cm. Konsentrasi lebih
kecil dapat dipastikan melalui sel lebih lebar (dan sekaligus jarak perjalanan sinar
lebih panjang). Konsentrasi lebih tinggi daripada kira-kira 4 mg /l dapat
ditentukan dengan pengenceran sampel sampai kadar yang dihasilkan terletak
pada skala yang masih dapat diukur oleh pesawat spektrofotometer.
9. Supaya hasil analisa cukup teliti, harus dibuat larutan duplikat bagi sample, dan
harus dilakukan pembacaan pada spektrofotometer dua kali untuk setiap
penentuan angka absorbansi.
A.3. PERHITUNGAN
mg/ Fe = µg Fe dalam 50 atau 100 ml volume terakhir
ml volume sampel
B. SPEKTROFOTOMETRI
B.1. TEORI
B.1.1. Prinsip metoda spektrofotometri
Pada metode spektro (foto) metri, sampel menyerap radiasi (pemancaran) elektromagnetis,
yang pada panjang gelombang tertentu dapat terlihat. Larutan tembaga misalnya berwarna biru
karena larutan tersebut meyerap warna komplementer, yaitu kuning. Semakin banyak molekul
tembaga per satuan volume, semakin banyak cahaya kuning diserap, semakin tua warna biru
larutannya. Spektrometri memanfaatkan peristiwa ini. Sebetulnya, semua larutan kecuali yang tidak
berwarna, menyerap sinar cahaya dengan panjang gelombang yang tertentu. Spektrum sinar cahaya
tersebut dijelaskan pada gambar 7.3. Sinar cahaya yang ”putih” atai tidak berwarna merupakan
campuran sinar yang berwarna, yaitu yang bersifat satu panjang gelombang yang tertentu.
Pada abad ke-18 Bougeur dan Lambert menarik kesimpulan bahwa absorpsi sinar tersebut mengikuti
hukum geometris (eksponensial) yaitu : sinar cahaya masik lapisan I suatu larutan (lihat gambar 7.4)
dan misalnya 25% akan diserap oleh molekul larutan, dari tenaga (intensitas) sinar awal prosentase
sama akan diserap sehingga sisanya menjadi P = 0,75 Po x 0,75 = 0,56 Po. Dan seterusnya.
Pada tahun 1852 Beer mendapatkan bahwa hukum yang sama berlaku untuk pengaruh
konsentrasi bahan penyerap c terhadap absorpsi tersebut. Kedua hukum tersebut mempunyai
hubungan matematis yang dinyatakan oleh Beer, sebagai berikut :
T = P = 10-k.l.c T = transmitansi
Po
Atau log T = log P = - k.l.c
Po
Atau A = - log T = - log P = k.l.c
Po
Dimana A dinamakan absorbansi, dan k sebuah konstan yang tergantung dari sifat larutan. Ternyata
hanya absorbansi A berhubungan secara linear dengan konsentrasi c.
Pada pesawat spektrofotometer dapat dibaca baik absorbansi A sebagai askala logaritmis
maupun % transmitansi sebagai skala linear :
% T = P x 100%
Po
Dari persamaan :
A = 2 - log (%T) dan
%T = antilog (2 - A)
B.1.2. Prinsip pesawat spektrofotometer
pesawat spektofotometer selalu terdiri dari lampu dengan sinar cahaya putih, sebuah kisi
untuk memilih salah satu dari panjang gelombang saja sekaligus menghindari yang lain
(”monokromator”), 1 atau 2 pemegang sel bagi sampel dan/atau blanko (kalau 2 pemegang perlu
pesawat sinar ganda atau ”double beam”), sebuah fotosel yang peka terhadap sinar cahaya yang
menembus sel larutan, serta elektronika yang perlu untuk membandingkan berapa tenaga sinar
cahaya tembus blanko yang tidak berwarna dengan berapa yang tembus larutan yang berwarna
(Gambar 7.5).
sel untuk diisi larutan sampel atau standar referensi atau blanko biasanya terbuat dari kaca,
pada pesawat khusus, yang dapat mengukur dengan lampu khusus (lampu air raksa) sampai sinar
ultra ungu, kaca biasa menyerap sinar ultra ungu. Lebarnya sel biasanya 1 cm (yaitu jarak antara
dinding sel); pesawat khusus mempunyai pemegang untuk sel dengan lebarnya 2 dan 5 cm; Sel yang
lebih lebar ini meningkatkan kepekaan analisa, karena panjangnya perjalanan 1 (lihat Gambar 7.4)
masing-masing 2 dan 5 kali lebih panjang.
B.1.3. Gangguan
Sidik jari, kotoran padat yang telah kering yang menempel pada dinding sel dapat
mengganggu pembuatan sinar juga gelembung udara dan lendir. Sel kadang-kadang harus
dibersihkan dengan asam yang pekat (teknis), menggunakan HCl, atau detergen (sabun), kemudian
dibilas dengan air suling. Pemegang sel juga harus dibersihkan.
B.1.4. Ketelitian
Lihat A.1.4.
B.2. PROSEDUR
Pesawat spektrofotometer biasanya memerlukan 3 langkah awal pengaturan sebelum siap untuk
digunakan. Langkah-langkah tersebut adalah :
(1) Nol mekanis : waktu mesin masih mati, petunjuk harus pada absorbansi ,
(transmitansi 0%); kalau tidak, dapatt disesuaikan melalui sekrup kecil di belakang
skala bacaan; ada juga pesawat yang tidak memerlukan pengaturan nol methode ini.
(2) Nol absorbansi : setelah mesin dihidupkan tunggu 15 menit agar mesin siap, sel berisi
blanko yang terdiri dari air suling; untuk jenis analisa yang tertentu blanko juga
mengandung beberapa reagen, seperti bagi analisa Fe. Blanko dimasukan dalam
kamar sel angka absorbansi dinolkan (atau transmitansi distel pada 100%).
(3) Absorbansi maksimum (nol transmitansu) : absorbansi harus disesuaikan pada
angkanya maksimum (atau transmitansi pada 0%) yaitu bila jalan sinar tertutup;
misalnya dengan memasukan badan hitam ke dalam kamar sel atau dengan pintu tutup
otomatis (yaitu : tertutup jika tidak ada sel pada kamarnya).
(4) Pesawat telah siap untuk menentukan angka absorbansi larutan (lihat cara kerja)
MANGAN DENGAN METODE PERSULFAT
A. Dasar Teori
1. Kejadian Dan Arti
Walaupun mangan di air bumi umumnya hadir pada bentuk yang dapat larut bersifat
ion divalent karena akibat absensi dari oksigen,bagian atau semua mangan pada satu pabrik
penanganan air mungkin berada di dalam satu valensi lebih tinggi berkata. ion heptavalent
permanganate biasanya mengoksidasi mangan atau sebab bahan organik taste.excess
permanganate, mangan bervalensi tiga complexed, atau satu pemecatan sementara dari
mangan quadrivalent harus dideteksi dengan kepekaan hebat untuk mengontrol perlakuan dan
untuk mencegah pembuangan mereka ke dalam satu sistem distribusi.
Ada bukti mangan itu terjadi di perairan permukaan keduanya di pemecatan
sementara pada quadrivalent berkata dan pada status bervalensi tiga pada satu yang relatif
stabil, kompleks yang dapat larut. walau jarang tayang di kelebihan dari 1 mg / l, mangan
mengabarkan noda yang tidak dapat disetujui dan kenyal ke penatu dan peralatan tetap
menduga. pembatas managanese rendah dipaksakan pada satu bersumber air bisa diterima
dari ini, rada dibandingkan toxicological, bahan pertimbangan. berarti istimewa dari
pembersihan ofte perlu, kimia seperti itu presipitasi, penyesuaian ph, pengisian angin, dan
penggunaan dari materi pertukaran ion khusus. mangan terjadi di wastewater domestik, anak
sungai industri, dan aliran dahan gelap.
Metode persulfate disesuaikan untuk penentuan rutin dari mangan karena perlakuan dari
contoh bukan diperlukan untuk mengatasi campur tangan klorid. Amoniak persulfate biasanya
terpakai sebagai pengoxidasi. Ini rentan terhadap pembusukan selama memperpanjang penyimpanan;
untuk alasan ini, ini selalu praktek baik kemana contoh berada mengoperasikan secara rutin untuk
meliputi satu standar contoh dengan masing-masing setelan dari contoh untuk meverifikasi potensi
dari persulfate yang pergunakan.
Gangguan klorid dapat diatasi dengan menambahkan Hg2 + untuk membentuk kompleks HgCl2
netral. Sejak keseimbangan tetap dari HgCl2 kira-kira 1.7 x 1013, konsentrasi dari ion klorid menurun
ke taraf rendah, hal seperti ini tidak dapat mengurangi ion permanganate dibentuk.
Oksidasi dari mangan di valensi rendah ke permanganate oleh persulf kehadiran dari Ag +
sebagai satu katalisator. Reaksi yang dilibatkan pada oksidasi mungkin diwakili sebagai berikut :
2 Mn2+¿+5 S2 O8
2−¿+8 H 2O Ag→
+¿2 MnO 4
−¿+10 SO42−¿+16 H
+¿¿¿¿¿¿¿
Warna yang dihasilkan oleh ion permanganate kukuh stabil untuk beberapa jam, asalkan satu kwalitas
air suling baik dipergunakan untuk penggunaan cairan dan layak kekhawatiran diambil untuk
melindungi contoh dari pencemaran oleh debu dari atmosfer.
2. Pemilihan Metode
batas serapan atomis spectrometric dan inductively yang memasangkan plasma kiat
permisi penentuan langsung dengan kepekaan bisa diterima dan adalah cara dari pilihan. dari
berbagai colorimetric kiat,cara persulfate lebih suka karena penggunaan dari ion mercuric
dapat mengontrol campur tangan dari satu konsentrasi terbatas ion klorid.
3. Pengambilan Contoh Dan Penyimpanan
mangan mungkin berada pada satu bentuk yang dapat larut di netral menyiram ketika
pertama terkumpul, tapi ini mengoxidasi ke satu kondisi oksidasi lebih tinggi dan endap atau
menjadi terserap pada tembok wadah. menentukan mangan sangat segera setelah contoh
koleksi. ketika penundaan adalah tak terelakkan, total mangan dapat ditentukan kalau contoh
diasamkan pada saat koleksi dengan HNO3 ke pH <2.
4. Metode Persulfat
a. Prinsip :
Oksidasi Persulfat dengan yang dapat larut managnous mengombinasikan
bentuk permanganate diselesaikan keberadaan nitrat perak. Warna dihasilkan kukuh
stabil untuk paling tidak 24 jam kalau kelebihan persulfate hadir dan bahan organik
tidak ada.
b. Pencampuran :
Sebanyak 0.1 gram choride pada satu 50 contoh ml dapat dicegah dari
intervering dengan menambahkan 1 mercuric gram sulfate untuk membentuk
kompleks sedikit dipisahkan. Statis bromida dan iodid akan mencampur-nangan dan
hanyalah jejak aounts mungkin sekarang. Prosedur persulfate dapat dipergunakan
untuk air yang dapat diminum dengan jejak untuk jumlah kecil dari bahan organik
kalau perriod dari pemanasan ditingkat setelah lagi poersulfate telah ditambahkan.
Untuk wastewaters mengandung bahan organik, pergunakan pencernaan
persiapan dengan berisi nitrat dan asam belerang. Kalau jumlah besar dari Clorin juga
hadir, mendidih dengan Nitrat asam ganjalan pertolongan ini. Mencampur-nangan
jejak dari Cl- dihilangkan oleh HgSO 4 pada bahan reaksi istimewa.
Mewarnai solusi ion anorganik lain freom adalah compensanted untuk pada
akhir colorimetric langkah.
Contoh yang telah disingkapkan ke udara mungkin memberikan hasil rendah
sehubungan dengan pengendapan dari dioksida mangan. Tambahkan aku
menjatuhkan 30% peroksida hidrogen ke contoh, setelah menambahkan bahan reaksi
istimewa, ke redisolve mengendap mangan.
Yang dapat terdeteksi yang minimum contentration
Keterserapan geraham dari ion permanganate akan 2300 l per gram. Ini sesuai
dengan sedikitnya contentration yang dapat terdeteksi (98% transmitans) dari 210
Liter microgram Mn pe ketika satu 1 sel cm dipergunakan atau 42 microgram Mangan
per liter. Ketika satu 5 sel cm dipergunakan.
B. Alat dan Bahan
1 Alat
alat-alat perlengkapan colorimetric: salah satu berikut diperlukan:
a. spektrofotometer, untuk mempergunakan menambahkan 525 nm menyediakan semua
cahaya alur dari 1 cm atau lebih panjang
b. saring pengukur cahaya,menyediakan semua alur cahaya dari 1 cm atau longerand
equiped dengan satu mempunyai saring hijau transmitans maksimum dekat 525 nm.
c. tabung nessler, dicocokan, 100ml, bentuk jangkung
2. bahan
a. bahan reaksi khusus : larutkan 75 HgSO4 pada 400 mL conc HNO3 dan 200 air suling
mL. Tambahkan 200 mL 85% asam fosfat (H3PO4 ) dan 35 nitrat perak mg (AgNO3 )
encerkan menyejukkan solusi ke 1 l
b. persulvate amoniak, (NH4 )2S2O8 , kekar.
c. solusi mangan standar: persiapkan satu 0.1 n kalium permanganat (KMnO4) solusi
dengan melarutkan 3.2 g KMnO4 air suling dan menyusun ke 1 L. Umur untuk
beberapa minggu di cahaya matahari atau panas untuk beberapa jam dekat titik didih,
kemudian saring throught satu denda gelas saring fritted crucrible dan mestandarkan
melawan sodium oxalate sebagai berikut :
timbang beberapa 100 ke 200 contoh mg dari Na 2 C 2 O 4 ke 0.1 mg dan
transfer ke 400 beker mL. Untuk masing-masing beker, tambahkan 100 air suling mL
dan gerak untuk larutkan. Tambahkan 10 mL 1 + 1 H2SO4 dan panaskan dengan cepat
ke 90 ke 95oC. Mengadar dengan cepat dengan KMnO4 solusi distandarkan,
sementara menggerakkan, ke satu merah muda lalai dan warna titik yang berkeras
untuk di kurang ketika menit tidak membiarkan suhu mencurah di bawah 85 o C.
Kalau perlu, menghangat konten beker selama titrasi: 100 mg Na2C2O4 sementara
mengonsumsi sekitar 15 solusi mL permanganate. Jalankan satu kosong pada air
suling dan H2SO4.
KMnO4 normal = g Na2 C2 O4
( A−B ) x0.067 01
Keterangan :
A = sampel titran (mL)
B = titran dalam keadaan kosong (mL)
Rata-ratakan hasil dari beberapa titrasi. Hitung volume dari solusi ini dropwise,
dengan aduk, hingga permanganate mewarnai hilang lenyap. Didih untuk
menyingkirkan kelebihan Sangat 2 , dinginkan, dan encerkan ke 1000 mL dengan air
suling. Encerkan solusi ini sebagai kelanjutan ukur jumlah kecil dari manganase
d. Solusi mangan standar (bergantian) : larutkan 1000 g logam mangan (99. 8% min)
pada 10 mL ulang menyaring HNO 3 . Encerkan 10 mL dengan 1% (v / v) HCL; 1 mL
= 1000 mg Mn. Encerkan 10 mL ke 200 mL dengan air suling; 1 mL = 0.05 mg Mn.
Persiapkan harian solusi encer.
e. Peroksida hidrogen, H 2 O 2 , 30%.
f. Asam sendawa, HNO 3 , conc.
g. asam belerang, H 2 SEHINGGA 4, conc.
h. Sodium solusi nitrite: larutkan 5.0 g NaNO 2 pada 95 air suling mL.
i. oxalate sodium, Na 2 C 2 O 4 , standar primer
j. bisulfite sodium: Larutkan 10 g NaHSO 3 pada 100 air suling mL.
C. Prosedur Percobaan
1. Prosedur Percobaan
a. Perlakuan dari contoh: kalau satu contoh dicerna telah dipersiapkan sesuai dengan
arah untuk bahan organik kurang dan / atau klorid berlebihan di bagian 3030 g,pipet
sebagian mengandung 0.05 ke 2.0 mg Mn ke dalam satu 250 botol berbentuk kerucut
mL. Tambahkan air suling, kalau perlu, ke 90 mL dan memproses seperti pada ¶ b.
b. Ke contoh yang cocok menambahkan 5 mL bahan reaksi istimewa dan 1 tetes H 2O2.
Konsentrasi ke 90 mL oleh didih atau encer ke 90 mL. Tambahkan 1 g (NH4)2S2O8, bawakan
ke satu air mendidih, dan didihkan sekitar 1 min. Jangan panaskan di tempat air. Jauhkan dari
sumber panas, biarkan 1 min, kemudian sejukkan dibawah keran. (Mendidih terlalu lama hasil
di penguraian dari kelebihan persulfate dan rugi yang berikut dari permanganate warnai;
menyejukkan juga punyai perlahan akibat yang sama.) Encerkan ke 100 mL dengan air suling
terbebas dari unsur kurang dan campuran. Mempersiapkan standar mengandung, 5. 00, . . .
1500 μ g Mn dengan memperlakukan berbagai jumlah standar solusi Mn pada cara yang
sama.
c. Tabung perbandingan Nessler: Mempergunakan siap yang standar seperti di ¶4b dan
mengandung 5 sampai 100 μ g Mn / 100 mL volume akhir. Bandingkan contoh dan standar
terlihat.
d. Penentuan fotometrik: Mempergunakan satu rangkaian standar dari memasuki ke 1500 μ g
Mn / 100 mL volume akhir. Buat pengukuran fotometrik lagi satu kosong air suling. Tabel
berikut memperlihatkan panjang alur cahaya sesuai dengan berbagai jumlah Mn pada 100 mL
volume akhir:
Tingkat Mn ( μg ) Panjang alur cahaya ( cm )
5 – 200 15
20 – 400 5
50 – 1000 2
100 – 1500 1
Persiapkan satu kurva kalibrasi dari konsentrasi mangan dengan absorbansi dari standar dan
menentukan Mn pada contoh dari kurva. Kalau ada kekeruhan atau warna bertentangan,
membuat koreksi seperti pada ¶ 4e.
e. Koreksi untuk kekeruhan atau warna bertentangan: Hindari filtrasi karena akibat retensi
kemungkinan dari beberapa permanganate pada kertas saring. Kalau perbandingan visuil
dipergunakan, akibat dari kekeruhan hanyalah dapat ditaksir dan tidak ada koreksi dapat
dibuat untuk campuran ion warna. Ketika pengukuran fotometrik dibuat, pergunakan “
pemucatan berikut ” cara, yang juga benar untuk mencampur warna: Secepat bacaan pengukur
cahaya telah dibuat, tambahkan 0.05 mL H2O2 solusi secara langsung ke contoh pada sel optis.
Campuran dan, secepat permanganate mewarnai mempunyai pudar dan tidak ada gelembung
tersisa, membaca lagi. Kurangi absorbansi dengan solusi terkelantang dari absorbansi awal
untuk memperoleh absorbansi sehubungan dengan Mn.
2. Perhitungan
a. Ketika semua contoh asli dikira analisa:
mgMnL
=μg Mn (dalam 100 mL volumeak h ir)
mLconto h
b. Ketika sebagian contoh dicerna (100 volume akhir mL) dikira analisa:
mgMnL
=μgMn /100mLmL contoh
x100
mLbagian
3. Ketepatan dan Penyimpangan
Salah satu contoh sintetik mengandung 120 μ g Mn / l, 500 μ g Al / l, 50 μ g CD / l, 110 μ g
Cr / l, 470 μ g Cu / l, 300 μ g Fe / l, 70 μ g Pb / l, 150 μ g Ag / l, dan 650 μ g Seng / l di air suling
diteliti pada 33 laboratori oleh persulfate kiat, dengan satu simpangan baku relatif dari relatif 26.3%
dan satu kesalahan dari 0%.
Satu contoh sintetik detik, serupa di semua hormat mengecuali untuk 50 μ g Mn / l dan 1000
μ g Cu / l, diteliti pada 17 laboratori oleh persulfate kiat, dengan satu simpangan baku relatif dari
relatif 50.3% dan satu kesalahan dari 7.2%.
KLORIDA
METODA ARGENTOMETRIC MOHR
I.I. PENGERTIAN KLORIDA
Cl- + Ag+ AgCl ( putih )
CrO42- + 2Ag+ Ag2CrO4 ( merah )
Klorida dalam suasana netral diendapkan AgNO3 membentuk AgCl , kelebihan sedikit Ag+
dengan adanya indikator K2CrO4 akan membentuk endapan merah bata pada titik terakhir titrasi.
Klorida berada dalam badan air alam ( air permukaan seperti sungai , danau dsb ) dalam konsentrasi
yang bervariasi , keberadaan klorida biasanya meningkat sebanding peningkatan mineral dalam air.
Daerah dataran tinggi dan pegunungan biasanya memiliki suplay air yang berkadar klorida
rendah.Sedangkan sungai dan air tanah biasanya mengandung klorida cukup bessar. Dilaut /
samudera terdapat residu hasil dari evaporasi parsial dari air tawar yang mengalir kelaut sehingga
kadar kloridanya sangat tinggi.
Klorida berada dalam perairan dengan berbagai cara, kemampuan melarutkan klorida
terlarut berasal dari lapisan tanah atas dan lapisan yang lebih dalam klorida bisa masuk ke dalam
sungai ( air tawar ) karenaa adanya pencampuran air sungai dengan laut ketika banjir atau laut
masuk ke darat karena intensitas air laut. Disamping itu buangan manusia misalnya urine ,
mengandung klorida yang cukup besar sebanding dengan konsumsi klorida yang terkandung dalam
makanan dan air minum. Beberapa industri juga berperan meningkatkan kadar kloridda karenba
limbah yang dihasilkan.
Klorida dalam konsentrasi yang wajar tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. Pada
konsentrasi sekitar 250 mg/l keberadaanya rasa asin pada air yang sifatnya relatif / objektif pada
setiap orang .Karena klorida biasanya dibatasi tidak boleh lebih dari 250 mg/l dalam penyediaaan air
minum di beberapa wilayah sumber air yang menyuplai kebutuhan air berbagai keperluaan bisa
mencapai 2000 mg/l konsentrasi klorida tidak ada efek yang berarti , maka mereka beradaptasi
dengan kondisi.
I.2 METODE ARGENTOMETRIC MOHR
Penentuan kadar klorida ada beberapa cara metode salah satu yang sering digunakan adalah
metode Mohr ( Argentometri ). Metode Mohr menggunakan larutan perak nitrat untuk titrasi
menurut standar dan methods direkomendasikan larrutan perak nitrat 0.0141 N (tiap mililiter
sebanding dengan 0.5 mg ion klorida ). Larutan perak nitrat bisa distandakan lagi memakai standar
larutan klorida yang disiapakn dari sodium klorida murni .Dalam titrasi ion klorida ditambahkan
dalam bentuk perak klorida.
Ag+ + Cl- AgCl ( Ksp = 3 x 10-10 )
Titik akhir titrasi tidak bisa dideteksi dengan mata biasa tapi harus dengan indikator yang bisa
menunjukkan bahwa Ag+ ada dalam larutan indikator yang biasanya dipakai adalah potasium kromat
yang mensuplai ion kromat
Ag- + CrO42- Ag2CrO4 ( Ksp = 5 x 10-12 )
Beberapa perlakuan perlu dilakukan dalam penentuan kadar agar hasilnya akurat yaitu:
Dengan sampel yang dianalisa harus dalam jumlah yang seragam sekitar 100 ml sehingga
konsentrasi ion yang dibutuhkan untuk indikator titik akhir titrasi cukup konstan.
Ph harus normal atau berada diantara 7 sampai 8 karena Ag+ ditambahkan dalam bentuk Ag
pada Ph tinggi dan CrO42- dikonversi menjadi Cr2O7
2- pada Ph rendah.
Besarnya/jumlah indikator yang ditambahkan harus diketahui untuk memastikan
konsentrasi dari CrO42- bila tidak AgCrO4 akan terbentuk terlalu cepat atau sangat lamban.
BAB II
PROSEDUR KERJA
2. I. ALAT DAN BAHAN
2.I.I Alat:
Labu Erlenmeyer
Pipet tetes
Buret
2.I.2 Bahan:
Sampel air
Larutan HNO3 10 %
Larutan K2Cr2O4 5 %
Larutan AgNO3 0,1 N
1 gram MgO
2.2. CARA KERJA
Memasukkan 100 ml sampel air ke dalam labu erlenmeyer.
Menambahkan 3 – 4 tetes HNO3 10 %.
Menambahkan 0.5 ml K2Cr2O4 5 %.
Menambahkan sedikit demi sedikit serbuk MgO sambil dikocok hingga warna cairan
berwarna kuning kehijauan ( 1 gr MgO ).
Menitrasi dengan larutan AgNO3 0,01 N sampai terjadi endapan merah bata.
METODE ANALISA NILAI PERMANGANAT
A. Dasar TeoriPermanganat adalah garam yang mengandung ion MnO4 sebagai kation,
biasanya kalium, berwarna ungu tua, untuk desinfektan. Nilai permanganate adalah
jumlah miligram kalium permanganat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi organik
dalam 1000 mL air pada kondisi mendidih. Permanganat digunakan hanya untuk
sampel yang mengandung besi. Ukuran konsentrasi besi sampai beberapa ratus mg/L
sebagai kandungan asam dalam air, mungkin dengan penambahan 1 mL Potasium
Fluoride ( KF ) dan azide, yang dilakukan pada akhir titrasi yang dibuat segera setelah
pengasaman.
Prosedur ini tidak aktif untuk oksidasi sulfite, thiosulfate, polythionate atau
bahan organic dalam limbah. Kesalahan dengan sampel yang mengandung 0,25% dari
volume limbah pabrik kertas ( sulfite pulp ) boleh terjadi hanya dengan jumlah antara
7 sampai 8 mg DO/L.
B. Bahan
Larutan Mangan Sulfat
Reagen Alkali Iodida Azide
Asam Sulfat ( H2SO4 )
Standard Sodium thiosulfate
Larutan standard potassium bi-iodate
Larutan potassium fluoride
Larutan potassium permanganate
Larutan potassium oksalat
C. Alat
Buret
Erlenmeyer
Pipet Ukur ( 0,5 dan 5 mL )
Botol Winkler
D. Prosedur
a. Ambil sampel 250-300 mL dalam botol, tambahkan 0,7 mL H2SO4 , 1 mL larutan
KMnO4 dan 1 mL larutan potassium klorida. Campurkan ketiga larutn tersebut.
Sebagai catatan untuk langkah pertama jangan menambahkan lebih dari 0,7 mL
larutan H2SO4. Kemudian tambahkan secukupnya larutan KMnO4 sampai
berwarna ungu kira-kira 5 menit.
Jika warna permanganate rusak dalam waktu singkat tambahkan larutan KMnO4,
tetapi tidak berlebihan.
b. Merubah warna permanganate dengan menambahkan 0,5-1 mL larutan K2C2O4
kemudian dicampurkan. Letakkan dalam tempat gelap agar reaksi berjalan dengan
baik. Kelebihan oksalat menyebabkan hasil yang rendah, maka ditambahkan
secukupnya larutan K2C2O4 ( tidak lebih dari 0,5 mL ) untuk menghilangkan
warna secara sempurna. Warna akan hilang dalam waktu 2-10 menit.
c. Penambahan 1 mL larutan MnSO4 dan 3 mL reagen alkali iodide azide dan
biarkan sampai mengendap. Pengasaman 2mL konsentrasi H2SO4, ketika 0,7 mL
asam, 1 mL larutan KF, 1 mL larutan KMnO4, 1 mL larutan K2C2O4, 1mL larutan
MnSO4, dan 3 mL alkali iodide azide ( atau total dari reagen adalah 7,7 mL ) yang
dimasukkan ke dalam botol berukuran 300 mL, diambil 200x300/(300-
7,7)=205mL untuk titrasi.
Perhitungan ulang ini memiliki tingkat kesalahan yang kecil dikarenakan larutan
KMnO4 hampir jenuh karena DO dan 4 mL ini akan ditambahkan 0,008 mg
oksigen ke botol BOD. Bagaimana pun juga, presisi untuk metode ini ( standar
deviasi 0,06 mL titrasi thiosulfat atau 0,012 mg DO ). 50% lebih besar dari
kesalahan tersebut, maka dari itu penghitungan ulang tidak dibutuhkan. Ketika
penambahan larutan KMnO4 digunakan secara rutin maka kita gunakan larutan
yang lebih pekat sehingga 1 mL akan mencukupi yang dibutuhkan oleh
permanganate.
ANALISA KESADAHAN TOTAL (Ca2+ +Mg2+)
1. DASAR TEORI
1.1 Definisi
Kesadahan total yaitu jumlah ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang dapat ditentukan
melalui titrasi dengan EDTA sebagai titran dan menggunakan indikator yang peka
terhadap semua kation tersebut. Kesadahan total tersebut dapat juga ditentukan
dengan menjumlah ion Ca2+ dan ion Mg2+ yang dianalisa secara terpisah misalnya
dengan metoda AAS ( Atomic Absorption Spectrophotometry) yang tidak akan
diuraikan disini karena mahalnya peralatan.
Kesadahan kalsium dan magnesium disebabkan oleh jumlah alkali yang
berlimpah dalam air alami. Penting bagi kita untuk mengetahui jumlah kesadahan
kalsium dan magnesium di dalam air. Misalnya, kita perlu mengetahui kesadahan
magnesium atau jumlah Mg2+ dalam air untuk mengkalkulasi jumlah kapur yang
dibutuhkan saat kita akan melakukan proses pelunakan menggunakankapur/ soda api.
Kesadahan kalsium dan magnesium dapat dihitung dengan rumus:
Kesadahan CaCo3 ¿ X2+¿× 50
Ar¿
Saat penghitungan, kemungkinan salah satu data tidak tersedia. Hal ini dapat
diatasi dengan beberapa metode analisis yang memungkinkan pengukuran kesadahan
kalsium dan magnesium secara terpisah. Apabila kesadahan kalsium telah diketahui,
nilai kesadahan magnesium dapat dihitung dengan mengurangi angka kesadahan total
dengan kesadahan kalsium.
Kesadahan total – kesadahan kalsium = kesadahan magesium
Hasil dari penghitungan ini termasuk cukup akurat karena pada dasarnya,
kesadahan yang terdapat dalam air terdiri dari dua kation ini, kalsium dan magnesium.
(Sawyer, McCarty, Parkin, 2003)
Sumber dan Penyebab Kesadahan
Kesadahan disebabkan oleh kation logam multivalensi. Beberapa ion bisa
bereaksi dengan sabun untuk membentuk presipitasi dan bereaksi dengan anion
kemudian membentuk skala. Kation utama yang menyebabkan kesadahan adalah
divalen-divalen seperti kalsium, magnesium, stronsium, ferum dan mangan.
Alumunium dan ferit terkadang juga dianggap sebagai sumber kesadahan. Namun,
nilai kelarutan keduanya sangat terbatas dalam pH air alami sehingga konsentrasinya
dapat diabaikan. Kesadahan air biasanya disebabkan oleh kontak antara tanah dan
batuan. Pada umumnya, air sadah berada di wilayah yang memiliki lapisan
permukaan tanah yang tebal dan memiliki formasi batu kapur.
Manfaat Kesadahan Terhadap Kesehatan
Air sadah sebenarnya dapat dikonsumsi oleh masyarakat sebaik air yang tidak
mengandung kesadahan. Bahkan, terdapat beberapa bukti bahwa kalsium dan
magnesium dapat mencegah penyakit jantung. Namun untuk kebutuhan cuci pada
rumah tangga, penggunaan air sadah kurang memuaskan karena reaksinya dengan
sabun yang merugikan.
1.2 Prinsip analisa.
Eriochrome Black T (Eriokrom Hiram T) adalah sejenis indikator yang
berwarna merah muda bila berada dalam larutan yang mengandung ion kalsiun dan
ion magnesium dengan pH 10 ,0 ± 0,1.
Sejenis molekul lain yaitu asam etilendiamintetraesetat dan garam-garam
natriumnya (EDTA), dapat membuat pasangan kimiawi ( chelated complex )
dengan ion-ion kesadahan dan beberapa jenis ion lain. Pasangan tersebut lebih kuat
daripada hubungan antara indikator dengan ion-ion kesadahan. Oleh karena itu pada
pH 10,larutan akan berubah menjadi biru yaitu disaat jumlah molekul EDTA
yang ditambahkan sebagai titran, sama (ekuivalen) dengan jumlah ion kesadahan
dalam sampel, dan molekul indikator terlepas dari ion kesadahan.
Perubahan semakin jelas bila pH tinggi, namun pH yang tinggi dapat
menyebabkan ion-ion kesadahan hilang dari larutan, karena terjadi pengendapan
Mg(OH)2 dan CaC03. Pada pH > 9,CaCO3 sudah mulai terbenruk sehingga titrasi
hares selesai dalam waktu 5 menit. Pembentukan Mg(OH)2 pada sampel air alam. (air
sungai, air tanah) belum terjadi pada pH 10.
1.3. Gangguan
Selain dari Ca 2+dan Mg2+ beberapa kation seperti Al3+, Fe3+dan
Fe2+,Mn2+ dan sebagainya juga bergabung dengan EDTA. Tetapi untuk air
leding,air sungai atau danau, konsentrasi ion-ion ini cukup rendah (konsen rang
dari beberapa mg/l) dan tidak mengganggu. Namun kadang-kadang air tanah dan air
buangan industri mengandung konsentrasi ion-ion tersebut lebih dari beberapa mg/I
di mana dalam kasus ini sesuatu inhibitor harus digunakan untuk menghilangkan
gangguan tersebut.
Kekeruhan juga mengurangi jelasnya warna sehingga sampel yang terlalu
keruh harus disaring dahulu. Pengendapan CaCO3 harus dicegah karena akan
mengurangi kadar kesadahan terlarut. Kalau kadar Ca2+ terlalu tinggi endapan
dapat muncul dalam waktu titrasi 5 menit, sehingga sampel harus diencerkan. Cara
lain adalah dengan pembubuhan asam terlebih dahulu serta pengadukan supaya
semua CO2 lenyap keudara untuk sementara dan pembenrukan CO3
2- pada pH 10
dihindarkan. Tambahan asam sampai pH larutan menjadi ± 3 ( cek dengan kertas
pH ) ; aduk 5 sampai 10 menit, kemudian tambahkan bufer untuk mengubah pH
menjadi 10,0 ± 0, 1. Cara seperti ini juga dapat dilakukan pada sampel dengan kadar
Ca2+ rendah, untuk mengurangi risiko gangguan.
1.4. Ketelitian.
Penyimpangan baku yang relatif adalah sekitar 2%, untuk seorang laboran
yang berpengalaman dan teliti. Sampel yang telah diencerkan dapat mempunyai
penyimpangan lebih tinggi karena kesalahan sistematis buret akan dikalikan
dengan faktor pengenceran. Aletoda melalui titrasi dengan EDTA ini dapat
menganalisa sekecil 5 mg/, kesadahan sebagai CaCO3; untuk kadar < 5 mg/l.
1.5. Pengawetan sampel.
Ion Ca2+ dan Mg2+ tidak hilang selama pengawetan hanya dapat mengendap
sebagai CaCO3 dan Mg(OH)2 kalau pH terlalu tinggi ( >9 ). Bila sampel harus
disimpan lebih dari 2 hari, lebih baik diasamkan sampai pH ≤ 5 dahulu atau
diasamkan 1 jam sebelum analisa supaya semua endapan CaCO 3 dan lain-lain
terlarut kembali.
2. PROSEDUR
2.1. Alat-alat.
a. Labu takar 250 ml ( untuk larutan bufer );
b. Botol plastik 250 ml ( untuk menyimoan larutan bufer );
c. Karel penghisap ( untuk larutan bufer dan HCl );
d, 2 labu takar 1 1 ( untuk larutan EDTA dan standard Ca2+);,
e. Botol plastik 11 ( untuk larutan EDTA );
f. Erlenmeyer 500 ml (untuk standard Ca2+ ); erlenmeyer 250 ml (untuk menyiapkan
sampel);
g. Corong ( untuk standard Ca2+)
h. Gelas ukur 100 ml ( untuk 1 + 1 HCI );
i. Pembakar bunsen atau pemanas listrik lengkap ( untuk standard Ca2+ );
j. Buret 25 atau 50 ml ( untuk titrasi dengan EDTA );
k. Pipet : 100 ml, 50 ml, 25 ml, 20 ml, 2 ml, 1 ml
l. Beker 100 ml bentuk tinggi ( untuk titrasi );
m.Mortir( untuk membuat bubuk indikator );
n. Botol tUtup kaca ( untuk menyimpan indikator ).
2.2. Reagen.
a. Larutan bufer pH 10,0 ± 0,1
.Larutkan 1,179 g garam di-natrium EDTA (dihidrat) p.a.* dan 780 mg MgSO4.7H20
(magnesium sulfas) atau 644 MgC12.6H20 (magnesium klorida) dalam ± 50 ml air
suling. Tambahkan larutan ini pada 16,9 g NH4C1 dan 143 ml NH40H pekat yang
sudah berada dalam labu takar 250 ml, kocok dan encerkan sampai menjadi 250 ml
dengan air suling. Simpanlah larutan bufer ini di dalam botol plastik; tutuplah dengan
balk agar NH3 (amoniak) tidak dapat keluar dan CO2 (karbon dioksida) tidak
dapat masuk. Larutan ini tahan selama I bulan. Pipet dengan karet penghisap selalu
digunakan untuk memindahkan 1 atau 2 m.1 larutan bufer ke dalam sampel
b. Larutan standard EDTA (titran) 0,01 M :
Larutkan 3,723 g gram di-natrium EDTA (dihidrat) p.a. dalam air suling dan
encerkan dalam labu takar sampai menjadi 1 1. Dengan demikian 1 ml larutan EDTA
sesuai dengan 1 mg kesadahan yang dinvatakan sebagai CaCO3. Larutan EDTA
ini sebaiknya disimpan di botol plastik karcna EDTA dapat melarutkan ion-ion
Ca2+ dan A13+ pada dinding kaca biasa. Larutan EDTA harus distandardkan
dengan larutan standard primer Ca2+. Perlu diperhatikan bahwa larutan EDTA ini
dapat menua.
c. Larutan standard primer Ca 2+.
Tuangkan I g CaCO3 tanpa hidrat p.a. **ke dalam gelas erlenmeyer 500 ml
Melalui corong yang ditempatkan di atas gelas erlenmeyer tuangkan sedikit demi
sedikit larutan 1 + 1 HCI (yaitu larutan yang terdiri dari setengah bagian HCI pekat
dan setengah bagian air suling yang telah dibuat lebih dahulu dalam gelas pengukur
100 ml). Tambahkan 200 ml air suling dan didihkan larutan tersebut di atas
pembakar bunsen selama beberapa menit supaya semua CO2 hilang, dinginkan
sebelum menambahkan beberapa tetes indikator metil merah. Bila warna kuning
muncul (pH > 6) tambahkan1 + 1 HCl sampai warna menjadi oranye. Bila warna
merah muncul (pH < 4) tambahkan 1 + 1 NH4 OH juga sampai warna menjadi
oranye. Warna orange menunjukkan pH larutan ± 5. Kadar larutan standard primer
Ca2+ tersebut adalah 400,44 mg Ca2+
d. Indikator campuran Eriochrome Black T dan NaCl
Campurkan 200 mg celupan Eriochrome Black T dengan 100 g NaCl ke mudian
giling dalam mortir sampai menjadi bubuk harus. Simpan dalam botol kaca
tertutup dengan balk. Dengan demikian dapat bertahan sampai lebih dari 1 tahun.
Bila berupa larutan, Indikator tidak sestabil.
2.3 Cara kerja.
1. Dalam gelas erlenmeyer 250 ml, tuangkan sampel sebanyak kurang lebih
30 ml ( kalau perlu larutan sampel sudah diencerkan ) yang akan memerlu-
kan antara 3 sampai 15 ml titran EDTA. Dengan perkataan lain, sampel 30
ml ini harus mengandung sekitar 3 sampai 15 mg/1 kesadahan sebagai
CaCO3. Tambahkan beberapa tetes HCI pekat sampai pH menjadi ± 3
( cek dengan kertas pH ) dan kocoklah selama beberapa menit supaya CO 2
terlarut lenyap ke udara.
2. Ambil sampel dari butir 1 di atas sebanyak 25 ml dan encerkan menjadi 50
ml dalam beker 100 ml bentuk tinggi. Tambahkan 1 sampai 2 ml larutan
bufer biasanya 1 ml sudah cukup untuk memberi nilai pH yang tetap yaitu
10 ±0,1. Tambahkan ± 0,15g bubuk campuran NaCl dan Eriochrome Black
T. Kemudian titrasikan dengan larutan EDTA. Titrasi harus dilakukan cukup
pelan dengan waktu tunggu beberapa detik antara dua penambahan titran,
namun titrasi harus selesai dalam waktu 5 menit di saat warna merah hilang
sama sekali menjadi biru. Selama titrasi larutan sampel harus diaduk
misalnya dengan pengaduk magnetis.
3. Untuk mendapatkan hasil yang teliti, maka harus dibuat duplikat setiap
analisa.
3. PERHITUNGAN
Kesadahan (sebagai mg CaCO3/l) ¿A × 1,0009 ×1000 × f
B
¿1,0009 ×AB
× f
dimana A = ml titran EDTA,
B = ml sampel (sebelum diencerkan),
1,0009= ekuivalensi antara 1 ml EDTA 0,01 M dan 1 mg kesadahan sebagai
CaCO3,
F = faktor perbedaan antara kadar larutan EDTA 0,01 M menurut
standardisasi dengan CaCO,( f ≤ 1 ).
Atau : Kesadahan (mmol/t)¿A × 0,01 ×1000 × f
B
Catatan : bagi Ca2+ dan Mg2 + berlaku 50 mg/l, sebagai CaCO3 ≡1 mek/L
ANALISIS KALSIUM
Dasar Teori dan tinjauan pustaka
Keberadaan kalsium dalam suplai air berasal dari batuan gypsum, dolomite dan limestone. Kadar
kalsium bervariasi mulai dari nol sampai beberapa ratus mg/L, bergantung pari sumber dan kondisi
airnya. Kalsium karbonat dalam konsentrasi kecil dapat mencegah korosi pada pipa besi dengan
membentuk lapisan pelindung yang melapisi pipa tersebut. Sebagian besar kekeruhan air
dikarenakan konsentrasi kalsium. Beberapa metode yang digunakan untuk mengurangi kadar
kalsium dan materi pengeruh lainnya antara lain elektrodialisis, reverse osmosis, atau pertukaran
ion.
Pengawetan sample
Ion Ca2+ tidak hilang selama pengawetan hanya dapat mengendap sebagai CaCo3, kalau pH terlalu
tinggi lebih dari 9. Kalau sampel harus disimpan lebih dari 2 hari lebih baik diasamkan sampai pH ≤ 5
dahulu atau diasamkan 1 jam sebelum analisa supaya endapan CaCo3 dan larutan lain terlarut
kembali.
Metode penyerapan atom sering digunakan untuk menentukan kadar kalsium. Titrasi EDTA
(ethylenediaminetetracetic) digunakan untuk aplikasi kontrol dan rutin.
Alat dan Bahan
Bahan : 1. NaOH, 1N
2. Sodium Hidroksida, 1N
Alat : 1. Indikator Murexide (ammonium Purpurate)
2. Indikator Eriochrome blue black R
3. Titran standar EDTA, 0,01 M
4. Karet penghisap
5. Labu takar 1 liter
6. Botol plastik 1 liter
7. Erlenmeyer 500 ml dan 250 ml
8. Corong
9. Gelas ukur 100 ml
10. Pembakar bunsen atau pemanas listrik lengkap
11. Buret 25 ml atau 50 ml
12. Pipet 100 ml, 50 ml, 25 ml, 20 ml, 2 ml, dan 1 ml
13. Bekker 100 ml bentuk tinggi
14. Mortir
15. Botol tutup kaca
Cara Kerja
1. Pretreatment pada sampel air polutan dan air buangan.
Titrasi dilakukan segera setelah penambahan alkali dan indicator, hal ini disebabkan karena
kadar pH yang tinggi yang digunakan dalam prosedur. Sample yang digunakan bervolume
50.0 ml atau mendekati 50 ml agar kadar kalsium di dalamnya berkisar antara 5-10 mg.
Dalam analisa kesadahan air bila kadar alkaliniti lebih dari 300 mg/l CaCO3 maka harus
diasamkan sampai pH ± 3. Atau dinetralisir dengan asam, lalu dididihkan selama 1 menit dan
didinginkan sebelum titrasi dimulai.
2. Sebelum titrasi dimulai tambahkan pula 2,0 ml larutan NaOH 1 N atau jumlah lain yang
cukup untuk mengubah pH sampel menjadi 12-13 kemudian dicek dengan kertas pH.
3. Tambahkan 0,1-0,2 g indikator campuran dengan menggunakan ujung sendok reagen.
4. Titrasikan dengan larutan EDTA tetes demi tetes, diaduk terus dengan menggunakan
pengaduk magnetis sampai titik ekuivalensi tercapai di saat warna larutan sampel berubah.
Bila memakai indikator Murexid campuran, perlu penambahan sedikit indikator, sesudah
titik ekuivalensi tercapai untuk mencek apakah warna sudah tidak berubah lagi.
Perubahan warna indikator adalah sebagai berikut :
Calcon : Bila bergabung dengan Ca2+ berwarna merah, lepas dari Ca2+ warna
berubah selama tambahan EDTA menjadi ungu dahulu kemudian biru tanpa sisa
merah atau ungu.
Murexid : Bila digabung dengan Ca2+ berwarna merah muda, lepas dari Ca2+ warna
berubah menjadi ungu
5. Untuk mendapatkan hasil yang teliti, maka harus dibuat duplikat untuk setiap analisa.
Perhitungan
Konsentrasi Ca2+ sebagai mg CaCo3 per liter =
Ax 1000 ,9 xfB
Atau : konsentrasi Ca2+ sebagai mg/l =
Ax 400 , 8 xfB
Dimana : A = ml titran EDTA yang digunakan ,
B = ml sampel (sebelum diencerkan)
f = faktor perbedaan antara kadar larutan EDTA 0,01 M menurut standardisasi dengan
CaCO3 (f ≤1).
Juga berlaku : 5 O mg /l sebagai CaCO3 ≡ 1 mek Ca2+/l
DISINFEKTAN ATAU KLOR AKTIF (SISA KLOR)
DENGAN METODE IODOMETRI
A. DASAR TEORI
A.1. Desinfektan
Disinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga
untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.
Desinfeksi dapat dilakukan melalui beberapa cara, namun cara yang umum digunakan
antara lain sebagai berikut ini :
1. Pemanasan
Air dipanaskan / dididihkan selama ( 15 – 20 ) menit . Dengan pendidihan ini ,
bakteri patogen dapat mati ,dengan demikian air menjadi sehat. Metoda ini umum di
terapkan secara individual.
2. Pembubuh Kimia ( Desinfektan kimia )
Proses desinfeksi dengan metode ini adalah dengan mencampurkan suatu zat kimia
( desinfektan ) ke dalam air kemudian membiarkan dalam waktu yang cukup untuk
memberikan kesempatan kepada desinfektan untuk berkontak dengan bakteri .
Bahan yang dipergunakan dalam proses desinfeksi disebut desinfektan .
Syarat – syarat Desinfektan :
1. Dapat mematikan semua jenis organisme patogen dalam air.
2. Dapat membunuh kuman yang dimaksud dalam waktu singkat.
3. Ekonomis dan dapat dilaksanakan dengan mudah dalam operasinya.
4. Air tidak boleh menjadi toksik setelah disinfeksi.
5. Dosis diperhitungkan agar memiliki residu atau cadangan untuk mengatasi adanya
kontaminasi di dalam air.
Senyawa Klor dapat mematikan mikrorganisme dalam air. Karena oksigen yang
terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting
dari sel bakteri sehingga menjadi rusak.
Bermacam-macam zat kimia seperti ozon (O3), klor (Cl2), klor dioksida (ClO2) dan
proses fisik seperti penyinaran dengan ultraviolet, pemanasan, dan lain-lain, digunakan untuk
disinfeksi air. Dari bermacam-macam zat kimia yang disebutkan di atas, klor adalah zat kimia
yang sering dipakai karena harganya murah dan masih mempunyai daya disinfeksi sampai
beberapa jam setelah pembubuhannya (residu klor).
Selain dapat membasmi bakteri dan mikroorganisme seperti amoeba, ganggang, dan
lain-lain, klor dapat mengoksidasi ion-ion logam seperti Fe2+, Mn2+, menjadi Fe3+, Mn4+, dan
memecah molekul organis seperti warna. Selama proses tersebut, klor sendiri direduksi
sampai menjadi klorida (Cl-) yang tidak mempunyai daya disinfeksi. Di samping ini klor juga
bereaksi dengan amoniak.
Klor berasal dari gas klor Cl2, NaOCl, Ca (OCl)2 (kaporit) atau larutan HOCl (asam
hipoklorit). Breakpoint chlorination (klorinasi titik retak) adalah jumlah klor yang dibutuhkan
sehingga :
a. Semua zat yang dapat dioksidasi teroksidasi
b. Amoniak hilang sebagai gas N2
c. Masih ada residu klor aktif terlarut yang konsentrasinya dianggap perlu untuk pembasmian
kuman-kuman
Untuk setiap unsure klor aktif seperti klor tersedia bebas dan klor tersedia terikat
tersedia analisa-analisa khusus. Namun untuk praktikum biasa hanya klor aktif (residu)
ditentukan melalui suatu analisa ; klor tersedia bebas dan klor tersedia terikat didapatkan
melalui grafik klorinasi breakpoint. Klor aktif dapat dianalisa melalui titrasi iodometris atau
melalui titrasi kolorimetris dengan DPD. Analisa idiometris agak sederhana dan murah tetapi
tidak sepeka metode DPD.
Teori lain menyatakan bahwa proses pembunuhan bakteri oleh senyawa klor itu selain
oksigen bebas juga disebabkan oleh pengaruh langsung senyawa klor bereaksi dengan
protoplasma.
Beberapa percobaan juga menyebutkan bahwa kematian mikroorganisme disebabkan
reaksi kima antara asam hipochlorus dengan enzim pada sel bakteri sehingga metabolismenya
terganggu.
Faktor yang mempengaruhi efisensi desinfeksi adalah :
- waktu kontak
- Konsentrasi desinfektan
- Jumlah mikroorganisma
- pH
- Adanya senyawa lain dalam air.
Senyawa klor yang sering digunakan untuk proses desinfeksi adalah Hipoklorit dari
kalsium dan natrium. Kloramin, Klordioksida, dan senya komplek dari klor.
A.2. Klor aktif (sisa klor) dengan metode iodometri
Klor aktif akan membebaskan iodine I2 dari larutan kaliumiodida KI jika pH < 8
(terbaik adalah pH < 3 atau 4), sesuai reaksi i dan ii. Sebagai indicator digunakan kanji yang
merubah warna sesuai larutan yang mengandung iodine menjadi biru. Untuk menentukan
jumlah klor aktif, iodine yang telah dibebaskan oleh klor aktif tersebut dititrasikan dengan
larutan standar natriumtiosulfat, sesuai rekasi iii. Titik akhir titrasi dinyatakan dengan
hilangnya warna biru dari larutan. Asam asetik HAs (CH3COOH) harus digunakan untuk
menurunkan pH larutan sampai 3 atau 4.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam analisa ini adalah :
I. OCl- + 2 KI + 2 HAs → I2 + 2 KAs + Cl- + 2 H2O
II. NH2Cl + 2 KI + 2 HAs I2 + KAs + KCl + NH4As
III. I2 + kanji warna biru
IV. I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
Dengan demikian hubungan antara jumlah klor dan jumlah titran adalah sebagai berikut
:
klor reaksi1→
= ❑Klor aktif reaksi i→
I2 biru hilang→
Na2 S2 O2
Cl−¿(tidak aktif )¿
KI → sisa KL
A.3. Gangguan
Gangguan pada analisa klor aktif terutama disebabkan oleh ion logam yang teroksidasi
seperti Mn4+, Fe3+, dan sebagainya. Juga oleh zat-zat pereduksi seperti S2- (sulfide), NO2-
(nitrit), dan sebagainya.
A.4. Ketelitian
Batas kepekaan adalah kira-kira 20 µg Cl2 / l. Batas deteksi (konsentrasi terendah)
adalah 0,5 mg Cl2 / l. Hasil selalu sebagai mg Cl2 / l, walaupun juga termasuk unsur-unsur
klor aktif yang lain.
A.5. Pengawetan sampel
Klor tidak stabil bila terlarut dalam air, dan kadarnya akan turun dengan cepat. Sinar
matahari atau lampu, dan pengocokan sampel akan mempercepat penurunannya. Oleh karena
itu analisa klor aktif harus dilakukan paling lambat 2 jam setelah pengambilan sampel.
Larutan dengan kadar klor yang lebih tinggi adalah lebih stabil, tetapi sebaiknya
disimpan di tempat gelap atau di botol kaca coklat.
B. BAHAN DAN ALAT PERCOBAAN
B.1. Alat-alat
a. 1 buret 25 ml : 1 mikrobiuret (untuk standarisasi dan titrasi klor)
b. 2 labu takar 1 l ; 1 labu takar 0,5 l (untuk larutan standar)
c. 2 beker 0,2 l, 0,5 l, dan 1 l; 1 gelas ukur 1 l (untuk pembuatan indicator dan keperluan
titrasi)
d. 1 pipet 50 ml, 20 ml, 5 ml, 1 ml; 2 pipet 10 ml
e. mortir; botol kaca coklat; botol peniris (untuk indikator)
f. kertas pH
g. batang pengaduk kaca; karet penghisap; pengaduk magnetis serta magnetnya
B.2. Reagen
a. asam asetik (glacial) yang pekat.
b. kalium iodida KI Kristal (hablur)
c. standar natrium tiosulfat Na2S2O3 0,1 N
gunakan labu takar 1 liter untuk melarutkan 25 g Na2S2O3. 5 H2O; isi dengan air suling
sampai volume menjadi 1 liter, lalu tambahkan beberapa ml kloroform CHCl3 supaya larutan
stabil. Kemudian, awetkan larutan standar tersebut selama minimum 2 minggu sebelum
distandarkan dan dipakai untuk pertama kali.
d. standarisasi larutan Na2S2O3 dengan metode kaliumdikromat (masa pakai larutan
Na2S2O3 adalah 24 jam sebelum perlu standarisasi lagi)
Larutkan 4,904 g K2Cr2O7 (tanpa H2O, yang sudah dikeringkan pada suhu 1050C
selama 2 jam) dalam 1 liter air suling. Larutan ini adalah larutan 0,10 N K2Cr2O7.
simpan larutan ini dalam botol kaca dengan tutup kaca.
Siapkan kurang lebih 80 ml air suling dalam beker 0,2 liter kemudian tambahkan 1 ml
H2SO4 pekat, 0,10 N K2Cr2O7 di atas dan lebih kurang 1 g KI, aduklah terus sambil
menunggu selama 6 menit.
Titrasikan larutan tersebut dengan 0,1 N Na2S2O3 sampai warna kuning hamper habis
(iodide telah dibebaskan).
Tambahkan 1 ml larutan kanji, kemudian teruskan titrasi sampai warna biru hilang
pertama kali (warna biru akan keluar lagi setelah beberapa menit), sehingga :
Normalitas Na2 S2 O3=1
ml Na2 S2 O3 yang dibutu h kan
e. standar natriumtiosulfat 0,010 N dan 0,005 N
dari larutan standar (pokok) natriumtiosulfat 0,1 N di dalam labu takar 0,5 l. 1 ml larutan
titran 0,01 N sesuai dengan 354,5 µg klor sebagi Cl2. Bila kadar klor terlalu rendah untuk
ditentukan dengan larutan 0,010 N maka digunakan standar natriumtiosulfat 0,005 N sebagai
titran.
f. indicator kanji
5 g kanji dengan sedikti air suling digiling dalam mortir. Tuangkan ke dalam 1 l air
suling di dalam beker yang sedang mendidih (sterilisasi). Diamkan semalam agar terjadi
endapan dan supernatant yang akan digunakan bebas dari kekeruhan. Tambahkan 4 g/l seng
klorida (ZnCl) agar awet. Kemudian simpan dalam botol peniris.
C. CARA KERJA
1. Volume sampel dipilih sehingga volum titran yang dibutuhkan kurang dari 20 ml
Na2S2O3 0,010 N. bagi sampel dengan kadar klor 0,5 sampai 10 mg Cl2/l volumenya
diambil 500 ml; sampel dengan kadar klor > 10 mg spasi CL2/l, perlu volum < 500 ml.
2. Tuangkan 5 ml asam asetik (glacial) ke dalam sampel; adukalah agar pH merata dalam
larutan yaitu sekitar pH 3 sampai 4. Cek dengan kertas pH, lalu tambahkan kurang lebih
1 g KI (warna kuning akan tampak). Aduklah terus.
3. Sampel kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,010 atau 0,005 N dengan buret biasa atau
mikroburet (agar lebih teliti) samapai warna kuning hamper hilang ( larutan bebas dari
iodine); tambahkan 1 ml kanji, sampel akan berwarna biru, dan lanjutkan titrasi hingga
warna biru hilang pada titik akhirtitrasi.
4. Pengaruh dari gangguan ditentukan melalui titrasi sebuah larutan blanko. Ke dalam
volume air suling sebanyak sampel di butur 1, tambahkan 5 ml asam asetik, kurang lebih
1 g KI dan 1 ml larutan kanji. Kalau warn abiru keluar, lakukanlah titrasi seperti pada
butir 3. Kalo warna biru tidak muncul, titrasikanlah dengan 0,0282 N larutan iodine
sampai warna biru keluar; lalu titrasikanlah seperti pada butir 3. Kalau dalam kasusu
terkhir volume titran iodine adalah lebih besar daripada volum titran Na2S2O3, mak nilai
B (butir B.3) adalah negative.
5. Agar supaya analisa teliti, duplikst dibuat untuk setiap sampel.
Untuk praktikum
Volum sampel cukup 100 ml titrasi dapat dilakukan langsung di dalam botol reaksi..
Dianggap bahwa dalam larutan blanko tidak ada gangguan sehingga nilai B pada butir C.1
hampir sama nol. Namun cara tersebut kurang teliti untuk maksud riset.
C.1. Perhitungan
Klor aktif sebagai mg Cl2/l =( A−B ) . N .35453
V
Keterangan :
A = ml titran Na2S2O3 untuk sampel
B = ml titran Na2S2O3 untuk blanko (bisa positif atau negatif)
N = normality larutan titran Na2S2O3
V = volume sampel (ml)
BREAKPOINT CHLORINATION (BPC)
Sebelum dikonsumsi, biasanya air baku membutuhkan suatu proses pengolahan air. Sistem
pengolahan air terdiri dari proses koagulasi-flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi. Air yang telah
disaring di unit filtrasi pada prinsipnya sudah memenuhi standar kualitas tetapi untuk keperluan menghindari
kontaminasi air oleh mikroorganisme selama penyimpanan dan pendistribusian perlu dilakukan proses
desinfeksi. Desinfeksi yang umum digunakan adalah dengan cara klorinasi, walaupun ada beberapa cara lain
seperti dengan ozon dan ultra violet (UV) yang jarang digunakan.
Keefektifan desinfektan dalam membunuh mikroorganisme tergantung pada (AWWA, 1997) :
1. Jenis desinfektan yang digunakan
2. Konsentrasi residu desinfektan
3. Waktu dimana air kontak dengan desinfektan
4. Temperatur air
5. pH air, yang mempunyai pengaruh dalam mengnon-aktifkan apabila klorin digunakan.
Sedangkan menurut Al-layla (1980), desinfektan yang digunakan dalam desinfeksi haruslah :
1. Dapat mematikan semua jenis organisme patogen
2. Ekonomis dan dapat dilaksanakan dengan mudah
3. Tidak menyebabkan air menjadi toksik dan berasa
4. Dosis diperhitungkan agar terdapat residu untuk mengatasi adanya kontaminan dalam bakteri.
1. KLORIN
Klor banyak digunakan karena mudah digunakan, murah, daya desinfeksinya tahan lama,
dapat memecah molekul organik. Biasanya Clor dalam bentuk : padatan, cair, dan gas.
Bentuk senyawa klor :
Gas Cl2 : Chlorine
HOCl : asam hipochlorit (paling baik)
OCl - : ion hipoklorit
Senyawa amino
- Monochloramin (NH2Cl)
- Dichloramin (NHCl2)
- Trichloramin (NCl2)
Klorin merupakan senyawa yang paling sering digunakan sebagai desinfektan. Sebagai
oksidan klorin dipakai untuk mengoksidasi Fe dan Mn, menghilangkan rasa, warna dan amonia
nitrogen dalam air. Klorin yang digunakan umumnya berupa gas klorin atau klorin cair atau senyawa
klorin yang terdiri dari CaOCl2 dan Ca(OCl)2. Klorin bereaksi dengan air pada pH 5 dan 6 akan
membentuk hypochlorous dan hydrochloric acids.
Cl2 + H2O HOCl + HCl
HOCl H + Cl-
Ca(OCl)2 + 2H2O Ca++ + H2O + 2OCl=
Senyawa klor dapat mematikan bakteri karena oksigen yang terbebaskan dari senyawa asam
hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting dari sel bakteri sehingga rusak.
2. KLORINASI
Senyawa klor dapat mematikan mikroorganisme dalam air karena oksigen yang
terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting dari sel-
sel bakteri sehingga rusak.
Teori lain menyatakan bahwa proses pembunuhan bakteri oleh senyawa chlor, selain oleh
oksigen bebas juga disebabkan oleh pengaruh langsung senyawa chlor yang bereaksi dengan
protoplasma. Beberapa Percoban menyebutkan bahwa kematian mikroorganisme disebabkan reaksi
kimia antara asam hipoklorus dengan enzim pada sel bakteri sehingga metabolismenya terganggu.
(Darmasetiawan, Martin, 2001)
Faktor yang mempengaruhi efisiensi desinfeksi adalah :
Waktu kontak
Konsentrasi desinfektan
Jumlah mikroorganisme
Temperatur air
PH
Adanya senyawa lain di dalam air
Senyawa klor yang sering digunakan sebagai desinfektan adalah hipoclorit dari kalsium dan natrium,
kloroamin, klor dioksida, dan senyawa komplek dari klor.
Tabel 6.1. Senyawa Desinfektan Klor
Senyawa Mol equivalen klor Persen berat klor
Cl2
CaClOCl
Ca(OCl)2
NH2Cl
NHCl2
HOCl
NaOCl
Cl2
Cl2
2Cl2
Cl2
2Cl2
Cl2
Cl2
100
56
99.2
138
165
135.4
95.4
Senyawa klor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik maupun anorganik tertentu
membentuk senyawa baru. Klorinasi menggunakan gas klor atau garam hipoklorit akan
mengoksidasi ammonia membentuk kloramin lanjutan dan akhirnya membentuk gas nitrogen dan
asam hidroklorik. Reaksi gas klorin dengan air adalah sebagai berikut :
pH > 8
Cl2 + H2O HCl + HOCl H+ + OCl-
pH < 7
asam hypochlorous akan bereaksi dengan ammonia dalam air memproduksi monochloramine
(NH2Cl), dichloramine (NHCl2), dan trichloramine (NCl3). Reaksi ini tergantung pada pH, temperature,
waktu reaksi, dan jumlah klor pada rasio ammonia. Monochloramine dan dichloramine dibentuk
pada pH antara 4,5 sampai 8,5. Pada pH sekitar 8,5, chloramines berbentuk monochloramine, pada
pH dibawah 4,5 berbentuk trichloramine.
Beberapa bagian klor akan tersisa yang disebut sisa klor. Pada mulanya sisa klor merupakan
klor terikat, selanjutnya jika dosis klor ditambah maka sisa klor terikat akan semakin besar, dan pada
suatu ketika tercapai kondisi “break point chlorination”. Penambahan dosis klor setelah titik ini akan
memberi sisa klor yang sebanding dengan penambahan klor.(Darmasetiawan, Martin, 2001).
Breakpoint chlorination terjadi pada pH 7 sampai 8. Reaksi yang terjadi adalah :
Cl2 + H2O HOCl + HCl
NH4+ + HOCl NH2Cl + H2O + H+
2NH2Cl +HOCl N2 + 3HCl + H2O
Dari reaksi di atas diperoleh persamaan reaksi :
3Cl2 + 2NH4 + N2 + 6HCl + 2H+
Keuntungan dicapainya break point yaitu :
Senyawa ammonium teroksidir sempurna
Mematikan bakteri patogen secara sempurna
Mencegah pertumbuhan lumut
Proses klorinasi dapat terjadi sebagai berikut :
a. Penambahan klor pada air yang mengandung senyawa nitrogen akan membentuk senyawa
kloramine yang disebut klor terikat. Pembentukan klor terikat ini bergantung pada pH, pada
pH normal klor terikat (NCl3) tidak akan terbentuk kecuali jika break point telah terlampaui.
NH3 + HOCl NH2Cl + H2O
NH2Cl + HOCl N HCl2 + H2O
NHCl2 + HOCl NCl2 + H2O
b. Pada air yang bebas senyawa organic akan terbentuk klor bebas yaitu asam hipoklorus
(HOCl) dan ion hipoklorit (OCl ), yang berfungsi dalam proses desinfeksi.ˉ
Cl2 + H2O HOCl + H+ + Clˉ
HOCl H+ + OClˉ
Kondisi optimum untuk proses desinfeksi adalah jika hanya terdapat HOCl, adanya OClˉ akan kurang
menguntungkan. Kondisi optimum ini dapat tercapai pada pH < 5.
Dosis klorin yang dibubuhkan harus cukup untuk menghasilkan sisa klor minimum 0,2 mg/l
di akhir distribusi. (Kep Menkes RI No: 907 / MENKES / SK / VII/2002). Sedangkan menurut
Kawamura (1991), dosis pembubuhan klorin berkisar antara 1 – 5 mg/l dengan sisa klorin di reservoir
0,5 mg/l dan di distribusi 0,2 – 0,3 mg/l. Klorinasi dapat dilakukan dengan penambahan kaporit
sebagai sumber klorinnya atau dengan gas Cl2.
Alat dan bahan percobaan
1. Alat
a. 9 botol kaca (dengan tutup) 250 atau 500 ml; tutup sebaiknya dari dan botol
berwarna coklat (sebagai tempat reaksi disinfeksi)
b. Pipet 100 ml, dan bermacam – macam pipet lain sesuai keperluan
c. pH meter atau kertas pH;
d. jam
e. 2 labu takar 1 L (untuk larutan klor dan larutan sampel buatan)
f. Alat – alat yang diperlukan untuk analisa klor aktif
2. Bahan
a. larutan klor 0,840 mol/l CLO-; dapat berasal dari kaporit, NaOCl atau garam lain. Bila
kaporit yang digunakan, larutkan 60 gram Ca(OCl)2 dalam 1 liter air suling (0,120
mol/l).
b. larutan sampel buatan yang mengandung amoniak (untuk sebuah praktikum saja):
ke dalam labu takar 1 liter, tuangkan kira – kira 0,5 L air leding (dianggap tidak
mengandung amoniak), tambahkan 94,38 mg (NH4)2 SO4 / L (kadar amoniak 1,4
mmol NH3/L atau 23,8 mg/l, kemudian isi labu takar sampai 1 liter dengan air leding.
Sebenarnya kadar NH3tersebut agak tinggi dan mencerminkan badan air yang
sangat tercemar. Namun demikian grafik klorinasi menjadi lebih jelas.
Cara kerja
Sampel bias terdiri dari air sungai, air tanah, air leding dan sebagainya yang
komposisinya tidak diketahui. Untuk sebuah praktikum, sampel air segar dapat diganti dengan
sampel buatan dengan komposisinya telah tertentu dengan butir A.2.2.b
1. tuangkan 100 ml sampel masing-masing ke dalam 9 botol kaca
2. taksir jumlah klor yang harus dibubuhkan X (sebagai ClO ) untuk capai breakpoint;
dianggap X tergantung dari kadar NH3 saja : 23,8 mg NH3 atau 1,4 mmol NH3
memerlukan 1,,5 x 1,4 mmol ClO pada pH 7 (reaksi 4 dan 7), yaitu 2,5 ml dari sebuah
larutan 0,42 mol Ca (OCl)2/l atau 0,84 mol OCl/l.
3. tambahkan jumlah klor tersebut ke dalam botol ke-1 sampai ke-7, masing-masing
sebesar 1/5 X,2/5 X,3/5 X, 4/5 X, 5/5 X, 6/5 X, 7/5 X, 8/5 X dan 10/5 X (X adalah
taksiran jumlah klor di atas) kemudian tutuplah ke-7 botol tersebut setelah dikocok.
4. diamkan selama 30 menit dan kemudian tentukan konsentrasi “klor aktif” dari setiap
botol (lihat bagian B atau bagian C Bab ini mengenai analisa klor aktif).
5. gambarkan grafik breakpoint dengan klor aktif (MgCl2/l) vs. mol ClO yang telah
dibubuhkan. Dari percobaan dengan sampel buatan juga dapat digambarkan suatu
grafik breakpoint klor aktif (MgCl2/l) vs. mol ClO/mol NH3 : absis adalah mol ClO dari
Ca(ClO2/mol NH3 dan ordinat adalah klor aktif MgCl2/l.
6. dalam botol ke-8 dan ke-9 yang masing-masing telah berisi 100ml sampel,
tambahkan klor sebanyak yang dibutuhkan untuk mencapai breakpoint (titik retak)
sesuai grafik tadi. Diamkan botol ke-8 dengan waktu kontak 5 menit dan tentukan
konsentrasi “klor aktif”. Untuk botol ke-9 waktu kontak adalah 2 jam sebelum
konsentrasi “klor aktif”. Evaluasikan sekarang pengaruh waktu detensi 5,30 menit
dan 2 jam terhadap breakpoint.
7. bandingkan hasil percobaan laboratorium yang telah dilaksanakan dengan
perhitungan secara teoritis.
METODA IODOMETRI
Alat dan bahan
1. alat
a. 1 buret 25 ml; 1 mikriburet (untuk standardisasi dan titrasi klor)
b. 2 labu takar 1 l; 1 labu takar 0,5 l (untuk larutan standard)
c. 2 beker 0,2 l, 0,5 l, dan 1 l; 1 gelas ukur 1 l (untuk pembuatan indicator dan
keperluan titrasi)
d. 1 pipet 50ml, 20ml, 5ml, 1ml; 2 pipet 10ml;
e. Mortar; botol kaca coklat; botol peniris (untuk indicator)
f. Kertas pH
g. Batang pengaduk kaca, karet penghisap, pengaduk magnetis serta magnetnya
2. bahan
a. asam asetik (glacial) yang pekat
b. kalium iodide Kl kristal (hablur)
c. standard natrium tiosulfat Na2S2O3 0,1 N
gunakan labu takar 1 l untuk melarutkan 25 g Na2S2O3 5H2O; isi dengan air suling
sampai volume menjadi 1 liter, lalu tambahkan beberapa ml kloroform CHCl3 supaya
larutan stabil. Kemudian, awetkan larutan standard tersebut selama minimum 2
minggu sebelum distandardkan dan dipakai untuk pertama kali.
d. standardisasi larutan Na2S2O3 dengan metoda kaliumdikromat (masa pakai larutan
Na2S2O3 adalah 24 jam sebelum perlu standardisasi lagi)
- larutkan 4,904 g K2Cr2O7 (tanpa H2O, yang sudah dikeringkan pada 105 C
selama 2 jam) dalam 1 l air suling. Larutan ini adalah larutan 0,10 N
K2Cr2O7. simpan larutan ini dalam botol kaca dengan tutup kaca
- siapkan 80 ml air suling dalam beker 0,2 l kemudian tambahkan 1 ml
H2SO4 pekat, 10 ml 0,10 N K2Cr2O7 di atas dan lebih kurang 1 g Kl
aduklah terus sambil menunggu selama 6 menit
- titrasikan larutan tersebut dengan 0,1 N Na2S2O3 sampai warna kuning
hamper habis (iodide telah di bebaskan)
- tambahkan 1 ml larutan kanji, kemudian teruskan titrasi sampai warna
biru hilang pertama kali (warna biru akan keluar lagi setelah beberapa
menit)
3. Cara kerja
a. volum sampel dipilih sehingga volum titran yang di butuhkan kurang dari 20 ml
Na2S2O3 0,010 N. bagi sampel dengan kadar klor 0,5 sampai 10 mg Cl2/l volumnya
di ambil 500ml/;sampel dengan kadar klor >10 mg Cl2/l, perlu volum ,500ml.
b. Tuangkan 5 ml asam asetik (glacial) ke dalam sampel;aduklah agar pH merata dalam
larutan yaitu sekitar pH 3 sampai 4. Cek dengan kertas pH,lalu tambahkan + 1 g KI
(warna kuning akan tampak). Aduklah terus.
c. Sampel kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,010 atau 0,005N dengan buret biasa
atau mikroburet (agar lebih teliti) sampai warna kuning hamper hilang (larutan
bebas dari iodin);tambahkan 1 ml kanji, sampel akan berwarna biru, dan lanjutkan
titrasi hingga warna biru hilang pada titik akhir titrasi.
d. Pengaruh dari gangguan ditentukan melalui titrasi sebuah larutan Blanko. Ke dalam
volum air suling sebanyak sampel di butir 1, tambahkan 5 ml asam asetik,+ g KI dan 1
ml larutan kanji. Kalau warna biru keluar, lakukanlah titrasi seperti pada butir 3.
Kalau warna biru tidak muncul, titrasikanlah dengan 0,0282N larutan iodine sampai
warna biru keluar; lalu titrasikanlah seperti pada butir 3. Kalau dalam kasus terakhir
volum titran iodine adalah lebih besar daripada volum titran Na2S2O3, maka nilai B
(butir B.3) adalah negatip.
e. Agar supaya analisa teliti, duplikat dibuat untuk setiap sampel.
Untuk praktikum
Volum sampel cukup 100ml. Titrasi dapat dilakukan langsung di dalam botol
reaksidari butir A.2.3. Dianggap bahwa dalam larutan blanko tidak ada gangguan,
sehingga nilai B pada B.3 hampir sama nol. Namun, cara tersebut kurang teliti untuk
maksud riset.
ZAT PADAT DENGAN METODE GRAVIMETRI
I. PENGERTIAN
Dalam air alam ditemui 2 kelompok zat, yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul
organis, dan zat padat tersuspensi dan koloida, seperti tanah liat, kwarts. Perbedaan kedua
kelompok zat ini ditentukan melalui ukuran / diameter partikel-partikel tersebut.
Perbedaan antara kedua kelompok zat yang ada dalam air alam cukup jelas dalam praktik,
namun kadang-kadang batasan itu tidak dapat dipastikan secara definitip. Dalam kenyataan
suatu molekul organis polimer tetap bersifat zat yang terlarut walaupun panjangnya > 10µm,
sedangkan beberapa jenis zat padat koloid memiliki sifat dapat bereaksi seperti sifat zat-zat
yang terlarut.
Analisa zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-komponen air
secara lengkap, juga untuk perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam
bidang air minum maupun dalam bidang air buangan.
Zat-zat padat yang berada dalam suspensi dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai :
partikel tersuspensi koloidal dan partikel tersuspensi biasa.
Metode analisis gravimetri adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada
pengukuran
berat, yang melibatkan: pembentukan, isolasi dan pengukuran berat dari suatu endapan
PROSEDUR PERCOBAAN
Kinerja Metode Gravimetri
• Relatif lambat
• Memerlukan sedikit peralatan (Neraca dan oven
• Tidak memerlukan kalibrasi ⇒ Hasil didasarkan pada berat molekul
• Akurasi 1-2 bagian per seribu
• Sensitivitas: analit > 1%
• Selektivitas: tidak terlalu spesifik
CARA KERJA
• Penyiapan larutan
• Pengendapan
• Pencernaan
• Penyaringan
• Pencucian
• Pengeringan / pemanggangan
• Penimbangan
• Perhitungan
PENYIAPAN LARUTAN
pH sangat berpengaruh pada kelarutan endapan CaC2O4 insoluble pada pH >
C2O4 membentuk asam lemah pada pH<8-hidroksikuinolin (oksin) mengendapkan sejumlah
besar unsur, tetapi dengan pengontrolan pH, unsur-unsur dapat diendapkan secara selektif
PENGENDAPAN
ENDAPAN YANG DIKEHENDAKI:
1. Mudah disaring dan dibersihkan dari pengotor
2. Memiliki kelarutan cukup rendah sehingga tidak ada analit yang terbuang pada saat
penyaringan dan pencucian
3. Tidak reaktif terhadap udara
4. Setelah dikeringkan atau dibakar, menghasilkan produk yang diketahui komposisinya
AGEN PENGENDAP
Agen pengendap spesifik: bereaksi hanya dengan satu spesi kimia (jarang)
Agen pengendap selektif: bereaksi dengan spesi tertentu
UKURAN PARTIKEL
Endapan yang dapat disaring harus memiliki ukuran partikel yang cukup besar
Von Weimarn menemukan bahwa ukuran partikel endapan berbanding terbalik dengan
kelewat jenuhan relatif dari larutan
Dimana:
Q = konsentrasi spesi
S = kesetimbangan kelarutan
RSS dapat digunakan untuk memperkirakan/ mengontrol endapan yang terbentuk
Jika RSS >> endapan berbentuk koloid
Jika RSS << endapan berbentuk kristalin
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UKURAN ENDAPAN
Untuk memperoleh endapan yang besar
RSS<< SDAN Q
Ssuhu ditingkatkan (pemanasan larutan)
pH rendah
Qpengendapan dari larutan encer, penambahan reagen sedikit demi sedikit disertai
pengadukan
MEKANISME PEMBENTUKAN ENDAPAN
Terbentuknya endapan dimulai dari terbentuknya larutan lewat jenuh (super saturated
solution). Nukleasi, sejumlah partikel (ion, atom atau molekul) membentuk inti mikroskopik
dari fasa padat, semakin tinggi derajat lewat jenuh, semakin besar laju nukleasi. Pembentukan
nukleasi dapat secara langsung atau dengan induksi
Proses pengendapan selanjutnya merupakan kompetisi antara nukleasi dan PARTICLE
GROWTH
PARTICLE GROWTH: Begitu suatu situs nukleasi terbentuk, ion-ion lain tertarik sehingga
membentuk partikel besar yang dapat disaring
Apabila nukleasi yang lebih dominan maka partikel kecil yang banyak, bila particle growth
yang lebih dominan maka partikel besar yang dihasilkan. Jika pengendapan terbentuk pada
RSS relatif besar maka nukleasi merupakan mekanisme utama sehingga endapan yang
dihasilkan berupa partikel kecil
ENDAPAN KOLOID
Contoh:
AgNO3 + NaCl AgCl + NaNO3
AgCl cenderung membentuk endapan koloid
Pada awalnya hanya terdapat sangat sedikit Cl- bebas di dalam larutan disebabkan Ag+
Berlebih Lapisan terluar dari endapan yang mengandung kedua ion cenderung untuk menarik
Ag+ ke lapisan primer
Ukuran koloid dapat ditingkatkan dg pemanasan, pengadukan dan penambahan elektrolit
Proses merubah koloid sehingga dapat disaring disebut koagulasi atau aglomerasi
KOAGULASI
Beberapa koloid bila berkoagulasi, mengangkut turun sejumlah besar air menghasilkan
endapan mirip selai / gel.
Liofilik/hidrofilik/emulsoid: koloid yg mempunyai afinitas kuat terhadap pelarut/air
contoh: Fe(OH)3
liofobik/suspensoid: koloid yg mempunyai afinitas terhadap pelarut/air rendah,
contoh: AgCl
Suspensi koloid stabil karena partikelnya bermuatan sama. Muatan tersebut dihasilkan dari
kation atau anion yang terikat ke permukaan partikel proses yg dinamakan adsorpsi
NaCl ditambahkan pada larutan AgNO3 maka AgCl yang terbentuk bermuatan positip
(adanya ion Ag+ berlebih dalam larutan).
Muatan akan berubah negatip bila NaCl ditambahkan terus ke dalam larutan. Lapisan
adsorpsi primer dan lapisan counter-ion membentuk electric double layer yg menstabilisasi
koloid
Dua pendekatan yang biasa dipakai agar koloid berkoagulasi:
1. Pemanasan disertai pengadukan secara nyata menurunkan jumlah ion yang terabsorb
per partikel mengurangi ukuran lapisan counter ion, shg memudahkan partikel untuk
berdekatan. Pemanasan mengakibatkan berkurangnya jumlah ion yg teradsorpsi
mengurangi double layer
2. Meningkatkan konsentrasi elektrolit larutan senyawa ionik yang tidak mengganggu
dapat ditambahkan ke dalam larutan. Hal ini dapat menetralisasikan partikel.
PENAMBAHAN ELEKTROLIT YG SESUAI AKAN MENGURANGI DOUBLE LAYER
PEPTISASI KOLOID
Proses dimana koloid yg terkoagulasi kembali ke keadaan semula terjadi pada saat
pencucian, elektrolit menghilang, lapisan counter ion membesar (ini merupakan suatu
dilema)
Untuk menghindarinya:
Menggunakan elektrolit volatil
Pencernaan (digestion)
Penuaan (aging)
Garam volatil dapat digunakan semasa pencucian. Hal ini utk menggantikan counter ion
berlebih. Elektrolit akan hilang bersama dengan pengeringan endapan.Sebagai contoh
endapan AgCl dapat dicuci dengan larutan HCl atau asam nitrat. Pengeringan pada suhu
110oC akan menghilangkan HCl.
Pencernaan: pemanasan larutan 1 jam setelah pembentukan endapan. Hal ini membantu untuk
menghilangkan air yang terikat pada endapan
Penuaan : penyimpanan larutan tanpa pemanasan, selama semalam. Hal ini memberi
kesempatan pengotor untuk keluar dari endapan
ENDAPAN KRISTALIN
PADATAN KRISTALIN DAPAT MENINGKAT DENGAN CARA:
1. Meminimasi Q gunakan larutan encer, penambahan reagen perlahan, pengadukan
2. Memaksimalisasi S pemanasan , pengaturan pH
3. Digestion menghasilkan endapan yg lbh murni dan mudah disaring
KOPRESIPITASI
Fenomena dimana senyawa soluble ikut mengendap bersama dengan analit (senyawa
tersebut bukanlah merupakan material yang seharusnya mengendap)
Contoh: H2SO4 ditambahkan pada BaCl2 yang mengandung sedikit nitrat, ternyata endapan
BaSO4 mengandung BaNO3 (nitrat itu dikopresipitasikan bersama dengan sulfatnya)
4 JENIS KOPRESIPITASI: SURFACE ADSORPTION, MIXED CRYSTAL FORMATION
(proses
kesetimbangan), OCCLUSION DAN MECHANICAL ENTRAPMENT (kinetika dari crystal
growth)
SURFACE ADSORPTION
Terjadi apabila ion-ion yang teradsorpsi ditarik ke bawah bersama-sama endapan selama
proses koagulasi sehingga permukaaan endapan mengandung ion-ion yang teradsorpsi.
Keadaan ini sering terjadi pada koloid terkoagulasi (memiliki luas permuakaan yang luas yg
terbuka kepada pelarut). Contohnya pada endapan AgCl, akan mengandung sedikit nirat.
Pada penentuan Cl- terbentuk endapan AgCl (koloid terkoagulasi) terkontaminasi dengan ion
Ag+ bersama dengan NO3 + atau ion lain yang terdapat pada lapisan counter-ion sehingga
AgNO3 ikut mengendap. Untuk menguranginya dg:
1. Digestion memperkecil luas permukaan
2. Pencucian dengan larutan yg mengandung elektrolit volatil, menggantikan elektrolit
nonvolatil.
Contoh pada penentuan Ag+ dengan menambah Cl- dimana spesi teradsorpsi yg
utama adalah Cl-. Penambahan larutan asam akan menggantikan lapisan counter-ion dg
H+, shg kedua ion tsb yg berada pada double layer membentuk HCl yang volatil
3. Represipitasi atau presipitasi ganda. Endapan yang sudah disaring dilarutkan kembali
untuk kemudian diendapkan kembali. Cara ini efektif mengatasi kopresipitasi pada
pengendapan oksida hidrous besi(III) dan alumunium yang terkontaminasi dg kation
logam berat spt Zn Cd dan Mn
MIXED-CRYSTAL FORMATION
Satu dari ion yg terdapat pada kisi kristal dari endapan digantikan dg ion lain yg memiliki
muatan dan ukuran yg hampir sama. Kehadiran ion-ion yang serupa dapat menggantikan
analit yang dikehendaki di dalam kisi kristal selama proses pengendapan. Kedua garam
memiliki golongan kristal yg sama.
Contoh dalam penentuan sulfat sebagai BaSO4 kehadiran ion Pb atau Sr menyebabkan
suatu kristal campur yang mengandung PbSO4atau SrSO4
Contoh lain: MgKPO4 pada endapan MgNH4PO4, SrSO4 pada BaSO4, MnS pada CdS.
Mengatasinya dengan menghilangkan ion
dilakukannya pengendapan atau mengganti agen pengendap yang tidak menghasilkan
pembentukan mixed-crystal
OCCLUSION
Terjadi pada saat pertumbuhan kristal berlangsung cepat, ion
kemungkinan terperangkap di dalam kristal yg tumbuh.
Jika pertumbuhan kristal terlalu cepat, beberapa counter ion tidak memiliki waktu untuk
terlepas dari permukaan.
MECHANICAL ENTRAPMENT
Terjadi karena beberapa kristal yg tumbuh terletak berdekatan sehingga memerangkap
molekul pelarut. Walaupun pelarut dapat dihilangkan dengan pengeringan namun ion yang
terperangkap akan tetap dalam endapan
Oklusi dan mechanical entrapment dapat diminimasi jika kecepatan pertumbuhan kristal
diperlambat kondisi lewat jenuh yg rendah
Juga dg digestion, represipitasi yg tjd pada suhu tinggi membuka kantong perangkap dan
memberikan kesempatan larutan keluar
PERHITUNGAN GRAVIMETRI
Perhitungan gravimetri secara sederhana merupakan pengembangan dari perhitungan
Stoikhiometri
Faktor stoikhiometri lebih didasarkan pada jumlah (dalam mol) analit yang terdapat
dalam endapan yang ditimbang
Setelah sampel berisi analit yang dikehendaki diperoleh, lakukan penimbangan
Tahap berikutnya, merubah sampel ke bentuk yang dapat ditimbang (dalam hal ini:
endapan) Bila endapan yang didapat adalah analit yang dikehendaki maka
% Analit = (berat Analit / berat sampel) x 100 %
Biasanya endapan yang didapat mengandung analit bersama dengan unsur lain. Untuk
itu,
berat analit ditentukan dengan faktor gravimetri
CHEMICAL OXIGEN DEMAND (COD)
DASAR TEORI
1. Definisi
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen
(mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada didalam 1 liter sample air,
dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah
dapat dioksidasika melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
di dalam air.
Oksigen Kimia permintaan dipergunakan seperti ukuran dari padanan oksigen dari bahan
organik isi suatu satu sample yang peka ke oksidasi oleh suatu oksidan kimia kuat. Tes berguna untuk
memonitor dan mengontrol setelah korelasi didirikan. dichromate mengalir kembali dengan cara
lmelewati prosedur yang mempergunakan oxidants lain karena akibat unggul mengoxidasi
kemampuan, kegunaan untuk bermacam-macam contoh, dan kemudahan dari
manipulation.oxidation dari paling senyawa organik adalah 95 - 100% nilai teoritis. pyreridine dan
senyawa terkait melawan oxydation dan senyawa organik mudah menguap dioxidasi hanya ke luas
yang mereka tersisa di contanct dengan oxidant. Amonia menyajikan pada sampah atau dibebaskan
dari segala hal yang mengandung nitrogen bahan organik, bukan dioxidasi pada konsentrasi
berpengaruh nyata absenceof satu ion klorid bebas.
2. Alat dan Bahan
2.1. Alat- alat
a. alat refluks, terdiri dari gelas Erlenmeyer 250 ml dan kondensor liebig dengan system ground
glass join (sambungan kaca tergosok)
b. Batu didih, terbuat dari kaca atau porselen atau bahan lain.
c. Pemanas Listrik atau pembakar Bunsen
d. Biuret 50 ml, dapat yang semi atau otomatis jenis Pellet
e. Dispenser Volume 30ml (untuk membagikan H2SO4 pekat pada penyimpanan sample)
f. Pipet 10ml,20 ml
g. 2 beker tinggi 200 ml, karet penghisap
h. 2 lampu takar 1 liter ; 1 labu takar 100 ml
2.2 Bahan-Bahan
a. Larutan standard kalium dikromat 0,250 N
b. Perak Sulfat ( bubuk Ag2SO4)
c. Asam sulfat ; spesifik gravity 1,84 , H2SO4 pekat
d. Reagen Asam Sulfat
e. Larutan standard Fero ammonium sulfat ( Titran) 0,10 N
f. Indikator Fenantrolin Fero Sulfat (Feroin)
g. Merkuri Sulfat ( HgSO4 bubuk atau kristal)
h. Asam Sulfamat
3. Prosedur Percobaan
Bila taksiran COD sample > 800 mg O2 / liter, maka sample harus di encerkan dengan air
suling hingga COD berada sekitar 50-800 mg O2/ liter. Bila taksiran COD sudah berada disekitar
angka-angka tersebut maka cara kerjanya adalah sebagai berikut :
1. Pindahkan kurang lebih 0,4 gr HgSO4 ke dalam gelas Erlenmeyer COD 250 ml .
2. Masukan 5 atau 6 batu didih yang telah di bersihkan terlebih dahulu ke dalam gelas
Erlenmeyer tersebut.
3. Tambahkan larutan sample atau sample yang sudah di encerkan dengan air suling, sebanyak
20 ml.
4. Tambahkan larutan K2Cr2O7 ) 0,25 N sebanyak 10 ml
5. Siapkan 30 ml reagen asam sulfat perak, pidahkan dengan menggunakan dispenser sebanyak
kurang lebih 5 ml reagen H2SO4 tersebut kedalam gelas Erlenmeyer COD. Kocoklah perlahan
untuk mencegaj penguapan, tetapi larutan harus tercampur dan panasnya merata.
6. Alirkan air pendingin pada kondensor dan letakkan gelas Erlenmeyer COD di bawah
kondensor. Tuangkan sisa reagen H2SO4 dari butir 5, yaitu kurang lebih 25 ml melalui
kondensor ke dalam gelas Erlenmeyer COD ( gelas Refluks) sedikit demi sedikit dengan
menggunakan dispenser dan selama ini goyangkan gelas refluks agar semua reagen dan
sample tercampur.
7. Tempatkan kondensor dengan gelas Erlenmeyer COD (gelas refluks) di atas pemanas
Bunsen. Nyalakan alat pemanas dan rfluks larutan selama kurang lebih 2 jam.
8. Biarkan gelas refluks dingin dahulu, kemudian bilaslah kondensor dengan air suling sebanyak
kira-kira 25-50 ml.
9. Lepaskan gelas Refluks dari kondensor, dinginkan larutan (untuk lebih cepat gelas refluks
dapat direndan dalam air) kemudian encerkan larutan yang telah di refluks tadi sampai
menjadi 2 kali jumlah larutan dalam gelas refluks dengan air suling. Tambahan air suling kira-
kira 150-200 ml. dinginkan lagi sampai suhu ruangan.
10. Tambahkan 3-4 tetes indicator feroin.
11. Dikromat yang tersisa di dalam larutan sesudah di refluks, di titrasikan dengan larutan
standard fero ammonium sulfat 0,10 N sampai warna hijau biru menjadi cokelat merah.
12. Blanko terdiri dari 20 ml air suling yang mengandung semua reagen yang ditambahkan pada
larutan sample. Refluks dengan cara yang sama seperti di atas.
13. Untuk mendapatkan hasil yang teliti maka harus dibuat duplikat untuk setiap sample.
METODE ANALISA NILAI PERMANGANAT
E. Dasar Teori
Permanganat adalah garam yang mengandung ion MnO4 sebagai kation,
biasanya kalium, berwarna ungu tua, untuk desinfektan. Nilai permanganate adalah
jumlah miligram kalium permanganat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi organik
dalam 1000 mL air pada kondisi mendidih. Permanganat digunakan hanya untuk
sampel yang mengandung besi. Ukuran konsentrasi besi sampai beberapa ratus mg/L
sebagai kandungan asam dalam air, mungkin dengan penambahan 1 mL Potasium
Fluoride ( KF ) dan azide, yang dilakukan pada akhir titrasi yang dibuat segera setelah
pengasaman.
Prosedur ini tidak aktif untuk oksidasi sulfite, thiosulfate, polythionate atau
bahan organic dalam limbah. Kesalahan dengan sampel yang mengandung 0,25% dari
volume limbah pabrik kertas ( sulfite pulp ) boleh terjadi hanya dengan jumlah antara
7 sampai 8 mg DO/L.
F. Bahan
Larutan Mangan Sulfat
Reagen Alkali Iodida Azide
Asam Sulfat ( H2SO4 )
Standard Sodium thiosulfate
Larutan standard potassium bi-iodate
Larutan potassium fluoride
Larutan potassium permanganate
Larutan potassium oksalat
G. Alat
Buret
Erlenmeyer
Pipet Ukur ( 0,5 dan 5 mL )
Botol Winkler
H. Prosedur
d. Ambil sampel 250-300 mL dalam botol, tambahkan 0,7 mL H2SO4 , 1 mL larutan
KMnO4 dan 1 mL larutan potassium klorida. Campurkan ketiga larutn tersebut.
Sebagai catatan untuk langkah pertama jangan menambahkan lebih dari 0,7 mL
larutan H2SO4. Kemudian tambahkan secukupnya larutan KMnO4 sampai
berwarna ungu kira-kira 5 menit.
Jika warna permanganate rusak dalam waktu singkat tambahkan larutan KMnO4,
tetapi tidak berlebihan.
e. Merubah warna permanganate dengan menambahkan 0,5-1 mL larutan K2C2O4
kemudian dicampurkan. Letakkan dalam tempat gelap agar reaksi berjalan dengan
baik. Kelebihan oksalat menyebabkan hasil yang rendah, maka ditambahkan
secukupnya larutan K2C2O4 ( tidak lebih dari 0,5 mL ) untuk menghilangkan
warna secara sempurna. Warna akan hilang dalam waktu 2-10 menit.
f. Penambahan 1 mL larutan MnSO4 dan 3 mL reagen alkali iodide azide dan
biarkan sampai mengendap. Pengasaman 2mL konsentrasi H2SO4, ketika 0,7 mL
asam, 1 mL larutan KF, 1 mL larutan KMnO4, 1 mL larutan K2C2O4, 1mL larutan
MnSO4, dan 3 mL alkali iodide azide ( atau total dari reagen adalah 7,7 mL ) yang
dimasukkan ke dalam botol berukuran 300 mL, diambil 200x300/(300-
7,7)=205mL untuk titrasi.
Perhitungan ulang ini memiliki tingkat kesalahan yang kecil dikarenakan larutan
KMnO4 hampir jenuh karena DO dan 4 mL ini akan ditambahkan 0,008 mg
oksigen ke botol BOD. Bagaimana pun juga, presisi untuk metode ini ( standar
deviasi 0,06 mL titrasi thiosulfat atau 0,012 mg DO ). 50% lebih besar dari
kesalahan tersebut, maka dari itu penghitungan ulang tidak dibutuhkan. Ketika
penambahan larutan KMnO4 digunakan secara rutin maka kita gunakan larutan
yang lebih pekat sehingga 1 mL akan mencukupi yang dibutuhkan oleh
permanganate.