Upload
panarian-napitupulu
View
80
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Lap Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri Deli Serdang
Citation preview
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -1
BAB IV Rencana Pengembangan Kawasan
4.1 DATA FISIK DASAR LINGKUNGAN
4.1.1 Klimatologi
Berdasarkan Data Kabupaten Serdang Bedagai Dalam Angka Tahun 2011, dapat ditinjau
kondisi iklim secara umum di Kabupaten Serdang Bedagai. Kabupaten Serdang Bedagai
memiliki iklim tropis dimana kondisi iklimnya hampir sama dengan Kabupaten Deli
Serdang sebagai kabupaten induk.
Pengamatan Stasiun Sampali menunjukkan rata-rata kelembapan udara per bulan sekitar
83%, curah hujan berkisar antara 27 sampai dengan 248 mm perbulan dengan periodik
tertinggi pada bulan Novemberr 2010, hari hujan per bulan berkisar 4-21 hari dengan
periode hari hujan yang besar pada bulan September 2010. Rata-rata kecepatan angin
berkisar 1,8 m/dt dengan tingkat penguapan sekitar 3,8 mm/hari. Temperatur udara per
bulan minimum 23,70 C dan maksimum 34,20 C.
Menurut Pedoman Rawan Bencana Banjir, golongan intensitas curah hujan yang dapat
mempengaruhi tingkat kerawanan terdiri atas 3 (tiga) kelas, yaitu; curah hujan
0-2.500 mm/tahun (rendah), curah hujan 2.500-3.500 mm/tahun (sedang) dan curah hujan
> 3.500 mm/tahun (tinggi).
Bila ditinjau dengan data kawasan perencanaan berdasarkan data diatas, maka kawasan
perencanaan berada pada posisi kedua yaitu maksimum 248 mm/bulan atau
2.976 mm/tahun (tingkat kerawanan sedang) menurut intensitasnya. Lihat Peta 4.1
berikut ini.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -2
Peta 4.1
Curah Hujan Kecamatan Tanjung Beringin
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -3
4.1.2 Topografi
Topografi merupakan aspek terpenting dalam menentukan kemiringan lahan,
kemampuan dan daya dukung lahan bagi suatu pengembangan dan konservasi. Data
peta topografi ini dapat diturunkan menjadi beberapa peta yang bekaitan dengan bentuk
bentang alam dan kemiringannya, antara lain; peta morfologi dan kemiringan lereng.
Morfologi adalah kelompok/ pengelompokan bentuk bentang alam berdasarkan rona,
kemiringan lereng secara umum dan ketinggiannya pada beberapa satuan morfologi.
Satuan morfologi terbagi atas 3 (tiga) jenis menurut kemiringannya yaitu ;
a) Satuan morfologi dataran
b) Satuan morfologi perbukitan
c) Satuan morfologi tubuh gunung berapi
Secara umum, Kawasan Perencanaan berada pada kawasan pesisir pantai timur dengan
keseluruhan kawasannya pada morfologi dataran. Berdasarkan analisa GIS yang
dilakukan pada kawasan perencanaan, diperoleh kondisi topografi kawasan perencanaan
yaitu berada diantara 0-10 mdpl yang berarti secara umum masih dianggap berada pada
morfologi landai.
Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran kondisi topografi pada kawasan perencanaan,
dapat dilihat pada Peta 4.2 berikut ini.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -4
Peta 4.2
Topografi Kecamatan Tanjung Beringin
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -5
4.1.3 Hidrologi
Hidrologi yang dimakud di dalam pembahasan ini merupakan data hidrologi yang
berkaitan dengan kondisi keairan, baik air permukaan maupun air tanah. Sehingga
pembahasan hidrologi ini terbagi atas dua sub bab, yaitu air permukaan dan air tanah.
Air Permukaan
Air permukaan merupakan air yang muncul atau mengalir dipermukaan, seperti; mata air,
danau, sungai dan rawa. Data sungai ini juga dilengkapi dengan pola aliran, arah aliran air
permukaan masing-masing DAS serta kerapatan sungai yang secara tidak langsung akan
memperlihatkan aktivitas sungai tersebut, baik pengaliran maupun pengikisannya.
Kawasan Perencanaan dalam kaitannya dengan air permukaan memiliki sungai. Sungai
Tanjung Beringin merupakan salah satu sungai terbesar yang ada di wilayah kabupaten
Serdang Bedagai.
Air Tanah
Air tanah dangkal adalah air tanah yang umum digunakan oleh masyarakat sebagai
sumber air bersih. Air tanah dangkal ini dapat berupa sumur-sumur, sehingga untuk
mengetahui potensi air tanah bebas ini perlu diketahui kedalaman sumur-sumur
penduduk, yang kemudian dikaitkan dengan sifat fisik tanah/ batunya dalam kaitannya
sebagai pembawa air. Selain besarannya, air tanah ini perlu diketahui mutunya secara
umum, dan apabila memungkinkan hasil pengujian mutu air dilakukan dari laboratorium.
Masyarakat khususnya di Desa Bagan Kuala, pada umumnya masih menggunakan air
sumur pompa dan sungai untuk memenuhi kebutuhan air bersih setiap harinya.
Berdasarkan pengamatan dilapangan, masyarakat yang mengandalkan air sumur untuk
memenuhi kebutuhan air baku pada umumnya berada pada wilayah yang tingkat
morfologinya datar/landai. Melalui pendataan wawancara dengan masyarakat di Desa
Bagan Kuala memperoleh air sumur pada kedalaman sumur 5 m – 15 m.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -6
Peta 4.3
Hidrologi Kecamatan Tanjung Beringin
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -7
Peta 4.4
Sumberdaya Air Permukaan Kecamatan Tanjung Beringin
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -8
4.1.4 Penggunaan Lahan
Pada pembahasan pengguanan lahan ini dimaksudkan untuk mengetahui secara
terperinci mengenai land use eksisiting pada kawasan perencanaan. Hal ini berkaitan
dengan rasio tutupan lahan yang ada saat ini yang nantinya digunakan dalam
perhitungan pembagian zonasi kawasan industri.
Secara umum, kawasan perencanaan didominasi oleh penggunaan lahan jenis tambak
dengan luas 188,91 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa kedepan dalam perencanaan sebuah
kawasan industri maka diperlukan pematangan lahan yang diharapkan dapat
menampung beban bangunan-bangunan industri serta bangunan pendukungnya. Selain
itu, pada kawasan perencanaan masih banyak terdapat lahan kosong (147,70 Ha) yang
dapat mendukung pengembangan kawasan industri. Untuk lebih jelasnya mengenai
penggunaan lahan pada kawasan perencanaan, lihat Tabel 4.1 dan Peta 4.5 berikut ini.
Tabel 4.1
Luas Penggunaan Lahan Pada Kawasan Perencanaan Dirinci Menurut Jenisnya
No Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha)
1 Permukiman 18,80
2 Perkebunan Kelapa Sawit 105,37
3 Pantai 11,83
4 Tambak 188,91
5 Sungai 0,19
6 Rawa/ Mangrove 18,07
7 Pelabuhan 1,13
8 Tanah Kosong 147,70
9 Jaringan Jalan 4,83
Total 499,74
Sumber : Hasil Analisa GIS & Data Lapangan
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -9
Peta 4.5
Penggunaan Lahan Kecamatan Tanjung Beringin
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -10
4.1.5 Bencana Alam
Bencana alam adalah suatu proses alam yang terjadi akibat upaya alam mengembalikan
keseimbangan ekosistem yang terganggu, baik oleh proses alam itu sendiri maupun
akibat ulah manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam ini.
Kemungkinan bencana alam yang dapat timbul disuatu daerah, dalam hal ini bencana
alam beraspek geologi, seperti; banjir, longsor/ gerakan tanah, amblesan, letusan gunung
berapi, gempa bumi, kekeringan dan lainnya, pada dasarnya dapat dikenali dari kondisi
geologi, sejarah bencana alam yang pernah terjadi diwilayah tersebut, dan gejala
bencana alam dalam bentuk lokal atau mikro yang kemungkinan akan meluas atau
merupakan indikasi terjadinya bencana yang lebih makro. Kemungkinan bencana atau
daerah rawan bencana alam ini tentunya perlu dikenali sedini mungkin, agar tindakan
pengamanan bila daerah tersebut memang akan dikembangkan, telah disiapkan, atau
sejak dini dihindari pengembangannya.
Peta topografi yang telah dibahas sebelumnya menunjukkan homogennya ketinggian
dan kelerengan lahan. Dengan demikian, dipastikan adanya lokasi-lokasi yang
digolongkan kepada lokasi rawan bencana.
Kecamatan Tanjung Beringin umumnya merupakan kecamatan yang dilintasi oleh sungai
besar yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai, yaitu sungai Tanjung Beringin. Pada
sepanjang daerah aliran sungai tersebut pada daerah-daerah cekungan dapat dikatakan
sebagai lokasi rawan bencana banjir (rawan genangan), termasuk pada rencana kawasan
industri ini. Namun demikian optimalisasi penanggulangan banjir pasang pada kawasan
perencanaan dapat dilakukan dengan pembuatan tanggul-tanggul sungai maupun pantai.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -11
Peta 4.6
Rawan Genangan Kecamatan Tanjung Beringin
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -12
4.2 KEMAMPUAN LAHAN
4.2.1 SKL Morfologi
Analisis satuan kemampuan lahan (SKL) Morfologi ini dilakukan dengan melakukan
pemilahan bentuk bentang alam/ morfologi pada wilayah dan/atau kawasan perencanaan
yang mampu untuk dikembangkan sesuai dengan fungsinya.
Analisis ini ditujukan untuk memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk
dikembangkan kedepan dilihat dari segi morfologinya dan mengetahui potensi dan
kendala morfologi masing-masing tingkatan kemampuan lahan.
Tabel 4.2
Klasifikasi Lereng dan Proses Kondisi Alam
Kelas Lereng Sifat-sifat proses dan kondisi alam Warna
0º – 2º ( 0 – 2 %) Datar hingga hampir datar Hijau
2º – 4º ( 2 – 7 %) Agak Miring; Gerakan tanah kecepatan rendah, erosi lembar dan erosi alur
Hijau muda
4º – 8º ( 7 – 15 %) Miring; Sama dengan di atas tapi sangat rawan gerakan tanah
Kuning
8º – 16º ( 15 – 30 %) Agak Curam; Banyak terjadi gerakan tanah, erosi terutama longsoran yang bersifat nendatan
Jingga
16º – 35º (30 – 70 %) Curam; Erosi dan gerakan tanah sering terjadi
Merah Muda
35º – 55º ( 70 – 140%) Sangat Curam Mulai terbentuk endapan hasil rombakan dan erosi
Merah
> 55º ( > 140 %) Curam Ekstrim; Batuan tersingkap, rawan gerakan tanah jenis jatuhan
Ungu
Sumber : Van Juidam, 1985
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -13
Tabel 4.3 Kisaran Sudut Lereng Optimum
Penggunaan atau Aktivitas
Kelas sudut lereng (persen)
0 - 3 3-5 5-10 10-15 15-30 30-70 > 70
Rekreasi X X X X X X X
Bangunan terhitung X X X X X X X
Penggunaan kota X X X X
Jalan urban/Kota X X X
Sistem spesifik X X
Perumahan konvensional X X x X
Pusat-pusat perdagangan X X
Jalan Raya X X
Lapangan Terbang X
Jalan Kereta api X
Jalan lain X X X X X hingga 45 %
Sumber : Maberry, 1972
Berdasarkan kondisi lapangan pada kawasan perencanaan dan dibandingkan dengan
studi literatur seperti tabel-tabel diatas, maka lokasi kawasan perencanaan berada pada
kondisi datar hingga miring, artinya dapat dikembangkan untuk hampir seluruh jenis
penggunaan atau aktivitas.
Melalui hasil perhitungan dan analisa GIS yang telah dilakukan, maka lahan di kawasan
perencanaan di dominasi kemiringan lereng 3-4% dengan sudut kelerengan 2-40. Untuk
lebih jelasnya mengenai gambaran luasan lahan yang terbagi atas kemiringan lereng
dengan sudut kelerengannya, lihat Peta 4.7 dan Tabel 4.4 berikut ini.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -14
Peta 4.7
SKL Morfologi
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -15
Tabel 4.4
Kemiringan Lereng Dan Sudut Kelerengan
Kawasan Perencanaan
Kemiringan Lereng
(Persen) Sudut Kelerengan
(Derajat) Luas ( Ha )
0 -1 0 - 2 2,50
1 -2 0 - 2 58,08
2 - 3 0 - 2 151,05
3- 4 2 - 4 128,83
4 - 5 2 - 4 98,19
5 - 6 2 - 4 51,26
6 - 7 2 - 4 9,84
Total Luas 499,74 Sumber : Hasil Perhitungan dan Analisa GIS
4.2.2 SKL Kemudahan Dikerjakan
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kemudahan lahan di
wilayah dan/ atau kawasan untuk digali/ dimatangkan dalam proses pembangunan/
pengembangan kawasan. Selain itu, melalui analisis ini juga dapat diketahui potensi dan
kendala serta metode yang sesuai untuk masing-masing tingkat kemampuan lahan.
Melalui peta morfologi dan peta kelerengan lahan, dapat dianalisa bahwa yang
digolongkan kepada tingkat kemudahannya baik tinggi, sedang dan rendah. Dengan kata
lain, melalui tabel kemiringan lereng dan sudut kelerengan yang telah dibahas
sebelumnya dapat ditentukan/ dibagi kelasnya menjadi 3 (tiga) kelas, sehingga dapat
diidentifikasi kelas yang paling tinggi kemudahannya seluas 211,63 Ha, sedang 227,01 Ha
dan rendah 61,10 Ha. Mengenai gambaran lahan menurut SKL kemudahan dikerjakan,
dapat dilihat pada Peta 4.8 dan Tabel 4.5 dibawah ini.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -16
Peta 4.8
SKL Kemudahan Dikerjakan
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -17
Tabel 4.5
Luas Lahan Berdasarkan SKL Kemudahan Dikerjakan
Kemiringan Lereng
(Persen) Tingkat Kemudahan
Dikerjakan Luas ( Ha )
0 -1
Tinggi 211,63 1 -2
2 - 3
3- 4 Sedang 227,01
4 - 5
5 - 6 Rendah 61,10
6 - 7
Total Luas 499,74 Sumber : Hasil Perhitungan dan Analisa GIS
4.2.3 SKL Kestabilan Lereng
Melalui analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) kestabilan lereng yang dilakukan ini
diharapkan dapat diketahui tingkat kemantapan lereng dalam menerima beban untuk
pengembangan wilayah tersebut. Artinya, dengan dilakukannya analisis ini maka dapat
diketahui daerah-daerah yang aman untuk pengembangan.
Melalui kondisi kelerengan lahan pada lokasi kawasan perencanaan dianggap tidak
memberikan pengaruh terhadap kestabilan lereng dalam pengembangan kawasan
khususnya kawasan industri, artinya pada seluruh lahan kawasan perencanaan memiliki
kelerengan yang stabil (Lihat Peta 4.9 berikut).
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -18
Peta 4.9
SKL Kestabilan Lereng
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -19
4.2.4 SKL Kestabilan Pondasi
Analisis SKL kestabilan pondasi ini dilakukan guna mengetahui kemampuan lahan dalam
mendukung berat bangunan pada pengembangan kawasan perkotaan.
Mengamati kondisi morfologi dan kelerengan, lokasi kawasan perencanaan hampir tidak
memiliki banyak kendala dengan tingkat kestabilan pondasi dalam kaitannya dalam
pengembangan wilayahnya. Dalam pengambilan kelas kemampuan lahan kestabilan
lereng pondasi, sebenarnya selain melihat kondisi morfologi dan kelerengan, diharapkan
juga untuk melihat kondisi geologi dalam tanah, namun membutuhkan penelitian dan
pemantauan yang lebih dalam sehingga pada studi ini tetap memakai data kondisi
morfologi kawasan dan hasilnya sama dengan SKL kemudahan dikerjakan dimana SKL
kestabilan lereng pada kelas tinggi seluas 211,63 Ha, sedang 227,01 Ha dan rendah
61,10 Ha. Untuk lebih jelasnya, ihat Peta 4.10 kestabilan pondasi pada kawasan
perencanaan berikut ini.
4.2.5 SKL Ketersediaan Air
Analisis SKL ketersediaan air ini ditujukan untuk mengetahui tingkat ketersediaan air
baku pada kawasan perencanaan guna melayani pengembangannya, dalam hal ini
sebuah kawasan industri.
Secara umum, ketersediaan air yang terdapat pada kawasan perencanaan memiliki
ketersediaan air yang sangat baik. Hal ini ditunjukkan oleh ketersediaan air permukaan
(sungai) yang tepat berada disebelah kawasan perencanaan yaitu Sungai Tanjung
Beringin yang memiliki debit air sangat besar. Begitu juga bila ditinjau melalui
ketersediaan air tanah dangkal yang biasa digunakan masyarakat disekitar kawasan
perencanaan menunjukkan kemudahan dalam memperoleh air bersih. Lihat Peta 4.11
berikut yang memberikan gambaran SKL ketersediaan air pada kawasan perencanaan.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -20
Peta 4.10
SKL Kestabilan Pondasi
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -21
Peta 4.11
SKL Ketersediaan Air
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -22
4.2.6 SKL Untuk Drainase
Pada analisis SKL untuk drainase ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan dalam mematuskan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik
besifat lokal ataupun meluas dapat dihindari. Melalui peta SKL analisis ini akan diketahui
daerah-daerah yang cenderung tergenang di musim penghujan.
Melalui data topografi, kelerengan dan morfologi, dapat disimpulkan bahwa yang
termasuk kedalam tingkat kemampuan lahan dalam mematuskan air hujan secara alami
yang rendah, sehingga kedepan permasalahan ini harus dapat dikendalikan dengan
optimal, baik dengan cara/ teknik maupun penggunaan teknologi yang tepat.
Melalui analisis pola un-off air permukaan pada kawasan perencanaan dapat diketahui
bagaimana perkiraan pola aliran air didalam kawasan perencanaan. Permasalahan yang
paling menonjol dapat dilihat melalui topografi kawasan yang didapati beberapa daerah
genangan/ rendah dimana sulit untuk mematuskan air. Pada pengembangan kedepan
nantinya, salah satu strategi/ cara yang dianggap dapat digunakan yaitu dengan jalan
menimbun terlebih dahulu daerah-daerah genagan tersebut sebelum dilakukannya
pembangunan.
Disamping itu, nantinya melalui gambaran pola run-off air permukaan ini dapat
ditentukan pola aliran darinase yang baik, sehingga pematusan air hujan dapat berjalan
dengan optimal. Untuk mengetahui SKL untuk drainase dan pola run-off air permukaan,
dapat dilihat pada Peta 4.12 dibawah ini.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -23
Peta 4.12
SKL Untuk Drainase dan Pola Run-Off Air Permukaan
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -24
4.2.7 SKL Terhadap Erosi
Pada dasarnya analisis SKL terhadap erosi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
keterkikisan tanah di wilayah perencanaan, memperoleh gambaran batasan pada masing-
masing tingkatan kemampuan terhadap erosi dan mengetahui daerah-daerah yang peka
terhadap erosi.
Kawasan Perencanaan yang berada tepat disamping Sungai Tanjung Beringin merupakan
wilayah dengan tingkat erosi tinggi, terutama daerah-daerah yang memiliki kelerengan
agak curam. Sehingga arahan kedepannya didalam kawasan perencanaan diarahkan
untuk mengalokasikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di sepanjang sempadan Sungai
Tanjung Beringin dan sempadan pantai sebagai alat pengendali potensi erosi. Lihat Peta
4.13 SKL terhadap erosi dibawah ini.
4.2.8 SKL Pembuangan Limbah
Analisis SKL pembuangan limbah bertujuan untuk mengetahui daerah-daerah yang
mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengolahan limbah
padat atau sampah dan limbah cair serta mempersiapkan daerah-daerah tersebut dan
pengamanannya sebagai lokasi pembuangan akhir limbah.
Khusus untuk pengolahan limbah padat yang bersumber dari kawasan perencanaan
nantinya akan sama/ komunal dengan wilayah umumnya di Kecamatan Tanjung Beringin
yaitu mengandalkan TPA Belidaan (Kecamatan Sei Rampah). Sementara untuk
pengolahan limbah cair khususnya dari industri, diarahkan untuk membuat IPAL (instalasi
pembuangan air limbah) sendiri pada kawasan perencanaan. Perencanaan pembangunan
IPAL diarahkan di Blok A. Untuk lokasi IPAL pada kawasan perencanaan, dapat dilihat
pada Peta 4.14 dibawah ini.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -25
Peta 4.13
SKL Terhadap Erosi
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -26
Peta 4.14
SKL Pembuangan Limbah
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -27
4.2.9 SKL Terhadap Bencana Alam
Analisis SKL terhadap bencana alam ini ditujukan antara lain; untuk mengetahui tingkat
kemampuan lahan terhadap berbagai jenis bencana alam beraspekkan geologi,
mengetahui daerah-daerah yang rawan bencana dan mempunyai kecenderungan untuk
terkena bencana alam, termasuk bahaya ikutan dari bencana tersebut, dan mengetahui
pola pengembangan dan pengamanan masing-masing tingkat kemampuan lahan
terhadap bencana alam.
Melakukan telaahan kawasan dalam melihat kemungkinan terjadinya bencana, baik banjir
maupun tanah longsor, dapat di analisa melalui data geologi, hidrologi, kelerengan dan
morfologi. Melalui data yang telah diperoleh dari analisa kemampuan lahan baik geologi,
hidrologi, kelerengan maupun morfologi, dapat diasumsikan bahwa kawasan
perencanaan hanya memiliki potensi bahaya banjir akibat adanya daerah-daerah
genangan pada kawasan perencanaan. Berikut ini digambarkan SKL terhadap bencana
alam khususnya potensi banjir pada kawasan perencanaan.
4.2.10 Kemampuan Lahan
Analisis kemampuan lahan merupakan perolehan tingkat kemampuan lahan untuk
dikembangkan sebagai perkotaan, sebagai acuan bagi arahan-arahan kesesuaian lahan
pada tahap analisis berikutnya.
Sasaran dari hasil analisis kemampuan lahan ini antara lain; mendapatkan klasifikasi
kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasan, memperoleh gambaran
potensi dan kendala masing-masing kelas kemampuan lahan, dan sebagai dasar arahan
kesesuaian lahan pada tahap analisis berikutnya dan rekomendasi akhir kesesuaian lahan
untuk pengembangan kawasan.
Didalam Perhitungan dan analisa superimpose, kemampuan lahan terbagi atas 5 (lima)
tingkatan dengan interval yang telah ditentukan, antara lain;
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -28
Potensi tinggi memiliki interval nilai ≥ 100;
Potensi cukup tinggi memiliki interval nilai antara 75-99;
Potensi sedang memiliki interval nilai antara 50-74;
Potensi rendah memiliki interval nilai antara 25-49;
Potensi angat rendah memiliki interval nilai < 25.
Melalui analisa yang telah dilakukan, potensi Kawasan Perencanaan menurut
tingkatannya, terdiri atas tingkat potensi sedang sampai tingkat potensi tinggi. Untuk
lebih jelasnya mengenai tingkat/ klasifikasi kemampuan lahan kawasan perencanaan,
dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Peta 4.15 Kemampuan Lahan.
Tabel 4.6
Potensi Kemampuan Lahan Ditinjau Melalui Pembobotan Nilai SKL Pada Kawasan Perencanaan
No Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Bobot
Nilai Kemampuan Lahan
Nilai SKL Total Nilai
1 Morfologi 5 5 25
2 Kemudahan dikerjakan 1 5 5
3 Kestabilan lereng 5 5 25
4 Kestabilan pondasi 3 5 15
5 Ketersediaan air 5 5 25
6 Erosi 3 3 9
7 Drainase 5 1 5
8 Pembuangan limbah 0 5 0
9 Bencana alam 5 1 5
Total Bobot 114
Potensi Kemampuan Lahan Potensi Tinggi
Sumber : - Permen PU No.20/PRT/M/2007
- Analisa
Ket : - N = Nilai Tingkatan SKL (Tinggi = 5, Sedang = 3 dan Rendah = 1)
- T = Total Nilai
Melalui perhitungan nilai bobot seperti diatas, dapat disimpulkan bahwa lokasi kawasan
perencanaan memiliki potensi kemampuan lahan tinggi atau dengan kata lain kawasan
perencanaan sangat berpotensi dikembangkan sebagai kawasan industri ditinjau dari
kondisi fisik alamnya.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -29
Peta 4.15
Kemampuan Lahan Kawasan Industri
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -30
4.3 RENCANA POLA PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN INDUSTRI
Pembangunan kawasan industri minimal dilakukan pada areal seluas 50 Ha. Hal ini
didasarkan atas perhitungan efisiensi pemanfaatan lahan atas biaya pembangunan yang
dikeluarkan dan dapat memberikan nilai tambah bagi pengembang.
Dissamping itu setiap jenis industri membutuhkan luas lahan yang berbeda sesuai dengan
skala dan proses produksinya. Oleh karena itu dalam pengalokasian ruang industri tingkat
kebutuhan lahan perlu diperhatikan, terutama untuk menampung pertumbuhan industri
baru ataupun relokasi.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Kawasan
Industri, maka dapat dijadikan acuan dalam pendistribusian Pola penggunaan lahan
pengembangan kawasan industri , yaitu sebagai berikut :
Luas areal kapling industri maksimum 70% dari total luas area;
Luas RTH minimum 10% dari total luas areal;
Jalan dan saluran antara 8-12% dari total luas area; dan
Fasilitas penunjang lainnya antara 6-12% dari total luas areal.
Menurut peraturan ini juga sudah ditentukan untuk besaran kawasan industri Tanjung
Beringin (KITB) dengan luas ± 499,74 Ha berada pada golongan kelima menurut luas
kawasan industrinya, dan berarti memiliki standar tertentu dalam perencanaannnya.
Melalui analisa kondisi fisik lahan dan luasan lahan yang tersedia, maka Kawasan Industri
Tanjung Beringin (KITB) ini akan diatur sebaga berikut :
1) Standar kavling industri yang bisa dipakai adalah 40-70% dari total luas lahan, namun
untuk Kawasan Industri Tanjung Beringin (KITB) ini mengalokasikan lahan kavling
industri seluas 223,80 Ha (44,76%) dari total luas lahan.
2) Standar kavling Komersil maksimal adalah 17,5% dari total luas lahan, namun untuk
Kawasan Industri Tanjung Beringin (KITB) ini mengalokasikan lahan kavling komersil
seluas 13,96 Ha (2,79%) dari total luas lahan.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -31
3) Standar kavling perumahan 10-25% dari total luas lahan, namun untuk Kawasan
Industri Tanjung Beringin (KITB) ini mengalokasikan lahan kavling perumahan seluas
65,40 Ha (13,08%) dari total luas lahan.
4) Standar luas RTH minimal adalah 10% dari total luas lahan, namun untuk Kawasan
Industri Tanjung Beringin (KITB) ini mengalokasikan lahan kavling komersil seluas
92,53 Ha (18,51%) dari total luas lahan.
5) Standar kavling Jalan dan Prasarana Lain yaitu antara 8-12% dari total luas lahan,
namun untuk Kawasan Industri Tanjung Beringin (KITB) ini mengalokasikan lahan
kavling Jalan dan Prasarana lain (trotoar) seluas 53,52 Ha (10,70%) dari total luas lahan.
6) Kawasan Industri Tanjung Beringin (KITB) mengalokasikan lahan perkantoran
pelabuhan yang memanfaatkan kantor pelabuhan Tanjung Beringin saat ini seluas
1,07 Ha (0,21%) dari total luas lahan.
7) Arahan rencana kawasan Pelabuhan 18,11 Ha (3,62%) dari total luas lahan.
8) Arahan rencana IPAL (instalasi pengolahan air limbah) dialokasikan seluas 3,06 Ha
(0,61%) dari total luas lahan.
9) Arahan rencana WTP (water treatment plan) dialokasikan seluas 0,78 Ha (0,16%) dari
total luas lahan.
10) Badan air seluas 1,95 Ha (0,39%) dari total luas lahan.
11) Area pantai seluas 12,39 Ha (2,48%) dari total luas lahan.
Untuk lebih jelas dapat dilihat Peta 4.16.
4.4 RENCANA PERUNTUKAN BLOK
4.4.1 Pembagian Blok
Pembagian blok mempunyai tujuan membagi kawasan dalam bentuk atau ukuran, fungsi
serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam, yang dituangkan dalam blok
peruntukan lahan, sehingga mudah dalam alokasi investasi, pengendalian dan
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -32
pengawasan. Menurut karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam yang terdapat
pada kawasan perencanaan, maka dapat dilakukan rencana/ arahan pembagian blok yang
dibagi menjadi 6 (enam) blok dengan karakternya masing-masing.
a. Blok A seluas 24,92 Ha, didominasi oleh perumahan karyawan
b. Blok B seluas 12,27 Ha, didominasi oleh kegiatan perkantoran dan komersial.
c. Blok C seluas 40 Ha, didominasi oleh kawasan pelabuhan dan pergudangan.
d. Blok D seluas 156,94 Ha, didominasi oleh kawasan industri hulu.
e. Blok E seluas 196,95 Ha, didominasi oleh kawasan industry hilir.
f. Blok F seluas 42,60 Ha, didominasi oleh kawasan pelabuhan dan RTH.
Untuk lebih jelasnya lihat Peta 4.17.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -33
Peta 4.16
Rencana Penggunaan Lahan
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -34
Peta 4.17
Rencana Pembagian Blok
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -35
4.4.2 Peruntukan Lahan
Pembahasan peruntukan lahan ini bertujuan untuk mengatur distribusi dan ukuran
kegiatan manusia dan atau kegiatan alam, yang dituangkan dalam area dan blok
peruntukan lahan sehingga tercipta ruang yang produktif dan berkelanjutan. Berikut ini
dijabarkan arahan peruntukan lahan pada blok yang telah dibuat berdasarkan
karakteristik kawasannya.
a. Peruntukan lahan kawasan Perumahan terdiri atas arahan perumahan manager,
perumahan flat (hunian buruh), perumahan staf.
Area Perumahan Manager
Area Perumahan Flat (Hunian Buruh) Area Perumahan Staff
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -36
b. Peruntukan lahan kawasan Perdagangan dan Jasa.
c. Peruntukan lahan Industri.
Area Perdagangan dan Jasa
Area Industri
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -37
d. Peruntukan lahan kawasan Pelabuhan.
Area Pelabuhan
Area Perkantoran Pelabuhan
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -38
e. Peruntukan lahan Gerbang Utama Kawasan.
f. Peruntukan lahan Kawasan Permukiman Eksisting.
Area Gerbang Utama
Area Permukiman (Eksisting)
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -39
4.4.3 Kriteria Lokasi Kawasan Industri
Kriteria ini merupakan pendekatan yang dapat dijadikan salah satu acuan dalam
perencanaan suatu kawasan industri. Beberapa kriteria yang dapat digunakan menjadi
bahan pertimbangan didalam pemilihan lokasi kawasan industri, antara lain :
Berjarak minimal 10 Km dari pusat kota;
Berjarak minimal 2 Km dari pusat permukiman;
Terlayani langsung oleh jalan arteri;
Topografi maksimal 15%;
Berjarak maksimal dengan sungai 5 Km;
Orientasi lokasi :
Aksesibilitas tinggi;
Dekat dengan potensi tenaga kerja;
Kebutuhan lahan industri dengan multipliernya adalah 2 kali luas lahan industri.
Melalui pendekatan ideal tersebut diatas, sebenarnya untuk Lokasi Kawasan Industri
Tanjung Beringin ini dapat dikatan sudah layak dan memenuhi standar ideal. Namun perlu
kiranya menjadi perhatian yaitu kondisi permukiman eksisting yang dioptimalkan untuk
dipertahankan tanpa mengurangi kinerja kawasan industri sendiri.
4.5 RENCANA KEPENDUDUKAN
Aspek kependudukan merupakan salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi
perkembangan suatu kawasan. Penduduk merupakan salah satu unsur utama dalam
sistem kawasan yang menjadi penggerak aktivitas dan kelangsungan hidup suatu
kawasan. Perkembangan dan kondisi penduduk suatu wilayah/ kawasan perencanaan
sangat vital, karena merupakan suatu objek sekaligus subjek pembangunan secara
keseluruhan. Perkembangan dan perubahan yang berkaitan dengan kependudukan harus
teridentifikasi dengan baik, karena berpengaruh dalam merumuskan kebijaksanaan
pembangunan.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -40
Khusus pada kawasan perencanaan yang merupakan pengembangan kawasan industri
dalam memperkirakan jumlah penduduknya melalui pendekatan perkiraan besaran/
jumlah industri yang mampu dibangun pada kawasan industri (499,74 Ha). Karena
melalui luas lahan kawasan industri, dapat diperoleh jumlah industri, dan pada akhirnya
dapat diprediksi jumlah penduduk yang berada didalam kawasan industri.
Meninjau luas lahan yang tersedia pada lokasi perencanaan, maka lokasi perencanaan
berada pada urutan golongan V dengan luas kawasan industri >200 – 500 Ha, artinya
dengan luasan tersebut maka dapat diasumsikan jumlah penduduknya bila rata-rata per
hektar lahan di kawasan industri menyerap 100 tenaga kerja, maka dengan luas 223,80 Ha
arahan kaveling industri, dapat diperoleh perkiraan jumlah penduduknya yaitu akan
terdapat 22.380 jiwa.
Tabel 4.7 Alokasi Peruntukan Lahan Kawasan Industri
Luas Lahan dapat dijual
(maksimum 70%) Jalan dan
Sarana Penunjang
lainnya
Ruang Terbuka Hijau
(%) Luas Kawasan
Industri (Ha)
Kaveling Industri
(Ha)
Kaveling Komersial
(Ha)
Kaveling Perumahan
(Ha)
10-20
>20-50
>50-100
>100-200
>200-500
>500
65-70
65-70
60-70
50-70
45-70
40-70
Maks. 10
Maks. 10
Maks. 12,5
Maks. 15
Maks. 17,5
Maks. 20
Maks. 10
Maks. 10
Maks. 15
Maks. 20
Maks. 25
Maks. 30
Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan
Min. 10 Min. 10 Min. 10 Min. 10 Min. 10 Min. 10
Sumber : Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Kawasan Industri
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -41
Melalui luas kawasan industri yang akan dikembangkan kedepan dapat diprediksi total
jumlah penduduk pada kawasan industri, yaitu dengan menambahkan jumlah penduduk
eksisting Desa Bagan Kuala (1.466 jiwa) ditambah jumlah penduduk rencana kawasan
industri (22.380 jiwa), yaitu sebesar 23.846 jiwa.
4.6 RENCANA FASILITAS UMUM
Rencana kebutuhan fasilitas umum akan menganalisa fasilitas sosial/umum (seperti
sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan), fasilitas perdagangan dan jasa (pertokoan
dan pusat pertokoan) dan perumahan.
Jumlah kebutuhan fasilitas umum dapat didasarkan oleh jumlah penduduk
pendukungnya. Didalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya, sudah menjabarkan aturan-aturan mengenai
jumlah kebutuhan fasilitas menurut jumlah penduduk pendukungnya, sampai dengan
alokasi peruntukan lahannya.
Berdasarkan asumsi/ perkiraan jumlah penduduk di Kawasan Perencanaan pada tahun
akhir perencanaan mencapai 23.846 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut, maka jumlah
kebutuhan fasilitas di Kawasan Industri dapat dihitung atau diperkirakan. Berikut ini
dijabarkan kebutuhan jumlah fasilitas umum di Kawasan Industri sampai dengan tahun
perencanaan.
4.6.1 Fasilitas Pendidikan
1) TK (Taman Kanak-kanak).
Standar jumlah penduduk pendukung fasilitas pendidikan tingkat TK berjumlah
1.250 jiwa/ unit. Alokasi peruntukan lahannya berada ditengah kelompok keluarga,
tidak menyeberang jalan, bergabung dengan taman sehingga terjadi pengelompokan
kegiatan.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -42
Berdasarkan asumsi/ perkiraan jumlah penduduk pada tahun perencanaan, dengan
jumlah penduduk yang diperkirakan sebesar 23.846 jiwa, maka wilayah perencanaan
membutuhkan TK sebanyak 19 unit.
2) SD (Sekolah Dasar).
Standar jumlah penduduk pendukung fasilitas pendidikan tingkat SD berjumlah
1.600 jiwa/unit. Alokasi peruntukan lahannya sama dengan fasilitas jenis TK yaitu
berada ditengah kelompok keluarga, tidak menyeberang jalan, bergabung dengan
taman sehingga terjadi pengelompokan kegiatan.
Berdasarkan asumsi/perkiraan jumlah penduduk pada tahun perencanaan, dengan
jumlah penduduk sebesar 23.846 jiwa, maka wilayah perencanaan membutuhkan SD
sebanyak 15 unit.
3) SMP (Sekolah Menengah Pertama).
Standar jumlah penduduk pendukung fasilitas pendidikan tingkat SMP berjumlah
4.800 jiwa/unit. Alokasi peruntukan lahannya berada pada lokasi yang dapat dijangkau
kendaraan umum, disatukan dengan lapangan olah raga dan tidak selalu berada di
pusat permukiman.
Berdasarkan asumsi/perkiraan jumlah penduduk pada tahun perencanaan, dengan
jumlah penduduk sebesar 23.846 jiwa, maka wilayah perencanaan membutuhkan SMP
sebanyak 5 unit.
4) SMA/SMK (Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan).
Standar jumlah penduduk pendukung fasilitas pendidikan jenis SMA/SMK berjumlah
4.800 jiwa/unit. Alokasi peruntukan lahannya berada pada lokasi yang dapat dijangkau
kendaraan umum, disatukan dengan lapangan olah raga, dan tidak selalu berada di
pusat permukiman.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -43
Berdasarkan asumsi/perkiraan jumlah penduduk pada tahun perencanaan, dengan
jumlah penduduk sebesar 23.846 jiwa, maka wilayah perencanaan membutuhkan
SMA/SMK sebanyak 5 unit.
5) Taman Bacaan.
Standar jumlah penduduk pendukung fasilitas taman bacaan berjumlah 2.500 jiwa.
Sementara alokasi peruntukan lahannya berada di tengah kelompok warga dan tidak
menyeberang jalan.
Berdasarkan asumsi/perkiraan jumlah penduduk pada tahun perencanaan, dengan
jumlah penduduk sebesar 23.846 jiwa, maka wilayah perencanaan membutuhkan
Taman Bacaan sebanyak 9 unit.
Tabel 4.8
Perkiraan Kebutuhan Sarana Pendidikan di Kawasan Industri
No Jenis Sarana
Jumlah Penduduk
Pendukung (Jiwa)
Kebutuhan Per Satuan Sarana Radius
Pencapaian (m)
Kebutuhan Sarana (Unit) Luas Lantai
Min (m²) Luas Lahan
Min (m²)
1 TK 1250 216 500 500 19
2 SD 1600 633 2000 1000 15
3 SLTP 4800 2281 9000 1000 5
4 SLTA 4800 3835 12500 3000 5
5 Taman Bacaan 2500 72 150 1000 9
Jumlah 53
Sumber : Hasil Perhitungan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007
4.6.2 Fasilitas Kesehatan
Berdasarkan asumsi/perkiraan jumlah penduduk di kawasan perencanaan pada tahun
akhir perencanaan mencapai 23.846 jiwa. Wilayah perencanaan membutuhkan fasilitas
kesehatan jenis : posyandu, balai pengobatan warga, Praktek Dokter, BKIA/klinik, dan
pustu/balai pengobatan lingkungan. Sementara fasilitas kesehatan jenis puskesmas dan
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -44
rumah sakit yang sudah ada di Kecamatan Tanjung Beringin dianggap masih dapat
melayani sampai dengan akhir tahun perencanaan.
1) Posyandu
Jumlah penduduk pendukung 1 unit Posyandu adalah 1.250 jiwa. Berdasarkan
asumsi/perkiraan jumlah penduduk, diperkirakan wilayah perencanaan membutuhkan
19 unit Posyandu. Peletakan lokasi Posyandu diarahkan di tengah kelompok keluarga
dan tidak menyeberang jalan.
2) Balai Pengobatan
Jumlah penduduk pendukung 1 unit Balai Pengobatan adalah 2.500 jiwa. Berdasarkan
asumsi/perkiraan jumlah penduduk, jumlah Balai Pengobatan yang dibutuhkan di
wilayah perencanaan adalah 9 unit. Peletakan lokasi Balai Pengobatan diarahkan di
tengah kelompok keluarga dan tidak menyeberang jalan.
3) Praktek Dokter
Jumlah penduduk pendukung 1 unit praktek dokter adalah 5.000 jiwa. Berdasarkan
asumsi/perkiraan jumlah penduduk, jumlah praktek dokter di wilayah perencanaan
diarahkan 5 unit. Peletakan lokasi praktek dokter idealnya dapat dijangkau oleh
kendaraan umum.
4) BKIA/Klinik
Jumlah penduduk pendukung 1 unit BKIA/Klinik adalah 30.000 jiwa. Berdasarkan
asumsi/perkiraan jumlah penduduk, BKIA/Klinik di wilayah perencanaan dibutuhkan
sebanyak 1 unit. Peletakan lokasi BKIA/Klinik idealnya dapat dijangkau oleh kendaraan
umum.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -45
5) Pustu (Puskesmas Pembantu)
Jumlah penduduk pendukung 1 unit Pustu adalah 30.000 jiwa. Melalui jumlah
asumsi/perkiraan penduduk, jumlah Pustu di wilayah perencanaan diarahkan hanya
1 unit. Peletakan lokasi Pustu idealnya dapat dijangkau oleh kendaraan umum.
Tabel 4.9 Perkiraan Kebutuhan Sarana Kesehatan di Kawasan Industri
No Jenis Sarana Jumlah Penduduk Pendukung (Jiwa)
Kebutuhan Per Satuan Sarana
Radius Pencapaian
(m)
Kebutuhan Sarana (Unit) Luas Lantai
Min (m²) Luas Lahan
Min (m²)
1 Posyandu 1250 36 60 500 19
2 Balai Pengobatan 2500 150 300 1000 9
3 BKIA/Klinik 30000 1500 3000 4000 1
4 Pustu 30000 150 300 1500 1
5 Praktek Dokter 5000 18 - - 5
Jumlah 35
Sumber : Hasil Perhitungan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007
4.6.3 Fasilitas Peribadatan
Rencana pengembangan fasilitas peribadatan di wilayah perencanaan sampai tahun 2030
adalah sebagai berikut :
1) Musholla
Jumlah penduduk pendukung 1 unit Musholla adalah 1.000 jiwa. Berdasarkan asumsi/
perkiraan jumlah penduduk, kebutuhan Musholla di kawasan perencanaan sebanyak
24 unit.
2) Mesjid
Jumlah penduduk pendukung 1 unit Mesjid adalah 3.000 jiwa. Berdasarkan asumsi/
perkiraan jumlah penduduk, kebutuhan Mesjid di wilayah perencanaan diarahkan
sebanyak 8 unit.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -46
3) Gereja
Jumlah penduduk pendukung 1 unit Gereja adalah 6.000 jiwa. Diketahui sampai tahun
akhir yaitu tahun 2011 penduduk di Bagan Kuala tidak ada yang menganut agama
Kristen. Jadi, walaupun penduduk di Bagan Kuala tidak ada yang menganut agama
Kristen namun idealnya tetap diarahkan untuk pengadaan sarana peribadatannya di
masa yang akan datang. Di kawasan perencanaan diarahkan untuk memiliki paling
tidak 1 unit gereja.
4) Kuil dan Vihara
Untuk fasilitas peribadatan jenis Kuil dan Vihara diarahkan pengadaannya masing-
masing 1 unit dalam perencanaan di masa yang akan datang.
4.6.4 Fasilitas Perumahan
Bila diasumsikan rata-rata per hektare lahan di kawasan industri menyerap 100 tenaga
kerja, maka dengan luas 500 Ha akan terdapat 50000 tenaga kerja. Selanjutnya
diasumsikan bahwa tenaga level manager sebesar 3% atau 1500 orang, level staff 20% atau
10000 orang, dan buruh 38500 orang. Untuk standar tiap rumah dalam kawasan industri
adalah 1,5 orang/ rumah. Maka jumlah perumahan yang harus disediakan pada kawasan
industri ini antara lain :
1. Perumahan Manager sebanyak : 1.000 Unit;
2. Perumahan Staff sebanyak : 6.666 Unit; dan
3. Perumahan Buruh sebanyak : 25.666 Unit.
Untuk perumahan buruh pada kawasan perencanaan diarahkan untuk menggunakan
bentuk bangunan tipe flat, karena dianggap dapat mengoptimalisasikan lahan yang
tersedia.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -47
4.6.5 Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Pengembangan kebutuhan fasilitas ekonomi di Kawasan Industri, antara lain; Pertokoan,
dan pusat pertokoan.
1) Fasilitas perekonomian jenis Pertokoan
Jumlah penduduk pendukung 1 unit Pertokoan adalah 6.000 jiwa, sehingga pada
kawasan perencanaan dibutuhkan sebayak 4 unit Pertokoan dengan peletakan
lokasinya yang berada di pusat kegiatan, sub lingkungan dan diarahkan dengan KDB
40%.
2) Fasilitas perekonomian jenis Pusat Pertokoan
Jumlah penduduk pendukung 1 unit Pusat Pertokoan adalah 30.000 jiwa, sehingga
pada kawasan perencanaan dibutuhkan sebanyak 1 unit Pusat Pertokoan dengan
peletakan lokasinya yang dapat dijangkau kendaraan umum.
Tabel 4.10 Perkiraan Kebutuhan Sarana Perdagangan dan Jasa di Kawasan Industri
No Jenis Sarana
Jumlah Penduduk
Pendukung (Jiwa)
Kebutuhan Per Satuan Sarana
Radius Pencapaian
(m)
Kebutuhan Sarana (Unit) Luas Lantai
Min (m²) Luas Lahan
Min (m²)
1 Pertokoan 6000 1200 3000 2000 4
2 Pusat Pertoan 30000 13500 10000 - 1
Jumlah 5
Sumber : Hasil Perhitungan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007
4.7 RENCANA KEBUTUHAN RTH (RUANG TERBUKA HIJAU)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Kawasan Industri
menyebutkan bahwa untuk penyediaan RTH di kawasan industri minimal 10% dari seluruh
luas kawasan industri yang akan direncanakan. Adapun di kawasan perencanaan luas
arealnya adalah 500 Ha, sehingga dari total luas kawasan perencanaan dapat ditentukan
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -48
kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (10%) yaitu seluas 50 Ha. Ruang Terbuka Hijau pada
kawasan perencanaan dapat berupa sabuk hijau (green belt), taman dan perimeter.
Tabel 4.11
Pola Penggunaan Lahan Pada Kawasan Industri
No Jenis Penggunaan Struktur Penggunaan
(%) Keterangan
1 Kapling Industri Maksimal 70%
Setiap kapling harus mengikuti
ketentuan BCR sesuai dengan
Perda setempat (60:40)
2 Jalan dan Saluran 8-12%
Untuk tercapainya aksesibilitas dimana ada jalan primer dan jalan sekunder (pelayanan)
Tekanan gandar primer sebaiknya minimal 8 ton dan sekunder minimal 5 ton
Perkerasan jalan minimal 7 m
3 Ruang Terbuka Hijau Minimal 10% Dapat berupa jalur hijau (green belt), taman dan perimeter
4. Fasilitas penunjang 6-12%
Dapat berupa kantin, guest house, Tempat Ibadah, fasilitas olah raga , PMK, WWTP,GI Rumah Telkom dsb.
Sumber : PP No 35 Tahun 2010 tentang Kawasan Industri
Sedangkan Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 Tahun 2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan, yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/
jalur dan/ atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
RTH memiliki fungsi sebagai berikut :
A. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-
paru kota),
Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat
berlangsung lancar,
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -49
Sebagai peneduh,
Produsen oksigen,
Penyerap air hujan,
Penyedia habitat satwa,
Penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta,
Penahan angin.
B. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu :
Fungsi sosial dan budaya :
Menggambarkan ekspresi budaya lokal,
Merupakan media komunikasi warga kota,
Tempat rekreasi,
Wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.
Fungsi ekonomi:
Sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur
mayur,
Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain.
Fungsi estetika:
Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala
mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota
secara keseluruhan,
Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota,
Pembentuk faktor keindahan arsitektural,
Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak
terbangun.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -50
Dalam suatu wilayah, fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,
kepentingan dan keberlanjutan kawasan seperti perlindungan tata air, keseimbangan
ekologi dan konservasi hayati.
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas :
a. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk
keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan
untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
b. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih
udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah,
pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi
hayati atau keanekaragaman hayati).
Berdasarkan pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat RTH seperti yang telah diuraikan di
atas, maka RTH dibagi atas beberapa jenis dengan status kepemilikan seperti yang
tercantum pada Tabel 4.12 berikut.
Penyediaan RTH pada suatu kawasan terbagi atas 2 (dua) yaitu :
1) Penyediaan RTH Berdasarkan Luas
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut :
Ruang terbuka hijau di suatu kawasan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat,
Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari
20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat,
Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah
memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka
proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -51
Tabel 4.12 Jenis RTH dan Kepemilikannya
No Jenis Kepemilikan
Publik Privat
1 RTH Pekarangan
a. Pekarangan rumah tinggal V
b. Halaman perkantoran, pertokoan dan tempat usaha V
c. Taman atap bangunan V
2. RTH Taman dan Hutan Kota
a. Taman RT V V
b. Taman RW V V
c. Taman kelurahan V V
d. Taman kecamatan V V
e. Taman kota V
f. Hutan Kota V
g. Sabuk hijau (green belt) V
3. RTH Jalur Hijau Jalan
a. Pulau jalan dan median jalan V V
b. Jalur pejalan kaki V V
c. Ruang di bawah jalan layang V
4. RTH Fungsi Tertentu
a. RTH sempadan rel kereta api V
b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi V
c. RTH sempadan sungai V
d. RTH sempadan pantai V
e. RTH pengamanan sumber air baku V
f. Pemakaman V
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008
Catatan : Taman lingkungan yang merupakan RTH privat adalah taman lingkungan yang dimiliki oleh orang perseorangan/masyarakat/swasta yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas.
2) Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk.
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan
mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH sesuai
peraturan yang berlaku.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 maka di kawasan
perencanaan di Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -52
Bedagai jenis RTH nya yaitu ; Taman RT sejumlah 95 unit dengan luas minimal/unit seluas
5,12 Ha, Taman RW sejumlah 9 unit dengan luas minimal/unit seluas 2,50 Ha, Taman
kelurahan 1 unit dengan luas minimal/unit seluas 0,90 Ha dan selebihnya untuk green belt
(sabuk hijau) yaitu seluas 41,48 Ha.
Untuk Lebih jelasnya dapat dilihat pada Peta 4.18.
Tabel 4.13
Penyediaan RTH untuk Kawasan Industri
No Unit
Lingkungan Jenis RTH
Jumlah Kebutuhan
(Unit)
Luas minimal/ unit
(m2)
Jumlah Kebutuhan
Minimal Luasan (Ha)
1 250 jiwa Taman RT 95 250 5,12
2 2.500 jiwa Taman RW 9 1.250 2,50
3 30.000 jiwa Taman kelurahan 1 9.000 0,90
4 - Green belt dan
Sempadan -
41,48
Minimal penyediaan RTH 50
Sumber : Perhitungan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -53
Peta 4.18
Rencana Ruang Terbuka Hijau (RTH)
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -54
4.8 RENCANA UTILITAS UMUM
4.8.1 Jaringan Listrik
Ketersediaan jaringan listrik menjadi syarat yang penting untuk kegiatan industri, karena
bisa dipastikan proses produksi kegiatan industri sangat membutuhkan energi yang
bersumber dari listrik, untuk keperluan mengoperasikan alat-alat produksi. Dalam hal ini
standar pelayanan listrik untuk kegiatan industri tidak sama dengan kegiatan domestik
dimana ada prasyarat mutlak untuk kestabilan pasokan daya maupun tegangan.
Instalasi penyediaan dan jaringan distribusi tenaga listrik sesuai dengan ketentuan PLN.
Sumber tenaga listrik dapat disediakan oleh PLN maupun pengelola kawasan industri
(perusahaan listrik swasta).
Hingga saat ini secara keseluruhan kawasan perencanaan telah terlayani oleh PT. PLN
Persero Cabang Kota Tebing Tinggi dengan sistem pelayanan baik domestik maupun non
domestik dengan sistem jaringan saluran kabel menggunakan tiang listrik.
Analisis pengembangan jaringan listrik selain diarahkan terhadap penambahan daya
sambungan juga kepada sistem jaringan kabel bawah tanah dengan memanfaatkan
ruang milik jalan (Rumija). Konsep perencanaan pengembangan sistem jaringan listrik
diharapkan linier terhadap perencanaan sistem jaringan jalan guna penataan jaringan
pelayanan distribusi yang rapi.
Dalam kaitannya dengan perkiraan kebutuhan listrik pada kawasan perencanaan yang
notabene adalah kawasan industri, maka sudah menjadi syarat mutlak dalam
pemenuhannya kedepan. Perkiraan kebutuhan listrik ini disesuaikan dengan Standar
Teknis Pelayanan Umum Minimal dalam perencanaan pengelolaan kawasan industri, yaitu
sebesar 0,15 – 0,2 MVA/ Ha. Sehingga melalui standar teknis tersebut dapat diperkirakan
kebutuhan pelayanan listrik pada kawasan perencanaan yaitu sebesar ± 100 MVA.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -55
4.8.2 Jaringan Telepon
Melalui survey lapangan yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa tingkat pelayanan
PT. TELKOM Cabang Kota Tebing Tinggi khususnya pada Kawasan Perencanaan dengan
sistem pelayanan jaringan kabel belum secara menyeluruh yang mungkin disebabkan
oleh belum adanya permohonan pemasangan instalasi dari penduduk.
Analisa pengembangan sistem jaringan telepon di kawasan perencanaan diarahkan
kepada beberapa hal sebagai berikut :
1. Pengembangan jaringan terhadap kawasan eksisting yang belum terpasang.
2. Pemasangan jaringan kabel serat optik bawah tanah pada kawasan industri.
3. Penataan/ perbaikan tiang dan jaringan yang rusak.
4. Konsep perencanaan yang linier terhadap perencanaan ruas jaringan jalan.
5. Penggunaan bersama menara telekomunikasi guna membatasi penyebaran tower/
BTS dari masing-masing operator jaringan.
6. Pembangunan tower/ BTS untuk jaringan nirkabel diharapkan tetap memperhatikan
ketentuan yang berlaku dan masuk dalam kriteria kawasan III.
Standar Pembangunan Menara Telekomunikasi
Ketentuan pembangunan menara telekomunikasi dimaksudkan untuk memberikan
arah penyelenggaraan telekomunikasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku disamping kehandalan cakupan (coverage) frekuensi
telekomunikasi dengan tujuan meminimalkan jumlah menara telekomunikasi yang
ada, dengan prioritas mengarahkan pada penggunaan/ dalam penggunaan/
pengelolaannya maupun pengguaan ruang kota, namun tetap menjamin kehandalan
cakupan pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan telekomunikasi.
Pola penyebaran titik lokasi menara telekomunikasi dibagi dalam kawasan
berdasarkan pola sifat lingkungan, kepadatan bangunan dan bangun-bangunan serta
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -56
kepadatan jasa telekomunikasi yang lokasi persebarannya ditetapkan dengan
keputusan Pemerintah Daerah. Kawasan tersebut dibagi berdasarkan kriteria sebagai
berikut :
1. Kriteria Kawasan I
a. Lokasi yang kepadatan bangunan bertingkat dan bangunan-bangunan serta
kepadatan penggunaan/ pemakaian jasa telekomunikasi padat.
b. Penempatan titik lokasi menara telekomunikasi pada permukaan tanah hanya
untuk menara tunggal, kecuali untuk kepentingan bersama beberapa operator
dapat dibangun menara rangka sebagai menara bersama.
c. Menara telekomunikasi dapat didirikan di atas tanah dan di atas bangunan
dengan memperhatikan keamanan, keselamatan, estetika dan keserasian
lingkungan.
2. Kriteria Kawasan II
a. Lokasi yang kepadatan bangunan bertingkat dan bangunan-bangunan kurang
padat.
b. Penempatan titik lokasi menara telekomunikasi pada permukaan tanah dapat
dilakukan untuk menara rangka dan menara tunggal.
c. Menara telekomunikasi dapat didirikan di atas bangunan jika tidak dimungkinkan
didirikan di atas permukaan tanah dengan memperhatikan keamanan,
keselamatan, estetika dan keserasian lingkungan.
3. Kriteria Kawasan III
a. Lokasi dimana kepadatan bangunan bertingkat dan bangun-bangunan tidak
padat.
b. Penempatan titik lokasi menara telekomunikasi pada permukaan tanah dapat
dilakukan untuk menara rangka dan menara tunggal.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -57
c. Menara telekomunikasi di atas bangunan bertingkat tidak diperbolehkan kecuali
tidak dapat dihindari karena terbatasnya pekarangan tanah dengan ketentuan
ketinggian disesuaikan dengan kebutuhan frekuensi telekomunikasi dengan
tinggi maksimum 52 meter dari permukaan tanah dengan memperhatikan
keamanan, keselamatan, estetika dan keserasian lingkungan.
Menara telekomunikasi dibangun sesuai dengan kaidah penataan ruang kota,
keamanan dan ketertiban, lingkungan, estetika dan kebutuhan telekomunikasi pada
umumnya. Seperti disebutkan diatas, menara telekomunikasi diklasifikasikan dalam
dua bentuk, yaitu menara tunggal dan menara rangka.
Menara telekomunikasi untuk mendukung sistem transmisi radio microwave, apabila
merupakan menara rangka yang dibangun di permukaan tanah maksimum tingginya
72 meter, ditentukan hanya dapat dibangun dalam peruntukkan tanah II dan
peruntukkan tanah III.
Dilarang membangun menara telekomunikasi pada :
Lokasi pada peruntukkan tanah spesifik perumahan kecuali pada peruntukkan
tanah perumahan renggang dengan ketentuan harus dilengkapi dengan
persyaratan tidak berkeberatan dari tetangga di sekitar menara dan diketahui oleh
pemerintahan setempat.
Bangunan bertingkat yang menyediakan fasilitas helipad.
Bangunan bersejarah dan cagar budaya.
Oleh karena itu sejak tahun 2006 Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi telah
menyusun rancangan aturan izin mendirikan menara telekomunikasi yang terdiri atas
2 (dua) alternatif, yaitu :
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -58
Alternatif I;
Jenis Bangunan
Jarak Tower dari Bangunan (meter)
Ketinggian tower sampai
dengan 45 meter
Ketinggian tower sampai di
atas 45 meter
Perumahan 20 30
Komersial 10 15
Industri 5 10
Alternatif II;
a. Untuk ketinggian tower di atas 60 meter, jarak tower dari bangunan terdekat
adalah 20 meter.
b. Untuk ketinggian tower di bawah 60 meter, jarak tower dari bangunan terdekat
adalah 10 meter.
4.8.3 Jaringan Air Bersih
Pembahasan jaringan air bersih atau air minum ini ditujukan untuk mengatur dan
menentukan kebutuhan jaringan dan fasilitas air minum, menurut blok dan sub blok
permukiman, sehingga tercipta ruang ekonomis, sehat dan produktif.
Berdasarkan Standar Teknis Pelayanan Umum Minimal, kebutuhan air bersih pada
kawasan industri berkisar antara 0,55 – 0,75 liter/detik/Ha. Air bersih dapat bersumber
dari PDAM maupun air tanah yang dikelola sendiri oleh pengelola kawasan industri.
Melalui standar tersebut diatas, maka dapat diperkirakan total kebutuhan air bersih pada
kawasan perencanaan kedepannya yaitu berkisar ± 375 liter/detik. Terkait dengan sumber
air baku yang tersedia pada kawasan perencanaan mengandalkan air permukaan yaitu
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -59
Sungai Tanjung Beringin yang dianggap sepenuhnya sudah mampu melayani kawasan
industri.
4.8.4 Persampahan
Analisis persampahan dapat diuraikan beberapa arahan konsep pengembangan sistem
persampahan di Kawasan Perencanaan sebagai berikut :
1. Sistem rute pelayanan persampahan yang mampu melayani seluruh Kawasan
Perencanaan.
2. Ketersediaan unit-unit fasilitas persampahan di Kawasan Perencanaan yang sesuai
dengan standarisasi sistem persampahan sebuah kawasan.
3. Adanya konsep perencanaan penyediaan lahan untuk TPS dan TPA di Kawasan
Perencanaan.
4. Analisa ini ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan pembuangan sampah atau limbah
non B3.
Dalam sistem pengelolaan sampah di kawasan industri disarankan agar diterapkan
dengan menggunakan teknik pemilahan dan pengumpulan sampah berdasarkan jenis
sampahnya (sampah organik dan non organik). Untuk pengolahan sampah dapat
dilakukan oleh pengelola kawasan industri atau pemerintah daerah setempat.
Berkaitan dengan produksi sampah yang dihasilkan oleh sebuah kawasan industri
menurut Standar Teknis Pelayanan Umum pengelolaan sarana dan prasarana sampah,
dapat diperkirakan menghasilkan 4 m3/Ha/Hari. Sehingga melalui luas kawasan industri,
dapat diperkirakan produksi sampah pada kawasan perencanaan yaitu sebesar
2.000 m3/Hari.
Mengenai penanganannya menurut standar tersebut diatas dapat ditentukan bahwa
kawasan industri wajib menyediakan 1 bak sampah/kaveling perumahan, 1 unit TPS/20 Ha,
dan 1 armada sampah/20 Ha. Sehingga dengan standar tersebut, maka kawasan
perencanaan diarahkan untuk memiliki :
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -60
Bak sampah sebanyak 3.475 unit (450 unit perumahan manajer, 3.000 unit perumahan
staff, dan 25 unit flat);
TPS (tempat pembuangan sementara) sebanyak 25 unit; dan
Armada sampah sebanyak 25 unit.
Untuk pembuangan akhir sampah (TPA), sampah pada kawasan perencanaan mengikuti
kebiajakan RTRW Kabupaten Serdang Bedagai yang menentukan lokasi TPA antara lain;
di TPA Belidaan (Kecamatan Sei Rampah), TPA Batang Terap (Kecamatan Perbaungan)
dan TPA Dolok Masihul. Dengan pertimbangan jarak dari lokasi rencana kawasan, maka
pembuangan akhir sampah kawasan perencanaan diarahkan di TPA Belidaan (Kecamatan
Sei Rampah).
4.9 RENCANA TRANSPORTASI
4.9.1 Rencana Sistem Jaringan
Sistem jaringan pergerakan atau sirkulasi sistem transportasi disesuaikan terhadap
status, fungsi dan hirarki jaringan jalan di Kawasan Perencanaan. Sistem pergerakan yang
diatur di Kawasan Perencanaan terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu :
1. Pola sirkulasi kendaraan berat, sedang dan ringan;
2. Pola sirkulasi angkutan umum;
3. Pola sirkulasi pejalan kaki.
Bila dilihat berdasarkan ketentuan standar prasarana perkotaan maka pada umumnya
ruas-ruas jaringan jalan di Kawasan Perencanaan belum mengikuti ketentuan tersebut.
Agar lebih jelas mengenai standar penyediaan prasarana kota dapat dilihat pada tabel
berikut.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -61
STANDAR PENYEDIAAN PRASARANA KOTA
Sampai saat ini sistem perencanaan jaringan jalan yang terdapat di kawasan perencanaan
mengacu kepada hirarki jalan di Kabupaten Serdang Bedagai atau dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.14 Sistem Perencanaan Jaringan Jalan
Hierarki Jalan Kecepatan Kendaraan
(Km/Jam) Lebar Badan Jalan
(Meter) Gsj Terhadap
Bangunan (Meter)
Arteri primer ≥ 60 (enam puluh) ≥ 8 (delapan) ≥ 22 (dua puluh dua)
Arteri sekunder ≥ 50 (tiga puluh) ≥ 8 (delapan) ≥ 20 (dua puluh)
Kolektor primer ≥ 40 (empat puluh) ≥ 7 (tujuh) ≥ 17 (tujuh belas)
Kolektor sekunder ≥ 20 (dua puluh) ≥ 7 (tujuh) ≥ 7 (tujuh)
Lokal primer ≥ 20 (dua puluh) ≥ 6 (enam) ≥ 12 (dua belas)
Lokal sekunder ≥ 10 (sepuluh) ≥ 5 (lima) ≥ 4 (empat)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Tabel 4.15 Fungsi Klasifikasi Jalan
Klasifikasi Jenis Gerakan Yang Dilayani Penanganan Akses
Yang Diinginkan Penanganan Desain Yang
Diinginkan
Arteri Primer Terutama lalu lintas terusan, gerakan-gerakan antardaerah dan antarsektor
Tidak ada akses Jalan berjalur 4-8 dengan pemisahan persimpangan sepenuhnya
Arteri Sekunder Terutama untuk menanggung lalu lintas terusan, gerakan antar sektor
Akses yang terbatas kemanfaat-manfaat tanah yang utama
Tanjakan bagian jalan berjalur 2-6 memisahkan persimpangan-persimpangan lain terkendali
Kolektor Primer Keseimbangan antara lalu lintas terusan dan lalu lintas akses, lalu lintas terusan tidak digiatkan
Akses langsung, penggunaan bagian depan jalan terkendali
Persimpangan jalan dengan 2-4 jalur tidak terkontrol
Kolektor Sekunder
Terutama lalu lintas akses, lalu lintas terusan dicegah
Akses langsung Jalan akses dengan 1-2 jalur
Lokal Lalu lintas akses saja, bidang tanah atau pembangunan/perorangan
Akses langsung
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -62
Namun, kedepan lokasi kawasan perencanaan diarahkan sebagai kawasan industri yang
memiliki standar tersendiri sebagai kawasan industri. Menurut Standar Pelayanan Umum
yang terlampir didalam Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 Tentang
Kawasan Industri teridiri atas jaringan jalan utama dan jaringan jalan lingkungan. Untuk
jaringan jalan dimaksud memiliki standar sebagai berikut :
a) Jalan utama dengan memakai 2 jalur 1 arah dengan lebar perkerasan 2x7 m;
b) Jalan utama dengan memakai 1 jalur 2 arah dengan lebar perkerasan minimum 8 m;
c) Jalan utama dengan memakai 2 jalur 2 arah dengan lebar perkerasan minimum 2x7 m.
d) Jalan lingkungan yang disesuaikan berdasarkan kebutuhan.
Untuk perencanaan jaringan jalan utama pada lokasi kawasan perencanaan diarahkan
untuk memakai 2 jalur 2 arah dengan lebar perkerasan minimum 2x7 m. Sementara jalan
lingkungan diarahkan untuk memakai 1 jalur 2 arah dengan lebar perkerasan 6 m.
Pemakaian standar ini ditujukan supaya lebih mengoptimalkan kelancaran arus
transportasi kedepan pada kawasan industri.
4.9.2 Rencana Sistem Pergerakan
Analisis pergerakan transportasi dapat dibedakan atas 2 (dua) jenis, yaitu bangkitan-
tarikan lalu lintas dan moda pergerakan.
A. Rencana Bangkitan dan Tarikan Lalu Lintas
Berdasarkan hasil arahan kawasan industri kedepan, dapat ditentukan secara umum
kawasan bangkitan maupun tarikan lalu lintas yang dapat dirinci sesuai dengan analisis
pembagian blok kawasan adalah sebagai berikut :
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -63
Tabel 4.16
Kawasan Bangkitan Dan Tarikan Transportasi
Pada Arahan Kawasan Perencanaan
No Blok Kawasan Peruntukkan Lahan Bangkitan/ Tarikan
1 A Perumahan Karyawan Tarikan
2 B Perkantoran Komersil Bangkitan
3 C Pelabuhan dan Pergudangan Bangkitan
4 D Industri Hulu Bangkitan
5 E Industri Hilir Bangkitan
6 F Pelabuhan dan RTH Tarikan
Sumber : Hasil Analisa
B. Analisis Moda Pergerakan
Pada arahan kawasan industri kedepan, pola pergerakan di kawasan perencanaan
memiliki intensitas yang cukup tinggi, dimana hal ini disesuaikan dengan volume
bangkitan lalu lintas tinggi. Adapun nantinya pergerakan transportasi pada kawasan
perencanaan bervariasi yaitu mulai moda transportasi kendaraan berat sampai dengan
ringan seperti sepeda motor dan pejalan kaki dengan arah lalu lintas secara keseluruhan
2 (dua) arah.
Untuk lebih jelas mengenai Rencana Jaringan Jalan dapat dilihat pada Peta 4.19.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -64
Peta 4.19
Rencana Jaringan Jalan
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -65
4.10 RENCANA PENATAAN KAWASAN DAN BANGUNAN
4.10.1 Rencana Intensitas Pemanfaatan Ruang
Intensitas pemanfaatan ruang merupakan besaran pembangunan yang diperbolehkan
untuk fungsi tertentu berdasarkan pengaturan koefisien lantai bangunan (KLB), koefisien
dasar bangunan (KDB), koefisien dasar hijau (KDH), kepadatan penduduk, dan/atau
kepadatan bangunan tiap persil, tapak, blok peruntukan, atau kawasan sesuai dengan
kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan.
Analisa mengenai intensitas pemanfaatan ruang pada wilayah perencanaan dibagi
berdasarkan blok peruntukan lahan yang telah direncanakan berdasarkan fungsi serta
karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam, yang dituangkan dalam arahan blok-
blok peruntukan lahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta 4.20, 4.21 dan 4.22
serta tabel 4.16 berikut.
Tabel 4.17
Arahan Pembagian Blok Kawasan
NO BLOK
KAWASAN
LUAS
TOTAL ARAHAN FUNGSI PERUNTUKAN
1 BLOK A 24,92 Ha Perumahan Karyawan
2 BLOK B 12,37 Ha Perkantoran
Komersil
3 BLOK C 39,99 Ha Pelabuhan
Pergudangan
4 BLOK D 156,94 Ha Industri Hulu
5 BLOK E 196,95Ha Industri Hilir
6 BLOK F 42,60 Ha Pelabuhan
RTH
Sumber : Hasil Analisa
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -66
A. Rencana Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Analisa mengenai Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
pada arahan kawasan industri (KITB), pada dasarnya mengacu pada syarat ideal arahan
penentuan besaran KDB dan KLB yang ada. Adapun arahan penentuan besaran KDB dan
KLB banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor fisik, faktor
teknis, faktor ekonomi, faktor sosial termasuk didalamnya budaya setempat dan faktor
lokasi dan jangkauan pelayanan (termasuk aksesibilitas). Untuk lebih jelasnya lihat Tabel
berikut.
Tabel 4.18
Syarat Ideal Terhadap Rencana Penentuan Besaran KDB Dan KLB
NO FAKTOR KRITERIA KDB KLB
1 Fisik
Topografi < 100 meter;
Kemiringan < 15%;
Layak dilakukan pembanguan tanpa ada persyaratan tertentu
Layak dilakukan pembangunan tanpa ada persyaratan tertentu
Topografi 100 - 500 meter;
Kemiringan 15 - 40%;
Ada persyaratan tertentu Ada persyaratan tertentu
2 Teknis Jalur telekomunikasi;
Jalur listrik tegangan tinggi;
Tidak ada pembatasan (kecuali jalur listrik tegangan tinggi)
Ada pembatasan ketinggian jalur listrik tegangan tinggi
3 Ekonomi
Lokasi investasi;
Orientasi provit;
Orientasi aksesibilitas;
Orientasi lokasi;
Tergantung skala pelayanan
Maksimal sesuai dengan yang diijinkan
Maksimal sesuai dengan yang diijinkan
4 Sosial
Fungsi sosial;
Ruang publik;
Nyaman dan aman;
Tata nilai setempat;
Pembatasan untuk menjaga tersedianya ruang publik, fungsi sosial, aman, nyaman, tata nilai setempat
Pembatasan untuk menjaga tersedianya ruang publik, fungsi sosial, aman, nyaman, tata nilai setempat.
5 Lokasi
Arteri primer Dominasi kegiatan jasa dan perdagangan skala regional (antar kota/kabupaten)
Pembatasan guna pemberian ruang untuk perkir, ruang publik, kegiatan pendukung lainnya
Maksimal sesuai dengan yang di ijinkan
Arteri sekunder Dominasi kegiatan jasa dan perdagangan skala regional (skala kota)
Pembatasan guna pemberian ruang untuk perkir, ruang publik, kegiatan pendukung lainnya
Maksimal sesuai dengan yang di ijinkan
Kolektor primer Dominasi kegiatan jasa dan perdagaan skala regional (dalam satu kabupaten)
Lebih besar dibandingkan di kanan-kiri jalan arteri
Lebih rendah dibandingkan jalan arteri
Kolektor sekunder Dominasi kegiatan jasa dan perdagangan skala regional (skala bagian kota)
Lebih besar dibandingkan di kanan-kiri jalan arteri
Lebih rendah di bandingkan jalan arteri
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -67
Lokal primer Dominasi permukiman
Lebih rendah dibandingkan arteri dan kolektor karena ada fungsi sosial
Lebih rendah dibandingkan arteri dan kolektor kerena ada fungsi sosial
Lokal sekunder Dominasi permukiman
Lebih rendah dibandingkan arteri dan kolektor karena ada fungsi sosial
Lebih rendah dibandingkan arteri dan kolektor kerena ada fungsi sosial
Berdasarkan analisa diatas, hal ini perlu adanya arahan yang dapat mengatur tentang
besaran Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) di
kawasan perencanaan (KITB) guna mengantisipasi perkembangan pembangunan dimasa
mendatang.
Berikut arahan mengenai besaran Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai
Bangunan (KLB) yang akan diterapkan pada kawasan perencanaan kedepan.
Tabel 4.19 Arahan Besaran Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
NO BLOK
KAWASAN ARAHAN FUNGSI
PERUNTUKAN ARAHAN
KDB ARAHAN
KLB PERTIMBANGAN
1 BLOK A Perumahan Karyawan 60%-70% 1lt - 2lt Kebutuhan ruang
Intensitas bangunan rendah
2 BLOK B
Perkantoran 60%-70% 1lt - 3lt Kebutuhan ruang
Intensitas bangunan rendah
Komersil 60%-70% 1lt - 3lt Kebutuhan ruang
Intensitas bangunan tinggi
Area parker kendaraan
3 BLOK C
Pelabuhan 50%-60% 1lt - 2lt
Kebutuhan ruang
Area parker kendaraan
Homogen dengan fungsi eksisting
Pergudangan 60%-70% 1lt - 2lt Kebutuhan ruang
Intensitas bangunan rendah
4 BLOK D Industri Hulu 60%-70% 1lt - 5lt
Kebutuhan ruang
Intensitas bangunan tinggi
Sirkulasi bongkar muat
kendaraan dan barang
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -68
5 BLOK E Industri Hilir 60%-70% 1lt - 5lt
Kebutuhan ruang
Intensitas bangunan tinggi
Sirkulasi bongkar muat
kendaraan dan barang
6 BLOK F
Rencana Pelabuhan Baru
70%-80% 1lt - 5lt
Kebutuhan ruang
Intensitas bangunan tinggi
Sirkulasi bongkar muat kendaraan dan barang
RTH 10%-20% 1lt Area resapan
Fasilitas publik
Sumber : Hasil Analisa
B. Rencana Koefisien Dasar Hijau (KDH)
Analisa mengenai Koefisien Dasar Hijau (KDH) pada kawasan perencanaan, pada
dasarnya mengacu pada syarat ideal arahan penentuan besaran KDH. Adapun penetapan
besaran koefisien dasar hijau didasarkan pada pertimbangan :
Tingkat pengisian/ peresapan air (water recharge);
Besar pengaliran air (kapasitas drainase);
Rencana tata ruang (RTH, tipe zonasi, dll).
Arahan teknis terhadap penentuan besaran Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah sebagai
berikut :
Koefisien dasar hijau (KDH) ditetapkan sesuai dengan peruntukkan dalam rencana
tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. KDH minimal 10% pada daerah sangat
padat/ padat. KDH ditetapkan meningkat setara dengan naiknya ketinggian
bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah.
Ruang Terbuka Hijau yang termasuk dalam KDH sebanyak mungkin diperuntukkan
bagi penghijauan/ penanaman di atas tanah. Dengan demikian area parkir dengan
lantai perkerasan masih tergolong RTH sejauh menggunakan komponen perkerasan
yang bias menyerap air dan ditanami pohon peneduh yang ditanam di atas tanah,
tidak di dalam wadah/ container kedap air.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -69
KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-tiap klas bangunan dalam kawasan-
kawasan bangunan, dimana terdapat beberapa kelas bangunan dan kawasan
campuran.
Berdasarkan analisa diatas, hal ini perlu adanya arahan yang dapat mengatur tentang
besaran Koefisien Dasar Hijau (KDH) pada kawasan perencanaan. Berikut arahan
mengenai besaran Koefisien Dasar Hijau (KDH) pada kawasan perencanaan/ Kawasan
Industri Tanjung Beringin (KITB).
Tabel 4.20 Arahan Besaran Koefisien Dasar Hijau (KDH)
NO BLOK
KAWASAN ARAHAN FUNGSI
PERUNTUKAN ARAHAN
KDB ARAHAN
KDH PERTIMBANGAN
1 BLOK A Perumahan Karyawan 60%-70% 10%-20%
Pedestrian /RTNH (ruang terbuka non hijau)
Area parkir / RTNH (ruang terbuka non hijau)
Fasilitas public
Estetika
2 BLOK B
Perkantoran 60%-70% 10%-20%
Pedestrian /RTNH (ruang terbuka non hijau)
Area parkir / RTNH (ruang terbuka non hijau)
Estetika
Komersil 60%-70% 10%-20%
Pedestrian /RTNH (ruang terbuka non hijau)
Area parkir / RTNH (ruang terbuka non hijau)
Estetika
3 BLOK C
Pelabuhan 50%-60% 10%-20%
Pedestrian /RTNH (ruang terbuka non hijau)
Area parkir / RTNH (ruang terbuka non hijau)
Estetika
Pergudangan 60%-70% 10%-20%
Pedestrian /RTNH (ruang terbuka non hijau)
Area parkir / RTNH (ruang terbuka non hijau)
Estetika
4 BLOK D Industri Hulu 60%-70% 10%-20%
Kebutuhan sarana bongkar muat kendaraan dan barang
Area parkir /RTNH (ruang terbuka non hijau)
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -70
5 BLOK E Industri Hilir 60%-70% 10%-20%
Kebutuhan sarana bongkar muat kendaraan dan barang
Area parkir /RTNH (ruang terbuka non hijau)
6 BLOK F
Rencana Pelabuhan Baru 70%-80% 5%-10%
Kebutuhan sarana bongkar muat kendaraan dan barang
Area parkir /RTNH (ruang terbuka non hijau)
RTH 10%-20% 60%-70%
Area resapan
Buffer polusi
Pedestrian /RTNH (ruang terbuka non hijau)
Fasilitas publik
Sumber : Hasil Analisa
C. Rencana Koefisien Tapak Besmen (KTB)
Koefisien Tapak Besmen (KTB) merupakan angka prosentase luas tapak bangunan yang
dihitung dari proyeksi dinding terluar bangunan di bawah permukaan tanah terhadap
luas perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai.
Arahan terhadap penentuan besaran KTB maksimum didasarkan pada batas KDH
minimum pada suatu persil.
Contoh : Bila KDH minimum (persil) = 25%, maka KTB maksimum (persil) = 75%.
Pada kawasan perencanaan tidak ditemukan adanya penggunaan basement pada
masing-masing fungsi bangunan yang ada. Berdasarkan rencana pengembangan yang
telah direncanakan, penggunaan basement sangat dimungkinkan khususnya pada fungsi
bangunan perdagangan dan jasa. Hal ini terlihat pada peruntukan lahan sebagai fungsi
bangunan perdagangan dan jasa yang terletak di Blok E.
Berdasarkan analisa diatas, hal ini perlu adanya arahan yang dapat mengatur tentang
besaran Koefisien Tapak Besmen (KTB) di kawasan tersebut. Tabel berikut ini merpakan
arahan mengenai besaran Koefisien Tapak Besmen (KTB) pada kawasan perencanaan.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -71
Tabel 4.21 Arahan Besaran Koefisien Tapak Besmen (KTB)
NO BLOK
KAWASAN ARAHAN FUNGSI
PERUNTUKAN ARAHAN
KDH ARAHAN
KTB PERTIMBANGAN
1 BLOK A Perumahan Karyawan 10%-20% - Intensitas bangunan rendah
2 BLOK B
Perkantoran 10%-20% - Intensitas bangunan rendah
Komersil 10%-20% 60%-70% Kebutuhan ruang
Intensitas bangunan tinggi
3 BLOK C Pelabuhan 10%-20% 50%-60% Intensitas bangunan rendah
Pergudangan 10%-20% 50%-60% Intensitas bangunan rendah
4 BLOK D Industri Hulu 10%-20% 60%-70% Kebutuhan ruang
Intensitas bangunan tinggi
Area parkir
5 BLOK E Industri Hilir 10%-20% 60%-70% Kebutuhan ruang
Intensitas bangunan tinggi
Area parkir
6 BLOK F
Rencana Pelabuhan Baru
5%-10% 70%-80% Kebutuhan ruang
Intensitas bangunan tinggi
Area parkir
RTH 60%-70% - Intensitas bangunan rendah
Sumber : Hasil Analisa
D. Rencana Koefisien Wilayah Terbangun (KWT)
Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) merupakan angka prosentase luas tapak bangunan
yang dihitung dari proyeksi dinding terluar bangunan di bawah permukaan tanah
terhadap luas perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai.
Standar ideal pada besaran koefisien wilayah terbangun pada suatu kawasan didasarkan
pada batas KDH minimum pada suatu blok peruntukan.
Contoh : Bila KDH minimum (blok peruntukan) = 30%, maka KWT maksimum (blok
peruntukan) = 70%.
Mengenai arahan Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) pada arahan Kawasan Industri
Tanjung Beringin (KITB), dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -72
Tabel 4.22 Arahan Besaran Koefisien Wilayah Terbangun (KWT)
No Blok
Kawasan Arahan Fungsi
Peruntukan
Eksisting Arahan Pertimbangan
Luas Wilayah
(Ha)
Luas Terbangun
(Ha)
Persentase Terbangun (%)
Persent. Arahan
Luas Pengemb.
(%)
Arahan Luas Maksimal Pengemb.
(Ha)
1 BLOK A Perumahan
Karyawan 24,92 Ha 0 0 60 - 70 22,70
Kebutuhan ruang
Perkerasan jalan
2 BLOK B
Perkantoran
12,37 Ha 0 0
60 - 70 22,70 Kebutuhan ruang
Perkerasan jalan
Komersil 60 - 70 9,77 Kebutuhan sarana
publik
3 BLOK C
Pelabuhan
39,99 Ha 0 0
60 - 70 0,79 Kebutuhan sarana
publik
Pergudangan
60 - 70 0,79 Kebutuhan sarana
publik
4 BLOK D Industri Hulu 156,94 Ha 0 0 60 - 70 156,66 Kebutuhan ruang
Perkerasan jalan
5 BLOK E Industri Hilir 196,95Ha 0 0 60 - 70 156,66 Kebutuhan ruang
Perkerasan jalan
6 BLOK F
Rencana
Pelabuhan
Baru 42,60 Ha 1,13 0
70 - 80 13,52
Kebutuhan ruang
Perkerasan jalan
Area parkir (RTNH)
RTH 10 - 20 2,23 Kebutuhan sarana
public
Area resapan
Sumber : Hasil Analisa
4.10.2 Rencana Tata Massa Bangunan
Tata massa bangunan merupakan bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan
pada suatu persil/ tapak yang dikuasai.
A. Rencana Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah
bangunan ke arah GSJ yang ditetapkan dalam rencana kabupaten/ kota.
Pada dasarnya Standar kelayakan dalam menentukan besaran garis sempadan bangunan
(GSB) didasarkan kepada beberapa pertimbangan, yaitu :
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -73
Keselamatan;
Resiko kebakaran;
Kenyamanan dan estetika.
Secara teknis, penentuan besaran garis sempadan bangunan berdasarkan pada
perhitungan :
Untuk ruang milik jalan (rumija) < 8m, GSB minimum = ½ rumija;
Untuk ruang milik jalan (rumija) ≥ 8m, GSB minimum = ½ rumija + 1 m.
Berdasarkan penjelasan mengenai standar kelayakan Garis Sempadan Bangunan (GSB)
diatas, maka kedepan seyogyanya kawasan perencanaan (kawasan industri) disyaratkan
untuk menggunakan standar diatas.
B. Rencana Jarak Bebas antar Bangunan (JBB)
Jarak Bebas adalah jarak minimum yang diperkenankan dari bidang terluar bangunan
sampai batas samping dan belakang. Standar ideal pada penentuan besaran jarak bebas
antar bangunan berdasarkan pada penerapan bentuk bangunan.
a) Bangunan Deret : Tidak memiliki jarak bebas pada sisi samping bangunan, namun
tetap memiliki jarak bebas pada sisi belakangnya (Brench gang).
b) Bangunan Tunggal/ Renggang : Jarak Bebas antar Bangunan adalah ½ x Tinggi
Bangunan.
Berdasarkan uraian diatas dan apabila dikaitkan dengan besaran Jarak Bebas antar
Bangunan (JBB) pada rencana kawasan industri kedepan, dapat dilihat pada Tabel
berikut ini.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -74
Tabel 4.23
Arahan Jarak Bebas antar Bangunan (JBB) Minimum
No Blok
Kawasan Arahan Fungsi
Peruntukan
Jarak Samping
(m)
Jarak Belakang
(m) Pertimbangan
1 BLOK A Perumahan
Karyawan 2 4
Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan sedang
2 BLOK B
Perkantoran 2 4 Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan sedang
Komersil - 3 Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan tinggi
3 BLOK C
Pelabuhan 2 4 Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan sedang
Pergudangan 2 4 Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan sedang
4 BLOK D Industri Hulu 8 8 Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan tinggi
5 BLOK E Industri Hilir 8 8 Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan tinggi
6 BLOK F
Rencana Pelabuhan Baru
8 8 Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan tinggi
RTH - - Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan rendah
Sumber : Hasil Analisa
C. Ketinggian Bangunan
Tinggi bangunan ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, risiko kebakaran,
teknologi, estetika, dan prasarana.
Standar kelayakan mengenai besaran ketinggian lantai dasar suatu bangunan
diperkenankan mencapai 1,2 m di atas tinggi rata-rata tanah atau jalan di sekitarnya. Jika
pada sebuah area perencanaan terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi
yang besar, maka tinggi maksimal lantai dasar ditetapkan berdasarkan jalan masuk utama
ke persil, dengan memperhatikan keserasian lingkungan. Apabila sebuah persil berada
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -75
dibawah titik ketinggian bebas banjir, maka tinggi lantai dasar ditetapkan setinggi 1,2 m
dari titik ketinggian bebas banjir yang telah ditetapkan. Perhitungan ketinggian sebuah
bangunan ditentukan sebagai berikut:
a. Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi dan bentuk
arsitektural bangunannya.
b. Jarak lantai bangunan ke lantai berikutnya maksimal 5 m disesuaikan dengan fungsi
bangunannya (kecuali bangunan ibadah, industry, gedung olah raga, bangunan
monumental, dan bangunan gedung serba guna).
c. Lantai mesanin dihitung dalam ketentuan intensitas ruang.
d. Penggunaan rongga atap diperhitungkan dalam ketentuan intensitas ruang.
Penambahan lantai atau tingkat suatu bangunan harus mendapatkan persetujuan
Bupati/ walikota.
Berdasarkan penjelasan mengenai standar kelayakan diatas dan apabila dikaitkan dengan
tingkat ketinggian bangunan pada kawasan perencanaan, sebagian besar tingkat
ketinggian bangunan yang ada masih sesuai dengan standar kelayakan yang ada. Hal ini
perlu dipertahankan dengan membentuk suatu arahan mengenai tingkat ketinggian
bangunan maksimum sesuai standar kelayakan yang ada guna mengantisipasi
perkembangan pembangunan kedepannya.
Untuk lebih jelasnya mengenai arahan ketinggian bangunan pada Kawasan industri
Tanjung Beringin (KITB), lihat tabel berikut ini.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -76
Tabel 4.24
Arahan Tingkat Ketinggian Bangunan Maksimum
No Blok
Kawasan Arahan Fungsi
Peruntukan Arahan
KLB
Tinggi Bangunan
Pertimbangan
1 BLOK A Perumahan
Karyawan 1lt - 2lt 4m – 8m
Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan sedang
2 BLOK B
Perkantoran 1lt - 2lt 4m – 8m Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan sedang
Komersil 1lt - 3lt 4m – 12m Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan tinggi
3 BLOK C
Pelabuhan 1lt - 2lt 4m – 8m Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan sedang
Pergudangan 1lt - 2lt 4m – 8m Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan sedang
4 BLOK D Industri Hulu 1lt - 5lt 4m – 20m Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan tinggi
5 BLOK E Industri Hilir 1lt - 5lt 4m – 20m Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan tinggi
6 BLOK F
Rencana Pelabuhan Baru
1lt - 2lt 4m – 8m Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan sedang
RTH 1lt 4m Kebutuhan Ruang
Intensitas bangunan rendah
Sumber : Hasil Analisa
D. Tampilan Bangunan (Arsitektural)
Tampilan bangunan ditetapkan dengan melihat karakter budaya setempat dan
perkembangan sosial ekonomi masyarakat, seperti penentuan wajah bangunan, gaya
bangunan, keindahan, dan keserasian dengan lingkungan sekitar.
Berdasarkan uraian diatas dan apabila dikaitkan dengan tampilan bangunan yang ada
pada kawasan perencanaan, pada fungsi bangunan perkantoran sebagian besar tidak
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -77
menampilkan bentuk maupun ornamen yang memperlihatkan unsur kebudayaan
setempat.
Hal ini perlu adanya peraturan khusus yang mengatur tentang tampilan bangunan
dengan fungsi bangunan pemerintahan untuk mengikuti dan memperlihatkan karakter
kebudayaan setempat. Sedangkan pada fungsi kawasan perdagangan dan jasa diarahkan
kepada keserasian bentuk dan tampilan massa bangunan guna mencirikan suatu kawasan
tersebut.
KAJIAN RENCANA ZONASI KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN AKHIR IV -78
Peta 4.20
Rencana KDB,KLB, dan KDH