36
BAB I Pendahuluan Hewan merupakan salah satu sumber pangan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Dengan mengonsumsi pangan asal hewan, manusia mendapatkan suatu keseimbangan sumber energi bagi aktivitasnya sehari-hari. Karena tanaman tidak selalu dapat memenuhi sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia untuk tumbuh dan berkembang, hal ini membuat manusia menambahkan hewan dalam “daftar menunya” sehari-hari. Walaupun pangan asal hewan memberikan manfaat yang lebih kepada manusia. Konsumsi bahan pangan asal hewan baik daging, susu dan telur sudah melekat dalam kehidupan manusia sehari-hari, bukan hanya produk segar asal hewan tapi produk asal hewan yang sudah diolah sebagai makanan cepat saji seperti sosis, nugget, bakso dan lain lain merupakan beberapa jenis makanan yang sering kita jumpai disekitar kita sehari hari. Bahan pangan asal hewan merupakan bahan pangan yang menjadi primadona dikalangan masyarakat saat ini karena nutrisi yang lengkap yang dimiliki oleh daging mampu memenuhi kebutuhan energy tubuh sehari hari dalam menjalankan aktifitas, tetapi disamping itu ada banyak efek yang merugikan jika kita terlalu banyak mengkonsumsi bahan pangan asal hewan terutama bahan pangan asal hewan yang sudah tercemar atau daging yang tidak hiegine lagi dimana daging tersebut sudah terinfeksi bakteri atau mikroorganisme 1

Lap Kesmavet

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

Pendahuluan

Hewan merupakan salah satu sumber pangan yang dapat

dimanfaatkan oleh manusia. Dengan mengonsumsi pangan asal

hewan, manusia mendapatkan suatu keseimbangan sumber energi

bagi aktivitasnya sehari-hari. Karena tanaman tidak selalu dapat

memenuhi sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia untuk

tumbuh dan berkembang, hal ini membuat manusia menambahkan

hewan dalam “daftar menunya” sehari-hari. Walaupun pangan asal

hewan memberikan manfaat yang lebih kepada manusia.

Konsumsi bahan pangan asal hewan baik daging, susu dan telur

sudah melekat dalam kehidupan manusia sehari-hari, bukan hanya

produk segar asal hewan tapi produk asal hewan yang sudah diolah

sebagai makanan cepat saji seperti sosis, nugget, bakso dan lain lain

merupakan beberapa jenis makanan yang sering kita jumpai disekitar

kita sehari hari.

Bahan pangan asal hewan merupakan bahan pangan yang

menjadi primadona dikalangan masyarakat saat ini karena nutrisi yang

lengkap yang dimiliki oleh daging mampu memenuhi kebutuhan

energy tubuh sehari hari dalam menjalankan aktifitas, tetapi

disamping itu ada banyak efek yang merugikan jika kita terlalu banyak

mengkonsumsi bahan pangan asal hewan terutama bahan pangan asal

hewan yang sudah tercemar atau daging yang tidak hiegine lagi

dimana daging tersebut sudah terinfeksi bakteri atau mikroorganisme

yang dapat menyebabkan efek toksik bagi tubu kita dan kesehatan

kita.

Oleh sebab itu dilakukanlah praktikum KESEHATAN MASYARAKAT

VETERINER mengenai tingkat kehigiene daging yang berada di kota

kupang terutama pasar tradisional dan moderen.

a. Tujuan

1

Pada laporan ini dibuat dengan tujuan mengetahui bagaimana

masyarakat bisa mengenali daging dengan baik dan mempunyai

tujuan apa dampak atau bahaya bagi tubuh jika mengkonsumsi daging

yang sudah busuk

BAB II

Metode

a. Waktu dan tempat

Tempat : hypermart

Waktu : 12:00 siang - 17 mei 2013

Tempat : pasar oebobo

Waktu : 12:00 siang - 18 mei 2013

b. Materi

Printer

kertas

c. Metode

Metode yang kelompok kami gunakan adalah kami melakukan survey

ke beberapa pasar tradisonal dan pasar modern yang menjual daging

dan tempat itu adalah pasar oebobo dan hypermart, disana kami

melakukan survey dan wawancara serta pengamatan terhadap tempat

penjualan daging, kebersihannya serta penjual itu sendiri.

2

BAB III

Tinjauan Pustaka

A. HIGIENE DAGING

a. Daging

Definisi daging menurut SNI 3932: 2008 adalah bagian otot skeletal dari

karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia.

Sementara karkas adalah bagian dari tubuh sapi sehat yang telah disembelih

secara halal sesuai dengan CAC/GL 24- 1997 (Codex Alimentariaus), telah

dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari

tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak

yang berlebih dapat berupa daging segar, daging segar dingin, atau daging

beku.

Daging sebagian besar merupakan otot yang terdiri dari bermacam-

macam protein, myofibril, protein non nitrogen yang menyebabkan berbeda

dengan jaringan lain. Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai

hayati (biological value) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak,

70% air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan

lainnya. Komposisi daging terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5% lemak dan

3,5% zat-zat non protein yang dapat larut. Secara umum, komposisi kimia

daging terdiri atas 70% air, 20% protein, 9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini

akan berubah bila hewan digemukkan yang akan menurunkan persentase air

dan protein serta meningkatkan persentase lemak. Warna daging

dipengaruhi oleh adanya zat warna daging, yaitu : Oksimyoglobin, Globin, 49

3

Metmyoglobin, Myoglobin. Warna daging pada hewan yang satu dengan

hewan yang lain berbeda-beda. Perbedaan itu dipengaruhi oleh: kandungan

Myoglobin dalam tubuh spesies, bangsa, jenis kelamin, umur, dan tipe otot.

Kemudian kandungan ion ferro yang direduksi menjadi ferri, serta adanya

H2O2, O2, dan NO2.

Higiene Daging adalah semua kondisi dan tindakan untuk menjamin

keamanan dan kelayakan daging pada semua tahap dalam rantai makanan.

Tujuan dari higiene daging adalah agar daging yang dihasilkan ASUH, yaitu :

Aman, tidak mengandung bahaya-bahaya biologis, kimiawi, dan fisik atau

bahan-bahan yang dapat menganggu kesehatan manusia; Sehat,

mengandung bahan-bahan yang dapat menyehatkan manusia (baik untuk

kesehatan). Utuh; tidak dikurangi atau dicampur dengan bahan lain. Halal;

sesuai dengan syarat syariat agama Islam. Usaha-usaha tersebut meliputi

pengawasan kesehatan hewan dan pemeriksaan sebelum dipotong (ante

mortem), kesehatan dan kebersihan pekerja jagal dan juru periksa,

kebersihan rumah potong hewan beserta peralatannya, kebersihan dan

kesehatan air yang digunakan, pemeriksaan daging (pos mortem),

kebersihan alat transportasi dan kebersihan tempat penjualan.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi higiene daging : kondisi

hewan saat masih hidup, terutama saat hewan akan dipotong. Kemudian

proses pemotong hewan dan penanganannya juga harus bersih. Selain itu,

alat, tempat, dan transportasi yang digunakan juga memberikan pengaruh.

Dan yang terakhir, tidak kalah penting adalah pengemasan, pengelolaan,

dan tempat pemasarannya harus tetap terjaga kebersihannya.

b. Rumah Potong Hewan

Definisi Rumah Pemotongan Hewan menurut SNI 01-6159-1999 adalah

kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi

persyaratan teknis dan higiene tertentu serta menggunakan sebagai tempat

memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat.

4

Syarat-syarat rumah pemotongan hewan dan usaha pemotongan hewan

diatur dalam SK Menteri Pertanian No. 555/Kpts/TN.240/9/1986. Standar

rumah potong hewan di Indonesia tertuang dalam SNI 01-6159-1999.

Menurut Keputusan Menteri Pertanian No. 555/Kpts/TN/240/9/1986, RPH

harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Lokasi di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran

lingkungan, misalnya di pinggir kota yang tidak padat penduduknya,

dekat aliran sungai atau di bagian terendah dari kota.

2. Berlokasi di daerah yang mudah dicapai dengan kendaraan atau dekat

jalan raya.

3. Kompleks RPH terdiri dari: bangunan utama RPH, kandang istirahat

hewan, laboratorium, tempat pemusnahan hewan atau karkas yang

ditolak, tempat mengisolasi hewan yang ditunda pemotongannya, bak

pengendap pada saluran buangan air, tempat penampungan

sementara buangan padat, ruang administrasi, ruang penyimpanan

alat, kamar mandi serta dan WC serta halaman parkir kendaraan.

4. Kompleks RPH harus dipagari agar memudahkan penjagaan dan

keamanan serta mencegah terlihatnya proses pemotongan dari luar.

5. Bangunan utama RPH meliputi: tempat penyembelihan, pengulitan,

pengeluaran jerohan, pembagian karkas dan tempat pemeriksaan

daging serta tempat pembersihan dan pencucian jerohan yang

terpisah. Dinding bangunan kedap air terbuat dari semen atau bahan

sejenis setinggi 2 meter. Lantai kedap air, tidak licin dan landai kearah

pembuangan dan sudut pertemuan dinding dengan lantai berbentuk

lengkung.

6. RPH harus dilengkapi dengan alat-alat pemotongan dan pemeriksaan

daging, persediaan air bersih dan penerangan yang cukup serta alat-

alat kebersihan.

7. Lokasi RPH dekat mempunyai sumber air tanah yang bersih.

5

Kandang penampungan dan istirahat hewan harus berjarak 10 meter dari

bangunan utama, kapasitas 1,5 kali dari kapasitas pemotongan hewan.

Higiene karyawan dan perusahaan untuk mewujudkan sanitasi dan jaminan

mutu daging. Setiap karyawan harus sehat dan diperiksa secara rutin

minimal 1 tahun, RPH harus memiliki peraturan untuk semua karyawan dan

pengunjung (sanitasi dan higiene RPH dan produk), karyawan di daerah

bersih terpisah dengan daerah kotor. Perlengkapan standar untuk karyawan

seperti pakaian kerja khusus, penutup kepala, penutup hidung, dan sepatu

boot, Kendaraan pengangkut berperan penting terhadap kesehatan daging.

Boks pada kendaraan untuk mengangkut daging harus tertutup. Lapisan dari

boks harus terbuat dari bahan yang tidak toksik, mudah dibersihkan dan

desinfeksi, mudah dirawat dan mempunyai sifat insulasi yang baik. Boks

dilengkapi dengan alat pendingin yang dapat mempertahankan suhu bagian

karkas + 7oC dan suhu bagian jeroan + 3oC. Suhu ruangan dalam boks

pengangkut daging beku maksimal -18oC. Bagian dalam boks dilengkapi

dengan alat penggantung karkas.

Ruang pendingin/pelayuan terletak di daerah bersih, didesain tidak ada

aliran limbah cair lain yang masuk dari ruangan lain ke dalam ruangan

pendingin, dilengkapi alat penggantung karkas yang didesain agar karkas

tidak menyentuh lantai dan dinding, mempunyai alat pendingin yang

dilengkapi dengan kipas, suhu -1 sampai 1oC dengan kelembaban 85-90 %

dengan kecepatan udara 1 - 4 meter per detik, konstruksi bangunan harus

memenuhi persyaratan: tinggi dinding 3 meter dengan bagian dalam

berwarna terang dan terbuat dari bahan yang kedap air namun mudah

dibersihkan dan didesinfeksi. Lantai tidak licin dan tidak mudah korosif

terbuat dari bahan kedap air. Sudut pertemuan antara dinding dan lantai

harus berbentuk lengkung dengan jari-jari 75 mm dan antar dinding harus

berbentuk lengkung dengan jari-jari 25 mm. Langit-langit harus berwarna

terang dan terbuat dari bahan yang kedap air. Intensitas cahaya dalam

ruang 220 luks. Ruang pembeku berada di daerah bersih, konstruksi

6

bangunan harus memenuhi persyaratan (sama dengan ruang pelayuan),

mempunyai alat pendingin yang dilengkapi dengan kipas (blast freezer),

suhu dibawah -18oC dengan kecepatan udara minimal 2 meter per detik.

Ruang pembagian karkas dan pengemasan daging terletak di daerah

bersih dan berdekatan dengan ruang pendingin dan ruang pembeku,

konstruksi bangunan harus memenuhi persyaratan (sama dengan ruang

pelayuan), didesain tidak ada aliran air dan cairan lainnya dari ruangan lain

masuk kedalam ruang pembagian karkas dan pengemasan daging,

dilengkapi dengan meja dan fasilitas untuk memotong karkas dan

mengemas daging, meja dari bahan yang tidak toksik dan mudah

dibersihkan, suhu dalam ruangan di bawah 15oC. Setiap RPH harus

mempunyai tenaga dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap syarat-

syarat dan prosedur (pemotongan, penanganan, sanitasi, dan higiene).

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/PERMENTAN/ot.140/1/2010

pasal 40 ayat 1, RPH dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan pola

pengelolaannya, yaitu :

1. Jenis I : RPH dan/atau milik pemerintah daerah yang dikelola oleh

pemerintah daerah dan sebagai jasa pelayanan umum;

2. Jenis II : RPH dan/atau UPD milik swasta yang dikelola sendiri atau

dikerjasamakan dengan swasta lain;

3. Jenis III: RPH dan/atau UPD milik pemerintah daerah yang dikelola

bersama antara pemerintah daerah dan swasta

RPH berdasarkan kelengkapan fasilitas pelayuan (aging) karkas, usaha

pemotongan hewan dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu :

1. Kategori I: usaha pemotongan hewan di RPH tanpa fasilitas pelayuan

karkas, untuk menghasilkan karkas hangat;

7

2. Kategori II: usaha pemotongan hewan di RPH dengan fasilitas pelayuan

karkas, untuk menghasilkan karkas dingin (chilled) dan/atau beku

(frozen).

Tahap Penerimaan Hewan Potong

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat penerimaan hewan potong, antara

lain;

1. Hewan yang tiba perlu dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal

Hewan, Surat Keterangan Kesehatan hewan dan Bukti Kepemilikan

Hewan.

2. Hewan potong yang tiba diturunkan secara hati-hati dan ditempatkan

di kandang penampungan untuk diistirahatkan sekurang-kurangnya 12

jam.

3. Kandang penampungan harus dalam kondisi baik dan bersih sebelum

ditempati hewan yang baru masuk.

4. Hewan harus dipuasakan (tidak diberi makan), tetapi tetap diberi

minum. Apabila akan dipotong lebih dari 24 jam, maka hewan perlu

diberi makan.

5. Selama penampungan, hewan diperlakukan secara wajar.

Pemeriksaan Antemortem

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan antemortem, antara lain;

1. Hewan potong yang akan disembelih dipindahkan dari kandang

penampungan ke kandang siap potong untuk dilaksanakan

pemeriksaan antemortem dan penimbangan.

2. Pemeriksaan antemortem dilakukan oleh dokter hewan berwenang

yang ditunjuk atau tenaga paramedis veteriner yang ditunjuk dibawah

8

pengawasan dokter hewan berwenang sesuai dengan prosedur yang

ditetapkan.

3. Apabila hewan yang telah diperiksa tidak dipotong dalam waktu 24

jam maka pemeriksaan antemortem harus diulang.

4. Mengidentifikasi dan memisahkan pemotongan ternak yang dicurigai

terkontaminasi/terserang penyakit, dengan syarat dagingnya baru bisa

dijual bila telah dilakukan pemeriksaan post-mortem (setelah dipotong)

dan ternak-ternak ini harus dipotong terpisah dengan ternak-ternak

lain yang nyata sehat.

5. Mencegah agar ternak yang kotor tidak memasuki Rumah Potong, hal

ini untuk mencegah agar lantai Rumah Potong tidak kotor. Ternak yang

kotor dalam Rumah Potong akan menjadi sumber kontaminasi/

penyebaran bakteri yang peluangnya sangat tinggi terhadap karkas

yang selanjutnya dapat menulari konsumen.

6. Melakukan pemeriksaan epizootic (penyakit-penyakit ternak yang bisa

menular pada manusia). Pemeriksaan terhadap jenis penyakit ini harus

dilakukan sedini mungkin seperti pada penyakit Mulut dan Kuku,

Anthrax dan penyakit lain yang sejenis

7. Memeriksa umur ternak dengan teliti dan benar, agar tidak tertukar

antara daging dari ternak muda yang kualitasnya baik dengan daging

yang berasal dari ternak yang sudah tua yang umumnya kualitasnya

kurangbaik, serta menghindari pemotongan dibawah umur.

8. Ternak yang akan dipotong harus diawasi siang dan malam, karena

serangan penyakit bisa datang sewaktu-waktu, sehingga bila ada yang

terserang mendadak dapat segera diketahui sedini mungkin.

9. Cara hewan bergerak dan respon hewan terhadap benda yang

dilihatnya. Pada hewan yang sakit respon terhadap benda disekitar

kurang baik dan pergerakan dari hewan tersebut akan lambat.

10. Permukaan luar kulit pun harus diperhatikan dengan baik. Hewan

yang sehat bulunya akan terlihat mengkilat, selain itu kelenjar-kelenjar

9

lymphe dibawah kulit harus diperhatikan, bila ada pembengkakan

harus dicurigai hewan itu terkena penyakit.

11. Pada alat pencernaan yang harus mendapat perhatian adalah

bibir dan hidung apakah basah atau tidak, cara mengunyah atau

memamah biak. Bila hewan menderita diarhe, maka akan terlihar

feces kering menempel pada pangkal ekor.

12. Kondisi tubuh hewan apakah gemuk, kurus atau sedang. Kondisi

hewan yang kurus bisa disebabkan oleh berbagai faktor dan

diantaranya oleh penyakit.

13. Apabila ditemukan penyakit hewan menular dan zoonosis, maka

petugas harus segera mengambil tindakan yang sesuai dengan

prosedur yang ditetapkan.

14. Petugas pemeriksa mencatat hasil pemeriksaan, mengarsipkan

dan melaporkan kepada Kepala RPH, termasuk tindakan-tindakan

terhadap hewan yang sapit atau diduga sakit pada pemeriksaan

antemortem (misalnya pengiriman contoh, pemeriksaan laboratorium,

dan lain-lain).

Tujuan dilakukannya pemeriksaan antemortem ini adalah untuk

membedakan hewan yang berpenyakit menular, hewan yang berpenyakit

tidak menular dan hewan yang sehat. Pemeriksaan antemortem dilakukan

dekat sebelum hewan dipotong. Apabila seekor hewan yang sudah diperiksa

tetapi tidak segera dipotong hingga lebih dari 24 jam, maka hewan tersebut

harus diperiksa kembali.

Pemeriksaan antemortem dilakukan pada waktu hewan dalam keadaan

berdiri dan berjalan, berbelok ke kanan dan ke kiri. Keseluruhan

pemeriksaan harus berjalan cepat agar aliran hewan dari kandang ke ruang

pemotongan tidak terhambat. Pemeriksaan antemortem meliputi keadaan

umum hewan, lubang-lubang tubuh hewan, temperatur tubuh hewan,

pernafasan dan selaput-selaput lendir.

10

Berikut ini adalah Keputusan-keputusan pemeriksaan antermortem menurut

surat Keputusan Mentri Pertanian No.413/Kpts.TN.310/7/92: 58

1. Hewan potong diijinkan dipotong tanpa syarat, apabila dalam

pemeriksaan antermortem ternyata hewan potong tersebut sehat.

2. Hewan potong diijinkan untuk dipotong dengan syarat, apabila dalam

pemeriksaan antermortem ternyata bahwa hewan potong tersebut

menderita atau menunjukan gejala penyakit; Corysa gangraenosa

bovum, Haemorhagi septicaemia, Piroplasmosis, Surra, Influesa

equorum, Arthritis, Hernia, Fraktura, Abces, Epithelimia, Actinomycosis,

Etinobasilosis, Mastitis, Septichemia, Cachexia, Oedema,dan

Tubercullosis, Brucellosis.

3. Ditunda untuk dipotong, pada keadaan-keadaan :

Hewan yang lelah

Pemeriksaan belum yakin, bahwa hewan yang bersangkutan

adalah sehat oleh karenanya harus selalu dibawah pengawasan

dan pemeriksaan.

4. Hewan potong ditolak untuk disembelih dan kemudian dimusnakan

menurut ketentuan yang berlaku di RPH atau tempat potong yang lain.

Apabila dalam pemeriksaan antermortem ternyata bahwa hewan

potong tersebut menderita atau menunjukan gejala penyakit: Malleus,

Anemia contagionis equorum, Rabies, Pleuro pnemonia contagiosa

bovum, Morbus maculosus equorum, Rinderpest, Variola ovine, Pespis

bovina, Blue tongue akut, Tetanus, Radang paha gangraena

emphysematoma, Busung gawat, Sacharomicosis akut dan kronis,

Mycotoxicosis, Colibacillosi, Apthae epizotic, Botulismis, Listeriosid, dan

toxsoplasmosis akut.

Proses Pemotongan Beberapa Hewan di RPH

Secara umum, dapat dibedakan dua macam pemotongan :

11

Dengan pemingsanan Ada beberapa cara pemingsanan, yaitu :

Pemingsanan dengan cara memukulkan palu yang terbuat dari kayu

keraspada bagian atas dahi, sehingga ternak jatuh dan tidak sadar.

Pemingsanan dilakukan dengan menggunakan "senapan" yang

mempunyai "pen". Pen ini akan menembus tempurung kepala ternak

dan mengenai otak, sehingga ternak pingsan dan roboh.

Dengan cara islam

Pemotongan secara Islam umum dilakukan di Indonesia, kecuali daerah-

daerah tertentu dimana Islam bukan agama yang dianut oleh sebagian besar

penduduknya. Setelah dijatuhkan(casting), hewan dibujurkan dengan kepala

di sebelah selatan, ekor di utara, menghadap ke barat, kaki kiri di sebelah

barat kemudian sapi disiram dengan air. 60

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat proses pemotongan, antara lain;

1. Hewan harus sudah bersih sebelum memasuki ruang pemotongan. Air

yang digunakan memenuhi persyaratan air bersih. Hewan yang telah

dibersihkan dibiarkan beberapa waktu sampai relatif kering.

2. Fasilitas dan peralatan ruang pemotongan harus bersih, saniter, kering

dan berfungsi secara baik sebelum digunakan pada proses

pemotongan.

3. Air yang digunakan untuk mencuci atau membilas peralatan dan

permukaan yang kontak dengan daging, mencuci daging dan organ,

mencuci tangan, membersihkan ruangan dan fasilitas pemotongan

harus memenuhi persyaratan air bersih.

4. Untuk sanitaiser peralatan yang digunakan untuk daging adalah air

panas bersuhu ≥ 82° C atau sanitaiser kimia yang food grade.

5. Pisau yang digunakan untuk penyembelihan harus berukuran minimal

25 cm, tajam, bersih dan tidak berkarat.

12

6. Penyembelihan dapat dilakukan dengan pemingsanan terlebih dahulu

dengan memperhatikan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan

prinsip kesejahteraan hewan.

7. Penyembelihan hewan dilakukan oleh juru sembelih Islam dan menurut

syariat Islam. Juru sembelih yang dimaksud harus disertifikasi oleh

MUI. Tata cara yang sesuai dengan syariat Islam, antara lain;

Keputusan pemeriksaan postmortem adalah :

1. Dapat diedarkan untuk konsumsi yaitu :

Daging dari hewan potong yang tidak menderita suatu penyakit

Daging dari hewan potong yang mederita penyakit arthritis, hernia,

fraktura, abses, epithelimia, actinomycosis, actinobacillosis dan

mastitis serta penyakit lain yang bersifat lokal setelah bagian-bagian

yang tidak layak untuk konsumsi manusia dibuang.

2. Dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat sebelum peredaran

yaitu daging yang merupakan bagian dari hewan potong penderita,

Surat Keputusan Menteri Pertanian 413/Kpts/TN/310/7/1992, misalnya:

Trichinellosis ringan : dagingnya dimasak

Cysticercosis ringan : dagingnya dimasak

Morbus Aujezki : sterilisasi

Brucellosis : dilayukan sekurangnya 24 jam

Tubercullosis : direbus

3. Dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat selama peredaran

adalah daging yang warna, konsistensi dan baunya tidak normal,

septichaemia, cachexia, hydrops dan oedema, yang penjualannya

dilakukan di rumah pemotongan hewan atau tempat pemotongan

hewan atau tempat penjualan lain yang ditunjuk dan di bawah

pengawasan petugas pemeriksa yang berwenang setelah bagian-

bagian yang tidak layak dikonsumsi manusia dibuang.

13

4. Dilarang diedarkan dan dikonsumsi adalah daging yang berbahaya

bagi konsumsi manusia karena berasal dari hewan potong yang

mengandung penyakit, misalnya ingus jahat (malleus), anemia

contagiosa equorum, rabies, pleuro pneumonia contagiosa bovum,

morbus maculosus equorum, rinderpest, variola ovine, pestis bovina,

blue tongue akut, anthraks, tetanus, black leg, mallignant oedema,

sacharomycosis, mycotoxicosis, collibacillosis, aptahe epizootic,

botulismus, listeriosis, toksoplasmosis, tubercullosis yang sifatnya

ekstensif, salmonellosis, cysticercosis dengan infestasi berat,

trichinellosis dengan infestasi berat, mengandung residu pestisida,

obat, hormon atau bahan kimia lain yang membahayakan manusia.

Karkas dan organ yang dinyatakan ditolak atau dicurigai, harus segera

dipisahkan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Petugas pemeriksa mencatat

hasil pemeriksaan, mendokumentasi dan melaporkan kepada kepala RPH,

termasuk tindakan-tindakan yang yang dilakukan terhadap karkas yang

ditolak atau dicurigai. Kemudian apabila ditemukan penyakit menular atau

zoonosis pada pemeriksaan post mortem, petugas harus segera mengambil

tindakan yang sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

Hasil keputusan pemeriksaan postmortem oleh petugas pemeriksa

dinyatakan dengan cara memberi tanda atau stempel pada daging yang

bersangkutan dengan menggunakan zat warna yang tidak membahayakan

kesehatan manusia.

Daging yang lolos pemeriksaan postmortem dan dinyatakan layak diedarkan

untuk dikonsumsi akan diberi Surat Keterangan Kesehatan Daging (SKKD).

Selain itu daging juga akan diberi cap kelayakan oleh petugas RPH.

Cap Daging

14

Daging yang dinyatakan baik diberi cap tanda pernyataan bahwa daging

tersebut baik, dimana bentuk dan ketentuan tanda baik ditetapkan oleh

kepala daerah. Tinta cap daging tidak boleh beracun, campuran tinta yang

digunakan adalah alkohol 96% 250 ml, glyserin 87% 500 ml, spiritus 250 ml,

dan methyl violet 10 gr. Pemberian cap dilakukan pada saat daging akan

dipasarkan (setelah daging diperiksa terlebih dahulu), sebanyak 4 tempat

pada karkas sapi dan 6 tempat pada karkas babi.

Pemeriksaan ulang (Herkeuring)

Pemeriksaan ulang biasanya dilakukan langsung ditempat penjualan daging

oleh petugas dari Dinas, dimana pemeriksaan ulang merupakan pelimpahan

wewenang dari petugas satu ke petugas lain daerah, petugas yang dimaksud

ialah dokter hewan. Sebagai bukti bahwa daging tersebut telah diperiksa

ulang, daging tersebut diberi cap ulang. Pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengantisipasi adanya pemalsuan daging. Salah satu yang dapat

menurunkan mutu daging dan dapat diketahui saat pemeriksaan ulang ini

adalah adanya daging sapi dari sapi yang diglonggong (diberikan minum

sebanyak-banyaknya) sebelum dipotong. Daging yang berasal dari sapi yang

diglonggong menunjukkan ciri-ciri daging tampak pucat, basah dan lebih

cepat membusuk.

Pelayuan daging

Mendiamkan beberapa waktu, 6-8 jam (daging sapi) setelah pemotongan.

Tujuan pelayuan adalah supaya daging tahan lama, daging menjadi lebih

empuk, plavor daging lebih spesifik, kesegaran daging menjadi lebih baik,

warna daging cerah. Lama pelayuan pada daging babi 3-5 jam.

Transportasi

15

Alat transportasi dari tempat pemotongan hewan ke tempat penyimpanan

harus dihindari dari kontaminasi. Dalam pengangkutan karkas atau bagian

harus tetap dalam keadaan tergantung dan terpisah dari isi rongga dada dan

perut serta bagian hewan potong lainnya. Ruang daging dalam

pengangkutan daging harus memenuhi syarat seperti: terbuat dari bahan

anti karat dan mudah dibersihkan, dilengkapi dengan alat penggantung dan

lampu penerangan yang cukup, untuk daging yang memerlukan waktu lebih

dari 2 jam suhu ruangan maksimal 10oC dan untuk daging beku -15oC.

Selama dalam perjalanan ruang daging harus ditutup. 65

Tempat Penjualan Daging

Tempat penjualan daging harus terpisah dengan tempat penjualan komoditi

lain. Bangunan permanen dengan lantai kedap air, ventilasi cukup, langit-

langit tidak mudah lepas bagiannya, dinding tembok dengan permukaan licin

dan berwarna terang dan terbuat dari porselin putih. Pintu harus selalu

tertutup dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah masuknya lalat atau

serangga lain.

c. Pengujian Daging

Sebagai bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi, daging

juga memiliki kekurangan antara lain merupakan bahan yang mudah rusak

(Perishable food), berpotensi berbahaya (potentialy hazardouz food). Untuk

16

itu perlu adanya jaminan agar agar daging tidak membahayakan dan dapat

diterima oleh konsumen untuk dikonsumsi maka sangat perlu adanya

pemeriksaan daging.

Pemeriksaan Organoleptik

Pengujian secara organoleptik membutuhkan ketrampilan dan kepekaan

pancaindera. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk memperhatikan warna,

bau, konsistensi dan tekstur daging yang dibandingkan dengan daging yang

normal.

Pemeriksaan pH daging

Derajat keasaman (pH) daging diukur dengan menggunakan kertas pH

meter. Pengukuran pH daging dilakukan dengan cara menempelkan kertas

pH meter pada daging kemudian pH daging ditentukan dengan melihat

perubahan warna pada kertas pH meter yang disesuaikan dengan standar

warna yang ada. Pemeriksaan juga dapat menggunakan pH meter digital

dengan cara menancapkan ujung alat pH meter digital ke dalam daging yang

akan diuji. Otot hewan hidup mempunyai pH kira-kira 7,2. Penurunan pH

setelah dipotong sebagai akibat dari akumulasi asam laktat merupakan salah

satu perubahan postmortem paling signifikan yang terjadi di dalam otot

selama proses perubahan otot menjadi daging.

Pemeriksaan permulaan pembusukan

1. Reaksi/Uji Eber

Permulaan pembusukan daging dapat dilihat dengan melakukan uji Eber.

Dalam pengujian ini digunakan reagen Eber, yang terdiri dari 1 bagian eter,

3 bagian alkohol 96% dan 1 bagian HCl. 5 ml.

Prinsip : NH3 yang terbentuk dalam sepotong daging pada permulaan

pembusukan dibuktikan dengan reagen eber.

Alat : Tabung reaksi dengan sumbat yang mempunyai kawat

17

Reagen Eber dituangkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditutup dengan

sumbat yang ada kaitnya yang sudah digantungi daging yang akan diperiksa

sehingga daging tergantung di atas permukaan reagen. Uji Eber

menunjukkan hasil (+) atau daging busuk ditandai dengan adanya embun di

dinding tabung.

2. Reaksi Postma untuk NH3

Prinsip : Sebelum NH3 dari daging sebagai gas bebas, NH3 berikatan dengan

beberapa zat dalam daging. Dalam reaksi ini MgO digunakan untuk

membebaskan NH3 dari ikatan bebas

Alat : Cawan petri dan penangas air 50oC

Cara kerja :

Buat air daging dengan membiarkan 1 bagian dengan 10 bagian air

selama 10 menit dalam suhu kamar.

10 ml ekstrak yang telah disaring dimasukkan ke dalam cawan petri

yang dicampur dengan 100 mg MgO dan cawan ditutup. Bagian dalam

dan luar cawan ditempelkan kertas lakmus namun jangan sampai

bersentuhan dengan cairan.

Letakkan cawan ke dalam penagas air 50oC selama 5 menit.

Apabila kertas lakmus berubah warna sebagian/seluruhnya menjadi

ungu atau biru menunjukkan bahwa terjadi pembentukan gas NH3,

pada daging terjadi fase awal pembusukan. 68

3. Uji Gas H2S

Prinsip : H2S bebas dapat dibuktikan dengan Pb sulfide

Alat : Kertas saring dan cawan petri

Reagen : Larutan air Pb asetat 10%

Daging dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan dimasukkan ke

dalam cawan petri.

18

Tutup cawan petri dengan kertas saring dan teteskan Pb asetat pada

tengah kertas saring.

tutup cawan dengan tutupnya. Pastikan kertas saring tidak

bersentuhan dengan daging.

Biarkan selama 10 menit. Bila H2S bebas akan berikatan dengan Pb

asetat menjadi PbS yang akan menimbulkan bercak-bercak

hitam/coklat pada kertas saring. Uji positif jika perubahan warna jelas.

4. Uji Malachite Green/Uji Pengeluaran Darah Sempurna/Uji daging

Bangkai

Metode pemeriksaan ini adalah dengan membuat ekstrak daging dari 6

gram daging, kemudian dimasukkan ke dalam 14 ml aquadest dingin yang

telah didinginkan sebelumnya. Diamkan selama 15 menit. Sebanyak 0,7 ml

ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah dengan satu tetes

malachite green dan satu tetes H2O2 3%, diamkan selama 20 menit,

kemudian perhatikan warna yang terbentuk. Penyembelihan yang dilakukan

dengan sempurna akan menunjukkan warna cerah.

19

BAB IV

Hasil dan Pembahasan

a. Hasil

A. Pengamatan pada pasar modern hypermart

ASPEK PENGAMATAN

PENJUAL (HYIEGINE PENJUAL)

Alas kaki : ya

Masker : ya

Jas : ya

Gloves : ya

Rambut : rapi, cewe : diikat

rapi

Kuku : bersih, pendek

Status kesehatan : sehat

PERILAKU PEMBELI

Sering melihat dan

memegang dengan jeli

daging yang hendak dibeli

atau bisa dibilang lebih

teliti

LOKASI PENJUALAN Sarana prasana : Lengkap

Refrigerator

Tersedia tempat

sterilisasi alat

memotong daging

terutama pisau

Tidak terpapar

20

matahari langsung

bersih

Ketersediaan alat2

sanitasi : Ada

Air : ada

Sabun : ada

Kain pembersih : ada

Sapu : ada

TEMPAT PENYIMPANAN DAGING

Alat penyimpanan daging

menggunakan refrigerator

dengan suhu -21®celcius

Sedangkan untuk pembeli

yang ingin ikan yang masih

hidup disimpan pada

aquarium mini.

DAGING

Warna daging :

Ayam : pink pucat

Ikan : merah

Hati : merah

Lama penjualan daging :

Dipack tangga 17 dan

dipakai sampai 20 mei

2013

B. Pengamatan pada pasar tradisional : pasar oebobo

Aspek Pengamatan

1 Penjual

Sarung tangan

Masker

Tidak pakai

Tidak pakai

21

Pakaian

Status kesehatan penjual

Alas kaki

Asal penjual mendapat

daging

Bersih

Sehat, tidak ada batuk

Tidak pakai sepatu, tetapi

menggunakan sendal jepit.

Rumah Potong Hewan

(RPH)

2

Tempat Penyimpanan Daging

Wadah/tempat

meletakkan daging.

Freezer/ kulkas

Mudah di jangkau hewan

Meja keramik tidak bersih

dan terbuka

Tidak ada

Lalat

3 Perilaku Konsumen Melihat dari jauh.

4

Daging

Penutup/pembungkus

daging

Waktu pemotongan

daging

Lama penjualan

Warna daging

Tidak ada

Pukul 03.00-04.00

Hingga pukul 11.00

Merah tua-kecoklatan

5

Lokasi penjualan

Pengunjung

Paparan langsung sinar

matahari

Alat-alat sanitasi

Sering dikunjungi tempat

tersebut.

Tidak terjadi

Tidak ada

22

b. Foto hasil pengamatan

B’rikut adalah foto hasil pengamatan pada hypermart :

gambar 1 : terlihat penjual memakai alat pelindung tubuh untuk mengurangi

cemaran dari manusia ked aging segar.

23

Gambar 2 : terlihat keadaan penjualan daging yang bersih dan lengkap alat

alat sanitasi nya.

Foto-foto Keadaan dan Penjualan Daging Sapi di Pasar Oebobo

Pedagang Daging sapi yang tidak memakai masker, sarung tangan dan sepatu.

24

Tempat penyimpanan daging,dan lingkungan tempat penjualan yang tidak higenis.

c. Pembahasan

Pada pengamatan kami pada kedua tempat yang berbeda yaitu

pasar oebobo dan hypermart adanya perbedaan yang signifikan

dimana kedua tempat ini memiliki perbedaan yang mencolok dari

aspek penjual, tempat penjualan dan beberapa aspek lainnya brikut

perbedaan nya :

Pasar oebobo :

1. Aspek Penjual

Para penjual daging di pasar Oebobo memperoleh daging dari

Rumah Potong Hewan (RPH ) Oebobo. Pemotongan sapi di RPH

dilakukan pada pukul 03.00 pagi hingga pukul 04.00 pagi kemudian

dibawa menggunakan mobil dengan menutupi daging seadanya diatas

mobil pick up menggunakan karung. Ini peluang yang sangat besar

untuk tercemar debu, asap, polusi serta terkontaminasi mikrobakteri.

Para penjual daging dipasar tidak menggunakan sarung tangan,

tidak menggunakan masker, dan tidak menggunakan sepatu. Mereka

merasa lebih nyaman untuk bergerak namun tidak memahami bahaya

yang terjadi jika tidak menjaga keamanan pangan yang akan mereka

25

jual dengan baik dan juga bahaya bagi kesehatan mereka. Pakaian

yang digunakan pun merupakan pakaian sehar-hari tetapi terlihat

bersih. Para penjual masing-masing memiliki pisau yang tajam untuk

memotong daging yang dijual. Ada beberapa penjual yang sedang

melakukan aktivitas mengunyah sirih pinang dan berbicang dekat

daging yang dijualnya.

2. Aspek Tempat Penyimpanan Daging

Para penjual daging sapi di pasar Oebobo menempatkan daging

diatas meja keramik yang tidak bersih. Meja-meja tersebut terlihat

tidak dibersihkan dengan benar sehingga banyak lalat yang berkumpul

ditempat tersebut. Tempat pemotongan daging dilakukan pada

potongan batang pohon yang kotor dan tidak bersih.

Para pedagang mengakui bahwa daging yang mereka jual habis

dibeli konsumen sehingga tidak membutuhkan freezer/kulkas/tempat

penyimpanan bagi daging yang tidak laku maupun untuk penyimpanan

sementara.

3. Aspek Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen sebelum membeli, konsumen hanya dapat

melihat dari jauh dengan bantuan penjual yang melakukan sentuhan

dengan daging tersebut tanpa menggunakan pelindung/sarung tangan

sehingga kontaminasi mikrobakteri mudah sekali terjadi.

4. Aspek Daging

Daging yang dijual di pasar Oebobo ketika diamati pukul 08.30

pagi, warna daging jauh telah berbeda dengan warna normal (merah

bata) yaitu terlihat warna merah tua-kecoklatan. Daging tersebut

tidak dibungkus atau ditutupi oleh plastik sehingga banyak lalat yang

hinggap.

Daging dibawah dari RPH ke pasar Oebobo pukul 04.00 pagi

sehingga lama daging tersebut diamati ada ditempat tersebut kurang

lebih 4 jam dan 30 menit. Daging sapi yang dijual biasanya habis

terjual hingga pukul 11.00. Menurut sumber referensi

26

(Anonimous,2013), batas penyimpanan daging pada suhu 40C-450c

tersebut maksimal 4 jam. Jika lebih dari waktu tersebut, maka proses

pembusukan daging mulai terjadi.

5. Lokasi Penjualan

Tempat penjualan tersebut sanitasi lingkungannya buruk.

Terlihat lantai sangat kotor, sampah-sampah sisa limbah maupun

sampah-sampah plastik berserakan di sekitar tempat penjualan

sehingga menimbulkan bau menyengat. Walaupun demikian, tempat

tersebut sering dikunjungi oleh konsumen yang ingin membeli daging

sapi tersebut.

Tempat penjualan daging sapi di pasar Oebobo terlindungi atap

sehingga paparan sinar matahari tidak langsung mengenai tempat

tersebut. Pada tempat tersebut juga tidak terlihat air, sapu, maupun

tempat sampah. Sehingga tempat tersebut sama sekali tidak

dibersihkan dengan benar dan kotor.

Hypermart :

27

BAB V

Kesimpulan

a. Kesimpulan

Pada pengamatan yang dilakukan oleh kami mahasiswa

kedokteran hewan universitas nusa cendana kami dapat

menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan terhadap kedua tempat

penjualan daging dikota kupang yaitu pasar oebobo dan pasar

modern : hypermart, dimana terdapat perbedaan yang sangat

menonjol dari segi sanitasi lingkungan dan penjual itu sendiri, oleh

sebab itu kita sebagai masyarakat kota kupang harus jeli dan lebih

mengutamakan kesehatan dan lebih memperhatikan daging yang akan

kita beli dimana daging tersebut akan dikonsumsi oleh kita sebagai

sumber energy dalam menjalani kegiatan kita sehari hari, oleh sebab

28

itu mari kita lebih pintar dan bijak untuk menentukan makanan atau

produk asal hewan yang akan kita konsumsi demi tercapainya

kesehatan masyarakat veteriner dikota kupang.

b. Saran

praktikum lebih dibanyak dilakukan terutama pada RPH yang ada

dikota kupang terutama dalam penyembelihan daging agar kita

mahasiswa tau bagaimana cara pemotongan daging yang benar

karena terbentuknya suatu kehiegine daging dapat ditentukan dari

cara penyembelihan hewan tersebut

Daftar pustaka

Anonimous.2013. Materi Higeani Daging

29