Upload
lhyna-alonely
View
13
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bobot molekul
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap unsur memiliki massa dan ukuran yang berbeda-beda. Massa molekul
menunjukkan jumlah atom-atom penyusun suatu zat setiap mol sehingga setiap
molekul memiliki massa molekul yang berbeda karena setiap molekul memiliki atom
penyusun yang berbeda pula.
Massa molekul dapat pula dikatakan bobot molekul. Bobot molekul ini dapat
diketahui dengan menjumlahkan bobot atom penyusun dari suatu molekul. Penentuan
bobot molekul ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya ialah melalui
pengukuran bobot jenis dari zat tersebut.
Penentuan bobot jenis merupakan langkah awal untuk mendapatkan massa
molekul dari suatu zat karena dengan mendapatkan bobot jenisnya, maka massa
molekul zat dapat diketahui dengan menggunakan data yang diperoleh serta
menggunakan persamaan gas ideal.
Pada zat yang mudah menguap, penentuan massa molekul dapat dilakukan
berdasarkan pengukuran bobot jenis zat tersebut. Bobot jenis ini dapat diketahui
dengan menimbang bobot zat sebelum dan setelah penguapan.
Pada zat yang mudah menguap diperlukan data suhu dan tekanan pada saat
zat tersebut menguap sehingga dapat diperoleh massa molekul dari zat tersebut. Pada
percobaan ini digunakan aseton dan kloroform sebagai zat yang mudah menguap
dengan titik didih masing-masing sebesar 56,2 oC dan 61 oC sehingga kita dapat
mengetahui massa molekul kedua zat tersebut dan membandingkannya dengan massa
molekul zat secara teori.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari metode
penentuan massa molekul zat mudah menguap berdasarkan pengukuran massa
jenisnya.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kerapatan zat mudah
menguap dengan menimbang bobot sebelum dan sesudah penguapan, serta
menentukan massa molekul zat mudah menguap dengan menggunakan data
kerapatan zat dan persamaan gas ideal.
1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah penentuan massa molekul dan kerapatan zat
mudah menguap yaitu kloroform dan aseton melalui proses penguapan,
pengembunan, dan penentuan selisih bobot senyawa sebelum dan setelah penguapan.
1.4 Manfaat Percobaan
Manfaat yang diperoleh dari percobaan ini ialah dapat menggunakan alat-alat
laboratorium yang dulunya hanya kami tahu namanya saja. Selain itu, pengaplikasian
dari persamaan gas ideal dapat langsung digunakan pada percobaan ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Molekul adalah suatu agregat (kumpulan) yang terdiri dari sedikitnya dua
atom dalam susunan tertentu yang terikat bersama oleh gaya-gaya kimia (disebut
juga ikatan kimia). Suatu molekul dapat mengandung atom-atom dari unsur yang
sama atau atom-atom dari dua atau lebih unsur yang bergabung dengan perbandingan
tertentu (Chang, 2010).
Ion adalah sebuah atom atau sekelompok atom yang mempunyai muatan total
positif atau netto. Jumlah proton yang bermuatan positif dalam inti suatu atom tetap
sama selama berlangsungnya perubahan kimia biasa (disebut reaksi kimia), tetapi
elektron yang bermuatan negatif bisa hilang atau bertambah (Chang, 2010).
Hukum Boyle dan hukum Charles atau hukum Gay-Lussac dapat
digabungkan bersama, yaitu untuk sejumlah massa tertentu dari gas (Dogra dan
Dogra, 1992) :
PVnT
= konstan
Kondisi sejumlah massa tertentu dapat dihilangkan dengan bantuan hipotesis
Avogadro yang menyatakan bahwa pada kondisi temperatur dan tekanan yang sama,
gas-gas dengan volume sama akan mengandung jumlah molekul yang sama. Maka
persamaan di atas menjadi (Dogra dan Dogra, 1992) :
PVnT
= R
dimana n adalah banyaknya mol dan R adalah konstanta gas. Banyaknya mol
didefinisikan sebagai perbandingan massa (w) gas dengan berat molekulnya (M)
yaitu wM
. Untuk 1 mol gas, persamaan idealnya adalah (Dogra dan Dogra, 1992) :
pV = RT
dimana V adalah volume 1 mol gas.
Pendekatan yang lebih langsung untuk menetapkan bobot molekul
dibandingkan metode Cannizaro adalah menggunakan persamaan gas ideal. Untuk
tujuan ini perlu mengubah persamaan itu sedikit. Jumlah mol gas, yang biasanya
dinyatakan dengan n, adalah sama dengan massa gas, m, dibagi oleh massa molar, M
(satuan g/mol). Jadi, n = mM
. Bobot molekul (tidak bersatuan) secara numeris sama
dengan massa molar (Petrucci, 1999).
PV = m R TM
Penentuan bobot molekul gas dengan persamaan di atas diperlukan
pengukuran volume (V) yang dipunyai oleh suatu gas yang diketahui massanya (m)
pada suhu (T) dan tekanan (P) tertentu. Bentuk dari persamaan gas ideal yang
diperlihatkan pada persamaan di atas tidak terbatas untuk menentukan bobot molekul
tetapi dapat digunakan dalam berbagai penggunaan lain dimana jumlah gas diberikan
atau dicari dalam bentuk gram, bukan mol (Petrucci, 1999).
Menganggap bahwa rumus gas ideal diikuti oleh gas nyata pada tekanan
rendah, BM (Bilangan Molekul) gas dapat dicari dengan mempergunakan rumus gas
ideal (Sukardjo, 1989) :
PV = n R T = WM
R T
M = W R TP V
= d R TP
M = berat molekul gas d = densitas gas W = berat gas
dengan menimbang volume tertentu gas pada P dan T tertentu dengan memakai
rumus di atas dapat ditentukan berat molekul (Sukardjo, 1989).
Cara Regnault dipakai untuk menentukan bilangan molekul zat yang pada
suhu kamar berbentuk gas. Untuk itu suatu bola gelas (300 – 500 cc) dikosongkan
dan ditimbang. Kemudian diisi dengan gas yang bersangkutan dan ditimbang
kembali. Dari tekanan dan temperatur gas dan dengan memakai rumus di atas dapat
ditentukan berat molekul gas. Berat gas adalah selisih berat kedua penimbangan
(Sukardjo, 1989).
Cara Viktor Meyer dipakai untuk menentukan bilangan molekul zat cair yang
mudah menguap. Bila berat zat cair = W, maka dapat dihitung bilangan molekul
zatnya. Tekanan uap harus direduksi dengan tekanan uap air pada temperatur
percobaan (Sukardjo, 1989) :
P = Patm – PH2 O
M = W. RTPV
M = W. R TP atm – P
Cara limiting density berdasarkan hukum-hukum gas ideal hasilnya telah
cukup untuk penentuan rumus-rumus molekul. Hal ini disebabkan karena hukum gas
ideal sudah menyimpang, walaupun pada tekanan atmosfer (Sukardjo, 1989).
Pengukuran bobot molekul dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan
Mark-Houwink-Sakurada yaitu [ɳ] = K. Mv a , maka massa molekul relatif suatu zat
seperti polieugenol dapat ditentukan dengan harga K = 1,1 × 10-3 dan a = 0,725
(Ulumudin, dkk., 2010).
Berat dan massa adalah konsep yang berkaitan, tetapi bukan hal yang sama.
Berat suatu benda dipengaruhi oleh gravitasi, sementara massa adalah kuantitas dari
inersianya. Seperti halnya dengan gaya lainnya, berat diukur dengan persamaan
Newton, sementara massa diukur dalam kilogram. Berat suatu objek tergantung pada
lingkungannya, misalnya, berat objek berbeda bila di dekat matahari dibandingkan
bila di dekat bumi tetapi massa objek adalah properti dari objek itu sendiri dan bukan
bagian dari lingkungannya (Hobson, 1995).
Melalui penggunaan prinsip Avogadro memungkinkan untuk
membandingkan berat dari sejumlah besar molekul dari setiap gas dengan besar dan
jumlah yang sama dari molekul oksigen. Hal ini diperlukan hanya pada dua badan
gas ketika ditimbang memiliki volume yang sama pada suhu dan tekanan yang sama.
Sehingga dapat dengan mudah menyimpulkan berat molekul gas pertama
(Markham dan Smith, 1992).
Penentuan massa molekul relatif suatu polimer seperti protein dilakukan
dengan bantuan protein standar. Untuk menentukan berat molekul glikoprotein,
dilakukan dengan menghitung Rf (Retardation factor) dari masing-masing pita
(Siregar, dkk., 2006).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah akuades, kloroform,
aseton, aluminium foil, tissue roll, kertas label, dan sabun cair.
3.2 Alat Percobaan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah erlenmeyer 50 mL, gelas
kimia 200 mL, gelas kimia 250 mL, pipet volume 5 mL, bulb, jarum, neraca digital,
desikator, hot plate, termometer 0 – 100 oC, karet gelang, labu semprot, dan sikat
tabung.
3.3 Prosedur Percobaan
Prosedur pada percobaan kali ini adalah :
1. Disiapkan erlenmeyer 50 mL sebanyak 2 buah.
2. Ditimbang masing-masing erlenmeyer kosong.
3. Ditutup erlenmeyer dengan aluminium foil dan karet gelang kemudian
ditimbang dengan menggunakan neraca digital.
4. Setelah itu, diisi erlenmeyer dengan akuades sampai penuh (tidak ditutup)
kemudian ditimbang, dibuang airnya, dan dikeringkan.
5. Dipipet 5 mL kloroform ke dalam erlenmeyer tersebut.
6. Dibuat 10 lubang pada penutupnya dengan menggunakan jarum.
7. Direndam di dalam penangas air sampai semua kloroform menguap.
8. Diangkat erlenmeyer yang terdapat dalam penangas dan diukur suhu air pada
penangas.
9. Didinginkan terlebih dahulu dan dimasukkan ke dalam desikator.
10. Ditimbang dengan menggunakan neraca digital.
11. Diulangi langkah-langkah di atas dengan mengganti kloroform dengan
aseton.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
1. Kloroform
Bobot erlenmeyer + air = 94,23 g
Bobot erlenmeyer kosong = 37,43 g
Suhu air dalam penangas air = 60 oC
Massa jenis air = 1 g/mL
2. Aseton
Bobot erlenmeyer + air = 111,19 g
Bobot erlenmeyer kosong = 38,84 g
Suhu air dalam penangas air = 58 oC
Massa jenis air = 1 g/mL
Tabel Pengamatan
No.
Jenis zat cair
Bobot erlenmeyer + aluminium foil + karet
gelang (g)
Bobot erlenmeyer + aluminium foil + karet gelang + uap cairan (g)
1. Kloroform 38,09 38,30
2. Aseton 39,44 39,51
4.2 Perhitungan
1. Kloroform
Bobot erlenmeyer + aluminium foil + karet + uap kloroform = 38,30 g
Bobot erlenmeyer + aluminium foil + karet = 38,09 g
Bobot kloroform = 38,30 – 38,09 = 0,21 g
Bobot erlenmeyer + air = 94,23 g
Bobot erlenmeyer kosong = 37,43 g
Bobot air = 94,23 – 37,43 = 56,80 g
Massa jenis air (ρ) = 1 g/mL
Volume air=Bobot airMassa jenis air
=56,80 g1 g/mL
=56,80 mL
Volume air = Volume gas = 56,80 mL = 0,0568 L
Massa jenis kloroform=Bobot kloroformVolume gas
=0,21 g0,0568 L
=3,6972 g/L
Suhu penangas air = 60 0C = 333 K
Tekanan = 760 mmHg = 1 atm
Mr=ρ R TP
Mr=3,697183099
gL
x 0,0821 L .atmmol.K
x 333 K
1 atm
Mr = 101,0784 g/mol
Mr kloroform (CHCl3) secara praktek adalah sebesar 101,0784 g/mol sedangkan
secara teoritis sebesar 119,5 g/mol.
2. Aseton
Bobot erlenmeyer + aluminium foil + karet + uap aseton = 39,51 g
Bobot erlenmeyer + aluminium foil + karet = 39,44 g
Bobot aseton = 39,51 – 39,44 = 0,07 g
Bobot erlenmeyer + air = 111,19 g
Bobot erlenmeyer kosong = 38,84 g
Bobot air = 111,19 – 38,84 = 72,35 g
Massa jenis air (ρ) = 1 g/mL
Volume air=Bobot airMassa jenis air
=72,35 g1 g/mL
=72,35 mL
Volume gas = Volume air = 72,35 mL = 0,07235 L
Massa jenis aseton=Bobot asetonVolume gas
=0,07 g0,07235 L
=0,9675 g/L
Suhu penangas air = 58 0C = 331 K
Tekanan = 760 mmHg = 1 atm
Mr=ρ R TP
Mr=0,967519004
gL
x 0,0821 L .atmmol.K
x331 K
1 atm
Mr = 26,2924 g/mol
Mr aseton (CH3COCH3) secara praktek adalah sebesar 26,2924 g/mol sedangkan
secara teoritis sebesar 58 g/mol.
4.3 Pembahasan
Massa molekul merupakan jumlah massa dari atom-atom penyusunnya.
Penentuan massa molekul ini dapat dilakukan dengan berdasarkan pengukuran bobot
jenis zat mudah menguap. Bobot jenis dapat ditentukan dengan menghitung bobot zat
sebelum dan setelah penguapan dan menggunakan persamaan gas ideal untuk
memperoleh massa molekul dari zat tersebut.
Penentuan bobot jenis zat dilakukan dengan menimbang erlenmeyer kosong
terlebih dahulu setelah itu menimbang erlenmeyer yang telah ditutupi aluminium foil
dan karet gelang. Hal ini dilakukan untuk memberikan ruang kepada zat yang akan
menguap nanti. Setelah itu, diisi erlenmeyer dengan akuades kemudian ditimbang.
Hal ini bertujuan agar bobot akuades dapat diketahui dengan mengurangkan bobot
erlenmeyer yang telah berisi akuades dengan bobot erlenmeyer kosong sehingga
volume air dapat diketahui dengan diketahuinya massa dan kerapatan air.
Erlenmeyer kemudian dikeringkan hingga tidak ada sisa akuades di
dalamnya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kontaminasi ketika zat yang ingin
diukur massa jenisnya masuk ke dalam erlenmeyer tersebut. Zat yang dimaksud
adalah kloroform dan aseton. Kedua zat ini digunakan karena memiliki titik didih
yang rendah dibandingkan air sehingga penguapannya akan berlangsung lebih cepat.
Titik didih kloroform dan aseton masing-masing sebesar 61 oC dan 56,2 oC.
Sebelum kedua zat ini diuapkan, maka erlenmeyer yang menempati zat ini
harus ditutup terlebih dahulu dengan aluminium foil dan dibuat lubang dengan
menggunakan jarum agar uap yang akan keluar nanti tidak sepenuhnya tertahan
dalam erlenmeyer. Setelah semua cairan menguap, maka erlenmeyer diangkat dari
penangas air dan dinginkan sebelum dimasukkan ke dalam desikator. Hal ini
dilakukan agar pengembunan terjadi di dalam erlenmeyer. Kemudian suhu air dalam
penangas diukur dengan menggunakan termometer. Hal ini dilakukan agar
mempermudah perhitungan ketika kita akan mencari nilai dari massa molekul zat
tersebut.
Erlenmeyer kemudian dilap dan dimasukkan ke dalam desikator. Pendinginan
dilakukan di dalam desikator, agar tidak ada zat yang masuk ataupun keluar dari
erlenmeyer dengan kata lain tidak ada kontaminasi dari udara luar yang nantinya
akan mempengaruhi hasil penimbangan.
Berdasarkan hasil penimbangan dapat diketahui kerapatan zat dengan
membandingkan bobot zat dengan volume dari gas tersebut. Hasil pengukuran
kerapatan yang diperoleh secara praktek ialah kerapatan kloroform sebesar
3,6972 g/L pada suhu 60 oC dan aseton sebesar 0,9675 g/L pada suhu 58 oC
sedangkan secara teori kerapatan kloroform sebesar 1,48 g/cm3 dan kerapatan aseton
sebesar 0,788 g/cm3. Perbedaan nilai secara teori dan praktek dapat disebabkan
karena kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pengukuran seperti kesalahan
kalibrasi.
Berdasarkan nilai kerapatan dari masing-masing zat, maka dapat diketahui
sifat kedua cairan ini. Aseton memiliki nilai kerapatan yang lebih kecil dibandingkan
dengan kloroform sehingga aseton akan lebih cepat menguap dibandingkan
kloroform dan hal ini sesuai dengan titik didih cairan tersebut, dimana aseton
memiliki titik didih sebesar 56,2 oC dan kloroform sebesar 62 oC.
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan maka diperoleh massa molekul
secara praktek pada kloroform (CHCl3) sebesar 101,0784 g/mol dan pada aseton
(CH3COCH3) sebesar 26,2924 g/mol sedangkan menurut teori massa molekul
kloroform (CHCl3) sebesar 119,5 g/mol dan massa molekul aseton (CH3COCH3)
sebesar 58 g/mol. Perbedaan nilai ini dapat disebabkan karena kesalahan mengukur
suhu pada penangas air. Hal ini disebabkan karena termometer tidak langsung
dimasukkan ke dalam penangas ketika semua cairan aseton ataupun kloroform telah
menjadi uap padahal dikatakan bahwa suhu pada penangas air adalah suhu ketika
kedua cairan ini menguap sempurna sehingga suhu pada penangas air semakin
meningkat melebihi suhu ketika kedua zat ini menguap sepenuhnya. Hal lain yang
mempengaruhinya yaitu pada saat erlenmeyer dibersihkan dan dikeringkan dengan
kertas tissue, kemungkinan besar terdapat sisa kertas tissue yang masih menempel
pada erlenmeyer sehingga mempengaruhi pengukuran bobot erlenmeyer tersebut.
Kesalahan dalam melakukan praktikum sangatlah dihindarkan oleh praktikum
namun, hal tersebut sangat sulit dihilangkan tetapi masih bisa diminimalisir
kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga hasil yang diperoleh akurat. Kesalahan
dapat terjadi di setiap perlakuan-perlakuan terhadap sampel / contoh / analit.
Misalnya penimbangan, pemipetan, pendinginan sampai dengan penimbangan
kembali. Oleh karena itu, sebagai praktikan sangat diharapkan untuk lebih teliti dan
terampil dalam menggunakan alat untuk memperkecil kesalahan-kesalahan pasti
akan terjadi di setiap percobaan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil percobaan ini adalah :
1. Nilai kerapatan kloroform adalah sebesar 3,6972 g/L dan nilai kerapatan
aseton adalah sebesar 0,9675 g/L.
2. Massa molekul kloroform adalah sebesar 101,0784 g/mol dan nilai massa
molekul aseton adalah sebesar 26,2924 g/mol.
5.2 Saran
Pada percobaan kali ini diharapkan agar asisten dapat lebih memperhatikan
kinerja dari praktikan agar kesalahan yang dilakukan praktikan dapat terminimalisir.
Selain itu, asisten diharapkan agar tetap memberikan penjelasan yang lengkap bagi
praktikan.
Saran untuk praktikum diharapkan agar lebih banyak jenis cairan yang diukur
massa molekulnya. Diharapkan pula dengan banyaknya jenis cairan yang diukur akan
melatih kemampuan praktikan dalam pengukuran.
Saran untuk laboratorium diharapkan agar setiap meja praktikan memiliki
tempat pembuangan untuk mencuci alat laboratorium sehingga praktikan tidak perlu
mendatangi meja lainnya yang akan mempengaruhi konsentrasi praktikan lainnya.
Selain itu, diharapkan agar jumlah alat-alat laboratorium ditingkatkan sehingga
praktikum bisa berlangsung lebih cepat.
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 3 April 2012
Asisten Praktikan
RAYMOND KWANGDINATA HERLINA RASYID
NIM : H311 09 270 NIM : H311 10 904DAFTAR PUSTAKA
Chang, R., 2010, Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Dogra, S. K., dan Dogra, S., 1992, Kimia Fisik dan Soal-Soal, diterjemahkan oleh Umar Mansyur, UI-Press, Jakarta.
Hobson, 1995, Physic : Concepts and Connection, Prentice Hall, Inc, United State of America.
Markham, E. C., dan Smith, S. E., 1992, General Chemistry, Houghton Mifflin Company, Boston.
Ulumudin, I., Djunaidi, M. C., dan Khabibi, 2010, Pemisahan Kation Cu2+, Cd2+ dan Cr3+ menggunakan senyawa carrier poli(metal tiazol etil eugenoksi asetat) hasil sintesis dengan teknik BLM (Bulk Liquid Membrane), Universitas Diponegoro, Semarang.
Petrucci, R. H., 1999, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid
1, diterjemahkan oleh Suminar Achmadi, Erlangga, Jakarta.
Siregar, T. N., Aulanni’am, Susilawati, T., Riady, G., Hamdan, dan Armansyah, T., 2006, Karakteristisasi Biokimia, Protein Inhibin dari Sel Granulosa Folikel Ovarium Kambing, Animal Production, Aceh.
Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, PT. Bina Aksara, Jakarta.