Upload
uly-thuee-daili
View
43
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kista ovarium
Citation preview
LAPORAN KASUS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
LAPORAN KASUS
Partus Tak Maju (PTM)
Oleh:
Nurdaili
PEMBIMBING:
dr. Fita Drisma Sp.OG M. Kes
BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TGK CHIK DITIRO SIGLI 2015
DAFTAR ISI
Judul .....................................................................................................................i
Daftar Isi ...............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ketuban.......................................................................3
2.1.1 Anatomi Ketuban..................................................................................3
2.1.2 Fisiologi Ketuban..................................................................................3
2.2 KPD (Ketuban Pecah Dini).............................................................................5
2.2.1 Definisi..................................................................................................5
2.2.2 faktor predisposisi ................................................................................5
2.2.3 epidemiologi .........................................................................................
2.2.4 patofisiologi...........................................................................................6
2.2.5 Diagnosis ..............................................................................................6
2.2.6 Penatalaksanaan.....................................................................................8
2.2.7 Komplikasi............................................................................................11
BAB 3 LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien................................................................................................13
3.2 follow up..........................................................................................................
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan......................................................................................................29
5.2 Saran................................................................................................................29
Daftar Pustaka.......................................................................................................31
BAB 1
PENDAHULUAN
Persalinan normal adalah pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(38-40 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.1
Partus tak maju adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12
jam atau lebih,bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan fase
Partus tak maju adalah ketiadaan kemajuan dalam dilatasi serviks, atau penurunan dari bagian
yang masuk selama persalinan aktif. Partus tak maju merupakan fase dari suatu partus yang
macet dan berlangsung terlalu lama sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti dehidrasi,
infeksi, kelelahan, serta, asfiksia dan kematian dalam kandungan.2
American College of Obstetric and Gynecologist membagi kelainan persalinan
menjadi lebih lambat daripada normal (partus lama, protraction disorder), atau penghentian
total kemajuan (partus macet, arrest disorder). Ibu harus berada di dalam fase aktif persalinan
(serviks membuka 3-4 cm atau lebih) untuk mendiagnosis salah satu diantara keduanya.
Diagnosis kemacetan fase aktif yaitu (tidak ada pembukaan selama 2 jam atau lebih) pada 5%
nulipara aterm. Insiden ini belum berubah sejak tahun 1950an. Kontraksi uterus yang kurang
adekuat, didiagnosis pada 80% ibu dengan kemacetan fase aktif. Pada 25% persalinan
nulipara dipersulit kelainan fase aktif, sedangkan pada multigravida angkanya adalah 15%.
Keterkaitan atau faktor lain yang berperan dalam persalinan yang berkepanjangan adalah
sedasi berlebihan, anestesia regional, dan malposisi janin, misalnya oksiput posterior
persisten (Prawirohardjo, 2008). Saat ini, distosia atau partus tak maju adalah indikasi paling
sering untuk SC. Dan tidak majunya persalinan merupakan alasan bagi 68% SC nonelektif
pada presentasi kepala.2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses fisiologis pengeluaran hasil konsepsi (janin dan placenta)
dengan usia kehamilan yang cukup bulan yaitu 38-40 minggu, dan janin sudah dapat hidup
diluar rahim.1
2.1.1. Pembagian Persalinan
Menurut cara persalinan dibagi menjadi :
1. Persalinan biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan
cukup bulan (aterm, 38-40 minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang
kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu
berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan/pertolongan buatan dan
tanpa komplikasi.
2. Persalinan abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat maupun
melalui dinding perut (praabdominal) dengan operasi caesarea.2
2.1.2 Faktor-Faktor Dalam Persalinan
Ada beberapa faktor yang berperan dalam persalinan yaitu :
1. Tenaga atau Kekuatan (power) ; his (kontraksi uterus), kontraksi otot dinding perut,
kontraksi diafragma pelvis, ketegangan, kontraksi ligamentum rotundum, efektivitas
kekuatan mendorong dan lama persalinan.
2. Janin (passanger) ; letak janin, posisi janin, presentasi janin dan letak plasenta
3. Jalan Lintas (passage) ; ukuran dan tipe panggul, kemampuan serviks untuk
membuka, kemampuan kanalis vaginalis dan introitus vagina untuk memanjang.
4. Kejiwaan (psyche) ; persiapan fisik untuk melahirkan, pengalaman persalinan,
dukungan orang terdekat dan intregitas emosional.3
2.1.3 Tanda Permulaan Persalinan
Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki
bulannya atau minggunya atau harinya yang disebut kala pendahuluan (preparatory stage of
labor). Ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut :
a. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas
panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu terlihat, karena
kepala janin baru masuk pintu atas panggul menjelang persalinan.
b. Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri menurun.
c. Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih
tertekan oleh bagian terbawah janin.
d. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari
uterus (false labor pains).
e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur
darah (bloody show).4
2.1.4 Tanda in-partu
a. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
b. Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil
pada serviks.
c. Dapat disertai ketuban pecah dini.
d. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan terjadi pembukaan serviks
2.1.5 Tahap Persalinan
Tahap persalinan meliputi 4 fase/kala :
Kala I : Dinamakan kala pembukaan, pada kala ini serviks membuka sampai terjadi
pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi atas 2 fase :
a. Fase laten berlangsung selama 7-8 jam pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
b. Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam,
pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm dan fase dilatasi maximal dalam waktu 2
jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 menjadi 9 cm dan fase
deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan
dari 9 cm menjadi lengkap 10 cm. Kala I ini selesai apabila pembukaan serviks
uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam
sedang pada multigravida 8 jam. Pembukaan primigravida 1 cm tiap jam dan
multigravida 2 cm tiap jam.1
Kala II : Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin
didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5 jam pada primigravida dan 0,5
jam pada multipara.1
Kala III : Kala uri/plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Prosesnya 6-15
menit setelah bayi lahir.
Kala IV : Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Observasi yang dilakukan
melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tandatanda vital (tekanan darah,
nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya pendarahan.1
2.2 Definisi Persalinan Tak Maju
Partus tak maju (prolonged explusive phase) adalah persalinan dengan his yang adekuat
namun tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks.
Partus tak maju adalah persalinan dalam fase aktif yang lebih dari 12 jam pada primi
dengan rata-rata pembukaan 1 cm per jam atau lebih dari 16 jam pada multi dengan rata-rata
pembukaan 2 cm per jam.2
2.3 Penyebab Partus tak Maju
Penyebab Partus Tak Maju Penyebab partus tak maju yaitu :
A. Disproporsi sefalopelvik (pelvis sempit atau janin besar)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan, tetapi
yang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu. Besarnya kepala janin
dalam perbandingan luasnya panggul ibu menentukan apakah ada disproporsi sefalopelvik
atau tidak. 5
Disproporsi sefalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk melewati panggul.
Panggul yang sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi uterus yang efisien, letak,
presentasi, kedudukan janin yang menguntungkan dan kemampuan kepala janin untuk
mengadakan molase. Sebaliknya kontraksi uterus yang jelek, kedudukan abnormal,
ketidakmampuan kepala untuk mengadakan molase dapat menyebabkan persalinan normal
tidak mungkin. Kehamilan pada ibu dengan tinggi badan < 145 cm dapat terjadi disproporsi
sefalopelvik, kondisi luas panggul ibu tidak sebanding dengan kepala bayi, sehingga
pembukaannya berjalan lambat dan akan menimbulkan komplikasi obstetri.5
Disproporsi sefalopelvik terjadi jika kepala janin lebih besar dari pelvis, hal ini akan
menimbulkan kesulitan atau janin tidak mungkin melewati pelvis dengan selamat. Bisa juga
terjadi akibat pelvis sempit dengan ukuran kepala janin normal, atau pelvis normal dengan
janin besar atau kombinasi antara bayi besar dan pelvis sempit. Disproporsi sefalopelvik tidak
dapat didiagnosis sebelum usia kehamilan 37 minggu karena sebelum usia kehamilan tersebut
kepala belum mencapai ukuran lahir normal.6
Disproporsi sefalopelvik dapat terjadi :
i. Marginal (ini berarti bahwa masalah bisa diatasi selama persalinan, relaksasi sendi-
sendi pelvis dan molase kranium kepala janin dapat memungkinkan berlangsungnya
kelahiran pervaginam).
ii. Moderat (sekitar setengah dari pasien-pasien pada kelompok lanjutan ini
memerlukan kelahiran dengan tindakan operasi).
iii. Definit (ini berarti pelvis sempit, bentuk kepala abnormal atau janin mempunyai
ukuran besar yang abnormal, misalnya hidrosefalus, operasi diperlukan pada
kelahiran ini).
B. Presentasi yang abnormal
Hal ini bisa terjadi pada dahi, bahu, muka dengan dagu posterior dan kepala yang
sulit lahir pada presentasi bokong.
a. Presentasi Dahi
Presentasi Dahi adalah keadaan dimana kepala janin ditengah antara fleksi maksimal dan
defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah. Presentasi dahi terjadi karena
ketidakseimbangan kepala dengan panggul, saat persalinan kepala janin tidak dapat turun ke
dalam rongga panggul sehingga persalinan menjadi lambat dan sulit. Presentasi dahi tidak
dapat dilahirkan dengan kondisi normal kecuali bila bayi kecil atau pelvis luas, persalinan
dilakukan dengan tindakan caesarea. IR presentasi dahi 0,2% kelahiran pervaginam, lebih
sering pada primigravida.
b. Presentasi Bahu
Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen cenderung melebar dari satu sisi
kesisi yang lain sehingga tidak teraba bagian terbawah anak pada pintu atas panggul
menjelang persalinan. Bila pasien berada pada persalinan lanjut setelah ketuban pecah, bahu
dapat terjepit kuat di bagian atas pelvis dengan satu tangan atau lengan keluar dari vagina.
Presentasi bahu terjadi bila poros yang panjang dari janin tegak lurus atau pada sudut
akut panjangnya poros ibu, sebagaimana yang terjadi pada letak melintang. Presentasi bahu
disebabkan paritas tinggi dengan dinding abdomen dan otot uterus kendur, prematuritas,
obstruksi panggul.
c. Presentasi Muka
Pada presentasi muka, kepala mengalami hiperekstensi sehingga oksiput menempel pada
punggung janin dan dagu merupakan bagian terendah. Presentasi muka terjadi karena
ekstensi pada kepala, bila pelvis sempit atau janin sangat besar. Pada wanita multipara,
terjadinya presentasi muka karena abdomen yang menggantung yang menyebabkan
punggung janin menggantung ke depan atau ke lateral, seringkali mengarah kearah oksiput.
Presentasi muka tidak ada faktor penyebab yang dapat dikenal, mungkin terkait dengan
paritas tinggi tetapi 34% presentasi muka terjadi pada primigravida.4
C. Kelainan his dan meneran
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan hambatan pada
jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, jika tidak dapat diatasi dapat
megakibatkan kemacetan persalinan. His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus
uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya
dominasi kekutan pada fundus uteri, kemudian mengadakan relaksasi secara merata dan
menyeluruh. Baik atau tidaknya his dinilai dengan kemajuan persalinan, sifat dari his itu
sendiri (frekuensinya, lamanya, kuatnya dan relaksasinya) serta besarnya caput
succedaneum.3
Adapun jenis-jenis kelainan his sebagai berikut:
a. Inersia uteri
His bersifat biasa, yaitu fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada
bagian lain. Kelainannya terletak dalam hal bahwa kontaksi berlangsung terlalu lama dapat
meningkatkan morbiditas ibu dan mortalitas janin. Keadaan ini dinamakan dengan inersia
uteri primer. Jika setelah belangsungnya his yang kuat untuk waktu yang lama dinamakan
inersia uteri sekunder. Karena dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung lama
(hingga menimbulkan kelelahan otot uterus) maka inersia uterus sekunder jarang ditemukan2.
b. His yang terlalu kuat
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu
yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam disebut partus
presipitatus. Sifat his normal, tonus otot diluar his juga normal, kelainannya hanya terletak
pada kekuatan his. Bahaya dari partus presipitatus bagi ibu adalah perlukaan pada jalan lahir,
khususnya serviks uteri, vagina dan perineum. Sedangkan bagi bayi bisa mengalami
perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut menglami tekanan kuat dalam waktu
yang singkat.
c. Kekuatan uterus yang tdak terkoordinasi
Disini kontraksi terus tidak ada koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan
bawah, tidak adanya dominasi fundal, tidak adanya sinkronisasi antara kontraksi daripada
bagian-bagiannya. Dengan kekuatan seperti ini, maka tonus otot terus meningkat sehingga
mengakibatkan rasa nyeri yang terus menerus dan hipoksia janin. Macamnya adalah
hipertonik lower segment, colicky uterus, lingkaran kontriksi dan distosia servikalis.
D. Abnormalitas pada janin
Hal ini sering terjadi bila ada kelainan pada janin misalnya : Hidrosefalus, pertumbuhan
janin lebih besar dari 4.000 gram, bahu yang lebar dan kembar siam.
E. Abnormalitas sistem reproduksi
Abnormalitas sistem reproduksi misalnya tumor pelvis, stenosis vagina kongenital,
perineum kaku dan tumor vagina.
2.4 Epidemiologi
A. Distribusi Partus Tak Maju berdasarkan usia
Penelitian Gessesssew dan Mesfin di RS Adigrat Zonal tahun 2001 diperoleh 195 kasus
partus tak maju, 114 kasus terjadi pada wanita usia 20-34 tahun dengan proporsi 58,4%, 60
kasus terjadi pada wanita usia > 34 tahun dengan proporsi 30,8% dan 21 kasus terjadi pada
wanita usia < 20 tahun dengan proporsi 10,8%. Sedangkan Universitas Sumatera Utara pada
paritas diperoleh 90 kasus terjadi pada paritas 1-4 dengan proporsi 46,2%, 59 kasus terjadi
pada paritas 0 dengan proporsi 30,2% dan 46 kasus terjadi pada paritas ≥ 5 dengan proporsi
23,6%.16 Penelitian Simbolon di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang tahun 2007
diperoleh 273 kasus partus tak maju, 201 kasus terjadi pada wanita usia 20-35 tahun dengan
proporsi 73,6%, 63 kasus terjadi pada wanita usia > 35 tahun dengan proporsi 23,1% dan 9
kasus terjadi pada wanita usia < 20 tahun dengan proporsi 3,3%. Sedangkan pada paritas
diperoleh 118 kasus terjadi pada paritas 0 dengan proporsi 43,2%, 98 kasus terjadi pada
paritas 1-3 dengan proporsi 35,9% dan 57 kasus terjadi pada paritas > 3 dengan proporsi
20,9%.3
B. Distribusi Partus Tak Maju berdasarkan tempat dan waktu
Di negara-negara maju panggul kecil telah berkurang sebagai penyebab distosia. namun
pada kelompok ekonomi lemah di negara maju dan penduduk kota yang miskin di negara
berkembang, panggul kecil masih ada dan menyebabkan partus tak maju. Di negara-negara
maju 70% wanita bentuk panggul normal dan di Asia 80% wanita bentuk panggul normal.36
Penelitian Adhikari dkk di RS di India tahun 1993-1998 diperoleh 43.906 persalinan terdapat
245 kasus partus tak maju dengan proporsi 1%. 37 Penelitian Ikojo dkk di RS Pendidikan
Enugu Nigeria tahun 1999-2004 diperoleh 4.521 persalinan terdapat 120 kasus partus tak
maju dengan proporsi 2,7%.38 Di Indonesia proporsi partus tak maju 9% dari penyebab
kematian ibu langsung.8 Penelitian Olva di RSU Unit Swadana Subang Jawa Barat tahun
2001 diperoleh 400 persalinan terdapat 200 kasus partus tak maju dengan proporsi 50%.39
Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian Sidabutar di RS Santa Elisabeth Medan tahun
2000-2004 diperoleh proporsi partus tak maju 19,7% yaitu 1.418 kasus dari 7.163
persalinan.40 Hasil penelitian Idriyani di RSIA Fatimah Makasar tahun 2006 diperoleh
proporsi partus tak maju 2,9% yaitu 74 kasus dari 2.552 persalinan.3
C. Determinan dari Partus Tak Maju
1. Host
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu untuk hamil dan melahirkan adalah 20-35
tahun karena pada usia ini secara fisik dan psikologi ibu sudah cukup matang dalam
menghadapi kehamilan dan persalinan. Usia 35 tahun organ reproduksi mengalami perubahan
yang terjadi karena proses menuanya organ kandungan dan jalan lahir kaku atau tidak lentur
lagi. Selain itu peningkatn umur seseorang akan mempengaruhi organ yang vital seperti
sistim kardiovaskuler, ginjal dll (pada umur tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu yang
akan memperberat tugas organ-organ tersebut sehingga berisiko mengalami komplikasi pada
ibu dan janin).2
2. Paritas
Paritas 1-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas
0 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal yang lebih tinggi. Lebih
tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal.27 Ibu hamil yang memiliki paritas 4 kali atau
lebih, kemungkinan mengalami gangguan kesehatan, kekendoran pada dinding perut dan
kekendoran dinding rahim sehingga berisiko mengalami kelainan letak pada janin, persalinan
letak lintang, robekan rahim, persalinan macet dan perdarahan pasca persalinan.2
3. Riwayat Persalinan
Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan persalinan prematur, seksio caesarea,
bayi lahir mati, persalinan lama, persalinan dengan induksi serta semua persalinan tidak
normal yang dialami ibu merupakan risiko tinggi pada persalinan berikutnya.
4. Anatomi Tubuh Ibu Melahirkan
Ibu bertubuh pendek < 150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi dan terjadinya
deformitas panggul merupakan risiko tinggi dalam persalinan, tinggi badan < 150 cm
berkaitan dengan kemungkinan panggul sempit. Tinggi badan Ibu < 145 cm terjadi
ketidakseimbangan antara luas panggul dan besar kepala janin.1,10 Sebagian besar kasus
partus tak maju disebabkan oleh tulang panggul ibu terlalu sempit sehingga tidak mudah
dilintasi kepala bayi waktu bersalin. Proporsi wanita dengan rongga panggul yang sempit
menurun dengan meningkatnya tinggi badan, persalinan macet yang disebabkan panggul
sempit jarang terjadi pada wanita tinggi. Penelitian di Nigeria Utara dari seluruh ibu yang
mengalami persalinan macet, proporsi wanita dengan panggul sempit memiliki tinggi badan <
145 cm sebesar 40%, tinggi badan 150 cm sebesar 14% dan tinggi badan 160 cm sebesar
1%.3
5. Pendidikan Ibu
Ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi lebih memperhatikan kesehatannya selama
kehamilan dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Pendidikan ibu
merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak dan juga
keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu semakin meningkat juga pengetahuan dan
kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan kehamilan dan persalinan sehingga termotivasi
untuk melakukan pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur.3
6. Agent
Partus tak maju disebabkan faktor mekanik pada persalinan yaitu terhambatnya jalan
lahir janin. Terhambatnya jalan lahir disebabkan ketidakseimbangan bentuk dan ukuran
panggul (passage), besarnya janin (passenger) dan kontraksi uterus (power). Bentuk dan
ukuran panggul yang sempit menghambat jalan lahir janin, panggul yang sempit dipengaruhi
faktor nutrisi dalam pembentukan tulang panggul, penyakit dan cedera pada tulang panggul
7. Keadaan Sosial ekonomi
Derajat sosial ekonomi masyarakat akan menunjukan tingkat kesejahteraan dan
kesempatannya dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Jenis pekerjaan ibu maupun
suaminya akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan
tersebut dapat dilihat kemampuan mereka terutama dalam pemenuhan makanan bergizi,
khususnya bagi ibu hamil, pemenuhan kebutuhan makanan bergizi sangat berpengaruh
terhadap kehamilannya. Kekurangan gizi dapat Universitas Sumatera Utara berakibat buruk
pada ibu dan anak, misalnya terjadi anemia, keguguran, perdarahan saat hamil. sesudah
hamil, infeksi dan partus macet.
8. Ketersediaan Tenaga Ahli dan Rujukan
Angka kematian maternal yang tinggi disuatu negara sesungguhnya mencerminkan
rendahnya mutu pelayanan. Pelayanan kesehatan mempunyai peran yang sangat besar dalam
kematian materal. Faktor tersebut meliputi : kurangnya kemudahan untuk pelayanan
kesehatan maternal, asuhan medik yang kurang dan kurangnya tenaga yang terlatih.Petugas
kesehatan yang tidak terlatih untuk mengenali persalinan macet (partograf tidak digunakan).
Kegagalan dalam bertindak terhadap faktor risiko dan penundaan dalam merujuk ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi (misalnya untuk seksio caesarea) merupakan fakor partus tak
maju
9. Ketersediaan Tenaga Ahli dan Rujukan
Angka kematian maternal yang tinggi disuatu negara sesungguhnya mencerminkan
rendahnya mutu pelayanan. Pelayanan kesehatan mempunyai peran yang sangat besar dalam
kematian materal. Faktor tersebut meliputi : kurangnya kemudahan untuk pelayanan
kesehatan maternal, asuhan medik yang kurang dan kurangnya tenaga yang terlatih.Petugas
kesehatan yang tidak terlatih untuk mengenali persalinan macet (partograf tidak digunakan).
Kegagalan dalam bertindak terhadap faktor risiko dan penundaan dalam merujuk ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi (misalnya untuk seksio caesarea) merupakan fakor partus tak
maju.
D. Komplikasi Persalinan yang Terjadi Pada Partus Tak Maju
1. Ketuban pecah dini
Apabila pada panggul sempit, pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh
janin ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil. Bila kepala tertahan pada pintu atas panggul,
seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke bagian membran yang menyentuh os internal,
akibatnya ketuban pecah dini lebih mudah terjadi. 2
2. Pembukaan serviks yang abnormal
Pembukaan serviks terjadi perlahan-lahan atau tidak sama sekali karena kepala janin tidak
dapat turun dan menekan serviks. Pada saat yang sama, dapat terjadi edema serviks sehingga
kala satu persalinan menjadi lama. Namun demikian kala satu dapat juga normal atau singkat,
jika kemacetan persalinan terjadi hanya pada pintu bawah panggul. Dalam kasus ini hanya
kala dua yang menjadi lama. Persalinan yang lama menyebabkan ibu mengalami ketoasidosis
dan dehidrasi.3
Seksio caesarea perlu dilakukan jika serviks tidak berdilatasi. Sebaliknya, jika serviks
berdilatasi secara memuaskan, maka ini biasanya menunjukan bahwa kemacetan persalinan
telah teratasi dan kelahiran pervaginam mungkin bisa dilaksanakan (bila tidak ada kemacetan
pada pintu bawah panggul).
3. Bahaya ruptur uterus
Ruptur uterus, terjadinya disrupsi dinding uterus, merupakan salah satu dari kedaruratan
obstetrik yang berbahaya dan hasil akhir dari partus tak maju Universitas Sumatera Utara
yang tidak dilakukan intervensi. Ruptur uterus menyebabkan angka kematian ibu berkisar 3-
15% dan angka kematian bayi berkisar 50%.23 Bila membran amnion pecah dan cairan
amnion mengalir keluar, janin akan didorong ke segmen bawah rahim melalui kontraksi. Jika
kontraksi berlanjut, segmen bawah rahim akan merengang sehingga menjadi berbahaya
menipis dan mudah ruptur. Namun demikian kelelahan uterus dapat terjadi sebelum segmen
bawah rahim meregang, yang menyebabkan kontraksi menjadi lemah atau berhenti sehingga
ruptur uterus berkurang. Ruptur uterus lebih sering terjadi pada multipara jarang terjadi, pada
nulipara terutama jika uterus melemah karena jaringan parut akibat riwayat seksio caesarea.
Ruptur uterus menyebabkan hemoragi dan syok, bila tidak dilakukan penanganan dapat
berakibat fatal. 3
4. Fistula
Jika kepala janin terhambat cukup lama dalam pelvis maka sebagian kandung kemih,
serviks, vagina, rektum terperangkap diantara kepala janin dan tulang-tulang pelvis mendapat
tekanan yang berlebihan. Akibat kerusakan sirkulasi, oksigenisasi pada jaringan-jaringan ini
menjadi tidak adekuat sehingga terjadi nekrosis, yang dalam beberapa hari diikuti dengan
pembentukan fistula. Fistula dapat berubah vesiko-vaginal (diantara kandung kemih dan
vagina), vesiko-servikal (diantara kandung kemih dan serviks) atau rekto-vaginal (berada
diantara rektum dan vagina). Fistula umumnya terbentuk setelah kala II persalinan yang
sangat lama dan biasanya terjadi Universitas Sumatera Utara pada nulipara, terutama di
negara-negara yang kehamilan para wanitanya dimulai pada usia dini.3
5. Sepsis puerferalis
Sepsis puerferalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang dapat terjadi setiap saat
antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan
atau abortus dimana terdapat gejala-gejala : nyeri pelvis, demam 38,50 c atau lebih yang
diukur melalui oral kapan saja cairan vagina yang abnormal, berbau busuk dan keterlambatan
dalam kecepatan penurunan ukuran uterus.3
Infeksi merupakan bagian serius lain bagi ibu dan janinya pada kasus partus lama dan
partu tak maju terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan meningkat
karena pemeriksaan vagina yang berulang ulang.
E. Pengaruh Partus tak maju Pada Bayi
1. Perubahan-perubahan tulang-tulang kranium dan kulit kepala
Akibat tekanan dari tulang-tulang pelvis, kaput suksedeneum yang besar atau
pembengkakan kulit kepala sering kali terbentuk pada bagian kepala yang paling dependen
dan molase (tumpang tindih tulang-tulang kranium) pada kranium janin mengakibatkan
perubahan pada bentuk kepala.10 Selain itu dapat terjadi sefalhematoma atau penggumpalan
darah di bawah batas tulang kranium, terjadi setelah lahir dan dapat membesar setelah lahir.4
2. Kematian Janin
Jika partus tak maju dibiarkan berlangsung lebih dari 24 jam maka dapat
mengakibatkan kematian janin yang disebabkan oleh tekanan yang berlebihan pada plasenta
dan korda umbilikus. Janin yang mati, belum keluar dari rahim selama 4-5 minggu
mengakibatkan pembusukan sehingga dapat mencetuskan terjadinya koagulasi intravaskuler
diseminata (KID) keadaan ini dapat mengakibatkan hemoragi, syok dan kematian pada
maternal.3
F. Manifestasi klinis
Pada kasus persalinan macet/tidak maju akan ditemukan tanda-tanda kelelahan fisik
dan mental yang dapat diobservasi dengan : 3
1. Dehidrasi dan Ketoasidosis (ketonuria, nadi cepat, mulut kering)
2. hipertermia
3. Nyeri abdomen
4. Syok (nadi cepat, anuria, ekteremitas dingin, kulit pucat, tekanan darah rendah) syok
dapat disebabkan oleh ruptur uterus atau sepsis.
G. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar
tetap sehat atau tidak sakit.
Untuk menghindari risiko partus tak maju dapat dilakukan dengan :
a. Memberikan informasi bagi ibu dan suaminya tentang tanda bahaya selama
kehamilan dan persalinan.
b. Pendidikan kesehatan reproduksi sedini mungkin kepada wanita usia reproduksi
pra-nikah.
c. Meningkatkan program keluarga berencana bagi ibu usia reproduksi yang sudah
berkeluarga.
d. Memperbaiki perilaku diet dan peningkatan gizi.
e. Antenatal Care dengan yang teratur untuk mendeteksi dini kelainan pada ibu
hamil terutama risiko tinggi
f. Mengukur tinggi badan dan melakukan pemeriksaan panggul pada
primigravida.
g. Mengajurkan untuk melakukan senam hamil.
h. Peningkatan pelayanan medik gawat darurat.
i. Menyediakan sarana transportasi dan komunikasi bagi ibu-ibu yang melahirkan
dirumah (Maternity Waiting Home) apabila terjadi komplikasi, sehingga harus
di rujuk ke fasilitas yang lebih baik.5
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat
untuk mencegah timbulnya komplikasi, yaitu :
A. Diagnosis dini partus tak maju meliputi :
1. Pemeriksaan Abdomen
Tanda-tanda partus tak maju dapat diketahui melalui pemeriksaan abdomen sebagai berikut :
a. Kepala janin dapat diraba diatas rongga pelviss karena kepala tidak dapat turun
b. Kontraksi uterus sering dan kuat (tetapi jika seorang ibu mengalami kontraksi yang
lama dalam persalinanya maka kontraksi dapat berhenti karena kelelahan uterus)
c. Uterus dapat mengalami kontraksi tetanik dan bermolase (kontraksi uterus
bertumpang tindih) ketat disekeliling janin.
d. Cincin Band/Bandles ring ; cincin ini ialah nama yang diberikan pada daerah diantara
segmen atas dan segmen bawah uterus yang dapat dilihat dan diraba selama
persalinan. Dalam persalinan normal, daerah ini disebut cincin retraksi. Secara normal
daerah ini seharusnya tidak terlihat atau teraba pada pemeriksaan abdomen, cincin
bandl adalah tanda akhir dari persalinan tidak maju. Bentuk uterus seperti kulit
kacang dan palpasi akan memastikan tanda-tanda yang terlihat pada waktu observasi.
2. Pemeriksaan Vagina
Tanda-tandanya sebagai berikut :
a. Bau busuk dari drainase mekonium
b. Cairan amniotik sudah keluar
c. Kateterisasi akan menghasilkan urine pekat yang dapt mengandung mekonium
atau darah
d. Pemeriksaan vagina : edema vulva (terutama jika ibu telah lama mengedan),
vagina panas dan mengering karena dehidrasi, pembukaan serviks tidak komplit.
Kaput suksedaneum yang besar dapat diraba dan penyebab persalinan macet
antara lain kepala sulit bermolase akibat terhambat di pelvis, presentasi bahu dan
lengan prolaps.
3. Pencatatan Partograf
Persalinan macet dapat juga diketahui jika pencatatan pada partograf menunjukan :
a. Kala I persalinan lama (fase aktif) disertai kemacetan sekunder
b. Kala II yang lama
c. Gawat janin (frekuensi jantung janin < dari 120 permenit, bau busuk dari drainase
mekonium sedangkan frekuensi jantung janin normal 120-160 permenit)
d. Pembukaan serviks yang buruk walaupun kontraksi uterus yang kuat.
e. Melakukan penanganan secepat mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi,
partus tak maju berisiko mengalami infeksi sampai ruptur uterus dan biasanya
ditangani dengan tindakan bedah, seksio caesarea, ekstraksi cunam atau vacum
oleh sebab itu harus dirujuk kerumah sakit.3
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat dan kematian, yaitu :
a. Rehidrasikan pasien untuk mempertahankan volume plasma normal dan menangani
dehidrasi, ketosis dengan memberikan natrium laktat 1 liter dan dekstrosa 5% 1-2 liter
dalam 6 jam.
b. Pemberiaan antibiotik untuk mencegah sepsis puerperalis dan perawatan intensif
setelah melahirkan.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumapraja, S., 1993. Persalinan Normal. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
2. WHO, 2002. Modul Persalinan Macet. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran.
3. Gessessew A, Mesfin M, 2003. Obstructed Labor in Adigrat Zonal Hospital, Tigray
Region, Ethiopia. Ethiop.J.Health Dev. Vol. 17 No.3, 2003.
4. Mochtar, R., 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Obstetri Fisiologi dan Patologi. Edisi 2.
Jakarta : EGC.
5. Ben-Zion, T., 1998. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran.
6. Daffalah, et al, 2003. Obstructed Labor in a Teaching Hospital in Sudan. Saudi
Medical Journal. Vol. 24 No. 10, 2003.
7. Khan, A., 1997. A Study of Obstructed Labor Cases at Civil Hospital, Karachi.
Pakistan Journal of Surgery. Vol. 13 No. 2, juni 1997.