23

Click here to load reader

LAPORAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan

Citation preview

Page 1: LAPORAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada kalanya lingkungan tidak berpihak pada tumbuhan. Misalnya pada daerah iklim

sedang, ada musim dingin yang tidak memungkinkan tumbuhan untuk tumbuh. Di daerah

tropik sekalipun ada saat dimana tumbuhan tidak dapat tumbuh secara optimal, misalnya

kondisi lingkungan yang kering berkepanjangan. Untuk itu tumbuhan melakukan dorman.

Dormansi dapat didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan dan metabolisme yang

terpendam, dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak baik atau oleh faktor dari

dalam tumbuhan itu sendiri. Penyebab terjadinya dormansi bermacam-macam yaitu secara

spontan, faktor lingkungan mupun hormon pertumbuhan.

Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan

sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya.

Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji keadaan fisiologis

dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Pertumbuhan tidak akan terjadi

selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan

khusus terhadap benih tersebut (Salisbury dan Ross, 1995).

Hampir semua tumbuhan darat, baik tumbuhan rendah maupun tumbuhan tingkat

tinggi dalam siklus hidupnya akan dijumpai adanya fase dormansi. Dormansi ini dapat

terjadi baik pada seluruh tumbuhan atau organ tertentu yang disebabkan oleh faktor

eksternal maupun faktor internal, yang bertujuan untuk mempertahankan diri pada kondisi

yang kurang menguntungkan. Gejala dormansi dapat dijumpai pada biji dan organ

tumbuhan lainnya, seperti tunas, rhizoma dan umbi lapis.

Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda

perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk

melangsungkan proses perkecambahan tersebut.

Pada banyak spesies, dormansi kuncup diinduksi oleh suhu rendah, tetapi ada juga

respon terhadap panjang hari, khususnya jika suhu tetap tinggi. Perlakuan hari pendek

menyebabkan terjadinya pembentukan kuncup akhir yang dorman dan terlambatnya

pemanjangan ruas dan pemanjangan daun, tetapi sering daun tidak gugur (Salisbury dan

Ross, 1995). 

Dormansi adalah keadaan biji yang tidak berkecambah atau dengan kata lain tunas

yang yang tidak dapat tumbuh (terhambatnya pertumbuhan) selama periode tertentu yang

disebabkan oleh faktor-faktor intern dalam biji atau tunas tersebut. Suatu biji dikatakan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 1

Page 2: LAPORAN

dorman apabila biji tersebut tidak dapat berkecambah, setelah periode tertentu, meski

faktor-faktor lingkungan yang dibutuhkan tersedia (Salisbury dan Ross, 1995).

Ada beberapa penyebab dormansi pada biji yaitu eksternal dan internal. Penyebab

dormansi secara eksternal yaitu berasal dari lingkungan dari biji sedangkan secara internal

yaitu berasal dari biji itu sendiri. Salah satu penyebab internal dari biji yaitu kulit biji yang

keras yang menyebabkan imbibisi atau masuknya air ke dalam biji sulit terjadi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut:

Bagaimana pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji

berkulit keras (biji saga)?

C. Tujuan

Mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji

berkulit keras (biji saga).

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 2

Page 3: LAPORAN

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Saga

Daunnya majemuk, berbentuk bulat telur serta berukuran kecil-kecil. Daun

Saga bersirip ganjil dan memiliki rasa agak manis. Saga mempunyai buah polong berisi

biji-biji yang berwarna merah dengan titik hitam mengkilat dan licin. Bunganya

berwarna ungu muda dengan bentuk menyerupai kupu-kupu, dalam tandan bunga.

Tumbuhan ini banyak tumbuh secara liar di hutan-hutan, ladang-ladang atau sengaja

dipelihara di pekarangan. Tumbuh dengan baik pada daerah dataran rendah sampai

ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut.

Klasifikasi Tanaman

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiosperrnae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Resales

Suku : Leguminosae

Marga : Abrus

Jenis : Abrus precatorius Linn

B. Dormansi

Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda

perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk

melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada

embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi

klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan

memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk

mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi

dormansi embrio. Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori

berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.

a. Berdasarkan Faktor Penyebab Dormansi

Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan

lingkungan yang tidak menguntungkan.

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 3

Page 4: LAPORAN

Imnate dormancy (rest): dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di

dalam organ biji itu sendiri.

b. Berdasarkan Mekanisme Dormansi Di Dalam Biji

Mekanisme fisik

Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh

organ biji itu sendiri, terbagi menjadi:

Mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik

Fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable

Kimia : bagian biji atau buah yang mengandung zat kimia penghambat

Mekanisme fisiologis

Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses

fisiologis, terbagi menjadi:

Photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya.

Immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio

yang tidak/belum matang.

Termodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu

c. Berdasarkan Bentuk Dormansi

Kulit biji immpermeabel terhadap air (O2)

Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nukleos, pericarp,

endocarp.

Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi

(misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.

Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun

lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan

skrifikasi mekanisme.

Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji,

raphe/hilum, strophiole, adapun mekanisme higroskopinya diatur oleh

hilum.

Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji.

Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat

dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.

Embrio belum masak (immature embryo)

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 4

Page 5: LAPORAN

Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih

belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misalnya Gnetum gnemon

(melinjo)

Embrio belum terdiferensiasi

Embrio secara morfologis telah berkembang, namun masih butuh waktu

untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.

Dormansi immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah

dan zat kimia.

Biji membutuhkan suhu rendah

Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia

Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim

gugur melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi

berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan

dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.

Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:

Jika kulit dikupas, embrio tumbuh

Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah

Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih

membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi

Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumubuh

kerdil

Akar keluar pada musim semi, namun epikotil baru keluar pada musim semi

berikutnya (setelah melampaui satu musim 

Dormansi karena zat penghambat

Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangakaian kompleks proses-

proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap

substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya

seluruh rangakaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang

telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh, namun lokasi

penghambatnya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat

dimana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm,

kulit biji maupun daging buah.

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 5

Page 6: LAPORAN

Teknik Pematahan Dormansi Biji

Biji telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik

dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahakan dormansi dan memulai

proses pekecamabahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan

dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan unuk mengatasi dormansi

embrio.

Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal

pada benih, yang ditunjukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat

terjadinya perkecambahan biji yang seragam (Schmidt, 2000). Upaya ini dapat berupa

pemberian perlakuan secara fisis, mekanis, maupun chemis. Hartmann (1997)

mengklasifikasikan dormansi atas dasar penyebab dan metode yang dibutuhkan untuk

mematahkannya.

C. Perkecambahan Biji

Perkecambahan merupakan suatu proses dimana radikula (akar embrionik) memanjang

keluar menembus kulit biji (Salibury, 1985: 4160). Di balik gejala morfologi dengan

permunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-biokemis yang kompleks, dikenal

sebagai proses perkecambahan fisiologis.

Secara fisiologi, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan penting

meliputi :

Absorbsi air

Metabolisme pemecahan materi cadangan makanan

Transport materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio yang aktif bertumbuh

Proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru

Respirasi

Pertumbuhan

Banyak faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji, baik yang internal dan

eksternal. Secara internal proses perkecambahan biji ditentukan keseimbangan antara

promotor dan inhibitor perkecambahan, terutam asam giberelin (GA) dan asam abskisat

(ABA). Faktor eksternal yang merupkan ekologi perkecambahan meliputi air, suhu,

kelembaban, cahaya dan adanya senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku sebagai

inhibitor perkecambahan (Mayer, 1975:46-43).

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 6

Page 7: LAPORAN

Mekanisme utama yang dapat menyebabkan suatu biji dormansi atau terjadinya

dormansi yang berkepanjangan dan penyebab terhambatnya perkecambahan adalah :

Faktor lingkungan

1. Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan.

2. Suhu.

3. Kurangnya air.

Faktor internal

1. Kulit biji – mencegah masuknya gas.

2. Kulit biji – efek mekanik.

3. Embrio yang masih muda ( immature).

4. Rendahnya kadar etilen.

5. Adanya zat penghambat (inhibitor).

6. Tidak adanya zat perangsang tumbuh.

Faktor waktu

1. Setelah pematangan – waktu yang diperlukan oleh biji untuk mulai berkecambah

setelah pematangan buah.

2. Hilangnya inhibitor – waktu yang diperlukan sampai inhibitor hilang.

3. Sintesis zat perangsang.

Selain beberapa faktor yang telah disebutkan banyak biji yang memerlukan

pendinginan agar lepas dari dormansi yang diatur segera setelah masak. Banyak pohon

memerlukan antara 250-1000 jam pendinginan sebelum dormansi dapat dihilangkan.

Perlakuan pendinginan juga bukan merupakan satu-satunya yang dapat menghilangkan

dormansi. Banyak spesies “hari panjang” memerluakan suhu hangat untuk mengembalikan

pertumbuhannya. Kejutan dengan suhu tinggi, dapat pula menghilangkan dormansi secara

lebih dini.

Proses dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa proses diantaranya proses

pendinginan, pemanasan, kejutan atau goresan pada biji (proses fisika), zat pengatur

tumbuh, asam dan basa (secara kimiawi) ataupun dengan cara biologi dengan

menggunakan bantuan mikroba.

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 7

Page 8: LAPORAN

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang kam gunakan adalah eksperimen karena kami menggunakan

suatu pembanding dan beberapa variabel diantaranya variabel kontrol, variabel

manipulasi, dan variabel respon.

B. Variabel Penelitian

Variabel Kontrol : jenis biji (biji jarak), jumlah biji, dan media penanaman.

Variabel Manipulasi : perlakuan pada biji (diampelas, di rendam dalam H2SO4,

dan dicuci dengan air.

Variabel Respon : kecepatan perkecambahan biji dan banyak biji yang tumbuh.

C. Alat dan Bahan

1. Biji berkulit keras (biji jarak) 30 biji

2. Asam sulfat pekat Secukupnya

3. Kertas ampelas 1 lembar

4. Pot (polibag) dan media tanam berupa tanah dan pasir 3 polibag

5. Air secukupnya

6. Gelas kimia 1 buah

D. Metode Percobaan

1.      Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.

2.      Menyediakan biji jarak sebanyak 30 biji dan membagi menjadi 3 kelompok :

10 biji direndam dalam asam sulfat pekat selama 5 menit, kemudian mencuci

dengan air.

10 biji yang lain dihilangkan bagian yang tidak ada lembaganya dengan

menggunakan kertas ampelas dan kemudian mencuci dengan air.

Mengambil 10 biji yang lainnya kemudian mencuci dengan air.

3.      Menanam ketiga kelompok biji tersebut dalam pot yang bermedia tanam tanah dan

pasir dengan perbandingan 1 : 1. mengusahakan kondisi penanaman biji dalam

keadaan sama untuk ketiga pot.

4.      Mengamati perkecambahan untuk ketiga pot tersebut setiap hari selama 14 hari. Bila

tanahnya kering melakukan penyiraman.

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 8

Page 9: LAPORAN

5.      Membuat tabel pengamatan kecepatan perkecambahan dari hasil pengamatan.

E. Desain Percobaan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 9

Page 10: LAPORAN

A. Hasil

Tabel. Pengaruh Berbagai Perlakuan Terhadap Pemecahan Dormansi Biji Jarak

Hari ke-Perlakuan

Direndam H2SO4 Diamplas Dicuci air

1 - - -

2 - - -

3 - 2 -

4 1 - -

5 1 1 1

6 - - -

7 - 1 1

8 1 - -

9 - 1 -

10 1 - 1

11 - 1 -

12 - - -

13 - - -

14 - - -

Jumlah Biji

yang Tumbuh4 6 3

Prosentase

Jumlah Biji

yang Tumbuh

40% 60% 30%

Histogram pengaruh berbagai perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji jarak

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 10

Page 11: LAPORAN

Histogram Pengaruh Berbagai Perlakuan

Terhadap Pemecahan Dormansi Biji Jarak

B. Analisis Data

Berdasarkan data yang kami peroleh dapat dianalisis bahwa biji berkulit keras yaitu

biji saga yang ditanam pada media yang sama tetapi dengan perlakuan awal yang

berbeda yaitu direndam dalam H2SO4, diamplas, dan dicuci dengan air terjadi

pertumbuhan yang berbeda-beda. Terlihat pada tabel bahwa biji yang diampelas muncul

kecambah pada hari ke-3 sebanyak 2 buah kecambah, pada biji yang direndam dengan

H2SO4 muncul kecambah pada hari ke-4 sebanyak 1 buah kecambah, sedangkan untuk

biji yang dicuci dengan air muncul kecambah pada hari ke-4 sebanyak 1 buah kecambah.

Hal ini dapat diidentifikasi bahwa biji yang diamplas lebih cepat mematahkan dormansi

daripada biji yang direndam dengam H2SO4 dan dicuci dengan air.

Setelah 14 hari, jumlah biji saga yang tumbuh dari perlakuan diamplas sebesar 6 buah

kecambah dengan prosesntase 60%. Sedangkan, jumlah biji saga dari perlakuan direndam

H2SO4 sebesar 4 buah kecambah dengan prosentase 40% dan jumlah biji saga dari

perlakuan dicuci dengan air sebesar 3 buah kecambah dengan prosentase 30 %.

C. Pembahasan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 11

Page 12: LAPORAN

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian perilaku fisik

dan kimia terhadap pematahan dormansi biji jarak. Ada 3 macam perlakuan yang

diberikan pada biji yaitu pengamplasan pada bagian biji tempat keluarnya kotiledon yang

merupakan perlakuan secara fisik dan perlakuan kimia dengan perendaman biji pada

larutan H2SO4. Biji yang diberi perlakuan fisik dengan dikikir mengalami pematahan

dormansi terbukti pada hari ke-4 biji berkecambah sebanyak 2 buah. Perlakuan dengan

dicuci air dapat mematahkan dormansi dari biji karena biji ini mengalami pertumbuhan

pada hari ke-7 sebanyak 1 buah. Perlakuan dengan perendaman H2SO4 juga mengalami

pertumbuhan pada hari ke-6 ssebanyak 1 buah.

Percobaan ini sedikit melenceng dari teori yang menyatakan bahwa sejumlah

besar perlakuan diantaranyan pemberian asam sulfat efektif dalam mengurangi

kandungan dalam biji keras. Dengan kata lain perlakuan ini dapat menghilangkan sumbat

hilum dan mengurangi kandungan kulit biji yang keras sehingga biji dapat tumbuh

dengan baik. Pengamplasan bertujuan untuk membuat kulit biji yang keras dan tebal

menjadi lebih tipis sehingga memudahkan imbibisi air, selain itu kotiledon akan lebih

cepat keluar menembus kulit biji.

Pada percobaan yang kami lakukan menunjukkan bahwa biji dengan diamplas

mengalami pematahan dormansi yang lebih cepat dan mampu tumbuh lebih banyak

daripada dua perlakuan yang lain yaitu direndam H2SO4 dan dicuci dengan air . Hal ini

dikarenakan, pada saat biji diamplas, kulit biji yang keras dan tebal menjadi lebih tipis

sehingga memudahkan imbibisi air, selain itu kotiledon akan lebih cepat keluar

menembus kulit biji. Kulit biji yang diamplas menyebabkan melemahkan kulit biji yang

keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas.

Pada perlakuan direndam H2SO4 tumbuh 1 buah pada hari ke-4 dengan

jumlah biji yang berkecambah sebesar 4 buah selama 14 hari, dan dicuci air tumbuh 1

pada hari ke-5 dengan jumlah biji yang berkecambah sebesar 3 buah selama 14 hari. Hal

ini disebabkan karena biji yang direndam H2SO4 berada dalam kondisi asam sehingga

mematikan pertumbuhan kotiledon dimana biji akan sulit untuk tumbuh. Perendaman

dengan air biasa dalam hal ini aquades tidak tumbuh mungkin disebabkan oleh keadaan

anantomi biji yang kurang baik.

Mekanisme utama yang menyebabkan suatu biji dormansi atau terjadinya

dormansi yang berkepanjangan, penyebab terhambatnya perkecambahan adalah : faktor

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 12

Page 13: LAPORAN

lingkungan, faktor internal, dan faktor waktu. Benih yang mengalami dormansi ditandai

oleh rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air, proses respirasi tertekan / terhambat,

rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan dan rendahnya proses metabolisme

cadangan makanan.

Umumnya dormansi biji disebabkan oleh adanya kulit biji yang keras dan

sifatnya permeabel terhadap air dan udara serta memberikan hambatan mekanik yang

dapat menghalangi embrio untuk tumbuh. Agar dormansi biji berkulit keras dapat

dipecahkan, maka harus dilakukan berbagai cara atau perlakuan. Perlakuan ini dapat

dilakukan secara mekanik dengan cara menggosok kulit bijinya. Syarat ketika

menggosok kulit biji keras ini harus pada bagian yang tidak ada lembaganya agar

mikropil (tempat tumbuhnya kecambah) tidak rusak. Perlakuan yang lain dapat

dilakukan dengan kimiawi dengan cara merendam biji pada larutan H2SO4 pekat. Larutan

ini membantu untuk memecahkan dormansi sehingga biji dapat berkecambah.

Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika

masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari

tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit

biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan

tersebut.

BAB V

SIMPULAN

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 13

Page 14: LAPORAN

Berdasarkan dari hasil pengamatan, kesimpulan dari percobaan ini adalah :

Ada 2 cara yang dapat mematahkan dormansi yakni cara fisik dengan

pengamplasan dan cara kimia dengan perendaman H2SO4. Dormansi dapat lebih cepat

dipatahkan pada perlakuan pengamplasan biji sedangkan perlakuan lain memerlukan

waktu yang sedikit lama untuk mematahkan dormansi.

DAFTAR PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 14

Page 15: LAPORAN

Anonim, 2012. Dormansi tanaman, http://marufah.blog.uns.ac.id/pertanian/, diakses pada

tanggal 6 Desember 2012

Anonim, 2011, Dormansi dan Uji Tetrazolium,

http://veganojustice.wordpress.com/2011/10/12/dormansidanujitetrazoliu/, diakses

pada tanggal 6 Desember 2012.

Bradbeer, J.W., 1989, Seed Dormancy and Germination, Chapman & Hall, New York.

Byrd, H.W., 1988, Pedoman Teknologi Benih (Terjemahan), State College, Mississipi.

Salisbury, F.B., dan C.W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan jilid 3, ITB, Bandung.

Rahayu, Yuni Sri; Yuliani dan Lukas S Budipramana. 2010. Petunjuk Praktikum Fisiologi

Tumbuhan. Surabaya: Laboratorium Fistum-Biologi-Unesa

LAMPIRAN

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 15

Page 16: LAPORAN

Perlakuan direndam H2SO4 Perlakuan diamplas

Perlakuan direndam air masih belum berkecambah

Perlakuan diamplas pada hari ke-14

Perlakuan direndam H2SO4 pada hari ke-14

Perlakuan direndam air pada hari ke-14

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN 16