Upload
nguyenliem
View
256
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN AKHIR
ANALISIS ARAH PENGEMBANGAN PASAR RAKYAT
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI
BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya,
laporan “ANALISIS ARAH PENGEMBANGAN PASAR RAKYAT” dapat
diselesaikan. Analisis ini dilatar belakangi Pasar rakyat juga menjadi salah
satu target Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf
Kalla selama periode 2014-2019, terkait dengan upaya pencapaian prinsip
“Berdikari dalam Bidang Ekonomi” di dalam target nomor 15 (lima belas)
disebutkan bahwa akan dijalankan kebijakan renovasi dan revitalisasi
terhadap 5000 pasar rakyat yang berumur lebih dari 25 tahun. Target
besar tersebut membutuhkan pemahaman awal yang komprehensif
terhadap produk hukum terkait pengembangan pasar rakyat. Menyikapi
hal tersebut maka informasi terkait implementasi kebijakan revitalisasi di
Kementerian Perdagangan dan kementerian lainnya menjadi semakin
penting. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai landasan dan tolok
ukur dalam membangun indikator program renovasi dan revitalisasi pasar
rakyat lima tahun kedepan
Kajian ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan
Perdagangan Dalam Negeri, dengan tim peneliti terdiri dari Firman
Mutakin, Bagus Wicaksena, Yudha Hadian Nur, Riffa Utama dan Nasrun
serta dibantu tenaga ahli
Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan,
maka kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Dalam kesempatan ini tim mengucapkan terima kasih terhadap berbagai
pihak yang telah membantu terselesainya laporan ini. Sebagai akhir kata
semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pemimpin dalam
merumuskan kebijakan di bidang perdagangan khususnya revitalisai
pasar rakyat di Indonesia.
Jakarta, April 2015
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri
ii
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
ABSTRAK/ABSTRACT
salah satu target Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko
Widodo dan Jusuf Kalla selama periode 2014-2019, terkait dengan upaya pencapaian prinsip “Berdikari dalam Bidang Ekonomi” di dalam target nomor 15 (lima belas) disebutkan bahwa akan dijalankan kebijakan renovasi dan revitalisasi terhadap 5000 pasar rakyat yang berumur lebih dari 25 tahun. Target besar tersebut membutuhkan pemahaman awal yang komprehensif terhadap produk hukum terkait pengembangan pasar rakyat. Menyikapi hal tersebut maka informasi terkait implementasi kebijakan revitalisasi di Kementerian Perdagangan dan kementerian lainnya menjadi semakin penting. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai landasan dan tolok ukur dalam membangun indikator program renovasi dan revitalisasi pasar rakyat lima tahun kedepan. Analisis ini bertujuan analisis arah pengembangan pasar rakyat serta memberikan gambaran besar fokus dan tujuan yang harus dilakukan dalam tahapan revitalisasi pasar rakyat tersebut melalui telaah literatur, Hasil dari analisis menunjukkan bahwa Perlu adanya transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat yang menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang adalah: pasar rakyat yang baik, nama “Pasar Rakyat” sendiri dapat diartikan sebagai sebuah brand, yang dapat mewakili seluruh elemen yang bernaung di dalamnya, perlunya transformasi konsep dan identitas pasar rakyat, penataan sistem pengelolaan manajemen pasar dll Kata Kunci: pasar rakyat, revitalisasi pasar, Kementerian Perdagangan
one of the targets of Cabinet Working Joko Widodo and Jusuf Kalla during the period 2014-2019, in relation to achieving the principle of "self-reliance in Economics" in the target number of 15 (fifteen) stated that it would run the policy of renovation and revitalization of the market 5000 people older than 25 years. The big target requires a comprehensive understanding of the beginning of the relevant legal product market development of the people. In response, the information related to policy implementation in the revitalization of the Ministry of Commerce. Such information can be used as a basis and benchmarks in building renovation and revitalization program indicator public market five years. This analysis aims at the analysis of the direction of market development of the people and provide an overview of goals that must be done in stages revitalization of the local markets through literature review, results of the analysis indicate that a need for the transformation of the concept of public market in the eyes of the people who create the perception that people's market brand, the name "pasar rakyat" itself can be interpreted as a brand, which can represent all elements under its auspices, the need transformation of the concept and identity of pasar rakyat, the market system management etc. Key Word: public market, the revitalization of the market, the Ministry of Trade
iii
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
ABSTRAK/ABSTRACT ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Tujuan Analisis ........................................................................................ 3 1.3. Keluaran Analisis .................................................................................... 3 1.4. Sistematika Penulisan ............................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5 2.1. Pasar Rakyat Berdasarkan Tinjauan Produk Hukum dari Tahun
ke Tahun ................................................................................................... 5 2.2. Fokus Pengembangan Pasar Rakyat Berdasarkan Tinjauan
Terhadap UU. No. 7 Tahun 2014 ....................................................... 19 2.2.1. Pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat ............................ 19 2.2.2. Implementasi manajemen pengelolaan yang profesional .............. 25 2.2.3. Fasilitasi akses penyediaan barang ................................................... 30 2.2.4. Fasilitasi akses pembiayaan. .............................................................. 34 2.3. Studi Literatur Fenomena Pasar Rakyat (Pasar Tradisional) ........ 34
BAB III METODOLOGI ..................................................................................... 41 3.1. Kerangka Berpikir ................................................................................. 41 3.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data .................................. 42 3.3. Metode Analisis ..................................................................................... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 44 4.1. Transformasi Konsep dan Identitas Pasar Rakyat .......................... 44 4.2. Penataan Sistem Pengelolaan Manajemen Pasar .......................... 59 4.3. Mengembangkan sistem Koordinasi dengan Pusat Distribusi ....... 64 4.4. Mengembangkan Sistem Pengelolaan Fasilitas Pembiayaan ....... 66
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ............................. 70 5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 70 5.2. Rekomendasi ......................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 77
iv
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Review Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional (Pasar Rakyat) .. 17
Tabel 2.2. Kategorisasi Pasar Rakyat berdasarkan PerMenDag No.48 Tahun
2013. ............................................................................................... 21
Tabel 2.3. Kategorisasi Pusat Distribusi berdasarkan PerMenDag No.48
Tahun 2013. .................................................................................... 31
Tabel 4.1 Indikator (Persyaratan Umum) Pasar Rakyat Berdasarkan SNI
8152:2015 ....................................................................................... 48
Tabel 4.2. Indikator (Persyaratan Teknis) Pasar Rakyat Berdasarkan SNI
8152:2015 ....................................................................................... 50
Tabel 4.3 Indikator Persyaratan Pengelolaan Pasar Rakyat Berdasarkan SNI
8152:2015 ....................................................................................... 60
v
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1.Kerangka Berpikir Analisis ............................................................. 42
Gambar 4.1 Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan Strategis ...... 65
1
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar rakyat merupakan salah satu wujud aplikasi ekonomi
kerakyatan yang paling mendasar. Dimana transaksi ekonomi dilakukan
oleh rakyat kebanyakan secara swadaya dengan mengelola sumber daya
ekonomi yang tersedia, yang meliputi sektor pertanian, peternakan,
kerajinan, makanan, dan lain sebagainya. Keseluruh kegiatan ekonomi
tersebut berbasis masyarakat yang ditujukan untuk menghidupi dan
memenuhi kebutuhan hidup tanpa mengekploitasi sumber daya alam yang
ada.
Pasar tradisional merupakan basis ekonomi rakyat yang memiliki
potensi besar dan mampu menggerakkan roda perekonomian. Dalam
kondisi krisis pasar tradisional terbukti tetap bertahan dan mampu
melayani kebutuhan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat luas
baik kalangan menengah ke bawah maupun menengah ke atas.
Pasar tradisional telah menyumbangkan lapangan kerja dan
memberikan kehidupan bagi banyak orang. Saat ini di wilayah Indonesia
terdapat 13.450 pasar tradisional yang tersebar di seluruh penjuru tanah
air, dari jumlah tersebut menampung sebanyak 12,6 juta pedagang belum
termasuk para pemasok barang serta pengelola pasar. Oleh karena itu,
keberadaan pasar tradisional yang kini semakin terhimpit dari pesatnya
pertumbuhan pasar modern menjadi penting untuk segera diselamatkan.
Salah satunya yakni melalui program revitalisasi/ pengembangan pasar
tradisional.
Dalam rangka penataan pasar tradisional secara umum,
Pemerintah sebenarnya sudah memiliki payung hukum yang tertuang
dalam dalam Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2007 tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern. Di dalam peraturan ini disebutkan bahwa Pemerintah dan
Pemerintah Daerah baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama
2
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
sesuai dengan bidang tugas masing-masing melakukan penataan,
pembinaan dan pengawasan pasar tradisional. Secara mendasar,
peraturan ini menjadi pedoman awal bagi beragam program penataan dan
revitalisasi pasar tradisional di sejumlah kementerian dan lembaga non
kementerian.
Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014
tentang Perdagangan, penggunaan istilah “pasar tradisional” berubah
menjadi “pasar rakyat”. Dalam Pasal 12 Ayat (1) disebutkan bahwa:
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha secara sendiri-
sendiri atau bersama-sama mengembangkan sarana perdagangan
berupa: (a). pasar rakyat; (b). pusat perbelanjaan; (c). toko swalayan; (d).
gudang; (e). perkulakan; (f). pasar lelang komoditas; (g). pasar berjangka
komoditi; atau (h). sarana perdagangan lainnya.
Pasar rakyat juga menjadi salah satu target Kabinet Kerja
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla selama periode
2014-2019. Dalam Visi Misi dan Program Aksi Presiden Joko Widodo dan
Wakil Presiden Jusuf Kalla, terkait dengan upaya pencapaian prinsip
“Berdikari dalam Bidang Ekonomi” di dalam target nomor 15 (lima belas)
disebutkan bahwa akan dijalankan kebijakan renovasi dan revitalisasi
terhadap 5000 pasar rakyat yang berumur lebih dari 25 tahun.
Target besar tersebut tentu membutuhkan pemahaman awal yang
komprehensif terhadap produk hukum terkait pengembangan pasar
rakyat. Menyikapi hal tersebut maka informasi terkait implementasi
kebijakan revitalisasi di Kementerian Perdagangan dan kementerian
lainnya menjadi semakin penting. Informasi tersebut dapat digunakan
sebagai landasan dan tolok ukur dalam membangun indikator program
renovasi dan revitalisasi pasar rakyat lima tahun kedepan dalam rangka
memaksimalkan potensi pasar rakyat sebagai roda perekonomian rakyat.
3
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
1.2. Tujuan Analisis
Fokus pembahasan pada analisia ini adalah
a. analisis arah pengembangan pasar rakyat. Dalam proses
pembahasan, terlebih dahulu dilakukan telaah pasar rakyat
berdasarkan produk hukum terkait dari tahun ke tahun. Analisis
terhadap produk hukum tersebut akan mengerucut/menyempit pada
fokus dan arah kebijakan pengembangan pasar rakyat dengan
masing-masing solusinya.
b. Selanjutnya dilakukan studi literatur terhadap fenomena pasar
tradisional/pasar rakyat di negara maju dan berkembang dalam
rangka memperkaya pemahaman mengenai esensi dari identitas
pasar rakyat yang menjadi alasan mengapa potensinya masih terus
ada dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tetap berfungsi
sebagai penggerak ekonomi lokal.
1.3. Keluaran Analisis
Telaah pasar rakyat berdasarkan produk hukum yang terkait dari
tahun ke tahun disertai dengan tambahan literatur pada akhirnya
diharapkan dapat memberikan gambaran besar fokus dan tujuan yang
harus dilakukan dalam tahapan revitalisasi pasar rakyat.Dengan demikian
maka pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada eksplorasi pada
masing-masing tahapan revitalisasi pasar rakyat tersebut, yang akan
dilakukan berdasarkan studi literatur dan teori yang sesuai. Sehingga
pada akhirnya dapat memberikan rekomendasi konsep arah
pengembangan pasar rakyat selanjutnya.
1.4. Sistematika Penulisan
Bagian pertama: Pendahuluan. Sistematika isi analisis ini pertama-tama
adalah bagian pendahuluan, memuat latar belakang permasalahan,
cakupan masalah, metodologi dan sistematika penulisan.
4
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Bagian kedua: Tinjauan Pustaka. Pada bagian kedua dibahas mengenai
tinjauan pustaka yang diperoleh dari sumber data kementerian, jurnal,
buku, artikel berita, dan sumber lainnya yang membahas mengenai telaah
pasar rakyat berdasarkan tinjauan produk hukum yang menaunginya,
fokus arah pengembangan pasar rakyat berdasarkan peraturan terbaru,
dan studi literatur fenomena pasar rakyat di negara maju dan
berkembang.
Bagian ketiga: Pembahasan. bagian ketiga selanjutnya membahas
konsep arah pengembangan pasar rakyatberdasarkan temuan eksisting
simpulan definisi revitalisasi pasar rakyat berdasarkan produk hukum yang
ditetapkan oleh pemerintah, serta fenomena tentang pasar tradisional
yang ada. Pada bagian ini juga menjelaskan implementasi program
pemasaran pasar rakyat yang sebaiknya dilakukan, dan normatif dari
penerapan konsep pengembangan pasar rakyat.
Bagian keempat: Kesimpulan dan rekomendasi. Dari pembahasan-
pembahasan tersebut, kemudian pada bagian selanjutnya dirumuskan
kesimpulan-kesimpulan pokok dan butir-butir rekomendasi terkait arah
pengembangan pasar rakyat.
5
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pasar Rakyat Berdasarkan Tinjauan Produk Hukum dari Tahun
ke Tahun
Pasar adalah arena pertukaran potensial dalam bentuk fisik antara
penjual dan pembeli yang memungkinkan terlaksananya pertukaran
karena adanya minat dan citra yang baik serta daya beli yang memadai
(Assauri 1993 dalam Lupitosari 2011). Pasar merupakan area tempat jual
beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu (PerMenDag No.53
tahun 2008).
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun
2007, “Pasar Tradisional” adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah,Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama denganswasta dengan
tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh
pedagangkecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan
usaha skala kecil, modal kecil dandengan proses jual beli barang
dagangan melalui tawar menawar. Disempurnakan dalam penjelasan
Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan, terminologi “pasar tradisional” beralih menjadi “pasar
rakyat”. Dalam perkembangannya terdapat beberapa peraturan
pemerintah yang khusus mengatur tentang pasar rakyat (pasar
tradisional) diantaranya:
a. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2007 tentang
Penataan dan Pembinaan Sarana Distribusi Bidang
Perdagangan, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
Melalui peraturan Perpres No.112 Tahun 2007 definisi pasar
ditetapkan sebagai area tempat jual beli barang dengan jumlah
penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat
perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat
6
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
perdagangan maupun sebutan lainnya. Dalam mekanisme
penataannya, lokasi untuk pendirian pasar rakyat (pasar tradisional)
mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan
rencana detail tata ruang wilayah kabupaten/kota, termasuk
peraturan zonasinya.
Dalam pendirian pasar rakyat (pasar tradisional) harus memenuhi
beberapa kententuan sebagai berikut:
(1) Pendirian pasar rakyat (pasar tradisional) harus
memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat juga
keberadaan sarana distribusi (pusat perbelanjaan, dan toko
modern, serta usaha kecil, termasuk koperasi) yang sudah ada
sebelumnya di wilayah yang bersangkutan
(2) Selain itu pasar rakyat (pasar tradisional) juga harus
menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir
1 (satu) buah kendaraan roda empat untuk setiap 100m2 (atau
sedikitnya 10%) dari luas lantai pasar rakyat. Penyediaan areal
parkir tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak
lain.
(3) Menyediakan fasilitas yang menjamin pasar rakyat yang bersih,
sehat, aman, tertib, dengan tersedianya ruang publik yang
nyaman.
Lebih lanjut pemerintah dan pemerintah daerah diharapkan dapat
melaksanakan pembinaan dan pengawasan proses berjalannya
aktifitas pasar rakyat (pasar tradisional) secara teratur, baik
dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan
bidang tugas masing-masing.
Dalam proses pembinaan pasar rakyat (pasar tradisional)
pemerintah memberikan bimbingan dan pelatihan bagi pedagang
pasar, disamping memberikan prioritas bagi pedagang lama yang
aktif untuk menempati kios/los yang baru, sekiranya terjadi
7
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
renovasi/revitalisasi terhadap pasar rakyat (pasar tradisional)
tersebut.
b. Peraturan Menteri Perdagangan No.53/M-DAG/PER/12/2008
tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
PerMenDag No.53 tahun 2008 merupakan petunjuk pelaksanaan
hal yang telah disebutkan sebelumnya pada Perpres No.112 Tahun
2007 yang diantaranya mengatur tentang pendirian pasar
tradisional, izin usaha pengelolaan pasar tradisional (IUP2T), serta
mekanisme pembinaan dan pengawasan pasar rakyat (pasar
tradisional).
Sebagaimana disebutkan dalam Perpres No.112 Tahun 2007
bahwa lokasi untuk pendirian pasar rakyat (pasar tradisional)
mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan
rencana detail tata ruang wilayah kabupaten/kota, termasuk
peraturan zonasinya, maka bagi kabupaten/kota yang belum
memiliki rencana dan rencana detail tata ruang wilayah tidak
diperbolehkan memberi izin lokasi untuk pembangunan pasar
rakyat (pasar tradisional).
Selanjutnya disebutkan bahwa pendirian pasar rakyat (pasar
tradisional) harus memperhitungan kondisi sosial ekonomi
masyarakat. PerMenDag No.53 tahun 2008 menyatakan bahwa
kondisi sosial ekonomi tersebut harus bisa dijelaskan melalui
analisis berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh
badan/lembaga independen yang berkompeten. Dimana analisa
kondisi sosial ekonomi masyarakat tersebut harus meliputi analisa
terhadap aspek-aspek sebagai berikut:
(1) Struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan,
tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga, kepadatan
8
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
penduduk, dan pertumbuhan penduduk. Aspek ini dikaji salah
satunya diasumsikan untuk dapat meprediksi daya beli
masyarakat di suatu daerah, hal ini penting mengingat pasar
rakyat (pasar tradisional) yang didirikan disuatu wilayah
diharapkan dapat bertahan, tumbuh, bahkan berkembang
dimasa depan.
(2) Kemitraan dengan UMKM lokal, penyerapan tenaga kerja lokal,
serta ketahanan dan pertumbuhan pasar rakyat (pasar
tradisional) sebagai sarana UMKM lokal. Pengkajian pada
aspek ini bertujuan untuk melihat potensi pasar sebagai
wahana pemberdayaan ekonomi lokal dimana proses
perputaran ekonomi yang terjadi di pasar tersebut adalah dari,
untuk dan oleh masyarakat di wilayah sekitar pasar itu sendiri.
(3) Ada/tidak-nya keberadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum
dalam menunjang pendirian pasar rakyat (pasar tradisional).
(4) Dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara
hypermarket dengan pasar rakyat (pasar tradisional) yang telah
ada sebelumnya. Jika dalam suatu wilayah sudah terdapat
pasar modern maka penting untuk mempertimbangkan jarak
dalam upaya menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.
(5) Aksesibilitas wilayah, dukungan ketersediaan infrastruktur, dan
perkembangan pemukian baru. Lazimnya pasar rakyat (pasar
tradisional) harus dapat dijangkau dengan mudah oleh
masyarakat, oleh karena itu analisis terhadap kemudahan
akses dan ketersediaan infrastruktur sangat penting, sebelum
suatu wilayah ditetapkan sebagai lokasi tempat didirikannya
sebuah pasar rakyat (pasar tradisional).
Lebih lanjut PerMenDag No.53 tahun 2008 ini membahas lebih detil
terkait permohonan izin usaha pengelolaan pasar tradisional
(IUP2T), dimana analisis kajian kondisi sosial ekonomi masyarakat
merupakan salah satu syarat mutlak yang harus ada jika suatu
9
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
wilayah bermaksud memohon izin mendirikan dan mengelola pasar
tradisional.
Menindaklanjuti perihal pembinaan dan pengawasan pasar rakyat
(pasar tradisional) yang sudah disebutkan sebelumnya pada
Perpres No.112 Tahun 2007, maka bab VIII pasal 18 pada
PerMenDag No.53 tahun 2008 menyebutkan bahwa Menteri
menetapkan kebijakan pembinaan dan pengawasan terhadap
pengelolaan pasar tradisional berada dalam koordinasi Direktur
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Pembinaan pasar rakyat
(pasar tradisional) yang dimaksud adalah penciptaan sistem
manajemen pengelolaan pasar, pelatihan terhadap sumber daya
manusia, konsultasi, fasilitasi kerjasama, serta pembangunan dan
perbaikan sarana maupun prasarana pasar. Sedangkan
pengawasan menitikberatkan pada mekanisme pengelolaan pasar
rakyat (pasar tradisional) tersebut.
Terkait hal ini, Gubernur dan/atau Bupati/Walikota dapat melakukan
koordinasi dengan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya permasalahan dalam
pengelolaan pasar rakyat (pasar tradisional) untuk kemudian
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
c. Peraturan Menteri Perdagangan No.48/M-DAG/PER/8/2013
tentang Pedoman dan Pengelolaan Sarana Distribusi
Perdagangan
Sarana distribusi perdagangan yang dimaksud adalah pasar rakyat
(pasar tradisional), pusat distribusi, dan pergudangan. Dalam
kaitannya dengan fokus kajian yaitu pasar rakyat (pasar
tradisional), PerMenDag No.48/M-DAG/PER/8/2013 ini mengatur
tentang pedoman pembangunan dan revitalisasi/renovasi pasar
rakyat (pasar tradisional).
10
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Dijelaskan dalam PerMenDag No.48/M-DAG/PER/8/2013 bahwa
pembangunan pasar tradisional harus berada di lokasi yang
sebelumnya telah memiliki embrio pasar dengan
mempertimbangkan luas lahan, daya tampung, serta bentuk
bangunan dan sarana pendukung berdasarkan tipe dan jenis pasar
yang telah ditetapkan sebagai berikut:
(a) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe A
Pasar dengan kategori tipe A harus sedikitnya memiliki luas lahan
3.000m2 yang memang diperuntukkan untuk lokasi pasar
berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus
terdapat 150 pedagang dan memiliki kelengkapan bangunan utama
yang terdiri atas: kantor pengelola dan fasilitas pembiayaan (co.
Koperasi), ruang serbaguna dan ruang bermain anak dengan luas
paling sedikit 50m2, toilet, tempat ibadah, pos ukur ulang, pos
kesehatan, pos keamanan, drainase (yang ditutup dengan grill),
tempat penampungan sampah, gudang penyimpanan stok barang,
area bongkar muat, tempat parkir, area penghijauan, hidran dan fire
extingusher, instalasi air bersih dan jaringan listrik, instalasi
pengolahan air limbah (lpal), telekomunikasi, sistem informasi
harga dan stok, serta papan informasi harga harian.
Selain itu pasar harus memiliki akses yang dapat dijangkau oleh
transportasi umum. Pengelolaan pasar harus dikelola langsung
oleh manajemen pengelola pasar, dan operasional pasar harus
dilakukan setiap hari. Jika memungkinkan pasar memiliki CCTV
yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan.
(b) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe B
Pasar dengan kategori tipe B harus sedikitnya memiliki luas lahan
1.500m2 yang memang diperuntukkan untuk lokasi pasar
berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus
11
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
terdapat 75 pedagang. Kelengkapan dari bangunan utama pada
pasar kategori tipe B tidak sebanyak pasar tipe A, sedikitnya pasar
harus memiliki: kantor pengelola dan fasilitas pembiayaan (co.
Koperasi), ruang serbaguna dan ruang bermain anak dengan luas
paling sedikit 40m2, toilet, tempat ibadah, pos kesehatan, pos
keamanan, drainase (yang ditutup dengan grill), tempat
penampungan sampah, tempat parkir, area penghijauan, hidran
dan fire extingusher, instalasi air bersih dan jaringan listrik,
telekomunikasi, sistem informasi harga dan stok, serta papan
informasi harga harian.
Sama halnya dengan pasar tipe A, pasar dengan kategori tipe B
juga harus memiliki akses yang dapat dijangkau oleh transportasi
umum dan pasar harus dikelola langsung oleh manajemen
pengelola pasar. Operasional pasar tipe B tidak harus setiap hari,
namun minimal pasar beroperasi 3 hari dalam seminggu. Jika
memungkinkan pasar tipe B juga dilengkapi CCTV yang terhubung
secara online dengan Kementerian Perdagangan.
(c) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe C
Pasar dengan kategori tipe C harus sedikitnya memiliki luas lahan
1.000m2 yang memang diperuntukkan untuk lokasi pasar
berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus
terdapat 30 pedagang. Kelengkapan dari bangunan utama pada
pasar kategori tipe C harus memiliki: kantor pengelola dan fasilitas
pembiayaan (co. Koperasi), toilet, tempat ibadah, pos kesehatan,
drainase (yang ditutup dengan grill), tempat penampungan sampah
sementara, tempat parkir, area penghijauan, hidran, instalasi air
bersih dan jaringan listrik, dan telekomunikasi.
Pasar dengan kategori tipe C juga harus mudah diakses dan
didukung oleh transportasi umum dan pasar harus dikelola
langsung oleh manajemen pengelola pasar. Operasional pasar tipe
12
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
C tidak harus setiap hari, namun minimal pasar beroperasi 1 atau 2
hari dalam seminggu.
(d) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe D
Pasar dengan kategori tipe D harus sedikitnya memiliki luas lahan
500m2 yang memang diperuntukkan untuk lokasi pasar
berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus
terdapat 30 pedagang. Kelengkapan dari bangunan utama pada
pasar kategori tipe D harus memiliki: kantor pengelola dan fasilitas
pembiayaan (co. Koperasi), toilet, tempat ibadah, drainase (yang
ditutup dengan grill), tempat penampungan sampah sementara,
area penghijauan, daninstalasi air bersih serta jaringan listrik. Pasar
dengan kategori tipe D juga harus mudah diakses dan didukung
oleh transportasi umum dan pasar harus dikelola langsung oleh
manajemen pengelola pasar. Operasional pasar tipe C tidak harus
setiap hari, namun minimal pasar beroperasi 1 atau 2 hari dalam
seminggu.
Masih tentang klasifikasi pasar, literatur lain menyebutkan bahwa
selain dibagi berdasarkan luas, pasar rakyat juga dibagi
berdasarkan jumlah pedagang yang menempati kios, los, dan kaki
lima (lapak,oprokan), serta berdasarkan jumlah pemasukan
pendapatan asli daerah per tahun. Berdasarkan cakupan wilayah
pelayanan, Lupitosari (2011) membagi kelas pasar rakyat kedalam
4 (empat) kelas yaitu:
1) Pasar kelas I, yaitu pasar yang lengkap dan melayani
perdagangan tingkat regional (pusat regional).
2) Pasar kelas II, yaitu pasar yang melayani perdagangan
tingkat kota (pasar kota)
3) Pasar kelas III, yaitu pasar yang melayani perdagangan
tingkat wilayah bagian kota (pasar wilayah), dan
13
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
4) Pasar kelas IV, yaitu pasar yang melayani perdagangan
tingkat lingkungan (pasar lingkungan).
Mengacu pada pembagian wilayah pasar, maka diasumsikan pasar
rakyat (pasar tradisional) tipe A, B, C. Dan D adalah representasi
dari pasar kelas I, II, III, dan IV yang diklasifikasikan oleh Lupitosari
(2011).
d. Peraturan Menteri Perdagangan No.70/M-DAG/PER/12/2013
tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
Bab V pada PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013 mengatur
tentang pengelolaan pasar tradisional yang dapat dilakukan oleh
Koperasi, Swasta, BUMN, dan BUMD. Pemerintah pusat dalam hal
ini adalah Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota baik sendiri
maupun secara bersama-sama melakukan pemberdayaan
terhadap pengelolaan pasar rakyat (pasar tradisional) dalam rangka
meningkatkan daya saing.
Peningkatan daya saing yang dimaksud diantaranya adalah:
peremajaan atau revitalisasi bangunan pasar rakyat (pasar
tradisional), penerapan manajemen pengelolaan yang profesional,
penyediaan barang dagangan dengan mutu yang baik dan harga
yang bersaing; dan/atau, fasilitasi proses pembiayaan kepada para
pedagang pasar guna modal kerja dan kredit kepemilikan tempat
usaha.
Dalam kaitannya dengan pengelolaan pasar rakyat (pasar
tradisional) secara profesional, PerMenDag No.70/M-
DAG/PER/12/2013 menjelaskan bahwa pengelolaan pasar harus
meliputi aspek:
(1) Menciptakan kestabilan harga, melalui pemantauan pasokan
barang yang tersedia di pasar secara teratur dan berinisiatif
14
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
menambahkan jumlah pasokan jika mulai terjadi sinyal-sinyal
kelangkaan terhadap barang tertentu.
(2) Memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran sebagai
upaya menjaga tertib ukur dalam proses perlindungan baik
pedagang maupun konsumen pasar. Oleh karena itulah
mengapa pada pasar kategori tertentu perlu adanya fasilitas
pos ukur ulang, salah satu alasannya adalah untuk mencegah
terjadinya praktik-praktik kecurangan oknum yang tidak
bertanggung jawab.
(3) Melaksanakan pembinaan, pendampingan, dan pengawasan
kepada para pedagang. Adapun kegiatan tersebut meliputi
diantaranya: pertama, peningkatan pelayanan kepada
konsumen baik mengenai kualitas barang, kebersihan, takaran,
kemasan, penyajian/penataan barang maupun dalam
pemanfaatan fasilitas pasar; kedua, peningkatan kompetensi
pedagang melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan;
ketiga, pembentukan paguyuban/kelompok pedagang dalam
rangka menjaring aspirasi para pedagang.
(4) Menyediakan ruang usaha bagi pedagang. Proses penyediaan
ruang usaha bagi setiap pedagang diatur berdasarkan
ketentuan sebagai berikut:
a. Penempatan pedagang dilakukan secara adil dan
transparan serta memberi peluang yang sama bagi para
pedagang.
b. Zonasi sesuai pengelompokkan barang dagangan
c. Penempatan pedagang diarahkan untuk memberikan skala
prioritas kepada para pedagang lama yang telah terdaftar
pada kantor pengelola pasar
d. Apabila terdapat kelebihan atau pengembangan tempat
usaha, skala prioritas diberikan kepada: 1) pedagang lama
yang tidak memiliki ijin resmi atau 2) pedagang yang
menyewa tempat usaha dari pedagang resmi
15
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
e. Pembagian wilayah tempat usaha ditujukan agar lokasi
usaha setiap pedagang memiliki kesempatan yang sama
untuk dikunjungin, dan
f. Pembinaan, pengelolaan, serta pengawasan pedagang
kaki lima (PKL).
e. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan, penggunaan istilah “pasar tradisional” berubah menjadi
“pasar rakyat”. Dalam Pasal 12 Ayat (1) disebutkan bahwa: Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama mengembangkan sarana perdagangan berupa: (a). Pasar
rakyat; (b). Pusat perbelanjaan; (c). toko swalayan; (d). gudang; (e).
perkulakan; (f). pasar lelang komoditas; (g). pasar berjangka komoditi;
atau (h). sarana perdagangan lainnya.
Dalam penjelasan Pasal 12 Ayat (1) Huruf a disebutkan bahwa: Yang
dimaksud dengan ‘Pasar Rakyat” adalah tempat usaha yang ditata,
dibangun, dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta,
Badan Usaha Milik Negara, dan/atau Badan Usaha Milik Daerah dapat
berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil
dan menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi serta usaha mikro,
kecil, dan menengah dengan proses jual beli Barang melalui tawar-
menawar.
Terkait arah kebijakan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pasar
rakyat, tercantum dalam pasal 13, Ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah
bekerja sama dengan pemerintah daerah melakukan pembangunan,
pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat dalam
rangka peningkatan daya saing. Selanjutnya didefinisikan pada Ayat (2)
tentang bentuk pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas
pengelolaan pasar rakyat yang meliputi: (a) pembangunan dan/atau
revitalisasi pasar rakyat, (b) implementasi manajemen pengelolaan yang
profesional, (c) fasilitasi akses penyediaan barang dengan mutu yang baik
16
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
dan harga yang bersaing, dan/atau (d) fasilitasi akses pembiayaan kepada
pedagang besar di pasar rakyat. Sedangkan pada Ayat (3) menyebutkan
bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan, pemberdayaan,
dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat diatur dengan atau
berdasarkan peraturan presiden.
17
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Tabel 2.1. Review Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional (Pasar Rakyat)
Undang-undang
UU. No. 7. Tentang Perdagangan
Pasar tradisional berubah menjadi pasar rakyat. Pasar rakyat adalah tempat usaha yang ditata, dibangun, dan dikelola oleh pemerintah.
Arah kebijakan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat adalah: Melakukan pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat dalam rangka peningkatan daya saing yang meliputi:
a) pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat,
b) implementasi manajemen pengelolaan yang profesional,
c) fasilitasi akses penyediaan barang dengan mutu yang baik dan harga yang bersaing, dan/atau
d) fasilitasi akses pembiayaan kepada pedagang besar di pasar rakyat.
Peraturan Presiden
PP. No. 12 tentang Penataan dan Pembinaan Sarana Distribusi Bidang Perdagangan, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
Pasar adalah area tempat jual beli barang (co:pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya).
Syarat pendirian pasar:
(4) Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat juga
18
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
keberadaan sarana distribusi yang sudah ada sebelumnya
(5) Menyediakan areal parkir (6) Menyediakan fasilitas yang
menjamin pasar rakyat yang bersih, sehat, aman, tertib
Pembinaan dan pengawasan pasar dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah
Peraturan Menteri
Perdagangan
PerMenDag No.53 tentang pendirian pasar tradisional, izin usaha pengelolaah pasar tradisional (IUP2T), serta mekanisme pembinaan dan pengawasan pasar rakyat
PerMenDag No.53 mengatur tentang pasar tradisional sbb:
1) lokasi pendirian harus mengacu pada rencana tata ruang wilayah
2) kondisi sosial ekonomi harus dapat dijelaskan dalam bentuk kajian akademis, sekaligus sebagai sarat penerbitan IUP2T
3) pembinaan dan pengawasan pasar rakyat berada dalam koordinasi Dirjen PDN Kementerian Perdagangan
PerMenDag No.48 tentang pedoman dan pengelolaan sarana distribusi perdagangan
Mengatur tentang pedoman pembangunan dan revitalisasi/renovasi pasar rakyat (pasar tradisional) sbb:
1) pembangunan pasar harus berada dilokasi yang sebelumnya telah memiliki embrio pasar
2) tipe dan jenis pasar dibedakan kedalam tipe A dan tipe B
PerMenDag No.70 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern
Pengelola pasar tradisional harus dapat menciptakan daya saing melalui peremajaan/revitalisai pasar, penerapan manajemen pengelolaan, dan penyediaan barang dagangan dengan mutu baik dan harga bersaing
Pasar harus dapat menciptakan: kestabilan harga, kesesuaian standar berat dan ukuran, pembinaan, pendampingan dan pengawasan kepada para pedagang, dan menyediakan ruang usaha bagi pedagang.
2007 2008 2013 2014
19
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
2.2. Fokus Pengembangan Pasar Rakyat Berdasarkan Tinjauan
Terhadap UU. No. 7 Tahun 2014
Berdasarkan telaah terhadap regulasi dan kebijakan terkait pasar
tradisional yang kini berubah menjadi pasar rakyat, maka fokus arah
pengembangan pasar rakyat yang akan dianalisis lebih lanjut dalam
analisis ini adalah pada hal-hal yang disimpulkan dalam Undang-undang
No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Dimana konsentrasi
pengembangan pasar rakyat berada ada pada 4 hal sebagai berikut:
2.2.1. Pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat
Menurut kamus besar bahasa indonesia (Moeliono, 2007;954),
revitalisasi adalah proses, cara, pembuatan menghidupkan kembali atau
menggiatkan kembali. Arti harfiah dari revitalisasi adalah menghidupkan
kembali, namun makna dari kata tersebut bukan sekedar mengadakan
atau mengaktifkan kembali apa yang sebelumnya pernah ada, melainkan
menyempurnakan strukturnya, mekanisme kerjanya, dan menyesuaikan
dengan kondisi baru, semangatnya dan komitmennya.
Hal tersebut di atas selaras dengan Program Pengembangan
Pasar Rakyat Kementerian Perdagangan, yaitu Revitalisasi Pasar Rakyat.
Dimana, Revitalisasi Pasar Rakyat adalah program untuk mendukung
pengembangan pasar tradisional berdasarkan proposal yang diajukan
oleh Pemerintah Daerah. Fokus yang dilakukan pada Program Revitalisasi
Pasar adalah perbaikan fisik pasar dan pemberian diklat bagi pengelola
dan pedagang (Petunjuk Teknis Tinjauan Lapangan; Aspek Fisik Pasar,
Kementerian Perdagangan RI, 2011).
Pada periode 2011-2014, Kementerian Perdagangan bekerjasama
dengan Pemerintah Kabupaten/Kota telah melakukan
pembangunan/revitalisasi terhadap 2.471 Unit Pasar Rakyat melalui
mekanisme Dana Tugas Pembantuan dan Dana Alokasi Khusus.
Revitalisasi fisik dilakukan melalui pembangunan pasar baru maupun
renovasi. Revitalisasi manajemen dilakukan dengan melaksanakan
20
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
pelatihan manajemen pengelolaan pasar dan pendampingan pengelola
pasar. Pasar Rakyat yang telah direvitalisasi diharapkan dapat dijadikan
"model" oleh Pemerintah Daerah dalam pembangunan dan
pengembangan Pasar Rakyat dimasa yang akan datang agar Pasar
Rakyat dapat tetap eksis dan mampu bersaing dengan perkembangan
toko modern dan pusat-pusat perbelanjaan.
Alokasi anggaran dan jumlah Pasar Rakyat untuk program dan
kegiatan revitalisasi pasar selama periode 2011-2014 dengan
menggunakan Dana Tugas Pembantuan adalah sebesar Rp
2.246.089.118.000 untuk merevitalisasi 541 Pasar Rakyat di 334
Kabupaten/Kota. Selain melalui mekanisme Dana Tugas Pembantuan
dalam melakukan revitalisasi/pembangunan baru Pasar Rakyat,
pembangunan Pasar Rakyat dapat dilakukan pula melalui mekanisme
Dana Alokasi Khusus yang lebih diarahkan kepada pasar desa dan
kecamatan. Alokasi anggaran dan jumlah Pasar Rakyat untuk program
dan kegiatan revitalisasi pasar selama periode 2011-2014 dengan
menggunakan Dana Alokasi Khusus adalah sebesar Rp 1.451.572.610
untuk merevitalisasi 1.929 Pasar Rakyat di 1.104 Kabupaten/Kota.
Jika definisi pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat adalah
perbaikan fisik pasar, maka pemerintah sebenarnya sudah memberikan
definisi yang jelas terkait hal tersebut. Peraturan Menteri Perdagangan
No.48 tahun 2013, telah mensyaratkan beberapa ketentuan tentang
pendirian pasar rakyat yang diklasifikasikan dalam kategori pasar tipe A
dan tipe B, tipe C dan tipe D. Dimana dalam peraturan tersebut,
didefinisikan secara detil mengenai lokasi, kelengkapan yang harus
dimiliki oleh pasar, serta aturan aksesibilitas masyarakat yang harus
dipenuhi (lihat tabel 2).
21
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Tabel 2.2. Kategorisasi Pasar Rakyat berdasarkan PerMenDag No.48 Tahun 2013.
Kategori Pasar berdasarkan PerMenDag No.48 tahun 2013
Pasar Kategori Tipe A
a. luas lahan paling sedikit 3.000 m2; b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah; c. peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayab (RTRW) daerah setempat; d. jumlah pedagang paling sedikit 150 pedagang; e. bangunan utama Pasar Tradisional berupa los, kios,
selasar koridor/gang dan sarana pendukung lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan; 2) ruang serbaguna untuk pembinaan pedagang,
penitipan dan bermain anak dengan luas paling sedikit 50m2;
3) toilet/WC; 4) tempat ibadah; 5) pos ukur ulang (paling kecil ukuran 2m x 2m); 6) pos kesehatan; 7) pos keamanan; 8) drainase (ditutup dengan grill); 9) tempat penampungan sampah sementara; 10) gudang tempat penyimpanan stok barang; 11) area bongkar muat; 12) tempat parkir; 13) area penghijauan; 14) hidran dan/atau alat pemadam kebakaran (fire
extinguisher); 15) instalasi air bersih dan jaringan listrik; 16) instalasi pengolahan air limbah (IPAL); 17) telekomunikasi; 18) sistem informasi harga dan stok; dan 19) papan pengumuman informasi harga harian
f. jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum;
g. Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh Manajemen pengelolaan pasar;
22
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
h. Kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan setiap hari; dan
i. CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan.
Pasar Kategori Tipe B
a. luas lahan paling sedikit 1.500 m2; b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah; c. peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayab (RTRW) daerah setempat; d. jumlah pedagang paling sedikit 75 pedagang; e. bangunan utama Pasar Tradisional berupa los, kios,
selasar koridor/gang dan sarana pendukung lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan; 2) ruang serbaguna untuk pembinaan pedagang,
penitipan dan bermain anak dengan luas paling sedikit 40m2;
3) toilet/WC; 4) tempat ibadah; 5) pos kesehatan; 6) pos keamanan; 7) drainase (ditutup dengan grill); 8) tempat penampungan sampah sementara; 9) tempat parkir; 10) area penghijauan; 11) hidran dan/atau alat pemadam kebakaran (fire
extinguisher); 12) instalasi air bersih dan jaringan listrik; 13) telekomunikasi; 14) sistem informasi harga dan stok; dan 15) papan pengumuman informasi harga harian
f. jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum;
g. Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh Manajemen pengelolaan pasar;
h. Kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan paling sedikit 3 hari dalam seminggu; danCCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan.
Pasar a. luas lahan paling sedikit 1.000 m2;
23
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Kategori Tipe C
b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah; c. peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayab (RTRW) daerah setempat; d. jumlah pedagang paling sedikit 30 pedagang; e. bangunan utama Pasar Tradisional berupa los, kios,
selasar koridor/gang dan sarana pendukung lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan; 2) toilet/WC; 3) tempat ibadah; 4) pos kesehatan; 5) drainase (ditutup dengan grill); 6) tempat penampungan sampah sementara; 7) tempat parkir; 8) area penghijauan; 9) hidran; 10) instalasi air bersih dan jaringan listrik; dan 11) telekomunikasi;
f. jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum;
g. Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh Manajemen pengelolaan pasar;
h. Kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan 1 atau 2 hari dalam seminggu.
Pasar Kategori Tipe D
a. luas lahan paling sedikit 500 m2; b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah; c. peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayab (RTRW) daerah setempat; d. jumlah pedagang paling sedikit 30 pedagang; e. bangunan utama Pasar Tradisional berupa los dan
sarana pendukung lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan; 2) toilet/WC; 3) tempat ibadah; 4) drainase (ditutup dengan grill); 5) tempat penampungan sampah sementara; 6) area penghijauan; dan 7) instalasi air bersih dan jaringan listrik;
f. jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum;
g. Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh
24
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Manajemen pengelolaan pasar; h. Kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan 1 atau
2 hari dalam seminggu
Lebih lanjut analisis terdahulu yang pernah dilakukan oleh Puska Dagri,
BPPKP Kementerian perdagangan (2012) telah merekomendasikan
sejumlah hal terkait revitalisasi yang berkaitan dengan fisik pasar, yaitu:
a) Revitalisasi terhadap fisik bangunan bukan semata peremajaan
atau memperbanyak jumlah kios. Penting untuk memperhatikan
struktur pembangunan pasar berdasarkan potensi arah arus
pengunjung sehingga visibilitas dan aksesibilitas pasar baik.
b) Muka pasar harus dapat terlihat dari jalan utama, perlu adanya
papan identitas pasar yang terletak di muka pasar dengan ukuran
minimal 5 x 2 M. Jika pasar terletak di dalam komplek lingkungan,
perlu ada tanda identitas pasar di jalan utama yang menunjukkan
keberadaan pasar, bahkan jika dirasa perlu pemerintah wajib
membuka akses pasar ke jalan umum (membangun sarana jalan
atau menambah trayek angkutan umum menuju pasar).
c) Untuk memenuhi kecukupan sirkulasi udara, tinggi bangunan pasar
mulai dari lantai sampai atas minimal 6M. Sedangkan untuk
memenuhi kecukupan sirkulasi manusia di lorong pasar, maka
lebar jalur arus pengunjung di dalam pasar minimal 1M dengan
catatan tidak ada pedagang yang menempatkan barang
dagangannya di lorong tersebut.
d) Sebaiknya pasar memiliki fasilitas penunjang minimal yang
memadai seperti fasilitas MCK, fasilitas Ibadah, fasilitas parkir
(untuk pengunjung dan bongkar muat), fasilitas air bersih, listrik,
saluran pembuangan, dan tempat pembuangan sampah
sementara.
25
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Berdasarkan tinjauan regulasi dan kebijakan serta kajian yang
sudah pernah dilakukan sebelumnya terkait pasar tradisional, maka fokus
revitalisasi terhadap pasar rakyat adalah pada fisik bangunan dengan
memenuhi kelengkapannya sebagaimana yang telah diatur dan
ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan peruntukan wilayahnya.
Mengacu pada klasifikasi kelas pasar yang dibuat oleh Lupotosari (2011),
maka pasar dengan kategori tipe A yang dimaksud dalam PerMenDag
No.48 tahun 2013 dapat diklasifikasikan sebagai pasar kelas I yaitu pasar
rakyat yang berada pada tingkat regional. Sedangkan pasar kategori tipe
B adalah pasar kelas II yang melayani perdagangan tingkat kota, dan
pasar kategori tipe C adalah pasar kelas III untuk tingkat wilayah bagian
kota, dan terakhir pasar kategori tipe D adalah pasar kelas IV untuk
melayani perdagangan tingkat lingkungan.
2.2.2. Implementasi manajemen pengelolaan yang profesional
Implementasi pengelolaan pasar tradisional yang profesional juga
telah diatur sebelumnya dalam PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013,
dalam PerMenDag tersebut pengelolaan pasar yang baik harus dapat
menciptakan elemen-elemen sebagai berikut:
a. Menciptakan kestabilan harga.
Pasar dalam fungsinya menciptakan kestabilan harga
diterjemahkan melalui aktivitas pengelola pasar dalam memantau
pasokan barang yang tersedia di pasar secara teratur, serta
mengidentifikasi sinyal-sinyal kelangkaan terhadap barang tertentu.
Fungsi untuk menciptakan kestabilan harga sebetulnya sudah
disinggung dalam kelengkapan yang harus dimiliki pasar
khususnya untuk pasar kategori A dan B, yaitu dengan
menyediakan sistem informasi harga dan stok, serta papan
informasi harga harian.
26
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Jika sistem informasi tersebut dijalankan dengan baik oleh
pengelola pasar, maka fluktuasi harga dan barang yang beredar di
pasar rakyat bisa dimonitor dengan baik. Selain itu pengunjung
pasar juga bisa selalu mengetahui kisaran harga bahan pangan
yang berlaku sehingga pedagang tidak bisa menentukan harga
sesuai keinginannya. Sistem informasi tersebut juga bisa berlaku
untuk pedagang pasar. Berjalannya sistem informasi harga dan
stok dengan baik, membuat pedagang bisa melindungi dirinya dari
harga yang ditawarkan oleh pengumpul ataupun saluran distribusi
lain sebelum sampai ke tangannya.
b. Memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran sebagai upaya
menjaga tertib ukur dalam proses perlindungan baik pedagang
maupun konsumen pasar.
Fungsi memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran juga bisa
dipantau langsung oleh pengelola pasar dengan kriteria selanjutnya
yang harus dilengkapi oleh pasar, yaitu pos ukur ulang. Dengan
adanya pos ukur ulang tersebut baik pedagang maupun
pengunjung pasar dapat terlindung.
Jika dijalankan dengan benar, maka pengelola pasar dapat
melakukan pemantauan terhadap alat ukur (timbangan) yang
digunakan oleh pedagang untuk menjual barang dagangan kepada
pengunjung di pasar, selain itu pengelola pasar juga dapat
membantu pedagang pasar untuk memantau pengukuran barang
yang datang dari pengumpul maupun saluran distribusi lainnya.
Berdasarkan PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013, hanya
pasar dengan kategori tipe A yang diwajibkan memiliki
ketersediaan pos ukur ulang, hal tersebut diasumsikan karena
pasar kategori tipe A adalah pasar rakyat kelas I yang melayani
perdagangan yang berada pada tingkat regional sehingga
merupakan muara dari berbagai pengumpul dan pedagang skala
27
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
menengah dan besar. Meskipun demikian bukan tidak mungkin pos
ukur ulang bisa diadakan juga di pasar kategori tipe B bahkan C
dan D, namun perlu disesuaikan peruntukan dan kebutuhannya.
c. Melaksanakan pembinaan, pendampingan, dan pengawasan
kepada para pedagang.
Dalam perannya membina, mendampingi, dan mengawasi para
pedagang. Pengelola pasar diharapkan dapat memenuhi 3
ketentuan sebagai berikut:
1. Pedagang mampu memberikan pelayanan prima kepada
konsumen baik dari sisi kualitas barang, kebersihan, takaran,
kemasan, penyajian/penataan barang maupun dalam
pemanfaatan fasilitas pasar.
2. Untuk dapat memenuhi poin satu, maka pengelola pasar sebisa
mungkin memberikan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan
cara-cara yang benar dalam memberikan pelayanan prima
tersebut.
3. Membentuk paguyuban/kelompok pedagang dalam rangka
menjaring aspirasi para pedagang. Meskipun banyak kesan
negatif terhadap paguyuban/asosiasi pedagang, jika pengelola
pasar mampu membina dan bekerja sama dengan baik,
asosiasi tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap
keberlangsungan pasar tradisional; misalnya memberi masukan
terhadap pembangunan, penataan, dan pengendalian pasar.
Termasuk didalamnya sharing dari pedagang kelas yang lebih
tinggi tentang tata cara meningkatkan status sosial kelas usaha
dagang.
Untuk mendukung peran pengelola pasar dalam melaksanakan
pembinaan, pendampingan, dan pengawasan kepada para
pedagang, Kementerian Perdagangan sudah memiliki program
28
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
pemberian pendidikan dan pelatihan kepada pengelola pasar dan
pedagang yang disertakan sekaligus pada program revitalisasi.
Meskipun pada praktiknya, hanya pasar yang proposal pengajuan
revitalisasinya disetujui yang berhak mendapatkan bantuan
program revitalisasi dan pendidikan serta pelatihan tersebut. Untuk
itu, maka terlebih dahulu pasar rakyat harus menunjukkan sistem
pengelolaan yang meskipun belum prima, namun sedikitnya cakap
sehingga dapat diteruskan untuk menjadi pasar percontohan.
d. Menyediakan ruang usaha bagi pedagang.
Peran pengelola pasar dalam menyediakan ruang usaha bagi
pedagang meliputi penempatan pedagang berdasarkan prioritas
sebagai berikut:
1) Jika suatu pasar mengalami pengembangan bangunan fisik
maka penempatan pedagang berdasarkan skala prioritas
adalah: pertama, mendahulukan pedagang lama yang telah
terdaftar pada kantor pengelola pasar, kedua pedagang lama
yang tidak memiliki ijin resmi (namun segera didata untuk
memiliki ijin resmi), ketiga pedagang yang selama ini menyewa
tempat usaha dari pedagang resmi untuk difasilitasi menyewa
langsung dari pengelola pasar, keempat sebisa mungkin
menyediakan lokasi untuk pedagang kaki lima (PKL) agar lebih
mudah bagi pengelola pasar dalam melakukan pembinaan,
pengelolaan, serta pengawasan.
2) Penempatan pedagang sebisa mungkin dilakukan secara adil
dan transparan serta memberikan peluang yang sama bagi
pedagang. Maksudnya adalah pembagian wilayah tempat
usaha ditujukan agar lokasi usaha setiap pedagang memiliki
kesempatan yang sama untuk dikunjungi oleh konsumen.
3) Dengan demikian perlu dibuatkan zonasi yang disesuaikan
berdasarkan pengelompokkan per kategorgi komoditas,
29
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
diantaranya: kategori basahan, keringan, sayur mayur,
makanan dan minuman, serta kue-kue kering, dan lainnya.
Untuk mendukung implementasi pengelolaan pasar tradisional yang
profesional sebagaimana diatur dalam PerMenDag No.70/M-
DAG/PER/12/2013, hasil kajian Puska Dagri, BPPKP Kementerian
perdagangan (2012) menyarankan sejumlah hal yang berkaitan dengan
pengelolaan pasar secara internal maupun eksternal yang meliputi
koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah terkait hal-hal sebagai
berikut:
a. Harus disiapkan peraturan dan petunjuk teknis tertulis dan
dipublikasikan mengenai pengelolaan pasar tradisional secara
khusus di daerah yang terpisah dari materi penataan pasar
modern, meliputi: kewenangan pemda; klasifikasi pasar; hak dan
kewajiban pedagang; tata cara penempatan pedagang,
pembiayaan; fasilitas-fasilitas yang harus tersedia di pasar (dalam
ukuran kuantitas dan kualitas minimal yang harus disediakan);
standar operasional prosedur pelayanan pasar (parkir, kebersihan,
keamanan, air bersih, sampah, penerangan, dan keterlibatan
masyarakat).
b. Daerah dengan jumlah pasar desa yang signifikan sebaiknya
menyiapkan peraturan perundangan tersendiri mengenai
pengelolaan pasar desa.
c. Daerah yang pasar tradisionalnya dikelola oleh BUMD/Dinas Pasar
sebaiknya memiliki MoU dan Perjanjian yang jelas antara Dinas
Perdagangan dan BUMD/Dinas Pasar perihal pengucuran dana
APBN, Pembangunan Pasar, dan serah terima pasar yang telah
direvitalisasi.
Dengan demikian, maka arah kebijakan pengembangan pasar
rakyat, dalam tujuan untuk menciptakan manajemen pengelolaan yang
profesional dapat dilakukan dengan memenuhi elemen fungsi pengelola
pasar sebagaimana yang telah ditetapkan dalam PerMenDag
30
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
No.70/M-DAG/PER/12/2013, yaitu: (1) Menciptakan kestabilan harga, (2)
Memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran sebagai upaya
menjaga tertib ukur, (3) Melaksanakan pembinaan, pendampingan, dan
pengawasan kepada para pedagang, (4) Menyediakan ruang usaha bagi
pedagang.
2.2.3. Fasilitasi akses penyediaan barang
Implementasi pasar sebagai fasilitas akses penyediaan barang
dengan mutu yang baik, dan segar, serta harga yang bersaing seharusnya
dapat menjadi salah satu komponen yang menjadi daya saing tersendiri
bagi pasar rakyat. Namun sayangnya hal tersebut seringnya terkendala
urusan logistik sehingga pedagang kerap kesulitan untuk dapat
menyediakan barang dengan mutu yang baik jika tidak berdekatan
dengan sumber produksinya langsung.
Hal tersebut sebenarnya bisa diatasi jika pusat distribusi,
sebagaimana pernah disinggung dalam PerMenDag No.48 tahun 2013,
sudah bisa dijalankan dengan baik. Dalam PerMenDag No.48 tahun 2013
Pusat distribusi didefinisikan sebagai tempat yang berfungsi sebagai
penyangga komoditas utama untuk menunjang kelancaran arus barang
baik antar kabupaten/kota maupun antar provinsi untuk tujuan pasar
dalam negeri dan/atau pasar luar negeri.
Pusat distribusi dibagi kedalam dua jenis yaitu; pusat distribusi
regional (PDR) yang berfungsi sebagai penyangga komoditas utama di
beberapa provinsi yang memiliki jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah
konsumen, yang dapat bersifat kolektor, distributor, dan berpotensi untuk
dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. Selanjutnya
adalah pusat distribusi provinsi (PDP), yaitu pusat distribusi yang
berfungsi sebagai penyangga komoditas utama di beberapa
kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah
konsumen, yang dapat bersifat kolektor, distributor, dan berpotensi untuk
dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau.
31
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Dalam Rencana Strategis Kementerian Perdagangan tahun 2015 –
2019 (p.26-27) telah disebutkan bahwa arah kebijakan pembangunan
dalam negeri adalah “penataan sistem distribusi nasional yang menjamin
kelancaran arus barang dan jasa, kepastian beursaha, dan peningkatan
daya saing produk domestik”. Hal tersebut akan ditempuh antara lain
dengan meningkatkan integrasi perdagangan antar dan intra wilayah
dengan mengembangkan “distribution point” dalam memperlancar dan
memperkuat sistem logistik nasional – PDR/PDP dan pasar rakyat.
Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Perdagangan tahun
2015 – 2019 (p. 27), pengembangan “distribution point” tersebut telah
dilakukan sejak tahun 2013 melalui pematangan konsep pusat distribusi
regional, serta pengembangan dan pembangunan pusat distribusi
regional. Langkah tersebut dituangkan secara lebih detil dalam
PerMenDag No.48 tahun 2013 dengan memberikan definisi terperinci
mengenai pusat distribusi regional dan provinsi sebagai berikut:
Tabel 2.3. Kategorisasi Pusat Distribusi berdasarkan PerMenDag No.48 Tahun 2013.
Kategori Pusat Distribusi berdasarkan PerMenDag No.48 tahun 2013
Pusat Distribusi Provinsi - PDP
a. luas lahan paling sedikit 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi);
b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah;
c. peruntukan laban sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat;
d. tersedia akses transportasi antar provinsi dan antar kabupaten dan kota;
e. berada pada lokasi dekat pelabuhan dan/atau terminal angkutan;
f. dapat berfungsi sebagai daerah kolektor (pusat konsolidasi)
g. bangunan utama Pusat Distribusi Provinsi dan sarana pendukung, meliputi: 1. kantor pengelola, kantor pelaku logistik dan kantor
32
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
fasilitasi pembiayaan; 2. gudang tempat penyimpanan komoditi; 3. ruang/tempat untuk pelelangan komoditi; 4. etalase produk; 5. ruang sortir dan pengemasan produk; 6. toilet/WC; 7. tempat ibadah; 8. area bongkar muat; 9. tempat parkir; 10. pos kesehatan; 11. pos keamanan; 12. tempat penampungan sampah sementara; 13. drainase (di tutup dengan grill); 14. hidran; 15. instalasi air bersih dan instalasi listrik; 16. area penghijauan; 17. instalasi pengolahan air limbah; dan 18. telekomunikasi;
h. sistem informasi Pusat Distribusi yang dapat mendukung manajemen persediaan dan rantai pasok (supply chain);
i. dikelola secara langsung oleh suatu manajemen Pusat Distribusi;
j. CCTV yang terhubung secara onlinedengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan; dan
k. peralatan yang menunjang kegiatan operasional Pusat Distribusi.
Pusat Distribusi Regional - PDR
a. luas lahan paling sedikit 15.000 m2 (lima belas ribu meter persegi);
b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah;
c. peruntukan laban sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat;
d. tersedia akses transportasi antar provinsi dan antar kabupaten/kota;
e. berada pada lokasi dekat pelabuhan danfatau terminal angkutan;
f. bangunan utama Pusat Distribusi Regional dan sarana pendukung, meliputi: 1. kantor pengelola, kantor pelaku logistik dan kantor
33
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
fasilitasi pembiayaan; 2. gudang tempat penyimpanan komoditi; 3. ruang/tempat untuk pelelangan komoditi; 4. etalase produk; 5. ruang sortir dan pengemasan produk; 6. toilet/WC; 7. tempat ibadah; 8. area bongkar muat; 9. area penimbunan peti kemas; 10. tempat parkir; 11. pos kesehatan; 12. pos keamanan; 13. tempat penampungan sampah sementara; 14. drainase ( di tutup dengan grili); 15. hidran; 16. instalasi air bersih dan instalasi listrik; 17. area penghijauan; 18. instalasi pengolahan air limbah; dan 19. telekomunikasi;
g. sistem informasi Pusat Distribusi yang dapat mendukung manajemen persediaan dan rantai pasok (supply chain);
h. dikelola secara langsung oleh suatu manaJemen Pusat Distribusi;
i. CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan; dan
j. peralatan yang menunjang kegiatan operasional Pusat Distribusi.
Dengan demikian, maka arah kebijakan pengembangan pasar rakyat,
dalam tujuan untuk memfasilitasi akses penyediaan barang tidak bisa
berdiri sendiri, melainkan harus didukung dengan adanya sistem
distribusi yang terintegrasi dengan masing-masing pasar rakyatyang
berlokasi di sekitarnya.
34
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
2.2.4. Fasilitasi akses pembiayaan.
Meskipun tidak secara detil dibahas dalam tataran regulasi dan
kebijakan tentang apa yang dimaksud dengan arah pengembangan pasar
rakyat dalam fungsinya memfasilitasi akses pembiayaan, namun disetiap
kategori pasar dan pusat distribusi wajib menyertakan kantor fasilitasi
pembiayaan.
Dalam PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013 dinyatakan bahwa
fasilitasi akses pembiayaan bagi pedagang pasar dilakukan dalam upaya
peningkatan modal kerja dan kredit kepemilikan tempat usaha.
Dengan demikian maka dapat diasumsikan bahwa fasilitasi akses
pembiayaan yang dimaksud dapat berupa koperasi ataupun fasilitas
keuangan lainnya. Terkait hal tersebut maka dalam bab X (sepuluh) UU
No.7 tahun 2014 tentang Perdagangan, diterakan bahwa pemerintah
dan/atau pemerintah daerah menyatakan akan melakukan pemberdayaan
terhadap koperasi yang berupa pemberian fasilitas, insentif, bimbingan
teknis, akses, dan/atau permodalan, serta bantuan promosi dan
pemasaran. Dalam pelaksanaannya pemerintah dan/atau pemerintah
daerah dapat bekerjasama dengan pihak lain.
Dengan demikian, maka arah kebijakan pengembangan pasar
rakyat, dalam tujuan untuk memfasilitasi akses pembiayaan dapat
didukung dengan adanya sistem finansial/perbankan lainnya.
2.3. Studi Literatur Fenomena Pasar Rakyat (Pasar Tradisional)
Belajar dari karakteristik dan berbagai fenomena pasar tradisional
di banyak negara dapat memperkaya pemahaman mengenai esensi dari
identitas pasar rakyat yang menjadi alasan mengapa potensinya masih
terus ada dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tetap berfungsi
sebagai penggerak ekonomi lokal.
Beberapa penelitian sebelumnya mengklasifikasikan pasar rakyat
berdasarkan segmentasi status sosial ekonomi pengunjung/pembeli.
35
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Dimana masyarakat dengan status sosial ekonomi menengah atas akan
cenderung meninggalkan pasar rakyat dan beralih berbelanja ke pasar
modern dan begitupun sebaliknya, masyarakat dengan status sosial
ekonomi menengah bawah akan cenderung berbelanja ke pasar rakyat
dibandingkan pasar modern (Appel, 1972; Findlay et al., 1990; Goldman,
1981; Kaynak and Cavusgil, 1982; Kumcu and Kumcu, 1987).
Namun penelitian Goldman dan Hino (2005), membuktikan
sebaliknya. Faktor etnis dan budaya turun temurun, serta faktor geografis
dapat memberi pengaruh yang bertolak belakang. Masyarakat dengan
status sosial ekonomi menengah atas dapat lebih memilih berbelanja di
pasar rakyat dibandingkan di pasar modern. Alasannya sederhana, jarak
membuat pasar rakyat lebih mudah untuk dijangkau dibandingkan pasar
modern yang cenderung berada di tengah kota. Dan produk yang
ditawarkan di pasar rakyat cenderung lebih bervariasi, segar dan lebih
memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Oleh karena itu, Gonzales & Waley (2013), membahas mengenai
modernisasi pasar rakyat di Inggris sebagai jawaban atas potensinya yang
masih cukup besar dalam memenuhi kebutuhan semua golongan
masyarakat. Gonzalez dan Waley (2012) mengangkat
konteksgentrification dalam upaya me-modern-kan, mengemas ulang, dan
me-rebranding (memberikan identitas baru) pasar rakyat (Kirkgate di
Leeds UK) agar lebih dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Dalam
artikelnya juga disinggung kritik terhadap otoritas lokal yang kerap
menjadikan pasar rakyat sekedar “sapi perah” melalui pungutan retribusi
tanpa imbal balik investasi, sehingga penurunan fisik pasar adalah
fenomena umum yang sering sekali ditemui (House of Commons 2009
dalam Gonzales dan Waley, 2013.,p.5).
Gentrificationadalah peningkatan vitalitas suatu kawasan melalui
peningkatan kualitas lingkungan, sarana dan prasarana di dalam kawasan
tersebut dalam rangka memperbaiki kondisi ekonomi (Hendrakusumah,
2014). Dalam artikelnya Gonzalez dan Waley (2013) menerjemahkan
36
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
gentrifikasi sebagai upaya untuk merenovasi dan mengimprovisasi pasar
rakyat dengan mengutamakan 3 hal sebagai berikut: (1) renovasi pasar
dari sisi struktur pengelolaan, (2) pengelompokkan elemen masyarakat
yang terkait dengan aktivitas pasar rakyat, dan (3) upaya mempromosikan
pasar rakyat sebagai kegiatan berbelanja yang dapat memberikan
pengalaman tersendiri disertai dengan penyediaan lingkungan yang bersih
dan tertata rapi.
Menurut Gonzales dan Wasley (2013) pasar yang baik adalah
pasar yang dikelola oleh badan/lembaga tertentu baik pemerintah maupun
swasta, sehingga pengawasan pelaksanaan lebih terintegrasi. Selain itu
diharapkan renovasi struktur diikuti dengan renovasi infrastruktur yang
dapat memberikan ruang spesifik dimana pasar rakyat bisa
terimplementasi dengan baik. Pasar rakyat bukan sekedar pasar untuk
memenuhi kebutuhan berbelanja sehari-hari, namun dapat diekstensifikasi
sebagai wisata budaya (Cook, 2008) dan kekayaan lokal, bahkan jika
mungkin pusat wisata kuliner lokal (Heldke, 2007).
Beralih kepada fenomena pasar rakyat di negara berkembang.
Fokus utama pemberdayaan pasar rakyat di Thailand diantaranya adalah
menyeimbangkan posisi pasar rakyat dengan pasar modern, dimana
pertumbuhannya kian hari kian pesat dan semakin menggerus fungsi
pasar rakyat (Schipmann & Qaim, 2011). Hal serupa juga terjadi di
Indonesia, keberadaan pasar rakyat kini semakin terhimpit dengan
pesatnya pertumbuhan pasar modern. Survey AC Nielsen (dalam
Indroyono, 2013) menyatakan bahwa pangsa pasar rakyat (tradisional)
menurun dari 65% pada tahun 2000, menjadi hanya sebesar 47% pada
tahun 2008. Artinya, telah terjadi penurunan omzet pasar rakyat sebesar
18% selama 8 tahun , atau rata-rata penurunan sebesar 2,25% per tahun.
Meskipun demikian, tidak selamanya pergeseran pasar rakyat
dikarenakan pesatnya pertumbuhan pasar modern. Suryadarma, et al
(2007) menuliskan bahwa pasar rakyat di Indonesia memang mengalami
penurunan, akan tetapi penyebab penurunan minat pada pasar rakyat di
37
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Indonesia yang sering kali dikaitkan dengan banyaknya kompetisi dari
supermarket atau pasar modern tidak selamanya benar, karena
sesungguhnya permasalahan utama dari pasar rakyat di Indonesia
terletak pada permasalahan internal, dan permasalahan antar penjual di
lapangan.
Selain itu penyebab lainnya juga diungkapkan oleh Slater dan
Henley (1969) bahwa, konsep pasar rakyat yang selama ini ada
merupakan konsep multi-shop stopping, maksudnya adalah untuk dapat
memenuhi kebutuhannya, seorang konsumen harus mengunjungi
beberapa toko/tenant dalam satu lokasi pasar rakyat dan melakukan
proses jual beli dan tawar menawar secara berulang ulang. Untuk
masyarakat yang tidak menyukai kondisi yang demikian, hal tersebut
dianggap sebagai aktivitas yang membutuhkan opportunity cost serta
tenaga yang lebih besar dibandingkan jika mereka mendatangi pasar
modern dengan konsep one-stop shopping. Dimana mereka dapat
membeli semua barang yang dibutuhkan dalam satu lokasi, dan
membayar pada satu exit door saja.
Berdasar pada fenomena multi-shop stopping dan one-stop
shopping pasar rakyat vs pasar modern, Slater dan Henley (1969)
mengganggap pergeseran dari pasar rakyat menuju pasar modern cukup
wajar dan seringnya terjadi untuk masyarakat dengan status sosial
ekonomi menengah atas yang tidak ingin direpotkan untuk berpindah-
pindah kios dalam memenuhi kebutuhannya. Seiring dengan pertumbuhan
ekonomi, perilaku ini kemudian diikuti juga oleh masyarakat dengan status
sosial ekonomi menengah bawah dengan motif “wisata” sebagai tujuan
lain dari berbelanja di pasar modern.
Sudut pandang lain mengenai pasar tradisional dari negara
berkembang lainnya datang dari Kenya. Lagerkvist, Okello & Kalanja
(2015) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa pasar rakyat kental
kaitannya dengan isu kesehatan. Jika pada literatur sebelumnya (di
negara maju) pasar rakyat justru dikaitkan dengan penghasil bahan
38
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
pangan segar, maka di Kenya, pasar rakyat identik memiliki perceived risk
yang lebih besar dari sisi kesehatan, karena “interaksi” langsung antara
bahan pangan pokok dengan lingkungan sekitar yang tidak tertata dengan
baik dari sisi kebersihan.
Dalam konteks pasar rakyat di Indonesia, Pusat Kebijakan
Perdagangan Dalam Negeri (BPPKP, Kementerian Perdagangan, 2012)
telah melakukan kajian terhadap kinerja pasar tradisional sebagai dampak
atas peran revitalisasi dengan tujuan untuk mengetahui signifikasi peran
revitalisasi dari sudut pandang pedagang, serta bagaimana komitmen
pemerintah daerah terhadap pengembangan pasar rakyat, dan
memperoleh gambaran pertumbuhan ekonomi skala lokal sebagai
dampak tidak langsung dari proses revitalisasi pasar tersebut.
Revitalisasi sendiri diukur berdasarkan revitalisasi fisik bangunan,
revitalisasi ekonomi (dalam perannya meningkatkan pertumbuhan
ekonomi lokal), revitalisasi sosial (menjadi wadah elemen masyarakat
untuk turut aktif berperan dalam prosesaktivitas pasar), dan revitalisasi
manajemen (praktek pengelolaan pasar yang didasarkan pada produk
hukum terkait).Hasil yang diperoleh bervariasi bergantung pada objek
penelitian yang dalam kajian tersbeut dibagi dalam dua bagian sebagai
komparasi dari “contoh baik” dan “contoh buruk” kinerja pasar pasca
revitalisasi.
Untuk pasar dengan kategori “contoh baik” maka revitalisasi
berperan cukup signfikan terhadap pengelola, pedagang pasar, dan
pengunjung. Bagi pengelola, fisik bangunan yang direvitalisasi membuat
bentuk bangunan menjadi semakin tertata rapih, bersih, dan nyaman.
Perluasan fisik juga berarti potensi penambahan pedagang baru dan/atau
penempatan pedagang lama yang dahulu belum tertata dengan baik. Bagi
pedagang dan pengunjung pasar, fisik bangunan yang sudah memenuhi
kelengkapan pasar sebagaimana diharuskan memudahkan proses
transaksi belanja sesuai dengan kebutuhannya. Dalam tahapan ini peran
pasar bukan sekedar pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari untuk
39
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
masyarakat lokal, melainkan dapat diekstensifikasi sebagai wisata budaya
dan kekayaan lokal sebagai nilai tambah dari pasar tersebut.
Revitalisasi fisik yang baik pada akhirnya akan berdampak pada
revitalisasi ekonomi, dimana pasar semakin menarik untuk dikunjungin.
Namun sayang, dampak positif tersebut belum didukung dengan
pertumbuhan omzet dan profit pedagang secara signifikan. Petumbuhan
omzet dan profit yang dirasakan pedagang tidak terlalu pesat, sebagian
besar diakibatkan bahwa dampak revitalisasi fisik juga berpotensi
mendatangkan pedagang baru sehingga menambah tingkat persaingan.
Sementara untuk disisi pengelola pasar omzet pendapatan pasar sudah
pasti akan meningkat seiring dengan perluasan pasar tersebut. Dengan
demikian revitalisasi perlu mempertimbangkan dampak pertumbuhan
ekonomi yang terjadi bukan hanya dari sisi pengelola pasar, melainkan
juga dari sudut pandang pedagang.
Revitalisasi sosial yang diangkat dalam kajian tersebut adalah
bagaimana pasar dapat menjadi wadah elemen masyarakat untuk turut
aktif dalam proses aktivitas pasar. Pasar rakyat yang berada di wilayah
tertentu akan lebih baik jika memberdayakan masyarakat yang juga
tinggal dan berdomisili di wilayah tersebut. Pasar yang baik secara
struktur sosial akan berdampak pada pertumbuhan sektor informal lainnya
dalam mendukung aktivitas perdagangan, seperti transportasi publik,
tempat kuliner, dan lainnya. Dengan demikian perlu dipertimbangkan
faktor-faktor sosial masyarakan dalam melakukan revitalisasi pasar rakyat
kedepannya.
Yang menjadi kendala dalam revitalisasi pada “contoh baik “
maupun “contoh buruk” adalah revitalisasi manajemen, dalam kaitannya
sebagai praktek pengelolaan pasar yang didasarkan pada produk hukum
terkait. Hanya sedikit pasar rakyat yang di bawah kendali Dinas khusus
pengelola pasar rakyat di tingkat kabupaten/kota. Hal tersebut
mengakibatkan revitalisasi dan pengelolaan pasar terkadang belum fokus.
Persoalan mendasar yang harus diperhatikan adalah bahwa upaya
40
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
revitalisasi merupakan langkah awal dari terciptanya manajemen
pengelolaan yang lebih baik, sehingga diperlukan karakteristik
kelembagaan pengendali dan pengelola yang lebih kuat.
Mengaitkan definisi revitalisasi berdasarkan regulasi dan kebijakan
yang ditetapkan oleh pemerintah, serta fenomena tentang pasar
tradisional yang ada, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan
dalam hal ini sebagai gambaran besar fokus dan tujuan dari revitalisasi
pasar tradisional itu sendiri, yaitu: Perlu adanya transformasi konsep
pasar rakyat dimata masyarakat yang menimbulkan persepsi
bahwasanya pasar rakyat sekarang adalah: pasar rakyat yang baik
secara infrastruktur (Gozales dan Waley, 2012), cakap secara
pengelolaan, bermutu dan higienis dalam penyajian bahan pangan
lokal (Goldman dan Hino, 2005; Lagerkvist, Okello & Kalanja, 2015),
serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.Dalam prosesnya
penting untuk tetap mempetimbangkan kaitannya dengan elemen sosial
dan memperimbangkan kepentingan bukan hanya pengelola pasar dan
pengunjung, melainkan juga pedagang pasar sebagai penggiat utama dari
pasar rakyat itu sendiri.
41
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
BAB III
METODOLOGI
3.1. Kerangka Berpikir
Fokus pembahasan pada studi ini adalah analisis arah
pengembangan pasar rakyat. Dalam proses pembahasan, terlebih dahulu
dilakukan telaah pasar rakyat berdasarkanproduk hukum terkait dari tahun
ke tahun. Kajian terhadap produk hukum tersebut akan
mengerucut/menyempit pada fokus dan arah kebijakan pengembangan
pasar rakyat dengan masing-masing solusinya.
Selanjutnya dilakukan studi literatur terhadap fenomena pasar
tradisional/pasar rakyat di negara maju dan berkembang dalam rangka
memperkaya pemahaman mengenai esensi dari identitas pasar rakyat
yang menjadi alasan mengapa potensinya masih terus ada dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tetap berfungsi sebagai penggerak
ekonomi lokal.
Telaah pasar rakyat berdasarkan produk hukum yang terkait dari
tahun ke tahun disertai dengan tambahan literatur pada akhirnya
diharapkan dapat memberikan gambaran besar fokus dan tujuan yang
harus dilakukan dalam tahapan revitalisasi pasar rakyat.Dengan demikian
maka pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada eksplorasi pada
masing-masing tahapan revitalisasi pasar rakyat tersebut, yang akan
dilakukan berdasarkan studi literatur dan teori yang sesuai. Sehingga
pada akhirnya dapat memberikan rekomendasi konsep arah
pengembangan pasar rakyat selanjutnya.. Kerangka pemikiran dijelaskan
pada Gambar 3.1 berikut.
42
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Gambar 3.1.Kerangka Berpikir Analisis
3.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Metodologi analisis ini seluruhnya dilakukan berdasarkan studi
literatur melalui telaah terhadap gambaran kebijakan pemerintah di tingkat
nasional, serta mengenai arah dan implementasi program pengembangan
pasar rakyat sebagai referensi. Studi literatur juga digunakan untuk
ARAH PENGEMBANGAN
PASAR RAKYAT
LITERATUR REVIEW
studi literatur terhadap fenomena pasar tradisional/pasar rakyat di negara maju dan
berkembang dalam rangka memperkaya pemahaman mengenai esensi dari identitas
pasar rakyat
REKOMENDASI KONSEP ARAH PENGEMBANGAN PASAR RAKYAT SELANJUTNYA.
43
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
mengumpulkan berbagai literatur, konseptual dan hasil penelitian
sebelumnya yang terkait dengan tema analisis.
Dalam kerangka ini, literatur akan dikumpulkan melalui eksplorasi
data yang relevan dari buku-buku, jurnal, terbitan berkala, situs internet,
serta referensi lainnya yang signifikan dengan analisis ini. Review
kebijakan (policy review) akan dilakukan terhadap sejumlah produk hukum
dan kebijakan terkait dengan pengembangan pasar tradisional (pasar
rakyat).
3.3. Metode Analisis
Untuk memastikan validitas dari temuan literatur yang digunakan
pada analisis ini, dilakukan serangkaian teknik keabsahan data
diantaranya: triangulasi sumber data, yaitu dengan mengumpulkan data
sekunder dari berbagai sumber yang berbeda untuk meminimalisir bias
dan kecenderungan konteks pembahasan. Selanjutnya dilakukan
triangulasi investigator, dalam hal ini dipekerjakan lebih dari satu peneliti
untuk dapat menginterpretasi data sekunder yang ditemukan, juga untuk
meminimalisir bias pemahaman subjektif peneliti terhadap kontek literatur
yang diperoleh.
Untuk memenuhi kriteria reliability, maka dilakukan inter-rater
reliability, yaitu dengan meminta pendapat ahli (expert) untuk me-review
hasil analisis dalam upaya menyimpulkan temuan awal, memberikan
masukan dan evaluasi terhadap kecukupan temuan data, serta
memberikan masukan dalam upaya mempertajam hasil analisis.
44
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada akhir dari bab sebelumnya disimpulkan bahwa gambaran
besar fokus dan tujuan dari revitalisasi pasar tradisional adalah: Perlu
adanya transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat yang
menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang adalah: pasar
rakyat yang baik secara infrastruktur (Gozales dan Waley, 2012), cakap
secara pengelolaan, bermutu dan higienis dalam penyajian bahan pangan
lokal (Goldman dan Hino, 2005; Lagerkvist, Okello & Kalanja, 2015), serta
mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Fokus tersebut akan diulas satu
persatu dalam sub-bab berikut:
4.1. Transformasi Konsep dan Identitas Pasar Rakyat
Revitalisasi pasar rakyat merupakan upaya serius dari Kementerian
Perdagangan untuk mentransformasi citra pasar rakyat dari kesan yang
identik dengan kotor, becek, semrawut, bau, gersang, dan kumuh menjadi
pasar rakyat yang bersih, nyaman dan tepat ukur dalam upaya
meningkatkan daya saing pasar rakyat terhadap pasar modern.
Salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut adalah
pengembangan konsep identitas baru dari pasar rakyat yang dikemudian
hari dapat dikomunikasikan secara massal kepada masyarakat
Indonesia.Untuk mengembangkan identitas tersebut agar lebih terstruktur,
maka pembahasan kali ini akan meminjam konsep dan teori tentang
brand.
Brand adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau
kombinasi dari semua elemen tersebut yang dimaksudkan untuk dapat
mengidentifikasi sekaligus membedakan suatu produk dan/atau jasa
dengan pesaingnya (AMA dalam Keller, 2008). Mengapa sebuah brand
menjadi penting karena melaluinya seorang konsumen akan menilai suatu
produk/jasa yang ditawarkan.
45
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Konsep brand dapat dilekatkan hampir pada apa saja. Keller (2008)
menyebutkan bahwa brand dapat dilekatkan pada: physical goods,
service, retailers and distributors, online product and services, people and
oraganizations, sport, arts and entertainment, geographic locations, dan
terakhir ideas and causes. Pasar rakyat dalam hal ini masuk dalam
kategori retailers and distributor. Bagi para retailer dan distributor,
kehadiran brand berfungsi untuk menjadi sinyal atas apa yang mereka
tawarkan di tokonya.
Brand tidak selalu harus diterjemahkan secara simbolis dalam
bentuk logo ataupun trademark. Nama “Pasar Rakyat” sendiri dapat
diartikan sebagai sebuah brand, yang dapat mewakili seluruh elemen
yang bernaung di dalamnya. Mulai dari ketersediaan fasilitas, sistem
pengelolaan pasar, kategori pedagang, komoditas yang diperjual belikan,
dan hal-hal terkait lainnya.
Dengan demikian maka brand “Pasar Rakyat” akan dengan
sendirinya menjadi rujukan bagi konsumen yang ingin berbelanja ke pasar
tradisional yang bersih, nyaman dan tepat ukur.Oleh karena itu harus
dikembangkan sebuah identitas standar dimana pasar rakyat merupakan
jaminan dari layanan pasar tradisional yang memiliki diferensiasi tersendiri
dibandingkan dengan pasar modern.
Diferensiasi sebuah produk/jasa dapat dilakukan berdasarkan fisik
dan non-fisik (Zeugner -Roth, et al., 2008). Dalam konteks pasar rakyat,
diferensiasi fisik akan dikembangkan dengan menetapkan standardisari
pembangunan fisik pasar rakyat dalam rangka mengubah citra dan
menegaskan identitas pasar rakyat. Sedangkan diferensiasi non-fisik
dapat dikembangkan dengan membangun brand equity dari konsep pasar
rakyat tersebut (Pappu, et. Al., 2005 dalam Moradi & Zarei, 2011; Bennett
& Rundle-Thiele, 2005), yang kedepannya dapat menjadi amunisi untuk
komunikasi publik tentang konsep pasar rakyat Indonesia.
Mengembangkan brand equity butuh waktu yang tidak sebentar karena
ekuitas hanya akan terbentuk jika suatu produk/jasa sudah berjalan dan
berinteraksi dengan konsumennya. Dengan demikian maka transformasi
46
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
konsep dan identitas pasar rakyat yang akan dibahas hanya akan fokus
pada diferensiasi fisik.
Dalam salah satu target kinerja yang tercantum pada Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Perdagangan tahun 2015 – 2019,
disebutkan bahwa meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana distribusi
dan logistik nasional salah satunya dapat dicapai melalui pembangunan
terhadap sejumlah pasar rakyat. Momen tersebut dapat dijadikan awal
yang sangat baik untuk melakukan transformasi pada fisik pasar dalam
rangka memberikan identitas khusus yang menjadi diferensiasi pasar
rakyat dengan pasar modern.
Terdapat 3 kategori revitalisasi pasar menurut hasil FGD pada
pembahasan analisis arah pengembangan pasar rakyat, yaitu: revitalisasi
yang sifatnya memperbaiki fisik bangunan pasar yang cacat (umumnya
mencakup 30% dari vomule bangunan), revitalisasi yang sifatnya merubah
struktur dan layout (60% dari volume banguan), dan revitalisasi rehabilitasi
yang sifatnya merubah total struktur bangunan dan layout pasar (90% -
100% dari volume pasar).
Target sasaran pembangunan yang tercantum pada Renstra
Kemendag tahun 2015 – 2019 adalah pasar rakyat dengan kategori tipe A
dan tipe B (khususnya untuk pasar yang berusia di atas 25 tahun).
Pemilihan usia pasar di atas 25 tahun penting untuk dikedepankan,
mengingat pasar yang berusia di atas 25 tahun umumnya sudah
memenuhi syarat untuk direvitalisasi total secara fisik bangunan. Dengan
demikian maka revitalisasi pasar rakyat yang akan dibahas selanjutnya
fokus pada revitalisasi rehabilitasi, yang sifatnya merubah total struktur
bangunan dan layout pasar.
Badan Standardisasi Nasional Indonesia telah menetapkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) tentang pembangunan dan pengelolaan pasar
rakyat. SNI 8152:2015 menggabungkan sejumlah produk hukum antar
kementerian yang erat kaitannya dengan konteks pengembangan pasar
rakyat, diantaranya adalah:
47
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
a. Peraturan Presiden (Perpres) No. 112 Tahun 2007 tentang
Penataan dan Pembinaan PasarTradisional, Pusat Perbelanjaan
dan Toko Modern;
b. Peraturan Menteri Perdagangan No. 48 Tahun 2013 tentang
Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana
DistribusiPerdagangan;
c. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 70 Tahun
2013tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan danToko Modern;
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional;
e. Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 Tahun 2013 tentangFasilitas
Khusus Menyusui dan Memerah ASI;
f. Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia No. 519 Tahun
2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat;
g. PeraturanMenteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 29
Tahun 2006 tentang PedomanPersyaratan Teknis Bangunan
Gedung; serta
h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30Tahun 2006 tentang
Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan
Gedung
Berdasarkan koordinasi atas sejumlah produk hukum diatas, maka
arah pengembangan dan transformasi fisik pasar rakyat idealnya
memenuhi ketentuan sebagai berikut (Tabel 4 dan Tabel 5):
48
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Tabel 4.1 Indikator (Persyaratan Umum) Pasar Rakyat Berdasarkan SNI 8152:2015
Variabel Indikator/Persyaratan
Lokasi Pasar a) Setiap lokasi pasar harus mempunyai bukti dokumen kepemilikan yang sah.
b) Lokasi pasar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah setempat.
c) Untuk pembangunan pasar di lokasi yang baru, terdapat persyaratan lokasi yang harus dipenuhi yaitu: 1) Jalan menuju pasar mudah diakses dan didukung
dengan transportasi umumsehingga menjamin kelancaran kegiatan bongkar muat dan distribusi.
2) Terletak di daerah yang aman dari banjir dan longsor.
3) Jauh dari fasilitas yang berpotensi membahayakan, seperti pabrik atau gudangbahan kimia berbahaya, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) atau tempatpembuangan sampah/limbah kimia dengan jarak minimal 10 m.
4) Tidak terletak pada bekas tempat pembuangan sampah atau bekas pabrik bahan kimia.
Kebersihan dan Kesehatan
a) Fasilitas pasar harus memenuhi ketentuan kebersihan yaitu bebas dari binatang penularpenyakit dan tempat perindukannya (tempat berkembang biak) seperti: lalat, kecoa,tikus, dan nyamuk.
b) Fasilitas dan peralatan ruang dagang harus memenuhi ketentuan kesehatan antara lain: 1) Tempat penjualan makanan siap saji harus
menyajikan makanan secara tertutup. 2) Tersedia tempat penyimpanan bahan pangan
basah bersuhu rendah (4 – 10) C,khusus untuk ruang dagang bahan pangan basah.
3) Penyajian karkas daging harus digantung. 4) Penggunaan alas pemotong (talenan) yang, tidak
mengandung bahan beracun,kedap air dan mudah dibersihkan, dibedakan untuk bahan mentah dan matang
5) Pisau untuk memotong bahan mentah dan matang harus berbeda dan tidak berkarat.
49
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Variabel Indikator/Persyaratan
6) Tersedia tempat untuk pencucian bahan pangan dan peralatan.
7) Tersedia tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir,khususnya di tempat penjualan bahan pangan basah.
8) Tersedia ruang disinfektan.
Keamanan dan Kenyamanan
a) Penataan sirkulasi yang memudahkan pengunjung dapat bergerak dengan leluasa.
b) Bahan bangunan hendaknya berupa bahan yang memudahkan perawatan.
Membaca indikator di atas, terdapat catatan kritis terutama pada
implementasi indikator yang berkaitan dengan variabel kebersihan dan
kesehatan pasar. Dalam prakteknya akan sangat sulit bagi pasar rakyat
untuk mengaplikasikan indikator tersebut, terutama untuk pemenuhan
poin (a) dimana pasar rakyat idealnya bebas dari lalat, kecoa, tikus dan
nyamuk.
Hal tersebut sulit dicapai karena kondisi Indonesia yang merupakan
negara dengan iklim tropis dimana perkembangbiakan serangga (lalat,
nyamuk, dan lainnya) dapat dengan mudah terjadi. Selain itu hal tersebut
dalam prakteknya akan bertentangan dengan fakta bahwasanya produk
segar bebas formalin adalah produk yang umumnya mengundang
serangga untuk mendekat, terutama produk-produk segar dan basahan
seperti daging, ikan, bahkan sayur dan buah-buahan.
Dengan demikian, maka poin (a) pada variabel kebersihan dan
kesehatan pasar rakyat, hanya dapat terpenuhi jika dalam prakteknya
bentuk bangunan pasar rakyat diasumsikan sama dengan bentuk
bangunan pasar modern, yang tertutup dan dilengkapi dengan pendingin
udara, sehingga kontaminasi serangga dapat diminimalisir.
50
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Tabel 4.2. Indikator (Persyaratan Teknis) Pasar Rakyat Berdasarkan SNI 8152:2015
Variabel Indikator/Persyaratan
Ruang Dagang Ruang dagang terdiri atas toko/kios, los dan jongko/konter/pelataran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Toko/kios dibuat tidak menutupi arah angin. b. Los harus dibuat modular. c. Jongko/konter/pelataran berada pada area yang
sudah ditentukan yang tidak mengganggu akses keluar masuk pasar dan tidak menutupi pandangan toko/kios atau los
Aksesibilitas dan Zonasi
Aksesibilitas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Seluruh fasilitas harus bisa diakses dan dimanfaatkan oleh semua orang, termasuk penyandang cacat, dan lansia.
b. Akses kendaraan bongkar muat barang, harus berada di lokasi yang tidak menimbulkan kemacetan.
b. Pintu masuk dan sirkulasi harus disediakan untuk menjamin ketercapaian semua fasilitas di dalam pasar, baik ruang dagang maupun fasilitas umum, termasuk untuk menanggulangi bahaya kebakaran.
Penataan zonasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Dikelompokkan secara terpisah untuk bahan pangan basah, bahan pangan kering, siap saji, non pangan, dan tempat pemotongan unggas hidup.
b) Memiliki jalur yang mudah diakses untuk seluruh konsumen dan tidak menimbulkan penumpukan orang pada satu lokasi tertentu.
c) Tersedia papan nama yang menunjukkan keterangan lokasi zonasi.
Area parkir harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Tersedia area parkir yang proporsional dengan
51
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Variabel Indikator/Persyaratan
area pasar. b) Tersedia pemisah yang jelas antara area parkir
dengan wilayah ruang dagang. c) Memiliki tanda masuk dan keluar kendaraan yang
jelas dan dibedakan antara jalur masuk dan keluar. d) Area parkir dipisahkan berdasarkan jenis alat
angkut, seperti: mobil, motor, sepeda,andong/delman dan/atau becak.
e) Memiliki area yang rata, tidak menyebabkan genangan air dan mudah dibersihkan.
Area bongkar muat sebaiknya terpisah dari tempat parkir pengunjung. Khusus setelah digunakan untuk kegiatan bongkar muat hewan hidup, area yang digunakan harus dibersihkan dengan metode tertentu.
Koridor/gangway harus dapat memberikan kemudahan untuk sirkulasi pedagang dan pembeli, termasuk penyandang cacat, dalam melakukan kegiatan transaksi dan keluar masuk barang dari area bongkar muat ke toko/kios, los, maupun jongko/konter/pelataran.
Pos Ukur Ulang Pos ukur ulang dan sidang tera harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Tersedia alat ukur, takar, dan timbang yang sudah ditera/ tera ulang dan masih berlaku, serta ada penandaan untuk digunakan konsumen dan/atau pedagang secara mandiri guna memeriksa barang yang dibeli dan/atau diperdagangkan.
b) Tersedia ruangan permanen atau menggunakan fasilitas lainnya yang memiliki lantai datar dan terlindung dari hujan untuk menyelenggarakan kegiatan sidang tera/ tera ulang.
Fasilitas Umum Kantor pengelola pasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Merupakan ruangan tetap yang dapat berada di area pasar atau di luar area pasar.
b) Lokasi kantor pengelola harus mudah dicapai oleh pengunjung maupung pedagang.
52
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Variabel Indikator/Persyaratan
c) Tersedia Standard Operating Procedures (SOP) yang mendeskripsikan tugas, cara kerja dan alur kerja setiap jabatan. SOP terdokumentasi dengan baik dan mudah diakses oleh pihak yang berwenang.
Toilet dan kamar mandi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Tersedia toilet laki-laki dan perempuan yang terpisah dilengkapi tanda atau simbol.
b) Toilet terjaga kebersihannya dan letaknya terpisah dari tempat penjualan.
c) Pada toilet tersedia jamban leher angsa dilengkapi dengan tempat penampungan air.
d) Tersedia ventilasi dan pencahayaan yang memadai.
e) Penampungan air yang disediakan harus bersih dan bebas jentik
f) Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan air mengalir.
g) Limbah toilet/kamar mandi dibuang ke septic tank atau lubang peresapan yang tidakmencemari air tanah.
h) Lantai dibuat tidak licin dan mudah dibersihkan. i) Tersedia tempat sampah yang kedap air, tertutup
dan mudah diangkat.
Ruang menyusui harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Tersedia ruangan tersendiri yang nyaman dan tertutup.
b) Tersedia fasilitas untuk menyimpan ASI. c) Tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci
tangan dan mencuci peralatan. d) Lantai ruangan memiliki permukaan yang rata,
tidak licin, tidak mudah retak, mudah dibersihkan dan terbuat dari bahan yang kedap air.
e) Memiliki ventilasi dan sirkulasi udara. f) Penerangan dalam ruangan cukup dan tidak
menyilaukan.
53
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Variabel Indikator/Persyaratan
Pemasangan CCTV harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Ditempatkan di lokasi yang dapat memantau seluruh kegiatan pasar.
b) Pemantauan CCTV hanya dapat diakses oleh pengelola pasar.
c) Tidak ditempatkan pada wilayah yang bersifat pribadi misalnya toilet, kamar mandi, dan ruang menyusui.
Tersedia ruang untuk melakukan ibadah yang memadai pada area pasar; Tersedia ruang bersama yang digunakan untuk kegiatan komunitas pasar; Tersedia fasilitas pelayanan kesehatan untuk pengguna pasar dalam menanggulangi keadaan darurat, minimal Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K); Tersedia pos keamanan yang memadai pada area pasar; Tersedia ruang untuk merokok yang memenuhi syarat kesehatan; Tersedia ruang disinfektan untuk membersihkan sarana pengangkutan dan peralatan yang digunakan untuk unggas; Area penghijauan yang memadai harus tersedia pada area pasar.
Elemen bangunan
Elemen bangunan pasar harus mengikuti persyaratan bangunan terkait yang sudahditetapkan, dengan memenuhi ketentuan khusus untuk pasar rakyat yaitu:
a) Pertemuan lantai dengan dinding, serta pertemuan dua dinding harus berbentuklengkung (conus).
b) Bilamana bangunan berlantai dua memiliki ketinggian anak tangga maksimal 18 cm.
c) Lantai yang selalu terkena air harus mempunyai kemiringan ke arah saluranpembuangan air sehingga tidak terjadi genangan
d) Meja tempat penjualan mempunyai permukaan yang rata, tepi meja berbentuk lengkung,mudah dibersihkan, dan dilengkapi dengan lubang pembuangan air sehingga tidakmenimbulkan genangan.
e) Meja tempat penjualan untuk zonasi pangan harus
54
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Variabel Indikator/Persyaratan
memiliki tinggi minimal 60 cm darilantai serta terbuat dari bahan tahan karat dan bukan dari kayu.
Keselamatan dalam bangunan
Keselamatan dalam bangunan pasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Memiliki prosedur keselamatan pengguna bangunan dari kondisi darurat
b) Tersedia jalur-jalur evakuasi dan titik kumpul (assembly point) untuk kondisi daruratsesuai standar keselamatan pada bangunan.
c) Tersedia sistem pencegahan bahaya kebakaran. d) Untuk bangunan baru, perencanaan bangunan
harus mengakomodasi kemungkinanmelokalisasi bagian bangunan yang terbakar untuk melindungi bagian bangunanlainnya.
Pencahayaan Bangunan harus memiliki pencahayaan alami atau pencahayaan buatan, termasukpencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya dengan persyaratan tertentu untukpencahayaan umum, area sekitar tangga, serta area toilet dan kamar mandi.
Sirkulasi udara Sistem sirkulasi udara harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Bangunan harus mempunyai ventilasi alami atau buatan sesuai dengan fungsinya.
b) Bukaan saluran ventilasi harus dirancang untuk menghindari gangguan hewan.
c) Teknis sistem ventilasi harus terdiri dari bukaan permanen, seperti jendela, pintu atausarana lain yang dapat dibuka.
Drainase Drainase harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Ditutup dengan kisi sehingga saluran mudah dibersihkan.
b) Memiliki kemiringan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga mencegahgenangan air.
c) Tidak ada bangunan los/kios di atas saluran
55
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Variabel Indikator/Persyaratan
drainase.
Ketersediaan air bersih
Penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Jaringan air bersih harus disediakan untuk melayani kebutuhan pengguna dankapasitasnya harus dihitung menurut jenis dan jumlah pengguna.
b) Tersedia air bersih secara berkesinambungan dan/atau tempat penampungan airdilengkapi dengan kran supaya air bisa mengalir.
c) Tersedia instalasi air bersih pada area bahan pangan basah.
d) Pemeriksaan kualitas air bersih dilakukan melalui pengujian secara berkala.
Pengelolaan air limbah
Pengelolaan air limbah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Direncanakan dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya sertamemisahkan pembuangan air limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahayadengan air limbah domestik.
b) Limbah cair harus diolah terlebih dahulu dengan persyaratan tertentu sebelum dibuangke saluran pembuangan umum.
c) Tersedia saluran pembuangan limbah tertutup yang tidak melewati area penjualan.
d) Pemeriksaan kondisi limbah cair dilakukan melalui pengujian secara berkala.
Pengelolaan sampah
Persyaratan pengelolaan sampah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Sistem pembuangan sampah direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkanfasilitas penampungan dan jenisnya.
b) Tersedia fasilitas pewadahan yang memadai, sehingga tidak mengganggu kesehatandan kenyamanan.
c) Tersedia tempat sampah yang kedap air, tertutup
56
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Variabel Indikator/Persyaratan
dan mudah diangkat serta dipisahkanantara jenis sampah organik dan non organik.
d) Tersedia tempat sampah yang terpisah antara sampah kering dan basah dalam jumlahyang cukup.
e) Tempat sampah harus terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat,tertutup, dan mudah dibersihkan.
f) Tersedia alat angkut sampah yang kuat, mudah dibersihkan, dan mudah dipindahkan.
g) Tersedia Tempat Pembuangan Sampah (TPS) sementara yang kedap air, kuat, mudahdibersihkan, serta mudah dijangkau petugas pengangkut sampah.
h) Lokasi TPS terpisah dari bangunan pasar dan memiliki akses tersendiri yang terpisahdari akses pengunjung dan area bongkar muat barang
i) Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam. j) Terdapat kegiatan pengelolaan sampah
berdasarkan prinsip 3R reduce, reuse, dan/ataurecycle (misalnya bank sampah, pembuatan kompos) yang mempunyai nilai ekonomi.
Sarana telekomunikasi
Sarana telekomunikasi yang berfungsi sebagai penunjang ketersediaan informasi harustersedia di kantor pengelola.
Catatan kritis yang perlu diperhatikan terkait dengan persyaratan teknis
dari bangunan pasar rakyat adalah sebagai berikut:
a) Pada indikator aksesibilitas yang menyatakan bahwa seluruh
fasilitas harus bisa diakses oleh penyandang cacat dan lansia,
maka idealnya pasar rakyat adalah bangunan satu lantai dengan
seluruh area lantai memiliki permukaan yang rata sehingga dapat
diakses oleh penyandang cacat dan lansia yang menggunakan
kursi roda. Jika pasar rakyat akan dibangun lebih dari satu lantai
maka untuk memenuhi indikator ini perlu dipertimbangkan adanya
57
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
lift atau akses kursi roda (yang aman) untuk mencapai lantai
tersebut.
b) Ketersediaan fasilitas umum seperti ruang menyusui dan pos
kesehatan dapat dipertimbangkan lebih lanjut dan disesuaikan
dengan kebutuhan. Idealnya mengunjungi pasar rakyat maksimal
hanya akan menghabiskan waktu 1-2 jam dan umumnya tidak
melibatkan balita. Kalaupun ruang menyusui ditetapkan harus ada,
maka pada prakteknya bisa dijadikan satu dengan pos kesehatan,
sehingga penggunaannya tidak disalahgunakan (untuk ruang
istirahat, tidur, dan lainnya)
c) Terjadi kontradiktif aturan yang cukup signifikan antara persyaratan
umum dan persyaratan teknis dalam pembangunan pasar,
khususnya yang meliputi indikator kebersihan dan kesehatan (pada
persyaratan umum) dan indikator pencahayaan dan sirkulasi udara
(pada persyaratan teknis).
Disebutkan pada catatan kritis sebelumnya, bahwa untuk
memenuhi indikator kebersihan sebagaimana yang dimaksud,
maka pasar rakyat idealnya adalah banguan tertutup yang
dilengkapi dengan pendingin udara. Namun berdasarkan
persyaratan teknis yang menyebutkan bahwa pasar rakyat harus
memiliki pencahayaan serta sirkulasi udara yang alami, maka
bangunan pasar segar idealnya adalah bangunan terbuka yang
dapat menampung cukup sinar matahari yang dapat mematikan
kuman, dan baik secara sirkulasi udara sehingga dapat
menghilangkan bau tidak sedap.
Sebagai jalan tengah dari kontradiksi kedua indikator ini, SNI pasar
rakyat meberikan solusi dengan membolehkan adanya
pencahayaan dan sirkulasi udara buatan, jika solusi tersebut
dipenuhi maka wujud dari pasar rakyat akan diterjemahkan sebagai
pasar rakyat tertutup, dengan disertaipendingin udara, dan
penerangan lampu sehingga kebutuhan kesehatan, pencahayaan
58
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
dan sirkulasi udara terpenuhi. Namun jika demikian, esensi pasar
rakyat dalam mempertahankan kearifan lokal akan hilang sama
sekali. Pasar rakyat bukan sekedar bertransformasi melainkan
diubah menjadi pasar modern yang tidak ramah lingkungan dan
hemat energi.
d) Dalam kaitannya dengan pengelolaan air limbah dan sampah,
Perlu adanya koordinasi dan pembinaan khusus pada saat awal
pembangunan pasar rakyat, sehingga aplikasi dari sistem
pengelolaan air limbah dan sampah tidak disalah artikan.
Sosialisasi kepada pengelola pasar (terutama petugas yang akan
bertanggung jawab secara langsung) dan para pedagang juga
penting terkait pemeliharaan dan pemakaian sistem tersebut.
Persyaratan umum dan persyaratan teknis yang diatur oleh SNI
pasar rakyat dalam hal ini adalah persyaratan yang sangat ideal untuk
mewujudkan pengembangan sebuah pasar rakyat. Terlepas dari
beberapa cacatan kritis yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya,
pasar rakyat yang baik idealnya harus memenuhi ketentuan sebagaimana
ditetapkan dalam SNI pasar rakyat tersebut.Dengan memenuhi ketentuan
di atas, maka asumsinya transformasi konsep dan identitas pasar
rakyatadalah berubahnya citra dan kesan pasar yang identik dengan
kotor, becek, semrawut, bau, gersang, dan kumuh menjadi pasar yang
bersih, nyaman, dan tepat ukur.
Perlu ditekankan bahwa transformasi konsep pasar rakyat
seharusnya bukan mengubah konsep pasar rakyat menjadi pasar modern.
Pasar rakyat harus tetap memiliki fungsi dan perannya sebagai salah satu
warisan budaya dan menjunjung kearifan lokal dimana transaksi antara
pedagang dan pembeli bukan sebatas pertukaran barang atau transaksi
finansial layaknya yang terjadi di pasar modern, melainkan sebagai
perwujudan dari interaksi sosial masyarakat melalui transaksi jual beli dan
tawar menawar antara penjual dan pembeli dalam kondisi yang dibuat
lebih nyaman, bersih dan aman.Dengan demikian maka konsep
59
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
revitalisasi tetap menjaga konteks revitalisasi sosial dalam menciptakan
lingkungan yang menarik (interesting), dan berdampak positif serta dapat
meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/ warga (public
realms).
Identitas inilah yang nantinya akan disampaikan atas nama brand
“Pasar Rakyat”. Dengan demikian pasar yang memajang nama/brand
“Pasar Rakyat” pada papan informasinya, akan diasosiasikan oleh
masyarakat sebagai pasar yang ber-SNI namun masih memiliki konsep
layaknya pasar tradisional pada umumnya.
Untuk itu idealnya tidak semua pasar tradisional dialih bahasakan
menjadi pasar rakyat, karena seharusnya “Pasar Rakyat” adalah brand
yang diusung oleh Kementerian Perdagangan sebagai indikasi terhadap
pasar yang telah direvitalisasi secara fisik berdasarkan SNI pasar rakyat.
Dengan demikian maka label “Pasar Rakyat” dengan sendirinya akan
menjadi diferensiasi dengan pasar modern atau pasar tradisional lain yang
belum direvitalisasi oleh Kementerian Perdagangan.
4.2. Penataan Sistem Pengelolaan Manajemen Pasar
Implementasi pengelolaan pasar tradisional yang profesional juga
telah diatur sebelumnya dalam PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013,
dalam PerMenDag tersebut pengelolaan pasar yang baik harus dapat
menciptakan kestabilan harga, memastikan kesesuaian standar berat dan
ukuran sebagai upaya menjaga tertib ukur dalam proses perlindungan
baik pedagang maupun konsumen pasar, melaksanakan pembinaan,
pendampingan, dan pengawasan kepada para pedagang, serta
menyediakan ruang usaha bagi pedagang.
Selain menetapkan standar persyaratan umum dan persyaratan
teknis pengembangan pasar rakyat, Badan Standardisasi Nasional
Indonesia telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang
persyaratan pengelolaan pasar rakyat yang diantaranya meliputi prinsip
pengelolaan pasar, tugas pokok dan fungsi pengelola pasar, prosedur
kerja pengelola pasar, strutur pengelola pasar, pemberdayaan pedagang,
60
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
dan pembangunan pasar. Adapun persyaratan pengelolaan pasar rakyat
idealnya memenuhi ketentuan sebagai berikut (Tabel 6):
Tabel 4.3 Indikator Persyaratan Pengelolaan Pasar Rakyat Berdasarkan SNI 8152:2015
Variabel Indikator/Persyaratan
Prinsip pengelolaan pasar
Prinsip pengelolaan suatu pasar rakyat adalah:
a) Efisien, dalam hal penggunaan sumber daya secara terukur, terkendali, rasional danwajar.
b) Efektif, dalam hal pelaksanaan kegiatan operasional sesuai dengan tujuan pengelola.
c) Produktif, dalam hal meningkatkan pendapatan pedagang.
d) Akuntabel, dalam hal pengelolaan administrasi, teknis, maupun keuangan dengan hasilyang dapat dipertanggungjawabkan.
e) Kepentingan umum, dalam hal pelaksanaan kegiatan untuk ikut mendukungpeningkatan kesejahteraan masyarakat.
f) Berwawasan lingkungan, dalam hal pelaksanaan kegiatan operasional agar selarasdengan pengelolaan lingkungan.
g) Tanggung jawab sosial, dalam hal alokasi dana untuk pemberdayaan komunitas pasar.
h) Gotong royong, dalam hal menjaga kebersihan, kesehatan, keamanan dan kenyamanan pasar.
Tugas pokok dan fungsi pengelola pasar
Pengelola pasar mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam hal melaksanakan pelayanan umum di bidang pengelolaan area pasar, membina pedagang pasar, ikut membantu stabilitas harga dan kelancaran distribusi barang dan jasa di pasar. Fungsi pengelola pasar mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Perencanaan, pembangunan, pemeliharaan dan perawatan area pasar.
b) Penyediaan, pemeliharaan dan perawatan sarana kelengkapan area pasar.
c) Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan area pasar.
61
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Variabel Indikator/Persyaratan
d) Pengelolaan dan pengembangan area pasar. e) Pembinaan pedagang dalam rangka pemanfaatan
area pasar. f) Bantuan terhadap stabilitas harga barang. g) Bantuan terhadap ketersediaan dan kelancaran
distribusi barang dan jasa. h) Pelaksanaan dan pengembangan kerjasama. i) Pengendalian keamanan dan ketertiban area
pasar.
Tugas pengelola pasar antara lain:
a) Melaksanakan tugas rutin, misalnya pendataan pedagang, pendaftaran wajib retribusi pasar, penagihan retribusi pasar, potensi pendapatan, pembukuan, pelaporan pendapatan pasar
b) Memberikan pelayanan informasi kepada konsumen, seperti nama pedagang, nomor dan letak los atau kios, jenis komoditi yang diperdagangkan di pasar,
c) Menyediakan informasi mengenai zonasi pasar yang dipampang secara jelas dan terbuka,
d) Menyediakan informasi kisaran harga komoditas tertentu yang dipampang secara jelas dan terbuka,
e) Menyelenggarakan program pengembangan dan aktivasi pasar melalui diversifikasi kegiatan pasar seperti penambahan jam buka dengan aktivitas baru, festival pasar, dan promosi.
f) Menyelenggarakan program pembinaan dan pemberdayaan pedagang serta komunitas pasar.
g) Melakukan pengawasan terhadap produk sesuai ketentuan, berkoordinasi dengan instansi terkait.
h) Menyelenggarakan sidang tera dan tera ulang minimal 1 kali dalam setahun, berkoordinasi dengan instansi terkait.
Prosedur kerja pengelola pasar
Tersedia prosedur kerja atau Standard Operating Procedures (SOP) yang mendeskripsikan tugas, cara kerja dan alur kerja setiap jabatan. SOP terdokumentasi dengan baik dan mudah diakses meliputi:
a) Pengenaan retribusi dan pajak pasar,
62
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Variabel Indikator/Persyaratan
b) Keamanan dan ketertiban, c) Kebersihan dan penanganan sampah, d) Pemeliharaan sarana pasar, e) Penataan pedagang pasar, f) Penanggulangan kebakaran, g) Penataan parkir di area pasar, h) Penataan reklame di area pasar, i) Mekanisme pengaduan dan penanganan
pengelolaan pasar, j) Pemakaian ruang dagang, k) Sanksi dan peringatan, l) Pengawasan untuk memastikan tersedianya
barang dagangan yang aman, sehat, dan bebas dari bahan berbahaya serta memenuhi ketentuan yang berlaku.
Struktur pengelola pasar
Struktur pengelola pasar adalah sebagai berikut:
a) Kepala Pasar, b) Bidang Administrasi dan Keuangan, c) Bidang Ketertiban dan Keamanan, d) Bidang Pemeliharaan dan Kebersihan, e) Bidang Pelayanan Pelanggan dan Pengembangan
Komunitas.
Pemberdayaan pedagang
Pemberdayaan pedagang dilakukan dengan cara:
a) Mengupayakan sumber alternatif permodalan pedagang pasar,
b) Mengupayakan sumber pasokan dan ketersediaan barang untuk menjaga stabilitas harga,
c) Peningkatan kompetensi, pengetahuan, dan kapasitas pelayanan pedagang pasar,
d) Memprioritaskan kesempatan memperoleh ruang dagang bagi pedagang pasar existing apabila dilakukan revitalisasi atau relokasi;
e) Memperkuat relasi sosial berdasarkan kepercayaan dan gotong royong.
Pembangunan pasar
Pembangunan pasar rakyat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Persyaratan pembangunan pasar berlaku untuk pembangunan pasar di lokasi existing maupun di
63
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Variabel Indikator/Persyaratan
lokasi yang baru, b) Proses pembangunan pasar meliputi proses studi
kelayakan (termasuk UKL, UPL, AMDAL), perencanaan teknis, konstruksi, dan pengoperasian pasar,
c) Proses perencanaan teknis harus bersifat partisipatif dengan melibatkan pemangku kepentingan,
d) Rencana untuk pembangunan pasar harus mendapatkan izin dari pihak-pihak yang berwenang.
Secara khusus tidak ada catatan kritis pada persyaratan
pengelolaan pasar yang ditetapkan dalam SNI pasar rakyat. Meskipun
demikian perlu adanya penekanan pada implementasi pengelolaan pasar,
khususnya yang berkaitan dengan pemberdayaan pedagang dan
pembangunan pasar.
Pengelola pasar dalam perannya melakukan pemberdayaan
pedagang harus memberikan output berupa revitalisasi secara ekonomi di
tingkat pedagang. Yaitu mengakomodasi kegiatan ekonomi dan
meningkatkan omzet pedagang. Pengelola pasar harus jeli dalam
melakukan prioritas penempatan ruang dagang untuk pedagang apabila
pasar mengalami revitalisasi atau relokasi. Pengajuan revitalisasi pasar
juga harus sudah mempertimbangkan aspek analisis bisnis, yang terkait
apakah pasar memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan
dan tidak malah mematikan pedagang karena over capacity pedagang
tidak disertasi dengan kepadatan pengunjung.
Sedangkan yang perlu ditekankan pada aspek pembangunan pasar
adalah telaah terhadap aspek hukum dan legalitas pasar tersebut. Sudah
benar bahwa salah satu indikator pada pembangunan pasar adalah harus
mendapatkan izin dari pihak berwenang, termasuk di dalamnya
melibatkan sejumlah pemangku kepentingan. Namun penting juga untuk
memperhatikan tindak lanjut dari proses pasca pengembangan pasar
tersebut. Bagaimana proses serah terima pasar, siapa yang bertanggung
64
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
jawab terhadap pengelolaannya, apakah ada dinas khusus pasar yang
bertanggung jawab atau ditempelkan pada dinas terkait lainnya.
Kewenangan pengelolaan pasar berdasarkan aspek hukum dan
legalitas tersebut pada prakteknya akan menjadi sangat penting untuk
memastikan kondisi pasar rakyat yang bebas “sengketa” sehingga
dikemudian hari menjadi aset yang dapat dijaminkan sebagai syarat
kerjasama dengan lembaga keuangan dalam kaitannya mengupayakan
sumber alternatif permodalan bagi pedagang pasar. hal tersebut
dikarenakan hanya pasar yang sehat secara hukum dan sehat secara
pengelolaan yang bisa menjadi penjamin bagi pedagang yang ingin
melakukan peminjaman dengan mengagunkan surat tanda sewa kios
pada pasar tersebut.
4.3. Mengembangkan sistem Koordinasi dengan Pusat Distribusi
Pusat distribusi pada dasarnya merupakan pengembangan sistem
logistik nasional dalam upaya meningkatkan daya saing produk nasional
baik di pasar domestik, regional maupun di pasar global. Pusat distribusi
berfungsi sebagai penyangga komoditas utama untuk menunjang
kelancaran arus barang baik antar kabupaten/kota maupun antar provinsi
untuk tujuan pasar dalam negeri dan/atau pasar luar negeri.
Pusat distribusi berperan menjembatani antara kepentingan
petani/peternak/nelayan dan kepentingan pasar (konsumen rumah
tangga, konsumen non rumah tangga, industri pengolahan dan ekspor).
Pusat distribusi juga berperan sebagai penyeimbang dan penyangga dari
sistem rantai pasok komoditas di wilayah rural dan urban.
Mengembangkan sistem koordinasi dan kerjasama antara pasar rakyat
dengan pusat distribusi dapat mendukung fungsi pasar rakyat sebagai
akses penyediaan bahan pangan yang bermutu, segar, dan higienis,
sekaligus mendukung fungsi PDR dalam menjangkau konsumen akhir.
Sebagai amanat dalam sistem logistik nasional, maka pusat
distribusi ini akan ditempatkan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi dan
regional, dan akan berada di bawah koordinasi pemerintah daerah
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
setempat. Oleh karena itu akan ada Pusat Distribusi Daerah tingkat
kabupaten/kota (PDD), dan Pusat Distri
Pusat Distribusi Regional di tingkat Nasional (PDR).
regional (PDR) sendiri berada dalam naungan Kementerian Perdagangan.
Sampai dengan saat ini Indonesia memiliki
regional (PDR) yang tersebar
Sumatera di Kuala Tanjung Padang, dan Palembang; Jawa di Jakarta,
Semarang, dan Surabaya; Kalimantan di Banjarmasin; Sulawesi di Bitung
dan Makassar; Nusa Tenggara di Larantuka; dan Papua di Sorong dan
Jayapura.
Gambar 4.1 Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan
Sumber: Sislognas, 2012 (dalam Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, BPPKP,
Kementerian Berdasarkan wilayah persebaran pusat distribusi tersebut, maka
pasar rakyat dapat berkoordinasi dengan pusat distribusi sesuai dengan
wilayah cakupannya. Seperti misalnya pasar rakyat di
mengambil bahan pangan yang di
pangan tersebut tidak bisa dipenuhi di Bali).
Dengan demikian
untuk dapat menyertakan pengembangan
dengan PDR setempat
dipilih oleh pedagang pasar dalam proses penyediaan kebutuhan barang
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Oleh karena itu akan ada Pusat Distribusi Daerah tingkat
kabupaten/kota (PDD), dan Pusat Distribusi tingkat Provinsi (PDP), dan
Pusat Distribusi Regional di tingkat Nasional (PDR). Pusat distribusi
regional (PDR) sendiri berada dalam naungan Kementerian Perdagangan.
Sampai dengan saat ini Indonesia memiliki 5 lokasi Pusat distribusi
ang tersebar di lokasi-lokasi sebagai berikut: untuk
Sumatera di Kuala Tanjung Padang, dan Palembang; Jawa di Jakarta,
Semarang, dan Surabaya; Kalimantan di Banjarmasin; Sulawesi di Bitung
dan Makassar; Nusa Tenggara di Larantuka; dan Papua di Sorong dan
Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan Strategis
Sumber: Sislognas, 2012 (dalam Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, BPPKP,
Kementerian Perdagangan, 2013). Berdasarkan wilayah persebaran pusat distribusi tersebut, maka
pasar rakyat dapat berkoordinasi dengan pusat distribusi sesuai dengan
wilayah cakupannya. Seperti misalnya pasar rakyat di Bali idealnya akan
mengambil bahan pangan yang dipasok dari PDR di Surabaya (jika bahan
rsebut tidak bisa dipenuhi di Bali).
Dengan demikian dalam arah pengembangan pasar rakyat penting
menyertakan pengembangan sistem koordinasi dan integrasi
dalam upaya memberikan alternatif yang dapat
dipilih oleh pedagang pasar dalam proses penyediaan kebutuhan barang
65
Oleh karena itu akan ada Pusat Distribusi Daerah tingkat
busi tingkat Provinsi (PDP), dan
Pusat distribusi
regional (PDR) sendiri berada dalam naungan Kementerian Perdagangan.
5 lokasi Pusat distribusi
lokasi sebagai berikut: untuk
Sumatera di Kuala Tanjung Padang, dan Palembang; Jawa di Jakarta,
Semarang, dan Surabaya; Kalimantan di Banjarmasin; Sulawesi di Bitung
dan Makassar; Nusa Tenggara di Larantuka; dan Papua di Sorong dan
Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan
Sumber: Sislognas, 2012 (dalam Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, BPPKP,
Berdasarkan wilayah persebaran pusat distribusi tersebut, maka
pasar rakyat dapat berkoordinasi dengan pusat distribusi sesuai dengan
Bali idealnya akan
PDR di Surabaya (jika bahan
dalam arah pengembangan pasar rakyat penting
sistem koordinasi dan integrasi
alternatif yang dapat
dipilih oleh pedagang pasar dalam proses penyediaan kebutuhan barang
66
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
dagangannya (selain dari pemasok yang biasa). Dalam prakteknya
pengelola pasar dapat membuat sistem informasi ketersediaan komoditas
(per kategori), informasi distributor serta kisaran harga dari masing-
masing PDR yang masih beradadalam wilayah jangkauan pasar rakyat
tersebut. Sistem informasi tersebut disarankan untuk dipampang secara
jelas dan terbuka, dan diperbaharui secara berkala.
4.4. Mengembangkan Sistem Pengelolaan Fasilitas Pembiayaan
Materi pengaturan terkait pengelolaan fasilitas pembiayaan untuk
peningkatan produktifitas usaha para pedagang di pasar rakyat tercantum
dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2013 Pasal 18
ayat:
a. Pengelolaan Pasar Tradisional dapat dilakukan oleh Koperasi,
Swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD).
b. Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota baik sendiri maupun secara
bersama-sama melakukan pemberdayaan terhadap pengelolaan
Pasar Tradisional dalam rangka peningkatan daya saing.
c. Peningkatan daya saing sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dalam bentuk:
1) peremajaan atau revitalisasi bangunan Pasar Tradisional;
2) penerapan manajemen pengelolaan yang profesional;
3) penyediaan barang dagangan dengan mutu yang baik dan harga
yang bersaing; dan/ atau
4) fasilitasi proses pembiayaan kepada para pedagang pasar guna
modal kerja dan kredit kepemilikan tempat usaha.
Merujuk pada ketentuan tersebut, kebijakan dukungan fasilitasi
pembiayaan bagi para pedagang pasar menjadi bagian tidak terpisahkan
dari upaya pengembangan dan peningkatan daya saing pasar rakyat.
Kajian BPPKP Kementerian Perdagangan (2012), menunjukan sejumlah
aspek menarik terkait perihal kemauan dan kemampuan pedagang pasar
untuk mengakses peminjaman dana dari sejumlah sumber pembiayaan:
67
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
a. Sumber atau lokasi peminjaman dana. Salah satu indikator apakah
usaha dagang mengalami pertumbuhan adalah penambahan modal
yang umumnya diiringi dengan peminjaman bantuan dana. Hasil
kajian menunjukan bahwa sebelum dilakukan revitalisasi, tidak sampai
50% pedagang di lokasi kajian yang pernah meminjam dana.
Sementara paska revitalisasi, semakin banyak pedagang yang berani
melakukan pinjaman ke bank, lembaga-lembaga keuangan lainnya
dan koperasi pasar. Meskipun demikian, presentase pedagang yang
melakukan pinjaman ke perseorangan (rentenir atau bank keliling) dan
kerabat cenderung menurun, tetapi angkanya cukup signifikan untuk
diperhatikan.
b. Alasan peminjaman dana. Alasan peminjaman pun beragam,
mayoritas pedagang melakukan pinjaman dana untuk menambah
modal dagang/usaha. Meskipun, ada sebagian kecil pedagang yang
meminjam dana untuk kebutuhan biaya pendidikan anak dan
penanggulangan kebutuhan darurat karena adanya musibah.
c. Jaminan peminjaman dana. Dalam rangka mendapatkan dana
pinjaman tersebut, mayoritas (sepertiga) pedagang mengagunkan
surat bukti pemilikan kendaraan bermotor (BPKB) yang dimiliki.
Selanjutnya materi lain yang biasanya dijadikan agunan peminjaman
adalah sertifikat kepemilikan tanah dan surat kepemilikan atau
penyewaan kios di pasar.
Berdasarkan temuan di atas, terdapat sejumlah aspek yang harus
diperhatikan dalam rangka mendorong pedagang pasar untuk
meningkatkan modal usahanya:
a. Kondisi positif menunjukan bahwa semakin banyak pedagang yang
melakukan peminjaman ke bank, koperasi pedagang pasar dan
lembaga-lembaga keuangan lainnya. Hal ini pertanda bahwa
kesadaran pedagang untuk mengakses pembiayaan dari perbankan
dan lembaga keuangan lainnya sudah semakin terlihat. Di sisi lain,
perbankan juga melihat bahwa secara aspek kelayakan bisnis dan
68
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
ekonomi, para pedagang di pasar rakyat sudah memiliki nilai
kelayakan yang cukup memenuhi syarat untuk diberikan bantun dana
permodalan.
b. Kondisi negatif yang harus diperhatikan adalah kenyataan bahwa
masih ada sebagian pedagang yang masih tetap mengakses
peminjaman ke sumber pembiayaan perorangan, yang biasanya
disebut sebagai ‘rentenir’ atau ‘bank keliling’. Tidak dapat dipungkiri,
mengakses peminjaman dari sumber-sumber tidak resmi ini memiliki
resiko tinggi, terutama resiko gagal bayar karena besaran bunga
pengembalian yang jauh lebih tinggi dari nilai normal di perbankan.
Meskipun demikian, mekanisme peminjaman melalui praktek ‘rentenir’
ini memberikan kemudahan perihal prosedur pengajuan peminjaman
ketimbang prosedur peminjaman di perbankan. Hal ini yang mungkin
yang menjadi daya tarik bagi para pedagang untuk tetap meminjam di
‘rentenir’, terlebih bagi pedagang yang secara nilai kelayakan bisnis
usahanya tidak memenuhi syarat untuk meminjam dana di perbankan.
c. Fakta lain yang harus diperhatikan adalah perihal materi yang
diagunkan untuk kebutuhan pengajuan peminjaman. Kenyataan yang
menunjukan bahwa hanya sekitar seperempat pedagang yang
mengagunkan surat bukti kepemilikan atau perjanjian penyewaan
kios, secara tidak langsung memunculkan persoalan bahwa belum
semua kios yang dimiliki, atau terutama yang disewa oleh pedagang
bisa memenuhi kelayakan hukum dan bisnis untuk digunakan sebagai
agunan peminjaman.
Kondisi tersebut semakin menegaskan kebutuhan bahwa dalam
rangka meningkatkan produktifitas dan omset pedagang pasar rakyat,
maka sedari awal aspek kelayakan bisnis usaha mereka harus terpenuhi
sehingga bisa digunakan sebagai syarat dan jaminan peminjaman modal
usaha ke lembaga perbankan. Salah satu komponen utama dalam
kelayakan bisnis adalah kejelasan terkait bukti kepemilikan dan atau
penyewaan kios di setiap pasar. Karena itu, di awal pembangunan pasar
harus dipastikan tidak ada konflik hukum terkait kepemilikan pasar yang
69
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
berdampak terhadap ketidakjelasan kepemilikan dan atau penyewaan kios
kepada para pedagang.
Kejelasan pengelolaan pasar berdasarkan aspek hukum dan
legalitas tersebut pada prakteknya akan menjadi sangat penting untuk
memastikan kondisi pasar rakyat yang bebas “sengketa” sehingga
dikemudian hari menjadi aset yang dapat dijaminkan sebagai syarat
kerjasama dengan lembaga keuangan dalam kaitannya mengupayakan
sumber alternatif permodalan bagi pedagang pasar. Hal tersebut
dikarenakan hanya pasar yang sehat secara hukum dan sehat secara
pengelolaan yang bisa menjadi penjamin bagi pedagang yang ingin
melakukan peminjaman dengan mengagunkan surat tanda sewa kios
pada pasar tersebut.
70
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
5.1. Kesimpulan
a. Mengaitkan definisi revitalisasi berdasarkan regulasi dan kebijakan
yang ditetapkan oleh pemerintah, terdapat beberapa hal yang
dapat disimpulkan dalam hal ini sebagai gambaran besar fokus dan
tujuan dari revitalisasi pasar rakyat itu sendiri, yaitu: Perlu adanya
transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat yang
menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang
adalah: pasar rakyat yang baik secara infrastruktur (Gozales
dan Waley, 2012), cakap secara pengelolaan, bermutu dan
higienis dalam penyajian bahan pangan lokal (Goldman dan
Hino, 2005; Lagerkvist, Okello & Kalanja, 2015), serta mendukung
pertumbuhan ekonomi lokal. Dalam prosesnya penting untuk
tetap mempetimbangkan kaitannya dengan elemen sosial dan
memperimbangkan kepentingan bukan hanya pengelola pasar dan
pengunjung, melainkan juga pedagang pasar sebagai penggiat
utama dari pasar rakyat itu sendiri.
b. Nama “Pasar Rakyat” sendiri dapat diartikan sebagai sebuah
brand, yang dapat mewakili seluruh elemen yang bernaung di
dalamnya. Mulai dari ketersediaan fasilitas, sistem pengelolaan
pasar, kategori pedagang, komoditas yang diperjual belikan, dan
hal-hal terkait lainnya. Dengan demikian maka brand “Pasar
Rakyat” akan dengan sendirinya menjadi rujukan bagi konsumen
yang ingin berbelanja ke pasar tradisional yang bersih, nyaman dan
tepat ukur. Oleh karena itu harus dikembangkan sebuah identitas
standar dimana pasar rakyat merupakan jaminan dari layanan
pasar tradisional yang memiliki diferensiasi tersendiri dibandingkan
dengan pasar modern.
c. Transformasi konsep dan identitas pasar rakyat. Idealnya arah
pengembangan dan transformasi fisik pasar rakyat dapat
71
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
memenuhi ketentuan SNI 8152 Tahun 2015 tentang Pasar Rakyat.
Pemetaan awal menunjukan sejumlah catatan kritis terkait upaya
implementasi SNI tersebut:
1) Tantangan pada implementasi indikator yang berkaitan
dengan variabel kebersihan dan kesehatan pasar, terutama
untuk pemenuhan poin (a) dimana pasar rakyat idealnya
bebas dari lalat, kecoa, tikus dan nyamuk. Hal tersebut sulit
dicapai karena kondisi Indonesia yang merupakan negara
dengan iklim tropis dimana perkembangbiakan serangga
(lalat, nyamuk, dan lainnya) dapat dengan mudah terjadi.
Indikator tersebut idelanya dapat terpenuhi jika dalam
prakteknya bentuk bangunan pasar rakyat diasumsikan sama
dengan bentuk bangunan pasar modern, yang tertutup dan
dilengkapi dengan pendingin udara, sehingga kontaminasi
serangga dapat diminimalisir.
2) Pada indikator aksesibilitas yang menyatakan bahwa seluruh
fasilitas harus bisa diakses oleh penyandang cacat dan lansia
bisa terpenuhi jika bangunan pasar rakyat hanya satu lantai
dengan seluruh area lantai memiliki permukaan yang rata
sehingga dapat diakses oleh penyandang cacat dan lansia
yang menggunakan kursi roda, atau tersedia fasilitaslift atau
akses kursi roda (yang aman)jika bangunan lebih dari satu
lantai.
3) Terjadi kontradiktif aturan antara persyaratan umum dan
persyaratan teknis dalam pembangunan pasar, khususnya
yang meliputi indikator kebersihan dan kesehatan (pada
persyaratan umum) dan indikator pencahayaan dan sirkulasi
udara (pada persyaratan teknis). Sebagai jalan tengah dari
kontradiksi kedua indikator ini, SNI pasar rakyat memberikan
solusi dengan membolehkan adanya pencahayaan dan
sirkulasi udara buatan.Jika solusi tersebut dipenuhi maka
wujud dari pasar rakyat akan diterjemahkan sebagai pasar
72
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
rakyat tertutup, disertai dengan pendingin udara, dan
penerangan lampu sehingga kebutuhan kesehatan,
pencahayaan dan sirkulasi udara terpenuhi. Namun jika
demikian, esensi pasar rakyat dalam mempertahankan
kearifan lokal akan hilang sama sekali. Resikonya, pasar
rakyat bukan hanya sekedar bertransformasi melainkan
diubah menjadi pasar modern yang tidak ramah lingkungan
dan hemat energi.
4) Persyaratan umum dan persyaratan teknis yang diatur oleh
SNI pasar rakyat dalam hal ini adalah persyaratan yang
sangat ideal untuk mewujudkan pengembangan sebuah pasar
rakyat. Terlepas dari beberapa cacatan kritis yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaannya, pasar rakyat yang baik
idealnya harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan
dalam SNI pasar rakyat tersebut. Dengan memenuhi
ketentuan di atas, maka asumsinya transformasi konsep dan
identitas pasar rakyat adalah berubahnya citra dan kesan
pasar yang identik dengan kotor, becek, semrawut, bau,
gersang, dan kumuh menjadi pasar yang bersih, nyaman, dan
tepat ukur.
d. Penataan sistem pengelolaan manajemen pasar. SNI Pasar
Rakyat juga mengatur tentang persyaratan pengelolaan pasar
rakyat. Terkait dengan ketentuan tersebut, perlu adanya
penekanan pada implementasi pengelolaan pasar, khususnya yang
berkaitan dengan pemberdayaan pedagang dan pembangunan
pasar. Pengelola pasar harus memberikan output berupa
revitalisasi secara ekonomi di tingkat pedagang yang diarahkan
untuk meningkatkan omzet pedagang. Pengelola pasar harus jeli
dalam melakukan prioritas penempatan ruang dagang untuk
pedagang apabila pasar mengalami revitalisasi atau relokasi.
Pengajuan revitalisasi pasar juga harus sudah mempertimbangkan
aspek analisis bisnis, yang terkait apakah pasar memiliki potensi
73
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
yang cukup besar untuk dikembangkan dan tidak malah mematikan
pedagang karena over capacity pedagang tidak disertasi dengan
kepadatan pengunjung.
e. Mengembangkan sistem koordinasi dengan pusat distribusi.
Dalam arah pengembangan pasar rakyat penting untuk dapat
menyertakan pengembangan sistem koordinasi dan integrasi
dengan PDR setempat dalam upaya memberikan alternatif yang
dapat dipilih oleh pedagang pasar dalam proses penyediaan
kebutuhan barang dagangannya (selain dari pemasok yang biasa).
Dalam prakteknya pengelola pasar dapat membuat sistem
informasi ketersediaan komoditas (per kategori), informasi
distributor serta kisaran harga dari masing-masing PDR yang masih
berada dalam wilayah jangkauan pasar rakyat tersebut. Sistem
informasi tersebut disarankan untuk dipampang secara jelas dan
terbuka, dan diperbaharui secara berkala.
f. Mengembangkan sistem pengelolaan fasilitas pembiayaan.
kebutuhan bahwa dalam rangka meningkatkan produktifitas dan
omset pedagang pasar rakyat, maka sedari awal aspek kelayakan
bisnis usaha mereka harus terpenuhi sehingga bisa digunakan
sebagai syarat dan jaminan peminjaman modal usaha ke lembaga
perbankan. Salah satu komponen utama dalam kelayakan bisnis
adalah kejelasan terkait bukti kepemilikan dan atau penyewaan
kios di setiap pasar. Karena itu, di awal pembangunan pasar harus
dipastikan tidak ada konflik hukum terkait kepemilikan pasar yang
berdampak terhadap ketidakjelasan kepemilikan dan atau
penyewaan kios kepada para pedagang.
5.2. Rekomendasi
a. Revitalisasi fisik yang baik pada akhirnya akan berdampak pada
revitalisasi ekonomi. Meskipun demikian, revitalisasi fisik juga
berdampak pada meningkatnyajumlah pedagang baru sehingga
menambah tingkat persaingan. Konsekuensi disisi pengelola pasar,
74
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
maka omzet pendapatan pasar sudah pasti akan meningkat seiring
dengan perluasan pasar tersebut. Ke depannya, revitalisasi perlu
mempertimbangkan dampak pertumbuhan ekonomi yang terjadi
bukan hanya dari sisi pengelola pasar, melainkan juga dari sudut
pandang pedagang.
b. Perlu adanya transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat
yang menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang
adalah: pasar rakyat yang baik secara infrastruktur, cakap secara
pengelolaan, bermutu dan higienis dalam penyajian bahan pangan
lokal, serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Dalam
prosesnya penting untuk tetap mempertimbangkan kaitannya
dengan elemen sosial dan memperimbangkan kepentingan bukan
hanya pengelola pasar dan pengunjung, melainkan juga pedagang
pasar sebagai penggiat utama dari pasar rakyat itu sendiri.
c. Transformasi konsep pasar rakyat seharusnya bukan mengubah
konsep pasar rakyat menjadi pasar modern. Pasar rakyat harus
tetap memiliki fungsi dan perannya sebagai salah satu warisan
budaya dan menjunjung kearifan lokal dimana transaksi antara
pedagang dan pembeli bukan sebatas pertukaran barang atau
transaksi finansial layaknya yang terjadi di pasar modern,
melainkan sebagai perwujudan dari interaksi sosial masyarakat
melalui transaksi jual beli dan tawar menawar antara penjual dan
pembeli dalam kondisi yang dibuat lebih nyaman, bersih dan aman.
Dengan demikian maka konsep revitalisasi tetap menjaga konteks
revitalisasi sosial dalam menciptakan lingkungan yang menarik
(interesting), dan berdampak positif serta dapat meningkatkan
dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/ warga (public realms).
d. Identitas inilah yang nantinya akan disampaikan atas nama brand
“Pasar Rakyat”. Dengan demikian pasar yang memajang
nama/brand “Pasar Rakyat” pada papan informasinya, akan
diasosiasikan oleh masyarakat sebagai pasar yang ber-SNI namun
masih memiliki konsep layaknya pasar tradisional pada umumnya.
75
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Idealnya tidak semua pasar tradisional dialih bahasakan menjadi
pasar rakyat, karena seharusnya “Pasar Rakyat” adalah brand yang
diusung oleh Kementerian Perdagangan sebagai indikasi terhadap
pasar yang telah direvitalisasi secara fisik berdasarkan SNI pasar
rakyat. Dengan demikian maka label “Pasar Rakyat” dengan
sendirinya akan menjadi diferensiasi dengan pasar modern atau
pasar tradisional lain yang belum direvitalisasi oleh Kementerian
Perdagangan.
e. Dilakukan telaah mendalam terhadap aspek hukum dan legalitas
pasar rakyat yang akan dibangun. Sudah benar bahwa salah satu
indikator pada pembangunan pasar adalah harus mendapatkan izin
dari pihak berwenang, termasuk di dalamnya melibatkan sejumlah
pemangku kepentingan. Namun penting juga untuk memperhatikan
tindak lanjut dari proses pasca pengembangan pasar tersebut.
Bagaimana proses serah terima pasar, siapa yang bertanggung
jawab terhadap pengelolaannya, apakah ada dinas khusus pasar
yang bertanggung jawab atau ditempelkan pada dinas terkait
lainnya.
f. Kewenangan pengelolaan pasar berdasarkan aspek hukum dan
legalitas tersebut pada prakteknya akan menjadi sangat penting
untuk memastikan kondisi pasar rakyat yang bebas “sengketa atau
konflik hukum” sehingga dikemudian hari menjadi aset yang dapat
dijaminkan sebagai syarat kerjasama dengan perbankan dan
lembaga keuangan lainnya dalam kaitannya mengupayakan
sumber alternatif permodalan bagi pedagang pasar.Hal tersebut
dikarenakan hanya pasar yang sehat secara hukum dan sehat
secara pengelolaan yang bisa menjadi penjamin bagi pedagang
yang ingin melakukan peminjaman dengan mengagunkan surat
tanda sewa kios pada pasar tersebut.
g. Arah kebijakan pengembangan pasar rakyat penting untuk dapat
menyertakan pengembangan sistem koordinasi dan integrasi
dengan pusat distribusi setempat dalam upaya memberikan
76
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
alternatif yang dapat dipilih oleh pedagang pasar dalam proses
penyediaan kebutuhan barang dagangannya (selain dari pemasok
yang biasa). Dalam prakteknya pengelola pasar dapat membuat
sistem informasi ketersediaan komoditas (per kategori), informasi
distributor serta kisaran harga dari masing-masing pusat distribusi
yang masih berada dalam wilayah jangkauan pasar rakyat tersebut.
Sistem informasi tersebut disarankan untuk dipampang secara jelas
dan terbuka, dan diperbaharui secara berkala.
77
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
DAFTAR PUSTAKA
Appel, D., (1972). The supermarket: early development of an institutional innovation. Journal of Retailing 48 (Spring), 39–52.
Badan Standardisasi Nasional. (2015). Standar Nasional Indonesia 8152 Tahun 2015 tentang Pasar Rakyat
Bennet, R., & Rundle-Thiele, S. (2005). The brand loyalty life cycle: Implications for marketers. Journal of Brand Management, 12 (4), 250–263.
Cook, I. (2008). Geographies of food: mixing, Progress in Human Geography 32(6): 821–833.
Findlay, A., Paddison, R., Dawson, J. (Eds.), (1990), Retailing Environments in Developing Countries. Routledge, London.
Goldman, A., (1981). Transfer of a retailing technology into less developed countries: the supermarket case. Journal of Retailing 57 (2), 5–29.
Goldman, A., and Hayiel Hino. (2005). Supermarkets vs. traditional retail stores: diagnosing the barriers to supermarkets’ market share growth in an ethnic minority community. Journal of Retailing and Consumer Services. pp. 273–284.
Gonzalez, S and Waley, P. (2013). Traditional Retail Markets: The New Gentrification Frontier? Antipode: a radical journal of geography, 45 (4). 965 - 983. ISSN 0066-4812.
Heldke, L. (2003). Exotic Appetites: Ruminations of a Food Adventurer. London: Routledge.
Hendrakusumah, E. (2014). Penanganan Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan Bernilai Tambah dan Berkelanjutan. Seminar Nasional. UNISBA.
Indroyono, Puthut. (2013). “Revitalisasi Pengelolaan Pasar Rakyat Berbasis Ekonomi Kerakyatan”. Yogyakarta: Academic article presented in Center for Economic Democracy Studies. Universitas Gadjah Mada.
Kaynak, E., Cavusgil, T., (1982). The evolution of food retailingsystems: contrasting the experience of developed and developing Countries. Journal of the Academy of Marketing 10 (3), 249–269.
78
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Keller, K.L., (2008). Strategic brand management: Building, measuring and managing brand equity. Upper Saddle River, New Jersey, Pearson Education Inc.
Kementerian Perdagangan, BPPKP, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. (2012). Peran Revitalisasi Terhadap Kinerja Pasar Tradisional.
Kementerian Perdagangan, BPPKP, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. (2013). Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional.
Kementerian Perdagangan, Direktorak Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. (2011). Petunjuk Teknis Tinjauan Lapangan Aspek Fisik Pasar.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 519 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat.
Kumcu, E., Kumcu, M., (1987). Determinants of food retailing in developing countries: the case of Turkey. Journal of Macromarketing 7 (fall), 26–40.
Lagerkvist, et al. (2015). Consumers' evaluation of volition, control, anticipated regret, and perceived food health risk. Evidence from a field experiment in a traditional vegetable market in Kenya. Food Control 47, pp. 359-368.
Lupitosari, D. (2011). Dampak Jumlah Pasar dan Jumlah Pedagang Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta Sebelum Dan Sesudah Kebijakan Revitalisasi Pasar Tradisional. Skripsi. Surakarta - F.Ekonomi.
Moeliono, Anton. M. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Moradi, H., & Zarei, A. (2011). The Impact of Brand Equity on Purchase Intention and Brand Preference: The Moderating Effects of Country-of-origin Image. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5(3): 539-545.
Pappu, R., P.G. Quester, R.W. Cooksey, (2005). Consumer-based brand equity: improving the measurement-empirical evidence. Journal of Product & Brand Management, 14(3): 143-154.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 15 Tahun 2013 tentang Fasilitas Khusus Menyusui dan Memerah ASI
79
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; serta
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 27 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2019.
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 48 Tahun 2013 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan took Modern
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 70 Tahun 2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
Schipmann, C., & Matin Qaim. (2011). Supply Chain Differentiation, Contract Agriculture, and Farmers’ Marketing Preference: The Case of Sweet Pepper in Thailand. Globalfood Discussion Papers.
Slater, C. and Henley, D. (1969). Market processes in La Paz, Bolivia, Latin American Studies Center. Michigan State University, East Lansing.
Suryadarma, et al. (2009). Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. SMERU.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Zeugner-Roth, K.P., A. Diamantopoulos, & A. Montesinos. (2008). Home country image, country brand equity and consumers’ product preferences: An empirical study. Management International Review, 5: 576-602.