35
LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2015 PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN NASIONAL HORTIKULTURA KOMODITAS CABE (6 LOKASI) Tim Peneliti: Atman Roja Irmansyah Rusli Nieldalina Yulimasni Ellya Rosa Misran Farida Artati Eka Mirnia Zulkifli Nurhayati BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SUMATERA BARAT BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015

LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2015 PENDAMPINGAN ...sumbar.litbang.pertanian.go.id/images/pdf/Cabe2015.pdf · KATA PENGANTAR Dalam rangka ... Pertanian Nasional Hortikultura Komoditas

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2015

PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN NASIONAL

HORTIKULTURA KOMODITAS CABE (6 LOKASI)

Tim Peneliti:

Atman Roja

Irmansyah Rusli

Nieldalina Yulimasni Ellya Rosa

Misran Farida Artati Eka Mirnia

Zulkifli Nurhayati

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SUMATERA BARAT

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

2015

ii

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR TAHUN 2015

1. Judul Kegiatan : Pendampingan Pengembangan

Kawasan Pertanian Nasional

Hortikultura Komoditas Cabe (6 lokasi)

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Sumatera Barat

3. Alamat Unit Kerja : Jln. Raya Padang-Solok KM 40 Sukarami

4. Sumber Dana : DIPA BPTP Sumbar TA 2015

5. Status Kegiatan : Lanjutan

6. Penanggung Jawab

a. N a m a

b. Pangkat/Golongan

c. Jabatan

C1. Struktural

C2. Fungsional

:

:

:

:

:

Ir. Atman Roja, M.Kom

Pembina Utama Muda/IV c

Ketua Kelji Sumberdaya

Peneliti Utama

7. Lokasi Kegiatan : Sumatera Barat

8. Agro Ekosistem : Lahan sawah tadah hujan

9. Jangka Waktu : -

10. Tahun Mulai : 2014

11. Tahun Pelaksanaan : 2015

12. Biaya Kegiatan T.A.

2015

:

Rp. 137.076.000,- (seratus tiga puluh tujuh

juta tujuh puluh enam ribu rupiah)

Sukarami, Desember 2015 Mengetahui:

Kepala Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Sumatera Barat,

Dr. Ir. Hardiyanto, M.Sc NIP. 196005031986031001

Penanggung Jawab RODHP,

Ir. Atman Roja, M.Kom NIP. 196210151992021001

iii

KATA PENGANTAR

Dalam rangka pengembangan kawasan hortikultura di Provinsi Sumatera

Barat, maka Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat

bertugas mendiseminasikan hasil-hasil pengkajian kepengguna teknologi dan

pengambil kebijakan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah

peragaan inovasi teknologi pertanian.

Pada tahun anggaran 2015 ini, BPTP Sumatera Barat yang di danai oleh

APBN telah melakukan kegiatan “Pendampingan Pengembangan Kawasan

Pertanian Nasional Hortikultura Komoditas Cabe (6 lokasi)”. Kegiatan

ini merupakan lanjutan kegiatan tahun sebelumnya (2014). Tujuan utama

kegiatan ini adalah: (a) Melakukan pendampingan dalam rangka

meningkatkan kemampuan dan kemauan petani untuk penerapan inovasi

teknologi PTT cabe; dan (2) Meningkatkan produktivitas dan mempercepat

penerapan inovasi teknologi PTT cabe.

Laporan akhir tahun ini merupakan bentuk pertanggungjawaban akhir

kegiatan. Namun, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan

dari laporan yang disajikan ini. Untuk itu, saran dan kritik demi penyempurnaan

sangat kami harapkan.

Tim Pelaksana Kegiatan

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................ iii

DAFTAR ISI ...................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. vi

RINGKASAN ...................................................................................... vii

SUMMARY ........................................................................................ viii

I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................... 1

1.2. Dasar Pertimbangan ........................................................... 2

1.3. Tujuan .............................................................................. 3

1.4. Keluaran Yang Diharapkan .................................................. 3

1.5. Hasil Yang Diharapkan ........................................................ 4

1.6. Manfaat Yang Diharapkan ................................................... 4

1.7. Dampak Yang Diharapkan .................................................... 4

II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5

2.1. Cabe dan Permasalahannya ................................................ 5

2.2. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Cabe .......................... 6

III METODOLOGI .......................................................................... 8

3.1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan ............................................ 8

3.2. Prosedur Pelaksanaan ......................................................... 8

3.3. Parameter yang diamati ...................................................... 10

3.4. Analisis Data ...................................................................... 10

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 11

4.1. Sosialisasi .......................................................................... 11

4.2. Pelatihan ........................................................................... 13

4.3. Demplot PTT Cabe ............................................................. 16

V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 25

VI. KINERJA KEGIATAN .................................................................. 26

6.1. Keluaran yang dicapai ........................................................ 26

6.2. Hasil yang dicapai .............................................................. 26

6.3. Manfaat yang dicapai .......................................................... 26

6.4. Dampak yang dicapai ......................................................... 26

6.4. Kisah Sukses ...................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 27

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Daerah yang mendapat bantuan pengembangan cabe di

Provinsi Sumatera Barat, 2015

12

2 Jadual pelaksanaan dan peserta pelatihan dan diskusi lapang yang dilaksanakan pada Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat

(selain lokasi demplot)

13

3 Teknologi existing pada tingkat petani di Kecamatan Pariangan, 2015

17

4 Rumusan paket teknologi yang diaplikasikan pada demplot cabe

18

5 Pelatihan yang dilaksanakan pada Keltan Merapi Subur,

Pariangan, Kab. Tanah Datar

19

6 Tinggi tanaman beberapa varietas cabe umur 8 dan 12 MST. Pariangan Tanah Datar, 2015

22

7 Tinggi tanaman beberapa dosis pemupukan cabe umur 8 dan

12 MST. Pariangan Tanah Datar, 2015

22

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Rapat sosialisasi UPSUS BAMBAI di auditorium Distan Provinsi

Sumatera Barat

11

2 Pelatihan dan diskusi lapang yang dilaksanakan pada Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat (selain lokasi demplot)

16

3 Penentuan lokasi demplot bersama Kabid TPH Distanbunhut Kab. Tanah Datar

16

4 Rangkaian pelatihan yang dilaksanakan pada demplot cabe di

Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, 2015

21

5 Tampilan tanaman cabe di lapangan 24

vii

RINGKASAN

Dalam lima tahun terakhir ini, produksi cabe di Provinsi Sumatera Barat

menunjukkan tendensi peningkatan yang tajam dari tahun ke tahun. Sementara itu, produktivitas cabe terlihat tendensi meningkat pada tahun 2009-2012 dan selanjutnya menurun, yaitu: 6,25 t/ha, 6,74 t/ha, 7,42 t/ha, 8,63 t/ha, dan 8,18

t/ha, berturut-turut dari tahun 2009 sampai 2013. Pada daerah sentra produksi cabe, produktivitas ini sangat bervariasi antara 5,23-12,71 t/ha. ). Produktivitas ini jauh lebih rendah dibanding potensinya yang dapat mencapai 20 t/ha. Tujuan

kegiatan ini adalah: (a) Melakukan pendampingan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemauan petani untuk penerapan inovasi teknologi PTT cabe; dan (2) Meningkatkan produktivitas dan mempercepat

penerapan inovasi teknologi PTT cabe. Kegiatan ini merupakan diseminasi hasil teknologi yang dikemas dalam

bentuk kegiatan “demplot dan pelatihan”. Kegiatan demplot PTT cabe dan

pelatihan dilaksanakan di Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar, sedangkan kegiatan pelatihan PTT cabe dilaksanakan di Kabupaten Tanah Datar, Limapuluh Kota, Solok, Pasaman Barat, Kota Padang, dan Padang Panjang pada bulan Januari sampai Desember 2015.

Dari hasil kegiatan pendampingan pengembangan kawasan pertanian nasional hortikultura komoditas cabe sampai laporan ini ditulis dapat disimpulkan, antara lain: (1) Telah dilaksanakan sebanyak tujuh kali pertemuan dalam bentuk

pelatihan dan diskusi lapang pada enam kabupaten/kota yang melibatkan sekitar 244 orang, dengan topik “Inovasi teknologi budidaya cabe”; (2) Pada lokasi demplot telah dilakukan sebanyak lima kali pelatihan yang melibatkan sekitar

maksimum 40 orang setiap pelatihan. Pelatihan juga mendatangkan narasumber dari BBP2TP Bogor; (3) Teknologi existing pada tingkat petani di Kecamatan Pariangan adalah petani masih menggunakan varietas cabe lokal dengan

produktivitas sekitar 5 t/ha; dan (4) Pertumbuhan tanaman terbaik adalah varietas Lotanbar, sedangkan dosis terbaik adalah 750 kg/ha.

viii

SUMMARY

In the last five years, production of chillies in the province of West Sumatra

show a tendency to increase sharply from year to year. Meanwhile, productivity chili visible tendency to increase in 2009-2012 and then decreased, namely: 6.25 t/ha, 6.74 t/ha, 7.42 t/ha, 8.63 t/ha, and 8,18 t/ha, respectively from 2009 to

2013. In the production centers chili, productivity is extremely varied between 5.23 to 12.71 t/ha. This productivity is much lower than the potential which can reach 20 t/ha. The purpose of this activity are: (a) assistance in order to enhance

the ability and willingness of farmers to technology innovation chili ICM; and (2) increase productivity and accelerate the application of technological innovation chili icm.

This activity is the dissemination of technology packaged in a form of "demonstration plots and training". Demplot activities chili ICM and training carried out in Pariangan Tanah Datar, while chili ICM training activities conducted

in Tanah Datar, Limapuluhkota, Solok, West Pasaman, the city of Padang and Padang Panjang, January to December 2015.

From the results of mentoring the development of agricultural areas of national horticultural commodity chili until this report is written it can be

concluded, among other things: (1) It has been held seven meetings in the form of training and discussion of the field in the six districts/cities involving about 244 people, with the topic "chili cultivation technology innovation"; (2) At the location

of demonstration plots have been done five times training involving about a maximum of 40 people per training; (3) The existing technologies at farm level in District Pariangan are farmers still use local chilli varieties with the productivity of

about 5 t/ha; and (4) Growth of the best plant varieties Lotanbar, while the best dose is 750 kg/ha.

ix

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Sumatera Barat komoditas hortikultura seperti cabe dibudidayakan

pada dataran rendah sampai tinggi (>700 m dpl). Sentra produksi komoditas

tersebut antara lain Kabupaten Solok, Agam, Tanah Datar, 50 Kota, Pesisir

Selatan, Pasaman Barat, Kota Padang, Padang Panjang, dan Pariaman.

Komoditas hortikultura ini merupakan penyumbang PDRB terbesar sektor

pertanian di Sumatera Barat. Subsektor ini menyerap tenaga kerja yang cukup

besar. Di samping untuk memenuhi kebutuhan Sumatera Barat, produksi cabe

di provinsi ini juga diperdagangkan atau dikirim untuk memenuhi kebutuhan

propinsi-propinsi tetangga seperti Riau, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Utara.

Pada tahun 2006 tercatat tidak kurang dari 147.000 ton sayuran, termasuk

kentang dari Sumatera Barat di perdagangkan ke luar propinsi ini, dan

mendatangkan pendapatan yang cukup berarti (BPS Sumatera Barat, 2007)

Dari beberapa jenis komoditas hortikultura yang dibudidayakan, cabe

merupakan komoditas yang banyak diusahakan petani di Sumatera Barat. Hal ini

terlihat dari data produksinya pada tahun 2003 adalah 39.731 ton cabe dengan

produktivitas sekitar 5,14 t/ha (BPS Sumbar, 2004). Produktivitas dan kualitas

sayuran tersebut relatif rendah sehingga kurang mempunyai daya saing pasar

dan keuntungan petani belum optimal.

Rendahnya produktivitas komoditas tersebut disebabkan oleh faktor fisik

dan faktor biotik. Faktor fisik yang dominan mempengaruhi produktivitas

tanaman antara lain tingkat kesuburan tanah, temperatur, kelembaban dan

penyinaran. Sedangkan faktor biotik yang dominan mempengaruhi produktivitas

adalah varietas, kemurnian dan vigor benih (bibit) dan OPT. Menurut Nurdin et

al., (1997) rendahnya produktivitas sayur-sayuran Sumatera Barat disebabkan

oleh penggunaan bibit bermutu rendah, pemupukan yang tidak tepat takaran

dan waktu pemberian serta tingginya serangan hama penyakit.

Peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui perbaikan teknik

budidaya (termasuk pengendalian organisme pengganggu tanaman) maupun

penggunaan varietas unggul yang adaptif dan produktivitas tinggi. Peningkatan

produktivitas melalui perbaikan teknik budidaya saja membutuhkan biaya yang

x

tinggi untuk kebutuhan input dan tenaga. Penggunaan varietas unggul yang

adaptif dan berproduktivitas tinggi akan dapat meningkatkan produktivitas tanpa

meningkatkan biaya produksi. Varietas unggul juga merupakan teknologi yang

relatif mudah diaplikasikan petani, sehingga peluang untuk diadopsi lebih besar

dibanding teknologi budidaya lainnya.

Dewasa ini terdapat beberapa varietas unggul baru tanaman cabe yang

merah berproduktivitas tinggi. Untuk daerah Sumatera Barat dan beberapa

propinsi tetangga, jenis cabe yang disukai dan diterima pasar adalah cabe

keriting. Dua varietas unggul baru cabe keriting berproduktivitas lebih dari 15

t/ha telah dilepas secara resmi oleh Kementerian Pertanian. Cabe Keriting

Bukittinggi adalah varietas unggul baru hasil seleksi varietas lokal yang dilakukan

Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura

Sumatera Barat dengan produktivitas 13 – 18 t/ha (BPSBTPH Sumbar, 2007).

Cabe keriting berproduktivitas tinggi lainnya adalah varietas Kopay. Varietas ini

merupakan hasil seleksi petani cabe dari Kota Payakumbuh (Sumbar) yang

memiliki sifat yang khusus yakni buah yang panjangnya dapat mencapai 35 cm.

Cabe keriting umumnya hanya memiliki panjang buah sekitar 20 cm (Pusat PVT,

2009).

1.2. Dasar Pertimbangan

Dalam lima tahun terakhir ini, produksi cabe di Provinsi Sumatera Barat

menunjukkan tendensi peningkatan yang tajam dari tahun ke tahun (2009-2013),

yaitu: 35.777 ton, 39.559 ton, 48.874 ton, 57.671 ton, dan 60.985 ton. Hal yang

sama juga terlihat pada luas panen, yaitu: 5.727 ha, 5.873 ha, 6.583 ha, 6.680

ha, dan 7.453 ha. Sementara itu, produktivitas cabe terlihat tendensi meningkat

pada tahun 2009-2012 dan selanjutnya menurun, yaitu: 6,25 t/ha, 6,74 t/ha,

7,42 t/ha, 8,63 t/ha, dan 8,18 t/ha, berturut-turut dari tahun 2009 sampai 2013

(BPS, 2014). Pada daerah sentra produksi cabe, produktivitas ini sangat

bervariasi antara 5,23-12,71 t/ha.

Permasalahan utama dalam budidaya tanaman cabe adalah adanya

penyakit layu fusarium dan serangan virus kuning yang ditularkan oleh serangga

Bamissia tabaci yang merusak tanaman cabe pada daerah-daerah sentra

produksi di Sumatera Barat. Akibatnya tanaman mati dan tidak menghasilkan

sama sekali. Penggunaan varietas tahan dan beradaptasi baik di daerah sentra

produksi merupakan tindakan pengendalian hama dan penyakit serta dapat

xi

mengatasi penurunan hasil. Dari hasil penelitian tahun 2009 yang lalu terlihat

cabe keriting varietas Bukittinggi, cabe keriting lokal Alahan Panjang dan cabe

keriting asal Batusangkar beradaptasi baik di Alahan Panjang, Kabupaten Solok

yang menghasilkan masing-masingnya 16,80 t/ha, 16,78 t/ha dan 15,08 t/ha dan

ini jauh mengungguli cabe keriting varietas Lembang-1 yang hanya menghasilkan

7,96 t/ha selama 16 kali panen (Rusli et. al., 2009). Namun demikian bibit dan

tingkat ketahanan terhadap hama dan penyakit utama dari kedua komoditas ini

masih belum baik. Perbaikan mutu bibit sangat diharapkan dapat meningkatkan

hasil disamping meningkatkan keragaman genetik kentang dengan

mengintroduksikan varietas unggul baru (VUB). Sebagai upaya pemecahan

masalah tersebut telah dirancang suatu rakitan teknologi usahatani cabai merah

yang dapat meningkatkan produksi yaitu melalui rakitan teknologi Pengelolaan

TanamanTerpadu (PTT).

1.3. Tujuan

Tujuan kegiatan ini adalah:

a. Melakukan pendampingan dalam rangka meningkatkan kemampuan

dan kemauan petani untuk penerapan inovasi teknologi PTT cabe.

b. Meningkatkan produktivitas dan mempercepat penerapan inovasi teknologi

PTT cabe.

1.4. Keluaran yang Diharapkan

Kegiatan ini diharapkan akan memperoleh keluaran:

a. Meningkatnya kemampuan dan kemauan petani untuk menerapkan inovasi

teknologi PTT cabe di 6 kabupaten/kota di Sumatera Barat.

b. Meningkatnya produktivitas cabe sampai 10% dengan menerapkan inovasi

teknologi PTT cabe dibanding teknologi petani saat ini (existing) di 6

kabupaten/kota di Sumatera Barat.

1.5. Hasil Yang Diharapkan

Semakin banyaknya petani cabe yang mampu dan mau menerapkan inovasi

teknologi PTT cabe di Sumatera Barat.

1.6. Manfaat Yang Diharapkan

Dengan semakin banyaknya petani menerapkan inovasi teknologi PTT cabe

maka diharapkan: (1) meningkatnya produktivitas cabe; (2) meningkatnya

xii

pendapatan petani; dan (3) berkembangnya inovasi teknologi PTT cabe pada

kawasan pengembangan cabe di Provinsi Sumatera Barat.

1.7. Dampak Yang Diharapkan

Dampak yang diharapkan dari kegiatan ini, antara lain: (a) berkembangnya

kawasan cabe di Provinsi Sumatera Barat; (b) meningkatnya penerapan inovasi

teknologi PTT cabe dalam rangka mendukung pengembangan kawasan pertanian

Nasional di Provinsi Sumatera Barat; dan (c) meningkatnya pendapatan dan

kesejahteraan petani pada kawasan pengembangan pertanian cabe di Provinsi

Sumatera Barat.

xiii

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cabe dan Permasalahannya

Cabe merah (Capsicum annuum L.) dari famili Solanaceae merupakan salah

satu jenis sayuran komersial yang sejak lama telah dibudidayakan di Indonesia,

karena produk ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Selain untuk memenuhi

kebutuhan rumah tangga sehari-hari, cabe banyak digunakan sebagai bahan

baku industri pangan dan farmasi. Dalam bidang farmasi, bahan obat yang

berasal dari cabe besar (Capsicum annum L.) disebut Capsicum fructus,

sedangkan bahan obat yang berasal dari cabai rawit (Capsicum fructescens)

disebut Capsici frutescentis fructus (Pitojo 2003). Pemasaran cabe dapat

dilakukan dalam bentuk segar, kering, bubuk sebagai bahan dasar industri

maupun dalam bentuk pasta cabe. Di Sumatera Barat, tanaman cabe mempunyai

prospek cukup baik untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi yang

tinggi. Menjelang hari-hari besar keagamaan, harga cabe dapat mencapai Rp.

60.000/kg.

Cabe pada umumnya dapat ditanam di dataran rendah sampai pegunungan

(dataran tinggi) 2.000 meter dari atas permukaan laut (dpl) yang mempunyai

iklim tidak terlalu dingin dan tidak terlalu lembab. Dapat ditanam di lahan kering

(tegalan) maupun di lahan sawah. Cabe besar akan lebih sesuai bila ditanam di

daerah kering berhawa panas ( 30C). Keadaan tanah yang ideal untuk

tanaman cabe adalah yang subur, gembur, kaya akan bahan organik dan tidak

mudah becek (menggenang), serta bebas cacing (nematoda) dan penyakit tular

tanah.

Di Provinsi Sumatera Barat, produktivitas cabe tertinggi sebesar 8,18 t/ha

pada tahun 2013. Produktivitas tertinggi terdapat di Kabupaten Solok (12,71

t/ha), diikuti Kota Padang Panjang (8,12 t/ha), Kabupaten 50 Kota (7,08 t/ha),

dan Kabupaten Tanah Datar (6,08 t/ha) (BPS, 2014). Produktivitas ini jauh lebih

rendah dibanding potensinya yang dapat mencapai 20 t/ha. Masih terdapat

kesenjangan produktivitas rill di tingkat petani dengan potensi yang dapat

dicapai. Hal ini menunjukan besarnya peluang peningkatan produktivitas melalui

pemanfaatan teknologi spesifik lokasi.

Rendahnya produktivitas cabe di Provinsi Sumatera Barat disebabkan

xiv

antara lain masih belum dimanfaatkannya teknologi spesifik lokasi, utamanya

penggunaan varietas unggul bermutu dan berlabel, serta pemupukan sesuai

anjuran. Pada umumnya petani cabai masih menggunakan varietas lokal

setempat, dan hanya sedikit petani yang telah menggunakan varietas unggul

bermutu dan berlabel sehingga hasil yang didapatkan relatif lebih rendah.

Penggunaan pupuk kimia yang tidak sesuai anjuran baik jenis maupun

dosis, juga banyak ditemukan. Menurut Wiryanta (2002), tanaman cabe yang

sudah mulai berproduksi membutuhkan unsur hara makro P dan K serta unsur

hara mikro B, Mo, Cu, Zn, Fe, dan Mn untuk membantu pemasakan buah,

menguatkan batang, dan menunjang pertumbuhan generatif. Bila unsur hara

makro dan mikro tidak tersedia dalam tanah dalam jumlah yang cukup maka

diperlukan tambahan pupuk melalui akar atau daun guna mencukupi kebutuhan

tanaman untuk mempertahankan pertumbuhannya. Pemupukan melalui daun

memberikan pengaruh yang lebih cepat terhadap tanaman dibanding lewat akar.

Selanjutnya Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa kecepatan

penyerapan hara juga dipengaruhi oleh status hara dalam tanah. Bila kadar hara

dalam tanah rendah maka penyerapan unsur hara melalui daun relatif lebih cepat

dan sebaliknya.

2.2. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Cabe

Dalam rangka meningkatkan produktivitas, produksi, dan kesejahteraan

petani cabe, serta menjaga kelestarian lingkungan, telah diperkenalkan sebuah

inovasi teknologi yang dikenal dengan nama Pengelolaan Tanaman Terpadu

(PTT) cabe. Penerapan PTT cabe dirancang berdasarkan pengalaman

implementasi padi sawah yang telah lebih dahulu dikembangkan di Indonesia

dan memperlihatkan keberhasilan yang significant.

PTT cabe didefinisikan sebagai suatu pendekatan inovatif dan dinamis

dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan

komponen teknologi secara partisipatif bersama petani. PTT cabe merupakan

sebuah pendekatan inovatif dalam upaya untuk: (1) peningkatan produktivitas,

dan (2) efisiensi usahatani cabe melalui penerapan teknologi cabe yang memiliki

efek sinergis (saling mendukung), dilakukan secara partisipatif, dan bersifat

spesifik lokasi. PTT bukanlah suatu paket teknologi produksi cabe, melainkan

suatu pendekatan dalam produksi cabe agar teknologi dan/atau proses

produksi yang diterapkan sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, meliputi:

xv

(1) kondisi biofisik (iklim, tanah, air, organisme pengganggu tanaman (OPT)); (2)

keadaan sosial ekonomi masyarakat (kemampuan dan keinginan petani); dan (3)

status kelembagaan yang terkait dengan pembangunan pertanian.

Manfaat lain dari penerapan PTT cabe adalah teknologi budidayanya aman

terhadap lingkungan dan produknya aman dikonsumsi manusia. Hasil analisis

residu cabe menunjukkan bahwa cabe merah pada perlakuan PTT berada di

bawah ambang BMR yang telah ditetapkan. PTT merupakan salah satu alternatif

sistem produksi yang menawarkan keseimbangan antara viabilitas ekonomis dan

pelestarian lingkungan. Dalam jangka panjang penerapan PTT ditujukan untuk

menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan, dengan sasaran pencapaian

produksi yang tinggi, produk berkualitas, perlindungan dan peningkatan

kemampuan tanah, air, dan sumberdaya lainnya Setiawati, 2007). Hasil

penerapan dan pengkajian PTT cabe di Jawa Barat, Lampung, Sumatera Barat,

dan NTB menunjukkan bahwa produktivitas cabe meningkat sebesar

2,77-96,39% sehingga petani yang menerapkan PTT cabe memperoleh

keuntungan bersih lebih tinggi, yakni Rp.71.356.000 dibanding petani non PTT

(Rp.50.756.000).

xvi

III. METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan ini merupakan diseminasi hasil teknologi yang dikemas dalam

bentuk kegiatan “demplot dan pelatihan”. Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten

Tanah Datar, Limapuluh Kota, Solok, Pasaman Barat, Kota Padang, dan Padang

Panjang pada bulan Januari sampai Desember 2015.

3.2. Prosedur Pelaksanaan

a. Koordinasi dan Sosialisasi

Langkah awal pelaksanaan kegiatan adalah koordinasi dengan Dinas

Pertanian dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat dan Dinas Pertanian

Kabupaten/Kota serta Dinas/Instansi terkait di kabupaten/kota kawasan

pengembangan cabe. Langkah berikutnya adalah koordinasi dengan Kepala UPT

penyuluhan tingkat kecamatan dan sekaligus sosialisasi tentang strategi dan

operasional pelaksanaan kegiatan. Pada waktu koordinasi tingkat kecamatan

juga akan didiskusikan dan disepakati calon lokasi pelaksanaan demplot PTT

cabe. Koordinasi akan dilanjutkan dengan observasi lapang ke beberapa calon

lokasi demplot PTT cabe. Hasil koordinasi dan sosialisasi menyepakati bahwa

Kabupaten Tanah Datar ditunjuk sebagai lokasi demplot dan pelatihan inovasi

teknologi cabe, sedangkan lima kabupaten/kota lainnya sebagai lokasi

pendamping pelatihan inovasi teknologi cabe. Ada beberapa pertimbangan yang

menjadi dasar penetapan lokasi, yaitu: (a) daerah penerima fasilitas bantuan

pengembangan kawasan cabe; (b) daerah penerima bantuan demplot cabe; (c)

daerah yang mempunyai produktivitas rendah; (d) daerah yang merupakan

sentra produksi cabe; (e) lokasi Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP); (f)

aksesibilitas lokasi memadai; (g) cocok untuk lokasi temu lapang; dan (h) tidak

merupakan kawasan endemis hama dan penyakit tertentu.

b. Pelaksanaan Lapang

1. Demonstrasi Plot (demplot)

Lokasi demplot inovasi teknologi cabe dilaksanakan seluas 0,5 ha pada

kelompok Tani Merapi Subur Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar.

Teknologi yang diintroduksikan adalah Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

xvii

cabe yang dibandingkan dengan teknologi petani (existing). Ada sebanyak tiga

varietas unggul yang diintroduksikan, yaitu: (1) Kopay, (2) Gero; dan (3)

Lotanbar, yang dibandingkan dengan varietas Lokal Pariangan (existing). Juga

diintroduksikan tiga dosis pemupukan NPK 16-16-16, yaitu: (1) 0,5 t/ha (cara

petani); (2) 0,75 t/ha (rekomendasi); dan (3) 1,25 t/ha. Keseluruhan dosis

diberikan pada saat tanam. Pupuk susulan diberikan berdasarkan pertumbuhan

tanaman dengan cara di cor dengan 300 kg/ha. Pupuk susulan diberikan

maksimum tiga kali, masing-masing 100 kg/ha. Rekomendasi Balitbangtan untuk

pemberian pupuk NPK 16-16-16 adalah 700-1.000 kg/ha dan pupuk susulan

dengan cara cor sebanyak 300-500 kg/ha (BPTP Jawa Barat, 2009).

Ada sebanyak 8 (delapan) komponen teknologi PTT cabe yang akan diterapkan dalam memproduksi cabe terkait dengan pengembangan PTT (BPTP Jawa Barat, 2009), yaitu:

(a) Penyiapan benih: menggunakan benih berkualitas berlabel sebanyak

300-400 gram per hektar;

(b) Pesemaian: dilakukan pada tempat khusus berupa bedengan. Media semai

adalah tanah halus dan pupuk kandang. Sterilisasi media dengan uap

panas selama 6 jam. Rendam benih dalam air hangat (+ 50oC) atau larutan

Previcur N (1 cc/liter) selama 1 jam. Benih disebar merata pada bedengan.

Setelah umur 12-14 hari atau telah terbentuk 2 helai daun, bibit dipindah

ke dalam bumbungan atau bekongan.

(c) Penyiapan lahan: Bertujuan untuk memperbaiki drainase dan aerasi.

Pembajakan, pencangkulan, pembersihan gulma, dan perataan tanah.

Bedengan dibuat dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 30 cm, dan jarak antar

bedengan 30-50 cm. Gunakan plastik mulsa hitam perak.

(d) Penanaman: Dilakukan pada setiap lubang tanam yang telah disiapkan

dengan jarak 50-60x40-50 cm. Pada saat tanam, bedengan berada dalam

keadaan kapasitas lapang. Penanaman sebaiknya pada pagi atau sore hari.

(e) Pemupukan. Disesuaikan dengan perlakuan.

(f) Pengairan: Kelembaban tanah dijaga pada kondisi kapasitas lapang

(60-80%), Masa kritis pada saat masa vegetatif cepat, pembungaan, dan

pembuahan, Sistem penyiraman disesuaikan dengan keadaan air dan

kondisi lahan.

xviii

(g) Pengendalian OPT: Dilakukan berdasarkan konsep PHT. Pestisida kimia

digunakan sebagai alternatif terakhir dengan memperhatikan cara, waktu,

dan dosis yang tepat. Dapat juga digunakan bahan-bahan alami (pestisida

nabati).

(h) Panen dan pascapanen: panen pertama umur 60-75 hst dengan interval

3-7 hari.

2. Pelatihan

Bentuk Pendampingan Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional

Hortikultura Komoditas Cabe lainnya yang dilakukan adalah peneliti bertugas

sebagai Nara Sumber pelatihan. Sedangkan pada lokasi demplot, selama periode

tanam sampai panen dilakukan pelatihan terhadap petani kooperator dan

anggota kelompok tani serta kelompok tani di sekitar areal pertanaman.

3.3. Parameter Pengamatan

Dilakukan pengamatan komponen pertumbuhan (tinggi tanaman, umur

mulai panen), komponen hasil (panjang buah, lingkaran buah, berat 100 buah),

dan hasil (t/ha).

3.4. Analisis Data

Data pengamatan di tabulasi dan di analisis sidik ragam dan analisis

lanjutan UBD taraf 5%. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel.

xix

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sosialisasi

Kegiatan sosialisasi tingkat Provinsi Sumatera Barat dilakukan pada Rapat

Sosialisasi Pelaksanaan Pengembangan Tanaman Sayuran Komoditi Cabe dan

Bawang Merah di Sumatera Barat tanggal 3 Juli 2015, bertempat di auditorium

Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat. Rapat dihadiri Sekretaris Dirjen

Hortikultura Kementan (Dr. Yulhari Bahar), Kadistan Sumatera Barat, Kadistan

Kab/Kota se Sumatera Barat, Balitbu Tropika, BPTP Sumatera Barat, dan

stakeholder terkait lainnya. Pada rapat tersebut, Kepala BPTP Sumatera Barat

(diwakili Dr. Abdul Aziz) menjelaskan rencana kegiatan pendampingan sayuran

(cabe dan bawang merah) di Sumatera Barat tahun 2015 dalam rangka

mendukung Program UPSUS BAMBAI. Pada Gambar 1 disajikan pelaksanaan

rapat sosialisasi tersebut.

Gambar 1. Rapat sosialisasi UPSUS BAMBAI di auditorium Distan

Provinsi Sumatera Barat.

Pada tahun anggaran 2015, Distan Provinsi Sumatera Barat mempunyai

kegiatan PKAH cabe seluas 89 ha yang terdapat di delapan Kabupaten/Kota

(Tabel 1). BPTP Sumatera melaksanakan pendampingan pada enam

kabupaten/kota.

Tabel 1. Daerah yang mendapat bantuan pengembangan cabe di Provinsi Sumatera Barat, 2015.

xx

Kab/Kota Kecamatan Desa Luas (ha)

Tanah Datar Tanjung Emas Gundam, Pagaruyung 1,00

Limo Kaum Rumah XX, Labuah 1,00

Rambatan Ladang Laweh 3,00

Pariangan Sungai Jambu 1,00

Batipuh Andaleh 1,00

50 Kota Luak Indo Baleh Timur, Mungko 1,00

Lareh Sago Halaban Halaban 1,00

Payakumbuh Balai Rupih Simalanggang 1,00

Harau Solok Dalam, Solok Bio-bio 1,00

Akabiluru Batuhampa 1,00

Situjuah Limo Nagari Subarang Tabek, Situjuah Banda Dalam 1,00

Kab Solok Danau Kembar Kampung Batu Dalam 2,00

Simpang Tj Nan IV 2,00

1,00

Lembah Gumanti Sungai Alahan Panjang 1,00

Salimpek 2,00

Padang Panjang Padang Panjang Timur Koto Panjang 2,45

Koto Katiak 0,55

Gantiang 5,60

Ngalau 0,25

Padang Panjang Barat Bukik Surungan 3,55

Kampung Manggis 6,45

Silaiang Bawah 1,15

Pasaman Barat Luhak Nan Duo Koto Baru 1,00

Koto Baru 2,00

Talamau Talu 5,50

Kajai 2,50

Padang Koto Tangah Dadok Tunggul Hitam 4,35

Bungo Pasang 1,00

KKP 2,00

Balai Gadang 2,00

Padang Sarai 2,65

Kuranji Sungai Sapih 2,00

Gunuang Sariak 2,00

Kuranji 1,00

Padang Selatan Mata Air 3,00

Solok Selatan KPGD Pakan Rabaa 2,00

Pauh Duo Tubo Taratak Tinggi, Luak Kapau 4,00

Pauh Duo Nan Batigo 2,00

Sangir Pincuran Tujuh, Lubuk Gadang 2,00

Pesisir Selatan Sutera Ampalu, Ganting Mudik Selatan 1,00

Lengayang Koto Raya, Lakitan Selatan 1,00

Koto Kandis, Kambang Timur 1,00

Linggo Sari Baganti Rimbo Panjang, Punggasan 1,00

IV Jurai Ampang Tareh, Ampang Tareh Lumpo 1,00

Kampuang Lua, Salido 1,00

Ranah Pesisir Muaro Pandan, Sungai Tanau Barat 1,00

Jumlah 89,00

4.2. Pelatihan

Selain di lokasi demplot PTT cabe, telah dilaksanakan sebanyak tujuh kali

pertemuan dalam bentuk pelatihan dan diskusi lapang pada enam

xxi

kabupaten/kota. Sekitar 244 orang dilibatkan dalam kegiatan ini, dengan topik

“Inovasi teknologi budidaya cabe”. Pelaksanaan pelatihan dan diskusi lapang

disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Tabel 2. Jadual pelaksanaan dan peserta pelatihan dan diskusi lapang yang dilaksanakan pada Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat (selain lokasi demplot).

No Lokasi Tanggal Peserta Jumlah

1 Kab. Pasaman Barat (Kecamatan Talu)

1 Oktober 2015

Keltan penerima bantuan pemerintah, Ka UPTD,

aparat nagari, peneliti, penyuluh, dll

25

2 Kab. Pasaman Barat

(Kecamatan Luhak Nan Duo)

2 Oktober

2015

Keltan penerima bantuan

pemerintah, Ka UPTD, aparat nagari, peneliti, penyuluh, dll

32

3 Kab. 50 Kota (Kecamatan Akabiluru)

5 Oktober 2015

Keltan penerima bantuan pemerintah, Kabid TPH, Ka UPTD, aparat nagari,

peneliti, penyuluh, dll

40

4 Kota Padang Panjang

(Kecamatan Padang Panjang Barat)

21 Oktober

2015

Keltan penerima bantuan

pemerintah, Badan Ketahanan Pangan, Ka UPTD, aparat nagari, peneliti, penyuluh, dll

37

5 Kab. Tanah Datar (Kecamatan Tanjung

Baru)

29 Oktober 2015

Petani cabe penerima bantuan pemerintah, Kabid

TPH, peneliti, penyuluh, dll.

30

6 Kab. Solok (Kecamatan Danau

Kembar)

4 November 2015

Keltan penerima bantuan pemerintah, Koord. PP, Ka

UPTD, aparat nagari, peneliti, penyuluh, dll

40

7 Kota Padang

(Kecamatan Koto Tangah)

11

November 2015

Keltan penerima bantuan

pemerintah, Ka UPTD, aparat kelurahan, peneliti, penyuluh, dll

40

Jumlah 244

xxii

Kab. Pasaman Barat (Kecamatan Talu)

Kab. Pasaman Barat (Kecamatan Luhak Nan Duo)

Kab. 50 Kota (Kecamatan Akabiluru)

xxiii

Kota Padang Panjang (Kecamatan Padang Panjang Barat)

Kab. Solok (Kecamatan Danau Kembar)

Kota Padang (Kecamatan Koto Tangah)

xxiv

Kab. Tanah Datar (Kecamatan Tanjung Baru)

Gambar 2. Pelatihan dan diskusi lapang yang dilaksanakan pada Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat (selain lokasi demplot).

4.3. Demplot PTT Cabe

a. Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi dan petani kooperator untuk demplot cabe ditetapkan

bersama dengan Distanbunhut Kabupaten Tanah Datar (Kabid Tanaman Pangan

dan Hortikultura –Ir. Nelita Yelda-). Setelah mempertimbangkan banyak lokasi

petani cabe penerima bantuan pemerintah, akhirnya disepakati kegiatan demplot

cabe pada Keltan Merapi Subur di Kecamatan Pariangan. Pada Gambar 3

disajikan kegiatan penetapan lokasi demplot bersama Distanbunhut Kab. Tanah

Datar.

xxv

Gambar 3. Penentuan lokasi demplot bersama Kabid TPH Distanbunhut Kab.

Tanah Datar. b. Teknologi Existing dan Perbaikan Teknologi

Hasil pengamatan mengenai teknologi existing pada tingkat petani di

Kecamatan Pariangan, ternyata petani masih menggunakan varietas cabe lokal

dengan produktivitas sekitar 5 t/ha. Komponen teknologi existing disajikan pada

Tabel 3. Berdasarkan teknologi existing ini, dirancanglah dan disepakati bersama

petani perbaikan komponen teknologi yang diaplikasikan pada demplot cabe,

seperti Tabel 4.

Tabel 3. Teknologi existing pada tingkat petani di Kecamatan Pariangan, 2015.

No Komponen Teknologi Eksisting

Uraian

1 Varietas Lokal Pariangan, produktivitas 5 t/ha

2 Benih dan

sumbernya

Dari tanaman sebelumnya, tidak berlabel, dan

diperbanyak sendiri

3 Cara pengolahan tanah

Bajak dengan traktor, buat bedengan

4 Cara dan sistem tanam

Jarak tanam (45x45 cm atau 50x50 cm), monokultur, setelah padi sawah

5 Pemupukan Waktu tanam: pukan 8 t/ha; SP36-Phonska, ZA, KCl (70-210-70-35 kg/ha), cor dengan Phonska 1 x 15 hari (70 kg/ha/1 x cor). Jika memakai

pupuk NPK 16-16-16, dosis yang diberikan sebanyak 500 kg/ha pada waktu tanam. Pupuk susulan dengan cara dicor sebanyak 300.

Jumlah cor berkisar 3-7 kali

6 Pemeliharaan Penyiangan dilakukan diantara bedengan secara manual. Pemangkasan dan penjarangan buah

tidak dilakukan. Pengendalian OPT menggunakan pestisida kimia dengan

xxvi

penyemprotan 1x1 minggu.

7 Panen dan pascapanen

Panen dilakukan dengan cara memilih buah yang masak mulai umur 110 hst dengan interval

waktu panen 1x1 minggu. Umumnya panen dilakukan maksimum 12 kali. Hasil panen selanjutnya dijual ke pasar atau pedagang yang

datang ke rumah.

Tabel 4. Rumusan paket teknologi yang diaplikasikan pada demplot cabe.

No Komponen Tekonogi

Uraian Teknologi Paket Teknologi yang

Diaplikasikan

1 Varietas Kopay, Lotanbar, Gero,

Lokal Pariangan

Menggunakan Varietas

Kopay, Lotanbar, Gero, Lokal Pariangan; Benih

berasal dari biji berlabel/bersertifikat, kecuali varietas Lokal

Pariangan; Pengolahan tanah 1x dan selanjutnya dibuat bedengan; pupuk

kandang diberikan sebanyak 20 t/ha dan pupuk NPK 16-16-16

dengan perlakuan 500 kg/ha, 750 kg/ha, dan 1.250 kg/ha diberikan saat

tanam. Selanjutnya bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam perak.

Penanaman dilakukan pada jarak tanam 50x40 cm dengan sistem monokultur.

Pupuk susulan diberikan menggunakan NPK

16-16-16 sebanyak 300-500 kg/ha tergantung pertumbuhan tanaman

dengan cara cor. Penyiangan dilakukan diantara bedengan dan

pengendalian hama penyakit menggunakan pestisida kima tergantung

tingkat serangan H/P

2 Benih dan

sumbernya

Biji Berlabel

3 Cara pengolahan

tanah

Olah tanah 1x dan

membuat bedengan

4 Cara dan sistem

tanam

Jarak tanam 50x40 cm,

munggunakan Mulsa Plastik Hitam Perak, sistem monokultur

5 Pemupukan Pukan sebanyak 20 t/ha; NPK 16-16-16

dosis 500 kg/ha, 750 kg/ha, 1.250 kg/ha diberikan saat tanam.

Selanjutnya dilakukan sistem cor menggunakan NPK

16-16-16 sebanyak 300-500 kg/ha tergantung

pertumbuhan tanaman

6 Pemeliharaan Penyiangan diantara

bedengan tergantung pertumbuhan gulma, penyemprotan

menggunakan pestisida kimia tergantung serangan H/P

7 Panen dan pascapanen

Panen dilakukan bila sudah sesuai dengan

kriteria buah masak,

xxvii

yang dilakukan 1x1 minggu

tersebut. Panen dilakukan bila buah telah masak dengan interval 1x1

minggu maksimum 12x panen.

c. Pelatihan Teknologi

Pada lokasi demplot di Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar telah

dilakukan sebanyak lima kali pelatihan, seperti pada Tabel 5 dan Gambar 4.

Pelatihan dilaksanakan di dalam ruangan dan di lapangan. Jumlah peserta yang

dilibatkan sebanyak maksimum 40 orang setiap pelatihan. Pelatihan juga

mendatangkan narasumber dari BBP2TP Bogor.

Tabel 5. Pelatihan yang dilaksanakan pada Keltan Merapi Subur, Pariangan, Kab. Tanah Datar.

No Pelatihan Tanggal Peserta Jumlah

1 Pelatihan dan Sosialisasi Inovasi Teknologi PTT

Cabe

27 Mei 2015 Petani cabe Nagari Sungai Jambu, Aparat Nagari, Ka UPTD, peneliti, Penyuluh, dll

40

2 Pelatihan Penyemaian

28 Juli 2015 Petani Keltan Merapi Subur, Ka UPTD, penyuluh, peneliti,

dan Babinsa

20

3 Pelatihan Penanaman

15 September

2015

Petani Keltan Merapi Subur, Ka UPTD, penyuluh, peneliti,

dan PHP

20

4 Pelatihan Budidaya

Cabe (Tim Pusat)

7 Oktober

2015

Pengurus Keltan se

Kecamatan Pariangan, Aparat Nagari, Ka UPTD, PHP, Penyuluh, dll

40

5 Pelatihan Pengendalian OPT

18 November

2015

Anggota Keltan Merapi Subur, Peneliti, dan Penyuluh

20

xxviii

Pelatihan dan Sosialisasi Inovasi Teknologi PTT Cabe

Pelatihan Penyemaian

Pelatihan Penanaman

xxix

Pelatihan Budidaya Cabe (Tim Pusat)

Pelatihan Pengendalian OPT

Gambar 4. Rangkaian pelatihan yang dilaksanakan pada demplot cabe di Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, 2015.

d. Pertumbuhan Tanaman Cabe

Sampai laporan ini dibuat, data yang dapat dikumpulkan hanya tinggi

tanaman cabe umur 8 minggu setelah tanam (MST) dan 12 MST (Tabel 6 dan

Tabel 7). Sedangkan tampilan pertumbuhan tanaman disajikan pada Gambar 5.

Tabel 6. Tinggi tanaman beberapa varietas cabe umur 8 dan 12 MST. Pariangan Tanah Datar, 2015.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Pertambahan

xxx

Varietas Cabe 8 MST 12 MST

Tinggi Tanaman

(cm)

Kopay 39,5 56,5 17,0

Gero 40,3 64,5 24,2

Lotanbar 44,2 72,6 28,4

Lokal Pariangan 58,3 68,6 10,3

Tabel 7. Tinggi tanaman beberapa dosis pemupukan cabe umur 8 dan 12 MST.

Pariangan Tanah Datar, 2015.

Perlakuan Pemupukan NPK 16-16-16 (kg/ha)

Tinggi Tanaman (cm) Pertambahan Tinggi Tanaman

(cm) 8 MST 12 MST

500 58,0 60,1 2,1

750 58,3 68,6 10,3

1.250 68,6 71,2 2,6

Pada Tabel 6 terlihat bahwa umur 8 MST, tanaman tertinggi didapatkan

pada perlakuan varietas Lokal Pariangan (58,3 cm) dan terendah pada varietas

Kopay (39,5 cm). Namun, pada umur 12 MST, tanaman tertinggi pada varietas

Lotanbar (72,6 cm) dan terendah pada varietas Kopay (56,5 cm). Pertambahan

tinggi tanaman terbesar didapatkan pada varietas Lotanbar (28,4 cm), diikuti

Gero (24,2 cm), Kopay (17,0 cm), dan Lokal Pariangan (10,3 cm).

Pada Tabel 7 terlihat bahwa umur 8 MST, tanaman tertinggi didapatkan

pada perlakuan pemupukan NPK sebesar 1.250 kg/ha (68,6 cm) dan terendah

pada pemupukan NPK sebesar 500 kg/ha (58,0 cm). Kecenderungan yang sama

juga terlihat pada pengamatan tinggi tanaman umur 12 MST. Namun,

pertambahan tinggi tanaman terbesar didapatkan pada perlakuan pemupukan

sebesar 750 kg/ha (10,3 cm), diikuti pemupukan NPK sebesar 1.250 kg/ha (2,6

cm), dan 500 kg/ha (2,1 cm).

xxxi

Pengolahan tanah Pembuatan bedengan

Pemberian pupuk Pemasang MPHP

Penyemaian

xxxii

Tanam Umur 2 MST

Pertumbuhan vegetatif (8 MST)

Pertumbuhan generatif (12 MST)

Gambar 5. Tampilan tanaman cabe di lapangan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

xxxiii

Dari hasil kegiatan pendampingan pengembangan kawasan pertanian

nasional hortikultura komoditas cabe sampai laporan ini ditulis dapat disimpulkan,

antara lain:

1. Telah dilaksanakan sebanyak tujuh kali pertemuan dalam bentuk pelatihan

dan diskusi lapang pada enam kabupaten/kota yang melibatkan sekitar 244

orang, dengan topik “Inovasi teknologi budidaya cabe”.

2. Pada lokasi demplot telah dilakukan sebanyak lima kali pelatihan yang

melibatkan sekitar maksimum 40 orang setiap pelatihan. Pelatihan juga

mendatangkan narasumber dari BBP2TP Bogor.

3. Teknologi existing pada tingkat petani di Kecamatan Pariangan adalah petani

masih menggunakan varietas cabe lokal dengan produktivitas sekitar 5 t/ha.

4. Pertumbuhan tanaman terbaik adalah varietas Lotanbar, sedangkan dosis

terbaik adalah 750 kg/ha.

xxxiv

VI. KINERJA KEGIATAN

6.1 Keluaran Yang Dicapai

Keluaran sementara yang telah dicapai dari kegiatan pendampingan

pengembangan kawasan pertanian nasional hortikultura komoditas cabe ini

adalah meningkatnya kemampuan dan kemauan petani untuk menerapkan inovasi

teknologi PTT cabe di 6 kabupaten/kota di Sumatera Barat.

6.2. Hasil Yang Dicapai

Petani cabe yang mampu dan mau menerapkan inovasi teknologi PTT cabe di

Sumatera Barat semakin meningkat.

6.3. Manfaat Yang Dicapai

Manfaat sementara yang telah dicapai adalah berkembangnya inovasi

teknologi PTT cabe pada kawasan pengembangan cabe di Provinsi Sumatera

Barat.

6.4. Dampak Yang Dicapai

Dampak sementara yang telah dicapai dari kegiatan ini, antara lain: (a)

berkembangnya kawasan cabe di Provinsi Sumatera Barat; dan (b) meningkatnya

penerapan inovasi teknologi PTT cabe dalam rangka mendukung pengembangan

kawasan pertanian Nasional di Provinsi Sumatera Barat.

6.5. Kisah Sukses

Kecamatan Pariangan adalah salah satu daerah pengembangan tanaman

sayuran (hortikultura) di Provinsi Sumatera Barat. Untuk komoditas cabe, petani

masih menggunakan varietas Lokal Pariangan yang potensi hasilnya hanya 5,0

t/ha. Displai beberapa varietas unggul Kopay, Gero, dan Lotanbar yang telah

dilakukan mampu merobah kemauan petani yang selama ini menyukai varietas

Lokal Paringan. Petani tertarik mengadopsi varietas Lotanbar dan Gero.

xxxv

DAFTAR PUSTAKA

1. BPS Sumatera Barat. 2004. Sumatera Barat dalam Angka. 2003.

Kerjasama Badan perencanaan pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat.

2. BPS Sumatera Barat. 2006. Sumatera Barat dalam Angka. 2005.

Kerjasama Badan perencanaan pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat.

3. BPS Sumatera Barat. 2007. Sumatera Barat dalam Angka. 2006.

Kerjasama Badan perencanaan pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat.

4. BPS Sumatera Barat. 2014. Sumatera Barat dalam Angka. 2014.

Kerjasama Badan perencanaan pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat; 688 hlm.

5. BPSBTPH Sumatera Barat. 2007. Varietas unggul cabai Keriting Bukittinggi. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat.

6. BPTP Jawa Barat. 2009. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu

Cabai Merah (leaflet). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. 7. Pitojo, S. 2003. Benih Cabai. Seri Penangkaran. Kanisius, Yogyakarta; 10

hlm.

8. Puslitbanghorti. 2006. Katalog Teknologi Unggulan Hortikultura. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Hortikultura. Departemen Pertanian.

9. Puslitbanghorti. 2010. Rakitan Komponen Teknologi PTT Cabai

Merah-Bawang Merah (Pengelolaan Tanaman Terpadu Cabai Merah Tumpang Gilir dengan Bawang Merah). Balitbangtan-Puslitbanghorti; 80 hlm.

10. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Berita Resmi PPVT 2009.

http://ppvt.setjen.deptan.go.id 11. Nurdin, F., K. Zen, dan Yulimasni. 1997. Serangan hama lalat korok

daun ”hama baru” pada tanaman sayuran di Alahan Panjang Sumatera Barat.

Seminar Tantangan Entomologi Abad XXI. Bogor, 8 Januari 1997. 6 hlm. 12. Rusli, I., Khairul Zen, Atman Roja, Abdul Aziz, Djanifah Djamaan,

Ade Subarna, Ramailis dan Arifnawati. 2009. Uji adaptasi untuk

percepatan penyebaran VUB Cabai (15 t/ha) dan Kentang (25 t/ha) di Sumatera Barat. Laporan pengkajian Sinta 2009). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.

13. Rosmarkam, A. dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah.Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta; 42-80 hlm.

14. Setiawati,W., R. Murtiningsih, G.A. Sopha, T. Handayani. 2007.

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

15. Setiawati, W. 2007. Menambah Untung Cabe Merah. Sinar Tani, Edisi

14-20 Maret 2007. 16. Wiryanta, B.T.W. 2002. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Agromedia

Pustaka, Jakarta; 5 hlm..