Upload
trinhanh
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2015
PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN NASIONAL
HORTIKULTURA KOMODITAS CABE (6 LOKASI)
Tim Peneliti:
Atman Roja
Irmansyah Rusli
Nieldalina Yulimasni Ellya Rosa
Misran Farida Artati Eka Mirnia
Zulkifli Nurhayati
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SUMATERA BARAT
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR TAHUN 2015
1. Judul Kegiatan : Pendampingan Pengembangan
Kawasan Pertanian Nasional
Hortikultura Komoditas Cabe (6 lokasi)
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sumatera Barat
3. Alamat Unit Kerja : Jln. Raya Padang-Solok KM 40 Sukarami
4. Sumber Dana : DIPA BPTP Sumbar TA 2015
5. Status Kegiatan : Lanjutan
6. Penanggung Jawab
a. N a m a
b. Pangkat/Golongan
c. Jabatan
C1. Struktural
C2. Fungsional
:
:
:
:
:
Ir. Atman Roja, M.Kom
Pembina Utama Muda/IV c
Ketua Kelji Sumberdaya
Peneliti Utama
7. Lokasi Kegiatan : Sumatera Barat
8. Agro Ekosistem : Lahan sawah tadah hujan
9. Jangka Waktu : -
10. Tahun Mulai : 2014
11. Tahun Pelaksanaan : 2015
12. Biaya Kegiatan T.A.
2015
:
Rp. 137.076.000,- (seratus tiga puluh tujuh
juta tujuh puluh enam ribu rupiah)
Sukarami, Desember 2015 Mengetahui:
Kepala Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sumatera Barat,
Dr. Ir. Hardiyanto, M.Sc NIP. 196005031986031001
Penanggung Jawab RODHP,
Ir. Atman Roja, M.Kom NIP. 196210151992021001
iii
KATA PENGANTAR
Dalam rangka pengembangan kawasan hortikultura di Provinsi Sumatera
Barat, maka Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat
bertugas mendiseminasikan hasil-hasil pengkajian kepengguna teknologi dan
pengambil kebijakan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah
peragaan inovasi teknologi pertanian.
Pada tahun anggaran 2015 ini, BPTP Sumatera Barat yang di danai oleh
APBN telah melakukan kegiatan “Pendampingan Pengembangan Kawasan
Pertanian Nasional Hortikultura Komoditas Cabe (6 lokasi)”. Kegiatan
ini merupakan lanjutan kegiatan tahun sebelumnya (2014). Tujuan utama
kegiatan ini adalah: (a) Melakukan pendampingan dalam rangka
meningkatkan kemampuan dan kemauan petani untuk penerapan inovasi
teknologi PTT cabe; dan (2) Meningkatkan produktivitas dan mempercepat
penerapan inovasi teknologi PTT cabe.
Laporan akhir tahun ini merupakan bentuk pertanggungjawaban akhir
kegiatan. Namun, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan
dari laporan yang disajikan ini. Untuk itu, saran dan kritik demi penyempurnaan
sangat kami harapkan.
Tim Pelaksana Kegiatan
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................ iii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. vi
RINGKASAN ...................................................................................... vii
SUMMARY ........................................................................................ viii
I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1
1.2. Dasar Pertimbangan ........................................................... 2
1.3. Tujuan .............................................................................. 3
1.4. Keluaran Yang Diharapkan .................................................. 3
1.5. Hasil Yang Diharapkan ........................................................ 4
1.6. Manfaat Yang Diharapkan ................................................... 4
1.7. Dampak Yang Diharapkan .................................................... 4
II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5
2.1. Cabe dan Permasalahannya ................................................ 5
2.2. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Cabe .......................... 6
III METODOLOGI .......................................................................... 8
3.1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan ............................................ 8
3.2. Prosedur Pelaksanaan ......................................................... 8
3.3. Parameter yang diamati ...................................................... 10
3.4. Analisis Data ...................................................................... 10
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 11
4.1. Sosialisasi .......................................................................... 11
4.2. Pelatihan ........................................................................... 13
4.3. Demplot PTT Cabe ............................................................. 16
V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 25
VI. KINERJA KEGIATAN .................................................................. 26
6.1. Keluaran yang dicapai ........................................................ 26
6.2. Hasil yang dicapai .............................................................. 26
6.3. Manfaat yang dicapai .......................................................... 26
6.4. Dampak yang dicapai ......................................................... 26
6.4. Kisah Sukses ...................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 27
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Daerah yang mendapat bantuan pengembangan cabe di
Provinsi Sumatera Barat, 2015
12
2 Jadual pelaksanaan dan peserta pelatihan dan diskusi lapang yang dilaksanakan pada Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat
(selain lokasi demplot)
13
3 Teknologi existing pada tingkat petani di Kecamatan Pariangan, 2015
17
4 Rumusan paket teknologi yang diaplikasikan pada demplot cabe
18
5 Pelatihan yang dilaksanakan pada Keltan Merapi Subur,
Pariangan, Kab. Tanah Datar
19
6 Tinggi tanaman beberapa varietas cabe umur 8 dan 12 MST. Pariangan Tanah Datar, 2015
22
7 Tinggi tanaman beberapa dosis pemupukan cabe umur 8 dan
12 MST. Pariangan Tanah Datar, 2015
22
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Rapat sosialisasi UPSUS BAMBAI di auditorium Distan Provinsi
Sumatera Barat
11
2 Pelatihan dan diskusi lapang yang dilaksanakan pada Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat (selain lokasi demplot)
16
3 Penentuan lokasi demplot bersama Kabid TPH Distanbunhut Kab. Tanah Datar
16
4 Rangkaian pelatihan yang dilaksanakan pada demplot cabe di
Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, 2015
21
5 Tampilan tanaman cabe di lapangan 24
vii
RINGKASAN
Dalam lima tahun terakhir ini, produksi cabe di Provinsi Sumatera Barat
menunjukkan tendensi peningkatan yang tajam dari tahun ke tahun. Sementara itu, produktivitas cabe terlihat tendensi meningkat pada tahun 2009-2012 dan selanjutnya menurun, yaitu: 6,25 t/ha, 6,74 t/ha, 7,42 t/ha, 8,63 t/ha, dan 8,18
t/ha, berturut-turut dari tahun 2009 sampai 2013. Pada daerah sentra produksi cabe, produktivitas ini sangat bervariasi antara 5,23-12,71 t/ha. ). Produktivitas ini jauh lebih rendah dibanding potensinya yang dapat mencapai 20 t/ha. Tujuan
kegiatan ini adalah: (a) Melakukan pendampingan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemauan petani untuk penerapan inovasi teknologi PTT cabe; dan (2) Meningkatkan produktivitas dan mempercepat
penerapan inovasi teknologi PTT cabe. Kegiatan ini merupakan diseminasi hasil teknologi yang dikemas dalam
bentuk kegiatan “demplot dan pelatihan”. Kegiatan demplot PTT cabe dan
pelatihan dilaksanakan di Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar, sedangkan kegiatan pelatihan PTT cabe dilaksanakan di Kabupaten Tanah Datar, Limapuluh Kota, Solok, Pasaman Barat, Kota Padang, dan Padang Panjang pada bulan Januari sampai Desember 2015.
Dari hasil kegiatan pendampingan pengembangan kawasan pertanian nasional hortikultura komoditas cabe sampai laporan ini ditulis dapat disimpulkan, antara lain: (1) Telah dilaksanakan sebanyak tujuh kali pertemuan dalam bentuk
pelatihan dan diskusi lapang pada enam kabupaten/kota yang melibatkan sekitar 244 orang, dengan topik “Inovasi teknologi budidaya cabe”; (2) Pada lokasi demplot telah dilakukan sebanyak lima kali pelatihan yang melibatkan sekitar
maksimum 40 orang setiap pelatihan. Pelatihan juga mendatangkan narasumber dari BBP2TP Bogor; (3) Teknologi existing pada tingkat petani di Kecamatan Pariangan adalah petani masih menggunakan varietas cabe lokal dengan
produktivitas sekitar 5 t/ha; dan (4) Pertumbuhan tanaman terbaik adalah varietas Lotanbar, sedangkan dosis terbaik adalah 750 kg/ha.
viii
SUMMARY
In the last five years, production of chillies in the province of West Sumatra
show a tendency to increase sharply from year to year. Meanwhile, productivity chili visible tendency to increase in 2009-2012 and then decreased, namely: 6.25 t/ha, 6.74 t/ha, 7.42 t/ha, 8.63 t/ha, and 8,18 t/ha, respectively from 2009 to
2013. In the production centers chili, productivity is extremely varied between 5.23 to 12.71 t/ha. This productivity is much lower than the potential which can reach 20 t/ha. The purpose of this activity are: (a) assistance in order to enhance
the ability and willingness of farmers to technology innovation chili ICM; and (2) increase productivity and accelerate the application of technological innovation chili icm.
This activity is the dissemination of technology packaged in a form of "demonstration plots and training". Demplot activities chili ICM and training carried out in Pariangan Tanah Datar, while chili ICM training activities conducted
in Tanah Datar, Limapuluhkota, Solok, West Pasaman, the city of Padang and Padang Panjang, January to December 2015.
From the results of mentoring the development of agricultural areas of national horticultural commodity chili until this report is written it can be
concluded, among other things: (1) It has been held seven meetings in the form of training and discussion of the field in the six districts/cities involving about 244 people, with the topic "chili cultivation technology innovation"; (2) At the location
of demonstration plots have been done five times training involving about a maximum of 40 people per training; (3) The existing technologies at farm level in District Pariangan are farmers still use local chilli varieties with the productivity of
about 5 t/ha; and (4) Growth of the best plant varieties Lotanbar, while the best dose is 750 kg/ha.
ix
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Sumatera Barat komoditas hortikultura seperti cabe dibudidayakan
pada dataran rendah sampai tinggi (>700 m dpl). Sentra produksi komoditas
tersebut antara lain Kabupaten Solok, Agam, Tanah Datar, 50 Kota, Pesisir
Selatan, Pasaman Barat, Kota Padang, Padang Panjang, dan Pariaman.
Komoditas hortikultura ini merupakan penyumbang PDRB terbesar sektor
pertanian di Sumatera Barat. Subsektor ini menyerap tenaga kerja yang cukup
besar. Di samping untuk memenuhi kebutuhan Sumatera Barat, produksi cabe
di provinsi ini juga diperdagangkan atau dikirim untuk memenuhi kebutuhan
propinsi-propinsi tetangga seperti Riau, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Utara.
Pada tahun 2006 tercatat tidak kurang dari 147.000 ton sayuran, termasuk
kentang dari Sumatera Barat di perdagangkan ke luar propinsi ini, dan
mendatangkan pendapatan yang cukup berarti (BPS Sumatera Barat, 2007)
Dari beberapa jenis komoditas hortikultura yang dibudidayakan, cabe
merupakan komoditas yang banyak diusahakan petani di Sumatera Barat. Hal ini
terlihat dari data produksinya pada tahun 2003 adalah 39.731 ton cabe dengan
produktivitas sekitar 5,14 t/ha (BPS Sumbar, 2004). Produktivitas dan kualitas
sayuran tersebut relatif rendah sehingga kurang mempunyai daya saing pasar
dan keuntungan petani belum optimal.
Rendahnya produktivitas komoditas tersebut disebabkan oleh faktor fisik
dan faktor biotik. Faktor fisik yang dominan mempengaruhi produktivitas
tanaman antara lain tingkat kesuburan tanah, temperatur, kelembaban dan
penyinaran. Sedangkan faktor biotik yang dominan mempengaruhi produktivitas
adalah varietas, kemurnian dan vigor benih (bibit) dan OPT. Menurut Nurdin et
al., (1997) rendahnya produktivitas sayur-sayuran Sumatera Barat disebabkan
oleh penggunaan bibit bermutu rendah, pemupukan yang tidak tepat takaran
dan waktu pemberian serta tingginya serangan hama penyakit.
Peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui perbaikan teknik
budidaya (termasuk pengendalian organisme pengganggu tanaman) maupun
penggunaan varietas unggul yang adaptif dan produktivitas tinggi. Peningkatan
produktivitas melalui perbaikan teknik budidaya saja membutuhkan biaya yang
x
tinggi untuk kebutuhan input dan tenaga. Penggunaan varietas unggul yang
adaptif dan berproduktivitas tinggi akan dapat meningkatkan produktivitas tanpa
meningkatkan biaya produksi. Varietas unggul juga merupakan teknologi yang
relatif mudah diaplikasikan petani, sehingga peluang untuk diadopsi lebih besar
dibanding teknologi budidaya lainnya.
Dewasa ini terdapat beberapa varietas unggul baru tanaman cabe yang
merah berproduktivitas tinggi. Untuk daerah Sumatera Barat dan beberapa
propinsi tetangga, jenis cabe yang disukai dan diterima pasar adalah cabe
keriting. Dua varietas unggul baru cabe keriting berproduktivitas lebih dari 15
t/ha telah dilepas secara resmi oleh Kementerian Pertanian. Cabe Keriting
Bukittinggi adalah varietas unggul baru hasil seleksi varietas lokal yang dilakukan
Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura
Sumatera Barat dengan produktivitas 13 – 18 t/ha (BPSBTPH Sumbar, 2007).
Cabe keriting berproduktivitas tinggi lainnya adalah varietas Kopay. Varietas ini
merupakan hasil seleksi petani cabe dari Kota Payakumbuh (Sumbar) yang
memiliki sifat yang khusus yakni buah yang panjangnya dapat mencapai 35 cm.
Cabe keriting umumnya hanya memiliki panjang buah sekitar 20 cm (Pusat PVT,
2009).
1.2. Dasar Pertimbangan
Dalam lima tahun terakhir ini, produksi cabe di Provinsi Sumatera Barat
menunjukkan tendensi peningkatan yang tajam dari tahun ke tahun (2009-2013),
yaitu: 35.777 ton, 39.559 ton, 48.874 ton, 57.671 ton, dan 60.985 ton. Hal yang
sama juga terlihat pada luas panen, yaitu: 5.727 ha, 5.873 ha, 6.583 ha, 6.680
ha, dan 7.453 ha. Sementara itu, produktivitas cabe terlihat tendensi meningkat
pada tahun 2009-2012 dan selanjutnya menurun, yaitu: 6,25 t/ha, 6,74 t/ha,
7,42 t/ha, 8,63 t/ha, dan 8,18 t/ha, berturut-turut dari tahun 2009 sampai 2013
(BPS, 2014). Pada daerah sentra produksi cabe, produktivitas ini sangat
bervariasi antara 5,23-12,71 t/ha.
Permasalahan utama dalam budidaya tanaman cabe adalah adanya
penyakit layu fusarium dan serangan virus kuning yang ditularkan oleh serangga
Bamissia tabaci yang merusak tanaman cabe pada daerah-daerah sentra
produksi di Sumatera Barat. Akibatnya tanaman mati dan tidak menghasilkan
sama sekali. Penggunaan varietas tahan dan beradaptasi baik di daerah sentra
produksi merupakan tindakan pengendalian hama dan penyakit serta dapat
xi
mengatasi penurunan hasil. Dari hasil penelitian tahun 2009 yang lalu terlihat
cabe keriting varietas Bukittinggi, cabe keriting lokal Alahan Panjang dan cabe
keriting asal Batusangkar beradaptasi baik di Alahan Panjang, Kabupaten Solok
yang menghasilkan masing-masingnya 16,80 t/ha, 16,78 t/ha dan 15,08 t/ha dan
ini jauh mengungguli cabe keriting varietas Lembang-1 yang hanya menghasilkan
7,96 t/ha selama 16 kali panen (Rusli et. al., 2009). Namun demikian bibit dan
tingkat ketahanan terhadap hama dan penyakit utama dari kedua komoditas ini
masih belum baik. Perbaikan mutu bibit sangat diharapkan dapat meningkatkan
hasil disamping meningkatkan keragaman genetik kentang dengan
mengintroduksikan varietas unggul baru (VUB). Sebagai upaya pemecahan
masalah tersebut telah dirancang suatu rakitan teknologi usahatani cabai merah
yang dapat meningkatkan produksi yaitu melalui rakitan teknologi Pengelolaan
TanamanTerpadu (PTT).
1.3. Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah:
a. Melakukan pendampingan dalam rangka meningkatkan kemampuan
dan kemauan petani untuk penerapan inovasi teknologi PTT cabe.
b. Meningkatkan produktivitas dan mempercepat penerapan inovasi teknologi
PTT cabe.
1.4. Keluaran yang Diharapkan
Kegiatan ini diharapkan akan memperoleh keluaran:
a. Meningkatnya kemampuan dan kemauan petani untuk menerapkan inovasi
teknologi PTT cabe di 6 kabupaten/kota di Sumatera Barat.
b. Meningkatnya produktivitas cabe sampai 10% dengan menerapkan inovasi
teknologi PTT cabe dibanding teknologi petani saat ini (existing) di 6
kabupaten/kota di Sumatera Barat.
1.5. Hasil Yang Diharapkan
Semakin banyaknya petani cabe yang mampu dan mau menerapkan inovasi
teknologi PTT cabe di Sumatera Barat.
1.6. Manfaat Yang Diharapkan
Dengan semakin banyaknya petani menerapkan inovasi teknologi PTT cabe
maka diharapkan: (1) meningkatnya produktivitas cabe; (2) meningkatnya
xii
pendapatan petani; dan (3) berkembangnya inovasi teknologi PTT cabe pada
kawasan pengembangan cabe di Provinsi Sumatera Barat.
1.7. Dampak Yang Diharapkan
Dampak yang diharapkan dari kegiatan ini, antara lain: (a) berkembangnya
kawasan cabe di Provinsi Sumatera Barat; (b) meningkatnya penerapan inovasi
teknologi PTT cabe dalam rangka mendukung pengembangan kawasan pertanian
Nasional di Provinsi Sumatera Barat; dan (c) meningkatnya pendapatan dan
kesejahteraan petani pada kawasan pengembangan pertanian cabe di Provinsi
Sumatera Barat.
xiii
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cabe dan Permasalahannya
Cabe merah (Capsicum annuum L.) dari famili Solanaceae merupakan salah
satu jenis sayuran komersial yang sejak lama telah dibudidayakan di Indonesia,
karena produk ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Selain untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga sehari-hari, cabe banyak digunakan sebagai bahan
baku industri pangan dan farmasi. Dalam bidang farmasi, bahan obat yang
berasal dari cabe besar (Capsicum annum L.) disebut Capsicum fructus,
sedangkan bahan obat yang berasal dari cabai rawit (Capsicum fructescens)
disebut Capsici frutescentis fructus (Pitojo 2003). Pemasaran cabe dapat
dilakukan dalam bentuk segar, kering, bubuk sebagai bahan dasar industri
maupun dalam bentuk pasta cabe. Di Sumatera Barat, tanaman cabe mempunyai
prospek cukup baik untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi yang
tinggi. Menjelang hari-hari besar keagamaan, harga cabe dapat mencapai Rp.
60.000/kg.
Cabe pada umumnya dapat ditanam di dataran rendah sampai pegunungan
(dataran tinggi) 2.000 meter dari atas permukaan laut (dpl) yang mempunyai
iklim tidak terlalu dingin dan tidak terlalu lembab. Dapat ditanam di lahan kering
(tegalan) maupun di lahan sawah. Cabe besar akan lebih sesuai bila ditanam di
daerah kering berhawa panas ( 30C). Keadaan tanah yang ideal untuk
tanaman cabe adalah yang subur, gembur, kaya akan bahan organik dan tidak
mudah becek (menggenang), serta bebas cacing (nematoda) dan penyakit tular
tanah.
Di Provinsi Sumatera Barat, produktivitas cabe tertinggi sebesar 8,18 t/ha
pada tahun 2013. Produktivitas tertinggi terdapat di Kabupaten Solok (12,71
t/ha), diikuti Kota Padang Panjang (8,12 t/ha), Kabupaten 50 Kota (7,08 t/ha),
dan Kabupaten Tanah Datar (6,08 t/ha) (BPS, 2014). Produktivitas ini jauh lebih
rendah dibanding potensinya yang dapat mencapai 20 t/ha. Masih terdapat
kesenjangan produktivitas rill di tingkat petani dengan potensi yang dapat
dicapai. Hal ini menunjukan besarnya peluang peningkatan produktivitas melalui
pemanfaatan teknologi spesifik lokasi.
Rendahnya produktivitas cabe di Provinsi Sumatera Barat disebabkan
xiv
antara lain masih belum dimanfaatkannya teknologi spesifik lokasi, utamanya
penggunaan varietas unggul bermutu dan berlabel, serta pemupukan sesuai
anjuran. Pada umumnya petani cabai masih menggunakan varietas lokal
setempat, dan hanya sedikit petani yang telah menggunakan varietas unggul
bermutu dan berlabel sehingga hasil yang didapatkan relatif lebih rendah.
Penggunaan pupuk kimia yang tidak sesuai anjuran baik jenis maupun
dosis, juga banyak ditemukan. Menurut Wiryanta (2002), tanaman cabe yang
sudah mulai berproduksi membutuhkan unsur hara makro P dan K serta unsur
hara mikro B, Mo, Cu, Zn, Fe, dan Mn untuk membantu pemasakan buah,
menguatkan batang, dan menunjang pertumbuhan generatif. Bila unsur hara
makro dan mikro tidak tersedia dalam tanah dalam jumlah yang cukup maka
diperlukan tambahan pupuk melalui akar atau daun guna mencukupi kebutuhan
tanaman untuk mempertahankan pertumbuhannya. Pemupukan melalui daun
memberikan pengaruh yang lebih cepat terhadap tanaman dibanding lewat akar.
Selanjutnya Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa kecepatan
penyerapan hara juga dipengaruhi oleh status hara dalam tanah. Bila kadar hara
dalam tanah rendah maka penyerapan unsur hara melalui daun relatif lebih cepat
dan sebaliknya.
2.2. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Cabe
Dalam rangka meningkatkan produktivitas, produksi, dan kesejahteraan
petani cabe, serta menjaga kelestarian lingkungan, telah diperkenalkan sebuah
inovasi teknologi yang dikenal dengan nama Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT) cabe. Penerapan PTT cabe dirancang berdasarkan pengalaman
implementasi padi sawah yang telah lebih dahulu dikembangkan di Indonesia
dan memperlihatkan keberhasilan yang significant.
PTT cabe didefinisikan sebagai suatu pendekatan inovatif dan dinamis
dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan
komponen teknologi secara partisipatif bersama petani. PTT cabe merupakan
sebuah pendekatan inovatif dalam upaya untuk: (1) peningkatan produktivitas,
dan (2) efisiensi usahatani cabe melalui penerapan teknologi cabe yang memiliki
efek sinergis (saling mendukung), dilakukan secara partisipatif, dan bersifat
spesifik lokasi. PTT bukanlah suatu paket teknologi produksi cabe, melainkan
suatu pendekatan dalam produksi cabe agar teknologi dan/atau proses
produksi yang diterapkan sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, meliputi:
xv
(1) kondisi biofisik (iklim, tanah, air, organisme pengganggu tanaman (OPT)); (2)
keadaan sosial ekonomi masyarakat (kemampuan dan keinginan petani); dan (3)
status kelembagaan yang terkait dengan pembangunan pertanian.
Manfaat lain dari penerapan PTT cabe adalah teknologi budidayanya aman
terhadap lingkungan dan produknya aman dikonsumsi manusia. Hasil analisis
residu cabe menunjukkan bahwa cabe merah pada perlakuan PTT berada di
bawah ambang BMR yang telah ditetapkan. PTT merupakan salah satu alternatif
sistem produksi yang menawarkan keseimbangan antara viabilitas ekonomis dan
pelestarian lingkungan. Dalam jangka panjang penerapan PTT ditujukan untuk
menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan, dengan sasaran pencapaian
produksi yang tinggi, produk berkualitas, perlindungan dan peningkatan
kemampuan tanah, air, dan sumberdaya lainnya Setiawati, 2007). Hasil
penerapan dan pengkajian PTT cabe di Jawa Barat, Lampung, Sumatera Barat,
dan NTB menunjukkan bahwa produktivitas cabe meningkat sebesar
2,77-96,39% sehingga petani yang menerapkan PTT cabe memperoleh
keuntungan bersih lebih tinggi, yakni Rp.71.356.000 dibanding petani non PTT
(Rp.50.756.000).
xvi
III. METODOLOGI
3.1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan ini merupakan diseminasi hasil teknologi yang dikemas dalam
bentuk kegiatan “demplot dan pelatihan”. Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten
Tanah Datar, Limapuluh Kota, Solok, Pasaman Barat, Kota Padang, dan Padang
Panjang pada bulan Januari sampai Desember 2015.
3.2. Prosedur Pelaksanaan
a. Koordinasi dan Sosialisasi
Langkah awal pelaksanaan kegiatan adalah koordinasi dengan Dinas
Pertanian dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat dan Dinas Pertanian
Kabupaten/Kota serta Dinas/Instansi terkait di kabupaten/kota kawasan
pengembangan cabe. Langkah berikutnya adalah koordinasi dengan Kepala UPT
penyuluhan tingkat kecamatan dan sekaligus sosialisasi tentang strategi dan
operasional pelaksanaan kegiatan. Pada waktu koordinasi tingkat kecamatan
juga akan didiskusikan dan disepakati calon lokasi pelaksanaan demplot PTT
cabe. Koordinasi akan dilanjutkan dengan observasi lapang ke beberapa calon
lokasi demplot PTT cabe. Hasil koordinasi dan sosialisasi menyepakati bahwa
Kabupaten Tanah Datar ditunjuk sebagai lokasi demplot dan pelatihan inovasi
teknologi cabe, sedangkan lima kabupaten/kota lainnya sebagai lokasi
pendamping pelatihan inovasi teknologi cabe. Ada beberapa pertimbangan yang
menjadi dasar penetapan lokasi, yaitu: (a) daerah penerima fasilitas bantuan
pengembangan kawasan cabe; (b) daerah penerima bantuan demplot cabe; (c)
daerah yang mempunyai produktivitas rendah; (d) daerah yang merupakan
sentra produksi cabe; (e) lokasi Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP); (f)
aksesibilitas lokasi memadai; (g) cocok untuk lokasi temu lapang; dan (h) tidak
merupakan kawasan endemis hama dan penyakit tertentu.
b. Pelaksanaan Lapang
1. Demonstrasi Plot (demplot)
Lokasi demplot inovasi teknologi cabe dilaksanakan seluas 0,5 ha pada
kelompok Tani Merapi Subur Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar.
Teknologi yang diintroduksikan adalah Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
xvii
cabe yang dibandingkan dengan teknologi petani (existing). Ada sebanyak tiga
varietas unggul yang diintroduksikan, yaitu: (1) Kopay, (2) Gero; dan (3)
Lotanbar, yang dibandingkan dengan varietas Lokal Pariangan (existing). Juga
diintroduksikan tiga dosis pemupukan NPK 16-16-16, yaitu: (1) 0,5 t/ha (cara
petani); (2) 0,75 t/ha (rekomendasi); dan (3) 1,25 t/ha. Keseluruhan dosis
diberikan pada saat tanam. Pupuk susulan diberikan berdasarkan pertumbuhan
tanaman dengan cara di cor dengan 300 kg/ha. Pupuk susulan diberikan
maksimum tiga kali, masing-masing 100 kg/ha. Rekomendasi Balitbangtan untuk
pemberian pupuk NPK 16-16-16 adalah 700-1.000 kg/ha dan pupuk susulan
dengan cara cor sebanyak 300-500 kg/ha (BPTP Jawa Barat, 2009).
Ada sebanyak 8 (delapan) komponen teknologi PTT cabe yang akan diterapkan dalam memproduksi cabe terkait dengan pengembangan PTT (BPTP Jawa Barat, 2009), yaitu:
(a) Penyiapan benih: menggunakan benih berkualitas berlabel sebanyak
300-400 gram per hektar;
(b) Pesemaian: dilakukan pada tempat khusus berupa bedengan. Media semai
adalah tanah halus dan pupuk kandang. Sterilisasi media dengan uap
panas selama 6 jam. Rendam benih dalam air hangat (+ 50oC) atau larutan
Previcur N (1 cc/liter) selama 1 jam. Benih disebar merata pada bedengan.
Setelah umur 12-14 hari atau telah terbentuk 2 helai daun, bibit dipindah
ke dalam bumbungan atau bekongan.
(c) Penyiapan lahan: Bertujuan untuk memperbaiki drainase dan aerasi.
Pembajakan, pencangkulan, pembersihan gulma, dan perataan tanah.
Bedengan dibuat dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 30 cm, dan jarak antar
bedengan 30-50 cm. Gunakan plastik mulsa hitam perak.
(d) Penanaman: Dilakukan pada setiap lubang tanam yang telah disiapkan
dengan jarak 50-60x40-50 cm. Pada saat tanam, bedengan berada dalam
keadaan kapasitas lapang. Penanaman sebaiknya pada pagi atau sore hari.
(e) Pemupukan. Disesuaikan dengan perlakuan.
(f) Pengairan: Kelembaban tanah dijaga pada kondisi kapasitas lapang
(60-80%), Masa kritis pada saat masa vegetatif cepat, pembungaan, dan
pembuahan, Sistem penyiraman disesuaikan dengan keadaan air dan
kondisi lahan.
xviii
(g) Pengendalian OPT: Dilakukan berdasarkan konsep PHT. Pestisida kimia
digunakan sebagai alternatif terakhir dengan memperhatikan cara, waktu,
dan dosis yang tepat. Dapat juga digunakan bahan-bahan alami (pestisida
nabati).
(h) Panen dan pascapanen: panen pertama umur 60-75 hst dengan interval
3-7 hari.
2. Pelatihan
Bentuk Pendampingan Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional
Hortikultura Komoditas Cabe lainnya yang dilakukan adalah peneliti bertugas
sebagai Nara Sumber pelatihan. Sedangkan pada lokasi demplot, selama periode
tanam sampai panen dilakukan pelatihan terhadap petani kooperator dan
anggota kelompok tani serta kelompok tani di sekitar areal pertanaman.
3.3. Parameter Pengamatan
Dilakukan pengamatan komponen pertumbuhan (tinggi tanaman, umur
mulai panen), komponen hasil (panjang buah, lingkaran buah, berat 100 buah),
dan hasil (t/ha).
3.4. Analisis Data
Data pengamatan di tabulasi dan di analisis sidik ragam dan analisis
lanjutan UBD taraf 5%. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel.
xix
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi tingkat Provinsi Sumatera Barat dilakukan pada Rapat
Sosialisasi Pelaksanaan Pengembangan Tanaman Sayuran Komoditi Cabe dan
Bawang Merah di Sumatera Barat tanggal 3 Juli 2015, bertempat di auditorium
Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat. Rapat dihadiri Sekretaris Dirjen
Hortikultura Kementan (Dr. Yulhari Bahar), Kadistan Sumatera Barat, Kadistan
Kab/Kota se Sumatera Barat, Balitbu Tropika, BPTP Sumatera Barat, dan
stakeholder terkait lainnya. Pada rapat tersebut, Kepala BPTP Sumatera Barat
(diwakili Dr. Abdul Aziz) menjelaskan rencana kegiatan pendampingan sayuran
(cabe dan bawang merah) di Sumatera Barat tahun 2015 dalam rangka
mendukung Program UPSUS BAMBAI. Pada Gambar 1 disajikan pelaksanaan
rapat sosialisasi tersebut.
Gambar 1. Rapat sosialisasi UPSUS BAMBAI di auditorium Distan
Provinsi Sumatera Barat.
Pada tahun anggaran 2015, Distan Provinsi Sumatera Barat mempunyai
kegiatan PKAH cabe seluas 89 ha yang terdapat di delapan Kabupaten/Kota
(Tabel 1). BPTP Sumatera melaksanakan pendampingan pada enam
kabupaten/kota.
Tabel 1. Daerah yang mendapat bantuan pengembangan cabe di Provinsi Sumatera Barat, 2015.
xx
Kab/Kota Kecamatan Desa Luas (ha)
Tanah Datar Tanjung Emas Gundam, Pagaruyung 1,00
Limo Kaum Rumah XX, Labuah 1,00
Rambatan Ladang Laweh 3,00
Pariangan Sungai Jambu 1,00
Batipuh Andaleh 1,00
50 Kota Luak Indo Baleh Timur, Mungko 1,00
Lareh Sago Halaban Halaban 1,00
Payakumbuh Balai Rupih Simalanggang 1,00
Harau Solok Dalam, Solok Bio-bio 1,00
Akabiluru Batuhampa 1,00
Situjuah Limo Nagari Subarang Tabek, Situjuah Banda Dalam 1,00
Kab Solok Danau Kembar Kampung Batu Dalam 2,00
Simpang Tj Nan IV 2,00
1,00
Lembah Gumanti Sungai Alahan Panjang 1,00
Salimpek 2,00
Padang Panjang Padang Panjang Timur Koto Panjang 2,45
Koto Katiak 0,55
Gantiang 5,60
Ngalau 0,25
Padang Panjang Barat Bukik Surungan 3,55
Kampung Manggis 6,45
Silaiang Bawah 1,15
Pasaman Barat Luhak Nan Duo Koto Baru 1,00
Koto Baru 2,00
Talamau Talu 5,50
Kajai 2,50
Padang Koto Tangah Dadok Tunggul Hitam 4,35
Bungo Pasang 1,00
KKP 2,00
Balai Gadang 2,00
Padang Sarai 2,65
Kuranji Sungai Sapih 2,00
Gunuang Sariak 2,00
Kuranji 1,00
Padang Selatan Mata Air 3,00
Solok Selatan KPGD Pakan Rabaa 2,00
Pauh Duo Tubo Taratak Tinggi, Luak Kapau 4,00
Pauh Duo Nan Batigo 2,00
Sangir Pincuran Tujuh, Lubuk Gadang 2,00
Pesisir Selatan Sutera Ampalu, Ganting Mudik Selatan 1,00
Lengayang Koto Raya, Lakitan Selatan 1,00
Koto Kandis, Kambang Timur 1,00
Linggo Sari Baganti Rimbo Panjang, Punggasan 1,00
IV Jurai Ampang Tareh, Ampang Tareh Lumpo 1,00
Kampuang Lua, Salido 1,00
Ranah Pesisir Muaro Pandan, Sungai Tanau Barat 1,00
Jumlah 89,00
4.2. Pelatihan
Selain di lokasi demplot PTT cabe, telah dilaksanakan sebanyak tujuh kali
pertemuan dalam bentuk pelatihan dan diskusi lapang pada enam
xxi
kabupaten/kota. Sekitar 244 orang dilibatkan dalam kegiatan ini, dengan topik
“Inovasi teknologi budidaya cabe”. Pelaksanaan pelatihan dan diskusi lapang
disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2.
Tabel 2. Jadual pelaksanaan dan peserta pelatihan dan diskusi lapang yang dilaksanakan pada Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat (selain lokasi demplot).
No Lokasi Tanggal Peserta Jumlah
1 Kab. Pasaman Barat (Kecamatan Talu)
1 Oktober 2015
Keltan penerima bantuan pemerintah, Ka UPTD,
aparat nagari, peneliti, penyuluh, dll
25
2 Kab. Pasaman Barat
(Kecamatan Luhak Nan Duo)
2 Oktober
2015
Keltan penerima bantuan
pemerintah, Ka UPTD, aparat nagari, peneliti, penyuluh, dll
32
3 Kab. 50 Kota (Kecamatan Akabiluru)
5 Oktober 2015
Keltan penerima bantuan pemerintah, Kabid TPH, Ka UPTD, aparat nagari,
peneliti, penyuluh, dll
40
4 Kota Padang Panjang
(Kecamatan Padang Panjang Barat)
21 Oktober
2015
Keltan penerima bantuan
pemerintah, Badan Ketahanan Pangan, Ka UPTD, aparat nagari, peneliti, penyuluh, dll
37
5 Kab. Tanah Datar (Kecamatan Tanjung
Baru)
29 Oktober 2015
Petani cabe penerima bantuan pemerintah, Kabid
TPH, peneliti, penyuluh, dll.
30
6 Kab. Solok (Kecamatan Danau
Kembar)
4 November 2015
Keltan penerima bantuan pemerintah, Koord. PP, Ka
UPTD, aparat nagari, peneliti, penyuluh, dll
40
7 Kota Padang
(Kecamatan Koto Tangah)
11
November 2015
Keltan penerima bantuan
pemerintah, Ka UPTD, aparat kelurahan, peneliti, penyuluh, dll
40
Jumlah 244
xxii
Kab. Pasaman Barat (Kecamatan Talu)
Kab. Pasaman Barat (Kecamatan Luhak Nan Duo)
Kab. 50 Kota (Kecamatan Akabiluru)
xxiii
Kota Padang Panjang (Kecamatan Padang Panjang Barat)
Kab. Solok (Kecamatan Danau Kembar)
Kota Padang (Kecamatan Koto Tangah)
xxiv
Kab. Tanah Datar (Kecamatan Tanjung Baru)
Gambar 2. Pelatihan dan diskusi lapang yang dilaksanakan pada Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat (selain lokasi demplot).
4.3. Demplot PTT Cabe
a. Penentuan Lokasi
Penentuan lokasi dan petani kooperator untuk demplot cabe ditetapkan
bersama dengan Distanbunhut Kabupaten Tanah Datar (Kabid Tanaman Pangan
dan Hortikultura –Ir. Nelita Yelda-). Setelah mempertimbangkan banyak lokasi
petani cabe penerima bantuan pemerintah, akhirnya disepakati kegiatan demplot
cabe pada Keltan Merapi Subur di Kecamatan Pariangan. Pada Gambar 3
disajikan kegiatan penetapan lokasi demplot bersama Distanbunhut Kab. Tanah
Datar.
xxv
Gambar 3. Penentuan lokasi demplot bersama Kabid TPH Distanbunhut Kab.
Tanah Datar. b. Teknologi Existing dan Perbaikan Teknologi
Hasil pengamatan mengenai teknologi existing pada tingkat petani di
Kecamatan Pariangan, ternyata petani masih menggunakan varietas cabe lokal
dengan produktivitas sekitar 5 t/ha. Komponen teknologi existing disajikan pada
Tabel 3. Berdasarkan teknologi existing ini, dirancanglah dan disepakati bersama
petani perbaikan komponen teknologi yang diaplikasikan pada demplot cabe,
seperti Tabel 4.
Tabel 3. Teknologi existing pada tingkat petani di Kecamatan Pariangan, 2015.
No Komponen Teknologi Eksisting
Uraian
1 Varietas Lokal Pariangan, produktivitas 5 t/ha
2 Benih dan
sumbernya
Dari tanaman sebelumnya, tidak berlabel, dan
diperbanyak sendiri
3 Cara pengolahan tanah
Bajak dengan traktor, buat bedengan
4 Cara dan sistem tanam
Jarak tanam (45x45 cm atau 50x50 cm), monokultur, setelah padi sawah
5 Pemupukan Waktu tanam: pukan 8 t/ha; SP36-Phonska, ZA, KCl (70-210-70-35 kg/ha), cor dengan Phonska 1 x 15 hari (70 kg/ha/1 x cor). Jika memakai
pupuk NPK 16-16-16, dosis yang diberikan sebanyak 500 kg/ha pada waktu tanam. Pupuk susulan dengan cara dicor sebanyak 300.
Jumlah cor berkisar 3-7 kali
6 Pemeliharaan Penyiangan dilakukan diantara bedengan secara manual. Pemangkasan dan penjarangan buah
tidak dilakukan. Pengendalian OPT menggunakan pestisida kimia dengan
xxvi
penyemprotan 1x1 minggu.
7 Panen dan pascapanen
Panen dilakukan dengan cara memilih buah yang masak mulai umur 110 hst dengan interval
waktu panen 1x1 minggu. Umumnya panen dilakukan maksimum 12 kali. Hasil panen selanjutnya dijual ke pasar atau pedagang yang
datang ke rumah.
Tabel 4. Rumusan paket teknologi yang diaplikasikan pada demplot cabe.
No Komponen Tekonogi
Uraian Teknologi Paket Teknologi yang
Diaplikasikan
1 Varietas Kopay, Lotanbar, Gero,
Lokal Pariangan
Menggunakan Varietas
Kopay, Lotanbar, Gero, Lokal Pariangan; Benih
berasal dari biji berlabel/bersertifikat, kecuali varietas Lokal
Pariangan; Pengolahan tanah 1x dan selanjutnya dibuat bedengan; pupuk
kandang diberikan sebanyak 20 t/ha dan pupuk NPK 16-16-16
dengan perlakuan 500 kg/ha, 750 kg/ha, dan 1.250 kg/ha diberikan saat
tanam. Selanjutnya bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam perak.
Penanaman dilakukan pada jarak tanam 50x40 cm dengan sistem monokultur.
Pupuk susulan diberikan menggunakan NPK
16-16-16 sebanyak 300-500 kg/ha tergantung pertumbuhan tanaman
dengan cara cor. Penyiangan dilakukan diantara bedengan dan
pengendalian hama penyakit menggunakan pestisida kima tergantung
tingkat serangan H/P
2 Benih dan
sumbernya
Biji Berlabel
3 Cara pengolahan
tanah
Olah tanah 1x dan
membuat bedengan
4 Cara dan sistem
tanam
Jarak tanam 50x40 cm,
munggunakan Mulsa Plastik Hitam Perak, sistem monokultur
5 Pemupukan Pukan sebanyak 20 t/ha; NPK 16-16-16
dosis 500 kg/ha, 750 kg/ha, 1.250 kg/ha diberikan saat tanam.
Selanjutnya dilakukan sistem cor menggunakan NPK
16-16-16 sebanyak 300-500 kg/ha tergantung
pertumbuhan tanaman
6 Pemeliharaan Penyiangan diantara
bedengan tergantung pertumbuhan gulma, penyemprotan
menggunakan pestisida kimia tergantung serangan H/P
7 Panen dan pascapanen
Panen dilakukan bila sudah sesuai dengan
kriteria buah masak,
xxvii
yang dilakukan 1x1 minggu
tersebut. Panen dilakukan bila buah telah masak dengan interval 1x1
minggu maksimum 12x panen.
c. Pelatihan Teknologi
Pada lokasi demplot di Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar telah
dilakukan sebanyak lima kali pelatihan, seperti pada Tabel 5 dan Gambar 4.
Pelatihan dilaksanakan di dalam ruangan dan di lapangan. Jumlah peserta yang
dilibatkan sebanyak maksimum 40 orang setiap pelatihan. Pelatihan juga
mendatangkan narasumber dari BBP2TP Bogor.
Tabel 5. Pelatihan yang dilaksanakan pada Keltan Merapi Subur, Pariangan, Kab. Tanah Datar.
No Pelatihan Tanggal Peserta Jumlah
1 Pelatihan dan Sosialisasi Inovasi Teknologi PTT
Cabe
27 Mei 2015 Petani cabe Nagari Sungai Jambu, Aparat Nagari, Ka UPTD, peneliti, Penyuluh, dll
40
2 Pelatihan Penyemaian
28 Juli 2015 Petani Keltan Merapi Subur, Ka UPTD, penyuluh, peneliti,
dan Babinsa
20
3 Pelatihan Penanaman
15 September
2015
Petani Keltan Merapi Subur, Ka UPTD, penyuluh, peneliti,
dan PHP
20
4 Pelatihan Budidaya
Cabe (Tim Pusat)
7 Oktober
2015
Pengurus Keltan se
Kecamatan Pariangan, Aparat Nagari, Ka UPTD, PHP, Penyuluh, dll
40
5 Pelatihan Pengendalian OPT
18 November
2015
Anggota Keltan Merapi Subur, Peneliti, dan Penyuluh
20
xxviii
Pelatihan dan Sosialisasi Inovasi Teknologi PTT Cabe
Pelatihan Penyemaian
Pelatihan Penanaman
xxix
Pelatihan Budidaya Cabe (Tim Pusat)
Pelatihan Pengendalian OPT
Gambar 4. Rangkaian pelatihan yang dilaksanakan pada demplot cabe di Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, 2015.
d. Pertumbuhan Tanaman Cabe
Sampai laporan ini dibuat, data yang dapat dikumpulkan hanya tinggi
tanaman cabe umur 8 minggu setelah tanam (MST) dan 12 MST (Tabel 6 dan
Tabel 7). Sedangkan tampilan pertumbuhan tanaman disajikan pada Gambar 5.
Tabel 6. Tinggi tanaman beberapa varietas cabe umur 8 dan 12 MST. Pariangan Tanah Datar, 2015.
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Pertambahan
xxx
Varietas Cabe 8 MST 12 MST
Tinggi Tanaman
(cm)
Kopay 39,5 56,5 17,0
Gero 40,3 64,5 24,2
Lotanbar 44,2 72,6 28,4
Lokal Pariangan 58,3 68,6 10,3
Tabel 7. Tinggi tanaman beberapa dosis pemupukan cabe umur 8 dan 12 MST.
Pariangan Tanah Datar, 2015.
Perlakuan Pemupukan NPK 16-16-16 (kg/ha)
Tinggi Tanaman (cm) Pertambahan Tinggi Tanaman
(cm) 8 MST 12 MST
500 58,0 60,1 2,1
750 58,3 68,6 10,3
1.250 68,6 71,2 2,6
Pada Tabel 6 terlihat bahwa umur 8 MST, tanaman tertinggi didapatkan
pada perlakuan varietas Lokal Pariangan (58,3 cm) dan terendah pada varietas
Kopay (39,5 cm). Namun, pada umur 12 MST, tanaman tertinggi pada varietas
Lotanbar (72,6 cm) dan terendah pada varietas Kopay (56,5 cm). Pertambahan
tinggi tanaman terbesar didapatkan pada varietas Lotanbar (28,4 cm), diikuti
Gero (24,2 cm), Kopay (17,0 cm), dan Lokal Pariangan (10,3 cm).
Pada Tabel 7 terlihat bahwa umur 8 MST, tanaman tertinggi didapatkan
pada perlakuan pemupukan NPK sebesar 1.250 kg/ha (68,6 cm) dan terendah
pada pemupukan NPK sebesar 500 kg/ha (58,0 cm). Kecenderungan yang sama
juga terlihat pada pengamatan tinggi tanaman umur 12 MST. Namun,
pertambahan tinggi tanaman terbesar didapatkan pada perlakuan pemupukan
sebesar 750 kg/ha (10,3 cm), diikuti pemupukan NPK sebesar 1.250 kg/ha (2,6
cm), dan 500 kg/ha (2,1 cm).
xxxii
Tanam Umur 2 MST
Pertumbuhan vegetatif (8 MST)
Pertumbuhan generatif (12 MST)
Gambar 5. Tampilan tanaman cabe di lapangan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
xxxiii
Dari hasil kegiatan pendampingan pengembangan kawasan pertanian
nasional hortikultura komoditas cabe sampai laporan ini ditulis dapat disimpulkan,
antara lain:
1. Telah dilaksanakan sebanyak tujuh kali pertemuan dalam bentuk pelatihan
dan diskusi lapang pada enam kabupaten/kota yang melibatkan sekitar 244
orang, dengan topik “Inovasi teknologi budidaya cabe”.
2. Pada lokasi demplot telah dilakukan sebanyak lima kali pelatihan yang
melibatkan sekitar maksimum 40 orang setiap pelatihan. Pelatihan juga
mendatangkan narasumber dari BBP2TP Bogor.
3. Teknologi existing pada tingkat petani di Kecamatan Pariangan adalah petani
masih menggunakan varietas cabe lokal dengan produktivitas sekitar 5 t/ha.
4. Pertumbuhan tanaman terbaik adalah varietas Lotanbar, sedangkan dosis
terbaik adalah 750 kg/ha.
xxxiv
VI. KINERJA KEGIATAN
6.1 Keluaran Yang Dicapai
Keluaran sementara yang telah dicapai dari kegiatan pendampingan
pengembangan kawasan pertanian nasional hortikultura komoditas cabe ini
adalah meningkatnya kemampuan dan kemauan petani untuk menerapkan inovasi
teknologi PTT cabe di 6 kabupaten/kota di Sumatera Barat.
6.2. Hasil Yang Dicapai
Petani cabe yang mampu dan mau menerapkan inovasi teknologi PTT cabe di
Sumatera Barat semakin meningkat.
6.3. Manfaat Yang Dicapai
Manfaat sementara yang telah dicapai adalah berkembangnya inovasi
teknologi PTT cabe pada kawasan pengembangan cabe di Provinsi Sumatera
Barat.
6.4. Dampak Yang Dicapai
Dampak sementara yang telah dicapai dari kegiatan ini, antara lain: (a)
berkembangnya kawasan cabe di Provinsi Sumatera Barat; dan (b) meningkatnya
penerapan inovasi teknologi PTT cabe dalam rangka mendukung pengembangan
kawasan pertanian Nasional di Provinsi Sumatera Barat.
6.5. Kisah Sukses
Kecamatan Pariangan adalah salah satu daerah pengembangan tanaman
sayuran (hortikultura) di Provinsi Sumatera Barat. Untuk komoditas cabe, petani
masih menggunakan varietas Lokal Pariangan yang potensi hasilnya hanya 5,0
t/ha. Displai beberapa varietas unggul Kopay, Gero, dan Lotanbar yang telah
dilakukan mampu merobah kemauan petani yang selama ini menyukai varietas
Lokal Paringan. Petani tertarik mengadopsi varietas Lotanbar dan Gero.
xxxv
DAFTAR PUSTAKA
1. BPS Sumatera Barat. 2004. Sumatera Barat dalam Angka. 2003.
Kerjasama Badan perencanaan pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat.
2. BPS Sumatera Barat. 2006. Sumatera Barat dalam Angka. 2005.
Kerjasama Badan perencanaan pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat.
3. BPS Sumatera Barat. 2007. Sumatera Barat dalam Angka. 2006.
Kerjasama Badan perencanaan pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat.
4. BPS Sumatera Barat. 2014. Sumatera Barat dalam Angka. 2014.
Kerjasama Badan perencanaan pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat; 688 hlm.
5. BPSBTPH Sumatera Barat. 2007. Varietas unggul cabai Keriting Bukittinggi. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat.
6. BPTP Jawa Barat. 2009. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu
Cabai Merah (leaflet). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. 7. Pitojo, S. 2003. Benih Cabai. Seri Penangkaran. Kanisius, Yogyakarta; 10
hlm.
8. Puslitbanghorti. 2006. Katalog Teknologi Unggulan Hortikultura. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Hortikultura. Departemen Pertanian.
9. Puslitbanghorti. 2010. Rakitan Komponen Teknologi PTT Cabai
Merah-Bawang Merah (Pengelolaan Tanaman Terpadu Cabai Merah Tumpang Gilir dengan Bawang Merah). Balitbangtan-Puslitbanghorti; 80 hlm.
10. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Berita Resmi PPVT 2009.
http://ppvt.setjen.deptan.go.id 11. Nurdin, F., K. Zen, dan Yulimasni. 1997. Serangan hama lalat korok
daun ”hama baru” pada tanaman sayuran di Alahan Panjang Sumatera Barat.
Seminar Tantangan Entomologi Abad XXI. Bogor, 8 Januari 1997. 6 hlm. 12. Rusli, I., Khairul Zen, Atman Roja, Abdul Aziz, Djanifah Djamaan,
Ade Subarna, Ramailis dan Arifnawati. 2009. Uji adaptasi untuk
percepatan penyebaran VUB Cabai (15 t/ha) dan Kentang (25 t/ha) di Sumatera Barat. Laporan pengkajian Sinta 2009). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.
13. Rosmarkam, A. dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah.Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta; 42-80 hlm.
14. Setiawati,W., R. Murtiningsih, G.A. Sopha, T. Handayani. 2007.
Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
15. Setiawati, W. 2007. Menambah Untung Cabe Merah. Sinar Tani, Edisi
14-20 Maret 2007. 16. Wiryanta, B.T.W. 2002. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Agromedia
Pustaka, Jakarta; 5 hlm..