76
palawa unpad cikatomas k a r s t e k s k u r s i

Laporan Cikatomas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan berikut ini merupakan sebagian dari wujud tanggungjawab tim caving Palawa Unpad kepada Dewan Pengurus Palawa Unpad. Sedikitnya dapat terbaca dalam laporan ini beberapa poin yang kami kira penting untuk diketahui oleh penelusur-penelusur setelah kami.

Citation preview

  • palawa unpad

    cikatomask a r s te k s k u r s i

  • Ekskursi Karst Cikatomas

    palawa unpad - 2013

    Nanang FuadiFikry Rausyan

    Ahmad HevickoDwi Margo

    BaihaqiEris KrismayantoTaufik Nugraha

    Ferry HendarsinRonald Agusta

    diterbitkan oleh humas

    DP XXV PMPA PALAWA UNPAD

    penyunting dan penata letak

    Mirza Ahmad

    foto sampul

    Deni Sugandi

    diizinkan untuk mengutip maupun memperbanyak dan menyebarkan, kecuali untuk tujuan komersial

  • Pengantar Laporan

    Puji syukur ke hadirat Tuhan YME karena atas izinnyalah maka rencana penelusuran gua di kawasan karst Ta-sikmalaya dapat terwujud menjadi kegiatan yang terbilang sukses. Seluruh tim dapat bekerjasama sejak masa persiapan sampai dengan pasca-penelusuran.

    Salawat dan salam juga kami persembahkan kepada Nabi-Nya bersama dengan tanggungjawab yang diemban-nya telah berhasil membawa umat manusia dari kegelapan ke alam terang. Perihal ketiadaan cahaya para penelusur gua sudah sangat memahaminya. Betapa tanpanya segala sesuatu seolah menjadi hilang dalam keberadaannya. Tanpa cahaya mustahil fotografi ada.

    Tim juga memiliki kesadaran bahwa tanpa dukungan dan doa dari seluruh anggota Palawa Unpad niscaya ren-cana akan tinggal menjadi cerita yang tampil malu-malu karena gagal atau belum berhasil, meski sesungguhnya kita takhanya memerlukan cerita sukses belaka tetapi dari cerita kegagalan pun selalu banyak yang dapat dijadikan pelajaran berharga. Atas kesadaran itulah kami menyampaikan terima kasih takberhingga untuk semua yang telah saudara-saudar-aku diberikan.

    Dewan Pengurus XXV memegang peran yang tidak kecil. Saat tim harus menerima kenyataan bahwa Kang Hidayat tidak bisa turut menelusuri gua di Tasikmalaya karena harus memberi pelatihan arung jeram bagi para calon guide Sun-gai Batang Merangin, atas kebijakan DP-lah sehingga Kang

  • Nanang diberi kesempatan bergabung bersama kami. Teri-ma kasih atas pertimbangan dan kebijakannya.

    Kegiatan ini berada di atas ide besar menyusun database gua di kawasan Jawa Barat. Semoga langkah, yang sebetul-nya sudah sejak lama dirintis oleh para anggota yang masuk lebih dulu, ini dapat melanjutkan dan melanjutkan. Bukankah kita masih meyakini pribahasa Sedikit demi sedikit lama-la-ma menjadi bukit. Membumikan gagasan dan menyatakan-nya dalam perbuatan. Meski sedikit merasa tidak percaya diri saat harus menyerahkan sehimpun corat-coret selama, dan refleksi kegiatan, di lapangan sebagai sebuah laporan akhirnya kami beranikan juga dengan keyakinan: sejelek apa pun toh, sejujurnya, ini adalah upaya. Baik buruk bukan kami yang menilai. Kepada saudara yang saat ini tengah membaca kami ucapkan terima kasih. Kritik, saran, dan segala komen-tar terhadap laporan ini kami tunggu dan akan kami terima dengan senang hati. Selamat membaca, semoga ada satu dua makna atau informasi yang nyanthel dan kaharti. []

    Panitia

  • Karst Cikatomas

    Wilayah Selatan Tasikmalaya yang terdiri atas ben-tang karst yang luas dan secara geografis dapat digolongkan ke dalam tiga region: Cikatomas, Sodonghilir, dan Karangnunggal, menarik minat kami untuk mendtangin-ya. Eksplorasi kali ini bermain di region Cikatomas. Ratusan mulut gua ada di wilayah ini.

    Survei kali ini enam gua yang ditelusuri: Gua Ciodeng, Gua Cikaret, Gua Curug, Gua Surupan, Gua Cigerendong, dan Gua Hulukuya yang beberapa di antaranya diduga memben-tuk satu sistem.

    Sebagian besar lorong yang ditelusuri berkarakter hor-isontal. Hanya di Gua Cigerendong II tim menemukan dan menelusuri lorong bertipe vertikal, serta melihat sebuah aven di bagian tengah Gua Hulukuya.

    Seluruh gua yang disurvei merupakan aliran sungai bawah tanah. Pada Gua Ciodeng, Gua Cikaret, dan Gua Suru-pan, reruntuhan atap gua yang menghalangi lorong sehing-ga tidak dapat dilalui; Penelusuran Gua Curug terhenti pada sebuah sump, sedangkan pada Gua Cigerendong I dan II penjelajahan dihentikan oleh keterbatasan waktu dan pera-latan teknis penelusuran gua vertikal. Lorong gua horisontal dan gua vertikalnya masih meninggalkan pertanyaan yang kelak akan meminta jawabnya. Hanya pada Gua Hulukuya penelusuran tembus ke lubang mulut lainnya.

  • Tim survei kali ini tidak memetakan gua yang ditelusuri.Pendokumentasian dibuat dengan peralatan fotografi dan videografi. Selain itu kami juga membuat catatan berdasar-kan halmenarik yang ditemukan. Perihal fotografi ditangani oleh Ronald Agusta dan Deni Sugandi, sedangkan videografi oleh Taufik Nugraha dan Baihaqi. Pada teknisnya penelu-sur membagi tugas: sebagian menjadi model pemotretan dan yang lain menangani pencahayaan. Setiap penelusuran selalu meninggalkan tiga atau empat orang (anggota tim) di luar gua untuk berjaga. Kerjasama tim sangat diperlukan dalam hal ini.

    Foto-foto dan footage gambar akan berguna sebagai pembantu bagi penelusur yang akan mendeskripsikan gua secara tertulis. Teks gambar dan tulisan akanakan diolah dan bersinergi untuk menjadi informasi yang bermanfaat.[]

  • GAMBARAN UMUM KEGIATAN

    Penelusuran gua yang dilakukan bertujuan mendata dan mendokumentasikan keberadaan dan kondisinya. Semula direncanakan ada tiga gua yang akan disurvei namun menimbang situasi dan kondisi lapangan, terutama setelah tim utama bertemu dengan tim pendahulu. Tiga gua yang semula disiapkan yaitu Gua Ciodeng, Gua Hulukuya, dan Gua Cimaranggi. Setelah dilakukan evaluasi taktis akhirnya disepakati untuk menyusun ulang daftar gua yang akan diek-splorasi. Adapun gua-gua tersebut yaitu Gua Ciodeng, Gua Cikaret, Gua Curug, Gua Surupan atau Gua Tajur, Gua Ciger-endong, dan Gua Hulukuya.

    Pendokumentasian dan pendataan yang telah dilakukan kemudian akan diolah untuk kemudian menjadi buku.

    Profil Penelusur

    Survei speleologi ini dilakukan oleh tim yang berisi gabungan antara Palawa Unpad dan Badan Geologi. Semua berjumlah total 13 personal.

    Palawa Unpad: Ahmad Hevicko (koordinator), Bai Haqi (rescuer, penulis, fotografer), Margo Dwi Utomo (rescuer, penulis, sie logistik), Ferry Hendarsin (rescuer, ahli spele-ologi), Fikry Rausyan (rescuer, penulis, sie akomodasi, light-man), Taufik Nugraha (rescuer, videografer), Nanang Fuadi Sejahtera (sie logistik, penulis, rescuer, lightman), Eris Kris-mayanto (rescuer).

  • Badan Geologi: Pak Ronald Agusta, Iwan, Pak Yudi, Pak Deni, dan Pak Dudi.

    Perihal jumlah personal juga terjadi perubahan. Penam-bahan anggota tim dinilai perlu dilakukan dengan pertim-bangan bahwa diperlukannya tim yang lebih kuat untuk mendukung rencana pendokumentasian dan potensi ter-jadinya kecelakaan.

    Durasi Kegiatan

    Tim Pendahulu mulai berangkat ke Tasikmalaya pada Kamis menjelang siang, 29 Agustus 2013; sedangkan Tim Utama berangkat pada Jumat pagi, 30 Agustus 2013. Kegiatan berlangsung sampai dengan hari Minggu, 1 Sep-tember 2013. Hampir pukul 23.00 saat anggota tim Palawa tiba kembali di Jatinangor.

    Pembiayaan

    Seluruh pembiayaan kegiatan ini dipenuhi oleh Badan Geologi.Lokasi Kegiatan

    Seluruh gua yang disurvei berada di Kabupaten Tasikma-laya. Gua Ciodeng, Gua Cikaret, Gua Curug, Gua Suru-pan, dan Gua Cigerendong berada di Kecamatan Pancaten-gah; adapun Gua Hulukuya berada di Kecamatan Cikatomas.[]

  • KRONOLOGIS harian

    Jumat 30 Agustus 201306.00 Seluruh anggota tim berkumpul di depan gd.

    Badan Geologi, kecuali Pak Yudi.

    08.30 Berangkat

    09.00 Parakan Muncang bertemu Pak Yudi.

    09.30 Berangkat

    11.30 Tiba di Salawu hujan rintik, istirahat makan siang dan minum kopi.

    13.00 Pinggir sungai, di seberang lain sebuah bukit dan singkapan.

    16.00 Sungai Cikembang pendokumentasian.

    17.00 Bertemu dgn tim pendahulu (areal mulut Gua Ci-odeng) bergerak ke basecamp.

    19.00 Bersiap

    20.00 Eksplorasi Gua Ciodeng

    20.30 Tim keluar, lorong buntu, reruntuhan atap menu-tupi lorong.

    21.00 Tim masuk Gua Cikaret (Gua Ciodeng Belakang). Sesaat gerimis turun.

    23.30 Tim sudah keluar dan tiba di basecamp.

  • Sabtu 31 Agustus 201310.00 Bergerak ke lokasi Gua Curug.

    10.30 Eksplorasi Gua Curug

    11.00 Eksplorasi Gua Curug selesai. Tim terhalang sump 10 m dari lubang masuk.

    12.00 Eksplorasi Gua Surupan Tajur.

    15.30 Eksplorasi selesai kembali ke lapangan SD Karya Mukti.

    17.30 Eksplorasi Gua Cigerendong. Horisontal (I) dan Vertikal (II).

    20.00 Eksplorasi selesai kembali ke lapangan SD Karya Mukti.

    22.00 Tim tiba di basecamp Ds. Mekarsari.

    Minggu 1 September 201312.00 Tiba di Dusun Katomas, Desa Cogreg.

    13.00 Eksplorasi Gua Hulukuya

    15.30 Eksplorasi selesai.

    18.00 Kembali ke Tasikmalaya ke rumah Kang Eris.

    22.30 Tiba di Palawa Unpad, Jatinangor, sebagian ang-gota tim melanjutkan ke Bandung.[]

  • Hari 1Hari/tangggal: Jumat, 30 Agustus 2013

    Nama gua: Gua Ciodeng dan Gua Cikaret

    Lokasi: Desa Mekarsari, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya

    Koordinat:

    Gua Ciodeng: 1080 20 7.3 BT - 070 39 50 LS

    Gua Cikaret: 1080 20 8.08 BT - 070 39 47.07 LS

    Waktu tempuh penelu-suran: 2,5 Jam (masuk dan keluar)

    Penelusur: tim a) Dwi Margo, Fikry Rausyan, Yudi, Ronald Agusta, tim b) Baihaqi, Taufik Nugra-

    ha, Nanang Fuadi, Deni Sugandi.

    Fotografer: Ronald Agus-ta dan Deni Sugandi

    Penulis: Dwi Margo, Fikry Rausyan, dan Baihaqi

    Perlengkapan: yang di-gunakan peralatan pen-elusuran horisontal

    Speleothem: Ornamen batu alir (flowstone) dan Batu Tetes (dripstone) juga ditemukan di dalam Gua Ciodeng dan Cikaret. Be-berapa ornamen gua yang terbentuk karena aliran air di dalam Gua Ciodeng dan Cikaret antara lain (1) canopy: ornamen yang tumbuh pada dinding gua, berbentuk menyerupai setengah tudung payung atau jamur. Ornamen je-nis ini terbentuk karena

    INFORMASI SURVEI GUA

  • aliran air yang mengalir di atas permukaan batu yang menempel pada dind-ing gua; (2) gordyn: orna-men yang menempel pada dinding gua, meman-jang dari atas ke bawah dan berbentuk menyeru-pai gordin; (3) drapheris: merupakan ornamen pada dinding gua yang meny-erupai susunan gigi atau gergaji di bagian bawahn-ya. Merupakan gordyn yang bagian bawahnya terbentuk bentukan gerg-aji; (4) gourdam: ornamen ini berbentuk mirip petak-petak sawah. Jenis orna-men batu tetes (dripstone) juga ditemukan di dalam gua ini. Ornamen yang ter-bentuk karena tetesan air yang dapat ditemukan an-tara lain, stalagtit (formasi batuan yang menggantung tumbuh ke bawah karena pengaruh gravitasi), straw (stalagtit dengan diameter sesuai dengan tetesan air dan di bagian tengah ber-lubang, menyerupai sedo-tan minuman); stalagmit (ornamen yang tumbuh di

    lantai gua jejak tetesan air dari stalagtit yang terus menumpuk pada satu ti-tik), dan column (stalagmit dan stalagtit yang telah bersambung ujungnya se-hingga menjadi satu pilar). Warna speleothem di dua gua ini cokelat keemasan dan menghitam. Lapisan lumpur membungkus per-mukaan speleothem.

    Hambatan: Lorong Gua Ciodeng buntu tidak jauh dari lubang masuk. Ke-mungkinan lorong tertutup oleh reruntuhan dari atap gua atau oleh banjir besar. Sekitar lubang masuk Gua Cikaret terdapat beberapa pipa paralon yang dipa-sang warga untuk men-galirkan air dari dalam gua ke bak penampungan dan rumah-rumah. Selain pipa, di sekitar lubang masuk, juga ada instalasi pompa air listrik yang kabelnya terendam di dalam lorong berair. Dua hal tersebut meminta perhatian bagi penelusur gua. Selain itu, aktivitas penelusuran juga

  • berpotensi membuat air yang mengalir menjadi keruh oleh lumpur yang mengendap di lantai gua berair teraduk oleh pijakan kaki penelusur.

    Hari 2Hari/tangggal: Sabtu, 31 Agustus 2013

    Nama gua: Gua Curug, Surupan/Tajur, dan Ciger-endong

    Lokasi: kampung Pun-cakganas, Desa Tawang, Kecamatan Tawang, Kab. Tasikmalaya

    Koordinat:

    Gua Curug: 1080 19 56.4 BT 070 40 41.1 LS

    Gua Surupan/Gua Tajur: 1080 19 BT 070 41.1 LS

    Cigerendong I: 1080 19 43.2 BT - 070 40 57.7 LS

    Waktu tempuh penelu-

    suran:

    Gua Curug: 1 jam, tim ter-halang sump.

    Gua Surupan: 2,5 Jam (masuk dan keluar)

    Gua Cigerendong: 2,5 jam (masuk dan keluar)

    Penelusur: tim a) Margo, Fikry, Yudi, Ronald Agus-ta, tim b) Baihaqi, Taufik, Nanang Fuadi, Deni.

    Fotografer: Ronald Agus-ta, Baihaqi, dan Deni Su-gandi

    Penulis: Dwi Margo, Fikry, dan Vicko

    Perlengkapan yang di-gunakan: Peralatan pen-elusuran horisontal

    Speleothem: Gua Suru-pan tidak banyak memiliki speleothem di dalamnya, sedangkan Gua Curug, di bagian depan, terdapat beberapa jenis ornamen batu alir. Ornamen batu alir (flowstone) dan batu tetes (dripstone) juga ditemukan

  • di dalam Gua Cigeren-dong. Beberapa ornamen gua yang terbentuk karena aliran air di dalam Gua Ci-gerendong antara lain (1)canopy, (2) gordyn, (3) dra-pheris, dan (4) gourdam: ornamen ini berbentuk mirip petak-petak sawah. Ada dua jenis gours: micro (berukuran kecil) dan mac-rogours (berukuran besar). Jenis ornamen batu tetes (dripstone) juga ditemu-kan di dalam gua ini. Or-namen yang terbentuk karena tetesan air yang dapat ditemui antara lain, stalagtit, straw; stalagmit, dan column (stalagmit dan stalagtit yang telah bers-ambung ujungnya sehing-ga menjadi satu pilar).

    Hambatan: Lorong bagian awal Gua Curug memben-tuk sump yang tidak dilalui oleh tim. Menurut infor-masi dari penelusur lain (Palawa 1996), lorong ma-sih panjang dengan ber-macam speleothem. Pada perjalanan kali ini penelu-suran berhenti.

    Hari 3Hari/tangggal: Minggu, 1 September 2013

    Nama gua: Gua Hulukuya

    Lokasi: kampung Kato-mas, Desa Cogreg, Keca-matan Cikatomas, Kabu-paten Tasikmalaya

    Koordinat: 1080 16 10.8 BT - 070 37 10.7 LS.

    Waktu tempuh penelu-suran: 2 Jam (masuk dan keluar)

    Penelusur: tim a) Vicko, Fikry Rausyan, Baihaqi, Ronald, tim b) Eris Kris-mayanto, Taufik, Nanang Fuadi, Deni Sugandi, Iwan.

    Fotografer: Ronald Agus-ta, Baihaqi, dan Deni

    Penulis: Fikry Rausyan dan Vicko

    Perlengkapan yang di-gunakan: Peralatan pen-elusuran horisontal

    Speleothem: Ornamen

  • Flowstone dan Dripstone ditemukan di dalam gua ini. Beberapa ornamen gua yang terbentuk karena aliran air di dalam Gua Hu-lukuya antara lain (1) cano-py, (2) gordyn, (3) draperis, dan (4) gourdam: ornamen ini berbentuk mirip petak-petak sawah.

    Jenis ornamen batu tetes (dripstone) juga ditemu-kan di dalam gua ini. Ornamen yang terbentuk karena tetesan air yang dapat ditemui antara lain, stalagtit, straw; stalag-mit, dan column. Meski

    demikian sedikit sekali ornamen yang masih me-mantulkan cahaya terang berkilauan.Umumnya ornamen yang ada ber-warna cokelat kehitaman. Adapun beberapa yang berwarna putih sudah ker-ing memfosil.

    Hambatan: Kenikmatan penelusuri gua terganggu dengan banyaknya sam-pah yang tersangkut di banyak bagian lorong. Umumnya sampah didu-ga terbawa oleh aliran air sungai permukaan yang masuk ke dalam gua.[]

  • KOORDINAT GEOGRAFIS DAN DESKRIPSI RINGKAS GUA

    Ciodeng: 1080 20 7.3 BT - 070 39 50 LS. Berada di kaki sebuah bukit batu yang bersambung dengan sebentang sawah. Aliran sungai permukaan masuk ke bawah tanah.Berdasarkan data penelusuran tahun 1996 dan 2008 diper-oleh informasi bahwa lorong gua ini terhubung dengan Gua Cikaret, namun penelusuran kami menemukan lorong buntu.

    Cikaret: 1080 20 8.08 BT - 070 39 47.07 LS. Berada di dasar lembah dan kaki bukit. Aliran air keluar dari gua.Penduduk memanfaatkan air gua untuk keperluan sehari-hari. Beberapa keluarga memasang pompa air listrik agar air dapat terangkat sampai ke rumah. Vegetasi di sekitar terdiri atas bermacam pepohonan kayu keras, termasuk kelapa, dan persawahan, juga kolam ikan.

    Curug: 1080 19 56.4 BT 070 40 41.1 LS. Gua Curug berada di Dusun Sekung, Desa Tawang, Kecamatan Pancatengah, Kab. Tasikmalaya. Penelusuran berhenti dan ti-dak dilanjutkan karena setelah 10 meter dari mulut gua, jalur terendam air, lorong membentuk sump, sehingga penelusur diharuskan menyelam.

    Surupan: Gua ini juga dikenal dengan sebutan lain, Gua-Tajur. Berada di Dusun Sekung, Puncakganas, Desa Tawang, Kec. Pantatengah, Kab. Tasikmalaya. Panjang lorong gua ini berkisar150 meter sampai 200 meter lebih.

  • Merupakan lorong sungai bawah tanah. Letak mulut gua be-rada di dasar sebuah doline. Di dalamnya tidak didapati orna-men gua. Banyak batuan vulkanik yang teronggok di lantai gua, juga lumpur yang mengendap di dasar dan dinding gua. Di beberapa bagian terlihat arusnya deras. Diperkirakan dalam kondisi hujan banyak lorong yang terendam penuh dengan air. Perjalanan kami berhenti di ujung lorong buntu tertutup batuan boulder. Kondisi lorong menuntut penelu-sur bergerak secara variatif, mulai dari merayap, jongkok hingga berdiri, dengan kondisi keseluruhan berair.

    Cigerendong: 1080 19 43.2 BT - 070 40 57.7LS. Gua Cigerenong berada di Desa Cikawayung, Kec. Pancaten-gah, Kab. Tasikmalaya. Akses medan menuju gua melewati pesawahan dan kebun penduduk, menurun. Lokasi di bawah lembah dikelilingi sawah. Mulut gua berada di lintasan sun-gai aliran air kecil. Terdiri dari dua mulut gua, vertikal dan horisontal. Penelurusan gua horisontal, mulut gua kurang lebih 5 meter dari lintasan sungai.

    Mulut gua kurang lebih lebar 2 meter tinggi 1,2 meter, kondisi berair, aliran bawah tanah, banyak didapati genan-gan genangan air bertingkat (kolam gourdam), lorong dipenuhi oleh ornamen gua yang sangat indah dan beragam. Teknik penelusuran gua horisontal banyak yang teraplikasi-kan dalam lorong-lorong yang cukup unik, pergerakan harus bungkuk hingga merayap.Jarak 10 meter terdapat cham-ber, dengan ornamen menarik dan kolam-kolam rimstone bertingkat. Terus ke depan dilanjutkan dua lorong, kembali ke mulut gua dan satu lagi menuju bawah, menuju lorong sempit. Dari chamber ini, kemudian didapati lorong sempit/lubang jarum bertingkat-tingkat.

    Chamber danau bawah tanah, dilanjutkan menuju lorong besar, pergerakan berdiri bebas, dalam aliran sungai bawah

  • tanah. Lorong ini belum ditelurusi. Informan: Dendi Irawan, Dusun Sekung, Desa Tawang, Kecamatan Pancatengah, Tasikmalaya

    Hulukuya:1080 16 10.8 BT - 070 37 10.7 LS. Gua Hu-lukuya berada di Dusun Katomas, Desa Cogreg, Ke-camatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya. Gua lebar, pergerakan berdiri bebas, jalur basar berair, dari kedalaman 30 cm hingga 2 meter. Saluran air aktif, pada masa musim hujan dipenuhi air hingga ketinggian 5 meter. Ornamen gua bervariatif, tetapi sudah mati, kemungkinan karena perubah-an ekologi di bagian permukaan gua. Panjang gua perkiraan 150 hingga 200 meter. Gua ini sangat cocok untuk pengena-lan wisata umum atau minat khusus. Karena aliran aktif, di dalam gua banyak ditemukan sampah yang tersangkut dan beberapa bagian stalagmit dan stalagtit telah dipotong den-gan sengaja, sehingga memberikan nilai minus.

    Sungai Cikembang dan Curug Dengdeng (eksokarst): Dusun Tawang, Kecamatan Pancatengah.Sungai permu-kaan di Cikatomas yang menarik dan potensial dijadikan ob-jek wisata alam. Lebar dan undakan air terjunnya tergolong unik dan khas kawasan karst.[]

  • PENDOKUMENTASIAN

    Secara keseluruhan semua aktivitas inti kegiatan survei speleologi ini dapat didokumentasikan dengan pera-latan fotografi dan videografi. Eksokarst dan endokarst secara berimbang direkam dalam gambar. Hambatan atau tantangan utama untuk dua proses pendokumentasian tersebut adalah pencahayaan dan kondisi medan berair, serta lorong sempit. Selain aktivitas, turut didokumentasi-kan juga beberapa ornamen yang ditemukan di dalam gua.

    Sebagian besar foto dihasilkan oleh Kang Ronald Agusta serta Pak Deni Sugandi, sedangkan video oleh Kang Baihaqi dan Kang Taufik Nugraha. Dokumentasi lengkap kegiatan ini dapat dilihat di sekretariat Palawa Unpad. Hasil pendo-kumentasian akan menjadi bahan untuk penyusunan buku yang sedang dalam tahap persiapan.[]

  • PENULISAN

    Tahap pertama penulisan berwujud catatan perjala-nan. Pada tahap berikutnya, yaitu pasca-penelusuran, catatan perjalanan yang dihasilkan dari lapangan dibahas bersama sekaligus mengalami pengolahan yang berujung pada dihasilkannya esai perjalanan yang membahas segi teknik penelusuran gua (petualangan), teknik pendokumen-tasian (fotografi gua), ulasan geologis (geomorfologi), dan kemasyarakatan (sosial, ekonomi, dan budaya). Sampai saat laporan ini disusun, penulisan masih berlangsung. Diren-canakan dua kali workshop sebelum finalisasi draf naskah yang akan menjadi konten buku.

    Adapun penyunting dan penata letak untuk buku yang sedang disiapkan tersebut adalah Kang Ronald Agusta.[]

  • SIMPULAN DAN REKOMENDASI

    Waktu yang ada berhasil dimanfaatkan secara maksi-mal. Semua pergerakan dilakukan dengan efektif dan efisien. Tim pendahulu yang bertugas untuk survei berfungsi dan menjalankan perannya dengan baik. Fungsi gua dan bentang karst sebagai akuifer air terlihat di Cikato-mas. Masyarakat berhubungan dengan gua dalam kaitannya dengan air. Beberapa gua juga menjadi lokasi tujuan ziarah sehingga dapat disebut memiliki fungsi budaya. Seluruh air gua dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di sekitar aliran. Lubang gua berada di doline.

    Di antara semua gua yang ditelusuri, khusus mengenai wisata gua yang ramah dan berwawasan lingkungan, diang-gap paling menarik dan layakdirekomendasikan adalah Gua Hulukuya. Meski demikian untuk sampai tahap operasional-isasi diperlukan serangkaian penelitian yang menghasilkan kajian komprehensif atas Gua Hulukuya.

    Lebih dari itu perlu diupayakan suatu pendataan yang terpadu dan berkelanjutan mengingat besarnya potensi yang disimpan oleh bentang karst Tasikmalaya Selatan, khu-susnya Cikatomas.

    Perihal penyusunan dan penerbitan buku yang menjadi salah satu tujuan dilakukannya survei speleologi ini maka perlu disinggung sedikit ihwal konsepsi yang mendasari buku gua karst Laos dan Indonesia. Di dalamnya dibayang-kan hadir pula informasi tentang gua di Indonesia yang

  • dapat diperbandingkan dengan Gua Khoun Xe di Laos. Ciri fisik yang mudah dikenali dari gua yang disebut terakhir tadi adalah sungai raksasa yang mengalir keluar membentuk sungai permukaan. Gua dengan ciri fisik semacam itu dapat pula didapatkan di beberapa gua yang ada di Indonesia, ter-masuk di Jawa, misalnya Ngerong di Tuban (Jatim)atau Gua Barat dan Gua Surupan di Gombong Selatan (Jateng). Untuk keperluan di atas kami merekomendasikan untuk menga-dakan pendokumentasian Gua Barat dan Gua Surupan di Gombong Selatan.[]

  • lampiran

  • Survei Explorasi dan Sila-turahmi

    Dwi Margo

    Beberapa minggu sebelumnya, muncul perencanaan kegiatan kerjasama antara Palawa Unpad dan Badan Geologi, yakni mengadakan Explorasi Penelusuran Gua di kawasan Cikatomas Tasikmalaya. Tujuan kegiatan ini salah satunya ialah mendokumentasikan dalam bentuk foto dan video kondisi gua-gua yang berada di sana. Hal lainnya juga terkait dengan rencana penerbitan buku penelusuran Gua Tham Khoun Xe di Laos, World Gigantic River Cave 2011. Kegiatan penelusuran gua di Cikatomas ini kelak akan meng-hasilkan data yang dapat diolah menjadi informasi dan akan dipadu-padankan dengan draf materi buku Gua Tham Khoun Xe.

    Seluruh peralatan dan persiapan logistik telah ter-pack-ing dalam beberapa carrier dan drybag yang disusun rapi dalam Landrover, tak lupa peralatan rescue dengan sebuah stretcher (tandu) pun disiapkan. Pagi itu Kamis, 29 Agustus 2013 tim advance yang terdiri dari saya, Fikri, dan Nanang siap bergerak menuju kota Tasikmalaya. Perjala-nan kami kali ini berjalan dengan menyenangkan, musik tak henti-hentinya menemani sepanjang perjalanan tim advance munuju kota Tasikmalaya. Siang pukul 13.00 kami tiba di rumah Kang Eris untuk beristirahat sejenak sambil

  • memenuhi kekurangan kebutuhan logistik. Kekuatan tim bertambah; semula bertiga, sekarang berempat. Setelah perut kenyang terisi ayam bakar di rumah Kang Eris, perjala-nan dilanjutkan sekitar pukul 15.30. Kami bertolak dari kota Tasikmalaya menuju Cikatomas.

    Perjalanan sore menuju Cikatomas ditemani guyuran hujan yang lumayan deras, tapi tidak lama hujan pun reda seiring hari yang semakin gelap. Hampir Magrib kami tiba di pasar Cikatomas. Kami beristirahat sembari menanyakan lokasi mulut Gua Hulukuya. Kami bertugas melakukan survei. Roda Landrover terus bergerak menelusur jalan berbatu dan sempit menuju dusun Katomas. Akhirnya kami tiba di dekat sebuah rumah. Pertanyaan kami ajukan kepada seorang war-ga. Kepadanya perihal perizinan pun kami kemukakan.

    Setelah informasi dasar yang kami perlukan sudah tersampaikan kemudian kami bersiap melihat langsung ke-adaan mulut gua. Alat penerangan kami keluarkan. Berbekal koordinat hasil survei disbudpar yang ternyata tidak akurat, akhirnya kami pun berhasil menemukan mulut gua. Namun, menurut informasi warga yang kebetulan melintas ternyata gua yang kami dekati itu Gua Sodong Parat bukan Gua Hulu-kuya. Akhirnya kami berempat kembali mencari mulut gua dengan menyusuri sawah. Tidak terlalu jauh dari letak mulut Gua Sodong Parat. Akhirnya keberadaan mulut Gua Hulu-kuya dapat kami temukan. Setelah koordinat diplot ke dalam GPS kami segera bergerak menuju Desa Mekarsari.

    Hari yang semakin larut dengan kondisi jalan yang buruk, di mana banyak terdapat lubang dengan air tergenang, men-jadi rute menuju Desa Mekarsari. Setelah satu jam bergerak, motor Kang Eris berhenti di sebuah warung Bakso khas Ta-sikmalaya, saya ikut menghentikan laju mobil, Istirahat heu-la nya!!, jalan na butut. Urang bari makan heula, lapar euy...

  • tutur Kang Eris yang segera kami sambut positif. Enya! Waktosna makan malam ieu mah, kata Fikry. Di tangan, jam menunjukan pukul 20.50 Wib. Kami masih belum tahu akan menginap di mana malam ini. Sambil makan malam aku mencoba menghubungi sahabat lama yang dahulu sempat ngekos di rumah orangtuaku. Teringat dahulu saat dia kos dulu, seringkali dalam obrolan-obrolannya, ia menyebutkan nama daerah-daerah yang sekarang akan kami tuju. Segera aku menghubunginya, nomornya aktif, dan taklama ke-mudian kami terhubung. Tanpa banyak basa-basi aku pun memberikan petunjuk ke mana tujuanku dan posisiku seka-rang. Beruntung sekali, ternyata lokasi tujuanku berdekatan dengan rumah tinggalnya. Sebuah tawaran yang memang sudah kami tunggu pun datang. Kami diminta menginap di rumahnya. Kami bergegas beranjak dari warung bakso menuju check point yang diberikan. Di suatu tempat yang tersepakati dia berjanji akan menunggu kami.

    Akhirnya kami bertemu. Namanya Dendi. Di depan sebuah warung di samping jalan raya yang sepi. Wajah dan tampangnya masih kuingat, tidak banyak perubahan. Aku segera mengenalkan Kang Eris, Fikry, dan Nanang kepada Dendi, begitu pula sebaliknya. Sudah lebih dari lima tahun kami tidak bertemu. Aku masih ingat hari kepindahannya. Kami bergerak menuju ke rumahnya. Tidak jauh dari sana letak mulut Gua Curug. Tiga gua utama yang harus kami survei mulanya adalah Gua Ciodeng, Gua Hulukuya, dan Gua Cimaranggi. Dan malam itu kami habiskan dengan mengo-bral banyak obrolan sampai menjelang pagi. Adzan Subuh berkumandang.

  • Rintik Hujan turun perlahan sejak pagi tadi. Di rumah Dendi kami mengalami hari dengan suasana khas perdesaan. Pagi itu kami nikmati dengan mengobrol-ngobrol seputar rencana survei lokasi mulut gua serta mengurus perizinan dan akomodasi yang akan digunakan selama kegiatan berlangsung. Perbincangan ditemani secangkir kopi dan gorengan hangat. Ditemani Dendi, aku dan Kang Eris kemudian mencari lokasi base camp setelah menempuh perizinan ke kantor desa sementara Nanang dan Fikry survei mulut Gua Ciodeng. Tibalah kami di rumah Haji Kosim, yang lokasinya dekat dengan Gua Ciodeng.

    Kami berbincang hangat bersama Haji Kosim yang juga ternyata mengenal teman-teman Kang Eris, semakin akrablah obrolan kami di rumahnya. Haji Kosim merupakan salah satu dari sekian banyak pelaku Poligini (pria memiliki beberapa istri sekaligus) di mana ia memiliki tujuh istri yang tergolong ke dalam salah satu bentuk dari poligami, di samp-ing ada poliandri dan group marriage (pernikahan kelom-pok) antara poligini dan poliandri. Berpoligami tentu saja merupakan hal yang tabu dalam budaya timur, terutama di Indonesia. Bahkan tindakan poligami cenderung mengarah pada konotasi negatif dalam pandangan sebagian besar ma-syarakat Indonesia. Apalagi ketiga istrinya tinggal bersebela-han dalam tiga rumah yang berbeda, Hebat sekali Haji Kosim ini. Lokasi base camp kami berada di rumah istri keduanya.

    Tim dari Bandung sudah bergerak, info hasil komunikasi Fikry dan Kang Ferry. Kami berempat berkumpul kembali ke rumah Dendi sebagai base camp sementara tim advance. Siang yang terik, minum air kelapa muda segar sambil me-lepas lelah sisa perjalanan dan menunggu kedatangan tim dari bandung. Dalam benak masih tak menyangka bahwa aku dan Dendi akan bertemu kembali pasca-kepindahannya

  • dari Bandung, mengingat lokasi rumahnya yang jauh dari Bandung, hampir tak mungkin apabila tidak ada hal penting aku datang kemari. Beruntunglah, karena kegiatan penelu-suran gua (caving) bersama Palawa Unpad kali ini ternyata berlokasi sangat dekat dengan rumahnya sehingga masih berkesempatan silaturahmi bersama sahabat lama. Dia pun sangat senang dengan kehadiranku bersama tim, Dendi pun turut membantu dalam kelancaran kegiatan kali ini, seluruh mulut gua yang akan kami eksplor dan beberapa gua lainnya sebagai gua alternatif ditunjukan olehnya, sehingga kami tak kesulitan menemukan tiap-tiap mulut gua. Selama kami berkegiatan di sana, dia pun turut hadir dan membantu di sela-sela kegiatan eksokarst yang tim lakukan.

    Jumat sore harinya rombongan tim dari Bandung yakni, empat orang dari Badan Geologi (Pak Iwan, Pak Yudi, Pak Deni dan Pak Dudi), dan Tim Palawa Unpad (Kang On-ath, Kang Ferry, Kang Opik, Kang Vicko dan Kang Baihaqi) bertemu dengan kami di pinggiran sawah dekat mulut Gua Ciodeng. Tidak lama kemudian semua menuju base camp untuk mempersiapkan peralatan dokumentasi dan alat pen-elusuran.

    Malam itu, sekitar Pukul 19.00, kami memulai penelu-suran Gua Ciodeng, baru beberapa saat melakukan penelu-suran, terdapat runtuhan batu yang menutupi lorong gua sehingga kami keluar kembali dan menelusur melalui mulut lainnya, yang dinamai Gua Cikaret. Selama menelusuri Gua Cikaret kami mengumpulkan dokumentasi ornamen dan kondisi gua dengan memotret dan merekam dalam bentuk video sampai sekitar pukul 23.00 dan kemudian kembali

  • keluar menuju base camp. Hal serupa pun dilakukan selama dua hari selanjutnya dengan menelusur Gua Curug, Gua Su-rupan/Tajur, Gua Cigerendong Horisontal dan Vertikal, serta Gua Hulukuya; sebelum akhirnya kami kembali ke Bandung. Minggu malam. Seperti ketika datang, saat pulang pun kami singgah beberapa saat di rumah Kang Eris. Lengkap perjala-nan ini. Survei dan eksplorasi sambil tetap menjalin silatur-ahmi.[]

  • KETELANJURAN GUA NYAI

    Fikry Rausyan

    Tidak jauh dari Sungai Cimedang, angin sejuk berhembus pagi itu. Mentari tidak terik, awan abu-abu masih meng-gelayut di langit. Subuh tadi hujan turun cukup lebat, mem-buat jalan tanah yang kami lalui berlumpur karena genangan air. Air-air itu kemudian turun untuk terserap, lalu mengalir, mengisi lorong-lorong bawah tanah. Kemarau yang basah.

    Empat orang pemuda sedang sibuk mengumpulkan bambu tidak jauh dari Sungai Cimedang. Pepohonan rindang meremangkan cahaya di tempat mereka bekerja. Sesekali mereka bercanda sambil mengikat kumpulan bambu meng-gunakan rotan. Pemandangan tersebut saya dapati saat melakukan survei mulut gua di Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya. Saya bersama Nanang.

    Kawasan Pancatengah dikenal memiliki sebaran lorong bawah tanah yang cukup banyak. Informasi tersebut, satu di antaranya kami dapatkan dari sebuah laporan milik Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya. Dalam laporan tersebut tertera beberapa mulut gua di lokasi yang kami sambangi, salah satunya Gua Nyai. Akan tetapi, survei mulut gua selalu tidak mudah walau berbekal GPS sekalipun. Informasi dari masyarakat kadangkala malah menjadi infor-masi yang lebih akurat.

    Kami bertanya tentang lokasi mulut Gua Nyai pada em-pat pemuda yang kami temui. Meski pada awal pertemuan

  • tampak tidak ramah, komunikasi yang kami bangun nyatan-ya berhasil mencairkan suasana. Seorang pemuda kemudian bercerita penuh semangat tentang gua tersebut. Menurut penuturannya, Gua Nyai berada pada ujung dua buah anak sungai. Kedua buah anak Sungai Cimedang tersebut merujuk pada dua buah mulut gua. Kedua mulut tersebut merupakan pecahan dari lorong Gua Nyai. Mulut gua yang satu bisa dimasuki manusia, sedangkan satunya lagi terlalu sempit untuk bisa dimasuki.

    Pemuda tersebut mengatakan bahwa Gua Nyai meru-pakan gua horisontal. Kemudian, beberapa puluh meter setelah mulut gua, terdapat sebuah ruangan besar atau chamber. Tinggi atapnya lebih tinggi dari pohon kelapa, kata seorang pemuda sambil menunjuk pohon kelapa yang menjulang paling tinggi.

    Gua tersebut dinamakan Nyai karena terdapat patung berbentuk seorang wanita di dalamnya. Dalam Bahasa Sun-da, kata Nyai berarti wanita atau nona. Kami pikir itu mung-kin ornamen yang menyerupai seorang wanita. Akan tetapi, mereka mengatakan bahwa patung wanita itu hanya bisa dilihat oleh orang yang bisa. Berbekal informasi tersebut, kami mulai mencari lokasi mulut gua.

    Sebelum berangkat menuju mulut gua, seorang pemuda menyarankan untuk tidak masuk ke dalam Gua Nyai. Pesan yang sama dengan warga lain saat kami menanyakan lokasi Gua Nyai. Jawaban yang sama pun kami lontarkan. Ucapan terima kasih dan memberi tahu bahwa kami hanya meny-urvei mulut gua. Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju mulut gua yang sejak 20 menit lalu kami perbincangkan.

    Setelah berjalan tidak lama, kami tiba di anak sungai Gua Nyai. Air yang mengarus dari mulut Nyai menderu cukup

  • keras. Saya jadi membayangkan hebatnya gema suara air di dalam sana. Saat menuju mulut gua, beberapa kali saya ter-peleset karena arusnya cukup kencang dan terperosok pada bagian sungai yang lebih dalam. Untuk mencapai mulut Gua Nyai, kami harus melawan arus kurang lebih 10 meter.

    Merasakan derasnya arus Gua Nyai, mengingatkan saya pada sebuah cerita lain dari pemuda yang ditemui tadi. Pada awal era tahun 2000-an, terjadi tragedi yang cukup me-nyesakkan bagi pegiat penelusuran gua Indonesia. Sungai yang kami lihat keluar dari mulut Gua Nyai saat survei, ujar masyarakat sekitar pernah mengalir sangat besar akibat bandang. Menurut seorang pemuda yang kami temui, air-air menggelontor seukuran batu-batu yang sangat besar. Tujuh orang penelusur Gua Nyai meninggal kehabisan napas. Beberapa penelusur lainnya selamat karena memanfaatkan chamber untuk bertahan dari terjangan bandang.

    Bagi masyarakat Pancatengah, saat ini Gua Nyai meru-pakan sebuah monumen. Gua tersebut tidak lagi hanya bermakna sebagai lorong bawah tanah yang terus menerus menyemburkan air. Gua Nyai merupakan sebuah penanda konsep kekuatan alam. Maka sudah seharusnya tidak didekati saat sedang berada pada siklus debit air yang san-gat besar.

    Hujan lebat subuh tadi mungkin petanda bahwa Gua Nyai sedang tak ingin didekati. Hujan lebat itu juga menjadi petanda bagi masyarakat untuk saling mengingatkan pada kejadian yang telanjur terjadi dulu. Kemudian kami datang, dan setiap orang yang kami temui selalu mengingatkan, agar ketelanjuran tidak kembali berulang. []

  • Karst Region Cikatomas

    Nanang Fuadi S

    Karst merupakan suatu wilayah dengan bentang alam yang didominasi oleh batu gamping. Indonesia memiliki sebaran karst yang cukup besar, seperti pada bagian selatan Pulau Jawa dan daerah pinggir laut pulau di Indonesia lain-nya.

    Karst secara umum terbentuk melalui proses tektonika yang menyebabkan batu gamping yang semula ada jauh di dalam dasar lautan tersebut muncul ke permukaan bumi. Namun ada juga yang berpendapat bahwa proses mun-culnya batu gamping tersebut melalui proses penurunan permukaan air laut.

    Pulau Jawa merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki karst cukup luas. Salah satunya karst yang terdapat di wilayah Tasikmalaya, Jawa Barat.

    Sebagian besar wilayah Tasikmalaya bagian selatan disusun oleh batu gamping baik itu berupa batu gamping terumbu maupun klastik. Setiap wilayah dengan bentang alam karst memiliki bentukan alam yang khusus, terlihat dari sebaran bukit-bukit kapur dengan karakteristik berupa per-bukitan landai, terjal, bahkan menara. Apabila diperhatikan secara kasat mata wilayah Tasikmalaya bagian selatan tidak terlalu memperlihatkan bentukan alam yang umum seperti kawasan karst lainnya, karena dominasi tersingkapnya batu gamping terkalahkan oleh topsoil berupa tanah yang subur

  • dan terdapatnya vegetasi yang menutupi kawasan ini. Selain itu wilayah dengan susunan karst yang besar berpotensi terdapatnya aliran-aliran bawah permukaan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber perairan. Aliran-aliran bawah permukaan inilah yang menyebabkan terbentuknya lorong-lorong bawah tanah (gua).

    Gua-gua yang terbentuk melalui proses pelarutan kal-sium karbonat dari batu gamping ini akan tersingkap seir-ing dengan terbentuknya karst di suatu wilayah, begitu juga dengan gua-gua yang terdapat di wilayah Tasikmalaya. Aktivitas gunung api yang terdapat di sekitar wilayah Ta-sikmalaya dan vegetasi yang menyelimuti wilayah ini mem-beri pengaruh besar pada terbentuknya gua di wilayah ini. Melalui penelusuran yang dilakukan pada beberapa gua di kawasan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya, terlihat be-berapa gua yang merupakan aliran sungai yang mengalir di sepanjang lorong gua. Tidak seperti gua-gua batu kapur lainnya yang dapat ditemukan ornamen-ornamen unik yang terbentuk dari pelarutan kalsit pada dinding-dinding gua, pada salah satu gua di wilayah Cikatomas, Gua Surupan, tidak ditemukan. Hanya sebagian kecil ornamen gua yang warna kalsitnya masih terlihat, sedangkan sebagian besar sudah terlapisi lumpur dan juga (mungkin) lumut, sehingga warnanya menua menjadi cokelat keemasan dan juga kehita-man.

    Beberapa mulut gua yang sempat ditelusuri di wilayah Cikatomas antara lain Gua Ciodeng, Gua Cikaret, Gua Ciger-endong, Gua Curug, Gua Surupan, dan Gua Hulukuya yang merupakan gua dengan karakteristik gua horisontal. Salah satu gua yang menarik perhatian adalah Gua Surupan karena sepanjang lorong gua tersebut tidak tebentuknya ornamen yang khas pada gua batu gamping. Lorong-lorong gua terse-

  • but sebagian besar diselimuti oleh lumpur dengan volume air yang cukup besar. Banyak hal yang mempengaruhi ter-bentuknya ornamen gua seperti aliran air, kandungan kal-sium karbonat pada batu gamping penyusun gua, dan juga vegetasi yang terdapat di permukaan. Begitu juga dengan Gua Curug walaupun aliran pada gua ini cukup untuk melar-utkan kalsit tetapi kandungan kalsit tersebut tidak seband-ing dengan sedimen yang masih berupa tanah yang melapisi bagian atas permukaan gua ini, menyebabkan dinding-dind-ing gua ini sebagian besar oleh lumpur.

    Apabila diperhatikan antarmulut gua di wilayah Ci-katomas ini saling terhubung oleh aliran sungai yang sama sehingga dapat diidentifikasikan bahwa gua-gua tersebut masuk pada sistem perguaan yang sama. Ada beberapa kemungkinan yang menyebakan keadaan tersebut seperti tererosinya lorong gua yang tersingkap di permukaan aki-bat air yang mengaliri lorong gua atau akibat kebencanaan geologi lainnya yang ada di wilayah Cikatomas.[]

  • Cikatomas Tasik Selatan

    Ahmad Hevicko

    Reracau di bawah ini merupakan usaha pemanasan dan pelemasan yang saya siapkan sebelum menulis para-graf-paragraf yang lebih panjang yang menjadi sesi lanjutan dari penelusuran gua di akhir pekan --di pengujung dan awal bulan. Jika ada bagian yang membuat hati takberkenan saya mohon dimaafkan.

    dari Jakarta ke Jatinangor

    Persiapan yang telah dilakukan akan segera menemukan wujud nyatanya dalam kegiatan. Jumat sampai dengan Minggu besok saya dan beberapa anggota Palawa Unpad lainnya akan mendampingi sebuah tim yang terdiri dari ahli geologi, penulis feature, dan juru foto dalam sebuah aktivi-tas penelusuran gua di Tasikmalaya. Sesuai dengan perenca-naan yang telah mulai dibangun sejak sebulan sebelumnya, pada perjalanan petualangan bersalut wacana ilmiah itu kami akan menelusuri dan mendokumentasikan tiga gua yang berada di region Cikatomas. Masing-masingnya oleh penduduk dan penelusur gua dikenal dengan nama Gua Ciodeng, Gua Hulukuya, dan Gua Cimaranggi.

    Sepulang dari pabrik, tempat di mana sejak beberapa

  • waktu terakhir ini saya bekerja, dengan langkah sigap ber-segera saya naiki bus jurusan Jakarta -Tasikmalaya. Matahari sudah jatuh di ufuk barat. Di langit Cawang takada tanda-tanda akan turun hujan. Lebih dari tiga jam waktu yang termakan dalam perjalanan malam melintasi jalan panjang tol Cipularang. Mungkin karena ini malam Jumat sehingga banyak bangku kosong yang masih menunggu pantat para penumpang yang mungkin ingin mempercepat akhir pekan meski sekarang baru Kamis malam. Tidak langsung ke Tasik-malaya, saya turun di pintu tol Cileunyi.

    Tidak langsung ke Tasikmalaya, saya harus ke kampus terlebih dahulu untuk bertemu dengan anggota tim lainnya. Sebagai gambaran awal, kegiatan penelusuran gua kali ini terdiri atas dua tim yang masing-masingnya berfungsi seb-agai tim pendahulu dan tim utama. Mereka yang tergabung ke dalam tim pendahulu berjumlah empat orang dan sudah berangkat sejak tadi pagi --Kamis, 29 Agustus 2013. Adapun tim utama terdiri dari lima orang anggota Palawa dan tiga orang perwakilan dari Badan Geologi dan jurnalis kebumian dari GeoMagz --majalah geologi popular. Tim utama atau tim kedua baru akan berangkat pada keesokan pagi --30 Agustus 2013.

    Perjalanan malam tadi agak berbeda dengan yang bi-asa. Selain bangku-bangku kosong di dalam bus, lalu lintas menuju Jatinangor pun jauh lebih lancar. Agar takkedinginan saya memilih duduk sendirian di kabin para ahli isap. Ini malam Jumat yang istimewa. Situasi dan kondisi perjalanan lancar di dalam bus yang sepi penumpang sungguh terasa menyenangkan, mungkin karena di luar kebiasaan. Malam Jumat dan Jumat malam semakin jelas keberbedaannya jika sudut pandang diarahkan pada peristiwa perjalanan malam menggelinding di atas Cipularang.

  • Angin dingin buatan yang memacu gigil di dalam bus ter-us tersemprot dari dinding kiri dan kanan membuat gumpal asap yang mengepul dari mulut segera terhembus keluar, disedot kipas yang ditanam di atap di samping lampu-lampu kecil kekuningan. Situasi itu seolah mengondisikan agar saya menyisihkan sebagian ruang dalam otak untuk memikirkan, termasuk menyusun rencana strategi yang bisa dicadang-kan apabila satu dan lain hal mendorong saya dan anggota tim lainnya untuk mengubah rencana yang sudah tercatat. Semua anggota tim telah bersepakat. Gua Ciodeng, Gua Hulukuya, dan Gua Cimaranggi. Sejumlah data telah terkum-pul dan digunakan. Beberapa literatur telah dibaca. Satu dan yang lainnya kemudian dibandingkan sebagai upaya validasi.

    Semua tahu belaka betapa tidak jarang terjadi bias yang memelencengkan informasi pada buku dan bahan-bahan lainnya. Piranti pencarian seperti Google kerap merekam dan menyajikan data yang salah. Para pencari informasi harus piawai memilih dan memilah. Tidak jarang di dalamnya ditemukan banyak sampah. Tidak hanya mengotori, berb-agai sampah tersebut juga bisa menyesatkan. Menyiasati kenyataan tersebut, para pencari informasi perlu mengem-bangkan sikap kritis, tidak semua yang tersaji itu benar dan valid. Perbandingan antar data mutlak dilakukan. Harapan agar rencana yang disusun bisa dioperasionalkan secara maksimal menjadi keinginan yang minta diperhatikan.

    Lanskap berkelebat di balik jendela bus malam, seperti ingin menunjukkan betapa di dunia ini tidak sesuatu pun yang diam. Gerak adalah satu keniscayaan yang menanti manusia untuk memberinya makna yang lebih dari sekadar dimungkinkannya perpindahan. Bayangan di kepala meng-gambarkan lukisan realis yang seolah lekat takterpisahkan dengan diri, menjadi ciri betapa rencana yang baik hampir

  • selalu mewujud dalam gambar yang terdiri atas beberapa kolom dalam tabel yang menyimpan angka-angka berpers-pektif kuantitatif.

    Di gerbang tol Cileunyi, langit hanya bagai selembar kain hitam yang digelar. Takada bintang dan ke mana bulan? Langit terlihat ganjil saat begitu kosong seperti malam tadi. Ini malam tanggal 30 Agustus 2013. Di sekretariat banyak anggota lainnya yang sedang mengerjakan ini itu yang me-narik minat mereka masing-masing. Tak ada yang bermain catur, beberapa menonton film horor terbaru. Entah ke mana perginya segala kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan bertahan sejak dahulu sampai beberapa waktu yang lalu. Ke mana saya harus melangkah untuk sekadar menonton den-gan nikmat permainan truf atau kuorum yang menyisakan kenangan dan hangatnya pergaulan di dunia perhimpunan pasca-pelantikan. Perubahan --sekali terjadi tak bisa dihenti-kan.

    Kang Baihaqi sudah lebih dahulu tiba di sekretariat. Dia sedang bercakap dengan Ketua DP Palawa, Kang Syafiq Gumilang. Tas punggung miliknya terlihat penuh dan tinggal diangkat waktu berangkat. Semula kami bertiga (saya, Kang Baihaqi, dan Kang Taufik Nugraha) akan berangkat ke Tasik-malaya dari sekretariat, namun rencana berubah. Seluruh anggota Tim Utama atau juga disebut Tim Kedua akan be-rangkat bersama menuju lokasi kegiatan dari halaman kan-tor Badan Geologi, Bandung, sekira pukul 06.00 Wib. Di sana nanti kami akan bertemu dan bergabung dengan seluruh anggota tim: Kang Ronald Agusta, Kang Ferry Hendarsin, dan beberapa utusan dari Badan Geologi.

    Perubahan rencana tersebut membuat kami harus be-rangkat sejak pagi buta. Saya membayangkan jalan menuju Bandung pada jam-jam sebelum adzan Subuh yang lengang.

  • Saya menyukai jalan-jalan, apalagi jalan dengan keadaan ruas yang lapang tanpa dipenuhi kendaraan. Besok pagi mungkin kebahagian itu akan kembali datang.

    Bukan sembarangan. Saya menyukai jalanan entah sejak kapan. Ingatan dari zaman yang silam kembali menyeruak. Saya lahir di jalan, tepatnya di Jalan Gadingan, Wates, se-belah barat Kali Progo. Takhanya lahir, saya pun tumbuh dan berkembang di jalan, terutama di Jalan Setiadarma dan Iskandarsyah Raya Jakarta Selatan. Terakhir di km.21 Jalan Raya Bandung - Sumedang. Mungkin karena pengalaman sejak lahir itulah saya menyukai jalan-jalan, termasuk menu-liskan pengalaman sebelum, selama, dan setelah jalan-jalan. Secara pribadi menulis catatan perjalanan menjadi cara bagi saya untuk menghidupkan memori perjalanan yang mudah hilang, memori yang begitu rentan. Verba volant scripta manent! []

    Salawu Hujan

    Menjelang siang perut sudah terasa keroncongan minta makan. Pagi tadi sekira pukul 8.00 Wib. kami berdelapan berangkat menuju Tasikmalaya. Sebuah Elf berwarna hitam keluar dari pagar kompleks perkantoran Museum Geologi, Bandung. Tim utama ini seharusnya ber-jumlah sembilan orang, salah seorang di antaranya masih harus kami jemput di sekitar wilayah Parakan Muncang, Cicalengka.

    Sesampainya di wilayah Parakan Muncang mobil kami berhenti. Salah seorang anggota tim sudah menunggu di tepian jalan, di muka sebuah waserba. Selain memenuhi

  • kebutuhan akan makanan ringan dan minuman untuk bekal perjalanan, kami juga menyempatkan diri sarapan dengan menyantap batagor. Mungkin karena cuaca, belum sampai tengah hari perut sudah kembali minta diisi.

    Perjalanan menuju Cikatomas kami akses melalui jalur alternatif. Kang Eris, salah seorang anggota Palawa Unpad yang tergabung dalam tim pendahulu dan sekarang sudah berada di Cikatomas, mengatakan jalur yang kami tempuh akan memakan waktu yang lebih panjang. Kepada kami dia menyarankan agar memilih jalur normal. Sesuatu yang tidak diketahui oleh Kang Eris bahwa pilihan jalur alternatif tidak semata-mata berkaitan dengan jarak tempuh tetapi juga soal pemandangan selama perjalanan. Belum tengah hari saat kami berhenti di sebuah warung kopi pinggir jalan.

    Hujan yang merintik sejak beberapa saat yang lalu kini mulai membesar. Di hadapan saya segelas kopi panas baru saja disediakan, sesuai pesanan. Bukan hanya kopi yang membuat siang ini terasa segar. Rupanya, selain kopi dan olahan panganan berbahan dasar ikan, salah satu keung-gulan warung kopi ini adalah pemandangan alam di bagian belakang. Kami bersembilan duduk berjajar pada sebuah balkon panjang menyesap kopi sambil menikmati sajian pemandangan yang sungguh membuat mata dan perasaan segar. Sebentang persawahan hijau terhampar dalam undak-undakan. Di tengahnya terlihat sebuah dangau mungil dan sederhana. Di tepiannya sungai berbatu dan berkelok bagai lukisan masa kanak: bukit, sawah, sungai, dan dangau. Hujan dan kabut tipis yang turun dari bukit menambah pesona pemandangan alam siang ini di Salawu.

    Nama Salawu baru kali pertama ini saya dengar. Nama yang unik, bagi saya. Kang Baihaqi mengisi kekosongan kepala saya dengan ceritanya mengenai Kampung Naga. Ru-

  • panya tidak jauh dari tempat kami beristirahat siang ini ter-dapat sebuah kampung adat yang telah menjadi salah satu tujuan wisata-budaya di Jawa Barat, khususnya di Garut. Kunjungan terakhir Palawa Unpad ke sana terjadi beberapa tahun yang lalu. Sambil mengingat-ingat kembali peristiwa yang telah lampau tersebut, Kang Baihaqi menyebut be-berapa nama anggota Palawa yang menyambangi kampung wisata tersebut. Bagi saya ceritanya menarik dan penting se-bagai bekal pengetahuan sebelum benar-benar mendatangi Kampung Naga, kelak jika ada kesempatan.

    Di sudut balkon, Pak Deni sang juru foto terlihat asyik menjepret pemandangan. Bukan cuma foto, dia juga men-coba membuat timelapse. Kang Taufik berseloroh penuh semangat, Ayo siapkan perahu, kita arungi sungai itu. Pak Iwan dan Pak Yudi yang menanggapi keduanya utusan dari Badan Geologi. Suara tawa riuh berderai meningkahi obro-lan di warung kopi siang ini. Kami masih terus menghadapi lukisan alam khas yang dahulu, di zaman kolonial Belanda, dikenal dengan nama Indie Mooi. Hujan mereda dan kabut berpendar kena sorot kemilau sinar matahari. []

    Gua Ciodeng dan Gua Cikaret

    Penelusuran gua di hari pertama telah dituntaskan. Ham-pir tiga jam yang lalu derap kaki para penelusur yang baru keluar dari Gua Ciodeng terdengar begitu indah di tel-inga. Mendengarnya membuat saya mengucapkan syukur, Alhamdulillah. Bunyi prak prek prok yang keluar dari sepatu boot basah mengiringi terkembangnya senyum di wajah para penelusur. Hampir tengah malam. Mereka bersembilan.

  • Pak Yudi dan Pak Deni dua orang Badan Geologi yang turut dalam penelusuran pertama, tadi. Bersama mereka anggota Palawa Unpad mendampingi: Kang Eris (SH), Kang Ronald (PW), Kang Baihaqi (DB), Kang Nanang (NK), Kang Margo (LT), Kang Taufik (KP), dan Kang Fikry (TA). Saya bersama Kang Ferry (PW), Pak Iwan (Badan Geologi), dan Pak Dudi (supir Elf yang bertugas menemani kegiatan ini) berjaga di basecamp.

    Penelusuran Gua Ciodeng dimulai pada pukul 20.00 Wib. Gua ini memiliki dua pintu masuk. Oleh penduduk tempa-tan, dua lubang masuk gua masing-masingnya diberi nama. Lubang masuk yang berada di tepian sawah lazim disebut Gua Ciodeng, sedangkan lubang yang berada di belakang basecamp terkenal dengan nama Gua Cikaret. Gua ini pernah ditelusuri oleh Palawa Unpad pada tahun 19961. Mereka ma-suk dari Ciodeng dan keluar dari Cikaret. Bukan hanya penel-usuran, pada tahun itu Gua Ciodeng juga dipetakan dengan kualifikasi grade 3C2.

    Kalau tidak salah, pukul 23.30 Wib. suara derap lang-kah mereka mulai dapat saya dengar. Mereka datang dari arah samping kanan rumah Pak Haji yang kami jadikan

    1 Para penelusur yang tergabung dalam tim pengembaraan Palawa Unpad saat itu antara lain adalah Mas Oktavian, Olivia Damayanti, Eris Krismayanto, Windi Luis, Deden Seti-anandika dan Budi Rahayu sebagai pembimbing.

    2 Grade 3C merupakan salah satu grade yang sering digu-nakan sebagai capaian dalam pemetaan oleh perhimpunan. Grade pemetaan dipengaruhi oleh keakuratan dalam pen-gambilan dan pengolahan data. Penggunaan alat ukur mag-netik menjadi salah satu syarat agar penggambaran dapat mencapai grade 3C.

  • basecamp penelusuran. Meski dapat disebut lancar na-mun penelusuran malam tadi takbisa dianggap datar. Seusai penelusuran saya mendengarkan cerita-cerita pengalaman mereka selama di dalam. Perjalanan ke dalam bumi tadi sesungguhnya menyimpan cerita seru, termasuk di dalam-nya cerita lucu, yang saya kira perlu dicatat. Mumpung ada waktu.

    Saya merasakan suasana tenang, meski bukan berarti bebas dari bebunyian. Bukan suara kendaraan, dari jendela terlihat jalanan lengang. Aspalnya terlihat semakin hitam. Entah siapa, saya mendengar dengkuran yang saling bersa-hutan. Masih dalam ambang normal sehingga tidak dapat disebut sebagai pengganggu. Malam di kampungku tak per-nah setenang ini. Saya mengingat, basecamp caving seperti-nya selalu terasa nyaman, menurut pengalaman, seperti juga sekarang. Semakin jauh melewati tengah malam. Satu jam ke depan adzan Subuh mungkin akan terdengar berkuman-dang.

    Tidak berapa lama sejak tim meninggalkan saya di bagian luar lubang masuk Gua Ciodeng, terdengar bunyi ouu kode yang sudah sangat dikenal oleh umumnya ang-gota Palawa. Saya beserta Kang Ferry dan Pak Dudi sedang di depan warung ikan bakar. Kode yang datang terdengar mengejutkan, Ada apa? Begitu saya membatin sam-bil mendatangi sumber bunyi. Seperempat perjalanan kemu-dian baru saya dapat mengenali sosok yang berada di depan sana. Warna pakaian yang dikenakan olehnya menjadikan-nya identik, Tidak mungkin salah, di sana pasti Kang Eris.

    Dari mulut Kang Eris itulah saya mendengar informasi yang sekiranya perlu mendapat perhatian. Rupanya lorong Gua Ciodeng tertutup bebatuan yang diperkirakan berasal dari reruntuhan atap. Ini temuan menarik. Setelah menyam-

  • paikan kabar itu ia berjalan ke arah samping lubang. Sambil melangkah Kang Eris menceritakan bahwa saat pengem-baraan dulu ia sempat menemukan lubang masuk lain, yang berukuran jauh lebih kecil. Kang Eris berusaha mengingat-ingat. Lubang yang dicari tidak berhasil ditemukan kembali, ah sayang sekali. Anggota tim yang lain mulai sampai di luar. Lampu berpendaran menerangi gerumbul tetumbuhan di sekitar lubang. Semua kembali ke mulut karena dihadang kebuntuan.

    Di jalan aspal saya melihat Kang Ferry berjalan ke arah saya dan Kang Eris. Cahaya di kepalanya menjadi tanda yang mudah dibaca. Setelah berkumpul di batas sawah dan jalan beraspal, semua berpikr taktis dan segera menarik persetu-juan, takada jalan lain kecuali masuk dari belakang. Mulut yang satu dan mulut yang lain sekarang tidak terhubung, itu asumsinya. Batu yang menutupi lorong berasal dari reruntu-han atap, itu asumsi kedua. Babatuan tersebut runtuh saat terjadi gempa, itu yang selanjutnya. Apakah benar, apakah keliru, semua perlu pembuktian. Sejak kapan lorong itu tertutup bisa menjadi pertanyaan pertama. Apakah ada yang tahu?

    Semua berjalan kaki kembali ke basecamp. Elf berjalan perlahan di belakang. Terang membuat jelas pakaian basah berlumpur para penelusur, sebatas dada ke bawah. Sorotan lampu depannya menjadikan setiap orang bagaikan mengi-kuti bayang-bayangnya sendiri. Saat itu ada yang mengingat sajak Sapardi, ada pula yang mengenang penggal scene-scene dalam medan operasi3. Jarak mulut Gua Ciodeng den-

    3 Medan operasi adalah sebuah sesi kegiatan di dalam rang-kaian Pendidikan dan Latihan Dasar PMPA Palawa Unpad. Bi-asanya sesi ini dianggap sebagai satu fase penting bagi anggota dalam beraktivitas dalam olahraga alam bebas. Medan Operasi

  • gan ruko yang kami jadikan basecamp sekira seratus meter.

    Hampir pukul 20.30 Wib. ketika lagu dangdut men-gudara, mendayu di malam takberbintang dari warung dan bengkel di depan basecamp. Itu bagai lagu penyambut. Dihi-bur musik, makanan, minuman, dan obrolan. Setengah jam kemudian penelusuran kembali dilanjutkan. Tidak lebih dari lima puluh meter di belakang basecamp letak lubang kedua Gua Ciodeng. Posisinya di kaki lembah luas yang terdiri dari sawah dan kolam-kolam, tempat penduduk menanam padi dan ikan. Dari dalamnya mengalir sungai kecil. Sebuah tang-gul dibangun di depannya dan penduduk memasang pipa-pipa plastik sehingga air bisa sampai ke rumah-rumah.

    Pak Haji, tuan rumah yang menampung kami, mema-sang pompa listrik di sekitar lubang agar air dapat ditarik ke rumah tiga lantai miliknya. Mengenai tanggul dan pipa-pipa yang menjulur keluar saya melihatnya langsung, tetapi men-genai informasi pompa listrik Pak Haji, itu saya dapat dari seorang ibu yang kebetulan duduk bersama kami di bangku panjang yang berjajar di depan ruko.

    Bukan hanya soal pompa listrik milik Pak Haji, si ibu juga bercerita tentang lain-lain soal. Misalnya mengenai status kepemilikan lahan tempat lubang Gua Cikaret berada. Kang Ferry bersoal-jawab dengan si ibu dalam bahasa Sun-da. Dari obrolan itulah seharusnya saya dapat memperoleh informasi.

    Saya dan Kang Ferry masih duduk menunggu di depan ruko milik Pak Haji. Si ibu sudah pergi setelah anak lelaki yang menjemputnya datang. Malam malam dia baru pulang karena urusan sosial. Rupanya hari itu ada seorang tokoh

    Diklatdas Palawa Unpad juga sering dipadankan atau dipahami sebagai kawah candradimuka bagi calon anggota.

  • yang meninggal dunia. Banyak orang desa Mekarsari yang pergi melayat ke kota Tasik. Tidak berapa lama setelah gerimis kedua berhenti, sembilan penelusur datang dalam formasi berjalan babaduyan.

    Dua jam setengah lama penelusuran. Mereka kembali keluar dari gua melalui lubang tempat masuk, berarti lorong yang diasumsikan sebagai lorong buntu semakin dapat di-pastikan kebenarannya sampai kelak dibantahkan oleh pen-emuan. Kemungkinan semacam itu selalu ada dan terbuka. Semua terlihat basah dan lumpur menempel di beberapa ba-gian coverall. Teh dan kopi segera dipesan di warung depan. Beberapa orang mendekati unggun yang menyala sejak satu jam sebelum mereka datang. Di dalamnya sempat dibakar beberapa ubi kayu. Apinya takmati oleh rintik gerimis yang turun dua kali. Saya bersyukur atas semua keselamatan yang tercurah pada kami, malam tadi.

    Beberapa orang sudah selesai mandi ketika turun hujan deras. Kang Ronald dan Pak Deni mengambil foto selama penelusuran, sedangkan urusan video ditangani oleh Kang Baihaqi. Banyak komentar bagus yang luput dari catatan. Kang Eris pemimpin penelusuran.

    Sekarang semua sedang tidur, beristirahat, dan ber-harap esok pagi kegiatan dapat dijalankan sebagaimana yang direncakanan. Untuk apa perencanaan jika tidak untuk dijalankan. Pikiran itu mengingatkan saya pada baris terakh-ir dari satu sajak Mas Willy? dan perjuangan adalah pelak-sanaan kata-kata. []

  • Gelap mulai menjalar tiap sudut wilayah Pancatengah, Kabupaten Ta-sikmalaya. Pijar-pijar cahaya berurutan menerangi rumah warga. Berbeda dengan rumah, tidak ada pijaran lain selain nyala head lamp yang kami gunakan untuk menyusuri jalanan aspal Desa Mekarsari. Perjalanan menuju mulut Gua Ciodeng kami lakukan setelah makan malam, sekitar pukul 20.00. Mulut Gua Ciodeng menurut koordinat geografis terletak pada 108 20 17.9 BT dan 07 39 79.1 LS.

    Setelah melalui jalanan beraspal, tim Palawa Unpad dan Badan Geologi kemu-dian melintasi sawah untuk tiba di mulut gua. Tidak sulit untuk menemukan mulut Gua Ciodeng. Gua tersebut

    CIODENG

    Fikry Rausyan Fikry Muhammad

    merupakan salah satu gua yang populer di telinga ma-syarakat sekitar. Selain itu, letak gua tidak berada jauh dari jalan utama yang mem-belah Kecamatan Cikatomas, Pancatengah, Kalapagenep, hingga ke Batu Karas Pan-gandaran.

    Mulut Gua Ciodeng dikelilingi oleh sawah dan perkebunan warga. Air yang mengaliri sawah berhilir di gua tersebut. Begitu juga dengan air yang mengalir dari lereng curam perkebu-nan masyarakat. Maka tidak aneh ketika Dendi, seorang pemuda asli Desa Mekarsari bercerita tentang terendam-nya Gua Ciodeng.

    Dendi berkisah bahwa beberapa waktu sebelum kami tiba di rumahnya, Gua Ciodeng terendam oleh air.

  • Rendaman airnya bukan main besarnya. Mulut Gua Ciodeng yang memiliki lebar kurang lebih tiga meter dan tinggi dua meter hampir terendam seluruhnya oleh air. Ketinggian air tersebut berbeda jauh dibandingkan dengan saat kami menelusuri gua. Kedalaman air mulut Gua Ciodeng hanya sekitar sebetis orang dewasa.

    Letak Gua Ciodeng me-mang berada di sebuah ce-rukan. Pada sebelah selatan, timur dan barat mulut gua terdapat bukitan. Berbeda dengan sebelah barat yang telah dibelah oleh aspal, ba-gian selatan dan timur masih mengalirkan airnya menuju Gua Ciodeng.

    Entah karena banjir yang diceritakan Dendi, atau gempa yang menimpa Tasik pada 2009, mulut Gua Ci-odeng tertutup oleh batuan dan genangan air. Menurut penuturan Kang Eris, ang-gota Palawa yang pernah menelusuri gua tersebut, sebelum tahun 2009 gua

    masih bisa ditelusuri. Kondisi unexplored tersebut mem-buat tim bergerak menuju mulut Gua Cikaret.

    Gua Cikaret merupakan bagian dari sistem Gua Ci-odeng. Mulut gua tersebut merupakan mulut gua up stream atau hilir dari Ci-odeng. Jarak antara Ciodeng dan Cikaret tidak terlalu jauh. Kedua mulut gua itu hanya dipisah oleh sebuah bukitan.

    Mulut Cikaret berada pada sebuah lereng yang cukup curam. Di enterance tersebut terdapat bedungan kecil yang dibuat warga. Bendungan tersebut dibuat agar air yang keluar dari Gua Cikaret dapat dimanfaatkan warga. Bendungan kecil tersebut dihubungkan meng-gunakan pipa pada beberapa rumah warga.

    Kami berhati-hati ketika melintasi mulut gua. Kehati-hatian kami dimaksudkan agar tidak menginjak kemu-dian memecahkan pipa air. Kami tidak mau penelusuran gua yang disambut hangat

  • masyarakat berubah menjadi bencana bagi sebagian war-ga. Keramahan warga sekitar yang kami rasakan sangat menyenangkan. Kesan kekeluargaan begitu ken-tal. Suasana itu bisa meng-gambarkan dengan nyata retweet seorang teman yang memuat penggal sajak Neruda, Love is humanity, it is the desire to help oth-ers. Ingatan itu membuat langkah kaki semakin hati-hati. Pipa-pipa yang ditanam warga seolah bagai ranjau yang terbenam di air yang bercampur tanah lumpur. Terlebih karena penelusuran dilakukan pada malam hari.

    Sama seperti halnya di luar, di dalam gua gelap mengitari kami. Akan tetapi, pada fase area gelap abadi, kegelapan benar-benar pe-kat. Bantuan cahaya cukup signifikan dipancarkan oleh senter bermerek fenix. Ini bukan iklan. Senter yang me-miliki tingkat lumens tinggi itu dipegang oleh penelesur yang paling depan.

    Sinar dari fenix mem-bantu kami untuk menikmati pemandangan di dalam gua. Lorong Gua Ciodeng atau Cikaret ini tidak terlalu luas. Lebar lorong berkisar antara 1,5 5 meter, sedangkan tinggi atap yang mengerucut ada yang mencapai belasan meter.

    Tidak terlalu sulit untuk menelusuri gua horisontal ini. Hanya saja terdapat beberapa lorong beratap pendek, yang jika debit air meninggi akan menciptakan cerukan lorong yang di-penuhi oleh air atau sump.

    Ornamen yang terben-tuk di dalam gua, beberapa sudah tidak teraliri air. Namun, beberapa gours-dam, flowstone, stalagtit, dan stalagmit masih aktif. Ornamen-ornamen gua yang masih aktif sangat menarik untuk diamati. Aliran air yang merembes dari atap gua mengalir mengikuti tek-stur ornamen. Air tersebut kemudian menetes ke dasar, beberapa kemudian mem-

  • bentuk stalagmit. Beberapa ornamen kami abadikan menggunakan kamera dan handycam.

    Penelusuran gua tidak lama kami lakukan, hanya berkisar dua jam. Ketika pengambilan gambar dan video sudah dirasa cukup, kami bergerak keluar gua. Menggunakan jalan yang sama saat masuk, kami kem-bali berhati-hati saat melalui bendungan milik warga. Di

    luar gua, udara segar kem-bali kami hirup.

    Gua Ciodeng atau Cikaret merupakan satu sistem gua yang memiliki dua mulut. Meskipun kedua mulut gua terpisah tidak jauh, tetapi secara administratif kedua mulut tersebut terpisah. Mulut Ciodeng merupakan bagian dari Desa Mekarsari, sedangkan Cikaret terma-suk ke dalam wilayah Desa Cikaret. []

  • Dua Sesi Penelusuran Hari Kedua

    Ahmad hevicko

    Sabtu, 31 Agustus 2013. Alhamdulillah eksplorasi Hari kedua telah diselesaikan. Waktu menunjukkan pukul 20.30 Wib. Seluruh anggota tim selamat tanpa kurang suatu apa pun. Memang ada sedikit darah yang tertetes di lokasi kegiatan. Itu darah dari kaki Kang Ferry yang terkoyak cadas, tadi, menjelang malam. Dan sekarang kami sudah berada di sebidang tanah lapang dengan api unggun dan belasan anak-anak penduduk sekitar yang menemani malam pasca-penelusuran. Hari ini ada dua sesi. Catatan lapangan hari kedua saya mulai dengan syukur alhamdulillah dan kaki yang berdarah. Bukan ketaksengajaan, bagi saya keduanya pent-ing untuk disinggung dan didahulukan dalam pencatatan yang tidak lain sekadar berisi bahan menulis laporan, seka-dar penggalan kabar-kabar, seikat cerita. Oleh-oleh buat Palawa.

    Tim dibagi dua pada penelusuran sesi kedua di hari kedua ini. Pada sesi pertama, kecuali Kang Ferry dan Kang Margo, semua masuk menelusuri Gua Curug. Pada sesi kedua, satu tim menjelajahi Gua Cigerendong dan tim yang lain masuk ke lorong vertikal yang berada takjauh dari depan lubang Gua Cigerendong. Nama gua berlorong vertikal ini belum dikenal, meski demikian kami berasumsi lorong terse-but akan terhubung dengan lorong Gua Cigerendong. Untuk

  • sementara, agar memudahkan penyebutan, saya sebut gua vertikal itu sebagai Gua Cigerendong II.

    Selain kedua tim yang melakukan penelusuran, ada beberapa orang yang bertugas berjaga di luar. Mereka yang bertugas di sekitar lubang masuk gua antara lain Kang Bai-haqi, Kang Eris, dan Kang Ferry. Selain tiga orang yang telah disebut namanya, masih ada Kang Ronald, Pak Iwan, dan Pak Dudi yang berjaga, duduk-duduk, di sekitar Elf dan Landy, yang terparkir pada sebidang tanah lapang yang berada di bagian depan sebuah bangunan sekolah dasar. SD Karya Mukti, begitu tulisan yang tertatah pada monumen di balik pagar.

    Saat sedang bertugas memerhatikan ketinggian air sungai yang alirannya masuk ke lorong gua vertikal, Kang Ferry rupanya tersandung batu yang bertumpuk di sekitar lubang masuk. Kulitnya terkoyak dan darah pun menetes keluar. Peristiwa tersebut tidak saya lihat secara langsung, karena sedang berada di dalam Gua Cigerendong. Dua jam kemudian, ketika sudah keluar dari gua, barulah saya men-getahui ihwal kejadian itu. Kaki kanan Kang Ferry terlihat dibebat dengan kain syal. Bercak darah yang mulai monger-ing terlihat membekas pada syal kuning.

    Ketika dikonfirmasi kepada yang bersangkutan, saya mendengar jawaban yang menenangkan. Selanjutnya kekha-watiran menyusut dan hilang. Hal tersebut harus masuk dalam catatan yang kelak akan dilaporkan. Inilah kali per-tama, pada kegiatan ini, darah terpercik keluar. Seluruh anggota tim perlu menjaga keselamatan. Semua takbo-leh mengabaikan keselamatan jiwa, raga, dan peralatan. Meski sudah tertangani dan aliran darah pun sudah berhenti namun hal semacam itu sebaiknya diperhatikan agar jangan

  • sampai kembali terulang. Dan yang sudah terjadi akan men-jadi kenangan.

    Pagi siang sore dan malam beraktivitas di Puncak Ga-nas. Aktivitas sehari dalam beberapa kata kunci: bersiap se-jak pagi, siang bergerak sampai malam. Empat mulut dalam sehari. Dua sesi penelusuran hari kedua: Curug, Surupan Tajur, Cigerendong I, Cigerendong II. []

  • Gua curug dan Gua Surupan Tajur

    Hari ini, hari kedua penelusuran. Sesuai dengan ren-cana yang kembali dibicarakan sekaligus dimatang-kan semalam, hari ini giliran Gua Curug dan Cigerendong yang akan ditelusuri. Menurut survei yang dilakukan oleh tim pendahulu dapat diketahui bahwa Gua Curug memiliki dia lubang masuk. Yang pertama berada tidak jauh dari sebidang tanah lapang di depan SD Karya Mukti, kampung Puncak Ganas, Desa Tawang, Kecamatan Pancatengah. Dari dalam gua mengalir sungai kecil yang dimanfaatkan oleh penduduk tempatan sebagai pemenuh keperluan hidup se-hari-hari. Di sekitar lubang masuknya terlihat sebuah tanggul beton dan pipa-pipa plastik yang menjulur keluar, serta se-buah mesin pompa air listrik yang diperlukan agar air dapat ditarik ke atas. Adapun lubang masuk kedua Gua Curug yang berada di sudut persawahan lebih dikenal dengan nama Gua Surupan Tajur.

    Kejadian yang hampir mirip dengan penelusuran ke-marin malam kembali terulang. Jika semalam, pada pen-elusuran Gua Ciodeng, tim dihadang oleh reruntuhan batu yang menyebabkan penelusuran harus dihentikan dan berganti arah dengan memulai penelusuran dari lubang be-lakang (yaitu lubang Gua Cikaret), kali ini tim terhenti setelah sebuah sump menghadang perjalanan.

    Tidak jauh dari lubang masuk Gua Curug, perjalanan

  • terhenti. Kang Eris, Kang Taufik, dan Kang Nanang berada di urutan paling depan. Keadaan lorong yang sempit me-maksa seluruh anggota tim berjalan berbaris satu persatu. Tidak lebih dari sepuluh meter dari lubang masuk, sebuah flowstone besar menghadang. Sebagiannya tercelup aliran sungai sehingga tidak ada ruang terbuka; di sini penelu-sur harus melakukan penyelaman. Mungkin karena debit air sedang besar, atau bahkan sepanjang musim bagian lorong ini tetaplah menjadi sebuah sump? Untuk menjawab dengan kepastian tertentu, survei harus dilakukan beberapa kali dalam waktu yang berlainan. Anggota tim yang berjalan di depan sudah mencoba beberapa upaya untuk mengetahui panjang lorong yang mewajibkan penelusur menyelam jika ingin melanjutkan perjalanan, dengan kaki dan tangan usaha mengukur dilakukan. Meski demikian tim gagal mendeteksi sejarak apa panjang sump. Kang Taufik memberi saran agar tim segera membeli selang air untuk digunakan sebagai alat bantu pernapasan. Selang air dibayangkan dapat men-jadi alat substitusi bagi google snorkeling yang tidak kami bawa. Usulan tersebut cukup masuk di akal. Tanpa banyak menunggu, segera tim bergerak keluar dari gua. Semua balik badan dan beranjak ke lahan parkiran.

    Sampai di luar matahari sudah tinggi, sebentar lagi ten-gah hari. Sambil menunggu dibelinya selang di toko bahan material yang ada di Pasar Tawang, tim memutuskan untuk langsung berangkat ke lubang masuk kedua Gua Curug ma-sih berada di kampung Puncak Ganas.

    Kang Ronald memutuskan tidak ikut dalam penelusuran Gua Curug melalui lubang belakang. Dendi dan seorang kawannya mengantarkan kami sampai ke dalam lubang. Saya mendengar beberapa cerita unik. Ini perihal interaksi masyarakat sekitar dengan gua. Sebagaimana yang saya

  • dengar, setiap musim kemarau gua akan didatangi oleh pen-duduk sekitar. Mereka bersama-sama membawa pakaian kotor untuk dicuci di dalam gua. Sayang sekali fenomena itu tidak dapat kami lihat langsung. Meski hanya cerita namun setidaknya hal itu menarik untuk dicatat. Lain waktu mungkin kami dapat mendokumentasikan fenomena unik tersebut. Baru membayangkan suasana gua dengan banyak perempuan mencuci pakaian sambil bercengkerama larut dalam obrolan tentang ini dan itu saja sudah menarik. Obor-obor yang menyala di beberapa tempat tentu akan menya-jikan keadaan ruangan yang indah juga romantik. Selain cerita kebiasaan penduduk saat musim kemarau, saya juga mendengar cerita kegiatan kemah Pramuka yang menggu-nakan genset untuk mengangkat air. Pipa malang melintang di dinding tebing.

    Lubang kedua Gua Curug, oleh warga sekitar, lebih dike-nal dengan sebutan Gua Surupan Tajur. Jarak tempuhnya ti-dak terlalu jauh dari lapangan SD karya Mukti. Tidak lebih dari setengah kilometer berjalan kaki kami sudah berada di depannya. Bentuk lubang masuknya memanjang ke samp-ing. Melangkah masuk ke dalam gua kami segera berada di sebuah ruangan luas beratap tinggi atau yang lazim disebut chamber. Lorong utama mengarah ke sebuah aliran sungai bawah tanah.

    Suasana beralih saat memasuki lorong aliran sungai. Suara gemuruhnya sempat menggetarkan nyali. Dasar lo-rong yang berlumpur menyebabkan langkah kaki penelusur terasa lebih berat. Atap gua di beberapa bagian sangatlah rendah dan miring sedangkan lebar lorong tidak lebih dari satu setengah sampai dua meter. Jarak permukaan air dan atap yang tidak jarang hanya menyisakan sekira lima puluh centimeter menambah ketegangan yang tetap harus ter-

  • simpan rapi di dalam benak. Penampakan tanda batas air di lorong gua mengindikasikan lorong sering penuh tertu-tup dengan air. Pada satu dua bagian gua lorong membesar dan atap meninggi. Aliran sungai, atau lantai yang teraliri air, melebar sampai sekira dua meter.

    Gua Surupan Tajur tidak jarang meminta penelusurnya untuk jalan jongkok, merangkak, dan bahkan merayap. Dua teknik yang disebut terakhir itu akan mudah dilakukan pada ruangan kering namun menjadi berbeda jika dilakukan di lorong berair dan berlumpur. Seluruh dinding gua terlapisi lumpur tebal yang membuatnya terlihat sebagai bongkah-bongkah besar cokelat-susu. Banyak batuan vulkanik, kalau tidak salah. Hal ini perlu dicek dulu ke Kang Nanang. Sekali dua kali saya membayangkan sedang berada di dalam pabrik cokelat. Mungkin karena mulai merasa lapar. Perjalanan sep-erti ini lumayan menguras tenaga, meski demikian saya me-lihat semua wajah menampakkan semangat petualangan. Pendokumentasian berjalan cukup menyenangkan, semua terlihat terlibat dalam permainan.

    Penelusuran berakhir pada ujung lorong yang buntu. Aliran air sungai merembes melalui celah kecil bebatuan. Reruntuhan batu bertumpuk-tumpuk di depan. Saya dan Kang Nanang mencoba mencari celah yang dapat dimuati orang. Gerakan chimney harus digunakan. Sekira lima meter ke atas kebuntuan kembali menghadang. Suka tidak suka saya harus menginformasikan bahwa di sinilah akhir dari penelusuran. Tidak berapa lama kemudian seluruh anggota tim bergerak keluar.

    Setengah dua siang, semua berjalan secara babaduy-an. Kang Taufik mendokumentasikan penelusuran dengan kamera handycam yang dibawanya. Bagi saya tindakan yang dilakukan Kang Taufik sangat beresiko. Pertama, gelombang

  • air yang tercipta dari gerakan para penelusur di lorong men-jadi potensi yang mengancam kamera di tangannya. Kedua, ada Kang Fikry yang juga merekam kegiatan ke dalam ka-mera digital yang sudah dilengkapi dengan pembungkus kedap air. Meski demikian saya tidak akan melarang Kang Taufik untuk merekam kegiatan karena itu dapat dianggap kurang ajar, saya bukan Kang Nanang, lagi pula itu kan kamera pribadi bukan inventaris perhimpunan. Mungkin saja peristiwa di dalam Gua Surupan Tajur ini dinilai lebih berharga bila dibandingkan dengan harga pembelian handy-cam sehingga pertaruhan memperoleh gambar yang bagus dan menghindari kerusakan kamera akibat terbentur, jatuh, dan terendam air layak untuk diperjuangkan. Alih-alih mela-rang saya justru senang. Pendokumentasian menggunakan videocam tidak terlalu kami persiapkan, pada mulanya. Kami beruntung.

    Sesampai di tepi tanah lapang depan SD Karya Mukti, matahari sudah tergelincir ke barat. Pada sebuah gardu ronda, tempat alat masak dan makanan perbekalan diletak-kan, terlihat beberapa butir kelapa hijau yang seperti baru dipetik. Kata seseorang, Tadi Kang Margo yang membawa kelapa-kelapa itu sepulangnya dari survei mulut Gua Cigeren-dong. []

  • Lorong Horisontal Vertikal Gua Cigerendong I & II

    Lorong horisontal dan vertikal. Pembagian tim harus dilakukan mengingat penelusuran dua gua ini dilaku-kan di waktu yang bersamaan. Sudah pukul 17.00 Wib. saat kami tiba di depan dua lubang gua yang akan ditelusuri. Perjalanan dari lapangan tempat mobil diparkir ke tempat lubang Gua Cigerendong I dan Cigerendong II tidak lebih dari setengah jam. Untuk sampai di lokasi, kami harus berjalan ke arah belakang sekolah, melintasi kompleks pemukiman warga, masuk ke kebun kelapa, kandang kambing, kebun singkong, pematang sawah, dan meniti kolam-kolam milik warga. Selepas rumah-rumah perjalanan terus menurun.

    Ini penelusuran di hari kedua. Siang tadi kami memulai-nya dengan menelusuri Gua Curug dan Gua Surupan Tajur. Sampai saat ini, seluruh gua yang kami telusuri pada per-jalanan kali ini berkarakter gua vedosa (sungai bawa tanah) yang memiliki lubang masuk dan keluar ke permukaan, kecuali satu di antaranya yang berbentuk lubang vertikal (pothole), yaitu Gua Cigerendong II, yang berada di de-pan lubang Gua Cigerendong I.

    Kang Fikry dan Kang Margo ditemani Kang Eris sedang menginstal lintasan SRT untuk mendekati dan kalau bisa menuruni lubang saat saya beserta tim memulai penelu-suran. Selain mereka yang sedang rigging, di luar, masih ada Kang Baihaqi dan Kang Ferry. Saya bersama Kang Taufik, Pak

  • Deni, dan Pak Yudi. Lorong berselimut hitam yang dinamai Gua Cigerendong ini kami masuki. Secara perlahan cahaya yang kami bawa menyingkapkan kegelapan yang bersemay-am di dalam, sebagian demi sebagian. Berbelok ke lorong kiri, penelusur akan disajikan pemandangan bawah permu-kaan yang fantastik.

    Tinggi lorong meminta penelusur berjongkok, merang-kak, bahkan merayap. Di bagian ini terhampar aneka jenis speleothem yang berkilau-kilauan, dari yang berukuran mikro hingga makro. Sebut saja stalagtit (ornamen yang terdapat pada langit-langit gua dengan ujung meruncing ke bawah), stalagmit (seperti bentuk stalagtit terbalik terben-tuk di lantai dari tetesan air bermineral), coloumn (stalagtit dan stalagmit yang menyatu), flowstone (ornamen berben-tuk bekuan air terjun), curtain (ornamen mirip tirai berle-kuk di dinding, bagian ujungnya terkadang menyerupai gigi ikan), draphery (ornamen berbentuk resapan air membeku di dinding atau atap), sodastraw (stalagtit kecil menyeru-pai sedotan), serta mikro dan makro gourdam (berbentuk petakan sawah atau kolam), dengan keunikannya masing-masing. Singkatnya lorong Gua Cigerendong menyimpan va-riasi speleothem yang kaya. Sebuah keindahan yang sangat rentan, apalagi mengingat atap gua yang begitu rendah dan manusia yang sering lengah.

    Lorong kanan beratap lebih tinggi. Penelusuran mengi-kuti arah aliran air. Tiga kali menuruni gourdam penelusuran terhenti pada sebuah chamber mungil berlumpur kering. Ali-ran sungai sudah berbelok ke kiri beberapa langkah sebelum chamber. Air menyelusup dan melintas celah sempit yang tidak dapat dimuati orang.

    Sekilas penelusuran akan terhenti pada chamber na-mun jika dilihat lebih dekat, terdapat lorong lanjutan. Un-

  • tuk memasukinya penelusur harus berusaha melenturkan tubuhnya. Terdapat dua undakan yang bengkok di bagian tengahnya. Selepas celah tersebut penelusur dapat kemba-li berdiri. Sekira lima langkah kemudian terdapat lorong luas beratap rendah. Bagian ini dialiri air yang rupanya tembusan dari aliran lorong atas. Ada undakan gourdam yang mem-bentuk miniatur air terjun. Dari atap juga mengucur curahan air yang menyerupai kran dan shower di kamar mandi.

    Keluar dari lorong itu atap meninggi. Lebar lorong sekira dua sampai tiga meter. Perjalanan mengikuti arus sungai. Pada beberapa bagian lorong lumpur mengendap di lantai yang tertutup air sampai sebatas lutut orang dewasa. Kami menemukan tumpukan cangkang kerang-kerangan di beber-apa bagian lorong selanjutnya. Pendokumentasian diarah-kan pada visualisasi lorong gua berikut lekak-lekuknya. Gua ini cocok untuk dijadikan tempat pengenalan speleothem bagi para calon penelusur gua dengan beberapa catatan yang mengikuti. Pertama dari yang lain-lainnya, pelajar dan pengajar sama-sama memahami betapa masuk menjela-jahi gua merupakan sebentuk anugerah yang tidak setiap manusia dapat mengalami. Atas dasar itu dibayangkan para pelajar dan pengajar ihwal teknik penelusuran gua akan sama-sama sadar betapa segala tindak-tanduknya selalu minta pertanggungjawaban.

    Di luar sudah malam. Kang Fikry dan Kang Margo yang mencoba masuk ke lubang vertikal sudah menyelesaikan ak-tivitasnya. Mereka yang di luar seolah sudah siap untuk kem-bali ke lahan parkiran tempat Kang Ronald, Pak Iwan, dan Pak Dudi menunggu. Rupanya mereka semua memang ting-gal menunggu kami. Sedikit lebih dari waktu yang tersepak-ati, dan akan semakin banyak lebihnya jika kami tidak disusul dan diberitahu. Suara peluit bagai perintah ibu yang bersifat

  • memaksa dan takboleh dibantah.

    Tiga jam penelusuran. Lorong masih panjang di depan tapi kami harus kembali keluar, sesuai janji sore tadi. Pen-elusuran kali ini meninggalkan PR yang kelak harus disele-saikan, pada lorong vertikal maupun lorong horisontal. []

  • Penelusuran Hari Ketiga Di Rumah Pak Haji

    Hari ini lebih lambat. Hanya Pak Deni yang sejak pagi-pagi sudah beranjak. Dia dan segala peralatan foto-grafinya sudah siap sebelum berangkat. Pagi tadi Curug Dengdeng4 yang disambangi olehnya. Motor Kang Eris yang dibawanya. Kang Ferry mengulas soal ini sekilas, Sebaiknya dia tidak sendirian. Sangat berbahaya. Kurang lebih begi-tulah yang saya ingat. Sampai setengah sembilan, Pak Deni datang. Syukur tidak terjadi apa-apa. Beruntung, kekhawati-ran tinggal kekhawatiran, semua berpulang pada kenyataan. Wajahnya tampak puas meski hujan tampaknya sempat membasahi badannya, selain keringat.

    Hari ini lebih lambat. Mungkin aktivitas kemarin terma-suk berat atau karena lama tidak berolahraga dalam porsi yang lumayat banyak bahkan binjas pun tidak. Benar, mung-kin kemarin terlalu diforsir. Mabuk caving. Jika mengingat kemarin, nafsu petualangan seperti menolak direm. Kalau bisa akhir penelusuran diperpanjang, durasi eksplorasi dit-ambah, dan pulang ke basecamp ditunda sebentar. Dua lo-

    4 Selain gua-gua, di kawasan Cikatomas juga terdapat sebuah curug yang menarik dan indah pemandangannya.Objek tersebut sangat potensial dipoles dan dijadikan objek wisata. Keindahan bentuk curug tersebut dibayangkan tidak hanya akan menarik wisatawan lokal tetapi juga regional, dan bahkan nasional.

  • rong gua terakhir: Cigerendong I dan Cigerendong II, menin-ggalkan penasaran yang mesti dibayar di lain kesempatan.

    Kemarin seru. Sejak pagi sampai malam blusukan5 ma-suk-keluar gua; dan setelahnya, di basecamp pun perayaan atas kesuksesan penelusuran masih terus dilangsungkan: ngobrol-ngobrol dan memeriksa hasil pendokumentasian. Foto-foto dan footage diputar, dikomentari, dievaluasi. Ka-mera Kang Taufik lumayan canggih. Secara langsung gambar hidup diekspose ke dinding aula tempat kami bermalam, lalu lampu dimatikan.

    Sejak pagi semua bermalas-malasan. Dan saya masih berusaha mengingat-ingat mimpi semalam yang timbul tenggelam bagai kucing-kucingan dalam kepala, setiap hampir teringat ia justru seperti mengambil jalan menikung, dan berusaha menghilang. Sejak pagi di luar jendela ada jejak hujan. Dinginnya pagi dihajar dengan mandi. Tukang bubur kacang hijau yang kemarin datang sekarang mungkin tertahan entah di mana oleh rerintik yang turun pelan-pelan atau mungkin hari ini ia tidak berjualan. Saya melupakan kenyataan bahwa ini minggu dan itu berarti juga hari libur, tidak cuma bagi pegawai tapi untuk semua orang, terma-suk juga para pedagang. Jadi ini hari minggu dan banyak yang menyebutnya sebagai hari keluarga. Dan pagi ini, saya berada di tengah keluarga penelusur gua yang sejak dua hari ke belakang bergiat bermain, bertualang, dan menjalani proses pendokumentasian gua beserta penelusurannya.

    5 Istilah blusukan belakangan ramai digunakan oleh ma-syarakat luas, takhanya mereka yang bersuku bangsa dan atau penutur bahawa Jawa, mengikuti perkataan Jokowi, Gubernur Jakarta. Blusukan merupakan kata dalam kha-zanah bahasa Jawa yang diartikan sebagai berjalan keluar masuk wilayah yang jarang dilintasi oleh umumnya orang.

  • Sejak Ciodeng sampai kemarin, Kang Nanang selalu menjadi model.

    Matahari masih menggoda kami untuk terus bersantai-santai menikmati minggu pagi dan film kartun. Sudah ham-pir satu jam yang lalu sajian sarapan sudah kami tandaskan. Sambal yang menghiasi meja makan selalu menjadi prima-dona, apa pun pendampingnya, tidak peduli pagi, siang, ataupun malam. Pagi terus bergerak meski waktu dan cuaca seolah berhenti dan kesejukan udara masih terjaga. Semua sudah mandi. Kang Nanang mulai menyusun dan mengecek seluruh peralatan penelusuran. Sambil menulis ini saya senyam-senyum sendirian. Kata mengecek yang saya gunakan mengingatkan pada Kang Zulkifli. Dia tidak ikut dalam perjalanan kali ini. Mungkin sedang kuliah lapangan, mengumpul dan mencatat data sejarah lisan atau duduk suntuk di dalam museum sebagai laku seorang yang sedang menyelesaikan sebuah penelitian panjang yang bahkan bagai takberujung, maklum dia kan mahasiswa sejarah. Satu subjek pelajaran yang hanya berisi berkarung-karung kibul dan cerita versi yang sudah banyak mendapat tambahan dan kurangan di sana dan di sini. Hampir semua peralatan berwarna merah dan semua dalam keadaan basah. Bagian ini juga didokumentasikan. Saya diam-diam masuk ke dalam frame, pura-pura membantu Kang Nanang menyiapkan peralatan dan bahan-bahan lain yang akan dibawa dalam penelusuran.

    Mobil sudah dinyalakan. Kami berpamitan kepada nyo-nya rumah, Istri Pak Haji, yang sudah menerima kedatangan kami dan tadi melepas kami di depan toko bahan material bangunan. Perjalanan menuju lubang Gua Hulukuya diisi dengan bernyanyi. Semua jadi vokalis, karena ini karaokean. Hampir satu setengah jam perjalanan yang harus ditempuh untuk dapat sampai di lokasi tempat gua berada. Ini akan menjadi penelusuran terakhir dalam trip ini. []

  • Gua Terakhir Gua Hulukuya

    Hulukuya merupakan gua tempat tinggal ratusan kele-lawar. Saya tidak tahu dari jenis apa. Apakah pemakan bebuahan ataukah hewan? Cericit suaranya memekakkan pendengaran. Itu terjadi terutama di bagian terdalam gua yang merupakan aliran sungai bawah tanah. Kami menelu-surinya dari hilir, menantang arus air. Jika memilih lorong air, di bagian mula lubang masuk, penelusur harus melintasi sump --meski tidak panjang. Bagi yang enggan dapat ma-suk melalui lorong fosil yang ada di seberang aliran sungai. Lorong tersebut akan bertemu dengan lorong air di bagian dalam gua.

    Hal yang paling mencolok mata adalah sampah yang menumpuk di lantai dan aliran sungai selebar tujuh langkah ini; dan terus membesar serta memecah karena aliran ter-halang reruntuhan. Berkelok dan bercabang untuk kembali bergabung di bagian yang lain. Saya menaksir ketinggian atap di beberapa bagian tidak kurang dari sepuluh meter. Speleotem yang menggantung terlihat menghitam, mung-kin ditumbuhi jamur atau terciprat kotoran kelelawar. Tidak sampai dua jam penelusuran, kami sampai di lubang keluar. Tadi ada yang mengira-ngira panjang lorong tidak lebih dari dua ratus meter. Meski takbisa disebut panjang dan hampir di setiap bagian lorongnya dihiasi sampah plastik dan lain sebagainya tetapi gua ini sesungguhnya menarik, antara lain karena memiliki lekuk liku lorong unik. Pada beberapa bagian lorong, penelusuran terbayang akan semakin meny-enangkan jika dilakukan sambil berkayak.

  • Pendokumentasian Gua Hulukuya dilakukan dengan membagi tim ke dalam dua kelompok penelusuran. Pak Yudi merasa mencukupkan diri dan tidak kembali masuk gua di hari ketiga ini. Tidak ada pilihan lain, Pak Iwan dengan seten-gah terpaksa akhirnya mengenakan coverall ukuran ekstra yang dibawa Kang Ronald. Dikatakan ekstra karena tidak satu pun coverall bawaan Palawa yang cukup di badannya. Mau dikatakan apa jika bukan ekstra?

    Sejak awal Pak Iwan enggan turun menelusuri gua. Sambil bercanda, Pak Yudi dan Pak Deni sering menjuluki Pak Iwan sebagai Dokter Badan Geologi, dokter spesialis visum. Pak Iwan menangani bidang administratif. Perannya sangat besar untuk melancarkan jalannya operasi lapangan. Pak Iwan bertugas menemui pejabat lokal dan meminta mer-eka untuk membubuhkan tandatangan pada berbagai surat standar perjalanan yang telah disiapkannya sebagai tanda bukti operasional benar dilakukan. Hal tersebut diperlukan agar biaya perjalanan dapat dibayar oleh kas kantor. Pak Iwan hobi ngebanyol dan tadi ia sempat kehilangan selera humornya saat terdesak takbisa menolak ajakan kami untuk turun menelusuri gua.

    Sepanjang jalan ia merutuki keadaannya. Ia menyesali sang supir, yaitu Pak Dudi, yang memang tidak mungkin dim-inta untuk menggantikannya. Selama penelusuran saya tidak melihatnya. Kami berbeda kelompok. Ia berada di kelompok satu bersama Kang Taufik, Kang Eris, dan Pak Deni. Saya bersama kelompok II yang berisi Kang Baihaqi, Kang Fikry, Kang Ronald, dan juga Kang Nanang. Dia kembali menjadi model di gua ini. Kang Baihaqi bersama kamera G12, Kang Fikry menjadi asisten Kang Ronald, sedangkan saya bertugas membawa flash; lightman in the right place. Saya bertemu kembali dengan Pak Iwan di luar lubang belakang.

  • Berbeda dengan gua-gua sebelumnya, yang mana dua lubang gua yang berlorong menyambung memiliki atau diberi nama masing-masing, di mana mulut yang satu dan yang lainnya saling berbeda, Gua Hulukuya tidak. Masyara-kat tetap menyebutnya dengan nama itu bukan dengan yang lainnya.

    Di luar lubang belakang Gua Hulukuya, pascapenelu-suran, saya melihat wajah Pak Iwan berbinar-binar. Mung-kin itu penampakan dari perasaan senang yang memancar atau, bahkan secara lebaynya, membadai di dalam hatinya. Sesaat setelah sebatang rokok habis diisapnya, Kang Taufik merekam beberapa pernyataan yang disampaika