Upload
susiyowati-indah-ayuni
View
293
Download
54
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Morfologi Kota
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPerencanaan wilayah dan kota adalah ilmu yang mempelajari mengenai perencanaan
suatu wilayah atau kota serta pengembangan kebijakan yang ada didalamnya. Pada dasarnya
perencanaan dilakukan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam merencanakan suatu wilayah diantaranya aspek
fisik kota, ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dan sebagainya. Aspek fisik kota yang dimaksud
bukan hanya morfologi dan arsitektur kawasan pada saat ini, tetapi juga sejarah dan
perkembangan morfologi dan arsitektur kota suatu kawasan.
Morfologi merupakan wujud fisik suatu wilayah dari kondisi fisik lingkungan ataupun
interaksi sosial–ekonomi masyarakat yang dinamis. Ilmu ini mempelajari tentang perkembangan
bentuk kawasan, yang tidak hanya terkait hanya dalam arsitektur bangunan, namun juga sistem
sirkulasi, ruang terbuka, penggunaan lahan, serta sarana dan prasarana yang ada. Wujud atau
bentuk fisik suatu wilayah dapat dikatakan sebagai manifestasi visual dan parsial yang
dihasilkan dari hubungan antar komponen yang mempengaruhi satu sama lainnya (Allain,
2004).
Morfologi kota merupakan kesatuan organik elemen-elemen pembentuk kota, terbentuk
melalui proses yang panjang dalam kronologis perkembangan kota. Setiap perubahan bentuk
kawasan secara morfologis dapat memberikan arti serta manfaat bagi penanganan
perkembangan suatu kawasan kota. Morfologi kota merupakan pendekatan dalam memahami
bentuk logis sebuah kota sebagai produk perubahan sosio-spasial. Kampung Jawa, sebagai
salah satu kampung yang berada di pinggiran Kali Semarang memiliki banyak aspek historis
yang berkaitan dengan perkembangan morfologi dan arsitektur kawasannya. Sehingga perlu
diperhatikan dari segi perencanaan, morfologi, dan arsitekturnya. Terutama bentuk dan
perkembangan citra kota serta townscape. Dalam laporan ini akan dibahas mengenai bentuk
dan perkembangan citra kota serta townscape di kawasan Kampung Jawa 1.
1.2 Tujuan dan SasaranTujuan dan sasaran disusunnya laporan ini adalah sebagai berikut :
1.1.1 TujuanTujuan dari penyusunan laporan ini untuk menganalisis dan mengkaji morfologi dan
arsitektur ruang kota pada kawasan sepanjang Kali Semarang, yaitu Kampung Jawa 1 di Kota
Semarang yang terkait dengan arsitektur ruang fisik kotanya terutama bentuk dan
perkembangan citra kota serta townscape.
1.1.2 SasaranUntuk mencapai tujuan tersebut terdapat beberapa sasaran yang dilakukan, yaitu antara
lain:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis proses terbentuknya masyarakat Kampung Jawa
bagian 1 dengan mengkaji aspek historis;
2. Mengidentifikasi dan menganalisis aspek-aspek morfologi kota dengan mengkaji aspek
citra kota dan townscape pada Kampung Jawa 1;
3. Memberikan kesimpulan terhadap morfologi ruang kota pada kawasan Kampung Jawa 1.
1.3 Ruang LingkupRuang lingkup pembahasan dalam laporan ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu ruang
lingkup wilayah dan ruang lingkup materi.
1.3.1 Ruang Lingkup WilayahWilayah yang menjadi pembahasan dalam laporan ini adalah kawasan Kampung Jawa 1
dan kawasan Kota Lama Semarang. Kawasan Kampung Jawa yang menjadi bagian dari studi
analisis laporan ini merupakan kawasan Kampung Jawa 1 yang secara administratif mencakup
Kelurahan Purwodinatan seluas 49,200 ha; Kelurahan Jagalan seluas 27,009 ha; dan
Kelurahan Gabahan seluas 30,325 ha. Selain kawasan Kampung Jawa 1, wilayah yang menjadi
tujuan studi pada laporan ini adalah kawasan Kota Lama Semarang yang mencapai luas sekitar
31 ha. Adapun batas-batasnya yaitu:
Utara : Jalan Merak dengan Stasiun Tawang
Timur : Jalan Cendrawasih
Selatan: Jalan Sendowo
Barat : Jalan Mpu Tantular dan sepanjang Sungai Semarang
1.3.2 Ruang Lingkup MateriRuang lingkup materi dalam laporan ini mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
citra kota dan townscape yaitu paths, edges, districts, nodes, dan landmark.
1.4 Metodologi Analisis wilayah studi yang terdapat dalam pembuatan laporan ini dibagi ke dalam dua
proses atau tahapan, yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis.
1.4.1 Metode Pengumpulan DataData yang digunakan untuk menganalisis citra kota dan townscape pada laporan ini
adalah data primer. Data primer berupa informasi dan gambar atau foto diperoleh dengan
metode penyebaran kuesioner dan observasi langsung ke lapangan.
1.4.2 Metode AnalisisMetode analisis yang digunakan dalam laporan ini adalah analisis deskriptif. Analisis ini
dilakukan dengan cara membandingkan teori mengenai citra kota dan townscape dengan hasil
observasi dan rekapitulasi kuesioner yang telah diperoleh.
1.5 Sistematika penulisanPenulisan laporan mengenai Citra Kota dan Townscape mencakup beberapa bahasan
bab sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUANBab ini menjelaskan tentang gambaran umum mengenai isi laporan. Gambaran umum
tersebut terbagi menjadi penjabaran tentang latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup
studi, metodologi, serta sistematika penyusunan laporan.
BAB II KAJIAN LITERATURBab ini berisi tentang uraian teori terkait pembahasan laporan, yaitu Citra Kota dan
Townscape. Dalam penjabaran teori juga dimuat mengenai jenis-jenis dari citra kota dan
townscape yang akan menjadi pembahasan dalam bab berisi pembahasan wilayah studi.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDIBab ini berisi mengenai pengenalan wilayah studi yang dijadikan objek penelitian atau
implementasi teori terkait citra kota dan townscape.
BAB IV PEMBAHASANBab ini berisi pembahasan mengenai implementasi dari teori tentang citra kota dan
townscape terhadap wilayah studi yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya.
BAB V PENUTUPLaporan ini akan ditutup dengan penarikan kesimpulan dari keseluruhan isi laporan,
khususnya pembahasan terkait implementasi teori yang dijabarkan pada Bab IV.
BAB IIKAJIAN LITERATUR
2.1 Citra Kota1. Paths
Paths merupakan jaringan atau jalur yang sering atau biasanya digunakan oleh pengamat
untuk bergerak atau berpindah tempat, dapat berupa jalan, trotoar, kanal, maupun jalur kereta
api. Untuk sebagian orang paths merupakan elemen utama pada citra kota. Pengamat dapat
mengamati kota dengan berjalan melalui jaringan jalan, dan sepanjang jalur tersebut elemen-
elemen lingkungan lainnya tersusun dan berkaitan.
Gambar 2.1 Paths
2. Edges
Edges merupakan elemen linier yang peruntukannya membatasi atau menyatukan dua
daerah, dapat berupa pantai, perpotongan rel kereta api, tembok, bangunan, jalan, sungai.
Gambar 2.2 Edges
3. Districts
Districts merupakan suatu bagian dari kota yang mempunyai karakter khusus yang dapat
dikenali oleh pengamatnya dengan pola, wujud, dan batas yang jelas sehingga pengamat
mengetahui awal dan akhir kawasan. Dapat berupa kawasan permukiman, kawasan
perdagangan, kawasan industri.
Gambar 2.3 Districts
4. Nodes
Nodes merupakan titik simpul strategis dalam suatu kota biasanya digunakan sebagai
pusat aktivitas penduduk sekitar, dapat berupa persimpangan jalan, balai pertemuan, pinggir
sungai, dekat jembatan, dsb.
Gambar 2.4 Nodes
5. Landmarks
Landmarks merupakan penanda atau ciri khas unik yang secara visual menarik perhatian
pada sutu kota biasanya digunakan sebagai penunjuk, dapat berupa bangunan, menara,
tempat ibadah, dsb.
Gambar 2.5 Landmarks
2.2 TownscapeTownscape adalah seni yang terdapat secara visual dalam penataan bangunan-
bangunan, jalan, serta ruang yang menghiasi lingkungan perkotaan. Definisi lain dari townscape
adalah salah satu cara yang dapat digunakan dari segi fisik visual untuk mengenali bentuk fisik
suatu kota. Selain itu, townscape juga dapat diidentifikasi melalui bentuk penataan atau desain
dari bangunan-bangunan dan jalan yang ditangkap berdasar berbagai tingkatan emosional
masing-masing pengamat. Bentuk fisik ruang kota dipengaruhi dan ditentukan oleh bentuk dan
massa bangunan. Keterkaitan itu dirasakan secara psikologis maupun secara fisik oleh
pengamat bentuk fisik ruang kota serta bentuk dan massa bangunan tersebut. Selain itu,
keterkaitan juga dapat dilihat secara visual pada kualitas bentuk kota yang ditentukan oleh
bentuk dan ukuran ruang kota serta penataannya. Nilai-nilai yang harus ditambahkan dalam
urban design sehingga masyarakat di kota tersebut secara emosional dapat menikmati
lingkungan perkotaan yang baik melalui rasa psikologis maupun fisik. Empat hal yang
ditekankan adalah serial vision, place, content, dan the functional tradition (Cullen, 1961: The
Concise Townscape)
a. Serial Vision
Penjelasan dari serial vision adalah gambaran-gambaran visual yang ditangkap oleh
pengamat yang terjadi saat berjalan dari satu tempat ke tempat lain pada suatu kawasan.
Rekaman pandangan oleh pengamat itu menjadi potongan-potongan gambar yang bertahap
dan membentuk satu kesatuan rekaman gambar kawasan bagi pengamat. Biasanya, akan ada
kemiripan, suatu benang merah, atau satu penanda dari potongan-potongan pandangan
tersebut yang memberi kepastian pada pengamat bahwa dia masih berada di satu kawasan
yang sama.
b. Place
Penjelasan dari place adalah perasaan yang dimiliki pengamat secara emosional pada
saat berada di suatu tempat tertentu (enclosure). Hal ini dipengaruhi oleh sense of position.
Menurut Cullen, “sense of position” dapat terbentuk melalui perjalanan pengalaman seseorang
pada saat memasuki, saat berada di dalam serta pada saat meninggalkannya. Pengalaman ini
akan dicapai melalui:
1. Possesion (rasa kepemilikan), efek bayangan, rasa terlindung, keramahan dan
kenyamanan, merupakan penyebab munculnya rasa kepemilikan.
2. Possession in movement, diciptakan melalui pengalaman selama berjalan memasuki
kawasan, dengan awalan yang pasti dan pengakhiran yang tegas.
3. Viscosity, percampuran antara possession dan possessioninmovement.
4. Enclosure, efek ruang-ruang yang terkurung akan menciptakan rasa kepemilikan.
5. Focal Point, merupakan fokus lingkungan dengan bentuk yang tegas akan
memantapkan lingkungan, seringkali focal point ini beralih fungsinya karena traffik
yang kacau.
6. Narrow, lorong jalan yang sempit menimbulkan perasaan terikat dan tertekan.
7. Incident, nilai dari suatu incident pada suatu jalan adalah adanya menara, lonceng dan
lain-lain yang menarik untuk dinikmati dan tidak membosankan tetapi membutuhkan
waktu untuk berhenti sesaat.
8. Screened Vista, suatu kesan yang ditimbulkan karena kekontrasan suatu bentuk
bangunan dengan bentuk bangunan yang lainnya.
c. Content
Penjelasan dari content adalah isi dari suatu kawasan yang mempengaruhi perasaan
seseorang terhadap keadaan lingkungan kota tersebut. Content tergantung oleh dua faktor
yaitu pada tingkat kesesuaian (conformity) dan tingkat kreativitas (creativity).
d. The Functional Tradition
Penjelasan dari thefunctional tradition adalah kualitas di dalam elemen-elemen yang
membentuk lingkungan perkotaan yang juga memiliki segi ekonomis, efisien dan efektif.
Terdapat tiga inti dari citra kota ((Cullen, 1961: The Concise Townscape)
Suatu lingkungan perkotaan tersusun melalui dua cara. Yang pertama, kota disusun
sebagai objek dari luar perencana sebagai subjek. Yang kedua, kota yang sudah disusun
kemudian diisi oleh aktivitas-aktivitas penghidup. Keduanya merupakan suatu
kesinambungan yang saling melengkapi. Peran townscape disini adalah sebagai
pembentuk kota yang menjadi struktur dan mendukung aktivitas manusia tersebut.
Penataan perkotaan harus bisa memberikan rasa nyaman pada masyarakat yang
menempatinya. Lingkungan perkotaan banyak mempengaruhi perkembangan
masyarakatnya secara psikologis maupun fisik. Oleh karena itu, art of environment perlu
ditekankan dalam urban design.
Dalam penataan suatu perkotaan harus memperhatikan logika dalam lingkungan Atlas.
Hal ini berkaitan dengan dimensi fisik geometri dan dimensi waktu.
Pada intinya, townscape menjadi rangkaian elemen perkotaan yang penting di dalam
urban design. Dengan townscape, masyarakat bisa mengenali suatu kawasan baik secara fisik
maupun secara emosional. Townscape sebaiknya tertata secara baik karena pengaruhnya
yang cukup berdampak pada perkembangan masyarakat yang menempati suatu kawasan
tersebut dan terciptanya the art of environment yang penting bagi suatu kota.
BAB IIIGAMBARAN UMUM KAMPUNG JAWA 1 DAN KOTA LAMA
3.1 Kampung Jawa 1Kawasan Kampung Jawa 1 terletak di Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang
Tengah, Kota Semarang yang membentang dari perempatan Jl. Agus Salim (dahulu Jurnatan)
ke selatan berhenti di kali Semarang dan ke sebelah timur dibatasi oleh Jalan Mataram.
Kawasan Kampung Jawa 1 terdiri dari beberapa kampung yaitu Kampung Pekojan, Kampung
Malang, Kampung Begog dan Kampung Petolongan. Jalan utama yang sering digunakan oleh
masyarakat sekitar adalah Jl. Pekojan yang menghubungkan kawasan ini dengan Jl. Agus
Salim. Di pinggir Jl. Pekojan saat ini dipenuhi pertokoan, dari toko kaca, toko obat tradisional
Cina, toko emas dan lain-lain. Kawasan Kampung Jawa 1 saat ini memang tampak seperti
pecinan dikota-kota di Jawa pada umumnya.
Kawasan Kampung Jawa 1 merupakan kampung kota di Kota Semarang yang sampai
saat ini masih ada. Kawasan ini memiliki ciri khas tersendiri dibanding dengan kampung lainnya
karena memiliki 3 etnis yang berbeda. Disini masih ditemukan bangunan-bangunan bersejarah
seperti Masjid Jami’ dan Klenteng Tay Kak Sie yang dipercaya sebagai peninggalan para
leluhur kota Semarang. Bangunan yang ada di Kawasan Kampung Jawa 1 ini juga kebanyakan
masih bangunan asli.
3.1.1 FisikKondisi rumah di pemukiman masih tergolong kumuh, jauh dari kondisi rumah yang layak
karena letak satu rumah dengan rumah lainnya berdempetan. Kondisi infrastruktur jalan di
pemukiman Kampung Jawa sempit, hanya bisa dilewati kendaraan roda dua dan tiga, tidak bisa
dilewati kendaraan roda empat. Di kawasan ini tidak ditemukan fasilitas area bermain untuk
anak-anak sehingga anak-anak Kampung Jawa 1 bermain di area jalan dan pinggiran sungai.
Banyak terdapat fasilitas MCK Umum karena kebanyakan rumah dikawasan ini tidak memiliki
fasilitas MCK. Di sebelah utara Kampung Jawa 1 Kelurahan Purwodinatan, terdapat Plasa
Semarang, Pasar Johar.
3.1.2 Non Fisik1. Ekonomi
Penduduk Kampung Jawa mayoritas bermata pencaharian sebagai buruh dan wiraswasta
khususnya pedagang. Banyak penduduk Kampung Jawa yang membuka warung atau toko,
mengingat lokasi Kampung Jawa 1 dekat dengan pasar johar dan pada jaman dahulu Kampung
Jawa ini dijadikan tempat berdagang oleh masyarakat Tionghoa.
6. Pendidikan
Sarana pendidikan formal di Kampung Jawa 1 sudah cukup memadai untuk lingkup
kelurahan. Mulai dari TK, SD, dan SMP sudah ada di Kampung Jawa 1. Untuk masyarakat
Kampung Jawa 1 sendiri tingkat pendidikannya masih tergolong rendah. Mayoritas
penduduknya merupakan lulusan SMA bahkan ada yang tidak tamat SD, hanya sedikit yang
lulusan perguruan tinggi. Dengan kondisi pendidikan yang seperti ini masyarakat Kampung
Jawa 1 sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Maka dari itu di Kampung Jawa 1 juga
diadakan pendidikan non formal khususnya di bidang konveksi. Sehingga masyarakat Kampung
Jawa 1 setidaknya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasilnya di kawasan Kampung Jawa
1 banyak terdapat usaha jahit mulai dari sepatu, seprei, hingga tas.
7. Agama
Pada awal mula terbentuknya Kampung Jawa 1, masyarakatnya merupakan keturunan
Tionghoa sehingga mayoritas beragama Kong Hu Chu. Namun seiring berjalannya waktu mulai
berdatanganan pendatang-pendatang khususnya dari Pulau Jawa sendiri. Sehingga mulai di
bangun fasilitas-fasilitas peribadatan mulai dari klenteng, mushola, masjid, hingga gereja untuk
memenuhi kebutuhan penduduk Kampung Jawa 1 tersebut. Sampai saat ini di kawasan
Kampung Jawa 1 Kelurahan Purwodinatan tercatat penduduknya beragama Kong Hu Chu,
Islam, dan Kristen.
8. Sosial Budaya
Seperti pada umumnya sebuah kampung, hubungan sosial antar masyarakat di kawasan
ini tergolong cukup erat. Mereka cukup mengenal lingkungan sekitar dan tetangga satu
sama lain. Biasanya masyarakat berkumpul dalam pertemuan rutin seperti pengajian,
perkumpulan PKK, musyawarah kampung di Balai Desa. Untuk sekedar bercengkrama,
biasanya mereka menggunakan halaman sekitar rumah seperti di tepi jalan.
3.2 Kota LamaKota Lama Semarang merupakan suatu kawasan di Kota Semarang yang menjadi pusat
perdagangan pada abad 19-20. Kota Lama Semarang terletak di Kelurahan Bandarharjo,
Kecamatan Semarang Utara dengan luas wilayah sekitar 31 hektar. Dilihat dari kondisi geografi,
nampak bahwa kawasan ini terpisah dengan daerah sekitarnya, sehingga nampak seperti kota
tersendiri, sehingga mendapat julukan "Little Netherland" atau “Outstadt”. Pada dasarnya area
Kota Lama Semarang mencakup setiap daerah di mana gedung-gedung yang dibangun sejak
zaman Belanda. Namun seiring berjalannya waktu istilah kota lama sendiri terpusat untuk
daerah dari Sungai Mberok hingga menuju daerah Terboyo. Batas Kota Lama Semarang
adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Jalan Merak dengan Stasiun Tawang
Sebelah Timur : Jalan Cendrawasih
Sebelah Selatan : Jalan Sendowo
Sebelah Barat : Jalan Mpu Tantular dan sepanjang sungai Semarang.
3.2.1 FisikKota Lama Semarang, dahulu merupakan kawasan permukiman Belanda yang terencana
dengan baik dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana kota yang lengkap. Kawasan ini
memiliki pola yang memusat dengan bangunan pemerintahan dan Gereja Blenduk sebagai
pusatnya. Kawasan Kota Lama memiliki sekitar 50 bangunan kuno yang masih berdiri kokoh
dan mempunyai sejarah Kolonialisme di Semarang. Beberapa di antaranya yaitu mercusuar,
stasiun kereta api tawang, gereja blenduk, kantor telekomunikasi, dan masih banyak yang
lainnya.
Seiring perkembangannya, kawasan tersebut mengalami pergeseran fungsi yang dulu
memiliki fungsi vital sebagai pusat kota sekarangterbengkelai dan tidak produktif lagi karena
penurunan aktivitas ekonomi. Akibatnya, kini kawasan tersebut menjadi kawasan mati, terlebih
karena kawasan tersebut sebagian besar berfungsi sebagai perkantoran dan pergudangan
yang hanya aktif setengah hari. Penurunan juga terjadi pada fisik bangunan yang makin lama
makin rusak tak terawat, karena faktor usia bangunan dan pengaruh alam. Penggunaan lahan
di Kota Lama pada saat ini doidominasi oleh bangunan non-aktif. Keberadaan fungsi ini yang
tersebar merata di seluruh kawasan tersebut disebabkan usiabangunan yang sangat tua. Selain
bangunan non-aktif banyak juga bangunan-bangunan peninggalan Belanda tersebut yang
digunakan untuk perkantoran, perusahaan, dan kantor usaha. Hanya sebagian kecil yang
digunakan sebagai permukiman.
3.2.2 Non-FisikSebagian besar masyarakat yang bermukim di Kota Lama bekerja pada sektor informal
sebagai buruh yang mengindikasikan bahwa masyarakat kawasan Kota Lama tergolong
penduduk dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Keberadaan kegiatan ekonomi yang
ada hanya berjalan setengah hari, seperti toko alat-alat berat, jasa elektronik, dan toko alat tulis.
Kegiatan perekonomian yang dapat aktif hingga malam hanya rumah makan.
BAB 4PEMBAHASAN
4.1 Kampung Jawa 14.1.1 Citra Kota
Citra kota merupakan sebuah gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata
masyarakatnya. Citra kota juga dapat diartikan sebagai kesan seseorang terhadap suatu
lingkungan kota atau kota secara keseluruhan yang lebih dari sekedar kesan visual Dengan
kata lain, citra kota merupakan suatu gambaran atau penilaian bersama dari individu-individu
yang memiliki pengalaman baik maupun buruk terhadap lingkungan suatu kota. Kawasan
Kampung Jawa 1 merupakan kawasan yang sebagian besar merupakan kawasan pemukiman.
Kawasan pemukiman inilah yang memberi citra pada kawasan Kampung Jawa 1.
a) Landmark
Bangunan yang khas di kawasan Kampung Jawa 1 adalah Klenteng Tay Kak Sie yang
terletak di Gang Lombok sebelah selatan Kampung jawa 1 dan Masjid Jami Pekojan di Jalan
Pekojan yang terletak di tengah kawasan Kampung Jawa 1. Dimana kedua bangunan tersebut
merupakan bukti peninggalan sejarah di kawasan Kampung Jawa 1. Klenteng Tay Kak Sie
adalah klenteng terbesar dan terlengkap di Pecinan Semarang.
Sepanjang tahun berbagai ritual keagamaan dan tradisi digelar di klenteng yang terletak
persis ditepi Kali Semarang ini. Klenteng Tay Kak Sie berdiri sejak tahun 1771, Lebih dari 2
abad yang lalu. Menurut cerita, Klenteng Tay Kak Sie didirikan sebagai tempat ibadah kaum
Tionghoa yang ada di Pecinan. Sebab dahulu, masyarakat Tionghoa harus ke klenteng Sam
Poo Kong yang lokasinya jauh dari tempat tinggal mereka untuk beribadah. Inilah alasan
didirikannya Tay Kak Sie didekat Kali Semarang yang menjadi jalur transportasi perdagangan
jaman dahulu.
Masjid Jami Pekojan Masjid ini berada di perkampungan padat penduduk. Kanan, kiri,
depan, dan belakang terdapat bangunan-bangunan besar dengan ciri khas bertembok tebal ala
eropa. Masjid Jami Pekojan merupakan masjid peninggalan para pedagang yang berasal dari
Gujarat, India. Masjid ini berusia lebih dari 250 tahun. Di dekat Masjid terdapat sebuah makam
seorang keturunan Nabi Muhammad SAW yaitu Syarifah Fatimah binti Syekh Abu Bakar yang
wafat pada 1290 Hijriah. Di Masjid ini juga ada pohon langka yang dinamakan pohon bidara.
Pohon ini pernah coba diperbanyak dengan cara disemai tapi selalu mati. Buah Bidara mujarab
menyembuhkan penyakit perut serta dapat untuk melemaskan mayat yang kaku serta
menghilangkan bau tak sedap pada mayat.Pada saat bulan Ramadhan Masjid Jami Pekojan
selalu membuat bubur khas Gujarat atau yang dikenal dengan bubur India yang disantap
bersama ratusan jama’ah saat berbuka puasa.
Sumber : Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.1
Masjid Jami Pekojan dan Klenteng Tay Kak Sie
b) Path
Merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan untuk melakukan pergerakan
secara umum, seperti jalan, gang-gang utama, lintasan kereta api, saluran, dan sebagainya. Di
kampung Jawa 1, elemen path yang biasanya digunakan berupa jaringan jalan dan gang
utama. Jalan yang biasanya di lewati warga adalah jalan Pekojan sedangkan gang utama yang
sering di lewati warga adalah gang lombok.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.2
Jalan Pekojan dan Gang Lombok
Jalan Pekojan berada ditengah kawasan Kampung Jawa 1 dimana jalan ini
menghubungkan Jalan H. Agus Salim dan Jalan Wotogandul Barat. Kondisi Jalan Pekojan
sudah diaspal. Frekuensi pemakaian jalan ini sering, karena Jalan Pekojan dilalui masyarakat
setempat untuk akses keluar atau masuk tempat tinggal mereka.Selain itu Jalan Pekojan
merupakan kawasan perdagangan di Kampung Jawa 1. Sedangkan untuk Gang Lombok
berada di sebelah barat Kampung Jawa 1. Gang lombok menghubungkan Jalan Pekojan dan
Jalan H. Agus Salim. Jalan yang lumayan sempit tidak memungkinkan kendaraan roda empat
masuk. Gang Lombok sering dilalui warga untuk akses keluar dan masuk ke tempat tinggal.
Kondisi Gang Lombok sebagian sudah diaspal dan sebagian masih paving. Gang Lombok
dengan kondisi diaspal terdapat disekitar klenteng Tay Kak Sie.
c) District
Merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi dan memiliaki ciri khas yang
mirip (bentuk, pola, danwujudnya) dan khas pula dalam batasnya. Pada Kampung Jawa 1
terdapat district berupa kawasan pemukiman dan kawasan perdagangan. Kawasan
perdagangan terletak di Jalan Bubakan dan Jalan Pekojan.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.3
Kawasan Pemukiman (Kampung Purwodinatan) dan
Kawasan Perdagangan (Jalan Bubakan dan Jalan Pekojan)
d) Edge
Edge adalah elemen linier yang tidak dipakai atau dilihat sebagai path. Edge yang
merupakan pengakhiran dari sebuah district atau pembatas sebuah district dengan lainnya,
misalnya pantai, batasan antara topografi dan sebagainya. Di kawasan-kawasan Kampung
Jawa 1 yang menjadi Edge adalah jalan.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.4
Batas Kampung Jawa 1
Sebelah Utara : Jalan H. Agus Salim
Sebelah Selatan : Jalan Petolongan
Sebelah Timur : Jalan Mataram
Sebelah Barat : Kali Semarang
e) Nodes
Node merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau aktivitasnya
saling bertemu dan dapat diubah kearah atau aktivitas lain, misalnya persimpangan jalan. Di
Kampung Jawa 1 nodes terletak di persimpangan jalan ditengah pemukiman Kampung Jawa 1
di Gang Lombok. Di persimpangan jalan tersebut terdapat sebuah warung dan rumah warga
yang sering digunakan warga untuk berkumpul.
Jalan H. Agus Salim
Jalan Mataram
Kali Semarang Jalan Petolongan
Gambar Lokasi Nodes di Kampung jawa 1
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.5
Warga banyak beraktifitas di nodes
Aktivitas yang dilakukan di nodes yang terletak di Kampung Jawa 1 beragam. Mulai dari
aktifitas berkumpul biasa yang dilakukan warga pada sore hari hingga aktifitas jual beli karena
di persimpangan nodes tersebut terdapat sebuah warung.
4.1.2 Townscape1. Junctions
a) T-Junctions
Persimpangan berbentuk T dimana terdapat satu titik objek yang terletak tepat didepan
persimpangan. Di Kampung Jawa 1 T-Junction berlokasi di Jalan Pekojan dan Jalan
masuk ke Kampung Purwodinatan.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.6
T-Junctions
b) Y-Junctions
Y–Junction nampak seperti huruf Y. Jadi terdapat bangunan di suatu jalan yang
bercabang tiga (pertigaan), tetapi bentuk bangunan yang merupakan titik temu mengikuti
bentuk jalan yang membentuk suatu huruf Y. Lokasi Y-Junction di Kampung Jawa 1
terdapat di Kampung Purwodinatan.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.7
Y-Junctions
c) Multiple Views
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.8
Multiple Views
Suatu persimpangan yang memiliki dua suasana lingkungan yang berbeda, serta letaknya
bersisian pada sudut pandang yang berbeda, di Kampung Jawa 1 berlokasi di Kampung
Malang.
2. Line
a) Curves
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.9
Curves
Curves merupakan desain bangunan yang membentuk lengkungan dengan bangunan
yang mengikuti bentuk jalan yang membentuk lengkungan tersebut . Pada kawasan Kampung
Jawa 1 bentuk ini dijumpai di depan Klenteng Tay Kak Sie.
b) Angles
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.10
Angles
Angles merupakan bentuk bangunan yang tertutup dengan pembelokan jalan yang
memiliki sudut tertentu. Sehingga kesan yang muncul dari jalan yang dilewati adalah ruang
sangat terasa sekali. Bentuk seperti ini terdapat di Kampung Malang, Kampung Purwodinatan.
c) The Pivot
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.11
The pivot
The pivot adanya poros pada usatu bangunan sehingga jalan nampak menjadi bagian
yang menyatu dengan bangunan lain di sekitarnya atau terkesan seperti berputar. Bangunan
seperti itu dapat ditemui di Kampung Purwodinatan.
3. Width
a) Narrowing
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.12
Narrowing
Narrowing merupakan kesan penyempitan jalan yang dirasakan pada Kampung Jawa 1
berlokasi di belakang Plasa Semarang dan Depan SD kuncup melati.
b) Widening
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.13
Widening
Pergerakan dari ruang sempit ke ruang yang lebih besar atau sering disebut dengan
pelebaran di Kampung Jawa 1 dapat dijumpai di belakang Plasa Semarang, Kampung
Purwodinatan.
4. Overhead
a) Chasm
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.14
Chasm
Chasm berbentuk khas dengan bentuk bangunan jalan sempit, dapat ditemui di Kampung
Malang dan Kampung Purwodinatan.
b) Collonade
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.15
Collonade
Menggambarkan tentang kondisi suatu bangunan yang masih menggunakan pilar-pilar
sebagai pondasi bangunan, di Kampung Jawa 1, bentuk ini berlokasi di Kampung Malang.
c) Overhang
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.16
Overhang
Merupakan bagian atap dari bangunan yang sengaja dibuat untuk memberikan kreasi
tersendiri bagi bangunan tersebut, tetapi bagian bangunan tersebut secara tidak langsung
berfungsi sebagai pelindung bagi pejalan kaki yang berjalan di dekat bangunan. Bentuk
bangunan seperti demikian dapat ditemukan di Jalan Pekojan.
d) Arch
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.17
Arch
Gapura merupakan bentuk bangunan yang biasanya diguankan sebagai penanda suatu
kawasan. Bangunan seperti ini terdapat di Kampung Purwodinatan, tepatnya di Jalan Mataram
e) Going Through
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.18
Going Through
Kampung Malang
5. Containment
a) Enclosure
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.19
Enclusure
Townscape yang terlihat pada gambar diatas adalah enclosure. Dimana jarak antar
bangunan lebih panjang dibandingkan tinggi bangunan. Bentuk ini dapat ditemui di Kampung
Malang.
6. Features
a) Landmark
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.20
Landmark
Landmark merupakan simbol/tanda atau ciri-ciri yang secara visual menarik
perhatian pada suatu kota.terdapat Masjid Jami’ di Pekojan dan Klenteng Tay Kak Sie di
Kampung Purwodinatan, Gang Lombok
4.2 Kota Lama4.2.1 Citra Kotaa) Path
Path merupakan suatu jalur yang digunakan oleh pengamat untuk bergerak atau
berpindah tempat. Path biasanya mengarah pada suatu tempat yang sering digunakan
masyarakat untuk beraktivitas. Path pada kawasan Kota Lama adalah Jalan Suari yang menuju
ke arah G.P.I.B. Immanuel (Gereja Blendug)
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.21
Jalan Suari yang terletak di Sebelah Gedung Bank Mandiri Menuju G.P.I.B. Immanuel (Gereja Blendug)
b) EdgesEdges merupakan daerah pinggir suatu wilayah yang menandakan batas dari wilayah
tersebut. Batas yang dimaksud dapat berupa rel kereta, pagar, tepi bangunan, dan
semacamnya. Edges yang terdapat pada kawasan Kota Lama adalah rel kereta di Stasiun
Tawang yang juga merupakan batas area Kota Lama Semarang, seperti yang terlihat pada peta
citra di bawah ini.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.22
Rel Kereta Stasiun Tawang
c) DistrictsDistricts merupakan suatu kawasan kota yang memiliki fungsi dan wujud yang khas, serta
dapat dikenali secara jelas batas-batasnya, seperti kawasan permukiman, perdagangan, open
space, kawasan pinggiran kota, dan sebaginya. Districts yang terdapat pada kawasan Kota
Lama adalah open space di depan Stasiun Semarang Tawang. Kawasan ini merupakan ruang
publik dengan pemandangan waduk Polder Tawang yaitu kolam penampungan buatan yang
dibuat pemerintah Hindia-Belanda yang terdapat di depan stasiun.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.23
Pemandangan Polder Tawang, Kolam Penampungan Buatan Pemerintah Hindia-Belanda
d) NodesNodes merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau aktivitasnya
saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain. Secara sederhana, nodes dapat
diartikan sebagai persimpangan jalan yang merupakan titik temu dari dua atau lebih ruas jalan.
Nodes yang terdapat pada wilayah studi adalah persimpangan di depan gedung Bank Mandiri
yang terdapatJl. Mpu Tantular 19 - 21 Semarang.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.24
Persimpangan di Depan Gedung Bank Mandiri di Jalan Mpu Tantular
e) LandmarksLandmark merupakan simbol/tanda atau ciri-ciri yang secara visual menarik
perhatian pada suatu kota. Landmark yang terdapat pada kawasan Kota Lama adalah
G.P.I.B. Immanuel atau lebih dikenal dengan Gereja Blendug. Terletak di Jalan Let
Jend. Suprapto No. 32.Tempat ini teridentifikasi sebagai landmark karena bangunannya
yang khas dan mudah diakses.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.25
G.P.I.B. Immanuel atau lebih dikenal dengan Gereja Blendug
4.2.2 Townscape1. Serial Vision Gereja Blendug
Serial vision digunakan untuk menggambarkan pengalaman atau pemandangan yang
dilalui dan dilihat oleh pejalan kaki ketika melewati suatu kawasan. Berikut merupakan serian
vision dari Gereja Blendug. Serial vision ini diambil secara bertahap dari Jalan Jendral Letnan
Suprapto menyusuri gang yang ada di depan Gereja Blendug.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.26
Serial Vision dari Jalan Jend.Let. Suprapto menyusuri gang yang ada di depan Gereja Blendug
2. JunctionsJunction atau persimpangan merupakan titik pertemuan antara 2 jalur jalan atau lebih.
Berikut merupakan junction yang ditemukan di Kawasan Kota Lama Semarang
a) T-Junctions
T-junction atau dalam bisa kita sebut pertigaan merupakan pertemuan antara 2 jalur jalan
yang saling tegak lurus sehingga membentuk huruf T. Salah satu T-Junction Kawasan Kota
Lama Semarang adalah Pertigaan Jalan Garuda. Ciri utama dari T-junction yang mudah dilihat
dari gambar di bawah ini adalah sudut antar jalurnya yang membentuk sudut siku-siku atau 90o.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.27
T-Junction di Pertigaan Jalan Garuda
b) Y-JunctionY-junction pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan T-junction. Merupakan pertemuan
antara 2 jalur yang saling tegak lurus. Namun, untuk Y-junction sudut yang terbentuk tidak 90o,
sehingga akan terlihat agak miring. Salah satu Y-junction yang terdapat di Kawasan Kota Lama
Semarang adalah yang berada di Jalan Merak.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.28
Y-Junction di Jalan Merak
c) Multiple ViewsSuatu persimpangan yang memiliki dua suasana lingkungan yang berbeda, serta letaknya
bersisian pada sudut pandang yang berbeda, di kawasan Kota Lama terdapat di Jalan Garuda.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.29
Multiple Views3. Line
a) CurvesCurves merupakan konsep yang menggambarkan tentang kondisi jalan semulanya lurus
(linier) kemudian berbelok menyerupai tikungan, seperti yang telihat dalam gambar di atas. Dengan adanya tikungan (curves), maka pengguna jalan tidak akan merasa bosan dengan kondisi jalan yang selalu lurus (linier). Di kota lama, elemen townscape curves terletak di Jalan Jenderal Letnan Suprapto.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.30
Curves di Jalan Jenderal Letnan Suprapto.
b) AnglesAngles merupakan variasi dari tikungan untuk menghilangkan kesan bosan dan ada
penekanan di sudutnya sehingga pengguna jalan lebih berhati-hati melalui jalan. Di kota Lama,
elemen townscape curves terletak di gang sebelah gereja Blendug.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.31
Angles di gang sebelah Gereja Blendug
c) DeflectionDeflection menggambarkan kondisi jalan berbelok pada suatu gang yang dimana di
dalamnya masih terdapat beberapa gang lagi di sisi kanan maupun kirinya yang menuju ke
berbagai arah. Dengan adanya deflection ini, maka mempermudah penduduk di wilayah mikro
studi berinteraksi dengan penduduk yang lain. Di kota lama, elemen Deflection terletak di Jalan
Jenderal Letnan Suprapto
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.32
Deflection di Jalan Jendral Letnan Suprapto
4. Widtha) Funelling
Funelling adalah penyempitan lebar ruang/jalan secara bertahap. Di kota lama Funelling
terletak di Jalan Garuda.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.33
Funelling di Jalan Garuda
b) Wing Wing atau penghalangan adalah konfigurasi struktur bangunan yang didorong keluar dari
garis bangunan yang menimbulkan sebuah penghalang visual. Di kota lama Wing terletak di Jenderal Letnan Suprapto.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.34
Wing di Jalan Jenderal Letnan Suprapto
5. Overheada) The Chasm
Merupakan sebuah gang yang dibentuk oleh dua bangunan yangterpisah di sebelah kiri-
dan kanan dari gang ini, merupakanjalan kecil yang hanya mampu dilewati pejalan kaki
dankendaraan roda dua. Biasanya jauh dari keramaian,tergantung padatnya aktivitas kegiatan
sekitar. Di kota Lama, The Chasm salah satunya terletak di Jalan Jenderal Letnan Suprapto.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.35
The Chasm
c) The ColonnadeMenggambarkan tentang kondisi suatubangunan yang masih menggunakan pilar-pilar
sebagai pondasi bangunan. Denganadanya pilar tersebut seolah-olahmemberikan batas antara
jalan dan tempatpejalan kaki, sehingga pengguna jalanmerasa nyaman. Di kota Lama, The
Colonnade terletak di jalan Branjangan.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.36
The Collonade
d) The OverhangOverhang adalah bagian atap dari bangunan yang sengaja dibuat untuk memberikan
kreasi tersendiri bagi bangunan tersebut, tetapi bagian bangunan tersebut secara tidak
langsung berfungsi sebagai pelindung bagi pejalan kaki yang berjalan di dekat bangunan. Hal
seperti demikian ditemukan di jalan Branjangan, Kota Lama.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.37
The Overhang
6. Contaimenta) Closure
Closure adalah sebuah belokan yangtidak tidak terlihat lagi bangunan yang adadi belokan
tersebut, namun bangunanyang ada di dekat belokan tersebut masihada yang terlihat. Di kota
Lama, Closure terletak di jalan Merak.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.38
Closure
b) Dead EndDead End menjelaskan tentang kondisi jalan sebagai pemberhentian terakhir dari suatu
rute jalan yang sering disebut sebagai jalan buntu. Dengan adanya dead end ini, penduduk
mikro studi tidak dapat memakukan perjalanannya lebih lanjut. Dead end merupakan titik
perhentian pada suatu jalanJalan Pertokoan Jumatan
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.39
Dead End
c) EnclosureTownscape yang terlihat pada gambar diatas adalah enclosure. Dimana jarak antar
bangunan lebih panjang dibandingkan tinggi bangunan. Sehingga terdapat ruang terbuka (open
space) berupa taman yang mengakibatkan kesan ruang yang terbentuk oleh kumpulan
bangunan tidak terlalu terasa ketika kita melewati jalan tersebut, yaitu jalan Cendrawasih 1
yang terletak di Kota Lama.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1A
Gambar 4.40
Enclosure
7. FeatureFeature merupakan ciri yang ada pada suatu kota. Pada umumnya feature akan
mencirikan suatu bangunan fisik. Feature yang ditemukan di Kawasan Kota Lama Semarang
diantaranya:
a) HintingHinting merupakan keadaan dimana pejalan kaki dapat melihat suatu bangunan fisik
karena jalan yang dilaluinya mengarah ke bangunan tersebut dan letak bangunan yang lebih
menjorok kedepan sehingga tampak muka bangunan dapat terlihat. Pada umumnya hinting
berada di jalan-jalan yang sejajar dengan bangunan tersebut atau disamping bangunan. Salah
satu hinting yang terdapat di Kawasan Kota Lama Semarang adalah di gang Gereja Blendug.
Dari gang tersebut kita bisa melihat tampak muka Gereja Blendug walaupun hanya sedikit.
Dengan begitu akan lebih mudah bagi pejalan kaki untuk menyadari keberadaan Gereja
Blendug karena memang berada pada sudut pandang si pejalan kaki.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1AGambar 4.41
Hinting di gang dekat Gereja Blendugb) Framing
Framing merupakan keadaan dimana sebuah bangunan seolah-olah seperti dibingkai jika
dilihat dari jalan tertentu. Salah satu framing yang terdapat di Kawasan Kota Lama Semarang
adalah di Jalan Sendowo. Jika kita berjalan di Jalan Sendowo maka akan terlihat Gereja
Blendug seolah-olah seperti dibingkai oleh jajaran bangunan yang ada di sepanjang Jalan
Sendowo.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1AGambar 4.42
Framing di sepanjang Jalan Sendowo
c) LandmarkLandmark merupakan simbol yang secara visual dapat menarik perhatian pada suatu
kota. Salah satu landmark yang terdapat di Kawasan Kota Lama Semarang adalah di Jalan Jendral Letnan Suprapto yaitu Gereja Blendug. Pada dasarnya landmark memiliki bentuk yang unik dan skala yang berbeda dengan lingkungannya. Gereja Blendug sendiri memiliki visual yang sangat unik, bahkan kubah dari Gereja Blendug dapat terlihat dari berbagai sudut jalan sehingga orang-orang akan mudah menemukannya walau dari kejauhan sekalipun.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Morfo 1AGambar 4.43
Landmark di Kota Lama, Gereja Blendug
BAB 5PENUTUP
Berdasarkan observasi dan deskripsi yang telah dilakukan di wilayah studi, Kampung
Jawa 1 dan Kota Lama memiliki elemen Citra Kota dan Townscape. Di kedua wilayah tersebut,
elemen Citra Kota yang ditemui sama yaitu paths, landmarks, nodes, districs dan edges.
Perbedaannya, elemen Citra Kota di Kampung Jawa 1 memiliki makna bagi warga sekitarnya.
Masyarakat memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam menetukan elemen pembentuk Citra
Kota Kampung jawa 1, namun dari hasil analisa terdapat beberapa elemen rancang kota yang
paling menonjol dan dikenal baik oleh masyarakat seperti Landmarks yang dikenal baik oleh
masyarakat adalah Klenteng Tay Kak Sie dan Masjid Jami Pekojan. Paths yang dikenal baik
oleh masyarakat adalah Jalan Pekojan dan gang lombok , Districts yang dikenal baik oleh
masyarakat adalah Kawasan perdagangan di Jalan Pekojan dan Jalan Bubakan. Nodes yang
dikenal baik oleh masyarakat adalah Simpul di tengah kawasan pemukiman Kampung Jawa 1
dan Edges yang dikenal baik oleh masyarakat adalah Kali Semarang disebelah barat, Jl. H.
Agus Salim di sebelah utara, Jalan Petolongan di sebelah selatan dan Jalan Mataram di
sebelah timur.
Sedangkan untuk elemen Townscape yang ditemui di kota lama dan Kampung
Jawa 1 berbeda. Di Kampung Jawa 1, elemen townscape yang ditemui yaitu Junctions
(T-Junctions, Y-Junctions, Multiple Views), Line (Curves, Angles, The Pivot), Witdh
(Narrowing, Widening), Overhead (Chasm, Collonade, Overhang, The Arch, Going
Through, Containment dan Enclosure), Features (Landmark). Untuk elemen townscape
yang ditemui di Kota Lama terdiri dari Serial Version, Junctions (T-Junctions, Y-
Junctions dan Multiple Views), Line (Curves dan Angles), Width (Funelling, Wing),
Overhead (Chasm, Collonade dan Overhang), Containment (Closure, Dead End dan
Enclosure), Features (Hinting, Framing dan Landmark).
DAFTAR PUSTAKA
Lynch, Kevin. 1986. The Image of The City.
Bahan Ajar Morfologi dan Arsitektur Kota 2014 Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota
Universitas Diponegoro.
Cullen, Gordon. 1961. The Concise Townscape. London:Architectural Press.
Ismail, Yusuf. 1999. Konfigurasi Ruang dan Bangunan Kawasan Kota Lama Studi Kasus: Kota
Jakarta, Semarang dan Surabaya. Tesis Magister pada Program Magister Teknik
Arsitektur Universitas Diponegoro. Semarang: tidak diterbitkan.