50
Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit akut yang ditemukan di daerah tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti (Anonim, 2008). Penyakit Demam Berdarah Dengue terdiri dari 4 derajat spektrum klinis yang harus ditangani dengan tepat (WHO, 1997). Gambar 1.1 Aedes aegypti (Anonim, 2008) 1

Laporan DBD

Embed Size (px)

Citation preview

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit akut yang ditemukan

di daerah tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit

ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili

Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan

wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam

berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti (Anonim, 2008).

Penyakit Demam Berdarah Dengue terdiri dari 4 derajat spektrum klinis yang harus

ditangani dengan tepat (WHO, 1997).

Gambar 1.1 Aedes aegypti (Anonim, 2008)

Pada tahun 1962, penyakit demam berdarah dengue sudah ditemukan di

Indonesia dan sejak itu insidensi terkait penyakit ini terus meningkat hingga saat ini

di berbagai wilayah di Indonesia. Meluasnya penyakit tersebut dapat terlihat dari

penemuan penyakit yang semula terdapat di daerah perkotaan dengan cepat

menyebar ke pedesaan dengan tingkat penduduk yang tinggi. Sedangkan penyakit ini

telah ditemukan di Jawa Timur sejak tahun 1968 dengan peningkatan kasus serta

penyebaran daerah terjangkit yang semakin luas (Departemen Kesehatan, 2007).

Hingga tahun 2008 penyakit Demam Berdarah Dengue masih ditemukan bahkan

1

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

terus meluas dan memakan korban meski pemerintah sudah membuat dan

menerapkan kebijakan untuk mengatasi meluasnya penyakit ini.

Faktor lingkungan mempengaruhi cepatnya penyebaran vektor Demam

Berdarah Dengue. Dengan memasuki musim penghujan akan timbul banyak

genangan air yang dapat digunakan sebagai tempat berkembang biak vektor sehingga

besar kemungkinannya untuk penyebaran wabah cepat meluas. Keberhasilan

pencegahan penyakit DBD sangat bergantung pada pengendalian vektornya. Untuk

pengendalian vektor dilakukan dengan dua metode yaitu dengan metode kimia dan

pengelolaan lingkungan, salah satunya dengan cara peduli kebersihan lingkungan

sekitar dengan menanam tanaman pengusir nyamuk maupun mengobati pasien

Demam Berdarah Dengue dengan berbagai jenis tanaman obat.

1.2 Tujuan

- Mengetahui cara penanganan penyakit Demam Berdarah Dengue pada setiap

derajat spektrum klinis

- Mengetahui cara pencegahan dan pengatasan penyakit Demam Berdarah Dengue

yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman obat.

- Mengetahui program yang telah dicanangkan pemerintah untuk mengatasi

Demam Berdarah Dengue dan bagaimana keberhasilan program pemerintah

tersebut.

1.3 Manfaat

Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit Demam Berdarah Dengue mulai dari:

sara penanganan setiap derajat spectrum klinis, cara pengatasan penyakit terutama

dengan tanaman obat, dan program yang dicanangkan pemerintah untuk mengatasi

penyakit tersebut.

2

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi

Demam Dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue

dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ atau nyeri sendi yag disertai

lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD

terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan

hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue

(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh

renjatan/syok (Suhendro,et al, 2006).

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae,

dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang

dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 (DEN=Dengue). Selama ini

secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe

virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub

tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.

Di Indonesia serotipe virus yang dominan adalah DEN-3 dan DEN-2.

Di samping itu, urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor resiko karena

lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2 mengakibatkan

renjatan, sedangkan faktor resiko terjadinya renjatan untuk urutan virus DEN-3 yang

diikuti oleh DEN-4 adalah 2%.

Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus flavivirus, terdiri

dari 4 serotipe yaitu DEN-1, 2, 3 dan 4. Struktur antigen ke-4 serotipe ini sangat

mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak

dapat saling memberikan perlindungan silang.. Variasi genetik yang berbeda pada ke-

4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe, tetapi juga didalam serotipe itu

3

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Pada masing-masing segmen

codon, variasi diantara serotipe dapat mencapai 2,6; 11,0 % pada tingkat nukleotida

dan 1,3; 7,7 % untuk tingkat protein (Fu et al, 1992). Perbedaan urutan nukleotida ini

ternyata menyebabkan variasi dalam sifat biologis dan antigenitasnya.Virus Dengue

yang genomnya mempunyai berat molekul 11 Kb tersusun dari protein struktural dan

non-struktural. Protein struktural yang terdiri dari protein envelope (E), protein pre-

membran (prM) dan protein core (C) merupakan 25% dari total protein, sedangkan

protein non-struktural merupakan bagian yang terbesar (75%) terdiri dari NS-1 &

NS-5. Dalam merangsang pembentukan antibodi diantara protein struktural, urutan

imunogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein M dan C.

Sedangkan pada protein non-struktural yang paling berperan adalah protein NS-1

(Nurcahyo, 2008).

2.2 Patofisiologi

Fenomena patofisiologi utama ialah tingginya permeabilitas dinding

pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia

dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan

renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran

plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan

menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit.

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam

berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar

menganut “the secondary heterologous infection hypothesis” yang mengatakan

bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat

infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang

tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun.

Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan hipotesis infeksi sekunder dicoba

dirumuskan oleh Suvatte dan dapat dilihat pada gambar 2.1.

4

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

Gambar 2.1 Patogenesis terjadinya renjatan oleh Suvatte

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang

penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi

ananmestik yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan

transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer

tinggi. Disamping itu replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus

dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya

kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya

permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel

dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat

5

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24 -48 jam. Renjatan

yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis

metabolik dan kematian.

Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaan

hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi.

Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian

besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan

mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah trombosit secara cepat

meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke

10 sejak permulaan penyakit.

Kelainan sistem koagulasi juga mempunyai peranan sebagai sebab perdarahan

pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V, VII,

IX, X dan fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor

koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang

terbukti terganggu, juga oleh aktifasi sistem koagulasi.

Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial dapat

terjadi juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan pada PIM akan

saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan irrevesible disertai

perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital dan berakhir dengan kematian

(Siregar, 2008).

Disamping itu pada pasien DBD terjadi gangguan keseimbangan cairan akibat

dari perembesan cairan plasma melalui dinding pembuluh darah yang disebabkan

oleh reaksi immunologis dari virus yang berbeda. Oleh karena plasma banyak keluar

maka darah menjadi kental, yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan hematokrit

(Ht) atau hemoglobin (Hb) yang meninggi.

Reaksi immunologis yang terjadi dalam tubuh pasien dapat merusak trombosit

sehingga jumlah trombosit menurun (trombositopenia).

6

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

Selain itu terjadi perdarahan yang disebabkan karena adanya kelainan pada

faktor pembekuan darah. Keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan di seluruh

jaringan tubuh misalnya hidung, mulut, usus, lambung, paru, dan lain-lain.

2.3 Tinjauan Tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal

ini terpenuhi:

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,

ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis

kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:

Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

Derajat 2 : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan

lain.

Derajat 3 : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan

nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar

mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

Derajat 4 : Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Keempat derajat tersebut digambarkan sebagai berikut :

7

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

Gambar 2.3 Derajat Spektrum Klinis DBD (WHO, 1997)

2.3.1 Gejala

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan :

1. Demam tinggi yang mendadak selama 2-7 hari (38-40°C), kemudian turut

secara cepat biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah,

penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin, dan mengalami

perubahan tekanan darah dan denyut nadi.

2. Sakit kepala, khususnya dirasakan di daerah belakang mata

3. Hepatomegali (pembesaran hati)

4. Syok, tekanan darah menurun menjadi ≤20/≤80 mmHg

5. Anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, kejang

6. Mialgia atau rasa sakit pada otot dan persendian (punggung, lengan,

pergelangan kaki, lutut, siku, bahu, tungkai bawah dan arthralgia)

7. Timbulnya bintik-bintik merah pada kulit (khususnya di dada dan lengan)

akibat pecahnya pembuluh darah.

8

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

8. Pasien memperlihatkan gambaran bercak makulopapular atau makula di

wajah atau dada. Bercak biasa dimulai hari ketiga dan berlangsung selama 2-3

hari.

9. Manifestasi perdarahan bisa berupa petekiae, purpura, mimisan (perdarahan

hidung), perdarahan gusi hingga perdarahan saluran cerna.

2.3.2 Tanda

1. Demam bisa mencapai 41°C.

Demam biasa terjadi pada hariketiga dan berlangsung selama 5-7 hari.

Kadang menggigil, bercak kemerahan pada kulit. Demam kemudian turun dan

membentuk grafik dengan gambaran pelana.

2. Uji Tourniquet positif.

Dikatakan positif bila dijumpai lebih dari 20 petekiae per inci luas permukaan

kulit

3. Temuan hematemesis atau melena dan trombositopenia (100.000 sel/L) dan

adanya perembesan plasma akibat peningkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah

2.3 Penatalaksanaan Terapi Demam Berdarah Dengue

2.3.1 Hari Pertama

Pemberian cairan, pemberian pola makan normal, istirahat yang cukup, dan

pemberian parasetamol dengan penyesuaian dosis (60 mg/kg tiap 24 jam). NSAID

lain dikontraindikasikan. Pasien harus dipantau pada hari ketiga demam.

2.3.2 Hari Kedua

Manajemen yang dilakukan sama dengan hari pertama, tetapi pasien dipantau pada

jam ke 24.

2.3.3 Hari Ketiga

Dilakukan pemeriksaan:

1. Pembesaran tender hati (penting untuk memeriksa pada posisi horisontal)

9

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

2. Capillary filling time dan aliran kapiler. Jika capillary filling time lebih dari 2

detik atau jika aliran kapiler cepat atau volumenya sedikit, dilakukan pemeriksaan

tekanan darah (pengukuran tekanan darah dianjurkan untuk anak di atas 5 tahun).

Tabel 2.1 Tabel pemeriksaan tekanan darahUmur Denyut nadi Tekanan darah

Sistol/Diastol

0-3 bulan

3-6 bulan

6-12 bulan

1-4 tahun

4-6 tahun

6-12 tahun

> 12 tahun

100-150

90-120

80-100

70-110

65-110

60-95

55-85

65-85 / 45-55

70-90 / 50-65

80-100 / 55-65

90-105 / 55-70

95-110 / 60-75

100-120 / 60-75

110-135 / 65-85

3. Memeriksa manifestasi pendarahan

4. Memeriksa penurunan suhu pada bagian ekstrimitas (tangan dan kaki)

5. Memeriksa berkurangnya udara yang masuk ke dalam paru-paru

2.3.4 Hari keempat dan kelima

Terapi untuk menstabilkan dilakukan pemberian larutan normal salin diberikan secara

bolus sebanyak 10 ml/kg BB selama 20 menit.

2.3.5 Terapi Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit

Penanganan pasien Demam Berdarah Dengue di rumah sakit didasarkan pada tingkat

keparahan pasien. Tingkat keparahan ini dibagi menjadi 3 yaitu :

Febrile phase: 2-7 hari

Critical / Leakage phase: 1-2 hari

Convalescent phase: 1–5 hari

10

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

1. Fase Febril

Diberikan antipiretik yaitu parasetamol dengan dosis 60 mg/KgBB/hari yang

terbagi dalam 4 kali pemberian (1 g tiap 6 jam pada dewasa)

NSAID lain yang diberikan melalui rute manapun (oral, i.v. dsb)

dikontraindikasikan karena dapat menyebabkan pendarahan saluran cerna atau

Reye Syndrom.

Kompres dengan air hangat jika suhu tidak turun setelah pemberian parasetamol

Untuk mencegah penyebaran secara nosokomial pasien dianjurkan untuk

memakai insect repellent atau kelambu.

Perlu diberikan diet dengan cairan yang adekuat.

Jika tidak dapat diberikan asupan makanan padat maka harus diberikan susu, jus

buah, atau ORS.

Pemberian makanan yang berwarna merah atau hitam harus dihindari untuk

menghindari kesalahan diagnosa hematemesis

Terapi suportif lain meliputi:

o Pemberian domperidon i.v. 1 mg/KgBB/hari dalam 3 dosis terbagi

(10mg/KgBB/hari secara i.v. untuk dewasa).

o Untuk demam yang disertai kejang diberikan diazepam 0,5 mg secara rectal

o Untuk pendarahan saluran cerna bagian atas dapat diberikan ranitidine 1

mg/KgBB setiap 8 jam secara i.v. (50 mg i.v. untuk dewasa) atau proton-

pump inhibitor pantoprazol.

o Pemberian antibiotic tidak disarankan meskipun terjadi leukopeni.

o Pemberian kortikosteroid juga tidak berguna untuk mencegah shock pada

Demam Berdarah Dengue bahkan dapat membahayakan karena menginduksi

pendarahan saluran cerna.

Monitoring kadar hematokrit darah harian dianjurkan untuk memonitor tingkat

plasma. Peningkatan kadar hematokrit darah sebesar 20 % menunjukkan deplesi

plasma darah yang signifikan.

11

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

Pemberian cairan secara i.v. hanya diberika pada pasien dengan dehidrasi berat

atau pasien yang mengalami muntah dan tidak dapat diberikan makanan atau

minuman. Infus cairan ini harus segera dihentikan setelah dehidrasi teratasi dan

pemberian cairan secara oral telah adekuat. Jika infuse cairan ini diberikan lebih

dari sehari maka jumlahnya harus seminim mungkin karena dapat menyebabkan

kelebihan cairan.

2. Fase Kritis pada Demam Berdarah Dengue tipe I dan II (tanpa Shock)

Periksa denyut nadi dan tekanan darah tiap 2-4 jam.

Periksa kadar hematokrit darah paling tidak 2 kali sehari.

Ukur jumlah urin tiap 2-4 jam dan catat

Pemberian infus cairan tidak dianjurkan jika pemberian secara oral adekuat. Jika

pemberian oral tidak dapat digunakan (pasien muntah) maka diberikan secara i.v.

Total pemberian cairan secara i.v. selama 24 jam

Anak-anak : maintenance + 5% deficit

Dewasa : maintenance x 2

Tabel 2.2 Pemberian cairan maintenance berdasarkan berat badanBerat badan

(Kg)Volume cairan maintenance yang

diberikan selama 24 jam (mL)<10 100 mL/KgBB

10-201000 + 50 untuk penambahan tiap Kg jika lebih dari BB > 10 Kg

>201500 + 20 untuk penambahan tiap Kg jika lebih dari BB > 20 Kg

Berat badan maksimal untuk pemberian cairan secara i.v. adalah 50 Kg untuk

dewasa dan pasien obesitas.

12

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

3. Fase penyembuhan

Pemberian Infus cairan dapat dihentikan jika hematokrit turun menjadi 45%

pada dewasa, 40% pada anak-anak dan 35% pada bayi.

Pengembalian selera makan dan diuresis merupakan tanda pada fase ini.

Gambar 2.2 Skema manajemen terapi pada pasien Demam Berdarah Dengue fase I dan II

2.3.6 Manajemen Terapi DBD Fase III dan IV

(1 sampai 2 hari) – DBD dengan shock

Dilakukan perbaikan cairan. Volume perbaikan cairan yang digunakan harus

cukup efektif untuk menjaga sirkulasi selama periode kritis. Jika laju pendarahan

plasma tidak sama (menjadi lebih cepat pada 6-12 jam pertama), kecepatan dan

volume cairan harus disesuaikan dengan kondisi pendarahan. Hal ini dapat dilakuakn

berdasarkan kondisi umum pasien, tanda-tanda vital, urin, dan HCT.

13

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

Jenis cairan yang yang dapat digunakan adalah cairan yang isotonik dengan

plasma, misalnya normal salin, N/2 salin + 5% dextrose. Pada kasus pendarahan yang

parah, diberikaan larutan koloidal.

Volume cairan yang direkomendasikan sebagai penjagaan pada orang dewasa

diberikan dua kali selama 24 jam. Maksimum cairan yang dibutuhkan anak sesuai

dosis penjagaan umumnya, ditambah defisit 5% BB (50 ml/kg BB/24 jam). Jika

pendarahannya telah berhenti, pemberian cairan dihentikan.

- Pemberian larutan koloidal diindikasikan untuk :

1. Pasien yang telah mendapatkan terapi larutan kristaliod sesuai yan ditentukan

(2-3 injeksi bolus) tetapi tetap menunjukkan gejala vital yang stabil, yaitu

jumlah Hct yang masih tetap tinggi.

2. Pasien dengan pendarahan yang parah.

- Tranfusi darah diindikasikan untuk :

1. Kekurangan darah lebih dari 10% total volume darah tubuh (6-8 ml/kg BB).

2. Pasien yang tetap menunjukkan gejala vital yang stabil, jumlah Hct yang

masih tetap tinggi.

3. Pasien dengan shock dan diterapi selama 6 jam, tetai pada akhir jam ke 6

pemberian cairan tidak dapat dikurangi.

Pada tranfusi darah diberikan fresh whole blood 10 ml/kg BB tiap dosis atau

packed red cells 5 ml/kg BB tiap dosis yang diberikan.

- Tranfusi platelet diindikasikan untuk :

Platelet diberikan hanya jika terjadi pendarahan lebih dari 6-8 ml/kg BB.

- Terapi demam berdarah pada fase Shock

1. Resusitasi cairan sangat dibutuhkan yakni dengan menggunakan cairan

isotonic (NaCl 0,9%) sejumlah 10-20 mL/KgBB/jam.yang diberikan secara

intra vena drip (infuse).

2. Terapi penggantian cairan plasma (resusitasi) harus dilanjutkan sampai 24-48

jam atau sampai kondisi pasien stabil. Pemberian jumlah cairan yang tepat

untuk mencegah volume overload.

14

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

3. Koreksi ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit (asidosis metabolic atau

hiponatremia)

4. Tranfusi darah dengan menggunakan darah lengkap segar diberikan jika

terjadi pendarahan besar yang parah atau prolonged refractory shock, yang

disertai penurunan kadar hematokrit darah meskipun sudah diberikan

resusitasi cairan yang adekuat.

Gambar 2.3 Skema manajemen terapi Demam Berdarah Dengue fase III dan IV

2.3.7 Tanaman Untuk Mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penggunaan tanaman untuk mencegah dan membantu mengatasi DBD bisa

digunakan sebagai obat luar atau bisa juga untuk obat dalam untuk diminum.

a. Tanaman untuk Pemakaian Luar

15

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

Tanaman pengusir nyamuk adalah jenis tanaman yang dalam kondisi hidup

dapat menghalau nyamuk. Tanaman ini tidak perlu diolah terlebih dahulu.

Kemampuan tanaman ini sebagai pengusir nyamuk bisa dianggap istimewa

karena baunya yang menyengat diduga tidak disukai serangga termasuk

nyamuk. Pengunaan tanaman ini cukup mudah yaitu diletakkan didalam

ruangan atau di tanam di pekarangan rumah.

Berikuti ini beberapa insektisida hidup pengusir nyamuk yang dapat kita

gunakan:

- Zodia (Evodia suaveolens)

Mengandung zat evodiamine dan rutaecarpine. Daun zodia mengandung

linalool 46% dan apinene 13,26%, linalool berfungsi sebai pengusir

nyamuk. Zodia secara empiris di Papua digunakan sebagai pengusir

nyamuk dengan cara menggosokkan daun pada kulit. Menurut Agus

Kardinan (2004) daun zodiac dapat menghalau nyamuk selama 6 jam

dengan daya halau lebih dari 70 %.

- Geranium (Pelargonium citrosa)

Tanaman ini akan mengeluarkan bau wangi yang khas ketika daunnya

digoyang atau tertiup angin. Bau tersebut berasal dari kandungan zat

geraniol dan sitronelol yang bersifat antiseptic.

- Lavender ( Lavandula angustifolia)

Bunga ini mengeluarkan aroma wangi, tanaman ini tidak perlu diproses

tapi cukup menggosokan bunga ini ketubuh. Lavender mengandung

geraniol.

- Serai Wangi (Cymbopogon nardus)

Batang dan daun serai wangi mengandung zat-zat seperti geraniol, metil

heptenon, terpene, terpene-alkohol, asam organic, dan utama sitronelal.

Zat sitronelal ini memiliki sifat racun kontak yang menyebabkan nyamuk

kehilangan cairan secara terus menerus sehingga tubuhnya akan

kekurangan cairan, dan akhirnya mati.

16

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

- Akar Wangi (Vertiver zizanoides)

Dari penelitian Sri Muwarni (2002) ekstrak akar wangi dapat membunuh

jentik nyamuk aedes aegypti. Ekstak akar wangi dengan konsentrasi 0,2%

dan 0,25% dapat membunuh larva nyamuk Aedes Aegypti dalam waktu

sekitar 2 jam.

- Suren (Toona sureni, Merr.)

Berdasarkan penelitian suren memiliki kandungan bahan surenon, surenin,

dan surenol lakton yang berperan sebagai penghambat pertumbuhan,

insektisida, dan antifeedant (menghabat daya makan) pada larva ulat sutra.

Bahan-bahan tersebut juga terbukti sebagai repellant serangga termasuk

nyamuk.

- Selasih (Ocimum spp.)

Selasih mengandung eugenol, linalool, dan geraniol yang dikenal sebagai

zat penolak serangga termasuk nyamuk (Suharmiati dkk, 2009).

b. Tanaman untuk Pemakaian Dalam

Jenis tanaman obat yang terpilih ada lima, yaitu pepaya gandul, kunyit,

temu ireng, meniran, dan jambu biji. Tanaman tersebut diramu sedemikian

rupa, baik dalam bentuk simplisia kering, serbuk maupun sirup. Jenis tanaman

tersebut dipilih berdasarkan manfaatnya dalam mengatasi penyebab penyakit

DBD dan gejalanya. Tanaman tersebut sudah digunakan secara empiris

sebagai obat tradisional, diketahui nama latin dan sistematikanya sehingga

tidak salah dalam memilih jenis tanaman, diketahui kandungan zat berkhasiat

dan golongan senyawa atau zat identitasnya, dan tanaman diproses sesuai

dengan metode standar.

Meniran biasanya tumbuh liar di pinggiran kebun, pekarangan/ halaman

rumah, atau pinggir jalan, dan merupakan gulma di lahan pertanian. Kunyit,

temu ireng, pepaya, dan jambu biji bisa ditanam di halaman/pekarangan

17

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

rumah ebagai tanaman obat keluarga atau apotik hidup. Manfaat dari

masing-masing tanaman diuraikan berikut ini.

- Pepaya (Carica papaya)

Untuk ramuan DBD, digunakan daun pepaya jantan (pepaya gandul).

Daun pepaya mengandung berbagai enzim seperti papain, karpain,

pseudokarpain, nikotin, kontinin, miosmin, dan glikosida arposid.

Manfaat empiris daun papaya gandul adalah getah daun muda untuk obat

pencahar, daunnya erangsang sekresi empedu serta sebagai obat sakit

perut, demam malaria, dan penyakit cacing serta membantu proses

pencernaan. Daun pepaya sudah digunakan sebagai bahan ramuan obat di

23 negara mendapat prioritas sebagai tanaman obat utama menurut WHO.

Hasil penelitian mengenai khasiat daun pepaya menunjukkan bahwa

papain pada daun pepaya memiliki efek terapi pada penderita inflamasi

atau pembengkakan organ hati, mata, kelamin, dan usus halus.

Pembengkakan organ hati ditemukan pada penderita demam berdarah. Di

samping itu, daun papaya juga memiliki aktivitas antioksidan,

antikoagulan, serta menyembuhkan luka lambung dan usus.

- Meniran (Phyllanthus niruri)

Meniran memiliki khasiat sebagai obat antivirus. Senyawa yang

ditemukanpada meniran antara lain adalah triterpenoid, flavoniod, tanin,

alkaloid, dan asam fenolat. Secara empiris, rebusan daun meniran sering

dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit hati,

sebagai diuretik untuk hati, ginjal, kolik, penyakit kelamin, obat batuk,

ekspektoran, antidiare, seriawan/panas dalam, dan sebagai onik lambung.

Penelitian menunjukkan bahwa meniran berfungsi menghambat DNA

polimerase dari virus hepatitis B dan virus hepatitis sejenisnya,

menghambat enzim everse transcriptase dari retrovirus, sebagai

antibakteri, antifungi, antidiare, dan penyakit gastrointestinal lainnya.

Meniran juga memiliki fungsi meningkatkan ketahanan tubuh penderita

18

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

dengan cara memacu agositosis sel makrofag, fungsi proliferative limfosit

T, antibodi IgM dan IgG, aktivitas hemolitik, itotoksisitas sel NK, dan

khemotaksis neutrofil dan makrofag.

- Kunyit (Curcuma domestica)

Kunyit telah lama dimanfaatkan dalam ramuan obat tradisional untuk

mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit, seperti stomakik,

stimulan, karminatif, haematik, hepato-protektor, mengobati luka lambung

dan ulser, sebagai pewarna makanan, bumbu, antispasmodik,

antiimflamasi, gangguan pencernaan, dan sebagai insektisida, bahan

kosmetik, dan antioksidan. Rimpang kunyit mengandung minyak atsiri

turmeron, zingiberene) dan zat berkhasiat dari golongan kurkuminoid

(kurkumin I, II, dan III). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kunyit

memiliki aktivitas sebagai antimikroba (berspektrum luas), antivirus IV,

antioksidan, antitumor (menginduksi apostosis), menghambat

perkembangan sel tumor payudara, antiinvasi sel kanker, antireumatoid

artritis (rematik), dan untuk mengobati penyakit pencernaan (tukak

lambung).

- Temu Ireng (Curcuma aeruginosa)

Temu ireng telah banyak dimanfaatkan secara empiris untuk mengobati

sel-sel hati yang rusak. Pada penderita demam berdarah, terjadi kerusakan

sel-sel hati. Secara empiris temu ireng juga bermanfaat untuk mengobati

kolik, luka lambung dan usus, asma, batuk, menambah nafsu makan,

mempercepat pengeluaran lokhia setelah melahirkan, mencegah obesitas,

rematik, anthelmintik, dan sebagai sumber tepung. Temu ireng

mengandung minyak atsiri (turmeron, zingiberene), kurkuminoid

(kurkumin I, II, dan II) serta alkaloid, saponin, pati, damar, dan lemak.

- Jambu Biji (Psidium guajava)

Daun jambu biji sudah banyak dimanfaatkan dalam pengobatan

tradisional. Secara empiris, daun jambu biji bersifat antibiotik dan telah

19

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

dimanfaatkan untuk antidiare, sedangkan buahnya untuk obat pencahar,

tanin mempersempit urat darah. Daun jambu biji mengandung tanin,

minyak atsiri, minyak lemak, dan minyak malat, sedangkan buahnya

mengandung vitamin C yang tinggi. Hasil penelitian yang dikutip dari

berbagai sumber menunjukkan daun jambu biji terbukti dapat

menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase dari virus dengue, tanin

menghambat enzim reverse transcriptase maupun DNA polymerase dari

virus serta menghambat pertumbuhan virus yang berinti DNA maupun

RNA. Hasil uji klinis menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kering daun

jambu biji selama 5 hari mempercepat pencapaian jumlah trombosit

>100.000/μl, pemberian ekstrak kering setiap 4-6 jam meningkatkan

jumlah trombosit >100.000/μl setelah 12-14 jam, tanpa menimbulkan

efek samping yang berarti. Dengan demikian, ekstrak daun jambu biji

dapat digunakan untuk pengobatan kuratif demam berdarah. Beragam

tanaman obat dapat digunakan untuk mengatasi penyakit demam berdarah,

baik berupa simplisia, serbuk, maupun sirup. Masih diperlukan penelitian

untuk menghasilkan obat yang teruji mutu, keamanan, dan khasiatnya agar

bisa dikembangkan sebagai obat fitofarmaka dan dimanfaatkan dalam

pengobatan normal penyakitdemam berdarah (Bermawie, 2006).

Ramuan dari kelima jenis tanaman yang dapat dibuat untuk membantu

pengatasan DBD terdiri atas daun pepaya 7 tua 2 lembar, meniran 3-4 tanaman,

daun jambu biji merah 2-3 lembar, kunyit 2-4 jari, temu ireng 2-3 buah, dan

garam secukupnya. Ramuan bisa digunakan dalam bentuk segar dengan cara

ditumbuk atau diblender kemudian dicampur dengan satu gelas air putih.

Ramuan diminum tiga kali sehari. Dapat pula digunakan dalam bentuk simplisia.

Caranya, simplisia direbus dengan enam gelas air sampai menghasilkan tiga

gelas, lalu air rebusan diminum tiga kali sehari, masing-masing satu gelas pada

pagi, siang,dan malam hari.

20

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

BAB III

ANALISA PERMASALAHAN

3.1 Kondisi Saat Ini

Kejadian berjangkitnya demam berdarah dengue di suatu tempat dapat

menimbulkan ledakan jumlah penderitanya. Dalam ukuran tertentu, ledakan jumlah

penderita di suatu wilayah dibandingkan dengan jumlah kejadian di tempat yang

sama pada kurun waktu yang sama tahun sebelumnya disebut sebagai Kejadian Luar

Biasa. Departemen Kesehatan mendefinisikan Kejadian Luar Biasa sebagai berikut:

“Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau

meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara

epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu.”

(Peraturan Menteri Kesehatan No. 949/Menkes/SK/VIII/2004).

Kriteria penetapan KLB Demam Berdarah Dengue adalah sebagai berikut:

1. Timbulnya penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang sebelumnya tidak

ada di suatu daerah Tingkat II.

2. Adanya peningkatan kejadian kesakitan DBD dua kali atau lebih dibandingkan

jumlah kesakitan yang biasa terjadi pada kurun waktu yang sama tahun

sebelumnya. (Ditjen PPM & PLP 1987:2).

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1202/Menkes/SK/VIII/2002

tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dirumuskan indikator KLB Demam Berdarah

Dengue yaitu: ”Angka kesakitan (morbiditas) DBD adalah jumlah kasus DBD di

suatu wilayah tertentu selama satu tahun dibagi jumlah penduduk di wilayah dan

kurun waktu yang sama, dikalikan 100.000.” (Departemen Kesehatan, 2003).

Pemerintah menetapkan status wilayah yang terjangkit wabah penyakit

berdasarkan perhitungan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).

Bila di suatu wilayah ditemukan jumlah penderita demam berdarah melebihi jumlah

21

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

penderita di bulan yang sama pada tahun lalu di wilayah itu, atau angka kematiannya

sudah melebihi 1%, status wilayah itu dinyatakan telah terjadi Kejadian Luar Biasa

Demam Berdarah (KLB DBD).

Di Jawa Timur, Demam Berdarah Dengue termasuk dalam kategori “Kejadian

Luar Biasa” yang terjadi setiap tahun di beberapa kota dan daerah yaitu Batu,

Bojonegoro, Gresik, Lumajang, Malang, Nganjuk, Sampang, Pacitan dan

Tulungagung. Bila dibandingkan dari tahun 2006, pada tahun 2007 terjadi

peningkatan jumlah penderita sebesar 27% yaitu dari 20.420 penderita menjadi

25.941 (Murtini, 2008).

0

10

20

30

40

50

60

70

80

68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07

TAHUN

CFR

INS

Keterangan :INS : insidenCFR : rasio penderita yang meninggal terhadap penderita yang hidup yang dinyatakan dalam persen

Gambar 3.1 Skema perbandingan insiden dan CFR Demam Berdarah Denguedari tahun 1968-2007 (Murtini, 2008)

22

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

Dari skema di atas terjadi peningkatan insiden seiring berjalannya tahun yang

diimbangi dengan penurunan CFR. Peningkatan insiden menandai penyebaran

Demam Berdarah Dengue semakin meluas sedangkan penurunan CFR dapat berarti

bahwa menurunnya angka kematian penderita disebabkan diantaranya meningkatnya

kesadaran masyarakat untuk mencegah terjadinya kematian penderita dan suksesnya

dilaksanakannya kebijakan pemerintahan.

3.2 Kebijakan

Untuk mengatasi meluasnya wabah Demam Berdarah Dengue lebih besar

maka Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan penyebaran wabah.

Adapun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah meliputi kebijakan umum dan

kebijakan khusus.

Kebijakan umum pemberantasan penyakit menular antara lain dirumuskan

dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Dalam

Undang-undang ini dikatakan bahwa Menteri Kesehatan menetapkan jenis-jenis

penyakit yang dapat menimbulkan wabah (Pasal 3) dan daerah dalam wilayah

Indonesia yang ditetapkan sebagai daerah wabah serta daerah yang sudah bebas

wabah (Pasal 4).

Dalam kebijakan khusus pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue

dilakukan upaya penanggulangan KLB DBD yang meliputi:

1. Pengobatan dan perawatan penderita

2. Penyelidikan epidemiologi dan sarang nyamuk penular DBD

3. Pemberantasan vektor (yaitu nyamuk penularnya)

4. Penyuluhan kepada masyarakat

5. Evaluasi penanggulangan KLB (Ditjen PPM & PLP 1987).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992 tentang

Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue menyebutkan bahwa ”upaya

pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan melalui kegiatan

pencegahan, penemuan penderita, pelaporan, pengamatan penyakit dan penyelidikan

23

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

epidiomologi, penanggulangan seperlunya, penanggulangan lain dan penyuluhan

kepada masyarakat.”

Dalam Bab Pengertian dijelaskan bahwa, ”Penyelidikan epidemiologi adalah

kegiatan pelacakan penderita/tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk

penular penyakit demam berdarah dengue di rumah penderita/tersangka dan rumah-

rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat umum

yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih lanjut.” Sedangkan

penanggulangan seperlunya adalah ”penyemprotan insektisida dan/atau

pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan

epidemiologi”.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992 juga

menetapkan bahwa pelaksanaan kegiatan pemberantasan penyakit demam berdarah

dengue dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat di bawah koordinasi Kepala

Wilayah/Daerah.

Dengan perkembangan kebijakan desentralisasi kesehatan, pelaksanaan

pemberantasan penyakit demam berdarah dengue saat ini di Daerah Tingkat II

menjadi tugas dan wewenang Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-

undang No. 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 Pasal 2

ayat 10.

Pemberantasan vektor merupakan upaya yang mutlak untuk memutuskan

rantai penularan (WHO 2004), (Suroso 1983), (Suroso & Umar 1999), (Nadesul

2004), (Bang & Tonn 1993). Strategi yang dilakukan di Indonesia adalah

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengasapan (fogging), dan larvasiding, yaitu

memusnahkan jentik nyamuk dengan menaburkan bubuk abate ke air yang tergenang

di dalam tampungan-tampungan air.

Program yang dilakukan adalah gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk

(PSN) secara massal dan nasional. PSN dilakukan dengan menerapkan 3Mplus

(Menutup wadah-wadah tampungan air, Mengubur atau membakar barang-barang

bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan Menguras atau mengganti air di

24

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

tempat tampungan air, plus penggunaan pengusir serangga atau penggunaan

perlindungan terhadap nyamuk ). Kegiatan 3Mplus dihimbau untuk dilakukan oleh

masyarakat minimal satu minggu sekali. Gerakan ini dicanangkan oleh Pemerintah

setiap tahunnya pada saat musim penghujan di mana wabah demam berdarah dengue

biasa terjadi. Pada program pembangunan 2004-2005, pencanangan Gerakan PSN

dimulai sejak November 2004 dan ditegaskan kembali oleh Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono pada tanggal 11 Februari 2005.

Dalam program Indonesia Sehat 2010, salah satu indikator kesehatan

masyarakat adalah terbebasnya masyarakat dari kejadian luar biasa demam berdarah

dengue. Untuk itu ditetapkan target bahwa pada tahun 2010, diharapkan angka

kematian karena demam berdarah dengue, tidak lebih dari 1% dari jumlah penderita

demam berdarah. Data pada tahun 2000 menunjukkan angka kematian demam

berdarah dengue masih sebesar 22,1% (Departemen Kesehatan, 2002).

Kebijakan lainnya dalam upaya penanganan KLB-DBD:

- Pemerintah menginstruksikan semua rumah sakit baik negeri maupun swasta

untuk tidak menolak pasien penderita DBD.

- Pemerintah merekomendasikan sejumlah rumah sakit milik pemerintah untuk

memberikan pengobatan gratis kepada penderita DBD yang dirawat di ruang

perawatan kelas III.

- Pemerintah merekrut juru pemantau jentik (”jumantik”) untuk memeriksa jentik-

jentik nyamuk Aedes aegypti di setiap rumah tangga.

- Pemerintah melakukan penyuluhan masyarakat melalui iklan layanan masyarakat

di media massa, brosur dan penyuluhan melalui tenaga kesehatan.

- Pemerintah melakukan penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui

perkembangan virus dengue.

- Pemerintah menerapkan sistem peringatan dini dan menetapkan status Kejadian

Luar Biasa pada wilayah yang mengalami ledakan kejadian demam berdarah

dengue.

25

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

- Pemerintah memberikan perlakuan seperti pada penanganan Kejadian Luar Biasa,

walaupun kejadiannya belum sampai pada kriteria Kejadian Luar Biasa

(Departemen Kesehatan, 2005).

3.3 Pemecahan Masalah

Semakin meningkatnya jumlah penderita Demam Berdarah Dengue

menunjukkan kurangnya partisipasi masyarakat terhadap penyebaran penyakit

tersebut. Disamping itu kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah juga kurang

mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Sebagian besar

masyarakat menganggap upaya pemberantasan vektor Demam Berdarah Dengue

tidak efektif sehingga tidak sedikit masyarakat yang menolak dilakukannya fogging

dan menyebabkan wabah tidak kunjung berkurang. Namun penurunan angka CFR

juga patut mendapat perhatian karena hal tersebut dapat digunakan sebagai indikator

bahwa program pemerintah dalam menanggulangi masalah tersebut telah berhasil

meskipun belum 100% dan kesadaran masyarakat untuk mencegah terjadinya

peningkatan jumlah kematian penderita telah meningkat.

Oleh karena itu pemerintah khususnya Dinas Kesehatan perlu lebih

memberdayakan tenaga kesehatan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat

betapa pentingnya menekan jumlah penderita Demam Berdarah Dengue dan

mencegah semakin banyaknya jumlah kematian penderita. Pemerintah dapat

melakukan dengan menerapkan kebijakan yang telah dicanangkan dengan lebih giat.

Disamping itu pemerintah dapat melakukan pemantauan secara berkala untuk

melihat kecenderungan penyebaran Demam Berdarah Dengue dari waktu ke waktu.

Diharapkan dengan pemantauan secara berkala tersebut pemerintah dapat lebih

mengendalikan penyebaran Demam Berdarah Dengue dengan kerja sama bersama

masyarakat untuk mengoptimalkan pemberantasan Demam Berdarah Dengue.

Pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue secara makro mengurangi

kerugian sosial, meningkatkan produktivitas kerja masyarakat serta berbagai efek-

26

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

efek lainnya. Dalam arti yang luas, pemberantasan penyakit demam berdarah dengue

akan meningkatkan mutu kehidupan masyarakat.

BAB IV

PEMBAHASAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit akut yang ditemukan

di daerah tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit

ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili

Flaviviridae. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1,

DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 (DEN=Dengue). Di Indonesia serotipe virus yang

dominan adalah DEN-3 dan DEN-2. Demam berdarah disebarkan kepada manusia

oleh nyamuk Aedes aegypti (Anonim, 2008).

Mekanisme patofisiologi dan patogenesis Demam Berdarah Dengue hingga

kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut “the secondary

heterologous infection hypothesis” yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi

apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan

tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan

antara 6 bulan sampai 5 tahun. Beberapa pengobatan dapat diberikan berdasarkan

tingkat keparahan dan fase Demam Berdarah Dengue yang dialami. Masyarakat juga

dapat memanfaatkan tanaman obat yang berada disekitar rumahnya untuk membantu

pengatasan penyakit Demam Berdaerah Dengue. Tanaman untuk pemakaian luar

antara lain: zodia, geranium, lavender, serai wangi, akar wangi, suren, selasih. Dan

27

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

tanaman untuk pemakaian dalam antara lain: pepaya, meniran, kunyit, temu ireng,

dan jambu biji.

Pada tahun 1962, penyakit demam berdarah dengue sudah ditemukan di

Indonesia dan sejak itu insidensi terkait penyakit ini terus meningkat hingga saat ini

di berbagai wilayah di Indonesia. Sedangkan Demam Berdarah Dengue termasuk

dalam kategori “Kejadian Luar Biasa” yang terjadi setiap tahun di beberapa kota dan

daerah di Jawa Timur, yaitu Batu, Bojonegoro, Gresik, Lumajang, Malang, Nganjuk,

Sampang, Pacitan dan Tulungagung. Bila dibandingkan dari tahun 2006, pada tahun

2007 terjadi peningkatan jumlah penderita sebesar 27% yaitu dari 20.420 penderita

menjadi 25.941 (Murtini, 2008).

Untuk mengatasi meluasnya wabah Demam Berdarah Dengue lebih besar

maka Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan penyebaran wabah.

Adapun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah meliputi kebijakan umum dan

kebijakan khusus. Kebijakan umum pemberantasan penyakit menular antara lain

dirumuskan dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit

Menular. Dalam kebijakan khusus pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue

dilakukan upaya penanggulangan KLB DBD sesuai ketentuan Ditjen PPM & PLP

tahun 1987.

Semakin meningkatnya jumlah penderita Demam Berdarah Dengue

menunjukkan kurangnya partisipasi masyarakat terhadap penyebaran penyakit

tersebut. Disamping itu kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah juga kurang

mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Sebagian besar

masyarakat menganggap upaya pemberantasan vektor Demam Berdarah Dengue

tidak efektif sehingga tidak sedikit masyarakat yang menolak dilakukannya fogging

dan menyebabkan wabah tidak kunjung berkurang.

Oleh karena itu pemerintah khususnya Dinas Kesehatan perlu lebih

memberdayakan tenaga kesehatan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat

betapa pentingnya menekan jumlah penderita Demam Berdarah Dengue dan

mencegah semakin banyaknya jumlah kematian penderita. Pemerintah dapat

28

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

melakukan dengan menerapkan kebijakan yang telah dicanangkan dengan lebih giat,

diantaranya dengan mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan penyebaran

wabah. Program yang dikeluarkan antara lain adalah dengan adanya gerakan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara massal dan nasional. PSN dilakukan

dengan menerapkan 3M (Menutup wadah-wadah tampungan air, Mengubur atau

membakar barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan menguras

atau mengganti air di tempat tampungan air). Gerakan ini dicanangkan oleh

Pemerintah setiap tahunnya pada saat musim penghujan di mana wabah demam

berdarah dengue biasa terjadi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang masuk dalam kategori

Kejadian Luar Biasa di Indonesia khususnya di Jawa Timur. Sejak pertama kali

ditemukan di Indonesia pada tahun 1962 dan 1968 di Jawa Timur, insiden terus

meningkat namun nilai CFR semakin menurun. Hal tersebut menandakan selama 40

tahun ini penyebaran Demam Berdarah Dengue oleh vektor Aedes aegypti semakin

meningkat. Namun kesadaran masyarakat akan tindakan yang tepat untuk mencegah

dan mengatasi penyakit Demam Berdarah Dengue dengan memperhatikan

lingkungan sekitar dan pemanfaatan tanaman obat dari luar maupun dalam ditambah

keberhasilan program pemerintah dapat menurunkan jumlah kematian penderita.

5.2 Saran

Perlunya pemerintah dalam melakukan pembinaan lebih lanjut kepada

masyarakat yang salah satunya dapat melalui penggerakan tenaga kesehatan di

daerah-daerah. Pencegahan semakin meluasnya Demam Berdarah Dengue dengan

29

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

tanaman obat dan tindakan peduli lingkungan hendaknya menjadi prioritas utama

untuk mencegah terjadinya jatuhnya penderita lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Abeysinghe, M.R.N., 2005, Guidelines on Clinical Management of Dengue and

Dengue Haemorragic Fever, USA: Epidemiological Unit Ministry of Health

Anonim, 2008. Demam Berdarah, Wikipedia Inc. id.wikipedia.org. tanggal akses 23-

12-2008.

 

Anonim, 2008. Demam Berdarah Dengue, 2 Februari 2008, Jakarta.

www.aclab.co.id. Tanggal akses 23-12-2008

Asih, Y., 1999. World Health Organization : Demam Bedarah Dengue, Edisi 2,

Jakarta EGC.

Koban, A.W., 2005. Kebijakan Pemberantasan Wabah Penyakit: KLB Demam

Berdarah Dengue, www.theindonesianinstitute.com, tanggal akses 23-12-

2008.

Murtini, S., 2008. Situasi dan Kebijakan Penyakit DBD Provinsi Jawa Timur Tahun

2008. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur.

30

Laporan PKP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNAIR Periode 90

Nurcahyo, 2008. Demam Berdarah. Jelsoft Enterprises Ltd.

www.indonesiaindonesia.com, tanggal akses 23-12-2008.

Suhendro, Nanniggolan, L., Chen, K., Pohan, H.T., 2006. Ilmu Penyakit Dalam :

Demam Berdarah Dengue, Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

31