Upload
hoshi-no-hikari-pardi
View
210
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
RESPIRASI DAN OSMOREGULASI PADA IKAN
(LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR)
Oleh :
PUJI LESTARI
1214111051
KELOMPOK 1
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
I. PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Fisiologi ikan adalah ilmu yang mempelajari fungsi kegiatan kehidupan
zat hidup (organ, jaringan, atau sel) dan fenomena fisika dan kimia yang
mempengaruhi seluruh proses kehidupan ikan. Air merupakan media hidup ikan.
Medium suatu perairan berbeda-beda ada perairan tawar, laut dan payau. Ikan-
ikan yang hidup pada media-media ini telah mampu beradaptasi secara
berkelanjutan sampai ia mengalami mortalitas atau kematian.
Cara ikan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya berhubungan
dengan kandungan kadar garam dalam perairan. Oleh karena itu ikan mempunyai
daya osmoregulasi. Batas toleransi kadar garam berbeda-beda untuk setiap jenis
ikan. Semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan,
semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan
osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, hingga batas toleransi yang dimilikinya.
Ikan yang mempunyai batas toleransi yang besar terhadap salinitas disebut
euryhaline, sedangkan yang mempunyai toleransi yang sempit terhadap salinitas
disebut stenohaline. Pentingnya mempelajari toleransi terhadap salinitas bagi
organisme perairan khususnya ikan, maka praktikum ini dilaksanakan.
Respirasi merupakan proses pengikatan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida oleh darah melalui permukaan alat pernafasan. Proses pengikatan
oksigen tersebut selain dipengaruhi struktur alat pernafasan, juga dipengaruhi
perbedaan tekanan parsial O2 antara perairan dengan darah. Perbedaan tekanan
tersebut menyebabkan gas-gas berdifusi ke dalam darah atau keluar melalui alat
pernafasan (Fujaya, 2004).
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum osmoregulasi ialah untuk mendapatkan salinitas
optimum bagi pertumbuhan biota akuatik sedangkan tujuan dari praktikum
respirasi ialah untuk mengetahui respon organisme akuatik terhadap konsentrasi
oksigen.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kasifikasi Ikan
II.1.1 Klasifikasi Ikan Komet
Menurut identifikasi dan taksonomi ikan komet sebagai berikut:
Kingdom :Animalia
Phylum :Chordata
Class :Actinopterygii
Ordo :Chpriniformes
Famili :Chyprinidae
Genus :Carassius
Spesies :Carassius auratus (Goernaso, 2005).
II.1.2 Klasifikasi Ikan Lele
Menurut identifikasi dan taksonomi ikan lele sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub-klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Species : Clarias batrachus (ikan lele) (Siregar.1993)
II.1.3 Klasifikasi Ikan Nila
Menurut Trewavas (1982), klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Kelas : Pises
Sub Kelas : Acanthopterigii
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Percoidea
Famili : Chiclidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis niloticus
II.2 Morfologi Ikan
II.2.1 Morfologi Ikan Komet
Bentuk tubuh ikan komet agak memanjang dan memipih tegak
(compresed) dimana mulutnya terletak di ujung tengah dan dapat
disembulkan. Bagian ujung mulut memiliki dua pasang sungut. Diujung dalam
mulut terdapat gigi kerongkongan yang tersusun atas tiga baris dan gigi
geraham secara umum. Hampir seluruh tubuh ikan komet ditutupi oleh sisik
kecuali beberapa varietas yang memiliki beberapa sisik. Sisik ikan komet
termasuk sisik sikloid dan kecil. Sirip punggung memanjang dan pada bagian
belakangnya berjari keras. Letak sirip punggung bersebrangan dengan sirip
perut. Garis rusuk atau line literalis pada ikan mas komet tergolong lengkap
berada di pertengahan tubuh dan melentang dari tutup insang sampai ke ujung
belakang pangkal ekor (Partical Fish Keeping, 2011).
II.2.2 Morfologi Ikan Lele
Kepala bagian atas dan bawah tertutup oleh pelat tulang. Pelat ini
membentuk ruangan rongga diatas insang. Disinilah terdapat alat pernapasan
tambahan yang tergabung dengan busur insang kedua dan keempat. Mulut
berada diujung moncng (terminal), dengan dihiasi 4 pasang sungut. Lubang
hidung yang depan merupakan tabung pendek berada dibelakang bibir atas,
lubang hidung sebelah belakang merupakan celah yang kurang lebih bundar
berada di belakang sungut nasal. Mata berbentuk kecil dengan tepi orbitalyang
bebas.Sirip ekor membulat, tidak bergabung dengan sirip punggung maupun
sirip anal. Sirip perut berbentuk membulat dan panjangnya mencapai sirip
anal. Sirip dada dilengkapi sepasang duri tajam / patil yang memiliki panjang
maksimum mencapai 400 mm. Patil ini beracun terutama pada ikan ikan
remaja, sedangkan padaikan yang tua sudah agak berkurang racunya.
Ikan ini memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik (mempunyai
pigmen hitam yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari, dua
buah lubang penciuman yang terletak dibelakang bibir atas, sirip punggung
dan dubur memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan
sirip ekor, panjang maksimum mencapai 400 mm (Suyanto, SR. 1991).
II.2.3 Morfologi Ikan Nila
Ikan nila mempunyai bentuk tubuh memanjang dan ramping dengan rasio
perbandingan 3 : 1 antara panjang total dengan tinggi badan. Tubuh ditutupi Sisik
berukuran besar dan kasar dengan gurat sisi terputus di bagian tengah badan
kemudian berlanjut dengan letak lebih rendah. Ikan ini memiliki lebar dan
panjang batang ekor dengan ukuran yang sama. Warna pada musim pemijahan
menunjukkan sirip dada, punggung dan ekor akan menjadi agak kemerahan.
Rahang dari ikan jantan dewasa agak membesar (panjang dari rahang bawah
berkisar antara 29 – 37% dari panjang kepala). Sedangkan pada betina berbentuk
agak meruncing. Ikan jantan dan betina dewasa dapat dibedakan dengan melihat
beberapa ciri-ciri yang tidak sama. Pada ikan jantan dewasa, alat kelamin berupa
tonjolan yang agak meruncing. Sedangkan betina berbentuk lubang genital. Sisik
di bawah dagu ikan jantan berwarna gelap dan pada betina berwarna putih/cerah
(suyanto, 1994).
Ikan nila termasuk golongan ikan pemakan segala atau lazim disebut
omnivore. Namun larva ikan nila tidak sanggup memakan makanan dai luar
selama masih tersedia makanan cadangan berupa kuning telur yang melekat di
bawah perut larva yang baru menetas. Hal ini berbeda dengan jenis ikan air
tawar pada umumnya yang sesaat setelah menetas lubang mulut sudah
terbuka. Setelah rongga mulut terbuka, larva ikan nila memakan tumbuh-
tumbuhan dan hewan air berupa plankton. Jenis-jenis plankton yang biasa
dimakan antara lain yaitu alga bersel tunggal maupun benthos dan krustase
berukuran kecil. Makanan ini diperoleh dengan cara menyerapnya dalam air
(Djarijah, 1995).
II.3 Habitat Ikan
II.3.1 Habitat Ikan Komet
Ikan komet untuk hidupnya memerlukan tempat hidup yang luas baik
dalam akuarium maupun kolam dengan sistem aerasi yang kuat dan air yang
bersih. Untuk menjaga kualitas airnya dianjurkan untuk mengganti minimal
25% air akuarium atau kolam tiap minggunya. Untuk bagian substrat dasar
akuarium atau kolam dapat diberi pasir atau kerikil, ini dapat membantu ikan
komet dalam mencari makan karena ikan komet akan dapat menyaringnya
pada saat memakan plankton. Ikan komet dapat hidup dalam kisaran suhu
yang luas, meskipun termasuk ikan yang hidup dengan suhu rendah (15-210
C) tetapi ikan komet juga membutuhkan suhu yang tinggi sekitar 27-300 C hal
ini diperlukan saat ikan komet akan memijah. Untuk memperoleh suhu inilah
maka ketinggian air didalam tempat pemijahan diharapkan hingga 15-20 cm
(Partical Fish Keeping, 2006).
II.3.2 Habitat Ikan Lele
Adapun habitat lele menurut Santoso (1993), ikan lele terkenal ikan yang
hidup di perairan yang bersifat air tawar dan memiliki aliran yang tidak terlalu
deras, misalnya sungai, waduk, danau, bendungan, dangenangan air
lainnya.Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan ikan yaitu O2 terlarut 6 ppm,
CO2 terlarut < 12 ppm, suhu (24 - 26) ºC, pH (6 - 7), NH3 < 1 ppm dandaya
tembus matahari ke dalam air maksimal 30 cm (Lukito, 2002)
II.3.3 Habitat Ikan Nila
Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar.
Meskipun kadang-kadang ikan nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak
asin (payau). Oleh karena itu ikan nila dikenal juga sebagai ikan yang bersifat
euryhaline (dapat hidup pada kisaran salinitas yang lebar). Ikan nila mendiami
berbagai habitat air tawar, termasuk saluran air yang dangkal, kolam, sungai dan
danau. Ikan nila dapat menjadi masalah sebagai spesies invasif pada habitat
perairan hangat, tetapi sebaliknya pada daerah beriklim sedang karena
ketidakmampuan ikan nila untuk bertahan hidup di perairan dingin, yang
umumnya bersuhu di bawah 21 ° C. Ikan nila dapat hidup dan berkembangbiak
pada suhu 14-38º C, pH 6,5-8,5,oksigen terlarut minimal 5 ppm, NH3 kurang dari
1 ppm (suyanto, 1994).
II.4 Respirasi Ikan
Sistem pernapasan adalah proses pengikatan oksigen (O2) dan
pengeluaran karbon dioksida (CO2) oleh darah melalui permukaan alat
pernapasan. Oksigen sebagai bahan pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk
berbagai reaksi metabolisme. Oleh karena itu, kelangsungan hidup ikan sangat
ditentukan oleh kemampuannya memperoleh oksigen yang cukup dari
lingkungannya (Subani. 1984).
. substrat respirasi adalah setiap senyawa organik yang dioksidasikan dalam
respirasi, atau senyawa-senyawa yang terdapat dalam sel tumbuhan yang secara
relatif banyak jumlahnya dan biasanya direspirasikan menjadi CO2 dan air.
Sedangkan metabolit respirasi adalah intermediat-intermediat yang terbentuk
dalam reaksi-reaksi respirasi (Kimbal, 1992).
Sebagai biota perairan, Ikan merupakan mendapatkan Oksigen terlarut
dalam air. Pada hampir semua Ikan, insang merupakan komponen penting dalam
pertukaran gas, insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras,
dengan beberapa filamen insang di dalamnya (Fujaya. 1999; 103). Menurut
Sukiya (2005; 16), Setiap kali mulut dibuka, maka air dari luar akan masuk
menuju farink kemudian keluar lagi melalui melewati celah insang, peristiwa ini
melibatkan kartilago sebagai penyokong filamen ikan. Selanjutnya Sukiya
menambahkan bahwa lamella insang berupa lempengan tipis yang diselubungi
epitel pernafasan menutup jaringan vaskuler dan busur aorta, sehingga
karbondioksida darah dapat bertukar dengan oksigen terlarut di dalam air. Rata-
rata konsumsi oksigen dipengaruuhi oleh aktivitas, suhu, ukuran tubuh, tingkat
pada siklus hidup, musim dan waktu dalam hari sesuai persediaan. Persediaan
oksigen dan latar belakang genetik. Meskipun merupakan subjek dengan
kualifikasi khusus, hanya sedikit nilai rata-rata konsumsi oksigen yang diukur
dibawah kondisi fisiologis yang digunakan sebagai dasar diskusi.
II.5 Osmoregulasi Ikan
Osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui
mekanisme pengaturan tekanan osmose. Untuk organisme akuatik, proses tersebut
digunakan sebagai langkah untuk menyeimbangkan tekanan osmose antara
substansi dalam tubuhnya dengan lingkungan melalui sel yang permeabel. Dengan
demikian, semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan,
semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan
osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, hingga batas toleransi yang dimilikinya.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang osmoregulasi sangat penting dalam
mengelola kualitas air media pemeliharaan, terutama salinitas. Hal ini karena
dalam osmoregulasi, proses regulasi terjadi melalui konsentrasi ion dan air di
dalam tubuh dengan kondisi dalam lingkungan hidupnya (Fujaya ,2004).
Osmoregulasi dilakukan oleh ikan sebagai langkah untuk menyeimbangkan
tekanan osmose antara substansi dalam tubuhnya dengan lingkungan melalui sel
yang permeable (Anonim, 2012).
Osmoregulasi pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari
lingkungan untuk membatasi kehilangan ion. Air akan masuk ke tubuh ikan
karena kondisi tubuhnya hipertonik, sehingga ikan banyak mengeksresikan air dan
menahan ion. Pada ikan air tawar tekanan osmosis merupakan konsentrasi garam
dan substansi lain dalam darah harus lebih tinggi dari air disekitarnya oleh karena
perbedaan dalam konsentrasi tersebut pada ikan air tawar air akan terdorong
melalui permukaan tubuh dan insang secara aktif untuk kemudian diambil garam-
garamnya dan dikeluarkan sebagai urine yang banyak ( Romimohtarto, 1999).
II.6 Variabel Terhadap Lingkungan
II.6.1 DO
DO adalah jumlah milligram oksigen yang terlarut dalam satu liter air.
Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi udara bebas dan aktivitas
fitoplankton, yaitu fotosintesis (Anonim, 2009). Jumlah oksigen yang dibutuhkan
untuk pernafasan biota budidaya tergantung ukuran, suhu dan tingkat aktifitasnya
dan batas minimumnya adalah 3 ppm atau 3 mg/l. kandungan oksigen di dalam air
dianggap optimum bagi budidaya biota air adalah 4-10 ppm, tergantung jenisnya.
Laju respirasi terlihat tetap pada batas kelarutan oksigen antara 3-4 ppm pada
suhu 20-30oC (Ghufran dan Kordi, 2007).
Jumlah minimal kebutuhan oksigen terlarut untuk setiap jenis ikan tidak
sama. Biasanya ikan yang gesit lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding
ikan yang tenang. Namun, sedikitnya air untuk pemeliharaan ikan harus berkadar
oksigen 5 mg/l (Darti dan Iwan 2006). Oksigen dapat larut dalam air. Molekul-
molekul oksigen menempati ruang di antara molekul air. Kandungan oksigen di
dalam air dipengaruhi berbagai faktor seperti suhu, tekanan dan jumlah zat yang
terlarut di dalam air. Semakin rendah suhu air, kandungan oksigen yang
terkandung semakin besar. Itulah sebabnya kita merasa lebih segar jika minum air
dingin. Tekanan yang besar dapat memaksa lebih banyak molekul oksigen masuk
ke dalam ruang di antara molekul air. Kemurnian air juga mempengaruhi
kelarutan oksigen. Air yang murni memungkinkan oksigen terlarut lebih banyak.
Umumnya air mengandung 4-6 ppm oksigen, air pegunungan dapat mengandung
sampai 8 ppm oksigen (Petrucci, dkk : 2007).
II.6.2 Salinitas
Salinitas adalah kadar seluruh ion-ion yang terlarut dalam air, dinyatakan
juga bahwa komposisi ion-ion pada air laut dapat dikatakan mantap dan
didominasi oleh ion-ion tertentu seperti sulfat, chlorida, carbonat, natrium,
calsium dan magnesium. (Boyd, 1987).
Salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, semakin tinggi
salinitas semakin besar pula tekanan osmotiknya Semua ikan nila lebih toleran
terhadap lingkungan payau.misalkan Ikan nila hitam tumbuh dengan sangat baik
pada salinitas 15 ppt, blue tilapia (tilapia aurea) tumbuh dengan baik pada salinitas
hingga di atas 20 ppt. Sedangkan nila merah mujair dapat tumbuh pada salinitas
mendekati air laut. Namun demikian untuk ikan nila merah dan mujair,
perkembangan alat reproduksinya mengalami penurunan pada salinitas di atas 10-
15 ppt. Tilapia aurea dan ikan nila hitam dapat bereproduksi pada salinitas 10-15
ppt, namun performanya lebih baik pada kadar di bawah 5 ppt. Jumlah benih yang
dihasilkan mengalami penurunan pada salinitas 10 ppt. Ikan nila tergolong ikan
yang dapat bertahan pada kisaran salinitas yang luas dari 0 – 35 ppt. Ikan nila
merupakan ikan yang biasa hidup di air tawar, sehingga untuk membudidayakan
diperairan payau atau tambak perlu dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu secara
bertahap sekitar 1 – 2 minggu dengan perubahan salinitas tiap harinya sekitar 2- 3
ppt agar ikan nila dapat beradaptasi dan tidak stress. (Andrianto, 2005).
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2014 di Laboratorium Perikanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Praktikum yang dilakukan pada hari ini adalah Oamoregulasi dan Respirasi.
Adapun alat yang digunakan pada praktikum Osmoregulasi adalah Refraktometer,
Timbangan digital, Stopwatch, lap, akuarium, dan tisu. Bahan yang digunakan
adalah ikan nila, air dan garam.
Alat yang digunakan pada praktikum Respirasi adalah toples, aerator, plastik
wrap/lilin, Stopwatch, tisu. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan lele,
ikan komet dan air.
3.3 Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Osmoregulasi
a) Menyiapkan akuarium dan mengisinya dengan air,
b) Siapkan media yang memiliki salinitas berbeda (1, 5, 10, 15, 20,
25, 30, 32 ppt),
c) Timbang 4 ekor ikan dan catat bobotnya, kemudian masukkan 4
ekor ikan pada masing-masing akuarium yang bersalinitas berbeda,
d) Setelah ikan dimasukkan kedalam akuarium, stopwatch dinyalakan
kemudian hitung bukaan operculum dan amati tingkah laku ikan
setiap 5 menit sekali selama 30 menit,
e) Setelah 30 menit pengamatan, ikan dikeluarkan dari akuarium
kemudian di timbang dan dicatat bobotnya.
2. Respirasi
a) Siapkan 2 buah toples, kemudia isi kedua toples tersebut dengan
air sampai penuh,
b) Salah satu toples ditutup menggunakan plastik wrap/lilin, yang
satunya dibiarkan terbuka,
c) Hitung DO awal pada masing-masing toples,
d) Timbang ikan dan catat bobotnya. Kemudian ikan dimasukkan
pada masing-masing toples,
e) Amati tingkah laku ikan setiap 5 menit terakhir dan amati bukaan
operculumnya selama 30 menit,
f) Setelah 30 menit, hitung DO pada masing-masing toples.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Bahas Hasil
Osmoregulasi dengan 1 ppt
Kelompok
Menit BO TL Δ w
1
5’ 523
- Berenang sehat- Masih dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan- BO cepat
Aquarium 1 :W0 = 9 gramWakhir = 7 gram
Δ w = 2 gram
10’ 467- Mengeluarkan Mucus- Merespon perubahan dengan
mengepakan jari-jari sirip dorsal
15’ 533- Mengeluarkan mucus- Pergerakan sirip cepat - Agresif terkadang
20’ 480- Mucusnya bertambah banyak- Mengeluarkan kotoran (muntah)- BO cepat
Aquarium 2 :W0 = 10 gramWakhir = 5 gram
Δ w = 5 gram
25’ 508
- Bergerombol- Kadang beradu dengan ikan
lainnya- Dayungan sirip berirama cepat
30’ 496- Pergerakan sirip cepat- Mulai tidak bergerombol
Pengamatan respirasi ikan lele dengan penambahan aerasi t ditutupi lapisan lilin
Kel. Menit ke-
BO TL ∆W
2 1 100 Gerakan aktif BO kadang cepat kadang lambat Terdapat luka dibagian perut salah
satu ikan komet
DO Awal : 7,88DO Akhir : 8,20
Ket : terjadi peningkatan DO
karena sebelumnya air diberi aerasi
2 62 Gerakan mulai melambat BO juga melambat
3 98 Ikan berada dipermukaan Pergerakan melambat
4 96 Ikan bergerak normal Terkadang tidak melakukan
pergerakan sama sekaliBerat Awal : 13 grBerat Akhir : 13 gr5 85 Ikan berada dipermukaan
Melakukan pergerakan secara normal
6 80 Ikan tetap aktif bergerak namun
sesekali ikan tidak melakukan pergerakan
Pengamatan
Kel. Menit ke-
BO TL ∆W
2
1 78 Pergerakan nya aktif Satu ikan terinfeksi jamur di bagian
ujung mulut
DO Awal : 7,59DO Akhir : 8,14
Ket : terjadi peningkatan DO karena air diberi
aerasi
2 87 Pergerakan nya aktif Satu ikan di dasar aquarium
3 77 Pergerakan nya 1 ikan aktif sedang yg satu nya tidak
4 88
Pergerakan nya 1 ikan aktif sedang yg satu nya tidak
Ikan yang terinfeksi mengalami anorxia
Berat Awal : 83 grBerat Akhir : 90 gr5 85
Pergerakan nya 1 ikan aktif sedang yg satu nya tidak
Ikan yang terinfeksi mengalami anorxia,hiperaktif
6 85
Pergerakan nya 1 ikan aktif sedang yg satu nya tidak
Ikan yang terinfeksi mengalami anorxia,hiperaktif
Osmpr
Menit 5 ppt 5 ppt
5
menit
Ikan cendrung diam
di dasar,
pergerakan ikan
aktif, ikan
bergerombol,
sesekali ikan ke
permukaan untuk
mengambil oksigen.
Ikan cendrung diam
di dasar,
pergerakan ikan
aktif, ikan
bergerombol,
sesekali ikan ke
permukaan untuk
mengambil oksigen.
10
menit
Ikan diam di dasar,
pernafasan ikan
lemah, ikan
bergerombol,
berenang
melayang.
Ikan diam di dasar,
pernafasan ikan
lemah, ikan
bergerombol,
berenang
melayang.
15
menit
Ikan sesekali aktif
berenang
melayang,
pernafasan ikan
mulai lambat, mulai
mengeluarkan feses
ikan terlihat lemas.
Ikan sesekali aktif
berenang
melayang,
pernafasan ikan
mulai lambat, mulai
mengeluarkan feses
ikan terlihat lemas.
20
menit
Bukaan mulut ikan
kecil, anoxia,
pergerakan pasif,
ikan berdiam di
dasar, ikan
cendrung tenang.
Bukaan mulut ikan
kecil, anoxia,
pergerakan pasif,
ikan berdiam di
dasar, ikan
cendrung tenang.
25
menit
Mulut ikan cendrung
tertutup sesekali
membuka kecil,
pergerakan lemah,
pernafasan lemah,
berenang
melayang,
terkadang berenang
naik turun.
Mulut ikan cendrung
tertutup sesekali
membuka kecil,
pergerakan lemah,
pernafasan lemah,
berenang
melayang,
terkadang berenang
naik turun.
30
menit
Ikan sesekali
berenang ke
permukan, sesekali
Ikan sesekali
berenang ke
permukan, sesekali
WAKTUIKAN KOMET IKAN LELE
BO TINGKAH LAKU BO TINGKAH LAKU
5 menit 108 Masih bergerak normal 70Ikan diam di dasar dan ikan A
tampak melemah
10 menit 105Tidak ada perubahan,ikan
tampak mulai menyesuaikan diri
95Ikan B tampak ikut melemah.
Kedua ikan melemah
15 menit 100Ikan masih bergerak seperti
biasanya 86 Ikan A mati
20 menit 103 Satu ikan tampak kurang aktif 89
Kondisi ikan B kritis, diam, dan pergerakan tidak seimbang
25 menit 106 Kedua ikan berenang aktif 85 Ikan B kadang hiperaktif secara tiba-tiba
30 menit 100Tingkah laku masih sama pada
saat menit pertama setelah dimasukkan kedalam stoples
90
Ikan B diam didasar, Ikan diperkirakan pingsan, dengan tubuh yang mengapung agak
miring
Osmoregulasi 10 ppt
kel Menit ke Bukaan Operculum Tingkah laku ∆W5 0-5 241 kali Ikan masih terlihat
aktif berenang
∆W= ∆Wakhir-∆Wawal = 5-7 =2 gram
6-10 242 kali Ikan terlihat agresif dan terlihat agak sterss
11-15 200 kali ikan bergerak lambat dan sering terlihat didasar akuarium
16-20 225 kali Ikan agresif dan sering bergerombol
21-25 215 kali Mengeluarkan feses, memakan sesuatu tetapi di muntahkan kembali, badan ikan gemetar
26-30 190 kali Pergerakan operculum terlihat lambat dan berdiam diri di dasar akuarium
kel Menit ke Bukaan Operculum Tingkah laku ∆W5 0-5 241 kali Ikan masih terlihat
aktif berenang
∆W= ∆Wakhir-∆Wawal = 5-7 =2 gram
6-10 242 kali Ikan terlihat agresif dan terlihat agak sterss
11-15 200 kali ikan bergerak lambat dan sering terlihat didasar akuarium
16-20 225 kali Ikan agresif dan sering bergerombol
21-25 215 kali Mengeluarkan feses, memakan sesuatu tetapi di muntahkan kembali, badan ikan gemetar
26-30 190 kali Pergerakan operculum terlihat lambat dan berdiam diri di dasar akuarium
Salinitas 10 pptAkuarium2
kel Menit ke Bukaan Operculum Tingkah laku ∆W5 0-5 190 kali Ikan masih terlihat
aktif berenang
∆W= ∆Wakhir-∆Wawal = 7-7 =0 gram
6-10 265 kali Ikan terlihat agresif dan terlihat agak sterss
11-15 235 kali Ikan bergerak pasif tetapi ada juga yang bergerak agresif
16-20 223 kali Menegluarkan feses21-25 210 kali Badan ikan terlihat
gemetar dan susah bergerak
26-30 198 kali Ikan terlihat stres dan bergerombol
Kel Menit Salinitas 15 ppt
Ke- Akuarium 1 Akuarium 2 WBO TL BO TL
6 5
10
15
20
25
30
223
267
183
143
156
120
Salah satu ikan kehilangan keseimbangan untuk berenang, saat menit pertama di masukkan ke akuarium.
Hiperaktif
Cenderung berdiam, menyudut di dasar akuarium.
Lethargic Pergerakan pasif
Ikan bergerak makin pasif di dasar akuarium
Berenang lambat di sudut bawah akuarium
Ikan berenang bergerombol di dasar perairan
400
221
200
164
141
100
Hiperaktif
Lethargic Banyak
berdiam di dasar kolam.
Lethargic Pergerakan
pasif
Ikan bergerak makin pasif di dasar akuarium
Bergerak hiperaktif ke bagian atas kolom air
Ikan berenang hiperaktif ke atas dan ke bawah kolom air.
Akuarium 1
No= 1,3grNt = 1 gr
W= No-Nt
= 1,3-1 = 0,3 gram
Akuarium 2
No= 1,2grNt = 1 gr
W= No-Nt
= 1,2-1 = 0,2 gram
Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang diperoleh, untuk kelompok yang mendapatkan
perlakuan osmoregulasi dengan salinitas 1 ppt,5 ppt, 10 ppt dan 15 ppt. Semakin
kecil tingkat salinitas semakin besar bukaan operculum pada ikan. Bobot awal
ikan sebelum dan sesudah praktikum mengalami perubahan, yakni setelah diberi
perlakuan bobot ikan semakin menyusut. Dan ikan yang digunakan pada
perlakuan osmoregulasi ialah ikan nila. Dari perlakuan 1 ppt,5 ppt,10 ppt, dan 15
ppt ikan nila tidak mengalami kematian. Hal ini sesuai dengan pendapat
Andrianto (2005) bahwa ikan nila tergolong ikan yang dapat bertahan pada
kisaran salinitas yang luas dari 0 – 35 ppt. Pada salinitas yang tinggi, ikan dalam
adaptasinya akan kehilangan air melalui difusi keluar badannya. Namun menurut
literatur yang didapat seharusnya setelah perlakuan bobot ikan meningkat, karena
air akan masuk ke tubuh ikan akibat kondisi tubuhnya hipertonik, sehingga ikan
banyak mengeksresikan air dan menahan ion. Sehingga berat tubuh meningkat
(Anonim, 2012).
Untuk perlakuan respirasi ikan yang digunakan adalah ikan lele dan ikan
komet dengan diletakan di toples yang telah diisi air penuh. bahwa ikan pada
toples yang ditutup mengalami penurunan bukaan operkulum dibandingkan
dengan toples yang dibuka. Ikan pada toples yang tertutup juga mengalami
perubahan warna kulit, kulitnya menjadi pucat karena mengeluarkan lendir.
Hal ini terjadi karena oksigen terlarut didalam air tidak mencukupi kebutuhan
dalam konsumsi oksigen, karena tidak ada sumber masukan oksigen dari luar.
Berbeda dengan toples yang dibuka, dan dilengkapi juga dengan aerator yang
menjadi sumber oksigen terlarut bagi ikan. Sehingga ikan yang berada pada toles
terbuka, tidak menemukan kendala dalam melakukan proses respirasinya.
Pengaruh Variabel Lingkungan
Sistem Ekskresi ialah sistem pembuangan proses metabolisme tubuh
(berupa gas, cairan, dan padatan melalui kulit, ginjal, dan saluran pencernaan).
Sistem eksresi ikan seperti juga pada vertebrata lain, yang mempunyai banyak
fungsi antara lain untuk regulasi kadar air tubuh, menjaga keseimbangan garam
dan mengeliminasi sisa nitrogen hasil dari metabolisme protein (Indra, 2010).
Pada proses osmoregulasi, ikan air tawar memperoleh kelebihan air
melalui permukaan tubuhnya, khususnya melalui insang, dan juga yang ada pada
makanannya. Ikan air tawar mengalami kehilangan zat-zat terlarut yang ada di
dalam urinnya (urin merupakan sampah yang dihasilkan sistem ekskresi). Ginjal
ikan (sistem ekskresi) bekerja secara konstan menghasilkan urin encer dalam
jumlah banyak (kadar zat terlarut pada urin lebih rendah dibandingkan dengan
yang ada pada cairan tubuh). Melalui pengeluaran urin yang encer tersebut, ikan
air tawar membuang kelebihan air dan mempertahankan zat-zat terlarut yang
diperlukan.
Oksigen atau zat asam adalah unsur kimia dalam sistem tabel periodik
yang mempunyai lambang O dan nomor atom 8. Ia merupakan unsur golongan
kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya
(utamanya menjadi oksida). Pada Temperatur dan tekanan standar, dua atom
unsur ini berikatan menjadi dioksigen, yaitu senyawa gas diatomik dengan rumus
O2 yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Menurut Romimuhtarto
(1991) bahwa Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor pembatas bagi kehidupan
organisme. Perubahan konsentrasi DO menimbulkan efek langsung yang
berakibat pada kematian organisme perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak
langsung adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya
dapat membahayakan organisme itu sendiri. Hal ini disebabkan karena oksigen
terlarut digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak
Menurut Yushinta Fujaya (2002) dalam Fisiologi Ikan menyatakan bahwa
kelarutan oksigen di dalam air menurun dengan meningkatnya suhu dan mencapai
nol pada air mendidih. Rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan ikan
harus memompa sejumlah besar air ke permukaan alat respirasinya untuk
mengambil O2, menurunkan proporsi tekanan partial dari total O2 yang digerakkan
dalam air dan mencegah penggunaan permukaan alat pernapasan yang sangat
besar karena tekait dengan problema osmoregulasi yang harus di atur (Yushinta
Fujaya, 2002).
Menggunakan Ikan Uji
Berdasarkan literatur diketahui bahwa Ikan nila tergolong ikan yang dapat
bertahan pada kisaran salinitas yang luas dari 0 – 35 ppt. Ikan nila merupakan ikan
yang biasa hidup di air tawar, sehingga untuk membudidayakan diperairan payau
atau tambak perlu dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu secara bertahap sekitar 1
– 2 minggu dengan perubahan salinitas tiap harinya sekitar 2- 3 ppt agar ikan nila
dapat beradaptasi dan tidak stres (Andrianto, 2005). Kematian ikan yang terjadi
pada praktikum dan keadaan ikan yang lemas dan tidak stabil dapat terjadi karena
ikan stress akibat ikan langsung dimasukkan ke dalam media dengan salinitas
berbeda tanpa dilakukan aklimatisasi.
Parameter kualitas air optimum
Salinitas yang optimal yaitu perbedaan antara osmotik media dan osmotik
tubuh ikan paling kecil. Osmoregulasi pada ikan air tawar melibatkan
pengambilan ion dari lingkungan untuk membatasi kehilangan ion. Air akan
masuk ke tubuh ikan karena kondisi tubuhnya hipertonik, sehingga ikan banyak
mengeksresikan air dan menahan ion sehingga bobot badan ikan akan bertambah.
Menurut Hariyadi (2005) perubahan kadar salinitas mempengaruhi
tekanan osmotik cairan tubuh ikan, sehingga ikan melakukan penyesuaian atau
pengaturan kerja osmotik internalnya agar proses fisiologis di dalam tubuhnya
dapat bekerja secara normal kembali. Apabila salinitas semakin tinggi, ikan
berupaya terus agar kondisi homeostasi dalam tubuhnya tercapai, hingga pada
batas toleransi yang dimilikinya.
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan
nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen
terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme. Idealnya,
kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam
dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 %. Oksigen terlarut untuk
kepentingan wisata bahari dan biota laut adalah 5 ppm (Lesmana, 2001).
Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/
liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan
akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5
ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang
mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri
aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi
karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan
cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati
(lesmana, 2001).
V. PENUTUP
V.1Kesimpulan
Dari pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya
melalui mekanisme pengaturan tekanan osmose
2. Tingkah laku ikan nila yang masih saja aktif bergerak dan masih bisa
bertahan hidup dengan salinitas 1ppt – 32ppt
3. Ikan nila hipertonis dari lingkungannya sehingga air banyak yang masuk
lewat permukaan tubuhnya dan urin yang dihasilkan banyak dan encer.
V.2Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan untuk perbaikan praktikum selanjutnya
adalah adanya bimbingan dan pengawasan yang lebih dari asisten agar pada saat
praktikum kami tidak salah dalam prosedur kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto. 2005. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius.
Anonim. 2012. http://www.gerimis-pinkselaluperikanan.blogspot.com/laporan-osmoregulasi. Diakses pada tanggal 27 Mei 2014.
Boyd,C.E.1990. Water Quality In Ponds for Aquqculture. Birmingham
Publishing Co.Birmingham.Alabama.
Darti dan Iwan. 2006. Oksigen Terlarut. Jakarta: Penebar Swadaya
Fujaya.2004. Biologi, Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta. Penerbit Erlangga
Fujaya, Yushinta. 2002. Fisisologi Ikan. Jakarta. Penerbit P.T Rineka Cipta.
Goenarso. 2005. Pembenihan Ikan Komet. Swadya: Jakarta.
Ghufran. H. M, Kordi K, dan Andi B.T. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam
Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hariyadi, B. 2005. Fisiologi Hewan II. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Indra Gumay Yudha. 2010. http://www.scribd.com/doc/13449979/Ekskresi-
Osmoregulasi-Oleh-Indra-Gumay-Yudha. Diakses pada tanggal 27 Mei
2014.
Kimbal, 1992. Biologi Dasar. Erlangga, Jakarta
Lesmana. D., 2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya:
Jakarta
Partical Fish Keeping. 2006. Biologi Ikan Hias. Agromedia. Jakarta
Partical Fish Keeping, 2011..Biologi Laut. Djambatan: Jakarta.
Romihmohtarto. K., 1999. Biologi Laut. Jakarta : Lippi.
Romimuhtarto. 1991. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Yogjakarta. Penerbit
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sugiri.
Siregar.1993. Fisisologi Ikan. Jakarta. Penerbit P.T Rineka Cipta.
Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Malang. Penerbit Universitas Negeri Malang.
Suyanto, R. 1994. Nila. Jakarta : Penebar Swadaya.
Trewavas, F. 1982. Tilapias : Taxonomy and Spesification. P 3-13. In The
Biology and Culture of Tilapia (R.S.V; Polin and R.H Lowe M Canel
ed.). ICLARM Conference Proceedings 7. International Center of Living
Aquatic Resource Management : Manila, Piliphina.
LAMPIRAN
FOTO-FOTO PRAKTIKUM KELOMPOK 1