Upload
birgitta-fajarai
View
151
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan tutorial skenario Psoriasis
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A
BLOK X
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 10
Tutor : dr.Rusmawardiana, Sp.KK (K)
Imam Zahid 04111001019
Lismya Wahyu Ningrum 04111001023
Beuty Savitri 04111001031
Nuraidah 04111001039
Dwi Novia Putri 04111001053
Azizha Ros Lutfia 04111001063
Riski Miranda Putri 04111001072
Devin Fidela 04111001079
Try Febriani Siregar 04111001086
Birgitta Fajarai 04111001090
Kevin Putrawan 04111001105
Randina Dwi Megasari 04111000110
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tugas
tutorial skenario ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat
bermanfaat untuk perbaikan di kemudian hari.
Palembang, September 2013
Penyusun
Skenario A Blok 19 Tahun 2013
Mr.Squid, a 64 years old man, came to outpatient Clinic Bari Hospital with chief
complaint progressive itchy thick erythematous plaques in both legs, arms, buttocks, and
lower lumbosacral since 6 months ago. The condition intially manifested on his left legs as a
papule with thick scales then rapidly spread to both legs, scalp, buttocks, lumbosacral, and
arms. His finger and toe nais showed destruction of the nail plate. He feel pain and rigidity on
his knees since 3 months ago. He had been treated himself with topical bethamethasone
ointment and mosturizer irregularly.
Physical examination:
General status: compos mentis, vital sign within normal limit
Dermatological status:
- Well demarcated, erythematous papules to plaques with a white adherent thick
scales; on both of his legs, arms, buttocks, lumbosacral
- Erythematous plagues with thick white scales on his scalp
I. Klarifikasi Istilah
Plaque : peninggian diatas permukaan kulit berisi zat padat dengan diamter >
2cm
Erythematous : kemerahan pada kulit yang disebabkan oleh kongesti pembuluh darah
kapiler yang reversibel
Papule : tonjolan lesi pada kulit yang kecil, berbatas tegas, dan padat
Scales : struktur seperti piring yang kompak atau serpihan kecil, seperti epitel
bertanduk pada permukaan tubuh
Nail plate : bagian tengah kuku yang dikelilingi oleh dinding kuku
Bethamethasone : glukorkotikoid sintetik, steroid anti radang yang paling aktif;
diberikan secara oral atau topikal dalam bentuk berbagai macam garam
sebagai anti radang, sebagai pengganti untuk insufisisensi adrenal, dan
sebagai imunosupresan.
Well demarcated : berbatas tegas
II. Identifikasi Masalah
1. Tuan Squid (64 th) dengan keluhan utama plak eritema tebal dan gatal serta progresif
di kedua tungkai, lengan, bokong, dan lumbosakral sejak 6 bulan yang lalu.
2. Kondisi ini bermanifestasi awal pada tungkai kirinya sebagai sebuah papul dengan
skuama putih tebal kemudian menyebar secara cepat ke kedua tungkai, kulit kepala,
bokong, lumbosakral dan lengan.
3. Jari tangan dan kakinya menunjukkan kerusakan pada nail plate
4. Dia merasa nyeri dan kaku pada lututnya sejak 3 bulan yang lalu.
5. Dia telah mengobati dirinya sendiri dengan salep betametason topikal dan pelembab
secara tidak teratur.
6. Pemeriksaan fisik
Status Dermatologikus
- Berbatas tegas, papula eritema hingga plak dengan skuama putih tebal lengket,
pada kedua tungkai, lengan, bokong, dan lumbosakral
- Plak eritema degan skuama putih tebal pada kulit kepalanya.
III. Analisis Masalah
1. Tuan Squid (64 th) dengan keluhan utama plak eritema tebal dan gatal serta progresif
di kedua tungkai, lengan, bokong, dan lumbosakral sejak 6 bulan yang lalu.
a. Bagaimana anatomi kulit?
Jawab: di sintesis
b. Bagaimana histologi kulit?
Jawab: di sintesis
c. Bagaimana fisiologi kulit?
Jawab: di sintesis
d. Bagaimana etiologi dan patogenesis munculnya plak eritema yang tebal , gatal dan
progresif?
Jawab: Psoriasis adalah penyakit yang disebabkan oleh abnormalitas proliferasi
epidermal keratinosit, yang bermanifestasi sebagai thickening and scaling of
erythematous psoriatic plaques disebabkan oleh epidermal keratinocyte
hyperplasia, parakeratosis, leukocyte infiltration dan neoangiogenesis.
Beberapa etiopathogenesis psoriasis :
1. Keturunan
Psoriasis berhubungan dengan HLA kelas 1 dan 2 yang terdapat pada
kromosom nomor 6. Beberapa lokus yang berhubungan dengan psoriasis yaitu
PSORS1 di kromosom 6 dan MHC nya, serta PSORS 2 di kromosom 17 q.
Bila dihubungkan dengan onset serta jumlah HLA yang terlibat ada dua tipe
psoriasis yaitu tipe 1 onset cepat yang berhubungan dengan cw6, B57 dan DR
7, late onset tipe 2 didominasi oleh cw2. Juga telah dilaporkan bahwa
seseorang yang membawa HLA tipe B17 dan B 13 beresiko lima kali lipat
menderita psoriasis.
2. Reaksi imunologi
Sebelumnya psoriasis dianggap sebagai suatu penyakit primer akibat gangguan
keratinosit, namun saat ini psoriasis dikenal sebagai suatu penyakit yang
diperantarai oleh sistem imun. Psoriasis melibatkan interaksi kompleks diantara
berbagai sel pada sistem imun dan kulit, termasuk sel dendritik dermal, sel T,
neutrofil dan keratinosit. Pada psoriasis, sel T CD8+ terdapat di epidermis
sedangkan makrofag, sel T CD4+ dan sel-sel dendritik dermal dapat ditemukan di
dermis superfisial. Sejumlah sitokin dan reseptor permukaan sel terlibat dalam
jalur molekuler yang menyebabkan manifestasi klinis penyakit. Psoriasis dianggap
sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun yang ditandai dengan
adanya sel T helper (Th)1 yang predominan pada lesi kulit dengan peningkatan
kadar IFN-γ, tumor necrosing factor-α (TNF-α), IL-2 dan IL-18.16 Baru-baru ini
jalur Th17 telah dibuktikan memiliki peranan penting dalam mengatur proses
inflamasi kronik. Sebagai pusat jalur ini terdapat sel T CD4+, yang pengaturannya
diatur oleh IL-23 yang disekresikan oleh sel penyaji antigen (sel dendritik
dermal).17 Sel Th17 CD4+ mensekresikan IL-17 dan IL-22 yang berperan pada
peningkatan dan pengaturan proses inflamasi dan proliferasi epidermal (keratin)
sehingga terjadi peningkatan turn over kulit lebih cepat 3-4 hari yang
bermanifestasi sebagai peninggian permukaan kulit ( plak) berskuama, serta akibat
perangsangan sitokin tadi teradi proses angiogenesis di papilla dermis yang
menyebabkan plak eritematous.
3. Streptococcus
Pasien Psoriasis dilaporkan mengalami nyeri tengggorokan hebat. Hal ini
dihubungkan dengan Beta-hemolytic streptococci of Lancefield groups A, C,
and G yang enyebabkan kronik eksaserbasi plak psoriasis.
4. Stress
Beberapa studi menunjukkan setengan dari jumlah pasien ada hubungan antara
stress dengan psoriasis yang bermakna.
5. Induksi obat
Psoriasis may be induced by β-blockers, lithium, antimalarials, terbinafine,
calcium channel blockers, captopril, glyburide, granulocyte colony-stimulating
factor, interleukins, interferons, and lipid-lowering drugs.
e. Bagaimana histopatologi plak eritema?
Jawab: Gambaran histopatologi lesi yang paling khas pada psoriasis ditunjukkan
dengan adanya plak berbatas tegas, berwarna merah muda hingga kekuningan, dan
ditutupi oleh skuama longgar yang biasanya berwarna putih keperakan.
Morfologi
Terjadi peningkatan pertukaran (turnover) sel epidermis sehingga sel epidermis
sangat menebal (akantosis) disertai pemanjangan teratur rete ridges ke arah
bawah. Stratum granulosum menipis atau lenyap dan tampak skuama
parakeratotik tebal di atasnya. Yang khas pada plak psoriasis adalah menipisnya
lapisan sel epidermis yang terletak di atas ujung papila dermis (lempeng supra
papila) dan pembuluh darah yang melebar dan berkelok-kelok di dalam papila.
Pembuluh darah ini mudah berdarah jika skuama dikupas dan lempeng
suprapapila tersebut dibuka, menyebabkan terbentuknya titik-titik pendarahan
(tanda Auspitz). Neutrofil membentuk agregat kecil di epidermis superfisial yang
sedikit spongiotik (pustul spongiotik) dan di stratum korneum parakeratotik.
(Kumar)
2. Kondisi ini bermanifestasi awal pada tungkai kirinya sebagai sebuah papul dengan
skuama putih tebal kemudian menyebar secara cepat ke kedua tungkai, kulit kepala,
bokong, lumbosakral dan lengan.
a. Mengapa papula dan skuama putih tebal muncul di kaki kiri Tn squid dan
menyebar ke kedua kaki, kulit kepala, bokong, lumbosakral dan lengan?
Jawab: Predileksi kelainan kulit psoriasis adalah pada kulit kepala, kuku,
ekstremitas ekstensor, umbilicus dan sacrum. Penyakit ini tidak menular. Dengan
gejala klinis seperti rasa gatal dan tidak nyaman. Garukan akibat rasa gatal
ataupun trauma pada kulit dapat menimbulkan lesi yang baru yang dikenal
sebagai Koebner phenomenon sabagai salah satu faktor resiko psoriasis dalam
menimbulkan lesi baru. Semakin luas trauma pada kulit maka fenomena Koebner
akan semakin menyebar. Hal ini menyebabkan lesi yang awalnya hanya di kaki
kiri dapat menyebar pada kedua kaki, kulit kepala, bokong lumbosakral dan
lengan.
3. Jari tangan dan kakinya menunjukkan kerusakan pada nail plate
a. Bagaimana anatomi kuku?
Jawab: di sintesis
b. Bagaimana histologi kuku?
Jawab: di sintesis
c. Bagaimana patogenesis dari kerusakan pada kuku yang terjadi pada Tuan Squid?
Jawab: Berdasarkan Medscape dijelaskan bahwa patogenesis gangguan nail
psoriasis tidak sepenuhnya diketahui. Nail psoriasis mungkin karena kombinasi
genetik, faktor lingkungan, dan kekebalan tubuh. Sebuah fakta yang terkenal
adalah bahwa agregasi familial psoriasis. Studi telah menghubungkan psoriasis
dengan subtipe antigen leukosit manusia tertentu (misalnya, Cw6, B13, Bw57,
CW2, CW11, B27). Selain itu penjelasan pathogenesis nail pit pada psoriasis
berdasarkan Indian Journal of Dermatology, Venereology and Leprology
dijelaskan bahwa kerusakan kuku (nail psoriasis) secara utama berhubungan
dengan penyakit yang mengenai matrix proksimal dari kuku, nail fold proximal
juga berkontribusi pada kasus ini, karena permukaan ventral dari nail fold
proximal dekat dengan matrix kuku. Dipercayai bahwa parakeratotik dan sel-sel
inflamasi beraktifasi pada daerah tersebut dimana terbentuknya celah ke
permukaan kuku disebut parakeratotik foci.
4. Dia merasa nyeri dan kaku pada lututnya sejak 3 bulan yang lalu.
a. Bagaimana patogenesi rasa nyeri dan kaku pada lutut?
Jawab: Hal ini disebabkan oleh Psoriatic arthritis adalah penyakit sendi inflamasi
yang terkait dengan psoriasis. Seperti semua arthritis, psoriasis arthritis dapat
menyebabkan kekakuan, nyeri dan kurangnya gerakan di daerah yang terkena. Ia
paling umum mempengaruhi sendi di tangan dan kaki, tetapi juga dapat
menyebabkan peradangan, pembengkakan dan nyeri pada sendi besar, termasuk
lutut, siku, pinggul dan tulang belakang. Peradangan pada arthritis psoriatis juga
dapat mempengaruhi tendon (jaringan fibrosa yang melekat otot ke tulang).
Psoriatic arthritis biasanya mempengaruhi sendi yang paling dekat dengan
kuku (sendi distal) baik di jari tangan dan jari kaki. Punggung bawah,
pergelangan tangan, lutut dan pergelangan kaki, di samping leher, bahu dan siku
mungkin juga akan terpengaruh. Ada lima sub kelompok psoriasis arthritis,
meskipun ada beberapa tumpang tindih antara kelompok, yaitu :
• arthritis oligoarticular asimetris menyumbang sekitar 70% kasus, dan pola ini
cenderung menjadi paling parah. Arthritis mempengaruhi kurang dari lima sendi
pada satu sisi tubuh (oligo berarti sedikit). Dactylitis - pembengkakan jari atau jari
kaki seluruh sehingga muncul "seperti sosis" adalah umum. Sebuah contoh
mungkin untuk satu sendi besar, seperti lutut, akan terpengaruh ditambah sendi
kecil di jari tangan atau kaki.
• polyarthritis simetris membuat naik sekitar 15% kasus psoriasis arthritis dan
rheumatoid arthritis menyerupai - meskipun umumnya ringan dengan sedikit
cacat. Hal ini biasanya mempengaruhi beberapa sendi (poli) dan terjadi pada sendi
yang sama di kedua sisi tubuh (simetris) - Sendi bisa besar atau kecil.
• Distal predomination sendi interphalangeal (DIP) terjadi pada sekitar 5%
penderita psoriatic arthritis. Jenis ini mempengaruhi sendi kecil di jari tangan dan
kaki dan biasanya melibatkan perubahan dalam penampilan kuku.
• Spondylitis adalah peradangan pada sendi dan cakram di tulang belakang.
Gejalanya bisa berupa kekakuan dan nyeri pada punggung bawah dan leher. Sendi
lain, seperti pinggul, tangan dan kaki juga dapat dipengaruhi. Jenis psoriatic
arthritis terjadi pada sekitar 5% dari orang-orang dengan kondisi tersebut.
• Arthritis mutilans membuat naik sekitar 5% dari kasus arthritis psoriatis. Bentuk
arthritis terutama mempengaruhi sendi kecil dari tangan dan kaki, tetapi juga
dapat mempengaruhi tulang belakang. Ini adalah bentuk parah dari psoriatic
arthritis, dan bisa sangat merusak menyebabkan deformitas ditandai sendi.
Gambaran histologik artritis psoriatik berbeda dengan artritis reumatoid.
Gambaran histologik yang menonjol pada artritis psoriatik adalah perubahan
vaskuler. Terjadi penebalan dinding kapiler dengan pembengkakan sel endotel,
infiltrasi limfosit, sel plasma dan histiosit. Infiltrat tersebut terjadi peri vaskuler
dan tampak agregasi lokal. Fibrosis merupakan gambaran yang menyolok pada
jaringan sub sinoviosit dan lemak. Gambaran ini kontras berbeda dengan artritis
reumatoid yaitu terjadi hiperplasia dan hipertrofi sel sinoviosit. Pada artritis
psoriatik terdapat hiperplasi atau hipertrofi minimal. Stadium akhir artritis
psoriatik tampak destruksi sendi yang menyolok.
Histologik pada lesi kulit stadium awal berupa dilatasi vaskuler, dengan
pembengkakan sel endotel dan diikuti infiltrasi limfosit, makrofag, netrofil pada
daerah perivaskuler. Selanjutnya terjadi hiperplasia epidermis, penipisan papiler
epidermis dan hilangnya lapisan glandula.
5. Dia telah mengobati dirinya sendiri dengan salep betametason topikal dan pelembab
secara tidak teratur.
a. 1. Bagaimana cara kerja pelembab?
Jawab: Lotion atau pelembab kulit merupakan suatu emulsi yang biasa digunakan
pada bagian kulit luar yang bertugas memperbaiki kondisi kulit yang terkena
paparan polusi. Sebagian besar pelembab biasanya mengandung emulsi minyak-
dalam-air yang disatukan dengan menggunakan cetearyl alcohol untuk mengikat
emulsi ini agar tetap menyatu. Bahan-bahan tambahan lainnya yang umum
digunakan untuk variasi jenis lotion ini biasanya berupa wewangian, glycerol,
petroleum jelly, pengawet, dan protein untuk menutrisi kulit.
Tiga jenis mekanisme kerja pelembab dalam memperbaiki kulit, yang pertama
adalah dengan membentuk suatu lapisan tipis diatas permukaan kulit untuk
mencegah berkurangnya tingkat kelembaban kulit. Mekanisme yang kedua adalah
dengan cara mengikat kandungan air yang ada di udara untuk membantu
meningkatkan kelembaban kulit. Cara kerja yang terakhir adalah cara yang paling
kompleks, yaitu dengan menambahkan bahan-bahan yang dapat memicu sel-sel
yang bertugas melembabkan permukaan kulit untuk dapat bekerja ekstra, seperti
amino-lipids.
2. Apakah indikasi dan kontraindikasi pelembab?
Jawab:
Indikasi:
- menjaga agar kondisi kulit tetap normal
- Untuk kulit kering
- untuk kulit berminyak
- untuk kulit menua
- untuk kulit sensitif
C
lass Action
Mech
anism of
Ingrediants
Exm
aple
Indic
ation
Indic
ation Side
Effects
I.
Occlusive
Physic
ally block TWEL
Petrol
atum
Lanolin
Mineral Oil
Silicones
Zinc Oxide
Xero
sis – Atopic
Dermatitis
Prevention of
Irritant
Contact
Dermatitis
Mess
y, Cosmetically
Unacceptable,
Folliculitis,
(Mineral Oil)
Comedogenic
Contact
Dermatitis,
(Lanolin)
I
I.
Humectants
Attrac
t water to stratum
corneum
(transepidermal)
Glyce
rin
Sorbital
Urea
Alpha hydroxy
acids
Sugars
Xero
sis
Ichthyosis
Skin
Rejuvenation?
Irritat
ion (Urea, Lactic
Acid)
I
II.
Emollients
Smoot
h Skin by filling
spaces between
skin flakes, with
droplets of oil
Chole
sterol
Squalene
Fatty Acids
Decr
ease skin
roughness
Not
always effective
I
V. Protein
Rejuvenator
s
Claim
rejuvenate skin by
replenishing
essential proteins
Colla
gen
Keratin
Elastin
Skin
Rejuvenation?
Unlik
ely to work
Protein too large
to cross
in skin epidermis
Contact reactions
3. Apakah efek samping pelembab?
Jawab: Ada beberapa pelembab yang cara kerjanya disebut Humectants.
Humectants menarik air ketika diterapkan pada kulit dan secara teoritis
meningkatkan hidrasi stratum korneum. Namun, air yang ditarik ke kulit adalah
air trans-epidermal, bukan air atmosfer. Penguapan lanjutan dari kulit benar-
benar dapat membuat kulit menjadi kering sehingga mudah iritasi.
Ada juga cara kerja pelembab yang disebut Emollients. Emollients bekerja
dengan cara mengisi ruangan antara serpihan kulit dengan tetesan minyak
sehinga air tidak terbuang melalui evaporasi sehingga menjaga kulit tetap
lembab. Tetapi jika digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan retensi
keringat.
Pelembab juga dapat menyebabkan sejumlah efek samping yang tidak
diinginkan, termasuk folikulitis oklusif, iritasi, dermatitis kontak alergi dan
urtikaria kontak.
Pelembab dapat menyebabkan sejumlah efek samping yang tidak
diinginkan, termasuk folikulitis oklusif, iritasi, dermatitis kontak alergi dan
urtikaria kontak, retensi keringat.
b. 1. Bagaimana cara kerja betametason?
Jawab: Menekan inflamasi dan respon imun normal. Memiliki berbagai efek
metabolic yang kuat. Menekan fungsi adrenal pada dosis oral kronik 0,6
mg/hari. Efek Terapeutik Supresi inflamasi dan modifikasi respon imun
normal.
2. Apakah indikasi dan kontraindikasi betametason?
Jawab: Betamethason valerat yang setara dengan 1mg bethametason Indikasi :
meringankan inflamasi dari dermatosis yang responsive terhadap
kortikosteroid.
KI : -
betamethason 17 valerat : Radang akut maupun pun subakut seperti eksim
infantile, dermatitis atopic, dermatitis herpetiformis, dermatitis kontak alergi,
dermatitis venenata, dermatitis seboroik, neuro-dermatitis, psoriasis dan
intertigo.
KI : tuberculosis kulit, mikosis. { Sumber : ISO ( (Informasi Spesialite obat
Indonesia Volume 46 hlm 372 )}
Kontraindikasi lainnya:
Rosasea, akne, serta dermatitis perioral
Penggunaan yang luas selama kehamilan
Penggunaan yang luas pada penderita usia lanjut serta pada penderita
gangguan fungsi ginjal dapat menyebabkan risiko timbulnya ototoksisitas
Infeksi kulit primer yang disebabkan virus dan jamur (misal
kandidiasis, tinea) atau bakteri (misal impetigo)
Infeksi primer atau sekunder karena ragi
Infeksi sekunder karena Pseudomonas atau Proteus
Pruritus genital atau perianal
Kelainan kulit pada anak-anak di bawah usia 1 tahun (termasuk
dermatitis dan ruam popok)
Neomycin tidak boleh digunakan pada pengobatan otitis eksterna jika
gendang telinga berlubang (karena risiko terjadinya ototoksisitas)
Penderita yang hipersensitif terhadap komponen obat.
3. Apakah efek samping betametason?
Jawab: Lebih umum
• Terbakar atau Tersengat
Kurang umum
• terik, membakar, pengerasan kulit, kekeringan, atau pengelupasan kulit
• retak atau pengetatan kulit
• kulit kering
• kemerahan atau kemerahan pada kulit
• Iritasi
• gatal, scaling, kemerahan yang parah, nyeri, atau bengkak pada kulit
• penipisan kulit dengan mudah memar, terutama bila digunakan pada wajah
atau di mana kulit lipatan bersama-sama (misalnya antara jari-jari)
• Kulit luar biasa hangat
Langka
• terik, mengupas, atau melonggarkan kulit
Insiden tidak diketahui
• Kemerahan dan scaling di sekitar mulut
Beberapa efek samping dari betametason topikal mungkin terjadi yang
biasanya tidak perlu perhatian medis. Efek samping ini mungkin pergi selama
pengobatan karena tubuh Anda menyesuaikan terhadap obat. Juga, ahli
kesehatan mungkin dapat memberitahu Anda tentang cara untuk mencegah
atau mengurangi beberapa efek samping. Periksa dengan ahli kesehatan Anda
jika salah satu efek samping berikut melanjutkan atau mengganggu atau jika
Anda memiliki pertanyaan tentang mereka:
Kurang umum
• Mengangkat, merah tua, atau kutil seperti bintik-bintik pada kulit, terutama
bila digunakan pada wajah
Langka
• Pembakaran, gatal, dan nyeri di daerah berbulu, atau nanah pada akar rambut
Insiden tidak diketahui
• Jerawat atau jerawat
• terbakar dan gatal-gatal pada kulit dengan lepuh merah berukuran
dudukannya
• peningkatan pertumbuhan rambut pada dahi, punggung, lengan, dan kaki
• pencerah warna kulit normal
• keringanan dari daerah yang dirawat kulit gelap
• Garis warna ungu kemerahan di lengan, wajah, kaki, batang, atau
selangkangan
• pelunakan kulit
Lokal
Atrofi kulit bisa menjadi jelas dalam waktu satu sampai dua bulan penggunaan
dan karena efek penghambatan kortikosteroid pada pembentukan kolagen.
Kulit pada wajah, ketiak, dan selangkangan tampaknya paling rentan terhadap
efek buruk jangka panjang betametason topikal. Penggunaan kortikosteroid
topikal potensi tinggi pada daerah-daerah tersebut harus dikurangi atau
dihindari.
Penggunaan kortikosteroid topikal dapat mengganggu respon imun lokal
render kulit lebih rentan terhadap infeksi. Folliculitis kadang-kadang telah
dilaporkan.
Perioral dermatitis atau rosacea seperti dermatitis telah terjadi pada pasien
yang diobati dengan kortikosteroid topikal ampuh. Kondisi ini dapat suar
sementara setelah penghentian steroid topikal, mendorong pasien untuk
melanjutkan penggunaannya. Jika kortikosteroid topikal dihentikan, suar ini
dan dermatitis awal biasanya diatasi selama beberapa minggu.
Memburuknya psoriasis telah terjadi pada beberapa pasien.
Efek samping lokal telah memasukkan terbakar, gatal, kekeringan, dan iritasi,
terutama bila diterapkan ke kulit gundul. Penggunaan jangka panjang
kortikosteroid topikal dapat menyebabkan atrofi kulit dan menipis, dan
pengembangan striae, telangiectasia, subkutan perdarahan, dan mudah memar
dan berdarah. Dermatitis kontak alergi kadang-kadang telah dilaporkan.
Kelenjar endokrin
Supresi adrenal telah dilaporkan pada pasien dengan psoriasis menggunakan
augmented betametason dipropionat pada dosis sekitar 50 gram per minggu.
Konsentrasi kortisol plasma umumnya kembali normal dalam waktu satu
sampai dua minggu setelah penghentian obat, dan dalam beberapa kasus
kembali normal selama terapi lanjutan. Dalam beberapa kasus kegagalan
adrenal telah bertahan hingga empat bulan.
Jika betametason dipropionat akan digunakan untuk jangka waktu, fungsi
adrenal harus dievaluasi secara berkala. Steroid sistemik tambahan mungkin
diperlukan selama masa stres. Bentuk kurang kuat lainnya betametason dapat
menyebabkan supresi adrenal jika digunakan pada area yang luas atau dengan
dressing oklusif.
Efek samping endokrin telah termasuk penekanan hipotalamus-hipofisis-
adrenal (HPA), sehingga fitur cushingoid dan gejala supresi adrenal setelah
penghentian obat. Efek ini lebih mungkin ketika kortikosteroid topikal potensi
tinggi yang digunakan di daerah yang luas atau saat berpakaian oklusif
digunakan. Selain itu, augmented betametason, dan salep dan formulasi krim
emolien betametason umumnya memberikan penetrasi yang lebih baik, dan
dengan demikian, risiko lebih tinggi supresi adrenal.
Okuler Steroid-induced katarak dan glaukoma telah dilaporkan, paling sering
pada pasien yang menerima obat tetes mata betametason (tidak tersedia di
AS). Pada satu pasien, kerusakan mata permanen akibat penerapan jangka
panjang betametason krim kelopak mata. Efek samping okular telah
memasukkan laporan langka glaukoma pada pasien yang menggunakan
betametason pada wajah untuk jangka waktu yang lama. Tekanan intraokular
tidak selalu kembali ke penghentian berikut normal obat.
Efek samping muskuloskeletal telah memasukkan laporan langka
osteoporosis. Avascular nekrosis dari pinggul dan patah tulang belakang telah
didokumentasikan.
Efek samping Dermatologic telah memasukkan eritema, folikulitis, pruritus,
letusan akneiform, hipopigmentasi, dermatitis perioral, dermatitis kontak
alergi, infeksi sekunder, miliaria, hipertrikosis, dan vesiculation.
4. Bagaimana dampak pemakaian betametason tidak teratur?
Jawab: Psoriasis adalah salah satu kelainan dermatologic yang responsive
terhadap kortikosteroid topical. Sebenarnya kortikosteroid hanya sedikit
diabsorbsi setelah diberikan pada kulit yang normal. Namun daya penetrasinya
meningkat beberapa kali lipat melalui kulit yang terinflamasi dimana pada
keadaan hanya sedikit sawar untuk mencegah penetrasi. Betamethasone sendiri
tidak begitu aktif secara topical.
Pemakaian jenis kortikosteroid yang dapat diserap memiliki potensi untuk
menekan aksis hipofisis-adrenal. Seperti pada umumnya, penggunaan
kortikosteroid dalam hal ini misalnya betamethason dalam jumlah besar dan
terlalu lama dapat mencetuskan sindroma cushing. Penggunaanya juga harus di
tapering off untuk menghindari efek sistemik dan dalam dosis rendah.
Walaupun psoriasis sangat responsive terhadap kortikosteroid topical, penggunaan yang tidak
teratur kemungkinan tidak memberikan efek yang optimal.
Pada kasus ini, penghentian obat secara mendadak ( termasuk juga pemakaian
yang tidak teratur) menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis
pustulosa generalisata.
6. Pemeriksaan fisik
Status Dermatologikus
- Berbatas tegas, papula eritema hingga plak dengan skuama putih tebal lengket,
pada kedua tungkai, lengan, bokong, dan lumbosakral
- Plak eritema degan skuama putih tebal pada kulit kepalanya.
a. Bagaimana interpretasi pada status dermatologikus?
Pola penyebaran psoriasis ada 2 yaitu
a. Pola Plak
Merupakan jenis yang paling umum. Lesi berbatas tegas, rentang diameter dari
beberapa mili sampai beberapa senti. Lesi berwarna merah dengan skuama
berbentuk poligonal berwarna putih sampai keperakan yang kering dan besar.
Predileksinya meliputih kaki, siku, punggung bagian bawah, dan kepala.
b. Pola gutatte
Pola ini biasa terlihat pada anak-anak dan orang dewasa dan merupakan tanda
pertama dari penyakit psoriasis, sering dipicu oleh streptokokus tonsilitis. Jumlah
marula berwarna merah muncul sangat banyak dileher dan kemudian menjadi
seperti berkerak.
Interpretasi: Berdasarkan keterangan diatas maka pola pada kasus ini adalah pola
plak (psoriasis vulgaris). Daerah predileksinya adalah batas rambut kepala, lutut,
siku, lumbosakral dan kuku. Namun, secara umum daerah predileksinya adalah di
daerah ekstensor yaitu daerah yang mudah terkena trauma. Pada kasus ini awalnya
efloresensi masih primer berupa papula dan berlanjut menjadi plak, kemudian
berlanjut lagi menjadi efloresensi sekunder berupa skuama.
Gambaran histopatologi dari psoriasis
Temuan histologis tergantung pada stadium klinis dan jenis psoriasis tetapi
temuan histologis utama yang biasa terlihat: (1) epidermis menunjukkan
penebalan (acanthosis) (panah panjang), (2) dermis superfisial menunjukkan
kronis inflamasi terutama terdiri dari T-limfosit (panah), (3) hiperkeratosis
dengan parakeratosis (inti dipertahankan dalam stratum korneum) (panah atas)
7. Masalah Tambahan
a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis dan WD?
Anamnesis
1. Riwayat keluarga
2. Riwayat pengobatan
3. Merokok atau tidak
4. Riwayat pekerjaan ( terpapar cahaya atau tidak)
6. Riwayat terkena infeksi
7. Riwayat penyakit terdahulu
Pemeriksaan fisik
1. Terdapat lesi yang berbatas tegas
2. Lesinya menonjol
3. Pada lesi terdapat plak merah dengan skuama putih pada permukaannya
4. Ukuran lesinya bervaiasi mulai dari pinpoin papule- plaqe yang menutupi
area tubuh yang luas
5. Auspitz sign positif yaitu dibawah sisiknya terdapat eritema yang terang dan
terdapat titik-titik perdarahan saat sisiknya dibuang
6. Fenomena tetesan lilin posotif yaitu saat sisiknya digores terlihat sama
seperti goresan pada lilin
7. Sisiknya transparan dan kering
8. Terdapat kelainan pada kuku
9. Nyeri dan kaku pada sendi lutut
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan histopatologi
Fenomena Tetesan Lilin
Skuama pada psoriasis berwarna putih seperti mika, alias transparan. Skuama ini
akan mengalami perubahan indeks bias ketika digores secara linear dengan alas
pinggir gelas sehingga membuat penampakan seperti lilin yang telah digores.
Fenomena Aupitz
Skuama yang berlapis-lapis pada psoriasis ini dikerok perlahan-lahan secara
lembut sehingga lama kelamaan akan terlihat fenomena Auspitz, yakni
perdarahan yang berbintik-bintik. Kerokan skuama mesti dilakukan benar-benar
perlahan dan lembut, sebab kerokan yang kasar dan terlalu dalam malah hanya
akan terlihat perdarahan yang merata.
Fenomena Koebner
Tanda klinis ini sebenarnya tidak terlalu khas, hanya 47% dari seluruh kasus.
Ditandai dengan munculnya gejala-gejala psoriasis (respon isomorfik) 7-21 hari
setelah kulit seorang psoriasis mengalami suatu trauma.
b. Apakah Differential Diagnosis pada kasus ini?
Jawab: Pada stadium penyembuhan , bahwa eritema dapat terjadi hanya dipinggir,
hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya adalah keluhan pada
dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur.
Sifilis stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis psoriasiformis.
Perbedaannya pada sifilis terdapat senggama tersangka (coitus suspectus),
pembesaran kelenjar getah bening menyeluruh, tes serologic untuk sifilis (T.S.S)
positif.
Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis karena skuamanya berminyak dan
kekuning-kuningan dan bertempat predileksi pada tempat seboroik.
c. Bagaimana epidemiologi kasus ini?
Jawab: Walaupun psoriasis terjadi secara universal, namun prevalensinya pada
tiap populasi bervariasi di berbagai belahan dunia. Studi epidemiologi dari seluruh
dunia memperkirakan prevalensi psoriasis berkisar antara 0,6 sampai 4,8%.
Prevalensi psoriasis bervariasi berdasarkan wilayah geografis serta etnis. Di
Amerika Serikat, psoriasis terjadi pada kurang lebih 2% populasi dengan
ditemukannya jumlah kasus baru sekitar 150,000 per tahun. Pada sebuah studi,
insidensi tertinggi ditemukan di pulau Faeroe yaitu sebesar 2,8%. Insidensi yang
rendah ditemukan di Asia (0,4%) misalnya Jepang dan pada ras AmerikaAfrika
(1,3%). Sementara itu psoriasis tidak ditemukan pada suku Aborigin Australia dan
Indian yang berasal dari Amerika Selatan.
Terdapatnya variasi prevalensi psoriasis berdasarkan wilayah geografis dan etnis
menunjukkan adanya peranan lingkungan fisik ( psoriasis lebih sering ditemukan
pada daerah beriklim dingin), faktor genetik, dan pola tingkah laku atau paparan
lainnya terhadap perkembangan psoriasis.Pria dan wanita memiliki kemungkinan
terkena yang sama besar.
Beberapa pengamatan terakhir menunjukkan bahwa psoriasis sedikitlebih sering
terjadi pada pria dibanding wanita. Sementara pada sebuah studi yang meneliti
pengaruh jenis kelamin dan usia pada prevalensi psoriasis, ditemukan bahwa pada
pasien yang berusia lebih muda (<20 tahun) prevalensi psoriasis ditemukan lebih
tinggi pada wanita dibandingkan pria.
Psoriasis dapat mengenai semua usia dan telah dilaporkan terjadi saat lahir dan
pada orang yang berusia lanjut. Penelitian mengenai onset usia psoriasis
mengalami banyak kesulitan dalam hal keakuratan data karena biasanya
ditentukan berdasarkan ingatan pasien tentang onset terjadinya dan rekam medis
yang dibuat dokter saat kunjungan awal.
Beberapa penelitian berskala besar telah menunjukkan bahwa usia ratarata
penderita psoriasis episode pertama yaitu berkisar sekitar 15-20 tahun, dengan
usia tertinggi kedua pada 55-60 tahun.Sementara penelitian lainnya misalnya studi
prevalensi psoriasis di Spanyol, Inggris dan Norwegia menunjukkan bahwa
terdapat penurunan prevalensi psoriasis dengan meningkatnya usia.
d. Apa etiologi kasus ini?
Jawab: Faktor genetik, meliputi:
- Ditemukan 1 lokus kerentanan psoriasis 1 (PSORSI 1) -. LOKASI MHC,
kromosom-6p21.3, manusia HLA)
A-B13, HLA-B37, HLA-Cw6, HLA-DR7- Multipel HLA HLA
- Faktor imunologik
- Defek limfosit Tsitokin
- Infeksi streptokokus
- Stres psikis
- Obat2-à al, anti malaria, βblocker, catopril, doxycycline
- Faktor genetik → berkaitan Artikel Baru HLA-B13, B17, BW57, CW6
(psoriasis tipe 1)
- HLA-B27, CW2 (psoriasis tipe 2)
- Psoriasis pustulosaà HLA-B27
Etiologi yang tepat dari PSA tetap sulit dipahami, meskipun heritabilitas, infeksi,
dan trauma fisik sering dikutip penyebab potensial. Histokompatibilitas utama alel
HLA-B27,-B7,-B13, B17-,-B57, dan Cw * 0602 telah ditemukan untuk
dihubungkan dengan PSA dalam studi kerentanan genetik. Genome lebar studi
hubungan (GWAS) pasien dengan psoriasis dan PSA baru telah mengidentifikasi
lokus kerentanan lainnya, termasuk IL23A, IL23R, IL12B, TNFAIP3, TNIP1,
IL4, IL13, dan TRAF3IP2. Grup A streptokokus telah dikaitkan dengan
perkembangan psoriasis guttate, dan RNA ribosom bakteri ini telah terdeteksi
dalam darah perifer dan cairan sinovial pasien dengan PSA. HIV dikaitkan dengan
perkembangan psoriasis dan PSA. Trauma fisik, fenomena Koebner disebut, telah
dilaporkan untuk menginduksi timbulnya psoriasis.
Penelitian menunjukkan bahwa penyakit bisa terjadi akibat gangguan di
immunesystem tersebut. Sistem kekebalan tubuh membuat sel-sel darah putih
yang melindungi tubuh dari infeksi. Pada psoriasis, sel T (salah satu jenis sel
darah putih) normal memicu peradangan di kulit. Sel-sel T juga menyebabkan sel
kulit tumbuh lebih cepat dari biasanya dan menumpuk di patch dibesarkan pada
permukaan luar kulit.
Mereka dengan riwayat keluarga psoriasis memiliki peluang lebih besar untuk
melahirkan penyakit. Beberapa orang membawa gen yang membuat mereka lebih
mungkin untuk mengembangkan psoriasis. Ketika kedua orang tua memiliki
psoriasis, anak mungkin memiliki kesempatan 50% terkena psoriasis. Sekitar
sepertiga dari mereka dengan psoriasis memiliki setidaknya satu anggota keluarga
dengan penyakit.
Beberapa faktor dapat memicu psoriasis.
• Cedera pada kulit: Luka pada kulit telah dikaitkan dengan psoriasis plak.
Misalnya, infeksi kulit, radang kulit, atau bahkan menggaruk berlebihan dapat
memicu psoriasis.
• Sunlight: Kebanyakan orang umumnya menganggap sinar matahari bermanfaat
untuk psoriasis mereka. Namun, sebagian kecil menemukan bahwa sinar matahari
yang kuat memperburuk gejala mereka. Badsunburn A dapat memperburuk
psoriasis.
• Infeksi streptokokus: Beberapa bukti menunjukkan bahwa infeksi streptokokus
dapat menyebabkan jenis psoriasis plak. Infeksi Thesebacterial telah terbukti
dapat menyebabkan psoriasis guttate, jenis psoriasis yang terlihat seperti tetesan
kecil berwarna merah pada kulit.
Psoriasis guttate. Red lesi drop-seperti yang ditemukan pada kulit. Tipe psoriasis
ini biasanya terjadi setelah streptokokus (bakteri) infeksi. Gambar milik Hon Pak,
MD.
• HIV: Psoriasis biasanya memburuk setelah seseorang telah terinfeksi HIV.
Namun, psoriasis sering menjadi kurang aktif pada infeksi HIV lanjut.
• Obat-obatan: Sejumlah obat telah terbukti memperburuk psoriasis. Beberapa
contoh adalah sebagai berikut:
o Lithium: Obat yang dapat digunakan untuk mengobati depresi
o Beta-blocker: Obat yang dapat digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi
o Antimalaria: Obat yang digunakan untuk mengobati malaria
o NSAID: Obat-obatan, seperti ibuprofen (Motrin dan Advil) atau naproxen
(Aleve), digunakan untuk mengurangi peradangan
• Stres emosional: Banyak orang melihat peningkatan psoriasis mereka ketika
stres emosional meningkat.
• Merokok: Perokok memiliki peningkatan risiko psoriasis plak kronis.
• Alkohol: Alkohol dianggap sebagai faktor risiko untuk psoriasis, terutama dalam
muda untuk laki-laki setengah baya.
• Perubahan hormon: Tingkat keparahan psoriasis dapat berfluktuasi dengan
perubahan hormonal. Puncak frekuensi penyakit selama masa pubertas dan
menopause. Gejala Apregnant wanita lebih mungkin untuk meningkatkan
daripada memburuk, jika ada perubahan terjadi pada semua. Sebaliknya, gejala
lebih mungkin untuk flare pada periode thepostpartum, jika ada perubahan terjadi
pada semua.
e. Apakah faktor resiko kasus ini?
Jawab: Perkembangan psoriasis melibatkan interaksi antara berbagai faktor
risiko genetik (9 lokus kromosom berkaitan psoriasis PSORS 1-9) faktor
lingkungan seperti infeksi streptococcus β-hemolyticus, HIV, stress, dan obat-
obatan (β-blocker dan lithium). Defisiensi folat dan vitamin B12 dapat menjadi
faktor predisposisi. Ditambah lagi, telah dibuktikan bahwa alkohol, merokok,
obesitas, DM tipe 2, dan sindrom metabolik meningkatkan risiko berkembangnya
psoriasis.
a. Infeksi, Mikroorganisme yang mempunyai hubungan kuat dengan psoriasis
adalah infeksi Streptococcus pyogenes pada tonsil dan faring yang biasa terjadi
pada anak-anak. Pada penelitian, streptococcal M-protein dikaitkan sebagai
superantigen yang memicu reaksi autoimun pada pasien psoriasis. Pada pasien
psoriasis arthritis hubungan langsung infeksi streptokokus belum dapat
dijelaskan. Namun ditemukan juga peningkatan RNA bakteri streptokokus pada
darah tepi penderita. Selain bakteri streptokokus, infeksi virus HIV juga dapat
menjadi faktor resiko psoriasis dan psoriasis arthritis.
b. Lesi muncul pada daerah skin injury yang dikenal sebagai Koebner-
phenomenon. Fenomena ini mengindikasikan aktivitas penyakit.
c. Induksi obat( yang paling sering adalah golongan beta blocker), lithium,obat
antimalaria sintetik, NSAID, ACE-inhibitor, dan antibiotic tetracycline.
d. Obesitas, DM tipe 2, metabolic syndrome, alkohol
e. Merokok
f. Stress, stress dapat mempengaruhi peningkatan respon antigen-specific T cell
melalui peningkatan migrasi sel dendritik ke kelenjar getah bening akibat
pengaruh norephineprin dari aktivasi saraf simpatik.
g. Iklim, beberapa penelitian menemukan bahwa kelainan ini berkembang lebih
cepat dan lebih sering di iklim yang dingin. Sebagai contoh, psoriasis terjadi lebih
sering pada orang Afrika-Amerika dan di Caucasia yang hidup di iklim dingin
daripada orang-orang yang hidup di Afrika.
f. Bagaimana patogenesis kasus ini?
Reaksi imunologi
Sebelumnya psoriasis dianggap sebagai suatu penyakit primer akibat gangguan
keratinosit, namun saat ini psoriasis dikenal sebagai suatu penyakit yang
diperantarai oleh sistem imun. Psoriasis melibatkan interaksi kompleks diantara
berbagai sel pada sistem imun dan kulit, termasuk sel dendritik dermal, sel T,
neutrofil dan keratinosit. Pada psoriasis, sel T CD8+ terdapat di epidermis
sedangkan makrofag, sel T CD4+ dan sel-sel dendritik dermal dapat ditemukan di
dermis superfisial. Sejumlah sitokin dan reseptor permukaan sel terlibat dalam
jalur molekuler yang menyebabkan manifestasi klinis penyakit. Psoriasis dianggap
sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun yang ditandai dengan
adanya sel T helper (Th)1 yang predominan pada lesi kulit dengan peningkatan
kadar IFN-γ, tumor necrosing factor-α (TNF-α), IL-2 dan IL-18.16 Baru-baru ini
jalur Th17 telah dibuktikan memiliki peranan penting dalam mengatur proses
inflamasi kronik. Sebagai pusat jalur ini terdapat sel T CD4+, yang pengaturannya
diatur oleh IL-23 yang disekresikan oleh sel penyaji antigen (sel dendritik
dermal).17 Sel Th17 CD4+ mensekresikan IL-17 dan IL-22 yang berperan pada
peningkatan dan pengaturan proses inflamasi dan proliferasi epidermal (keratin)
sehingga terjadi peningkatan trn over kulit lebih cepat 3-4 hari yang
bermanifestasi sebagai peninggian permukaan kulit ( plak) berskuama, serta akibat
perangsangan sitokin tadi teradi proses angiogenesis di papilla dermis yang
menyebabkan plak eritematous.
g. Bagaimana tatalaksana kasus ini?
Jawab: PASI merupakan kriteria pengukuran derajat keparahan yang paling
sering digunakan. Berupa suatu rumus kompleks yang diperkenalkan pertama kali
dalam studi penggunaan retinoid pada tahun 1978. PASI menggabungkan elemen
pada presentasi klinis yang tampak pada kulit berupa eritema, indurasi dan
skuama. Setiap elemen tersebut dinilai secara terpisah menggunakan skala 0 - 4
untuk setiap bagian tubuh: kepala dan leher, batang tubuh, ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah. Penilaian dari masing-masing tiga elemen kemudian
dijumlahkan, selanjutnya hasil penjumlahan masing-masing area tubuh dikalikan
dengan skor yang didapat dari skala 1 - 6 yang merepresentasikan luasnya area
permukaan yang terlibat pada bagian tubuh tersebut. Skor ini kemudian dikalikan
dengan faktor koreksi yang terdapat pada tiap area tubuh (0.1 untuk kepala dan
leher, 0.2 untuk ekstremitas atas, 0.3 untuk batang tubuh, dan 0.4 untuk
ekstremitas bawah). Akhirnya skor dari keempat area tubuh ditambahkan
sehingga menghasilkan skor PASI. Kemungkinan nilai tertinggi PASI adalah 72
tetapi nilai ini secara umum dianggap hampir tidak mungkin untuk dicapai.
Berdasarkan nilai skor PASI, psoriasis dapat dibagi menjadi psoriasis
ringan (skor PASI <11), sedang (skor PASI 12-16), dan berat (skor PASI
>16).
Treatment pada kasus ini adalah based PASI:
Memberikan Terapi biologic dengan efeknya memblok langkah molekuler
spesifik penting pada pathogenesis psoriasis. Macam obatnya ada infiksimal,
alefasep, etanersep, efalizumab, dan adalimumab. Obat alefasep kerjanya
berikatan dengan CD2 pada Limfosit T yang akan membloking aktifitas CD2-
LFA3 dan juga menghambat aktifitas Limfosit T yang akan menyebabkan
apoptosis limfosit T. Efikasi obat ini adalah PASI 75 pada minggu ke-14 sebesar
24%. Obat ini juga akan memonitor jumlah aktifitas CD4+ sel T setiap 2 minggu
selama pengobatan berlanjut. Obat biologic lain seperti adalimumab kerjanya
menghambat pembentukan TNF-alpha yang akan menghambat inflamasi dan
angiogenesis serta poliferasi keratinosit. Untuk efikasi golongan ini adalah PASI
75 pada minggu ke-24 sebesar 59%.(sumber: Fitzpatrick Dermatology pg 188
tabel)
Sedangkan untuk psoriasis atritisnya sendiri, jika ringan diobati dengan obat
antiinflamasi nonsteroid, jika berat dengan metotreksat
h. Bagaimana pencegahan penyakit pada kasus ini?
Jawab: Langkah untuk melakukan pencegahan psoriasis adalah dengan
menghindari factor pencetus atau trigger, berikut beberapa factor pencetus untuk
terjadinya psoriasis;
a. Trauma fisik (Fenomena Koebner) merupakan factor utama untuk
menimbulkan lesi. Gosokan dan garukan akan merangsang proses proliferasi.
Infeksi streptococcus akut akan mempresipitasi psoriasis gutata. Eksasebasi
psoriasis berat dapat merupakan manifestasi infeksi HIV.
b. Dtress emosi dapat menyebabkan flare psoriasis pada dewasa sebanyak 40 %,
dan pada anak-anak akan lebih besar lagi.
c. Obat; glukokortikoid sistemik, lithium oral, obat anti inflammation drug
(NSAID) dapat menyebabkan flare psoriasis dan erupsi obat psoriasiformis.
d. Alkohol juga merupakan factor pencetus
e. Obesitas dapat memperberat psoriasis, tetapi tidak memperngaruhi onset
f. Merokok lebih dari 20 batang sehari dapat memperberat psoriasis 2 kali lipat
dan dapat mempengaruhi onset penyakit (tidak seperti obesitas yang tidak
mempengaruhi onset penyakit)
Langkah lainnya adalah dengan konseling genetic dan edukasi kepada pasien
agar pasien mengenal dan memahami bagaimana penanganan dari psoriasis itu
sendiri.
i. Apakah komplikasi pada kasus ini?
Jawab: Menurut Siregar (2004 : 95), komplikasi psoriasis adalah sebagai berikut:
a) Dapat menyerang sendi, menimbulkan arthritis psoriasis
b) Psoriasis pustulosa : pada eritema timbul pustule miliar. Jika menyerang
telapak tangan dan kaki serta ujung jari disebut psoriasis pustule tipe barber.
Namun, jika pustule timbul pada lesi psoriasis dna juga kulit diluar lesi, dan
disertai gejala sistemik berupa panas / rasa terbakar disebut tipe zumbusch.
c) Psoriasis eritrodermia : jika lesi psoriasis terdapat diseluruh tubuh dengan
skuama halus dan gejala konstitusi berupa badan terasa panas dingin.
j. Bagaimana prognosis penyakit pada kasus ini?
Jawab: Dubia et malam
Psoriasis merupakan penyakit menetap.Tingkat keparahan arthritis pada saat
presentasi PSA dan perjalanan penyakit selanjutnya dapat berkorelasi.
Polyarthritis di hadapan peningkatan reaktan fase akut, bukti radiografi erosi
sendi, dan respon yang memadai terhadap farmakoterapi awal memprediksi
perjalanan penyakit yang lebih parah. Seperti yang terlihat pada RA, PSA secara
signifikan dapat mempengaruhi fungsi fisik dan kualitas kesehatan yang
berhubungan dengan kehidupan. Tanpa intervensi terapi cepat, kerusakan sendi
dapat terjadi dengan cepat.
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk termasuk
keterlibatan yang luas kulit, usia muda saat onset penyakit, dan riwayat keluarga
yang kuat dari psoriasis.
k. Berapakah KDU penyakit pada kasus ini?
Jawab: Kompetensi dokter umum untuk kasus psoriasis adalah 3A yaitu lulusan
dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada kasus bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya serta mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
IV. Hipotesis
Tuan Squid (46 th) mengalami psoriasis dengan psoriasis arthritis.
V. Sintesis
a. Psoriasis
Definisi
Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik yang umum dijumpai, bersifat rekuren
dan melibatkan beberapa faktor misalnya; genetik, sistem imunitas, lingkungan serta
hormonal. Psoriasis ditandai dengan plak eritematosa yang berbatas tegas dengan
skuama berlapis berwarna keputihan. Penyakit ini umumnya mengenai daerah
ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan
genitalia
Epidemiologi
Walaupun psoriasis terjadi secara universal, namun prevalensinya pada tiap populasi
bervariasi di berbagai belahan dunia. Studi epidemiologi dari seluruh dunia
memperkirakan prevalensi psoriasis berkisar antara 0,6 sampai 4,8%. Prevalensi
psoriasis bervariasi berdasarkan wilayah geografis serta etnis. Di Amerika Serikat,
psoriasis terjadi pada kurang lebih 2% populasi dengan ditemukannya jumlah kasus
baru sekitar 150,000 per tahun. Pada sebuah studi, insidensi tertinggi ditemukan di
pulau Faeroe yaitu sebesar 2,8%. Insidensi yang rendah ditemukan di Asia (0,4%)
misalnya Jepang dan pada ras AmerikaAfrika (1,3%). Sementara itu psoriasis tidak
ditemukan pada suku Aborigin Australia dan Indian yang berasal dari Amerika
Selatan.
Terdapatnya variasi prevalensi psoriasis berdasarkan wilayah geografis dan etnis
menunjukkan adanya peranan lingkungan fisik ( psoriasis lebih sering ditemukan pada
daerah beriklim dingin), faktor genetik, dan pola tingkah laku atau paparan lainnya
terhadap perkembangan psoriasis.Pria dan wanita memiliki kemungkinan terkena yang
sama besar.
Beberapa pengamatan terakhir menunjukkan bahwa psoriasis sedikitlebih sering
terjadi pada pria dibanding wanita. Sementara pada sebuah studi yang meneliti
pengaruh jenis kelamin dan usia pada prevalensi psoriasis, ditemukan bahwa pada
pasien yang berusia lebih muda (<20 tahun) prevalensi psoriasis ditemukan lebih
tinggi pada wanita dibandingkan pria.
Psoriasis dapat mengenai semua usia dan telah dilaporkan terjadi saat lahir dan pada
orang yang berusia lanjut. Penelitian mengenai onset usia psoriasis mengalami banyak
kesulitan dalam hal keakuratan data karena biasanya ditentukan berdasarkan ingatan
pasien tentang onset terjadinya dan rekam medis yang dibuat dokter saat kunjungan
awal.
Beberapa penelitian berskala besar telah menunjukkan bahwa usia ratarata penderita
psoriasis episode pertama yaitu berkisar sekitar 15-20 tahun, dengan usia tertinggi
kedua pada 55-60 tahun.Sementara penelitian lainnya misalnya studi prevalensi
psoriasis di Spanyol, Inggris dan Norwegia menunjukkan bahwa terdapat penurunan
prevalensi psoriasis dengan meningkatnya usia.
Etiologi dan patogenesis
Sebelumnya psoriasis dianggap sebagai suatu penyakit primer akibat gangguan
keratinosit, namun saat ini psoriasis dikenal sebagai suatu penyakit yang diperantarai
oleh sistem imun. Psoriasis melibatkan interaksi kompleks diantara berbagai sel pada
sistem imun dan kulit, termasuk sel dendritik dermal, sel T, neutrofil dan keratinosit.
Pada psoriasis, sel T CD8+ terdapat di epidermis sedangkan makrofag, sel T CD4+
dan sel-sel dendritik dermal dapat ditemukan di dermis superfisial. Sejumlah sitokin
dan reseptor permukaan sel terlibat dalam jalur molekuler yang menyebabkan
manifestasi klinis penyakit. Psoriasis dianggap sebagai suatu penyakit yang
diperantarai oleh sistem imun yang ditandai dengan adanya sel T helper (Th)1 yang
predominan pada lesi kulit dengan peningkatan kadar IFN-γ, tumor necrosing factor-α
(TNF-α), IL-2 dan IL-18.16 Baru-baru ini jalur Th17 telah dibuktikan memiliki
peranan penting dalam mengatur proses inflamasi kronik. Sebagai pusat jalur ini
terdapat sel T CD4+, yang pengaturannya diatur oleh IL-23 yang disekresikan oleh sel
penyaji antigen (sel dendritik dermal).17 Sel Th17 CD4+ mensekresikan IL-17 dan IL-
22 yang berperan pada peningkatan dan pengaturan proses inflamasi dan proliferasi
epidermal.
Gambaran klinis
Psoriasis merupakan penyakit papuloskuamosa dengan gambaran morfologi, distribusi,
serta derajat keparahan penyakit yang bervariasi. Lesi klasik psoriasis biasanya berupa
plak berwarna kemerahan yang berbatas tegas dengan skuama tebal berlapis yang
berwarna keputihan pada permukaan lesi. Ukurannya bervariasi mulai dari papul yang
berukuran kecil sampai dengan plak yang menutupi area tubuh yang luas.
Lesi pada psoriasis umumnya terjadi secara simetris, walaupun dapat terjadi secara
unilateral. Dibawah skuama akan tampak kulit berwarna kemerahan mengkilat dan
tampak bintik-bintik perdarahan pada saat skuama diangkat. Hal ini disebut dengan
tanda Auspitz. Psoriasis juga dapat timbul pada tempat terjadinya trauma, hal ini
disebut dengan fenomena Koebner. Penggoresan skuama utuh dengan mengggunakan
pinggir gelas objek akan menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih putih seperti
tetesan lilin.Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe
klinis psoriasis. Psoriasis vulgaris yang merupakan tipe psoriasis yang paling sering
terjadi, berupa plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas, dengan
skuama berwarna keputihan. Lesi biasanya terdistribusi secara simetris pada ekstensor
ekstremitas, terutama di siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genital.
Bentuk lainnya yaitu psoriasis inversa (fleksural), psoriasis gutata, psoriasis pustular,
psoriasis linier, dan psoriasis eritroderma
Diagnosis
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah dan biopsi
histopatologi.Pemeriksaan penunjang yang paling umum dilakukan untuk
mengkonfirmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan menggunakan pewarnaan
hematoksilin-eosin. Pada umumnya akan tampak penebalan epidermis atau akantosis
serta elongasi rete ridges. Terjadi diferensiasi keratinosit yang ditandai dengan
hilangnya stratum granulosum. Stratum korneum juga mengalami penebalan dan
terdapat retensi inti sel pada lapisan ini yang disebut dengan parakeratosis. Tampak
neutrofil dan limfosit yang bermigrasi dari dermis. Sekumpulan neutrofil dapat
membentuk mikroabses Munro. Pada dermis akan tampak tanda-tanda inflamasi
seperti hipervaskularitas dan dilatasi serta edema papila dermis. Infiltrat dermis terdiri
dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast.
Selain biopsi kulit, abnormalitas laboratorium pada penderita psoriasis biasanya
bersifat tidak spesifik dan mungkin tidak ditemukan pada semua pasien. Pada psoriasis
vulgaris yang luas, psoriasis pustular generalisata, dan eritroderma tampak penurunan
serum albumin yang merupakan indikator keseimbangan nitrogen negatif dengan
inflamasi kronis dan hilangnya protein pada kulit. Peningkatan marker inflamasi
sistemik seperti C-reactive protein, α-2 makroglobulin, dan erythrocyte sedimentation
rate dapat terlihat pada kasus-kasus yang berat. Pada penderita dengan psoriasis yang
luas dapat ditemukan peningkatan kadar asam urat serum. Selain daripada itu penderita
psoriasis juga
Diagnosis psoriasis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan gambaran klinis lesi kulit. Pada kasus-kasus tertentu, dibutuhkan
menunjukkan gangguan profil lipid (peningkatan high density lipoprotein, rasio
kolesterol-trigliserida serta plasma apolipoproteinA1).Pada beberapa studi yang
dilakukan akhir-akhir ini, tampak peningkatan kadar prolaktin serum pada penderita
psoriasis dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Diagnosis banding
Gambaran klasik psoriasis biasanya mudah dibedakan dengan penyakit kulit lainnya.
Namun lesi yang atipikal atau bentuk lesi selain plak yang klasik dapat menimbulkan
tantangan bagi diagnosis psoriasis. Plak psoriasis yang kronis seringkali menyerupai
dermatitis kronis dengan likenifikasi pada daerah ekstremitas. Tetapi biasanya pada
dermatitis kronis lesinya tidak berbatas tegas serta skuama yang terdapat pada
permukaan lesi tidak setebal pada psoriasis.Pada kasus psoriasis gutata, perlu
dipertimbangkan diagnosis pityriasis rosea serta sifilis sekunder. Pityriasis rosea
biasanya ditandai dengan makula eritematosa berbentuk oval dengan skuama tipis
yang tersusun seperti pohon cemara pada daerah badan, lengan atas serta tungkai atas.
Sebagian besar kasus diawali dengan lesi inisial yang disebut herald patch. Pada sifilis
sekunder biasanya disertai denganadanya keterlibatan telapak tangan dan kaki serta
riwayat chancre oral atau genital yang tidak terasa nyeri.
Psoriasis yang timbul pada skalp biasanya sulit dibedakan dengan dermatitis seboroik.
Pasien dengan skuama keputihan yang kering serta menebal seperti mika, walaupun
terdapat pada predileksi seboroik, biasanya merupakan psoriasis skalp.Psoriasis
inversa/fleksural harus dibedakan dengan eritrasma dan infeksi jamur. Pada eritrasma,
lesi berupa makula berbatas tegas berwarna merah kecoklatan yang biasanya terdapat
pada daerah aksila dan genital. Infeksi jamur oleh kandida, lesi berupa makula
eritematosa berbatas tegas dengan lesi satelit disekelilingnya.
Eritroderma perlu dibedakan dengan limfoma kutaneus sel T. Lesi pada limfoma
kutaneus sel T biasanya berupa lesi diskoid eritematosa yang disertai skuama dengan
distribusi yang tidak simetris.
Pengukuran derajat keparahan psoriasis
Mengukur derajat keparahan atau perbaikan klinis pada psoriasis tampaknya
merupakan hal yang mudah, tetapi pada kenyataannya hal ini menimbulkan banyak
kesulitan. Diperlukan pengukuran objektif yang terpercaya, valid, dan konsisten.
Untungnya lesi pada psoriasis biasanya cukup jelas secara klinis dan oleh sebab itu
relatif mudah untuk melakukan kuantifikasi tetapi sayangnya kuantifikasi sederhana
pada lesi bukan merupakan suatu penilaian yang lengkap pada derajat keparahan,
sebab dampak lesi psoriasis berbeda pada penderita yang satu dengan lainnya.
Konsensus oleh American Academy of Dermatology menyatakan bahwa setiap
penentuan keparahan psoriasis membutuhkan perhatian khusus pada pengaruhnya
terhadap kualitas hidup penderita. Salah satu tehnik yang digunakan untuk mengukur
derajat keparahan psoriasis yaitu dengan menggunakan Psoriasis Area and Severity
Index (PASI).
PASI merupakan kriteria pengukuran derajat keparahan yang paling sering digunakan.
Berupa suatu rumus kompleks yang diperkenalkan pertama kali dalam studi
penggunaan retinoid pada tahun 1978. PASI menggabungkan elemen pada presentasi
klinis yang tampak pada kulit berupa eritema, indurasi dan skuama. Setiap elemen
tersebut dinilai secara terpisah menggunakan skala 0 - 4 untuk setiap bagian tubuh:
kepala dan leher, batang tubuh, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Penilaian dari
masing-masing tiga elemen kemudian dijumlahkan, selanjutnya hasil penjumlahan
masing-masing area tubuh dikalikan dengan skor yang didapat dari skala 1 - 6 yang
merepresentasikan luasnya area permukaan yang terlibat pada bagian tubuh tersebut.
Skor ini kemudian dikalikan dengan faktor koreksi yang terdapat pada tiap area tubuh
(0.1 untuk kepala dan leher, 0.2 untuk ekstremitas atas, 0.3 untuk batang tubuh, dan
0.4 untuk ekstremitas bawah). Akhirnya skor dari keempat area tubuh ditambahkan
sehingga menghasilkan skor PASI. Kemungkinan nilai tertinggi PASI adalah 72 tetapi
nilai ini secara umum dianggap hampir tidak mungkin untuk dicapai.
Berdasarkan nilai skor PASI, psoriasis dapat dibagi menjadi psoriasis ringan (skor
PASI <11), sedang (skor PASI 12-16), dan berat (skor PASI >16).
Oleh karena kompleksitas skor PASI tersebut, maka bukan merupakan suatu hal yang
mengejutkan jika skor ini jarang digunakan pada praktek klinis. Skor PASI merupakan
suatu sistem penilaian yang digunakan untuk tujuan penelitian. Pada uji klinis,
persentase perubahan pada PASI dapat digunakan sebagai titik akhir penilaian terapi
psoriasis. The United States Food and Drug Administration (FDA) menggunakan 75%
perbaikan pada skor PASI sebagai penilaian respon terapi pada pasien psoriasis.
Beberapa kesulitan dalam penggunaan skor PASI diantaranya; kesulitan dalam
menentukan skor serta kurangnya korelasi dengan hasil akhir yang dilaporkan oleh
pasien sendiri. Pengukuran luas permukaan
tubuh bersifat tidak konsisten diantara para peneliti, sehingga menyebabkan
variabilitas inter observer yang signifikan. Hal terpenting lainnya, skor PASI tidak
secara jelas memperkirakan dampak dari penyakit terhadap pasien. Beberapa
penelitian yang menilai korelasi antara PASI dengan kualitas hidup penderita telah
menunjukkan konsistensi yang rendah.
Beberapa variasi dari PASI telah dikembangkan untuk memperbaiki kelemahan ini
serta untuk mengurangi waktu dan usaha yang diperlukan dalam melakukan penilaian.
Salah satu variasi yang menarik adalah meminta pasien melakukan PASI modifikasi
terhadap dirinya sendiri. Penilaian ini disebut Self Administered PASI (SAPASI).
SAPASI memiliki korelasi yang baik dengan PASI serta responsif terhadap terapi.
SAPASI khususnya memberikan manfaat pada studi epidemiologi berskala besar
dimana penilaian oleh dokter terhadap semua pasien dianggap tidak praktis
Terapi
Pengobatan anti psoriasis berspektrum luas baik secara topikal maupun sistemik telah
tersedia. Sebagian besar obat-obatan ini memberikan efek sebagai imunomodulator.
Sebelum memilih regimen pengobatan, penting untuk menilai perluasan serta derajat
keparahan psoriasis.
Pada dasarnya, mayoritas kasus psoriasis terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu
gutata, eritrodermik/pustular, dan plak kronis yang merupakan bentuk yang paling
sering ditemukan. Psoriasis gutata biasanya mengalami resolusi spontan dalam waktu
6 sampai 12 minggu. Kasus psoriasis gutata ringan seringkali tidak membutuhkan
pengobatan, tetapi pada lesi yang meluas fototerapi dengan menggunakan sinar
ultraviolet (UV) B serta terapi topikal dikatakan memberikan manfaat.
Psoriasis eritrodermik/pustular biasanya disertai dengan gejala sistemik, oleh karena
itu diperlukan obat-obatan sistemik yang bekerja cepat. Obat yang paling sering
digunakan pada psoriasis eritrodermik/pustular adalah asitretin. Pada beberapa kasus
psoriasis pustular tertentu, penggunaan kortikosteroid sistemik mungkin diperlukan.
Pada psoriasis plak yang kronis, pemberian terapi dilakukan berdasarkan perluasan
penyakit. Untuk psoriasis plak yang ringan (<10% luas permukaan tubuh), terapi
topikal lini pertama dapat digunakan emolien, glukokortikoid atau analog vitamin D3
sedangkan lini kedua dapat dilakukan fototerapi dengan menggunakan sinar UVB.
Pada psoriasis plak yang sedang (>10% luas permukaan tubuh) dapat diberikan terapi
lini pertama seperti pada psoriasis ringan sedangkan lini keduanya dapat berupa
pengobatan sistemik misalnya metotreksat, asitretin, serta agen-agen biologi seperti
alefacept dan adalimumab. Untuk plak psoriasis berat (>30% luas permukaan tubuh),
terapi terutama menggunakan obat-obat sistemik.
b. Anatomi, Histologi , Fisiologi Kulit dan Adneksa Kulit
Anatomi Histologi
Struktur Kulit
Kulit, atau dikenal juga sebagai integumen, melapisi permukaan luar tubuh dan
berfungsi sebagai pelindung, pengatur suhu tubuh, sekresi kelenjar, pendeteksi sensasi
sensoris di kulit, dan sintesis vitamin D.
Secara garis besar, kulit tersusun atas tiga lapisan:
1. Lapisan epidermis
Ada empat tipe sel utama di epidermis:
a. Keratinosit, yang menyusun hampir seluruh epidermis, tersusun dalam empat
lapisan (atau lima pada thick skin atau kulit tebal seperti di telapak tangan dan kaki).
Dari lapisan luar ke dalam: stratum korneum, stratum lusidum (hanya ada pada thick-
skin), stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.
1) Stratum korneum (lapisan tanduk)
Lapisan kulit paling luar dan terdiri dari beberapa lapis sel-sel mati keratinosit
berbentuk gepeng, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin
(zat tanduk).
2) Stratum lusidum
Lapisan ini hanya terdapat pada thick-skin seperti telapak tangan dan kaki. Merupakan
lapisan sel-sel gepeng keratinosit tanpa inti dengan protoplasma yang berubah
menjadi protein yang disebut eleidin. Mengandung keratin dalam jumlah besar.
3) Stratum granulosum
Terdiri dari beberapa lapis sel-sel keratinosit yang mulai mengalami apoptosis.
Pada sitoplasma keratinosit, terdapat granul-granul keratohialin. Mukosa biasanya
tidak mempunyai lapisan ini.
4) Stratum spinosum
Terdiri atas sel-sel keratinosit yang saling terhubung oleh desmosom atau
interceluller bridges. Protoplasma keratinosit jernih dengan inti terletak di tengah-
tengah. Keratinosit berbentuk polygonal dan semakin gepeng semakin dekat dengan
permukaan. Sel langerhans dan melanosit juga terdapat pada lapisan ini.
5) Stratum basale
Merupakan lapisan epidermis paling bawah yang tersusun dari keratinosit
berbentuk kubus (kuboid) atau kolumnar. Sel keratinosit pada lapisan ini masih
memiliki organel yang lengkap. Melanosit dan sel merkel tersebar di antara sel-sel
keratinosit lapisan ini.
b. Melanosit menghasilkan glanuler melanin (glanuler pigmen) yang memberikan
warna pada kulit dan dapat mengabsorp sinar ultraviolet (UV) sehingga tidak terjadi
kerusakan DNA nukleus.
c. Sel langerhans berfungsi dalam respon imun dan melindungi kulit dari mikroba.
d. Sel merkel terletak pada lapisan paling dalam dari epidermis (stratum basale)
dan terhubung dengan saraf sensori. Sel ini berfungsi dalam menyampaikan sensasi
sentuhan.
2. Lapisan dermis
Terletak di bawah lapisan epidermis dan lebih tebal daripada epidermis.
Dermis tersusun dari jaringan ikat yang mengandung kolagen dan serat-serat elastik.
Berdasarkan struktur jaringan, dermis terbagi menjadi dua regio:
a. Pars papillary tersusun dari jaringan ikat aerolar dengan kolagen yang tipis
dan serat elastik halus. Regio ini membentuk tonjolan-tonjolan (papil) ke arah
epidermis. Papil-papil tersebut dapat mengandung kapiler dan beberapa reseptor
taktil, seperti badan Meissner yang peka terhadap sentuhan dan ujung-ujung saraf
bebas.
b. Pars reticuller tersusun dari jaringan ikat padat ireguler yang mengandung
fibroblast, bundel kolagen, dan serat elastik kasar. Serat-serat kolagen pada regio ini
saling menyilang dan membentuk struktur seperti jaring. Sel-sel lemak, folikel
rambut, saraf, kelenjar sebasea (kelenjar minyak), dan kelenjar sudoriferous (kelenjar
keringat) mengisi ruang-ruang antar serat-serat tersebut.
3. Lapisan subkutis/hypodermis
Disebut juga lapisan hipodermal. Terdiri dari jaringan ikat areolar dan sel-sel
adiposa (lemak) berbentuk bulat besar dengan inti yang terdesak ke pinggir
sitoplasma. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu sama lain oleh
trabekula dan fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose. Di lapisan ini
terdapat badan paccini yang sensitif terhadap tekanan, pembuluh darah, dan saraf.
Vaskularisasi Kulit
Vaskularisasi di sini terdiri dari 3 dimensi yaitu 2 sistem pleksus paralel
dengan kulit dan 1 sistem vertikal yang menghubungkan bagian atas dan bawah dari
dari kedua pleksus tadi. Mikrosirkulasi berasal dari interkonekting di atas, untuk
vaskularisasi epidermis dan apendises. Vaskularisasi berfungsi nutrisi, regulasi
temperatur dan tekanan darah, serta respon inflamasi.
Apendises Kulit Terdiri dari kelenjar keringat ekrin dan apokrin, serta kelenjar
minyak.
Persyarafan dan Inervasi Kulit
Ujung syaraf bebas untuk sensasi dingin, panas, sakit, tekanan, dan gatal. Di
sekitar bulbus dan folikel rambut terdapat badan Ruffini untuk sensasi rabaan halus.
Di sekitar papila dermis palmar dan plantar banyak terdapat badan Meissner untuk
sensasi rabaan atau sentuhan, di bagian lebih dalamnya terdapat badan Paccini untuk
sensasi vibrasi atau tekanan. Sensasi vibrasi ini terkait dengan badan glomus yang
berhubungan dengan regulasi tekanan darah. Di sekitar sel Merkel terdapat badan
Hederiform IVY-shaped untuk sensasi sentuhan.
Kuku
Kuku terbentuk dari sel-sel terkeratinasi dan memiliki beberapa segmen
anatomis. Yang pertama adalah akar kuku atau matriks, yang bermula pada bagian
dasar dari kuku. Bagian paling proksimal ditutupi oleh jaringan epidermal (lipatan
kuku) dan tidak terlihat oleh mata. Jaringan pada bagian ujung lipatan kuku adalah
kutikula, yang melekat pada lempeng kuku, bergerak bersamanya dalam jarak yang
pendek saat lempeng bertumbuh, dan kemudian lepas. Area yang terang, berbentuk
sabit yang terproyeksi dari bawah lipatan kuku ibu jari adalah bagian dari matriks
yang dapat terlihat. Area ini disebut lunula (bulan kecil) dan umumnya tidak terihat
pada kuku jari tangan yang lain atau pada jari kaki.
Bagian utama dari kuku adalah lempeng kuku, yang terbentuk saat sel-sel
matriks berubah dan menjadi sel-sel pipih bertanduk dengan tingkat perlekatan yang
tinggi. Di bawah lempeng kuku adalah dasar kuku, yang tumbuh keluar dari lapisan
sel basal epidermis. Dasar kuku tidak memanjang hingga ke bagian ujung lempeng
kuku. Area dari bagian ujung dasar kuku ke lekukan distal dari kuku disebut
hiponikium. Area ini penting, karena banyak kondisi medis yang berbeda muncul dari
lokasi ini.
Kuku ibu jari tumbuh dalam laju yang lebih lambat daripada jari kuku lain.
Sebagai tambahan, kuku-kuku jari dari individu yang sama tumbuh pada laju yang
berbeda. Beberapa faktor dapat mempengaruhi laju pertumbuhan kuku dan meliputi
genetik, usia (laju pertumbuhan melambat selama dekade ketiga kehidupan), dan
cuaca (laju pertumbuhan meningkat selama masa-masa yang lebih hangat dalam
tahun).
Gambar 8.3 Kuku
Kuku merupakan lempeng yang membentuk pelindung membungkus
permukaan dorsal falang terakhir jari tangan dan kaki.
Menjelang akhir bulan ketiga kehamilan epidermis pada permukaan dorsal
falang terminal setiap jari merambah bagian dermis dibawahnya. Pada kuku
pertumbuhan terjadi sepanjang garis datar lengkung dan sedikit miring terhadap
permukaan bagian proximal. Lempeng epidermis membelah uintuk menjadi alur kuku
dan sel epidermis yang paling dalam dari alur kuku berpoliferasi membentuk matriks
kuku. Dengan berlanjutnya differensiasi dan proliferasi sel dibagian bawah matriks,
lempeng kuku yang terbentuk terdorong keluar dari alur dna perlahan-lahan meluas
diatas permukaan dorsal jari-jari mengarah ke ujung distal. Epidermis yang tepat
dibawahnya menjadi dasar kuku. Lempeng kuku sendiri terletak di dalam alur kuku
dan menjadi berbentuk U bila dilihat dari atas dan diapit lipatan kulit yaitu dinding
kuku. Epidermis dasar kuku berlanjut di bagian distal dengan epidermis ujung jari
dibawah ujung kuku. Pada pertautannya epidermis stratum korneum menebal disebut
hiponikium. Akar kuku selanjutnya bersatu dengan lempeng kuku pada garis
lengkung , bagian yang terlihat pada bagian distal alur kuku yang disebut lunula. Sel-
sel stratum korneum meluas dari dinding kuku ke permukaan lempeng kuku sebagai
eponikium atau kutikula
Fisiologi
Kulit merupakan organ paling luas permukaannya yang membungkus seluruh
bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan
kimia, cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap
mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit
merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat
perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat, kekuning–kuningan,
kemerah–merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang
terjadi pada tubuh gangguan kulit karena penyakit tertentu Gangguan psikis juga
dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada kulit. Misalnya karena stress,
ketakutan atau dalam keadaaan marah, akan terjadi perubahan pada kulit wajah.
Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah seseorang telah lanjut usia atau
masih muda. Wanita atau pria juga dapat membedakan penampilan kulit. Warna kulit
juga dapat menentukan ras atau suku bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro,
kulit kuning bangsa mongol, kulit putih dari eropa dan lain-lain.
Perasaan pada kulit adalah perasaan reseptornya yang berada pada kulit. Pada
organ sensorik kulit terdapat 4 perasaan yaitu rasa raba/tekan, dingin, panas, dan sakit.
Kulit mengandung berbagai jenis ujung sensorik termasuk ujung saraf telanjang atau
tidak bermielin. Pelebaran ujung saraf sensorik terminal dan ujung yang berselubung
ditemukan pada jaringan ikat fibrosa dalam. Saraf sensorik berakhir sekitar folikel
rambut, tetapi tidak ada ujung yang melebaratau berselubung untuk persarafan
kulit.Penyebaran kulit pada berbagai bagian tubuh berbeda-beda dan dapat dilihat dari
keempat jenis perasaan yang dapat ditimbulkan dari daerah-daerah tersebut. Pada
pemeriksaan histologi, kulit hanya mengandung saraf telanjang yang berfungsi
sebagai mekanoreseptor yang memberikan respon terhadap rangsangan raba. Ujung
saraf sekitar folikel rambut menerima rasa raba dan gerakan rambut menimbulkan
perasaan (raba taktil). Walaupun reseptor sensorik kulit kurang menunjukkan ciri
khas, tetapi secara fisiologis fungsinya spesifik. Satu jenis rangsangan dilayani oleh
ujung saraf tertentu dan hanya satu jenis perasaan kulit yang disadari
Fungsi Kulit
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin
kelangsungan hidup secara umum yaitu :
1. Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan
iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar
ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya
bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut–serabut jaringan penunjang
berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam
melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning (pengobatan
dengan asam asetil).
2. Proteksi rangsangan kimia
Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap
berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang
melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil
ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5-6,5. Ini
merupakan perlindungan terhadap infeksi jamur dan sel–sel kulit yang telah mati
melepaskan diri secara teratur.
3. Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut dalam
lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut
mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal
tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah di antara sel, menembus sel–sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar
dan yang lebih banyak melalui sel–sel epidermis.
4. Pengatur panas
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini
karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur panas,
medulla oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu visceral 36-37,5 derajat
untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik dari arterial
kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan
kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan
pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi
pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak
dikeluarkan).
5. Ekskresi
Kelenjar–kelenjar kulit mengeluarkan zat–zat yang tidak berguna lagi atau zat
sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang
diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan
berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit
tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman
pada kulit.
6. Persepsi
Kulit mengandung ujung–ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis, terhadap
dingin diperankan oleh dermis, peradaban diperankan oleh papila dermis dan markel
renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis. Serabut saraf sensorik lebih
banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
7. Pembentukan Pigmen
Sel pembentukan pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum dibentuk
oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar matahari
memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan–tangan
dendrit sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna kulit tidak
selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebaltipisnya kulit,
reduksi Hb dan karoten.
8. Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal
yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum. Makin ke
atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Semakin lama
intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini
berlangsung terus menerus seumur hidup. Keratinosit melalui proses sintasis dan
degenerasi menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kira–kira 14-21 hari dan
memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik
9. Pembentukan vitamin D
Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses tersebut.
Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
c. Imunologi
Kulit digambarkan sebagai tempat pertarungan imunologik tubuh. Reaksi imunologik
cenderung terjadi di kulit dibanding di organ lain misalnya vaskulitis akut meskipun reaksi
serupa juga terjadi di ginjal. Imunitas tuberculosis diukur di kulit. Imunisasi yang
menyuntikkan mikroba yang diinaktifkan di kulit menginduksi respon imun dan
melindungi seluruh tubuh.
Kulit merupakan alat tubuh terluas yang berperan sebagai sawar fisik terhadap
lingkungan dan inflamasi. Banyak antigen asing masuk tubuh melalui kulit dan respon
imun sudah diawali di kulit.
Epidermis, lapisan kulit terluar merupakan epitel yang tersusun berlapis yang terdiri
atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, stratum
germinativum dan stratum basalis. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapisan sel dari
keratinosit yang berdiferensiasi dan lapisan granular yang terdiri atas sel pipih yang
berisikan granul keratohialin. Stratum korneum merupakan lapisan sel tanpa nucleus
terluar dari epidermis dan berfungsi sebagai sawar utama kulit.
Sel-sel keratinosit dari epidermis diikat satu sama lainnya dengan sangat kuat karena
mempunyai sistokeleton yang terdiri atas filament keratin. Di bagian lebih dalam ikatan ini
lebih bebas.
Di bawah epidermis ada membrane basal, daerah khusus berupa matriks adhesi
ekstraseluler. Di daerah ini ditemukan struktur khusus yang merupakan tempat epidermis
diikat oleh dermis. Struktur tersebut disebut matriks yang terdiri atas polisakarida dan
protein berupa kolagen yang membentuk makromolekul.lebih dalam ikatan ini lebih
bebas.
Di bawah epidermis ada membrane basal, daerah khusus berupa matriks adhesi
ekstraseluler. Di daerah ini ditemukan struktur khusus yang merupakan tempat epidermis
diikat oleh dermis. Struktur tersebut disebut matriks yang terdiri atas polisakarida dan
protein berupa kolagen yang membentuk makromolekul(kompleks adhesi). Bila salah satu
tempat berikatan khusus itu rusak atau tidak dibentuk, adhesi matriks-sel atau sel-sel
terganggu. Kemudian terjadi pemisahan yang menimbulkan akumulasi cairan di rongga
ekstraseluler dan terbentuk lepuh. Membrane basal sangat mudah rusak atau terganggu
fungsinya dan merupakan tempat umum terjadinya lepuh.
Desmosom adalah organel adhesive yang mengikat keratinosit dan merupakan titik
hubungan antarsel keratinosit. Dua jenis sel membentuk desmosom, masing-masing
memberikan setengah organel yang identik. Jadi struktur yang terbentuk mengandung dua
plak interseluler yang parallel, keratin ke dalam serta inti desmosom merupakan tempat
yang merentangkan rongga interseluler epidermal yang tipis.
Hemidesmososm adalah struktur yang berfungsi sebagai jangkar sel basal ke
membrane basal.
1. Kulit sebagai Organ Limfoid
Epidermis yang merupakan bagian kulit terluar mengandung keratinosit, melanosit, sel
Langerhans, sel T dan dermis mengandung sel intraepitel dan makrofag.
Komponen utama sistem imun kulit terdiri atas keratinosit, sel Langerhans, limfosit
intraepidermal yang ditemukan dalam epidermis dan sel T dalam dermis.
Kulit tidak kurang penting dibanding organ limfoid primer seperti timus. Komponen
imun utama kulit adalah keratinosit, sel epitel squamosa yang merupakan sel utama
epidermis yang memproduksi berbagai sitokin seperti IL-1, IL-6, IL-10, TGF-beta dan
TNF-alfa yang berperan dalam reaksi imun nonspesifik, inflamasi dan modulasi/regulasi
respon imun di kulit.
Antigen Presenting Cell/sel langerhans, sel dendritik, makrofag dan sel T yang
memiliki reseptor seperti TCR dan Fc-R memberikan spesifitas dari respon imun. Limfosit
epidermal merupakan sekitar 2 % dari limfosit dalam kulit(sisanya dalam dermis). Sel T
intradermal yang eksresikan reseptor yang lebih terbatas dibanding dengan sel T di luar
kulit.
Di bawah epidermis adalah dermis yang mengandung kolagen yang memproduksi
fibroblast. Dermis juga mempunyai pembuluh darah, berbagai struktur adneksal seperti
folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea.
Vaskulatur dermis terdiri atas jarring pleksus yang mengandung arteriol, kapiler dan
venul. Limfatik dermal ditemukan bersamaan dengan pleksus vascular. Pada kulit normal,
sejumlah kecil limfosit ditemukan perivaskular yang sebagian besar adalah sel T.
Dermis mengandung sel CD4+ terutama perivaskular yang disertai dengan sedikit
makrofag. Hal tersebut hampir sama dengan yang ditemukan dengan jaringan ikat di organ
lain. Sel T biasanya mengekspresikan petanda fenotipe sel yang diaktifkan atau sel
memori.
2. Komponen sistem imun kulit
Sel dendritik utama kulit adalah sel Langerhans yang ditemukan tersebar luas di seluruh
epidermis dalam stratum Malpighi atau prickle cell layer. Sel tersebut berperan dalam
induksi aktivasi sel T pada dermatitis alergi, dermatitis kontak,penolakan transplant dan
respon imun lainnya, baik normal maupun patologik. Sel langerhans yang ditemukan
dalam bagian suprabasal epidermis merupakan sel dendritik imatur dari sistem imun kulit.
3. Reaksi Imun di Kulit
Kulit dapat menjadi sasaran dari berbagai kelainan imunopatologik termasuk kelainan
yang tergolong dalam reaksi Gell dan Coombs. Kulit juga terlibat dalam banyak penyakit
sistemik yang melibatkan organ tubuh lain.
VI. Kerangka Konsep
VII. Kesimpulan
Tn. Squid (64 th) menderita psoriasis vulgaris dengan komplikasi psoriasis
arthritis.
Mutasi gen (PSORS1 di kromosom 6 dan MHC nya, serta PSORS 2 di kromosom 17 q)
Faktor lingkungan: merokok, stress, alkohol, trauma, infeksi,iklim
Hiperproliferasi keratosit
Psoriasis vulgaris
(papula, plak, eritema)
Reaksi imulogi (autoimun)
Psoriasis arthritis
InflamasiNeovaskularisasi
DAFTAR PUSTAKA
Boyd AS, Neldner KH. The isomorphic response of Koebner. Int J Dermatol 1990;29:401-10.
Thappa DM. The Isomorphic phenomenon of koebner. Indian J Dermatol Venereol Leprol.
2004; 70: 187-9.
Traub, Marshall. Psoriasis – pathophysiology, conventional, and alternative approachesto
treatment. Alternative Med Rev. 2007; 12 (4): 319-30.
http://www.emedicinehealth.com/psoriasis/page2_em.htm # psoriasis_causes
http://www.hexpharmjaya.com/page/skizon-n.aspx
http://www.hopkinsarthritis.org/arthritis-info/psoriatic-arthritis/
http://id.scribd.com/doc/150155748/refrat-kulit-Autosaved-2
http://kesehatankita.net/2013/03/fakta-menarik-seputar-pelembab/