62
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net www.parlemen.net KATA PENGANTAR KETUA TIM KAJIAN PENINGKATAN KINERJA DPR RI Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga kami mempunyai kesempatan yang sangat berharga untuk dapat menyelesaikan tugas yang diamanatkan oleh DPR RI berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 12/PIMP/III/2005-2006 tanggal 16 Februari 2006, hingga menyusun laporan hasil kerja Tim yang kemudian dituangkan dalam bentuk buku. Adapun latar belakang dibentuknya Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI adalah untuk merespons penilaian negatif terhadap kinerja DPR RI dari berbagai kalangan masyarakat. Dalam pelaksanaan fungsi legislasi, masyarakat menilai RUU yang dihasilkan oleh DPR RI belum menyentuh kehidupan masyarakat banyak dan belum dapat memenuhi target jumlah penyelesaian RUU yang telah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Sedangkan dalam fungsi pengawasan, masyarakat menilai pengawasan DPR RI melalui rapat kerja dan kunjungan kerja belum efektif, dan dalam fungsi anggaran, masyarakat menilai APBN belum memberikan porsi yang cukup bagi kebutuhan masyarakat. Pada awalnya Tim mencoba mengidentifikasi masalah dan penyebab yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan fungsi Dewan, kemudian Tim mengundang berbagai pihak, baik dari internal maupun dari eksternal DPR Rl. Mereka begitu serius dan antusias memberi masukan-masukan terhadap peningkatan kinerja DPR RI yang bertujuan agar DPR RI dapat meningkatkan pelaksanaan fungsi dan perannya, sehingga dapat memenuhi harapan masyarakat. Dari berbagai masukan tersebut Tim menyusun solusi dan rekomendasi yang diharapkan dapat mengatasi hambatan dalam pelaksanaan fungsi DPR RI. Penyusunan buku laporan hasil kinerja Tim ini telah melalui proses yang cukup panjang. Buku ini diharapkan dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya dan menjadi panduan bagi Anggota dan seluruh Alat Kelengkapan Dewan untuk dapat mereformasi diri dan bekerja dengan baik. Segala perubahan tetap membutuhkan kemauan dan kemampuan DPR RI sendiri dan berbagai pihak terkait, serta dapat dilakukan secara bertahap. Akhir kata, atas selesainya buku laporan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung, baik dukungan teknis maupun substansi, termasuk kepada semua pihak yang telah memberi masukan bagi peningkatan kinerja DPR RI. Semoga buku laporan kinerja ini bermanfaat dan dapat mengembangkan demokrasi yang sehat di Indonesia, amiin. Jakarta, Desember 2006 Ketua Tim ttd Zaenal Ma'arif, SH., MA.

Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

KATA PENGANTAR KETUA TIM KAJIAN PENINGKATAN KINERJA DPR RI

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga kami mempunyai kesempatan yang sangat berharga untuk dapat menyelesaikan tugas yang diamanatkan oleh DPR RI berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 12/PIMP/III/2005-2006 tanggal 16 Februari 2006, hingga menyusun laporan hasil kerja Tim yang kemudian dituangkan dalam bentuk buku.

Adapun latar belakang dibentuknya Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI adalah untuk merespons penilaian negatif terhadap kinerja DPR RI dari berbagai kalangan masyarakat. Dalam pelaksanaan fungsi legislasi, masyarakat menilai RUU yang dihasilkan oleh DPR RI belum menyentuh kehidupan masyarakat banyak dan belum dapat memenuhi target jumlah penyelesaian RUU yang telah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Sedangkan dalam fungsi pengawasan, masyarakat menilai pengawasan DPR RI melalui rapat kerja dan kunjungan kerja belum efektif, dan dalam fungsi anggaran, masyarakat menilai APBN belum memberikan porsi yang cukup bagi kebutuhan masyarakat.

Pada awalnya Tim mencoba mengidentifikasi masalah dan penyebab yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan fungsi Dewan, kemudian Tim mengundang berbagai pihak, baik dari internal maupun dari eksternal DPR Rl. Mereka begitu serius dan antusias memberi masukan-masukan terhadap peningkatan kinerja DPR RI yang bertujuan agar DPR RI dapat meningkatkan pelaksanaan fungsi dan perannya, sehingga dapat memenuhi harapan masyarakat. Dari berbagai masukan tersebut Tim menyusun solusi dan rekomendasi yang diharapkan dapat mengatasi hambatan dalam pelaksanaan fungsi DPR RI.

Penyusunan buku laporan hasil kinerja Tim ini telah melalui proses yang cukup panjang. Buku ini diharapkan dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya dan menjadi panduan bagi Anggota dan seluruh Alat Kelengkapan Dewan untuk dapat mereformasi diri dan bekerja dengan baik. Segala perubahan tetap membutuhkan kemauan dan kemampuan DPR RI sendiri dan berbagai pihak terkait, serta dapat dilakukan secara bertahap.

Akhir kata, atas selesainya buku laporan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung, baik dukungan teknis maupun substansi, termasuk kepada semua pihak yang telah memberi masukan bagi peningkatan kinerja DPR RI. Semoga buku laporan kinerja ini bermanfaat dan dapat mengembangkan demokrasi yang sehat di Indonesia, amiin.

Jakarta, Desember 2006 Ketua Tim

ttd Zaenal Ma'arif, SH., MA.

Page 2: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

SAMBUTAN KETUA DPR RI

Saya menyambut baik penerbitan buku Peningkatan Kinerja DPR RI, yang merupakan

laporan Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI. Sebagaimana kita ketahui, gerakan reformasi yang kemudian sampai pada perubahan terhadap UUD 1945 memang banyak menyentuh lembaga perwakilan rakyat, baik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Perubahan UUD 1945 yang terkait dengan DPR menyangkut 3 (tiga) fungsi utama DPR dan DPRD, yaitu fungsi legislasi, fungsi penetapan anggaran dan fungsi pengawasan. Sejarah praktek penyelenggaraan pemerintahan kita menggambarkan, sebelum reformasi dan perubahan UUD 1945 ditandai dengan kuatnya peran lembaga eksekutif (executive heavy). Sebaliknya, dalam era reformasi dan UUD 1945 pasca amandemen terjadi reposisi peran dari masing-masing lembaga yang memegang kekuasaan negara, baik di bidang eksekutif, maupun legislatif, dan yudikatif. Di bidang legislasi misalnya, terjadi pergeseran kekuasaan dari Presiden kepada DPR. Demikian pula dalam bidang pengawasan, terjadi peningkatkan peran DPR RI, karena beberapa kebijakan publik yang sebelumnya menjadi hak prerogatif Presiden, sekarang harus dikonsultasikan, mendapat pertimbangan, bahkan persetujuan dari DPR RI. Perubahan ini membawa kesan adanya perubahan yang mengarah kepada penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai dengan kuatnya lembaga legislatif (legislative heavy). Namun, sesungguhnya pergeseran yang dimaksud tidaklah demikian, karena perubahan yang terjadi adalah menuju suatu hubungan kerja yang seimbang antara lembaga eksekutif dan legislatif dalam bingkai mekanisme checks and balances.

Meningkatnya peran Dewan dalam penyelenggaraan pemerintahan, menarik perhatian publik untuk memberikan sorotan atau penilaian terhadap kinerja lembaga tersebut. Sorotan ini sekaligus membawa harapan agar Dewan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya yang digariskan dalam UUD 1945 dan peraturan perundangundangan Iainnya, serta mampu memenuhi harapan masyarakat. Hal ini tentunya menuntut komitmen yang kuat (full committed) Anggota Dewan terhadap konsistusi dan peraturan perundang-undangan yang ada.

Dalam konteks itu, kehadiran buku ini sangatlah bemanfaat. Gambaran mengenai kondisi, permasalahan, solusi, dan rekomendasi yang terdapat dalam buku ini sekaligus menjadi bentuk komunikasi DPR terhadap publik. Keistimewaan dari buku ini adalah suatu hasil evaluasi internal Dewan yang tetap menjaga obyektivitas kondisi dan permasalahan yang ada. Bahkan, dalam bukun ini secara jelas diungkapkan beberapa kelemahan, baik Iembaga, maupun individu Anggota DPR RI.

Akhirnya, saya mengucapkan selamat kepada Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR yang mempersembahkan kepada masyarakat berbagai kondisi, permasalahan, solusi, dan rekomendasi dalam rangka peningkatan kinerja DPR RI sekarang dan di masa-masa yang akan datang. Kiranya buku ini dapat menjadi acuan bagi kita semua dalam upaya mendorong peningkatan kinerja DPR RI, dalam rangka mewujudkan kehidupan demokrasi yang Iebih baik dalam penyelenggaraan pemerintahan RI.

Jakarta, Desember 2006 Ketua DPR RI

ttd H.R Agung Laksono

Page 3: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL DPR RI

Bismillahirrahmanirrahim,

Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah S.W.T. kami menyambut baik diterbitkannya Buku Peningkatan Kinerja DPR RI ini, yang merupakan hasil dari kerja keras Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI bersama Sekretariat Jenderal DPR RI yang dimulai dari menghimpun berbagai masukan, mengkaji, menganalisa dan mengevaluasi kondisi dan permasalahan yang ada, kemudian mencarikan solusi, serta merumuskan rekomendasi, hal ini merupakan sebuah pekerjaan yang patut diapresiasi. Semuanya dilakukan dalam upaya bagi peningkatan kinerja DPR RI, serta sebagai salah satu langkah untuk lebih memberdayakan Dewan, utamanya dalam pelaksanaan tugas - tugas konstitusional Dewan.

Di tengah era reformasi dan globalisasi ini, kita semua dihadapkan pada tantangan berupa perubahan lingkungan strategis yang sangat cepat dan dinamis. Setiap individu dan organisasi dituntut untuk mampu beradaptasi menghadapi kondisi ini, termasuk DPR RI sebagai salah satu Lembaga Negara di Republik ini, memikul beban berat untuk dapat mewakili aspirasi seluruh rakyat Indonesia, disamping tuntutan untuk dapat menunjukkan eksistensi melalui pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai salah satu perwujudan kinerja Dewan. Seiring dengan itu, sebagaimana dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 Pasal 99 tentang Susunan dan Kedudukan DPR, MPR, DPD dan DPRD: Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas MPR, DPR, dan DPD dibentuk sekretariat jenderal yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden; dan dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI Tahun 2005 - 2006, Pasal 219, diatur tugas Sekretariat Jenderal DPR RI; sebagai institusi yang merupakan sistem pendukung Parlemen (Parliament Supporting System). Dalam posisi tersebut Sekretariat Jenderal DPR RI harus mampu berjalan seiring dan mengikuti setiap derap langkah serta ritme kegiatan Dewan. Sehingga segala tuntutan maupun permasalahan yang dihadapi oleh Dewan, merupakan tugas Sekretariat Jenderal DPR RI untuk menindaklanjuti serta memberikan dukungannya secara optimal demi terpenuhinya seluruh tuntutan yang ada.

Kami sampaikan terima kasih kepada Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI, karena dengan diterbitkannya buku ini akan menjadi salah satu referensi bagi kami dalam pelaksanaan tugas-tugas Sekretariat Jenderal DPR RI, sehingga diharapkan dapat tercipta optimalisasi pelaksanaan tugas-tugas Sekretariat Jenderal DPR RI dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan.

Buku Peningkatan Kinerja ini berisi deskripsi lengkap sekaligus evaluasi mengenai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas Dewan dan Sekretariat Jenderal selain itu memuat berbagai masukan dan rekomendasi yang aplikatif,sehingga amat berarti bagi pemberdayaan dan Peningkatan Kinerja DPR RI serta Sekretariat Jenderal Dengan demikian diharapkan dapat memberikan solusi atas tantangan yang dihadapi DPR RI dan Sekretariat Jenderal DPR RI di era reformasi dan globalisasi ini.

Atas upaya ini sekali lagi kami mengucapkan terima kasih atas kerja keras dari Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI. Semoga pemikiran serta ide-ide dari Tim yang tertuang dalam buku ini tidak hanya bermanfaat bagi peningkatan kapasitas DPR RI dan Sekretariat Jenderal DPR RI, namun juga bagi lembaga lain serta masyarakat pada umumnya, melalui tatanan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana yang kita harapkan dan cita – citakan

Akhirnya, sebagai sebuah karya yang baru dilaksanakan, Sekretariat Jenderal sebagai unsur pendukung membuka diri untuk membantu Dewan dalam menerima berbagai saran, masukan, dan harapan yang ingin disampaikan, sehingga akan merupakan koreksi yang konstruktif bagi peningkatan kinerja DPR dan Sekretariat Jenderal pada masa yang akan datang.

Page 4: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Desember 2006 Sekretaris Jenderal,

ttd Faisal Djamal, SH.,MSi.

Page 5: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

EXECUTIVE SUMMARY

Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis dan penting dalam tatanan kehidupan kenegaraan, yaitu melalui kedudukan yang memiliki kewenangan penuh dalam pembentukan undang-undang, fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah Iainnya oleh eksekutif, serta dalam fungsi penetapan anggaran negara.

Dengan demikian dalam melakukan fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi anggaran, DPR-RI yang jauh Iebih kuat dibandingkan dengan era sebelumnya. Perubahan tersebut membawa konsekuensi, bahwa tuntutan masyarakat terhadap kinerja Dewan semakin meningkat. Namun, dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, DPR-RI belum didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan prasarana yang memadai sehingga pelaksanaan ketiga fungsi DPR RI (Iegislasi, anggaran, dan pengawasan) belum optimal, seperti yang diharapkan.

Di bidang legislasi, pembentukan undang-undang belum dapat memenuhi jumlah yang ditentukan dalam prioritas tahunan dan beberapa undang-undang yang dihasilkan belum memberi manfaat Iangsung terhadap kehidupan masyarakat. Selain itu, masyarakat menilai bahwa proses pembahasan rancangan undang-undang kurang transparan. Ketiga permasalahan tersebut menimbulkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja DPR di bidang legislasi.

Di bidang anggaran, masyarakat menilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara belum menjawab kebutuhan masyarakat. Dalam hal alokasi anggaran belanja negara, masyarakat menginginkan agar perencanaan anggaran dilakukan dengan cost efectiveness serta tepat sasaran bagi kepentingan masyarakat. Namun, dalam pelaksanaannya tidak semua harapan masyarakat tersebut dapat terwujud.

Pada bidang pengawasan terdapat beberapa permasalahan, antara lain rendahnya efektivitas pengawasan melalui rapat komisi dan slat kelengkapan Dewan Iainnya, kunjungan. kerja Anggota DPR RI dalam menyerap aspirasi masyarakat (konstituen) yang sering tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya oleh Pemerintah. Oleh sebab itu, masyarakat menilai bahwa DPR-RI belum efektif dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta dalam menciptakan check and balances.

Sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan citra Dewan perlu dilakukan upaya-upaya strategis bagi peningkatan kinerja Dewan. Dengan kinerja yang optimal, Dewan akan mendapatkan legitimasi yang semakin kuat dari masyarakat dan konstituen. Dengan parlemen yang kuat secara fungsional, diharapkan dapat dibangun sistem check and balances yang berkualitas antara Dewan dan Pemerintah.

Sejauh ini DPR RI telah melakukan perubahan dan penyempurnaan Peraturan Tata Tertib Dewan guna meningkatkan kinerjanya. Namun, penyempurnaan Peraturan Tata Tertib tersebut belum dapat menjamin perbaikan kinerja Dewan. Oleh karena itu, DPR-RI telah membentuk Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI (bidang Korkesra) dan dibantu oleh 4 (empat) orang Wakil Ketua yang berasal dari dan dipilih oleh anggota Tim. Tim ini beranggotakan 20 orang Anggota Dewan yang terdiri dari 10 Fraksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Tim didukung oleh sebuah sekretariat yang keanggotaannya ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal.

Pembentukan Tim ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang menghambat kinerja Dewan, mengidentifikasi unsur-unsur penyebab timbulnya masalah-masalah, mengkaji alternatif-alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan, mengkaji dan menganalisa berbagai masukan yang terkait dengan upaya peningkatan kinerja Dewan, dan merumuskan rekomendasi dan Iangkah-Iangkah perbaikan guna peningkatan kinerja Dewan.

Selama kurang lebih 8 (delapan) bulan Tim bekerja telah teridentifikasi sejumlah permasalahan yang diperoleh dari berbagai sumber, baik dari kalangan Pemerintah maupun

Page 6: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

lembaga non pemerintah dalam dan luar negeri, serta para pakar pemerhati masalah-masalah keparlemenan.

Untuk mempermudah analisa, maka hasil Identifikasi tersebut dikelompokkan kedalam masing-masing fungsi Kedewanan yaitu; Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan fungsi pengawasan serta pembahasan mengenai sistem pendukung yang terdiri dari; Sekretariat Jenderal DPR RI, Penyerapan aspirasi rakyat, komunikasi publik, dan manajemen kerumahtanggaan DPR-Rl.

Hasil yang teridentifikasi mulai dari permasalahan, penyebab masalah, solusi dan rekomendasi masing-masing sebagai berikut; Dalam permasalahan diperoleh kesimpulan bahwa; Masih banyak produk Undang-undang yang dihasilkan oleh DPR-Rl belum memberikan manfaat Iangsung terhadap kehidupan masyarakat. Hal ini disebabkan karena partisipasi publik dalam proses penyusunan Undang-undang masih minim, sehingga perumusan mated undang-undang seringkali tidak sesuai dengan harapan dan tuntutan masyarakat. DPR jugs belum mempunyai sumberdaya yang cukup untuk mendukung pelaksanaan tugas ini.

Oleh karena itu solusi yang disampaikan adalah perlunya meningkatkan sosialisasi tentang mekanisme dan prosedur serta proses penyusunan Undang-undang, sehingga masyarakat dapat memperoleh kesempatan untuk akses dan memberikan masukan kepada DPR-RI sebagaimana yang diharapkan.

Page 7: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Di bidang legislasi DPR tidak dapat memenuhi target Prolegnas, di bidang pengawasan, pengawasan yang dilakukan kepada Pemerintah kurang efektif. Sementara dibidang anggaran-kurang memenuhi harapan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD 1945) telah menempatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada kedudukan yang strategis dalam hal pembentukan undangundang, pelaksanaan fungsi pengawasan dan fungsi anggaran. Dalam pembentukan undang-undang, DPR menjadi lembaga yang paling dominan. Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa "Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang". Kemudian dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, Presiden perlu memperhatikan pertimbangan DPR dalam hal mengangkat duta dan menerima penempatan duta negara lain (Pasal 13 ayat (2) dan (3)). Dengan demikian kekuasaan DPR jauh lebih kuat dibandingkan dengan era sebelumnya.

Perubahan tersebut membawa konsekuensi, bahwa tuntutan masyarakat terhadap kinerja Dewan juga semakin meningkat. Namun, setelah delapan tahun pasca reformasi masyarakat menilai DPR RI belum dapat melaksanakan fungsinya secara optimal seperti yang diharapkan. Hal ini tergambar dari berbagai hasil survei atau jajak pendapat yang dilakukan, baik oleh media massa maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM). Secara umum dikatakan bahwa kinerja DPR RI buruk dan menyebabkan citra DPR belum baik sebagaimana mestinya.

Di bidang legislasi, pencapaian hasil UU belum mampu memenuhi jumlah yang ditentukan sebelumnya dalam prioritas tahunan. Selama satu tahun pertama perjalanan DPR periode 2004-2009, DPR hanya menghasilkan 14 UU dari 55 RUU yang telah ditetapkan dalam prioritas tahunan dalam Program Legialsi Nasional (Prolegnas). Selain itu, beberapa produk UU yang dihasilkan dinilai belum aplikatif, serta belum secara signifikan berpihak pada kelompok rentan dalam masyarakat. Sebagian besar UU yang dihasilkan adalah UU perubahan dan pembentukan pengadilan sebagai konsekwensi dari adanya pemekaran wilayah. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja Dewan di bidang legislasi.

Di bidang anggaran, dalam beberapa perspektif yang menyangkut alokasi belanja negara, ada harapan dari masyarakat agar perencanaan anggaran dilakukan dengan cost effectiveness, serta tepat sasaran bagi kepentingan masyarakat. Namun, dalam pelaksanaannya tidak semua harapan masyarakat tersebut dapat diwujudkan oleh Dewan, dan dinilai yang terjadi justru sebaliknya yaitu kebijakan yang menambah beban pengeluaran keuangan rakyat.

Dalam hal pengawasan, Dewan kerapkali hanya mengikuti angin politik yang berkembang, dimana kepentingan low politics sering mengalahkan high politics, sehingga pengawasan yang dilakukan oleh Dewan kurang efektif dan hanya dianggap menghambat kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah. Bagi masyarakat, pengawasan yang dilakukan Dewan dianggap lamban, tidak sungguh-sungguh dan kurang responsif terhadap permasalahan yang berkembang, sehingga masyarakat merasa kurang mendapat empati dan keberpihakan dari Dewan.

Perubahan UUD 1945:telah memberikan penguatan terhadap DPR di bidang, legislasi pengawasan dan anggaran, namun hasil penelitian dan pendapat masyarakat menyatakan bahwa kinerja DPR belum optimal.

Page 8: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Oleh karena itu, untuk memperbaiki dan meningkatkan citra Dewan perlu dilakukan upaya-upaya strategis bagi peningkatan kinerja Dewan. Kinerja dalam arti pencapaian hasil dapat dinilai menurut pelaku, yaitu hasil yang diraih oleh individu (kinerja individu Anggota Dewan), kelompok (kinerja kelompok Alat Kelengkapan Dewan), institusi (kinerja organisasi Dewan) dan kinerja program atau kebijakan. Kinerja Dewan dapat dimaknai juga sebagai unjuk kerja Anggota yang dapat diamati dari sisi kedisiplinan dalam bekerja, ketepatan dalam bekerja, kerjasama dalam mencapai produktifitas kerja yang optimal. Dengan kinerja yang optimal, Dewan akan mendapatkan legitimasi yang semakin kuat dari masyarakat dan konstituen. Dengan parlemen yang kuat secara fungsional maka diharapkan dapat dibangun sistem check and balance yang berkualitas antara Dewan dan Pemerintah.

Sejauh ini memang telah dilakukan perubahan dan penyempurnaan Peraturan Tata Tertib DPR RI guna meningkatkan kinerja Dewan. Akan tetapi, ternyata penyempurnaan Peraturan Tata Tertib DPR RI tersebut belum dapat sepenuhnya memperbaiki kinerja Dewan.

Kekecewaan, kritik, serta tanggapan negatif masyarakat terhadap DPR perlu dijadikan bahan bagi perbaikan kinerja Dewan. Oleh karena itu, Dewan merasa perlu untuk membentuk Tim Kajian Peningkatan Kinerja Dewan. Pembentukan Tim ini didasari pada : 1 Rapat Bamus DPR RI tanggal 1 Desember 2005, digagas pembentukan tim DPR RI yang

tugasnya antara lain untuk pemetaan dan pembenahan masalah-masalah kedewanan. 2 Rapat Konsultasi Pimpinan DPR RI dengan Pimpinan Fraksi-fraksi sebagai pengganti

Bamus tanggal 22 Desember 2005, disepakati dibentuk sebuah tim pemetaan permasalahan dalam pelaksanaan tugas Dewan.

3 Rapat Pimpinan DPR RI tanggal 14 Pebruari 2006, diputuskan pembentukan tim yang diberi nama Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI, yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI KORKESRA, sebagaimana diatur dalam Pasal 71 Peraturan Tata Tertib DPR.

4 Rapat Paripurna Tanggal 21 Pebruari 2006 telah mengumumkan pembentukan dan nama-nama Anggota "TIM KAJIAN PENINGKATAN KINERJA DPR RI", yang telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 12 /PIMP/III/2005-2006 tanggal 16 Pebruari 2006.

B. Maksud dan Tujuan

Pembentukan Tim dimaksudkan untuk dapat melakukan pemetaan terhadap permasalahan yang dihadapi DPR RI yang diidentifikasi menjadi hambatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, serta mencari penyebab terjadinya masalah tersebut. Hasil pemetaan kemudian dianalisis untuk dapat menghasilkan solusi dan rekomendasi.

Tim Kajian Peningkatan Kinerja Dewan ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi mengenai berbagai Iangkah yang perlu dilakukan guna memperbaiki kinerja Dewan dalam menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran, serta dapat memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat. Dengan demikian diharapkan akan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada DPR RI.

C. Metode Penulisan

Kajian terhadap kinerja DPR RI dilaksanakan melalui: a Pengidentifikasian Masalah dan Penyebab Masalah

Tim Kajian Peningkatan Kinerja Dewan memulai tugasnya dengan mengidentifikasi masalah dan penyebabnya yang diduga menjadi hambatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan. Identifikasi masalah dan penyebabnya didapat dari berbagai hasil penelitian yang fokus menyoroti kinerja Dewan.

Untuk meningkatkan Kinerja Dewan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, DPR membentuk Tim Kajian Peningkatan Kinerja Dewan.

Page 9: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

b Pengumpulan Data dan Informasi Berdasarkan hasil identifikasi dan penyebab masalah, Tim mengundang berbagai pihak, baik intern DPR RI maupun ekstern DPR RI. Dari intern DPR RI, Tim mengundang Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan dan Fraksi-fraksi, serta Sekretaris Jenderal DPR RI dan beberapa pejabat pada bagian dalam Setjen DPR RI. Sedangkan dari ekstern DPR RI, Tim mengundang berbagai pihak, seperti LSM pemerhati DPR RI (termasuk LSM dari pihak asing yang berada di Jakarta), pimpinan media massa dan para wartawan koordinatoriat DPR RI, serta mengundang pimpinan lembaga-lembaga Pemerintah, seperti LAN, LIPI, BPK, Bappenas, dan Lemhannas. Tidak hanya itu, Tim juga mengunjungi kantor redaksi surat kabar harian Kompas di Jakarta dan Jawa Pos di Surabaya. Tim juga melakukan study visit ke Parlemen Kanada dan Parlemen Australia untuk menambah dan mendukung data dan informasi yang telah dikumpulkan. Berbagai pihak tersebut memberikan masukan terhadap berbagai permasalahan yang diidentifikasi oleh Tim dan permasalahan lain yang berkaitan dengan DPR RI pada umumnya. Dari berbagai masukan yang dikumpulkan, Tim menganalisis dan mengkiasifikasi sesuai dengan permasalahan yang telah diidentifikasi sebelumnya.

c Perumusan Solusi dan Rekomendasi Berdasarkan data tersebut, Tim mengolah, menganalisis, dan merumuskan alternatif solusi dan rekomendasi, kemudian menuangkannya dalam sebuah buku laporan hasil kerja Tim.

D. Sistematika Penulisan

Buku laporan ini terdiri dari lima bab, yaitu Bab I Pendahuluan berisi latar belakang masalah, maksud dan tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Dalam Bab II dimuat Kinerja Dewan dalam Kerangka Konseptual. Bab ini menjabarkan konsep dan peraturan perundang-undangan mengenai tugas dan fungsi DPR RI, serta sistem pendukung terhadap Kinerja Dewan.

Selanjutnya, Bab III tentang Pelaksanaan dan Permasalahan dalam Kinerja DPR RI. Bab ini menggambarkan kinerja DPR RI dalam melaksanakan tiga fungsinya dan sistem pendukung kinerja DPR RI tersebut. Sedangkan Bab IV memuat Solusi dan Rekomendasi. Bab ini berisi alternatif solusi dan rekomendasi terhadap pelaksanaan dan permasalahan dalam kinerja DPR RI. Terakhir, Bab V Penutup berisi kesimpulan dan saran.

Page 10: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BAB II KINERJA DEWAN DALAM KERANGKA KONSEPTUAL

A. TUGAS DAN FUNGSI DPR

Untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Dewan dalam pelaksanaan fungsinya, diperlukan adanya tolok ukur sebagai pedoman untuk menghubungkan antara tatanan ideal yang diharapkan dengan apa yang terjadi di dalam praktek pelaksanaannya. Tolok ukur tersebut dapat dituangkan dalam suatu kerangka konsepsional yang digunakan dalam kajian ini. Konsep-konsep yang terkait dengan kinerja Dewan, antara lain konsep perwakilan, konsep kinerja, fungsi-fungsi lembaga perwakilan, termasuk konsep sistem pendukung sebagai penunjang pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan (supporting system). Konsepkonsep tersebut akan dijabarkan melalui pendekatan ilmiah dan pendekatan yuridis normatif.

Dasar negara Pancasila yang terkandung di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), antara lain menyatakan bahwa "... kerakyatan yang dipimpin oleh hi km at kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan". Dasar ideologis tersebut cukup menjelaskan adanya prinsip perwakilan di dalam negara Republik Indonesia. Setelah Perubahan UUD 1945, dikenal dua macam sistem perwakilan (representation) di Indonesia yaitu, pertama perwakilan rakyat di DPR yang dipilih melalui pemilu dengan peserta pemilu adalah partai politik, sehingga, perwakilannya disebut sebagai perwakilan politik (political representation). Kedua, perwakilan yang mewakili daerah (provinsi) yaitu DPD yang dipilih melalui pemilu dengan peserta pemilu perseorangan, sehingga perwakilannya disebut perwakilan wilayah atau ruang (regional representation).

Ada beberapa teori dan pendapat pakar politik yang mengungkapkan keterkaitan antara eksistensi Anggota DPR sebagai wakil rakyat dengan masyarakat luas sebagai terwakil. Gilbert Abcarian membagi keberadaan wakil rakyat di parlemen ke dalam empat perspektif yaitu: 1 Wakil rakyat bertindak sebagai wali (trustee), disini si wakil bebas bertindak untuk

mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri tanpa berkonsultasi dengan yang diwakilinya;

2 Wakil rakyat bertindak sebagai utusan (delegate), disini si wakil bertindak sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya, si wakil selalu mengikuti instruksi dan petunjuk dari yang diwakilinya;

3 Wakil rakyat bertindak sebagai politico, disini si wakil kadang bertindak sebagai wali dan ada kalanya bertindak sebagai utusan yang tergantung isu; dan

4 Wakil rakyat bertindak sebagai partisan, disini si wakil bertindak sesuai dengan keinginan atau program dari partai si wakil. Setelah si wakil terpilih maka lepaslah hubungannya dengan pemilih/masyarakat dan mulailah hubungannya dengan partai yang mencalonkannya dalam pemilu tersebut. Selanjutnya terdapat beberapa teori yang menyangkut hubungan si wakil dengan yang

diwakilinya yang antara lain dikemukan oleh Bintan Saragih (1987: 82-86). Teori pertama adalah teori mandat di mana si wakil yang duduk di lembaga perwakilan karena mandat dari rakyat sehingga disebut mandataris. Kedua adalah teori organ yang menyatakan bahwa negara merupakan suatu organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapannya seperti eksekutif, parlemen dan mempunyai rakyat yang kesemuanya mempunyai fungsi masing-masing dan saling tergantung satu sama lain. Setelah rakyat memilih wakilnya, tidak perlu lagi mencampuri lembaga perwakilan tersebut dan lembaga ini bebas melakukan fungsinya menurut UUD. Teori ketiga adalah teori sosiologi Rieker yang menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan bangunan politis tetapi merupakan bangunan masyarakat (sosial). Si pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang benar-benar ahli dalam bidang kenegaraan dan yang akan benar-benar membela kepentingan si pemilih sehingga terbentuk lembaga perwakilan. Teori keempat adalah teori hukum obyektif dari Duguit yang menyatakan bahwa dasarnya pada hubungan antara rakyat dan parlemen adalah solidaritas. Wakil rakyat dapat melaksanakan tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat. Sedangkan

Page 11: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

rakyat tidak akan dapat melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya tanpa mendukung wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah. Jadi ada pembagian kerja.

Berdasarkan teori tentang hubungan si wakil dan terwakil atau antara Anggota DPR

dengan pemilih/konstituen (rakyat), terdapat satu hal pokok yaitu bahwa Anggota DPR bertindak mewakili dan mengikuti atau mewujudkan aspirasi masyarakat dalam sebuah lembaga perwakilan yang merupakan bangunan masyarakat yang memiliki keahlian dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang tertentu sebagaimana Iayaknya tugas pokok lembaga perwakilan di dalam bangunan negara demokrasi.

Selanjutnya perlu dikemukakan konsep kinerja. Istilah "kinerja" merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan sebagai "penampilan" atau "prestasi kerja." Dalam kamus Illustrated Oxford Dictionary, istilah ini menunjukkan "the execution or fulfilment of a duty" (pelaksanaan atau pencapaian dari suatu tugas).

Permasalahan sistem penilaian kinerja diartikan Schuler sebagaimana dikutip oleh Y. Keban (2004:192) sebagai suatu proses penilaian kinerja. Dalam pandangannya proses penilaian kinerja dapat menggunakan (1) pendekatan komparatif, (2) standar-standar absolut, (3) pendekatan tujuan, dan (4) indeks yang bersifat Iangsung atau objektif. Penilaian kinerja seperti inilah yang selalu dijadikan alasan masyarakat dalam menilai kinerja Dewan terutama dalam menjalankan ketiga fungsi yang dimilikinya, termasuk juga memperjuangkan dan atau menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

Pengukuran kinerja telah dikembangkan dalam dua pendekatan utama yaitu pendekatan yang menilai perilaku/pendekatan perilaku (quality of task-oriented bahavior) dan pendekatan yang menilai hasil dan manfaat yang diberikan/pendekatan hasil (result-oriented criteria). Keduanya sama-sama penting dalam rangka pengembangan organisasi dalam jangka panjang. Pendekatan perilaku mempelajari perilaku yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi DPR Sedangkan pendekatan hasil mempelajari apakah hasil yang diperoleh telah sesuai dengan tuntutan atau distribusi secara adil kepada mereka yang membutuhkan. Apakah kinerja DPR telah dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.

Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 20A ayat (1) adalah fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Ketentuan di dalam UUD 1945 tersebut kemudian dijabarkan ke dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Berdasarkan penjelasan Pasal 25 undang-undang tersebut, yang dimaksud

Dari-sekian banyak teori tentang.hubungan si wakil dan terwakil atau antara Anggota DPR dengan pemilih/konstituen (rakyat), terdapat satu hal pokok yaitu bahwa Anggota DPR bertindak mewakili dan mengikuti atau mewujudkan aspirasi masyarakat dalam sebuah lembaga perwakilan yang merupakan bangunan masyarakat yang memiliki keahlian dalam menjalankan tugas, fungsi dari-wewenang tertentu sebagaimana layaknya tugas pokok lembaga perwakilan di dalam bangunan negara demokrasi.

Berdasarkan pemaparan mengenai proses penilaian kinerja ini dapat diketahui benang merah perbedaan pendapat selama ini antara Anggota DPR dengan masyarakat dalam kaitannya dengan penilaian kinerja Dewan. Dewan melakukan proses penilaian kinerja yang menekankan pada quality of task-oriented bahavior. Sedangkan masyarakat menilai kinerja melalui pendekatan hasil yang menekankan result-oriented criteria. Setiap Anggota dewan telah melakukan, tugas dan fungsinya secara optimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun demikian masyarakat tetap menganggap hasil dari pelaksanaan, tugas dan fungsi Dewan belum dapat memenuhi keinginan,dan harapannya.

Page 12: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

dengan fungsi legislasi adalah fungsi membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Pengertian fungsi anggaran adalah fungsi menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Sedangkan yang dimaksud dengan fungsi pengawasan adalah fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang, dan peraturan pelaksanaannya. 1 Fungsi Legislasi

Di dalam fungsi pembentukan undang-undang atau fungsi legislasi, parlemen berfungsi membuat undang-undang yang mengatur warga negara baik di bidang politik, kesejahteraan maupun hal lain. Oleh karena itu, parlemen sering disebut sebagai badan legislatif atau badan pembuat undang-undang.

Dasar hukum atas pelaksanaan fungsi legislasi DPR, diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 2003, dan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Dasar yuridis tersebut mengatur ketentuan formal dan material pembentukan undang-undang. Ketentuan formal yang dimaksud menyangkut lembaga dan proses pembentukannya, sedangkan ketentuan material mengatur mengenai hal-hal apa yang diatur di dalam undang-undang atau dapat disebut sebagai materi muatan undang-undang.

Pasal 20 UUD 1945 menyebutkan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk UU. Sementara Pasal 5 menyebutkan Presiden berhak mengajukan RUU. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Jika RUU itu tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Kewajiban bagi Presiden yaitu mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU. Sedangkan dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari kerja semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.

Ketentuan di dalam UUD 1945 tersebut selanjutnya dijabarkan di dalam undang-undang. Paling tidak terdapat dua undang-undang yang terkait dengan fungsi legislasi tersebut, yaitu UU No. 22 Tahun 2003 dan UU No. 10 Tahun 2004. Selanjutnya undang-undang tersebut dijabarkan secara lebih detail dalam Peraturan Tata Tertib yang membahas tentang kekuasaan membentuk UU.

Secara keseluruhan, pembentukan Undang-undang dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.

Perencanaan

Program legislasi nasional merupakan bagian dari perencanaan penyusunan undang-undang. Hal ini merupakan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undnagan yang menyebutkan bahwa perencanaan penyusunan undang-undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional. Pada ketentuan umum Pasal 1 angka 8 disebutkan bahwa Program legislasi nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis. Di dalam penjelasan Pasal 15 UU No. 10 Tahun 2004 disebutkan bahwa agar pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara berencana maka pembentukan undang-undang perlu dilakukan berdasarkan Program Legislasi nasional. Dalam Prolegnas tersebut ditetapkan skala prioritas sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat. Untuk maksud tersebut, maka Prolegnas memuat program legislasi jangka panjang, menengah, dan tahunan. Prolegnas hanya memuat program penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat pusat. Dalam penyususnan program tersebut perlu ditetapkan pokok materi yang hendak diatur serta kaitannya dengan

Page 13: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

undang-undang Iainnya. Oleh karena itu penyusunan Prolegnas disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh DPR dan Pemerintah.

Pembentukan Undang-undang melalui fungsi legislasi DPR merupakan bagian dari pembangunan hukum, khususnya pembangunan materi hukum. Manfaat dari program legislasi nasional bagi pelaksanaan fungsi legislasi DPR adalah menjamin agar pembangunan materi hukum dilaksanakan secara terarah, menyeluruh, dan terpadu. Oleh karena itu, penyusunan program legislasi nasional didasarkan pada visi dan misi pembangunan hukum nasional. Visi dan misi pembangunan hukum nasional menjiwai materi hukum yang akan dibentuk. Dengan demikian, program legislasi nasional tidak sekedar daftar keinginan saja, melainkan daftar yang dilandasi kebutuhan serta visi pembangunan hukum nasional.

Program legislasi nasional pada dasarnya hasil dari rumusan atau kesepakatan bersama antara Pemerintah dan DPR. Oleh karena itu, sebelum melahirkan satu program legislasi nasional, DPR dan Pemerintah masing-masing menyusun program legislasi nasional. Berdasarkan Pasal 16 UU No. 10 tahun 2004, Penyusunan Program Legislasi Nasional di Iingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi (Badan Legislasi DPR RI). Sedangkan penyusunan program legislasi nasional di Iingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang peraturan perundang-undangan (Menteri Hukum dan HAM). Koordinasi penyusunan program legislasi nasional antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui Badan Legislasi DPR RI.

Penyusunan program legislasi nasional merupakan salah satu tugas dari Badan Legislasi DPR RI. Tugas tersebut dirumuskan dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a Peraturan Tata tertib DPR dengan kalimat sebagai berikut: " menyusun program legislasi nasional yang memuat daftar urutan RUU untuk satu masa keanggotaan dan prioritas setiap Tahun Anggaran, yang selanjutnya dilaporkan dalam Rapat Paripurna untuk ditetapkan dengan Keputusan DPR". Penyusunan program serta urutan prioritas tersebut dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu:

1) Menginventarisasi masukan dari anggota Fraksi, Komisi, DPD, dan masyarakat untuk ditetapkan menjadi keputusan Badan Legislasi:

2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada angka (1) merupakan bahan konsultasi dengan Pemerintah:

3) Hasil konsultasi dengan Pemerintah dilaporkan kepada Rapat Paripurna untuk ditetapkan.

Penyusunan program dan urutan prioritas disertai pula dengan evaluasi. Oleh karena itu, Badan Legislasi diberikan wewenang pula untuk melakukan evaluasi terhadap program dan urutan prioritas RUU.

Penyusunan dan Pengajuan

Pasal 21 UUD 1945 menyebutkan bahwa anggota DPR berhak mengajukan usul Rancangan undang-undang. Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. Selanjutnya Pasal 22D ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat, dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dengan demikian, Rancangan Undang-Undang dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. Berdasarkan Pasal 17 UU No. 10 Tahun 2004, RUU yang diajukan tersebut disusun berdasarkan Prolegnas. Namun hanya DPR dan Presiden yang dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas.

Mengingat kekuasaan membentuk undang-undang berada di tangan DPR sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, maka sudah selayaknya DPR lebih pro aktif dalam penyusunan RUU. Hal ini mengingat bahwa seringkali untuk mengukur kinerja DPR dalam fungsi legislasi, dilakukan dengan menghitung berapa jumlah UU yang berasal dari DPR,

Page 14: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

kemudian dibandingkan dengan UU yang berasal dari Pemerintah. Pasal 121 ayat (5) peraturan Tata tertib DPR menyebutkan bahwa setiap pengajuan RUU disertakan penjelasan, keterangan pengusul, dan/atau naskah akademis.

Pembahasan

Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh Komisi, Badan Legislasi, atau Panitia Khusus. Pembahasan Rancangan UndangUndang di DPR dilakukan melalui dua tingkat Pembicaraan. Tingkat I dilakukan dalam Rapat Komisi/Rapat Badan Legislasi/Rapat Panitia Khusus bersama-sama Pemerintah. Pembicaraan Tingkat I meliputi: a Pandangan dan pendapat Fraksi terhadap RUU dari Pemerintah; atau Pandangan dan

pendapat Fraksi-Fraksi dan DPD terhadap RUU dari Pemerintah untuk RUU-RUU tertentu: atau Pandangan dan pendapat Pemerintah terhadap RUU dari DPR, atau Pandangan dan Pendapat Pemerintah dan DPD terhadap RUU dari DPR untuk RUU tertentu,

b Tanggapan Pemerintah atas pandangan dan Pendapat Fraksi-Fraksi atau tanggapan pemerintah atas pandangan dan Pendapat fraksifraksi dan DPD untuk RUU tertentu; atau Tanggapan Pimpinan Komisi/Badan Legislasi/Panitia Khusus atas pandangan dan pendapat Pemerintah atau Tanggapan Pimpinan Komisi/Badan Legislasi/Panitia Khusus atas pandangan dan pendapat Pemerintah dan DPD untuk RUU tertentu;

c Pembahasan RUU berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah. (Pembahasan Iebih mendetail, pasal demi pasal bahkan menyangkut tata bahasa) Dalam pembicaraan Tingkat I ini DPR dapat mengadakan rapat intern dan rapat dengar

pendapat dengan masyarakat untuk mencari masukan atau menangkap aspirasi dari masyarakat. Pada tingkat ini, kegiatan RDPU dalam rangka menangkap aspirasi masyarakat menjadi faktor penting dalam ukuran kinerja DPR, karena seringkali masyarakat menilai apakah UU tersebut aspiratif atau tidak, memenuhi kebutuhan masyarakat atau tidak, serta bagaimana DPR menyikapi dan memperjuangkan aspirasi masyarakat tersebut. Pembicaraan Tingkat II dilakukan dalam Rapat Paripurna. Pembicaraan Tingkat II meliputi: a penyampaian laporan hasil pembicaraan Tingkat I; b Pendapat akhir Fraksi-Fraksi dan Pendapat akhir Pemerintah. c Pengambilan Keputusan. Proses Pengesahan dan Pengundangan

RUU yang sudah disetujui bersama disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk ditandatangani dan disahkan. Apabila dalam jangka waktu 15 hari kerja, RUU tersebut belum disahkan, maka Pimpinan DPR mengirim surat kepada Presiden untuk meminta penjelasan. Apabila tidak juga disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU disetujui, maka RUU tersebut sah menjadi undang-undang. Menteri Hukum dan HAM mengundangkan dengan menempatkan-nya dalam Lembaran Negara. Proses Sosialisasi dan Evaluasi

Sosialisasi undang-undang dilakukan baik oleh Pemerintah maupun DPR. DPR dapat melakukan sosialisasi atau pemantauan terhadap undang-undang pada masa reses (masa DPR tidak bersidang). Apabila ditemui suatu UU tidak dapat berlaku efektif atau mengalami hambatan dalam penerapannya, maka DPR dapat mengajukan usulan untuk melakukan

Page 15: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Secara yuridis, undang-undang dapat dikatakan berkualitas apabila memenuhi ketentuan yang diatur dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan baik secara formil maupun materiil.

perubahan terhadap Undang-Undang tersebut. Apabila suatu Undang-Undang tidak dapat berlaku efektif, karena peraturan pelaksanaannya belum Iengkap, maka, DPR dapat mengingatkan Pemerintah untuk segera melengkapi Peraturan Pelaksanaannya.

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004, dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yang meliputi : a kejelasan tujuan; b kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d dapat dilaksanakan; e kedayagunaan dan kehasilgunaan; f kejelasan rumusan; dan g keterbukaan

Kemudian, materi muatan peraturan perundang-undangan harus mengandung asas

a pengayoman; b kemanusiaan; c kebangsaan; d kekeluargaan; e kenusantaraan; f bhinneka tunggal ika; g keadilan; h kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Selain asas tersebut, peraturan perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Sementara apabila dilihat dari proses, maka pembentukan undang-undang merupakan proses pembuatan undang-undang yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan. Di dalam proses pembentukan undang-undang ini ada satu tahapan yang penting yaitu partisipasi masyarakat.

2 Fungsi Anggaran

Pelaksanaan fungsi anggaran DPR dijabarkan dalam Undang-Undang tentang Keuangan Negara dan secara lebih detail diatur Peraturan Tata Tertib seperti yang terlihat dalam uraian Pasal 144 Peraturan Tata Tertib. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dibidang anggaran, DPR mengadakan kegiatan sebagai Pembicaraan Pendahuluan dengan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selanjutnya pembahasan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang didahului dengan penyampaian Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara beserta Nota Keuangannya oleh Presiden. Hal-hal yang terkait dengan materi pembahasan yaitu 1 Laporan Realisasi Semester I dan prognosis enam bulan berikutnya

Page 16: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

2 Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan perkembangan dan/atau perubahan dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi • perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; • perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; • keadaan yang menyebabkan harus dilakukannya pergeseran anggaran antar unit

organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; dan/atau • keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus

digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan. Selain itu DPR juga mengadakan kegiatan pembahasan dan penetapan Rancangan

Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta pembahasan dan penetapan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Selanjutnya di dalam Pasal 145 disebutkan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Sedangkan Rancangan Rencana Kerja Pemerintah tersebut disusun oleh Pemerintah untuk dibahas dan disepakati bersama dengan DPR. Selanjutnya Rencana Kerja Pemerintah yang telah dibahas dan disepakati bersama dengan DPR, menjadi pedoman bagi penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk selanjutnya ditetapkan menjadi satu kesatuan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan menjadi acuan kerja Pemerintah yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Mengenai pembicaraan pendahuluan dalam rangka penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 146, maka dilakukan selambat-Iambatnya pada pertengahan bulan Mei, yang meliputi: - kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya dan pokokpokok kebijakan fiskal; - kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap Kementerian

Negara/ Lembaga dalam penyusunan usulan anggaran. Selanjutnya Komisi-komisi di DPR dengan Kementerian Negara/ Lembaga melakukan

Rapat Kerja dan/atau Rapat Dengar Pendapat untuk membahas rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/ Lembaga tersebut. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran yang dilakukan Komisi-Komisi dengan Kementerian Negara/Lembaga, selanjutnya disampaikan kepada Panitia Anggaran DPR RI.

Pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara disertai Nota Keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya disampaikan Presiden kepada DPR pada bulan Agustus tahun sebelumnya. Selanjutnya Fraksi diberikan kesempatan untuk menyampaikan pemandangan umumnya, yang disampaikan dalam Rapat Paripurna, dimana Pemandangan umum Fraksi disampaikan sebelum memasuki pembahasan Pembicaraan Tingkat I (Pasal 147-148).

DPD memberikan pertimbangan kepada DPR Terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara beserta Nota Keuangannya. Adapun tata cara penerimaan dan pembahasan pertimbangan DPD ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 139 Peraturan Tata Tertib DPR.

Selain merujuk dari ketentuan Tatib yang ada, Ketentuan tambahan yang berkaitan dengan pembahasan dan penyelesaian RUU tentang APBN beserta Nota Keuangannya yaitu :

• Rapat Kerja diadakan oleh Komisi dengan Pemerintah untuk membahas alokasi anggaran untuk program, proyek, dan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga; dan

• Rapat Kerja penyelesaian terakhir Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diadakan oleh Panitia Anggaran dengan

Page 17: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pemerintah dan Bank Indonesia dengan memperhatikan pemandangan umum Fraksi, jawaban Pemerintah, serta saran dan pendapat dari Badan Musyawarah, Keputusan Rapat Kerja Komisi dan Pemerintah mengenai anggaran untuk program, proyek, dan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga, serta ketentuan Pasal 37 ayat (2) huruf f dan huruf g, mengenai penyerahan hasil pembahasan Komisi kepada Panita Anggaran sebagai bahan akhir penetapan APBN.

Hal yang sangat urgen mendapatkan perhatian, dalam Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara beserta Nota Keuangannya adalah UU tersebut harus selesai selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tanggal dimulainya tahun anggaran yang bersangkutan. Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang disetujui DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Namun apabila DPR tidak menyetujui Rancangan UndangUndang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran sebelumnya.

Pembahasan yang dilakukan Panitia Anggaran DPR bersama Pemerintah dan BI pada triwulan ketiga setiap Tahun Anggaran berisi tentang :

• Laporan Realisasi Semester I Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan progonosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya yang disampaikan Pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pada akhir bulan Juli tahun anggaran yang bersangkutan; dan

• penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan perkembangan dan/atau perubahan dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi a perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang

digunakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; c keadaan yang menyebabkan harus dilakukannya pergeseran anggaran

antar unit organisasi, antar kegiatan dan antar jenis belanja; atau d keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus

digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan. Pelaksanaan fungsi anggaran selain dari apa yang telah diatur di dalam Tatib DPR, jugs

berkaitan dengan diterimanya Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran berjalan berdasarkan perubahan, yang diajukan Pemerintah kepada DPR. Adapun pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara harus diselesaikan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

DPR sebagaimana disebutkan dalam Pasal 153 juga menerima RUU yang disampaikan Presiden mengenai Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan selambat-Iambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Adapun Laporan Keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan Laporan Keuangan Perusahaan Negara dan Badan lainnya.

3 Fungsi Pengawasan

Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang tidak dapat dipisahkan dari fungsi-fungsi manajemen yang lain (ingat fungsi manajemen yang menurut George Terry, yaitu perencanaan, organisasi, kegiatan dan pengawasan).

Page 18: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Aspirasi masyarakat merupakan sebuah input bagi berlangsungnya sistem politik. Bekerjanya sistem politik adalah hasil dari adanya input berupa demand atau tuntutan. Demand atau tuntutan menjadi input bagi sistem politik. Begitu seterusnya umpan balik bagi munculnya aspirasi baru di masyarakat yang lainnya. Selanjutnya output itu sendirimenjadi feedback atau menghasilkan output berupa undang-undang atau kebijakan sistem politik.

Fungsi pengawasan sebagaimana dijelaskan dalam Tatib DPR yaitu fungsi yang dijalankan oleh parlemen untuk mengawasi eksekutif dalam menjalankan atau melaksanakan undang-undang yang telah dibuat parlemen. Fungsi pengawasan DPR dapat dilakukan melalui rapat-rapat dan jugs penggunaan hak-hak DPR dan hak-hak anggota secara perorangan. Beberapa hak yang dimiliki DPR yaitu interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Sedangkan hak yang dimiliki Anggota DPR yaitu mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, protokol dan keuangan dan administratif. Termasuk dalam pelaksanaan fungsi pengawasan adalah pemberian persetujuan, pertimbangan atau konfirmasi politik lainnya berkaitan dengan orang atau terhadap hal-hal tertentu selain orang, seperti penetapan harga, tarif dan sebagainya.

4 Penyerapan Aspirasi dan Pengaduan Masyarakat

Pada Tata Tertib DPR Pasal 164 ayat (1) disebutkan, DPR menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat tentang suatu permasalahan yang berada dalam ruang Iingkup tugas dan wewenang DPR. Teknik penyampaian aspirasi masyarakat itu, sesuai ayat (2) disebutkan terdiri dari RDPU, kunjungan kerja dan DPR menerima penyampaian aspirasi dan pengaduan masyarakat secara Iangsung (delegasi) dan/atau melalui surat. Selanjutnya, masyarakat yang datang Iangsung ke DPR untuk menyampaikan aspirasinya akan diterima dan disalurkan oleh pihak Sekretariat Jenderal kepada Alat.-Alat Kelengkapan DPR yang membidangi dan/atau Fraksi di DPR.

Setiap anggota Masyarakat baik perorangan/kelompok yang ingin menyampaikan aspirasinya Iangsung kepada Anggota Dewan,atau kepada alat-alat kelengkapan Dewan wajib Melakukan: 1 Pencatatan identitas di Bagian Humas 2 Membuat surat Permohonan Audiensi 3 Mengembalikan Kartu Identitas Tamu 4 Memperhatikan Jam Kerja di Lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI

Sedangkan tindaklanjut dari aspirasi masyarakat di DPR ini yaitu dijadikan bahan masukan dalam mengadakan Raker, Konsulltasi dengan DPD, RDP, RDPU, Kunker, Studi Banding, Rapat Gabungan, Rapat Panja, masukan dalam penyusunan dan pembahasan RUU, serta pembahasan anggaran. Sedangkan Fraksi dapat mengambil Iangkah-Iangkah sesuai dengan kebijkan masing-masing.

Aspirasi masyarakat dalam sistem politik di tanah air merupakan stimulus bagi Anggota Dewan untuk melakukan tindakan sebagai bentuk tanggapan (respons) atas aspirasi tersebut. Dengan demikian, respons Anggota Dewan terhadap aspirasi masyarakat menjadi hal penting bagi sebuah demokratis di mana ia (aspirasi) menjadi sumber bagi perumusan kebijakan oleh para pengambil kebijakan (decision maker) khususnya di Dewan Perwakilan Rakyat yang notabene adalah tempat berkumpulnya para wakil rakyat.

5 Komunikasi Publik

Komunikasi publik merupakan bagian dari peran dan fungsi DPR yang harus dilaksanakan. Hal ini mengingat konsep hubungan antara wakil dan yang.terwakili. Pembuatan kebijakan yang dilakukan di DPR harus senantiasa dikomunikasikan dengan masyarakat. Hal ini juga telah diamanatkan dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Page 19: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Komunikasi politik dapat bersifat dua arah antara DPR dengan masyarakat, dan juga dapat bersidat satu arah yaitu setiap masyarakt diberikan kesempatan untuk menghadiri rapat-rapat yang diadakan di DPR. Melalui kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui seluruh aktivitas Anggota Dewan dalam setiap rapat-rapat di DPR. Aktivitas komunikasi politik seperti ini sangat berpengaruh terhadap upaya optimalisasi pendidikan politik masyarakat.

Perundang-undangan dan Peraturan Tata Tertib DPR dalam bab Partisipasi masyarakat, bahwa dalam rangka penyiapan Rancangan Undang-Undang, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis kepada DPR. Masukan secara tertulis tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR dengan menyebutkan identitas yang jelas. Selanjutnya Pimpinan DPR meneruskan masukan tadi kepada alat kelengkapan DPR yang menyiapkan Rancangan Undang-Undang dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari.

Dalam hal pemberian masukan dilakukan secara lisan, Pimpinan alat kelengkapan menentukan waktu pertemuan dan jumlah orang yang diundang dalam pertemuan. Untuk itu Pimpinan alat kelengkapan menyampaikan undangan kepada orang yang diundang tersebut. Pertemuan ini dapat dilakukan dalam bentuk Rapat Dengar Pendapat Umum, pertemuan dengan Pimpinan alat kelengkapah, atau pertemuan dengan Pimpinan alat kelengkapan didampingi oleh beberapa Anggota yang terlibat dalam penyiapan Rancangan Undang-Undang. Hasil pertemuan ini dimaksud menjadi bahan masukan terhadap Rancangan Undang-undang yang sedang dipersiapkan.

Selain dalam tahap penyiapan, partisipasi masyarakat juga dapat dilakukan dalam rangka pembahasan RUU. Dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis. Masukan secara tertulis ini disampaikan kepada Pimpinan DPR dengan menyebutkan identitas yang jelas sebelum pembicaraan Tingkat II. Selanjutnya Pimpinan DPR meneruskan masukan tersebut kepada alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari.

Dalam hal pemberian masukan dilakukan secara lisan, Pimpinan alat kelengkapan menentukan waktu pertemuan dan jumlah orang yang diundang dalam pertemuan. Pimpinan alat kelengkapan menyampaikan undangan kepada orang yang diundang. Pertemuan dapat dilakukan dalam bentuk Rapat Dengar Pendapat Umum, pertemuan dengan Pimpinan alat kelengkapan, atau pertemuan dengan pimpinan alat kelengkapan didampingi oleh beberapa Anggota yang terlibat dalam penyiapan Rancangan Undang-Undang. Sedangkan masukan yang disampaikan dalam bentuk tertulis ditujukan kepada alat kelengkapan yang bertugas membahas Rancangan Undang-Undang dengan tembusan kepada Pimpinan DPR. Akhirnya keduanya (masukan tertulis maupun lisan) digunakan menjadi bahan masukan terhadap Rancangan Undang-Undang yang sedang dibahas bersama dengan Presiden.

Alat kelengkapan yang menyiapkan atau membahas Rancangan Undang-Undang juga dapat melakukan kegiatan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat. Kegiatannya dapat berupa Rapat Dengar Pendapat Umum, seminar atau kegiatan sejenis, dan kunjungan. Tentunya kegiatan-kegiatan yang dilakukan tersebut, harus memperhatikan jadwal kegiatan DPR dan anggaran yang disediakan. Namun demikian selain terhadap pelaksanaan fungsi legislasi, Komunikasi Publik juga penting dalam kerangka pelaksanaan fungsi pengawasan. Komunikasi ini biasanya diwujudkan dalam bentuk kunjungan kerja komisi ke daerah dan kunjungan perorangan ke daerah pemilihan.

Adapun syarat-syarat masyarakat menjadi peninjau dalam rapat-rapat di DPR yaitu mengajukan surat Permohonan Izin Meninjau Persidangan dan Rapat-Rapat serta mentaati segala ketentuan yang diatur dalam peraturan Tata Tertib DPR-RI; Bab XVI Pasal 119 ayat 1 s/d 6. Hal lain yang harus diperhatikan bagi masyarakat yang akan menjadi peninjau dalam setiap rapat-rapat yaitu: 1 Tidak akan menyampaikan pendapat setuju atau tidak setuju serta pernyataan lain baik

dengan kata-kata atau dengan cara apapun.

Page 20: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Keberhasilan Dewan membangun komunikasi politik yang kondusif dan bersifat dua arah dengan rakyat serta partisipasi aktif masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya kepada Anggota Dewan dapat dinilai sebagai keberhasilan pendidikan politik masyarakat. Bahwa masyarakat secara tepat menyalurkan aspirasinya adalah menerima dan memperjuangkan aspirasi masyarakat.

2 Tidak akan membawa spanduk,poster dan/atau tulisan lain dalam bentuk apapun ke dalam ruang rapat.

3 Tidak akan membuat kegaduhan sehingga mengganggu jalannya rapat. 4 Tidak membawa senjata apapun (senjata api;senjata tajam) 5 Bersedia menempati tempat yang telah disediakan khusus untuk peninjau. 6 Setelah selesai menghadiri rapat, bersedia meninggalkan Gedung DPR-Rl. 7 Bila melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana pada point tersebut di atas, maka

delegasi akan dikeluarkan dari ruang persidangan dan rapat DPR-Rl. 6 Pendidikan Politik

Keberhasilan pendidikan politik masyarakat itu tidak terlepas dari sosialisasi politik yang menurut Almond (1986:13) secara efektif dapat dilakukan oleh agen-agen sosialisasi politik melalui jalur sekolah, keluarga, teman bermain dan media massa. Dari keempat agen sosialisasi politik tersebut, berdasarkan kemampuan daya jangkau dan efek yang dihasilkannya, media massa merupakan agen yang cukup efektif digunakan sebagai agen sosialisasi politik. Melalui media massa pula masyarakat diajak mengikuti persoalan yang menyangkut kepentingan umum dan menilai menurut kemampuan masing-masing. Dengan demikian rakyat didik kearah kewarganegaraan yang sadar dan bertangungjawab serta partisipasi politiknya dapat diberdayakan. Di pihak lain, bagi setiap Anggota Dewan terbuka kesempatan untuk bertindak sebagai pembawa suara rakyat dan mengajukan pandanganpandangan yang berkembang secara dinamis dalam rrrasyarakat. Dengan demikian "gap" antara wakil dan terwakil dapat diperkecil. Dalam beberapa negara, peran edukatif Dewan Iebih efektif daripada peranperan Iainnya.

Bagi masyarakat, muara dari berkembangnya pendidikan politik masyarakat adalah terciptanya partisipasi politik masyarakat yang menurut Huntington bertujuan untuk mempengaruhi penguasa baik dalam artian memperkuatnya, maupun dalam pengertian menekannya sehingga memperhatikan atai memenuhi kepentingan pelaku partisipasi. Sedangkan di Indonesia partisipasi politik ditujukan untuk memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah serta sistem politik yang disusunnya, menunjukkan kelemahan penguasa dengan harapan supaya penguasa dapat memperbaiki kelemahan tersebut, dan melakukan perubahan sistem politik.

B. SISTEM PENDUKUNG 1 Sekretariat Jenderal

Pelaksanaan fungsi DPR tidak akan berjalan dengan optimal tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, khususnya Sekretariat Jenderal DPR RI. Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD menyatakan bahwa untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPR, dibentuk Sekretariat Jenderal DPR. Undang-undang juga mengamanatkan agar organisasi Sekretariat Jenderal DPR harus disusun sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja pelaksanaan fungsi DPR. Berdasarkan amanat Undang-Undang tersebut, dilakukan penyempurnaan organisasi Sekretariat Jenderal DPR RI melalui Peraturan Presiden No. 23 Tahun 2005 tentang Sekretariat Jenderal DPR RI yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Sekretaris Jenderal DPR RI No. 400/Sekjen/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal DPR RI.

Page 21: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pada hakekatnya terdapat tiga unsur utama yang menentukan sistem pendukung yang ideal, yaitu birokrasi yang ideal (efektivitas birokrasi), kualitas sumber daya manusia, dan optimalisasi sistem informasi. Deskripsinya adalah sebagai berikut: a Efektivitas Birokrasi

Birokrasi menurut Achmat Batinggi (1999) merupakan tipe dari organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengoordinir secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang. Ciri ideal dari birokrasi yaitu:

a Adanya pembagian kerja yang jelas; b Adanya hierarki jabatan; c Adanya pengaturan sistem yang konsisten; d Prinsip formalistic impersonality, e Penempatan berdasarkan karier; dan f Prinsip rasionalitas (Max Weber dalam Batinggi, 1999). Pada tataran implementasi, birokrasi yang ideal akan dapat terwujud manakala beberapa

prinsip dasar dari penyelenggaraan administrasi dan pemerintahan negara juga telah diwujudkan. Salah satu prinsip dasar dari penyelenggaraan administrasi dan pemerintahan negara adalah netralitas birokrasi. Birokrasi pemerintah harus bersikap netral baik dari sisi politik maupun dari sisi administratif. Birokrasi yang menjadi alat kekuasaan politik akan menjadi tidak netral dan memihak kepada kekuatan/aliran politik tertentu. Birokrasi pemerintah diharapkan tidak akan memihak kepada kelompok tertentu dengan tujuan agar pelayanan yang dilakukannya bisa diberikan pada semua pihak, tanpa membedakan aliran atau partai politik tertentu.

Pada tataran konseptual, netralitas birokrasi mendapat penilaian kritis dari para pakar ilmu administrasi maupun politik, seperti yang disorot oleh Woodrow Wilson tentang kenetralan birokrasi. Menurutnya birokrasi berfungsi melaksanakan kebijakan politik, sehingga birokrasi itu harus berada di luar kajian politik. Konsep dasar Wilson ini kemudian diikuti oleh sarjana politik Frank Goodnow (1900) yang menyatakan bahwa ada dua fungsi pokok pemerintah yang amat berbeda satu sama lainnya yaitu fungsi pokok politik dan administrasi. Fungsi politik berarti birokrasi membuat dan merumuskan kebijakan-kebijakan, sementara fungsi administrasi berarti birokrasi tinggal melaksanakan kebijakan tersebut.

Birokrasi yang "netral" dalam penyelenggaraan administrasi dan pemerintahan negara, ternyata dalam praktiknya banyak menghadapi rintangan. Padahal di tengah rintangan itu, masyarakat sangat merindukan pelayanan publik yang baik, dalam arti proporsional dengan kepentingan, yaitu birokrasi yang berorientasi kepada penciptaan keseimbangan antara kekuasaan (power) yang dimiliki dengan tanggung jawab (accountability) yang mesti diberikan kepada pihak yang dilayani. Artinya, walaupun kita menyadari aktualisasi netralitas birokrasi adalah merupakan pekerjaan yang tidak mudah dan banyak kendala untuk mewujudkannya, namun netralitas birokrasi tetap merupakan sebuah kosep ideal yang perlu terus disempurnakan dan diseimbangkan antara kekuasaan yang dimiliki dengan tanggungjawabnya kepada pihak yang dilayani.

Prinsip dasar kedua setelah netralitas birokrasi dari penyelenggaraan administrasi dan pemerintahan negara, yaitu prinsip pertanggungjawaban (accountability). Dalam perspektif teoritis, keberhasilan untuk mewujudkan ide demokratisasi salah satunya dinilai berdasarkan penerapan prinsip akuntabilitas pada semua level aktivitas pemerintahan, termasuk juga birokrasi pemerintahan. Dikotomi politikadministrasi dimaksudkan untuk dapat mewujudkan asas tanggung-gugat (administrative accountability) dan menjadi prioritas utama untuk direalisasikan.

Akuntabilitas menurut The Oxford Advance Leaner's Dictionary sebagaimana dikutip Nasucha (2004:125) diartikan sebagai sesuatu yang diperlukan atau diharapkan untuk memberikan penjelasan atas apa yang telah dilakukan. Oleh karena itu akuntabilitas disebut juga sebagai tanggungjawab yang bersifat objektif. Menurut Ellwood (1993) dalam bukunya

Page 22: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Financial Accountability and Management Local Government Studies, sebagaimana dikutip Nasucha, ada empat dimensi akuntabilitas publik yaitu:

a Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum. Akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan penghindaran penyalahigunaan wewenang. Sedangkan akuntabilitas hukum berkaitan dengan jaminan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang dipersyaratkan dalam penggunaan sumber daya publik.

b Akuntabilitas proses berkaitan dengan masalah prosedur yang digunakan dalam tugas. Akuntabilitas proses berkaitan dengan metode dan prosedur operasi dari suatu sistem yang mentransformasikan input menjadi output.

c Akuntabilitas program-program berkaitan dengan masalah pencapaian tujuan (efektivitas) dan mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil optimal dengan biaya minimal.

d Akuntabilitas kebijakan berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban pemerintah kepada publik.

Penerapan prinsip akuntabilitas pada praktik penyelenggaraan birokrasi memiliki dua dimensi yaitu pertama, berupa pemberian kewenangan kepada aparat birokrasi untuk menjalankan kekuasaannya, dan kedua, berupa pemberian keleluasaan kepada masyarakat untuk mengontrol kerja aparat birokrasi. Digunakannya kedua dimensi ini adalah merupakan prasyarat bagi terciptanya hubungan timbal balik antara kekuasaan yang dimiliki dengan tanggung-gugat yang hangs diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu konsep akuntabilitas mengenal tiga aspek yang menonjol yakni (1) setiap pejabat pada masing-masing tingkat manajerial harus memiliki tanggungjawab yang lebih besar; (2) setiap aparat birokrasi harus punya sikap responsif terhadap segala permasalahan yang terjadi di masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang membutuhkan pelayanan prioritas; (3) Dan setiap aparatur harus punya komitmen yang besar pada nilai dan standar moralitas yang tinggi dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan. Selanjutnya dengan adanya kebijakan pemerintah melalui Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, tentunya harus direspons oleh semua pihak, karena kebijakan tersebut telah memberikan ruang publik yang positif, sehingga bisa diketahui, seberapa besar tingkat capaian kinerja instansi publik termasuk di dalamnya aparaturnya, serta seberapa besar tingkat partisipasi publik untuk memberikan feedback-nya terhadap kondisi yang terjadi berupa daya respons yang cerdas agar terpelihara pelayanan publik yang diharapkan dan optimal.

Melalui konsep tanggung gugat yang demikian, para pejabat pemegang kekuasaan (the holders of power) hendaknya menyadari bahwa mereka pada dasarnya merupakan pelaksana dari tugas-tugas yang diberikan atau dimandatkan oleh pihak-pihak yang secara politis dan administratif memiliki kewenangan untuk mengontrol segala tindakannya, baik berdasarkan kode etik, peraturan, arah kebijaksanaan, dan sebagainya. Asas akuntabilitas pada keseluruhan kegiatan Sekretariat Jenderal DPR RI dapat dapat dibagi menjadi akuntabilitas struktural dan akuntabilitas fungsional. Pertanggungjawaban struktural dilakukan Setjen DPR RI kepada Presiden (karena kedudlukannya sebagai PNS) dan pertanggungjawaban fungsional dilakukan Setjen DPR RI kepada Dewan melalui Pimpinan DPR (karena terkait dengan fungsinya sebagai supporting system).

Setelah kedua prinsip dasar dari penyelenggaraan administrasi dan pemerintahan negara tersebut dilaksanakan, maka kita berharap birokrasi yang ideal akan dapat tercipta. Cepat-lambatnya perwujudan birokrasi yang ideal ini juga sangat tergantung kepada efektivitas struktur organisasi sebagai wadah bagi aparat birokrasi dalam melaksanakan praktik penyelenggaraan birokrasi. Namun demikian menurut Stephen P. Robbins (1994:90-128), realitanya menunjukkan sukar untuk mendapatkan organisasi yang dikelola dengan baik yang tidak mengadakan restrukturisasi untuk efisiensi biaya, menjadi lebih tanggap terhadap keinginan semua pihak, atau mencapai tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya restrukturisasi organisasi ini meliputi tiga hal yaitu kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi.

Kompleksitas merujuk pada tingkat diffrensiasi yang ada di dalam sebuah organisasi. Diffrensiasi itu sendiri terbagi atas differensiasi horisontal, diffrensiasi vertikal, dan differensiasi

Page 23: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

spasial. Sesungguhnya differensiasi horisontal merujuk pada tingkat differesiasi antara unit-unit berdasarkan orientasi para anggotanya, sifat dari tugas yang mereka laksanakan, dan tingkat pendidikannya serta pelatihannya. Dapat dikatakan bahwa semakin banyak jenis pekerjaan yang acla dalam organisasi yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang istimewa, semakin kompleks pula organisasi tersebut. Bukti paling nyata pada organisasi yang menekankan differensiasi horisontal adalah spesialisasi dan departementalisasi.

Spesialisasi merujuk pada pengelompokkan aktivitas tertentu yang dilakukan satu individu dan bentuk yang paling dikenal adalah spesialisasi fungsional dimana pekerjaan dipecah-pecah menjadi tugas yang sederhana dan berulang. Namun jika para individunya yang dispesialisasi dan bukan pekerjaannya, maka dikenal sebagai spesialisasi sosial yang dicapai dengan menyewa tenaga profesional yang mempunyai keterampilan yang tidak dapat dijadikan rutin.

Selanjutnya pembagian kerja menciptakan kelompok-kelompok spesialis. Cara kita mengelompokkan para spesialis itu disebut departementalisasi yaitu cara organisasi secara khas mengkoordinasikan aktivitas yang telah didiferensiasi secara horisontal. Departemen dapat dibetuk atas dasar angka-angka yang sederhana, fungsi, produk atau jasa atau proses.

Differensiasi vertikal merujuk pada kedalaman struktur. Differensiasi meningkat, demikian pula kompleksitasnya, karena jumlah tingkat hirarki di dalam organisasi bertambah. Makin banyak tingkat yang terdapat di antara top manajemen dan tingkat hirarki yang paling rendah, makin besar pula potensi terjadinya distorsi dalam komunikasi, dan makin sulit mengkoordinasikan pengambilan keputusan. Namun demikian diffrensiasi vertikal dan horisontal tidak harus ditafsirkan sebagai tidak ada ketergantungan antara yang satu dan Iainnya. Diffrensiasi vertikal sebaiknya diartikan sebagai tanggapan terhadap peningkatan diffrensiasi horisontal. Jika spesialisasi meluas, maka koordinasi tugas makin dibutuhkan. Sedangkan diffrensiasi spasial merujuk pada tingkat sejauhmana lokasi organisasi tersebar secara geografis. Diffrensiasi spasial dapat dilihat sebagai perluasan dari dimensi dan diffrensiasi horisontal dan vertikal. Artinya, adalah mungkin untuk memisahkan tugas dan pusat kekuasaan secara geografis.

Kompleksitas menjadi penting karena jika kompleksitas meningkat, maka akan demikian juga halnya dengan tuntutan terhadap manajemen untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang didifferensiasi dan disebar bekerja dengan mulus dan secara bersamaan ke arah pencapaian tujuan organisasi. Organisasi yang dapat hidup terus akan cenderung menjadi lebih kompleks karena aktivitas mereka sendiri dan Iingkungan yang mengelilinginya menjadi Iebih kompleks

Formalisasi merujuk pada tingkat sejauh mana pekerjaan di dalam organisasi itu distandarisasikan. Jika sebuah pekerjaan sangat diformalisasikan, maka pemegang pekerjaan hanya mempunyai sedikit kebebasan mengenai apa yang harus dikerakan, bilamana mengerjakannya, dan bagaimana ia harus melakukannya. Para pegawai dapat diharapkan untuk selalu menangani masukan yang sama dengan cara yang sama dan menghasilkan keluaran yang sama dan konsisten. Untuk tujuan pengukuran formalisasi akan dihitung dengan memperhatikan selain dokumen resmi organisasi, sikap pegawai sampai pada tingkatan dimana prosedur pekerjaan diuraikan dan peraturan diterapkan.

Makin besar profesionalisme sebuah pekerjaan, maka makin kecil kemungkinan pekerjaan itu diformalisasi dengan tinggi. Walaupun ada pengecualian bagi pekerjaan-pekerjaan tertentu. Formalisasi berbeda bukan hanya dalam keterampilan kerja, tetapi juga dalam tingkatan organisasi dan departemen fungsional. Formalisasi cenderung mempunyai hubungan yang berbanding terbalik dengan tingkatan organisasi. Selain itu jenis pekerjaan juga mempengaruhi tingkat formalisasi. Pekerjaan yang memiliki kekhasan lebih diformalisasikan dari pada pekerjaan yang tidak memiliki kekhasan. Organisasi menggunakan formalisasi karena keuntungan yang diperoleh dari pengaturan perilaku para pegawai.

Sentralisasi adalah yang paling problematis dari komponen sebelumnya. Kebanyakan ahli mendefinisikan sebagai tingkat dimana pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada suatu titik tunggal dalam organisasi. Konsentrasi yang tinggi menyatakan adanya sentralisasi yang tinggi, sedangkan konsentrasi yang rendah menunjukkan sentralisasi yang rendah atau

Page 24: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

disebut desentralisasi. Pentingnya pengetahuan mengenai kekuasaan dan rantai komando bagi pemahaman sentralisasi, sama pentingnya dengan kesadaran akan proses pengambilan keputusan. Tingkat pengawasan yang dimiliki seorang pimpinan terhadap keseluruhan proses pengambilan keputusan merupakan ukuran sentralisasi.

b Kualitas Sumber Daya Manusia

Membicarakan masalah sumber daya manusia dalam suatu instansi, sesungguhnya akan membawa pola pikir kita kepada persoalan awal mengenai analisa jabatan dan pemilihan karyawan yang akan mengisinya. Persoalan awal ini penting sekali dicarikan solusinya, agar upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada tahap selanjutnya akan dapat tercapai.

Semua instansi pasti memiliki kesamaan keinginan, terutama berkaitan dengan kualitas karyawan yang akan dipanggil dan mengisi suatu jabatan. Untuk itu bagian kepegawaian perlu menetapkan standar minimum yang sebaiknya dipenuhi oleh seorang karyawan yang akan membidangi pekerjaan tersebut. Hal pokok yang berkaitan dengan penentuan mutu menurut Heidjrachman (1990: 24-25) menyangkut masalah : (1) rancangan jabatan (2) studi terhadap tugas dan kewajiban suatu jabatan untuk menentukan kemampuan

karyawan (standar kompetensi) yang diperlukan bagi jabatan tersebut. Studi yang menentukan kebutuhan karyawan inilah yang biasa disebut dengan analisa

jabatan. Analisa jabatan merupakan suatu proses untuk mempelajari dan mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan berbagai operasi dan kewajiban suatu jabatan. Proses analisa jabatan sendiri sebenarnya merupakan suatu pengumpulan data. Berbagai pendekatan bisa dipergunakan untuk melakukannya, seperti kuesioner, menulis cerita singkat, observasi dan wawancara (paling sering digunakan). Selanjutnya hasil dari analisa jabatan ini adalah deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan.

Deskripsi jabatan merupakan suatu statement yang teratur dari berbagai tugas dan kewajiban suatu jabatan tertentu. Penyusunannya harus dapat dipahami dengan mempergunakan cara: identifikasi jabatan, ringkasan jabatan, tugas yang dilaksanakan, pengawasan yang diberikan dan yang diterima, hubungan dengan jabatan jabatan lain, bahan-bahan/ alat/mesin yang dipergunakan, kondisi kerja, penjelasan istilah-istilah yang tidak lazim, dan komentar tambahan untuk melengkapi penjelasan di atas. Hal penting yang harus dilakukan dalam pembuatan deskripsi jabatan adalah membuat/menuliskan tugas-tugas yang harus dilaksanakan untuk jabatan tersebut.

Sesudah kita mengetahui spesifikasi jabatan, maka langkah kita selanjutnya adalah mengajukan siapa yang akan memangku jabatan tersebut atau karyawan yang bagaimana yang akan menduduki jabatan tersebut. Jawaban atas pertanyaan tersebut kemudian disusun menjadi apa yang disebut spesifikasi jabatan yaitu suatu statement dari kualitas minimum karyawan yang bisa diterima agar dapat menjalankan satu jabatan dengan baik.

Masalah kedua setelah kita melakukan analisa jabatan adalah menentukan jumlah masing-masing jenis karyawan yang diperlukan. Untuk itu bagian kepegawaian perlu melakukan proyeksi terhadap kebutuhan instansi pada periode tertentu. Proyeksi kebutuhan karyawan sangat erat hubungannya dengan proyeksi kebutuhan instansi tersebut dimasa yang akan datang. Banyak sedikitnya jenis karyawan yang diperlukan akan tergantung pada proyeksi kebutuhan instansi di masa yang akan datang. Selain itu sekarang ini telah dikembangkan metode penentuan jumlah karyawan dengan mendasarkan diri kepada metode antrian (waiting-line) yaitu metode yang mencoba menentukan jumlah optimal berdasarkan beban kerja yang bervariasi tiap-tiap harinya. Hasil dari analisis beban kerja ini adalah penentuan jumlah karyawan yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu beban kerja tertentu. Sesudah permasalahan awal ini dapat kita atasi, maka mulailah kita pada tahap peningkatan kualitas sumber daya manusia dari karyawan yang menjalankan tugas dan fungsinya.

Page 25: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Sesungguhnya ada banyak faktor yang menjadi penentu bagi upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Masing-masing faktor memiliki alasan teoritis yang menjadi argumentasi penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut. Argumentasi ini menjadi sangat penting diketahui bahkan bila perlu diaplikasikan oleh semua pihak yang memiliki tujuan meningkatkan kinerja organisasi kerjanya.

Faktor pertama yang dapat mempengaruhi peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah kepuasan kerja. Ada beberapa teori yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan seorang karyawan dalam bekerja. Salah satunya adalah Equity theory yang dikembangkan oleh Adams yaitu prinsip dari teori ini adalah orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah is merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi diperoleh seorang karyawan dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas atau setingkat dalam suatu pekerjaan.

Ada tiga elemen dari equity theory ini yaitu input, outcomes dan comparison person. Input ialah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan. Dalam hal ini misalnya pendidikan, pengalaman kerja, pengetahuan dan sebagainya. Out comes adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai hasil dari pekerjaannya, misalnya gaji, insentif, pengakuan atas jati diri dan sebagainya. Sedangkan comparison persons ialah kepada orang lain dengan siapa karyawan membandingkan rasio input-outcomes yang dimilikinya. Setiap karyawan akan membandingkan ratio input-out comes dirinya dengan ratio input-out comes orang lain. Bila perbandingan itu dianggapnya cukup adil, maka ia akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi tidak menguntungkan, bisa menimbulkan ketidakpuasan tapi bisa juga tidak (karyawan yang bersangkutan tetap merasakan kepuasan kerja). Namun bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan tentunya akan menimbulkan ketidakpuasan. Aplikasi dari teori ini penting untuk diketahui oleh pihak manajemen atau atasan seorang karyawan dalam memberikan promosi atau penghargaan atas pekerjaan yang diiakukannya.

Dalam melihat kepuasan kerja, memang tidak bisa disalahkan pendapat banyak orang yang mengatakan gaji merupakan faktor utama dalam menentukan kepuasan kerja. Hal ini sesuai dengan tingkatan motivasi manusia sebagaimana dikemukakan oleh Maslow, bahwa gaji termasuk pada kebutuhan dasar manusia. Namun demikian sesungguhnya ada banyak faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja, sebagaimana diungkapkan Harold E Burt yaitu:

1 Faktor hubungan antara karyawan dengan karyawan: - hubungan antara atasan dengan bawahan - faktor fisik dan kondisi kerja - hubungan sosial diantara karyawan - sugesti dari teman kerja - emosi dan situasi kerja

2 Faktor individual yaitu yang berhubungan dengan: - sikap orang terhadap pekerjaannya - umur orang sewaktu bekerja - pangkat/jabatan

3 Faktor-faktor luar (extern) yang berhubungan dengan: - Jaminan finansial/sosial - keadaan keluarga karyawan - rekreasi - pendidikan (training)

Pendapat ini sesungguhnya ingin menggambarkan bahwa tidak selamanya gaji menjadi penentu utama bagi kepuasan kerja seorang karyawan. Hal ini diperkuat dengan hasil riset yang dilakukan Hulin pada tahun 1966, bahwa banyak instansi yang memberikan gaji yang cukup tinggi, tetapi banyak karyawan yang tetap merasa tidak puas dan tidak senang dengan

Page 26: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

pekerjaannya. Gaji hanya memberikan kepuasan sementara karena kepuasan terhadap gaji sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai orang yang bersangkutan.

Dari berbagai pendapat mengenai kepuasan kerja tersebut dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:

a Faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja bakat dan keterampilan.

b Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasanya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.

c Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, keadaan ruang kerja dan sebagainya.

d Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.

Faktor kedua yang mempengaruhi peningkatan kualitas sumber daya manusia yaitu pemberian pelatihan (training) bagi seorang karyawan. Namun sebelum memberikan pelatihan kepada seorang karyawan, perlu diingatkan agar pelatihan tersebut harus sesuai dengan minat karyawan yang bersangkutan untuk mengikutinya. Apabila karyawan yang mengikuti training tanpa ada minat padanya sudah tentu tidak akan membawa hasil yang memuaskan. Oleh karena itu sebelum seorang karyawan diberikan pelatihan, maka ia perlu diberikan penjelasan mengenai arti penting training itu bagi diri dan pekerjaannya. Training itu sendiri dimaksudkan untuk mempertinggi kerja karyawan dengan mengembangkan cara-cara berpikir dan bertindak yang tepat serta pengetahuan tentang tugas pekerjaan, atau dengan kata lain menambah keterampilan kerja karyawan.

Ada delapan faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan training yang dijalankan yaitu:

a Individual differences Setiap individu sesungguhnya memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya dalam hal sifat, tingkah laku, fisik maupun pekerjaannya. Perbedaan tersebut harus diingat dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pelatihan ini. Perbedaan ini nampak pada waktu karyawan mengerjakan suatu pekerjaan yang sama, namun memperoleh hasil yang berbeda dengan yang lainnya.

b Relation to job analysis Tugas utama dari analisa jabatan untuk memberikan pengetahuan akan tugas yang harus dilaksanakan di dalam suatu pekerjaan, serta untuk mengetahui alat-alat apa yang harus dipergunakan dalam menjalankan tugas. Untuk memberikan training bagi karyawan terlebih dahulu harus diketahui keahlian yang dibutuhkannya. Dengan demikian pelatihan yang diberikan dapat diarahkan atau ditujukan untuk mencapai keahlian itu.

c Motivation Motivasi dalam pelatihan sangat penting karena pada dasarnya motif yang mendorong karyawan untuk menjalankan pelatihan tidak berbeda dengan motif yang mendorongnya untuk melaksanakan tugas pekerjaannya.

d Active participation Pada pelaksanaan training, peserta pelatiha harus aktif dalam pembicaraan-pembicaraan mengenai pelajaran yang diberikan, sehingga akan memberikan kepuasan bagi peserta pelatihan apabila saran-sarannya diperhatikan dan diperguna an sebagaii bahan pertimbangan untuk memecahkan kesulitan yang mungkin timbul.

Page 27: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

e Selection of trainess Training diberikan kepada karyawan yang berminat untuk mengikuti pelatihan dengan berhasil. Untuk itu perlu diadakan seleksi, karena seleksi merupakan daya perangsang pula.

f Selection of trainers Berhasil tidaknya seorang trainers melakukan tugas sebagai pengajar, tergantung kepada ada tidaknya persamaan kualifikasi orang tersebut dengan kualifikasi yang tercantum dalam analisa jabatan mengajar. Seorang pengajar harus memiliki kecakapan dalam bidang yang diajarkannya, mempunyai rasa tanggungjawab dan sadar akan kewajibannya, bijaksana dalam segala tindakan dan sabar, dapat berpikir logis, dan mempunyai kepribadian yang menarik.

g Trainer training Tenaga pelatih yang diserahi tanggungjawab untuk memberikan pelajaran hendaknya telah mendapatkan pendidikan khusus menjadi tenaga pelatih.

h Training methods Suatu pelatihan juga sangat bergantung kepada metode pelatihan yang dipergunakan. Metode ini harus sesuai dengan training yang diberikan. Untuk karyawan pelaksanaan pelatihan hendaknya Iebih banyak pada peragaan disamping pelajaran teoritis.

Faktor ketiga yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia adalah pengembangan karier. Pelaksanaan rencana karier dalam buku Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia (Moekijat; 1995: 85) memerlukan pengembangan karier. Pengembangan karier mengandung perbaikan pribadi yang dialami oleh seseorang untuk mencapai suatu rencana karier. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh bagian kepegawaian atau dilakukan oleh individu karyawan yang bersangkutan.

Namun demikian pengembangan karier tidak hanya mengandalkan usaha perseorangan, karena usaha demikian tidak selalu menjadi kepentingan organisasi yang terbaik. Agar pengembangan karier dapat menguntungkan instansi, maka bagian kepegawaian perlu memberikan bermacam-macam pelatihan sebagaimana telah diulas pada bagian terdahulu. Bagian kepegawaian perlu mencatat bantuan pimpinan karyawan, memberikan umpan balik kepada para karyawan, dan menciptakan suatu Iingkungan kerja yang bersatu untuk meningkatkan pengembangan karier.

c Sistem Komunikasi dan Informasi

Komunikasi memegang peranan yang cukup penting dalam kehidupan organisasl pada umumnya dan dalam usaha menumbuhkan dan memetihara perilaku karyawan pada khususnya. Komunikasi yang efektif merupakan dinamisator sistem kerja sama dalam organisasi dan menghubungkan tujuan instansi dengan para karyawan yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian (Wursanto; 1989:29) diketahui antara 75% hingga 90% dari waktu kerja karyawan dipergunakan untuk berkomunikasi.

Untuk itu hal-hal yang sifatnya elementer dalam memahami teknik berkomunikasi secara efektif harus diperhatikan (Sondang P Siagian; 1995:50), yaitu:

1 Setiap orang dalam organisasi harus mengetahui semua saluran komunikasi yang terdapat dalam organisasi.

2 Setiap orang dalam organisasi harus mengetahui saluran komunikasi yang terbuka baginya dan bagaimana tata cara penggunaannya dan tata cara itu biasanya berkaitan dengan nilia-nilai yang diakui dalam organisasi tersebut.

3 Garis komunikasi sebaiknya langsung dan sesingkat mungkin untuk menghindari distorsi dalam proses komunikasi tersebut.

4 Harus terbuka kemungkinan untuk menggunakan semua jalur komunikasi formal dengan mengindahkan hirarki organisasi yang berlaku.

Page 28: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

5 Garis komunikasi hendaknya tidak terganggu meskipun kegiatan berlangsung dalam organisasi yang bersangkutan.

6 Otentisitas komunikasi hendaknya terjamin 7 Orang-orang yang bertindak sebagai pusat komunikasi hendaknya orang-orang

yang terampil dalam menggunakan sarana dan prasarana komunikasi. Salah satu unit kerja yang tugas utamanya adalah berkaitan dengan menerima dan

menyebarluaskan informasi kepada publiknya adalah bagian humas. Aktivitas humas perlu dijalankan oleh setiap instansi dengan tujuan untuk mendapatkan:

1 pengertian masyarakat 2 kepercayaan masyarakat 3 bantuan masyarakat 4 kerjasama masyarakat. Aktivitas humas adalah dimaksudkan membangun komunikasi yang efektif dengan

publiknya. Oleh karena itu seorang petugas humas menurut ahli komunikasi M. Cultip dan Allen H. Center dalam bukunya Effective Public Relations, mengemukakan faktor-faktor yang menyebabkan komunikasi efektif, faktor-faktor itu disebutkan dengan the seven c's communication yaitu credibility (keterpercayaan), context (perhubungan, perhatian), content (kepuasan), clarity (kejelasan), continuty and consistency (kesinambungan dan konsistensi), capability of audience (kemampuan pihak penerima berita) dan channels of distribution (saluran pengiriman berita).

Berdasarkan kriteria-kriteria yang terdapat dalam kegiatan hubungan masyarakat, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan humas (Public Relations) adalah fungsi manajemen dengan tujuan membentuk good will, toleransi (tolerance), saling kerjasama (mutual symbiosis), sating mempercayai (mutual confidence), saling pengertian (mutual understanding) dan saling menghargai (mutual appreciation), serta untuk memperoleh opini publik yang favorable, good image yang tepat berdasarkan hubungan yang harmonis, baik hubungan ke dalam (internal relations) maupun hubungan ke luar (external relations).

Selain diterima dan disebarluaskan melalui aktivitas kehumasan, informasi juga harus disimpan dan dibuka kembali apabila diperlukan. Kegiatan ini dinamakan kegiatan pengarsipan informasi. Kegiatan pengarsipan informasi sebagaimana dijelaskan dalam buku Sistem Informasi Manajemen ( Sondang P Siagian; 1999: 19) sangat penting karena pengalaman menunjukkan bahwa tidak semua informasi yang dimiliki digunakan segera. Oleh karena itu informasi tersebut jangan sampai hilang atau sukar untuk ditelusuri apabila diperlukan.

Arsip informasi berdasarkan sifatnya dapat digolongkan kepada dua bagian yaitu arsip Dinamis dan arsip statis. Bahwa suatu informasi yang telah disimpan namun masih sering digunakan untuk keperluan pembentukan sebuah kebijakan digolongkan sebagai arsip dinamis. Sedangkan informasi yang telah disimpan namun dipergunakan sewaktuwaktu dan dijadikan bentuk dokumentasi digolongkan sebagai arsip statis. Pada intinya kedua penggolongan arsip informasi ini harus memiliki kesamaan prinsip pengarsipan yaitu menyimpan informasi secara baik dan aman serta dengan mudah menyajikan kembali apabila informasi tersebut dibutuhkan.

Mengikuti perkembangan teknologi informasi, arsip informasi ini dapat disimpan dalam alat penyimpan informasi yang lebih canggih misalnya meluli hard disk, microfilm, CD, VCD dan lain sebagainya. Salah satu manfaat dari berbagai alat penyimpanan yang sarat teknologi ialah penghematan biaya penyimpanan, terutama karena tempat yang diperlukan tidak lagi ruangan yang besar. Disamping itu dengan sarana berteknologi tinggi, keamanan informasi menjadi lebih terjamin.

Pengelolaan informasi akan semakin optimal dilakukan oleh sarana dan prasarana yang canggih dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Revolusi TI menghasilkan berbagai jenis komputer yang canggih yang memiliki kemampuan mengolah data yang demikian besar, sehingga mampu mengerjakan banyak instruksi dengan kecepatan yang tinggi.

Sehubungan dengan perkembangan TI yang semakin pesat, maka ada enam hal yang perlu diperhatikan para pemakai komputer yaitu:

Page 29: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

1 Berbagai jenis komputer sekarang ini memungkinkan penggunanya memilih jenis yang sesuai dengan kebutuhannya.

2 Kemampuan komputer semakin canggih. 3 Memudahkan akses informasi bagi pembuat kebijakan. 4 Usia satu jenis komputer semakin pendek karena telah lahir generasi yang Iebih

canggih lagi. 5 Semakin mudah digunakan (user friendly) 6 Difersifikasi TI menghasilkan teknologi informasi yang Iebih canggih lagi. Selain perangkat keras dalam TI juga digunakan perangkat lunak yang membuat

komputer menjadi alat yang tangguh dan handal bagi pimpinan dalam pengambilan keputusan. Perangkat lunak memiliki tiga fungsi yaitu:

1 mengelola berbagai sumber daya komputer yang dimiliki oleh instansi 2 mengembangkan berbagai sarana yang dapat digunakan oleh sumber daya

manusia sehingga dicapai pemanfaatannya yang optimal. 3 Menjembatani peranan informasi sebagai hasil olahan data dengan penggunanya.

Pada hakekatnya terdapat dua jenis perangkat lunak yaitu: a Perangkat lunak sistem ialah seperangkat program yang fungsinya adalah

mengkoordinasikan dan mengendalikan penggunaan perangkat keras di samping sebagai wahana untuk mendukung penggunaan perangkat lunak aplikasi.

b Perangkat lunak aplikasi sistem ialah instruksi yang ditulis oleh atau untuk pemakai agar dapat mengaplikasikannya untuk bidang tugas masing-masing, baik yang sifatnya teknis maupun non teknis.

Salah satu perkembangan di bidang teknologi informasi dewasa ini yang diaplikasikan untuk aneka ragam kepentingan ialah internet yang merupakan jaringan komputer global. Melalui internet ini, komunikasi langsung para penggunanya dengan berbagai pihak akan semakin dipermudah dan juga mempermudah memperoleh informasi tanpa batas waktu dan ruang.

Perkembangan TI yang semakin pesat sehingga para pemakai yang masuk jaringan intenet tidak perlu menggunakan komputer merk dan sistem pengeoperasian (operations system) tertentu. Komputer merk apapun termasuk personal computer dengan sistem pengoperasian yang beragam dapat digunakan, karena komputer yang sudah dihubungkan ke internet dapat saling berbagi informasi meskipun merk dan jenisnya berbeda. Dengan menggunakan Iayanan jaringan yang mendunia Wold Wide Web yang menerapkan hypertext link, maka mencari dan mengakes informasi di internet menjadi sangat mudah.

Teknologi dan arsitektur internet dapat juga digunakan untuk kepentingan internal instansi yang disebut dengan intranet yaitu jaringan yang terdapat dalam suatu instansi dengan menggunakan teknologi dan arsitektur internet. Perbedaan keduanya terletak pada cakupan akses, cara penggunaan tekonologi untuk berkomunikasi dan pemakainya. Internet sangat global, komunikasi terjadi dengan menggunakan saluran telekomunikasi umum dan siapa saja dapat menjadi pengguna. Sedangkan intranet cakupannya terbatas yaitu pada lingkup internal instansi, koneksinya hanya untuk antar bagian dalam instansi tersebut. Intranet sangat bermanfaat bagi suatu instansi karena setiap orang di dalamnya dapat mengakses informasi, mengirim pesan dan berdiskusi dengan orang lain dalam satu instansi. Saluran komunikasi antar karyawan dalam suatu instansi menjadi dipermudah dan distribusi informasi dalam intranet ini tidak tergantung pada platform. Intranet tidak mensyaratkan penggunaan perangkat keras dan perangkat lunak tertentu.

Hal-hal yang perlu diingat dalam membangun intranet yaitu: 1 Identifikasi daerah penyebaran informasi, sehingga diketahui kepadatan arus

lalulintas dokumennya. 2 Pimpinan intansi perlu menentukan perangkat apa yang digunakan untuk

menyediakan informasi bagi para penggunannya.

Page 30: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

3 Perlu dipertimbangkan pimpinan intansi, apakah akan membangun interface web sendiri untuk kepentingan penanganan informasi resmi sebagai aplikasi utama.

4 Sebelum dibangun intranet perlu dibangun terlebih dahulu proyek percontohannya. 5 Agar intranet menjadi optimal, maka perlu memperoleh dukungan dari semua unit

kerja dalam suatu instansi untuk menyelenggarakannya. 6 Keamanan dan kerahasiaan informasi. 7 Sumber daya manusia yang mengelola maupun yang menggunakannya.

2 Manajemen Kerumahtanggaan DPR RI Salah satu faktor penting yang juga berpengaruh terhadap kinerja Dewan adalah

bagaimana pengelolaan manajemen Kerumahtanggaan DPR RI atau mungkin dapat dikatakan pengorganisasian kegiatankegiatan Dewan. Yang dimaksud dengan manajemen kerumahtanggaan DPR RI, dalam hal ini adalah bagaimana pengorganisasian alat-alat kelengkapan Dewan, bagaimana pengorganisasian jadwal kegiatan atau sidang-sidang Dewan dan bagaimana pengalokasian waktu untuk setiap kegiatan. Hal ini penting untuk dikelola mengingat hal-hal tersebut akan berpengaruh pada efisiensi dan efektivitas kerja DPR.

Pengorganisasian alat kelengkapan DPR sama halnya dengan menyusun struktur kelembagaan Dewan. Ada beberapa hal yang selama ini menjadi pertimbangan dalam pembentukan alat kelengkapan DPR, khususnya Komisi, yaitu pasangan kerja dengan pemerintah dan keterwakilan setiap anggota fraksi secara proporsional di dalam Komisi. Ketika jumlah departemen banyak maka komisi yang dibentuk semakin banyak atau menambahkan jumlah pasangan kerja di masing-masing komisi. Pertimbangan berikutnya adalah perolehan suara partai politik dalam Pemilu. Pada masa lalu, jumlah komisi terpaksa harus disesuaikan dengan perolehan suara salah satu partai politik. Selanjutnya pernah pula dibentuk subkomisi namun juga tidak berjalan efektif. Pada saat sekarang dengan jumlah partai peserta pemilu yang semakin banyak, maka alternatif yang dipilih adalah dibentuknya fraksi gabungan. Kondisi-kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap efektivitas kerja Dewan.

Pengorganisasian jadwal jadwal kegiatan di Dewan berkaitan erat dengan perangkapan anggota dewan di dalam alat kelengkapan clan panitia-panitia. Secara prinsip ketika ada kegiatan Rapat Paripurna, maka dapat dipastikan tidak ada kegiatan di alat kelengkapan. Hal ini untuk menghindari kesan atau alasan ketika Rapat Paripurna kosong karena ada kegiatan di alat kelengkapan. Selanjutnya ketika ada kegiatan Komisi, maka seharusnya kegiatan di alat kelengkapan lain yang dimungkinkan adanya perangkapan anggota, tidak diadakan kegiatan.

Page 31: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BAB III PELAKSANAAN DAN PERMASALAHAN KINERJA DPR-RI

A. Pelaksanaan Fungsi-fungsi DPR RI

Berdasarkan proses terbentuknya dan harapan besar yang diberikan kepada Dewan, proses demokratisasi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan peran dan kinerja DPR melalui pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam sistem ketatanegaraan kita. Hal paling mendasar dalam meningkatkan kinerja DPR adalah terpenuhinya tuntutan dan aspirasi masyarakat yang diwakilinya yang dapat dilihat dari bagaimana DPR melaksanakan tugas dan fungsinya di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Namun, pada kenyataannya pelaksanaan tugas dan fungsi DPR sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan perundangundangan, masih mengalami hambatan sehingga pelaksanaan tugas, fungsi dan penggunaan hak-hak serta kinerja DPR belum optimal. Belum optimalnya kinerja DPR tersebut diindikasikan sebagai berikut

1 Fungsi Legislasi

Dalam bidang legislasi, Pasal 20 ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memberikan peran yang kuat kepada Dewan, dengan melakukan pergeseran wewenang pembuatan undang-undang dari Presiden kepada DPR.

Dari adanya perubahan wewenang pembuatan undang-undang dari Presiden kepada DPR tersebut, tidaklah berlebihan apabila masyarakat dari semua lapisan, menaruh perhatian dan harapan yang begitu besar kepada DPR untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis melalui optimalisasi pelaksanaan hak-hak konstitusionalnya, terutama dalam menggunakan hak-hak yang selama periode-periode sebelumnya, tidak digunakan secara optimal, termasuk dalam hal ini adalah pelaksanaan fungsi legislasi. Dalam hal ini, perubahan kekuasaan membentuk undang-undang tersebut seharusnya membawa konsekuensi logis bagi anggota Dewan untuk lebih meningkatkan kinerjanya di bidang legislasi.

Namun DPR belum optimal dalam melaksanakan fungsinya di bidang legislasi. Beberapa permasalahan yang melatarbelakangi kenyataan tersebut adalah sebagai berikut : a Dari segi kualitas, banyak UU yang dibentuk dinilai belum memberi manfaat langsung

terhadap kehidupan masyarakat. Banyaknya undang-undang yang dihasilkan belum memberi manfaat langsung

terhadap kehidupan rakyat. Mengenai kenyataan ini dapat dilihat baik dari daftar RUU Propenas 2000-2004 maupun dari daftar RUU Prolegnas 2005-2009. Mengacu kepada daftar RUU Prolegnas 20052009, dari jumlah 284 RUU, hanya 14, 78 % atau 42 RUU yang terkait dengan kesejahteraan rakyat. Sebanyak 27,46 atau 78 RUU terkait dengan perekonomian, 55, 98 % atau 159 RUU terkait dengan bidang politik, hukum, dan keamanan dan selebihnya 1, 76 % atau 5 RUU merupakan RUU di luar ketiga bidang tersebut, seperti RUU tentang Bendera, RUU tentang Lambang Negara, RUU tentang Lagu Kebangsaan, dan sebagainya.

Selain belum memberikan manfaat yang optimal bagi kepentingan masyarakat, banyaknya RUU dalam daftar prolegnas yang merupakan RUU untuk mengubah UU yang relatif belum lama berlaku juga merupakan kenyataan bahwa kualitas UU yang dihasilkan perlu dipertanyakan. Beberapa RUU dalam daftar prolegnas tersebut antara lain : RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, RUU tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, RUU tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana terorisme, RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 2002

Page 32: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, RUU Perubahan Atas UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, dan sebagainya.

Belum optimalnya kinerja DPR di bidang legislasi terutama dari segi kualitas undang-undang yang dihasilkan antara lain disebabkan oleh minimnya-partisipasi publik dalam penyusunan undang-undang termasuk penyusunan daftar RUU dalam program legislasi nasional.

Mengenai partisipasi publik sendiri, secara yuridis telah diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 141 - Pasal 143 Peraturan Tata Tertib DPR yang menentukan bahwa dalam rangka penyiapan dan pembahasan RUU, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis kepada DPR.

Meskipun terbuka peluang bagi publik untuk memberikan masukan secara lisan dan tertulis, baik melalui Rapat Dengar Pendapat maupun Rapat Dengar Pendapat Umum namun dalam teknis pelaksanaannya tidak semua pihak yang berkepentingan terhadap pembahasan suatu RUU dapat memberikan masukan atau tanggapannya.

DPR, dalam hal ini Sekretariat Jenderal DPR belum mempunyai kemampuan mengelola partisipasi publik. Sebagai contoh, jadwal yang kaku dan waktu yang tidak memadai bagi publik untuk memberikan masukan terhadap pembahasan RUU, serta pembatasan untuk menerima masukan hanya dalam format tertentu, menjadi ganjalan bagi partisipasi publik. Selain itu, belum tersosialisasinya dengan baik pembahasan suatu RUU menyebabkan tidak semua pihak yang berkepentingan mengetahui adanya pembahasan suatu RUU. Kenyataan-kenyataan tersebut membuat akses masyarakat kurang mudah untuk terlibat di dalam proses penyusunan UU.

Aspek lain yang mempengaruhi kemampuan mengelola partisipasi publik adalah keterbatasan sumber daya. Ketika sebuah lembaga tidak mempunyai dana memadai untuk mendiseminasikan informasi, mengadakan rapat dengar pendapat umum, mengirim staf untuk menemui warga dan mendengar pendapat mereka, maka kesempatan menyediakan partisipasi jadi sangat problematik.

Ketertutupan proses pengambilan kebijakan, dan sempitnya media yang tersedia bagi dialog dan debat atas suatu proses pengambilan kebijakan, menjadi hambatan berikutnya dalam melembagakan partisipasi. Ketika pengambilan kebijakan dilakukan secara ketat dan terkonsentrasi pada segelintir orang, akses akan menjadi sulit, dan partisipasi, terutama oleh kelompok yang tidak memiliki akses khusus seperti kaum miskin, akan sangat terbatas.

Selanjutnya, faktor lainnya yang mempengaruhi kualitas undang-undang yang dihasilkan oleh DPR adalah kurangnya kemampuan DPR dalam merumuskan harapan dan tuntutan masyarakat yang beragam. DPR sebagai lembaga penyalur aspirasi rakyat memiliki posisi yang yang sangat strategis sebagai rantai penghubung usaha pemenuhan aspirasi rakyat namun pada kenyataannya belum ada komitmen dan sensitivitas kolektif yang kuat dari seluruh unsur terkait di DPR. Sampai saat ini DPR masih menghadapi krisis citra di masyarakat yang menilai DPR kurang peka terhadap aspirasi rakyat dan tidak mampu memperjuangkan nasib rakyat.

Kualitas undang-undang yang dihasilkan DPR juga dipengaruhi oleh keterbatasan sumber data dan informasi yang dibutuhkan bagi Anggota DPR (Iayanan perpustakaan, informasi, riset, dan analisa, IT dan dokumentasi belum memadai untuk mendukun.g kinerja DPR) serta belum meratanya kemauan dan kemampuan Anggota DPR untuk mengakses/menghimpun data dan informasi yang tersedia. Dengan pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang seharusnya DPR didukung dengan suatu sistem yang memungkinkan DPR melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut secara optimal.

Selain keterbatasan sumber data dan informasi, faktor kualitas Anggota DPR sendiri merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas undang-undang yang dihasilkan, antara lain kualitas intelektual, kemauan, dan kemampuan Anggota DPR yang tidak merata untuk mengakses data dan informasi. Sebagian Anggota DPR sangat minim

Page 33: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

menggunakan layanan informasi, riset, dan dokumentasi. Selain itu, meskipun terdapat naskah akademik (academic draft) yang memuat alasan yuridis, sosiologis dan filosofis dalam penyusunan suatu RUU, dalam pelaksanaannya terkadang sering diabaikan oleh anggota DPR yang terlibat dalam pembahasan RUU tersebut (Anggota kadangkala tidak mempunyai cukup waktu untuk membaca atau mempelajari naskah akademik).

DPR tidak mempunyai cukup staf fungsional (tenaga ahli, peneliti, legislative drafter dan analis anggaran dalam penyusunan APBN) juga merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas undang-undang yang dihasilkan. Selain dukungan data dan informasi yang cepat, tepat, dan akurat, dukungan lain yang diperlukan DPR adalah dukungan keahlian fungsional. Meskipun saat ini Sekretariat Jenderal memiliki jabatan fungsional (peneliti, perancang undangundang, pustakawan, pranata komputer, dan arsiparis) dan mengangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan, namun baik kualitas maupun kuantitas masih jauh dan belum dapat memenuhi harapan dan keinginan Anggota DPR.

Terkait dengan dukungan keahlian di bidang legislasi, berdasarkan Perpres Nomor 23 Tahun 2005 telah terbentuk deputi Bidang perundang-undangan yang mempunyai tugas memberikan dukungan teknis, administratif, dan keahlian di bidang perundang-undangan untuk memperkuat pelaksanaan tugas dan fungsi DPR di bidang legislasi.

b DPR belum dapat memenuhi target jumlah penyelesaian UU yang telah ditetapkan dalam

Prolegnas. Pelaksanaan program pembangunan bidang hukum melalui pembentukan

peraturan perundang-undangan dilakukan berdasarkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Berdasarkan Prolegnas 2005-2009 yang telah dibahas oleh pemerintah dan DPR RI terdapat 284 RUU yang harus diselesaikan oleh DPR. Sedangkan untuk tahun 2005, terdapat 55 RUU yang harus diselesaikan. Namun pada Oktober 2005, DPR baru mensahkan 14 RUU dari target sebanyak 55 RUU yang harus diselesaikan pada tahun 2005. Pada kenyataannya hanya 2 dari 14 RUU tersebut yang melibatkan DPR dari sisi substansi, yaitu Undang-Undang tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Undang-Undang tentang Guru dan Dosen. Sedangkan sisanya merupakan Undang-Undang yang hanya berbentuk persetujuan tanpa adanya diskursus dan proses pembahasan yang mendalam, yaitu Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang APBN Tahun 2005, UndangUndang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2005 tentang Penundaan mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menjadi Undang-Undang, Undang-Undang tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Banten, Undang-Undang tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Kepulauan Bangka Belitung, Undang-Undang tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo, Undang-Undang tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Maluku Utara, Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang, Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang APBN Tahun Anggaran 2005, Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan rehabilitasi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara menjadi Undang-Undang, Undang-Undang tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESR) - Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Undang-Undang tentang Pengesahan International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR) - Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2006.

Sedangkan untuk prioritas tahun 2006 adalah sebanyak 36 (tiga puluh, enam) RUU. Hingga berakhirnya penutupan Masa Sidang I pada tanggal 18 Oktober 2006 baru disahkan sebanyak 4 (empat) RUU. Artinya, dalam pelaksanaan legislasi, meskipun DPR telah menyusun kriteria atau standar prioritas untuk pembuatan suatu RUU yang akan

Page 34: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

dibahas, namun dalam pelaksanaannya tidak dapat memenuhi kriteria dan standar dimaksud. Hal ini menunjukkan terlalu "ambisiusnya" DPR dalam menetapkan jumlah RUU yang menjadi prioritas.

Selain itu, kedudukan Baleg sebagai pintu masuk dari semua RUU inisiatif yang belum tertata secara baik merupakan penyebab belum dapat terpenuhinya target penyelesaian UU yang telah ditetapkan dalam prolegnas. Baleg merupakan alat kelengkapan DPR di luar Komisi yang mempunyai kewenangan beririsan dengan Komisi-Komisi DPR terutama dalam menjalankan fungsi legislasi. Hal ini berakibat pula pada pembahasan RUU yang tertunda karena jabatan rangkap antara Anggota Baleg dan Anggota Komisi menimbulkan kendala dalam hal penjadwalan rapat. Pada akhirnya sering terjadi penundaan waktu rapat karena Anggota seringkali mempunyai dua jadwal rapat yang sama sehingga rapat tidak tepat waktu atau tidak kuorum.

Faktor lain yang merupakan penyebab belum dapat terpenuhinya target penyelesaian UU yang telah ditetapkan dalam prolegnas adalah belum dipahaminya mekanisme dan tata cara penyusunan RUU oleh Anggota DPR.

Sebagaimana faktor yang menyebabkan kualitas undang-undang yang dihasilkan, lemahnya kinerja DPR dalam mengoptimalkan fungsinya di bidang legislasi dari segi kuantitas juga disebabkan oleh faktor ekstern yaitu menyangkut masalah SDM sebagai pendukung tugas dan fungsi DPR. Dalam hal ini DPR belum mempunyai cukup staf fungsional (tenaga ahli, peneliti dan legislative drafter) untuk membantu tugas legislasi DPR.

Belum optimalnya DPR untuk mengakses informasi dari institusi di luar dan sebaliknya DPR juga tidak cukup disuplai data dan informasi yang akurat untuk pembahasan RUU seperti tidak lengkapnya persyaratan yang dibutuhkan oleh anggota untuk pembahasan suatu RUU (misalnya naskah akademis) juga merupakan faktor yang menyebabkan belum dapat terpenuhinya target jumlah penyelesaian UU yang telah ditetapkan dalam prolegnas.

Selain itu terhambatnya produktifitas pembahasan RUU juga disebabkan oleh terlambatnya Surat Presiden yang menunjuk menteri yang mewakili pemerintah. Meskipun DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang namun pada dasarnya "otoritas" tersebut juga dimiliki oleh Presiden karena Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Selanjutnya jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

c Proses pembahasan RUU kurang transparan.

Permasalahan lain yang melatarbelakangi belum optimainya DPR dalam melaksanakan fungsinya di bidang legislasi adalah proses pembahasan RUU yang kurang transparan. Meskipun terbuka peluang bagi publik untuk memberikan masukan dalam proses pembahasan suatu RUU dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) namun partisipasi publik terhambat apabila pembahasan dilakukan pada tingkat Panja (Panitia Kerja) yang rapatnya bersifat tertutup. Penyelenggaraan rapat Panja yang tertutup pada akhirnya menjadikan tidak cukup informasi ke publik mengenai akhir pembahasan suatu RUU.

2 Fungsi Anggaran

Penggunaan hak dan kewenangan Dewan dalam proses penyusunan anggaran, merupakan tugas konstitusional sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Beberapa perubahan penting yang telah dilakukan Dewan, antara lain melakukan revisi terhadap RAPBN serta membahas dan menyepakati format dan struktur baru APBN sesuai standar statistik keuangan pemerintah (Government Finance Statistics); perubahan periode pelaksanaan APBN

Page 35: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

yang tadinya dimulai I April dan berakhir pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya, menjadi 1 Januari s/d 31 Desember.

Namun sebagaimana dalam pelaksanaan fungsi legislasi, dalam konteks pelaksanaan fungsi anggaran, masyarakat masih menilai DPR belum menunjukkan kinerja yang optimal. Beberapa permasalahan yang mengindikasikan penilaian tersebut adalah sebagai berikut :

a APBN belum menjawab kebutuhan masyarakat.

Budget atau anggaran sebagai suatu sistem merupakan suatu siklus atau tahapan yang terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran, yang harus dipahami dan dikuasai betul-betul prosesnya untuk masing-masing tahap tersebut.

Sebagaimana diketahui, DPR memegang kekuasaan yang besar dalam bidang penetapan anggaran. DPR sesuai dengan haknya dapat menyetujui ataupun tidak menyetujui RUU APBN yang diajukan oleh pemerintah dan mengadakan pembahasan mengenai RAPBN yang diajukan tersebut. DPR memiliki hak untuk mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU APBN. Namun kekuasaan besar yang dimiliki tersebut belum dilakukan dengan optimal terutama bagi kepentingan masyarakat yang diwakilinya. Bahkan DPR belum detail dan ketat untuk melakukan cross check atas anggaran negara dan pengalokasiannya sesuai dengan prioritas kebijakan yang telah ditetapkan.

Beberapa penyebab yang melatarbelakangi permasalahan belum optimalnya pelaksanaan fungsi DPR di bidang anggaran antara lain adalah DPR belum memiliki politik anggaran yang jelas, APBN belum dapat memenuhi ketentuan konstitusi dan belum memberikan porsi yang cukup bagi kebutuhan publik. Dalam hal ini, meskipun Rancangan RKP yang disusun oleh Pemerintah harus dibahas dan disepakati bersama dengan DPR sebagai pedoman dalam penyusunan RAPBN, namun terbatasnya ketersediaan data dan informasi yang aktual guna meningkatkan dinamika perdebatan yang sehat mempengaruhi Dewan dalam penyusunan RAPBN secara keseluruhan. Dewan kurang detail dan ketat untuk melakukan cross check atas anggaran negara dan pengalokasiannya sehingga belum jelas apa yang menjadi skala prioritas dalam penyusunan APBN seperti bobot mana yang terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat.

Selanjutnya, Panitia Anggaran belum mempunyai kapasitas yang berimbang dengan Pemerintah dalam membahas APBN juga merupakan faktor yang menyebabkan belum terpenuhinya kebutuhan masyarakat dalam APBN. Keterbatasan sumber data dan informasi serta sumber days manusia yang mendukungnya merupakan kendala yang dihadapi oleh Panitia Anggaran. Selain itu banyak Anggota DPR yang tidak memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadai di bidang anggaran. Meskipun DPR memiliki supporting system dalam bidang tersebut, dalam hal ini tenaga analis anggaran masih terbatas sehingga belum memadai untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPR. Sebagian besar staf di sekretariat jenderal lebih banyak melakukan pekerjaan teknis administrasi, sementara ada kebutuhan yang lebih banyak untuk tenaga ahli dan analisa. Sebaliknya, Pemerintah dengan jajaran birokratnya memiliki kapasitas personal dan profesional yang sangat memadai sehingga sulit bagi DPR mengimbangi hal tersebut.

b Banyak anggota yang belum memahami siklus dan mekanisme penyusunan APBN.

Belum optimalnya kinerja DPR di bidang anggaran juga karena adanya permasalahan dimana banyak Anggota DPR yang belum memahami siklus dan mekanisme penyusunan APBN. Penyebab permasalahan ini diindikasikan karena kurangnya sosialisasi siklus dan mekanisme penyusunan APBN (yang telah menjadi kesepakatan antara Dewan dan Pemerintah yang telah disetujui Bamus) kepada anggota Dewan.

Page 36: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Dalam prakteknya, hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran yang dilakukan Komisi-Komisi dengan Kementerian Negara/Lembaga yang disampaikan kepada Panitia Anggaran dan dibahas dalam Rapat Panja yang bersifat tertutup, terkadang tidak disepakati dalam pembahasan antara Panitia Anggaran dan Pemerintah. Penyelenggaraan rapat Panja yang tertutup pada akhirnya menjadikan tidak cukup informasi ke publik mengenai akhir pembahasan suatu RUU, termasuk RUU tentang APBN.

3 Fungsi Pengawasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberi kedudukan

yang kuat kepada Dewan dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan terhadap jalannya perderintahan, merupakan perwujudan upaya proses pembentukan sebuah kehidupan ketatanegaraan dan kebangsaan yang mencerminkan prinsip demokratisasi.

Berdasarkan mekanisme yang terdapat dalam Peraturan Tata Tertib Dewan, maka fungsi pengawasan ini merupakan salah satu tugas Dewan yang dilakukan oleh Komisi. Pengawasan oleh komisi dilakukan antara lain melalui mekanisme rapat kerja, rapat dengar pendapat, dan melalui kunjungan kerja. Melalui mekanisme tersebut, para Anggota Dewan menggunakan salah satu haknya yaitu hak bertanya secara aktif yang kemudian hasilnya dirumuskan sebagai laporan komisi.

Meskipun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memberikan kedudukan yang kuat di bidang pengawasan, dalam pelaksanaannya belum berjalan optimal. Dalam pelaksanaannya, pengawasan yang dilakukan oleh DPR diindikasikan cenderung mengarah kepada pengawasan fungsional yang bersifat teknis, selain itu hak-hak yang dimiliki oleh Anggota DPR dalam rangka pengawasan politik belum digunakan secara optimal bahkan seringkali rencana penggunaan hak-hak tersebut berhenti dalam tahapan proses. Berbagai permasalahan yang melatar belakangi belum optimalnya fungsi pengawasan tersebut adalah sebagai berikut : a Rendahnya efektifitas pengawasan melalui rapat-rapat.

Belum optimalnya kinerja DPR di bidang pengawasan karena adanya beberapa permasalahan di lembaga ini yaitu antara lain rendahnya efektifitas pengawasan melalui rapatrapat. Dalam hal ini, perencanaan dan persiapan untuk menghadapi rapat tidak dilakukan dengan matang.

Selain itu, manajemen rapat belum mendukung efektifitas rapat (seperti pimpinan belum dapat mengarahkan rapat, anggota tidak fokus menyampaikan pertanyaan, anggota belum disiplin menggunakan waktu). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Pemerintah tidak didukung dengan data yang cukup dan terkesan kurang persiapan. Meskipun Pimpinan Rapat mempunyai banyak kewenangan untuk menjalankan rapat namun tidak adanya batas waktu bagi anggota rapat untuk berbicara memungkinkan munculnya pertanyaan yang disertai tanggapan/pernyataan yang panjang, berbelit-belit, dan sering bersifat pengulangan. Peraturan Tata Tertib belum mengatur dengan jelas mengenai ketentuan-ketentuan tentang pengaturan waktu bicara dalam rapat-rapat. Tidak ada ketentuan tegas yang mengatur berapa lama seorang anggota rapat dapat berbicara atau melakukan interupsi. Jalannya rapat seringkali tergantung sepenuhnya pada Pimpinan Rapat. Hal ini dapat membawa kepada situasi dimana waktu yang tersedia untuk rapat tidak digunakan secara efisien.

Pimpinan Komisi tidak menyampaikan kesimpulan rapat yang terdahulu sebelum rapat dimulai dan belum seluruh Fraksi membagi anggotanya berdasarkan bidang masalah yang ditangani komisi yang bersangkutan, juga merupakan faktor penyebab rendahnya efektifitas pengawasan melalui rapat-rapat.

Selanjutnya keberadaan staf ahli komisi/alat kelengkapan dewan belum berfungsi sebagaimana mestinya. Pasal 100 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 menentukan bahwa DPR dapat mengangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan yang

Page 37: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

bertugas membantu kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi DPR. Para pakar/ahli sebagaimana dimaksud merupakan kelompok pakar/ahli di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal DPR. Dukungan keahlian sebagaimana dimaksud Undang-Undang tersebut seharusnya dapat memberikan dukungan secara Iangsung kepada Dewan dalam melaksanakan fungsi-fungsi tersebut. Namun pada kenyataannya para pakar/ahli tersebut belum dapat memberikan dukungan yang optimal. Meskipun para pakar/ ahli tersebut berada di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal, campur tangan Anggota DPR Iebih besar dalam hal perekrutan. Pemilihan dan seleksi staf ahli tidak menggunakan tolok ukur standar sehingga kualitas dan kompetensinya belum mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPR.

Beberapa penyebab lainnya yang mempengaruhi rendahnya efektifitas pengawasan melalui rapat-rapat adalah jawaban pemerintah terhadap pertanyaan tertulis seringkali baru disampaikan pada saat Rapat Kerja dimulai dan kesimpulan rapat seringkali diulang-ulang tetapi tidak ada tindak-lanjut dari Pemerintah.

b Aspirasi masyarakat/konstituen pada saat Anggota melakukan pengawasan ke daerah

tertentu (kunjungan kerja) sering kali tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Selain rendahnya efektifitas pengawasan melalui rapatrapat, belum optimainya

pelaksanaan fungsi di bidang pengawasan karena aspirasi masyarakat/konstituen pada saat Anggota melakukan pengawasan ke daerah tertentu (kunjungan kerja) sering kali tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Beberapa faktor yang menyebabkan permasalahan adalah temuan Anggota sering tidak ditindaklanjuti dalam Rapat Kerja dan tindak lanjut hasil kunjungan kerja kurang mendapat respon positif dari Pemerintah.

c DPR belum efektif menjalankan tugas dan fungsi check and balances.

Permasalahan lain dalam pelaksanaan fungsi pengawasan adalah belum efektifnya DPR menjalankan tugas dan fungsi check and balances. DPR tidak mempunyai dana pendukung yang cukup untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional termasuk pelaksanaan tugas dan fungsinya di bidang pengawasan. Segala sesuatu yang berkenaan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi DPR mengalami keterbatasan sumber daya, akses terhadap informasi dan data serta ketergantungan anggaran kepada Pemerintah.

4 Penyerapan Aspirasi dan Pengaduan Masyarakat Tuntutan masyarakat terhadap Anggota DPR sebagai wakil rakyat sangat besar. Anggota

DPR diharapkan dapat menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPR, penyerapan aspirasi dan pengaduan masyarakat ke DPR dapat dilakukan melalui surat pengaduan atau melalui delegasi pengaduan masyarakat ke DPR. Kedua sarana penerimaan aspirasi masyarakat itu, selama ini telah dilaksanakan oleh Anggota dan Alat-Alat Kelengkapan Dewan.

Setelah memperhatikan jumlah pengaduan masyarakat yang diterima baik melalui surat pengaduan maupun delegasi masyarakat ke DPR, dapat dinilai frekuensi pengaduan aspirasi masyarakat baik kuantitas maupun kualitasnya masih sangat trebatas. Salahsatu masalah yang diketahui adalah ada kendala bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi dan data mengenai kegiatan DPR dan hasil-hasilnya. Meskipun media massa telah menyajikan informasi mengenai kegiatan Dewan, namun informasi yang disajikan adalah informasi yang sesuai dengan kebijakan redaksi media yaitu yang memiliki nilai berita. Berita kegiatan Dewan yang disajikan media massa belum tentu sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi masyarakat. Sehingga dianggap perlu untuk menyajikan berbagai aktivitas Dewan secara lengkap melalui Website DPR.

Namun demikian masyarakat masih mengalami kesulitan untuk mengakses informasi termasuk hasil-hasil rapat/risalah di DPR. Website DPR RI belum secara lengkap memuat hasil-

Page 38: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

hasil rapat DPR RI. Risalah, catatan rapat atau laporan singkat tidak selalu tersedia, karena pembuatannya yang masih menggunakan sistem manual dan sistem penyimpanan/arsip yang tidak memadai. Informasi yang disajikan di dalam website DPR adalah informasi yang tidak aktual karena kegiatannya telah berlalu, sehingga informasi tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan informasi masyarakat.

Selain melalui jaringan website DPR melalui internet, kegiatan pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan diharapkan juga dapat dikomunikasi kepada masyarakat melalui fungsi kehumasan yang dijalankan oleh Humas Sekretariat jenderal DPR RI. Namun demikian peran public relations Setjen DPR belum memadai. Sehingga tidak semua kegiatan DPR dapat diketahui publik.

Hubungan Humas dengan media massa (media relations) belum dilkukan secara optimal. Pada kita ketahui pada umumnya masyarakat mengetahui kegiatan DPR dari media massa termasuk juga TV. Namun sering kali kita menemui berita-berita tidak obyektif yang disajikan media massa dalam melakukan penilaian terhadap kinerja Dewan. Oleh karena itu, Humas DPR perlu membangun hubungan atau kerjasama dengan media massa secara obyektif dalam menyiarkan kegiatan DPR. Walaupun telah ada televisi jaringan yang menyiarkan kegiatankegiatan Dewan, namun baik isi acara (content) maupun wilayah penyebarannya masih sangat monoton dan terbatas.

Humas juga berperan dalam membangun pendidikan politik kepada masyarakat khususnya para pelajar mengenai tugas dan fungsi Dewan. Dalam mengembangkan pendidikan politik bagi peserta didik dan masyarakat umum, Hubungan Masyarakat (Humas) Setjen DPR RI belum berperan sebagaimana mestinya. Frekuensi kunjungan peserta didik dan masyarakat yang ingin mengetahui DPR RI serta pelaksanaan tugas dan fungsinya secara Iangsung belum begitu sering. Oleh karena itu, di masa yang akan datang Humas Setjen DPR RI dalam tugas dan fungsinya perlu memberikan pelayanan informasi keparlemenan kepada peserta didik dan masyarakat umum dalam melakukan wisata pendidikan politik di DPR RI, agar peserta didik dan masyarakat mempunyai pengetahuan tentang lembaga legislatif yang beranggotakan wakil-wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum.

5 Komunikasi Publik a Individu Anggota

Selain peningkatan peran sistem pendukung dan supporting system lainnya, peningkatan kemampuan Anggota Dewan juga perlu mendapat perhatian. Pada kenyataannya, Anggota belum dapat bekerja secara efektif sesuai dengan kemampuannya. Hal ini disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. 1 Faktor Eksternal

a Belum tersedianya asisten dan tenaga ahli yang berkualitas bagi para anggota.

b Tidak berfungsinya perangkat kerja secara optimal seperti internet, telepon, dan lain sebagainya.

c Perencanaan anggaran yang belum efektif. d Penggunaan anggaran belum efektif. e Sistem yang belum mendukung. f Keamanan dan kenyamanan bekerja di kantor yang belum kondusif. g Jadwal rapat yang tumpang tindih, disebabkan kesulitan Setjen dalam

menetapkan jadwal rapat-rapat Anggota 2 Faktor Internal

a Kurangnya disiplin Anggota dalam menghadiri rapat-rapat. b Kurang memahami tugas dan fungsi. c Latar belakang pendidikan anggota tidak sesuai dengan penempatannya di

komisi atau badan.

Page 39: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

d Pada prakteknya, ada anggota yang mengikuti banyak pansus sehingga mempengaruhi kapasitasnya secara individual.

e Dalam bidang kehumasan, kadangkala Anggota menyampaikan hal-hal yang tidak perlu disampaikan kepada masyarakat

Kualitas Anggota Dewan tentunya perlu didukung oleh kecakapan dan kematangan Anggota di bidang politik. Selain itu, Anggota Dewan yang memiliki ketrampilan teknis di dalam penyusunan produk legislatif akan menjadi nilai tambah tersendiri. Dengan ketrampilan tersebut, pembahasan sebuah produk legislatif tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk memperdebatkan halhal yang sifatnya teknis atau redaksional, karena antara eksekutif dan legislatif telah mempunyai kemampuan dan pemahaman yang sama. Selain itu, dengan kemampuan ini, para Anggota Dewan tidak perlu menunggu prakarsa dari pemerintah apabila mempunyai ide atau pemikiran tertentu yang perlu dituangkan dalam produk legislatif. Para Anggota Dewan dapat berinisiatif mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU).

Permasalahan lain yang dihadapi Anggota DPR adalah terjadi kemacetan (bottle neck) dalam pelaksanaan tugas-tugas rutin. Hal ini disebabkan karena pembagian kerja di antara anggota yang tidak merata. Bagi fraksi-fraksi yang jumlah Anggotanya sedikit agak kewalahan dalam memilih dan mengirimkan wakil-wakilnya di Pansus RUU atau non RUU. Beban kerja masing-masing Anggota menjadi berat. Di samping itu, Anggota belum dapat bekerja sebagaimana mestinya, karena kurangnya dukungan tenaga fungsional.

b Hubungan Anggota dan Konstituen Berdasarkan undang-undang, anggota DPR dipilih oleh rakyat berdasarkan daerah

pemilihan tertentu. Daerah pemilihan anggota DPR adalah Provinsi atau bagian-bagian Provinsi. Pemilihan Umum anggota DPR dilakukan dengan sistem proporsional terbuka. Artinya, selain memilih tanda gambar, pemilih juga dapat memilih orang. Setiap orang yang akan menjadi anggota DPR harus memperoleh jumlah suara tertentu dalam pemilihan umum. Untuk ditetapkan sebagai calon Anggota DPR, seorang calon anggota DPR harus mendapatkan dukungan yang cukup dari masyarakat pemilihnya.

Sebagai konsekuensi dari sistem tersebut, sudah seharusnya hubungan antara anggota DPR terpilih dengan pemilihnya senantiasa terbina dan tidak terhenti ketika calon anggota DPR terpilih menjadi anggota DPR. Salah satu bentuk dari komunikasi antara Anggota DPR dengan konstituennya adalah setiap anggota DPR dituntut untuk menginformasikan hasil kerja dan perjuangannya terhadap aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Sebaliknya, anggota DPR juga harus mampu mengartikulasikan aspirasi dari warga masyarakat di daerah pemilihannya. Namun, menurut penilaian saat ini komunikasi Anggota dengan konstituennya masih dirasakan kurang.

Beberapa permasalahan yang menyebabkan komunikasi antara anggota DPR dan konstituennya (masyarakat yang diwakilinya) kurang adalah: a Rendahnya frekuensi pertemuan Anggota DPR dengan konstituen;

Satu Tahun Persidangan DPR dibagi menjadi empat Masa Persidangan. Masa Persidangan dibagi menjadi Masa Sidang dan Masa Reses. Dengan demikian, dalam satu tahun, anggota DPR memiliki kesempatan untuk melakukan kunjungan ke daerah sebanyak empat kali. Namun dalam masa reses tersebut, anggota juga harus melakukan kunjungan kerja secara berkelompok bersama dengan Koinisi. Dengan keikutsertan anggota dalam kunjungan kerja Komisi, maka waktu Anggota untuk berkunjung ke daerah pemilihannya menjadi berkurang. Apalagi jika daerah pemilihan dari anggota yang bersangkutan sangat luas dengan kondisi geografis yang sulit untuk dicapai.

b Terbatasnya dana bagi Anggota DPR untuk tinggal lama di daerah;

Page 40: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Selama ini dana yang ditujukan bagi Anggota Dewan untuk membina komunikasi dengan konstituennya berasal dari dana penyerapan aspirasi masyarakat. Selama ini model penyerapan aspirasi masyarakat oleh Anggota Dewan, dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang dilakukan melalui pertemuan langsung dengan konstituennya, namun ada jugs yang dilakukan secara tidak langsung misalnya melalui acara dialog yang disiarkan oleh stasiun radio penyiaran di daerah yang bersangkutan.

ldealnya, komunikasi dengan konstituen ini memang harus dilakukan secara langsung oleh Anggota Dewan kepada masyarakat konstituennya. Namun berdasarkan pertimbangan efisiensi, kegiatan komunikasi dengan kosntituen Iebih sering dilakukan dengan bantuan media penyiaran khususnya radio di daerah. Pertimbangan ini tentunya menambah beban biaya dalam melakukan komunikasi dengan konstituen, karena pada umumnya setiap Angota Dewan harus membayar mata acara dalam stasiun radio tersebut yang digunakan untuk berkomuniksi dengan konstituennya.

Terbatasnya kemampuan pendidikan politik masyarakat terutama dalam melakukan komunikasi dengan Anggota Dewan, menyebabkan tidak efektifnya pertemuan Anggota Dewan dengan konstituennya. Masyarakat Iebih memperhatian dan menghargai bahasa komunikasi simbolik serta pemberian barang-barang berharga bagi dirinya. Masyarakat lebih memperhatikan spanduk atau baliho yang dipasang ditempat ramai dan berisi pesanpesan singkat Anggota Dewan dalam peringatan hari-hari tertentu. Selain itu masyarakat lebih menghargai pemberian barang-barang kebutuhan poko misalnya sembako, daripada harus berkomunikasi dengan wakilnya di DPR. Dua keadaan ini tentunya akan berakibat pada semakin membesarnya kebutuhan dana bagi Anggota Dewan dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat konstituennya.

c Masyarakat tidak dapat menyampaikan aspirasi dan kesulitannya kepada wakilnya bila diperlukan;

Tidak semua masyarakat jadwal reses Anggota Dewan yang biasanya diikuti dengan kegiatan berkunjungnya Anggota Dewan ke daerah konstituennya. Luasnya daerah pemilihan Anggota Dewan serta kesibukan masyarakat, menyebabkan masyarakat konstituen mengalami kesulitan dalam menemui dan menyampaikan aspirasi serta kesulitannya kepada wakilnya di DPR. Tidak semua masyarakat di daerah pemilihan tersebut memiliki kemampuan untuk menjangkau tempat pertemuan atau ikut serta berinteraksi dengan wakilnya melalui media penyiaran. Keterbatasan waktu, dana dan kesempatan masyarakat untuk berkomunikasi secara efektif dengan Anggota Dewan menyebabkan masyarakat mengalami kesulitan dalam menyampaikan aspirasinya.

d Tidak mudah menemui Anggota DPR di daerah; Berbagai pertimbangan dari masyarakat di daerah konstituen, baik

pertimbangan ekonomis, psikologis, maupun adat dan budaya, menyebabkan tidak mudah bagi masyarakat menemui Anggota Dewan yang sedang berkunjung di daerah konstituennya. Masyarakat tidak memiliki uang untuk mendatangi tempat pertemuan atau berinteraksi dengan Anggota Dewan yang berada di wilayahnya. Selain itu, masyarakat merasa malu atau rendah diri untuk bertemu dengan "para pembesar" yang walaupun "pembesar" itu adalah juga wakil mereka di DPR.

B. Sistem Pendukung 1 Sekretariat Jenderal DPR-RI

Secara umum Sekretariat Jenderal DPR telah melaksanakan fungsinya sebagai unsur penunjang pelaksanaan tugas-tugas DPR. Namun, Organisasi Setjen diindikasikan belum berorientasi kepada kinerja. Hal ini ditandai dengan belum sepenuhnya berorientasi pada visi dan misi, meski dalam struktur organisasi yang baru telah mengarahkan langsung pada

Page 41: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

dukungan kepada pelaksanaan fungsi - fungsi Dewan, tetapi belum dilengkapi dengan prosedur dan tata kerja, aparatur yang kompeten di bidangnya, dan kultur yang kondusif. Oleh karena itu, seiring dengan meningkatnya bobot fungsi dan jumlah Anggota DPR, mengharuskan Sekretariat Jenderal memberikan dukungan yang lebih optimal dan proporsional.

Sekretariat Jenderal DPR RI (Setjen DPR RI) merupakan unsur penunjang DPR RI. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 23 Tahun 2005, Setjen DPR RI adalah aparatur pemerintah yang di dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggungjawab Iangsung kepada Pimpinan DPR RI.

Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI, sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR RI Tahun 2005, Setjen DPR RI mempunyai tugas: a memberikan bantuan teknis, administratif, dan keahlian kepada DPR RI; b melaksanakan kebijakan kerumahtanggaan yang telah ditentukan oleh Pimpinan DPR RI,

termasuk kesejahteraan Anggota dan pegawai Sekretariat Jenderal; c membantu BURT dalam mensinkronisasikan penyusunan rancangan anggaran DPR RI

yang bersumber dari pengajuan masing-masing alat kelengkapan DPR RI, dengan ketentuan: 1) hasil sinkronisasi penyusunan rancangan anggaran sebelum disampaikan kepada

Pimpinan DPR RI terlebih dahulu disampaikan kepada BURT untuk diadakan penelitian dan penyempurnaan;

2) dalam proses penyelesaian rancangan anggaran selanjutnya, Sekretariat Jenderal membantu BURT dan Panitia Anggaran untuk menetapkan plafon anggaran.

d membantu Anggota, Komisi, Gabungan Komisi, Badan Legislasi menyiapkan naskah akademis dan naskah awal RUU;

e membetikan penjelasan dan data yang diperlukan oleh BURT; f melaksanakan hal lain yang ditugaskan oleh Pimpinan DPR RI; dan g melaporkan secara tertulis pelaksanaan tugasnya selama Tahun Sidang yang lalu

kepada Pimpinan DPR RI pada setiap permulaan Tahun Sidang dengan memberikan tembusan kepada Badan Musyawarah dan BURT. Dalam melaksanakan tugas tersebut, berdasarkan Perpres No. 23 Tahun 2005, Setjen

DPR RI mempunyai fungsi: a koordinasi dan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas unit organisasi di Iingkungan

Setjen DPR RI; b pemberian dukungan teknis, administratif dan keahlian di bidang perundang-undangan,

anggaran, dan pengawasan kepada DPR RI; c pembinaan dan pelaksanaan perencanaan dan pengendalian, kepegawaian, keuangan,

perlengkapan dan kerumahtanggaan di Iingkungan DPR RI. Untuk menyelenggarakan dukungan teknis, administratif, dan keahlian tersebut, Setjen

DPR RI mempunyai struktur organisasi terdiri dari 4 (empat) deputi, yaitu: a Deputi Bidang Perundang-undangan, mempunyai tugas memberikan dukungan teknis,

administratif dan keahlian di bidang perundangundangan untuk memperkuat pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI di bidang legislasi.

b Deputi Bidang Anggaran dan Pengawasan, mempunyai tugas memberikan dukungan teknis, administratif, dan keahlian di bidang anggaran dan pengawasan untuk memperkuat pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI di bidang anggaran dan pengawasan.

c Deputi Bidang Persidangan dan Kerja Sama Antar Parlemen, mempunyai tugas membina dan melaksanakan dukungan teknis dan administratif di bidang persidangan dan

Page 42: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

kerjasama antar parlemen, dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan sidang - sidang DPR serta fasilitasi hubungan DPR dengan masyarakat nasional maupun internasional.

d Deputi Bidang Administrasi, mempunyai tugas membina dan melaksanakan perencanaan dan pengendalian, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan kerumahtanggaan di Iingkungan DPR RI, dimaksudkan untuk memberikan dukungan sumber daya manusia, sarana dan prasarana kepada DPR. Dengan struktur demikian, Sekretariat Jenderal DPR RI dapat memperkuat bentuk

pelayanan baik di bidang teknis administratif, maupun substantif yang menyangkut ketiga fungsi Dewan. Dukungan teknis administratif terkait dengan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk berjalannya aktivitas DPR, mulai dari fasilitas perumahan, transportasi, rapat-rapat, dan fasililitas pelayanan kesehatan bagi Anggota Dewan dan keluarganya. Sedangkan pelayanan di bidang keahlian terkait dengan dukungan secara Iangsung kepada substansi yang diperlukan untuk pelaksanaan ketiga fungsi Dewan. Pelayanan keahlian meliputi dukungan terhadap perancangan dan pendampingan pembahasan RUU, data dan analisis dalam rangka pembahasan RAPBN dengan Pemerintah, serta dukungan bagi pelaksanaan fungsi pengawasan melalui penggunaan beberapa hak-hak Dewan.

Dengan peningkatan peran DPR RI pasca amandemen UUD 1945, dituntut peningkatan kinerja Sekretariat Jenderal DPR RI sebagai supporting system. Karena berhasil tidaknya pelaksanaan tugas DPR sangat tergantung pada dukungan Sekretariat Jenderal. Oleh karena itu, Sekretariat Jenderal harus dapat mengiringi setiap gerak Iangkah dan irama kerja DPR RI.

Namun, saat ini terdapat beberapa masalah dalam dukungan Setjen DPR RI terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI, yang berkaitan dengan: a Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal DPR RI

Tuntutan terhadap peningkatan peran DPR RI pasca Amandemen UUD 1945 ternyata berdampak pada Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal DPR RI. Ketetapan MPR RI Nomor VI//MPR/2002 merekomendasikan perlunya restrukturisasi Organisasi Sekretariat Jenderal DPR RI dengan membentuk suatu institusi yang mempunyai tugas khusus di bidang anggaran dan legislasi.

Sebagai jawaban atas tuntutan tersebut, DPR RI melakukan restrukturisasi Organisasi Sekretariat Jenderal dan disetujui oleh Presiden, tertuang dalam Peraturan Presiden No. 23 Tahun 2005 tentang Sekretariat Jenderal DPR RI. Perubahan penting clad restrukturisasi Sekretariat Jenderal adalah penegasan bentuk dukungan Sekretariat Jenderal terhadap pelaksanaan tugas Dewan, yaitu dukungan teknis, administratif, dan keahlian, serta pembentukan Deputi yang diarahkan pada dukungan ketiga fungsi Dewan.

Struktur Sekretariat Jenderal yang relatif masih baru ternyata masih dianggap belum sepenuhnya efektif dalam memberikan dukungan kepada Dowan. Hal ini disebabkan antara lain karena posisi para Peneliti di Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) yang kurang tepat yaitu ditempatkan di bawah Deputi Anggaran dan Pengawasan. Penempatan ini seolah-olah membatasi lingkup kerjanya yang hanya mendukung kedua fungsi DPR tersebut. Padahal kadangkala peneliti P3DI diminta untuk mendampingi Pansus RUU atau non RUU. Di samping itu, posisi Legislative Drafter terbagi-bagi dalam 2 (dua) biro yang berbeda ruang Iingkupnya, yaitu Biro Perancangan UndangUndang Bidang Pdlitik, Hukum, HAM, dan Kesra dan Biro Perancangan Undang-Undang Bidang Ekkuindag. Dengan posisi demikian, para perancang menjadi terpecah-pecah dan beban kerja pada masingmasing perancang tidak merata.

Adanya batasan normatif dalam peraturan perundanganundangan untuk pengembangan struktur menjadi kendala dalam restrukturisasi Setjen. Misalnya, ada pembatasan jumlah biro dalam satu deputi dan juga pembatasan Bagian dalam satu biro. b Kualitas Sumber Daya Manusia

Para pegawai yang bekerja pada Setjen DPR RI merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang karir dan penggajiannya tergantung pada peraturan tertentu, dan tunduk pada peraturan

Page 43: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

kepegawaian pada umumnya. Namun demikian, dalam pelaksanaan tugas mereka bertanggung jawab penuh kepada Pimpinan DPR RI.

Keseluruhan jumlah PNS Setjen per 1 September 2006 adalah 1362 orang, yang menyebar dalam empat deputi: - Deputi Bidang Perundang-undangan PNS berjumlah 94 orang; - Deputi Bidang Anggaran dan Pengawasan PNS berjumlah 160 orang; - Deputi Bidang Persidangan dan KSAP PNS berjumlah 378 orang; - Deputi Bidang Administrasi PNS berjumlah 722 orang.

Dengan jumlah PNS 1362 orang, dukungan sumber daya manusia Setjen dianggap belum memadai. Salah satu penyebabnya adalah adanya ketimpangan jumlah staf yang bersifat administratif dan staf fungsional (yang bersifat substantif), baik pada alat-alat kelengkapan Dewan maupun pada Sekretariat Jenderal. Jumlah staf administratif jauh melebihi jumlah staf fungsional. Jumlah staf administratif 1002 orang, sedangkan jumlah staf yang secara fungsional melaksanakan tugas-tugas substansial ± 360 orang yang tersebar di beberapa bidang kerja. Jumlah tersebut saat ini didukung oleh tenaga ahli yang berjumlah 12 orang, yang terdapat pada beberapa unit kerja seperti Biro - Biro di bawah Deputi Bidang Perundang - undangan, Biro - Biro di bawah Deputi Bidang Anggaran dan Pengawasan, dan Biro - Biro di bawah Deputi Bidang Administrasi. Dengan adanya tenaga ahli tersebut diharapkan terdapat transfer of knowledge.

Mengingat anggota DPR RI hash Pemilu tahun 2004 berjumlah 550 orang dengan beban tugas yang demikian berat, dibutuhkan dukungan substansi yang begitu besar. Kesibukan Anggota setiap harinya dengan jadwal rapat yang demikian padat, baik di Komisi, Alat Kelengkapan Dewan, maupun Pansus/Panja yang dibentuk untuk membahas RUU atau masalah-masalah tertentu, tidak memungkinkan Anggota menyiapkan substansi sendiri. Oleh karena itu yang dibutuhkan anggota Dewan adalah PNS Setjen yang tidak hanya melayani secara administratif tetapi mempunyai wawasan yang luas. Selain PNS Setjen, Asisten Pribadi (Aspri) yang mendukung Anggota belum efektif, karena perekrutan yang dilakukan langsung oleh Anggota, sehingga tidak ada kesamaan kriteria dan kualitas. Beberapa Anggota malah mengangkat saudara atau kenalannya, yang tidak mempunyai kemampuan. Untuk itu perlu dipikirkan mekanisme perekrutan yang dilakukan oleh Setjen DPR RI.

Faktor lain yang menyebabkan belum memadainya SDM Setjen adalah belum efektifnya pembinaan SDM melalui pendidikan dan latihan (diklat). Pada Tahun Anggaran 2006, jenis jenis diktat yang dilaksanakan terdiri dari: 1 Pendidikan dan Pelatihan Struktural

a KSA Lemhannas b Diklatpim Tk.I (SPATI) c Diklatpim Tk. II (SPAMEN) d Diklatpim Tk. III (SPAMA) e Diklatpim Tk. IV (ADUM) f Ujian Dinas

2 Pendidikan dan Pelatihan Fungsional a Bidang Teknologi Komputer: diklat operator komputer tingkat dasar, diktat

komputer tingkat lanjutan, diklat teknisi komputer, diktat komputer design graphic, computer networking/jaringan.

b Bidang Persidangan: diklat teknis penulisan laporan persidangan, diktat teknis menulis cepat/stenografi, diklat penyegaran penyusunan risalah rapat, diklat teknik penyusunan DIM.

c Bidang Kehumasan: diklat kehumasan, diktat bahasa asing, diktat pelayanan pers, diktat fotografi, diktat keprotokolan dan MC.

Page 44: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

d Bidang Administrasi dan Manajemen: diktat administrasi perkantoran, diklat pengembangan diri, diktat kesekretariatan, diktat manajemen SDM, diktat pengawasan internal, diktat manajemen perencanaan, diklat pembuatan abstraksi, diklat kepustakawanan.

Belum efektifnya diklat tersebut disebabkan karena peserta diktat seringkali bukan merupakan pegawai yang memerlukan keahlian tersebut, tetapi dilibatkan karena yang bersangkutan tidak terlalu sibuk. Di samping itu, jenis diktat yang berkaitan dengan kefungsionalan belum mencakup substansi yang dibutuhkan Dewan misalnya yang berkaitan dengan peningkatan pendidikan akademik atau pendidikan non akademik tentang keparlemenan, pemilu, partai politik atau ilmu politik pada umumnya, serta cabang ilmu lain yang dibutuhkan Dewan.

Masih berkaitan dengan kendala dalam dukungan keahlian kepada Anggota DPR RI, beberapa jabatan fungsional yang berada di Setjen DPR RI tergantung pada institusi lain. Misalnya, para peneliti di Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Setjen DPR RI, untuk peningkatan karirnya tergantung pada karya-karya tulis ilmiah mereka yang dinilai oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Padahal ada perbedaan antara tuntutan tugas dengan persyaratan kenaikan jabatan fungsional peneliti. Karya-karya tulis yang dapat dinilai oleh LIPI berupa kajian-kajian ilmiah dan hasil penelitian yang sangat teoritis, sementara tuntutan tugas sebagai dukungan kepada Dewan lebih bersifat praktis dan tidak terlalu teoritis, yang tidak dapat dinilai LIPI. Nilai positif yang bisa diambil oleh para peneliti dari sistem penilaian yang dilakukan oleh LIPI adalah peneliti dituntut untuk terus meningkatkan kemampuan dalam menganalisis serta dalam membuat karya ilmiah sesuai standard ilmiah LIPI. Kemudian perancang undang-undang (legislative drafter) yang peningkatan karirnya bergantung pada penilaian Departemen Hukum dan HAM. Demikian pula dengan tenaga fungsional Iainnya seperti pranata komputer, pustakawan dan arsiparis, penilaian untuk angka kredit dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan Nasional dan Arsip Nasional. Demikian pula rintisan pengembangan fungsional Perencana Anggaran di bawah induk institusi Bappenas belum dapat berjalan.

Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, staf fungsional belum didukung sarana yang memadai. Kurangnya anggaran untuk melakukan berbagai penelitian, terbatasnya sarana komputer dan internet, serta ketidaklengkapan buku-buku referensi ilmiah merupakan kendala Iainnya bagi tenaga fungsional dalam memenuhi permintaan Anggota DPR RI akan data atau informasi yang bersifat substansial.

Di samping itu, tugas dan fungsi, serta mekanisme dan prosedur kerja P3DI belum jelas. Terlebih dengan adanya aturan baru dari LIPI yang mengharuskan peneliti berkonsentrasi pada spesialisasi bidang kepakaran tertentu, yang semakin menyulitkan peneliti dalam perolehan angka kredit. Dengan tuntutan kerja yang ada, jumlah peneliti justru semakin berkurang karena banyak yang berpindah ke jalur struktural. Saat ini jumlah peneliti hanya 32 orang.

Selain itu, pada beberapa biro yang memiliki kebutuhan sangat tinggi akan kemampuan analisis ternyata belum cukup didukung oleh pegawai yang memiliki kemampuan analisis. Misalnya, di Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN jumlah pegawai fungsional yang mempunyai kemampuan untuk menganalisa anggaran masih terbatas. Oleh karena itu, saat ini dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh 3 orang tenaga ahli, namun hal ini ke depan perlu terus ditingkatkan. Di samping itu, di Biro Perancangan Undang-Undang, khususnya di Sekretariat Badan Legislasi saat ini didukung oleh 17 orang tenaga ahli dari luar, padahal Setjen mempunyai legislative drafter yang khusus mendukung fungsi legislasi DPR. Oleh karena itu, untuk penguatan fungsi legislasi DPR, Biro Perancangan Undang-Undang perlu diperkuat, agar tidak tergantung pada tenaga ahli dari luar. c Sistem Komunikasi dan Informasi

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kinerja DPR RI perlu dibangun sistem

komunikasi dan informasi, baik secara manual maupun elektronik. Terlebih lagi saat ini dengan

Page 45: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

perubahan lingkungan strategis dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, penggunaan teknologi informasi dalam proses administrasi sudah menjadi tuntutan kebutuhan.

Dengan teknologi komunikasi dan informasi, akan terjadi perubahan cara kerja, cara berkomunikasi, persepsi tentang efisiensi, pengelolaan dan penggunaan informasi. Teknologi komunikasi dan informasi dimaksud dapat berbentuk E-mail, website internet, basis data, dokumen multimedia.

Dengan sistem tersebut maka DPR RI akan mendapatkan manfaat dalam banyak hal, seperti kecepatan komunikasi antara pejabat dan staf Setjen, antara staf dengan Anggota, serta antar Anggota. Demikian pula manfaat dalam penyimpanan data dan kearsipan akan lebih mudah disimpan dan sekaligus mudah ditemukan kembali apabila diperlukan.

Penggunaan internet dan intranet di lingkungan DPR RI dan Sekretariat Jenderal sudah menjadi kebutuhan. Penggunaan e-mail sudah secara umum dilaksanakan. Namun demikian, fasilitas yang menyangkut internet dalam Setjen DPR RI masih belum mendukung kinerja Dewan secara optimal. Dengan kapasitas 2 Megabyte (Mb) komputer digunakan oleh 800 - 1000 user. Padahal, dengan penggunaan oleh demikian banyak user selayaknya kapasitas yang mend.ukung sebesar 8 Mb. Walaupun saat ini sedang dalam proses peningkatan menjadi 5 Mb, namun untuk hasil yang memadai, sarana tersebut perlu segera ditingkatkan. Selain itu, belum ada tenaga khusus yang secara konsisten menangani dan bertanggungjawab terhadap pengelolaan website, karena sepenuhnya diserahkan kepada unit masing-masing, sehingga tidak ada kontinuitas updatingnya.

Sedangkan sistem penyimpanan bahan pustaka dan kearsipan masih banyak dilaksanakan secara manual. Komunikasi antara staf Setjen dengan Alat Kelengkapan Dewan dinilai belum memadai, termasuk kurangnya kemampuan dalam hal kualitas komunikasi yang mampu melahirkan konsep-konsep. Hal ini disebabkan karena masih adanya kendala dalam pemberian dukungan yang mengarah-langsung kepada peningkatan pelaksanaan fungsi Dewan dan tidak semua staf menguasai bidang tugasnya secara mendalam. 2 Manajemen Kerumahtanggaan a Tenaga Ahli

Di samping PNS yang merupakan pegawai tetap Setjen DPR RI, berdasarkan Pasal 100 UU No. 22 Tahun 2003 dan Pasal 217 ayat (1) Peraturan Tata Tertib DPR RI, DPR dapat mengangkat sejumlah pakar/ ahli sesuai dengan kebutuhan. Mereka merupakan tenaga ahli yang direkrut melalui kontrak selama 1 tahun dengan honor yang bersumber dari APBN. Tugas mereka membantu kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi DPR, di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal DPR RI. Saat ini jumlah tenaga ahli tersebut adalah 139 orang yang tersebar di Komisikomisi dan Alat kelengkapan lainnya serta di Fraksi-fraksi.

Perekrutan mereka diserahkan kepada masing - masing Alat Kelengkapan Dewan dengan, antara lain persyaratan yang tidak sama dengan mekanisme PNS, namun tidak ada kriteria dan mekanisme yang jelas dalam perekrutan tenaga ahli dari luar dan kemungkinan perekrutan tidak sesuai dengan kebutuhan Dewan.

Walaupun tenaga ahli yang direkrut berada di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal DPR RI, namun dalam pelaksanaan tugas seharihari tergantung pada perintah pimpinan komisi, alat kelengkapan Iainnya, atau fraksi. Oleh karena itu, mekanisme pertanggungjawaban dan keluaran atas hasil kerja tenaga ahli tidak jelas. Di samping itu, pada kenyataannya banyak tenaga ahli yang datang hanya pada waktuwaktu tertentu dan tidak aktif bekerja sebagai pendukung kinerja Alat Kelengkapan Dewan.

Dukungan keahlian seyogyanya dihadapkan pada pelaksanaan fungsi dewan yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan agar dapat memberikan dukungan secara langsung kepada Dewan dalam melaksanakan fungsi-fungsi tersebut. Komposisi kepakaran harus bersifat lintas disiplin dan Iintas sektoral, mencerminkan pemikiran sistemik, komprehensif-integral, berorientasi pada knowledge, skill and attitude yang memadai serta tetap menjunjung kejujuran akademik (intellectual honesty).

Page 46: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Berkaitan dengan itu para tenaga ahli yang dipekerjakan seyogyanya telah melalui seleksi kompetensi yang memadai. Oleh karena itu, jabaran job discription setiap tenaga ahli, perlu menyertakan ukuran norma yang dibutuhkan selama seleksi tersebut, berupa petunjuk teknis jabatan tenaga ahli dimaksud.

Terindikasi bahwa pemilihan dan seleksi tenaga ahli belum menggunakan tolok ukur standar baku yang ditetapkan oleh DPR RI sendiri, sehingga jumlah, kualitas kompetensi dan kebutuhan belum bisa dikontrol keefisienan dan keefektifannya. b Peraturan Tata Tertib DPR RI dan Kode Etik

Peraturan Tata Tertib DPR RI merupakan pedoman bagi DPR RI dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Setiap Anggota DPR RI hendaknya selalu berpegang pada aturan dalam Peraturan Tata Tertib dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Peraturan Tata Tertib DPR RI mengatur kedudukan, susunan, fungsi, tugas dan wewenang DPR RI dan Alat Kelengkapannya. Selain itu, Peraturan Tata Tertib juga memuat hak DPR serta hak dan kewajiban Anggota.

DPR RI juga menyusun Kode Etik yang berisi norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Penjelasan Kode Etik DPR RI mengamanatkan bahwa aspek kehidupan kenegaraan antara lain ditentukan oleh kualitas kerja dan kinerja lembaga legislatif yang memiliki komitmen politik, moralitas dan profesional yang tangguh.

Komitmen tersebut utamanya sebagai upaya untuk mewujudkan DPR RI yang kuat dan produktif, terpercaya dan berwibawa dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Komitmen politik dan moralitas tersebut merupakan komitmen yang sangat fundamental yang tidak hanya bersaksi di antara sesama anggota legislatif dan aparatur pemerintahan, akan tetapi juga merupakan tumpuan utama secara moral yang dampak dan implikasinya mempengaruhi secara langsung bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Oleh karena itu, Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPR RI wajib dipah-ami sungguh-sungguh dan menjadi norma-norma yang benarbenar dipatuhi oleh Anggota DPR RI. Namun, ada indikasi bahwa berbagai kelemahan, kekurangan dan hambatan mekanisme kerja dan kinerja DPR RI dalam melaksanakan fungsi-fungsinya karena kurangnya pemahaman terhadap Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPR RI. Di samping itu, beberapa ketentuan dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI ternyata dapat menghambat kinerja Dewan, seperti penetapan kuorum untuk memulai rapat, baik dalam rapat alat kelengkapan Dewan maupun dalam rapat Badan Musyawarah. Oleh karena itu, Peraturan Tata Tertib DPR RI perlu direvisi. c Suasana Kerja

Suasana kerja merupakan faktor penting bagi kelancaran tugas Anggota DPR RI. Saat ini keamanan dan kenyamanan ruang kerja yang tidak mendukung menjadi kendala bagi kinerja Anggota DPR RI. Di satu sisi, Anggota DPR RI merupakan wakil rakyat yang harus menyuarakan aspirasi rakyat, khususnya konstituen. Anggota masyarakat yang hendak menyampaikan aspirasinya seharusnya diberikan kebebasan untuk itu, namun banyak orang yang menyalahgunakan kesempatan itu, misalnya mereka datang untuk meminta sumbangan, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kegiatan organisasi tertentu, atau sekedar menawarkan barang dagangannya.

Dengan kondisi ini, Anggota tidak leluasa bekerja dan mengganggu waktu Anggota untuk menghadiri rapat-rapat. Bahkan Iebih parah lagi, banyak Anggota dan staf yang kehilangan harta benda yang diletakkan di ruangan kerja, seperti tas dan handphone, atau fasilitas kantor, seperti faximile.

Page 47: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BAB IV SOLUSI DAN REKOMENDASI

Tidaklah berlebihan apabila bagian paling penting dari potret kinerja DPR RI adalah

solusi dan rekomendasi. Solusi dan rekomendasi ini penting, karena pokok-pokok pikiran atau gagasan yang dimekemukakan dalam bagian solusi dan rekomendasi merupakan tantangan dan peluang yang harus dikerjakan bersama dalam rangka menempatkan Dewan ini menjadi lembaga perwakilan dengan berbagai tugas dan wewenang konstitusional yang dimilikinya. Solusi dan rekomendasi ini juga dapat dijadikan komitmen Dewan untuk meningkatkan kinerjanya dalam tatanan sistem ketatatanegaraan yang ada pada saat ini.

Sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang telah digambarkan sebelumnya, maka solusi dan rekomendasi dikelompokan ke dalam beberapa bagaian, yaitu pertama solusi dan rekomendasi yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi Dewan. Kedua, solusi dan rekomendasi yang berkaitan dengan sistem pendukung. Ketiga, solusi dan rekomendasi mengenai hubungan DPR dengan lembaga-lembaga negara lain dan masyarakat. Keempat, persoalan lainnya yang terkait dengan kinerja Dewan. Keempat, persoalan tersebut, sesungguhnya saling terkait atau tidak dapat dipisahkan, namun penggolangan tersebut hanyalah dimaksudkan untuk memberikan penekanan saja.

A. Solusi dan Rekomendasi Pelaksanaan Fungsi Legislasi 1 Solusi

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi legislasi Dewan, terdapat 3 (tiga) masalah yang teridentifikasi, yaitu menyangkut kualitas UU yang dihasilkan, penyelesaian RUU yang telah diprioritas dalam program Iogislasi nasional, dan masalah transparansi dalam pembahasan RUU.

Pertama, kualitas RUU yang dihasilkan DPR dan kemudian disahkan oIeh Presiden ditentukan oleh seberapa besar manfaat yang dirasakan secara Iangsung oleh masyarakat dengan kehadiran RUU tersebut. Uotuk itu beberapa solusi yang ditawarkan adalah:

a Meningkatkan sosialisasi mekanisme dan proses penyusunan UU kepada Imasyarakat.

b Membuka peluang partisipasi publik secara luas dalam proses penyusunan UU. c Merumuskan format (mekanisme, bentuk, dan tata cara) penyerapan/penyaluran

aspirasi masyarakat. d Meningkatkan kualitas dan profesionalisme staf pendukung DPR. e Memberituk dan mengembangkan bank data dan pusat informasi yang terkini (up-

to date) dan berkelanjutan. f Meningkatkan kemauan dan kemampuan Anggota DPR dalam mengakoes data

dan informasi. Selanjutnya, dalam kaitannya dengan tidak terpenuhinya target RUU yang telah

ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional, maka beberapa solusi yang dapat ditawarkan adalah:

a Melakukan pembahasan bersama antara Baleg dengan Alat Kelengkajpan DPR untuk penetapan jumlah RUU yang dibahas setiap tahunnya.

b Melakukon penataan fungsi Baleg sebagai pintu masuk pembahasan UU. c Melakukan sosialisasi kepada alat kelengkapan dan Anggota Dewan mengenai

mekanisme dan tata cara penyusunan RUU d Membentuk tim khusus penyusunan jadwal rapat-rapat DPR (bila diperlukan

bekerja sama dengan pihak ketiga). e Menentukan batas jumlah RUU yang dibahas oleh Komisi (paling banyak tiga

RUU).

Page 48: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

f Menentukan batas jumlah Pansus yang membahas RUU secara bersamaan (paralel).

g Menentukan batas jumlah maksimal Anggota Pansus (28 orang). h Mengembangkan P3DI sebagai pusat layanan penelitian dan informasi. i mengalokasikan anggaran sesuai dengan kebutuhan (otonomi pengelolaan

anggaran DPR). j Meningkatkan kerja sama dengan institusi yang bergerak di bidang penelitian dan

perguruan tinggi. k Meningkatan komunikasi antara Pemerintah dan DPR. l Mengusahakan keseimbangan peiaksanaan fungsi-fungsi pada alat kelengkapan

dewan. Sedangkan untuk mengatasi masalah proses pembahasan RUU yang tidak transparan

adalah: a Melakukan perubahan tata tertib mengenai mekanisme pembahasan RUU. b Merumuskan mekanisme sosialisasi RUU kepada masyarakat. c Membuka ruang yang Iebih luas untuk partisipasi publik dalam pembahasan RUU

2 Rekomendasi

Dalam kaitannya dengan solusi untuk meningkatkan kualitas RUU yang dihasilkan, beberapa rekomendasi untuk solusi-solusi yang diajukan adalah sebagai berikut: a Rekomendasi untuk solusi meningkatkan sosialisasi mekanisme dan proses penyusunan

UU kepada masyarakat, adalah: 1) Meningkatkan sosialisasi UU Nomor 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan melalui berbagai media massa (cetak, elektronik, dan sebagainya.

2) Menayangkan di website DPR tentang mekanisme penyusunan UU dalam bahasa yang mudah dicerna dalam bentuk narasi dan skema (gambar).

3) Menyiapkan staf setjen dan perangkat yang cukup untuk menjelaskan mekanisme dan proses penyusunan UU.

b Rekomendasi untuk solusi membuka peluang partisipasi publik secara luas dalam proses penyusunan UU, adalah: 1) Sosialisasi Prolegnas. 2) Mengumumkan RUU yang akan dibahas DPR melalui media massa. 3) Memperbanyak RDPU dengan semua pemangku kepentingan (stake-holders)

mengenai RUU yang akan segera dibahas. c Rekomendasi untuk solusi merumuskan format (mekanisme, bentuk, dan tata cara)

penyerapan/penyaluran aspirasi masyarakat, adalah: 1) Menyebarluaskan informasi tentang mekanisme dan tatacara penyaluran aspirasi

masyarakat dalam rangka pembahasan RUU. 2) Masukan dari masyarakat yang disampaikan kepada Pansus/ Komisi dilaporkan

oleh Pimpinan Pansus dalam Rapat Pansus dan laporan akhir, sebelum pengambilan keputusan dalam pembicaraan Tingkat II.

d Rekomendasi solusi eningkatkan kualitas dan profesionalisme staf pendukung DPR, adalah: 1) Menambah jumlah dan kualitas staf pendukung penyusunan UU (pelatihan

legislatif drafter; penyusun risalah rapat; pengelola informasi; dan sebagainya). 2) Membentuk dan memperluas kerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi dan

lembaga yang terkait dengan perundangundangan (BPHN)

Page 49: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

3) Membuat mekanisme kerja staf pendukung penyusunan UU. e Rekomendasi untuk solusi membentuk dan mengembangkan bank data dan pusat

informasi yang terkini (up-to date) dan berkelanjutan, adalah: 1) Mengkompilas peraturan undang-undangan yang sudah ada; 2) Mengkompilasi peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah; 3) Menghimpun data-data dasar untuk penyusunan kebijakan. 4) Melakukan konsultasi dengan pakar untuk membangun sistem informasi DPR

(jangka panjang). 5) Membangun sistem informasi DPR

f Rekomendasi untuk solusi meningkatkan kemauan dan kemampuan Anggota DPR dalam mengakses data dan informasi, adalah: 1) Mensosialisasikan tentang pusat data dan informasi yang dapat diakses oleh

Anggota (P3DI dan yang lainnya). 2) Melatih staf untuk menyajikan data dalam bentuk informasi yang mudah dipahami. 3) Menyediakan sarana untuk mengakses data dan informasi. 4) Menyusun manual dan pedoman kerja bagi asisten pribadi Anggota. 5) Menyusun manual untuk akses data bagi Anggota. 6) Menfasilitasi dialog publik antara Anggota Dewan dengan masyarakat secara

reguler melalui fraksi-fraksi. (tentative) g Rekomendasi untuk solusi meelakukan pembahasan bersama antara Baleg dengan Alat

Kelengkapan DPR untuk penetapan jumlah RUU yang dibahas setiap tahunnya, adalah: 1) Mengefektifkan koordinasi antara Baleg dengan Alat Kelengkapan DPR dalam

menentukan Prolegnas dan prioritas pembahasan RUU per tahun. 2) Mengevaluasi target pencapaian pembahasan RUU per tahun. 3) Menentukan batas maksimal waktu dan jumlah pembahasan suatu UU. 4) Membangun kesepakatan antara Pemerintah dan DPR dalam menentukan batas

waktu penyelesaian suatu UU. h Rekomendasi untuk solusi meelakukan penataan fungsi Baleg sebagai pintu masuk

pembahasan UU, adalah: 1) Mengubah Tata Tertib (keanggotaan, tugas, fungsi, dan mekanisme kerja Baleg). 2) Menata hubungan kerja Baleg dengan staf pendukung (perancang UU dan staf

ahli). 3) Menata hubungan kerja (mekanisme) antara Anggota DPR dan Alat Kelengkapan

Dewan dengan Baleg dalam pengajuan RUU usul inisiatif Anggota. i Rekomendasi unttak solusi meelakukan sosialisasi kepada alat kelengkapan dan

Anggota Dewan mengenai mekanisme dan tata cara penyusunan RUU, adalah: 1) Fraksi-fraksi memfasilitasi sosialisasi terhadap UU No. 10/2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 2) Fraksi-fraksi menfasilitasi sosialisasi terhadap Pedoman pelaksanaan hak dan

kewajiban Anggota Dewan. j Rekomendasi untuk solusi membentuk tim khusus penyusunan jadwal rapat-rapat DPR

(bila diperlukan bekerja sama dengan pihak ketiga), adalah: 1) Mengadakan konsultasi dengan pihak ketiga dalam rangka penyusunan jadwal

rapat-rapat DPR. 2) Mengadakan survey mengenai kegiatan Anggota Dewan sebagai bahan

penyusunan jadwal rapat (untuk meminimalisir terjadinya tumpang tindih jadwal kegiatan Anggota).

Page 50: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

3) Membentuk Tim Perancang Penyusunan Jadwal Acara Rapat (Anggota Tim terdiri dari wakil-wakil fraksi yang menjadi Anggota Bamus).

k Rekomendasi untuk solusi meenentukan batas jumlah RUU yang dibahas oleh Komisi (paling banyak tiga RUU), adalah: 1) Mengubah Tata Tertib (terkait dengan kewenangan Bamus). 2) Menetapkan kriteria penanganan RUU oleh Komisi atau Pansus dengan

mempertimbangkan substansi yang dibahas, mitra kerja, dan beban kerja komisi yang bersangkutan.

l Rekomendasi untuk solusi menentukan batas jumlah Pansus yang membahas RUU secara bersamaan (paralel), adalah: 1) Mengubah Tata Tertib (terkait dengan kewenangan Bamus). 2) Menetapkan kriteria pembentukan Pansus dengan mempertimbangkan substansi

yang dibahas, mitra kerja, dan keterwakilan fraksi di dalam Pansus. m Rekomendasi untuk solusi menentukan batas jumlah maksimal Anggota Pansus (28

orang), adalah mengubah Tata Tertib (terkait dengan kewenangan Bamus). n Rekomendasi untuk solusi mengembangkan P3DI sebagai pusat Iayanan penelitian dan

informasi, adalah: 1) Menyempurnakan Dasar Hukum P3DI dan mengubah nama menjadi Pusat

Pelayanan Penelitian DPR. 2) Menyusun konsep tentang bentuk, tugas, fungsi Pusat Pelayanan Penelitian

(jangka panjang). 3) Menetapkan status, jenjang karir, dan jabatan fungsional P3I. 4) Menyusun pola hubungan dan mekanisme kerja antara P3I dengan Anggota DPR

dan Alat Kelengkapan Dewan, serta unit lain di Sekretariat Jenderal DPR. 5) Menginformasikan kegiatan dan aktifitas P3I serta mengoptimalkan pelayanan

kepada Anggota Dewan (jangka pendek sampai terbentuk lembaga baru). 6) Meningkatkan kualitas profesionalisme personil P3I (jangka panjang). 7) Mendesain sarana dan prasarana yang modern untuk P3I (jangka panjang). 8) Mengadakan sarana dan prasarana yang memadai untuk P3DI (jangka pendek).

o Rekomendasi untuk solusi mengalokasikan anggaran sesuai dengan kebutuhan (otonomi pengelolaan anggaran DPR), adalah: 1) Mengubah UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (pelaksanaan

otonomi pengelolaan anggaran sesuai dengan cabang kekuasaan negara, perubahan nomenklatur anggaran sesuai dengan tugas dan fungsi DPR).

2) Mengubah UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 3) Mengubah UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggungjawab Keuangan Negara. p Rekomendasi untuk solusi : meningkatkan kerja sama dengan institusi yang bergerak di

bidang penelitian dan perguruan tinggi, adalah: Memperluas jaringan dan meningkatkan kerjasama dengan institusi lain yang bergerak di bidang penelitian dan perguruan tinggi (untuk mendapatkan informasi yang tepat guna dan tepat waktu, guna mendukung proses legislasi seperti penyusunan naskah akademis dan uji sahih).

q Rekomendasi untuk solusi meningkatkan komunikasi antara Pemerintah dan DPR, adalah: 1) Mempersiapkan pokok-pokok pembicaraan antara Pemerintah dan DPR dalam

Pertemuan Konsultasi (berkoordinasi dengan Alat Kelengkapan Dewan). Contoh : kesimpulan Rapat-rapat Kerja yang tidak ditindaklanjuti oleh Pemerintah (jangka penjang).

Page 51: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

2) Mengubah UU tentang SUSDUK (mengenai hubungan kerja DPR dengan Pemerintah).

3) Mengubah Peraturan Tata Tertib (penjadwalan pertemuan konsultasi DPR dengan Presiden secara berkala / minimal 1 kali dalam 1 masa sidang) dengan melibatkan seluruh Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan.

r Rekomendasi untuk solusi meengusahakan keseimbangan pelaksanaan fungsi-fungsi pada alat kelengkapan dewan, adalah: 1) Pimpinan DPR dan Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan secara proaktif

menentukan prioritas bidang tugas dengan memperhatikan keseimbangan fungsi Dewan.

2) Mengubah Tata Tertib (hak-hak Anggota yang berkaitan dengan penyusunan agenda dan jadwal rapat, jumlah ruang rapat yang tidak cukup, kehadiran Pimpinan Dewan dan Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan dalam rapat-rapat)

s Rekomendasi untuk solusi melakukan perubahan tata tertib mengenai mekanisme pembahasan RUU, adalah: Mengubah Tata Tertib (Sifat Rapat Panja pada dasarnya terbuka kecuali rapat menentukan lain).

t Remomendasi untuk solusi merumuskan mekanisme sosialisasi RUU kepada masyarakat, adalah: 1) Mengubah Tata Tertib khususnya Pasal 142 (surat/masukan masyarakat

dikirimkan langsung ke Alat Kelengkapan Dewan) 2) Menyebarluaskan Draft RUU (rangkuman/abstraksi RUU inisiatif DPR) yang akan

dibahas melalui media massa, website, sebelum pembicaraan Tingkat I. 3) Sebelum DPR membahas setiap RUU, DPR mengumumkan kepada masyarakat

tentang • Anggota Pansus/Komisi yang akan membahas. • Waktu pembahasan dan tenggang waktu masyarakat menyampaikan

masukan. • Abstraksi RUU yang akan dibahas. • Mekanisme penyampaian masukan masyarakat. • Alamat korespondensi (alamat surat, teip, fax, email) Alat Kelengkapan

Dewan/ Pansus yang bersangkutan Qangka pendek). • Pembentukan call center yang berkaitan dengan pembahasan RUU (Jangka

penjang). 4) Menugaskan Anggota DPR membantu sosialisasi RUU di daerah pemilihannya

(Sekretariat Jenderal DPR menyusun daftar RUU yang sedang dibahas, tingkat pembahasan, abstraksi setiap RUU, isueisue yang menonjol pada setiap RUU untuk dibagikan kepada setiap Anggota sebelum Reses).

5) Minimal setiap akhir masa sidang, Pansus/Komisi memberikan press release kepada masyarakat tentang progress pembahasan RUU.

u Rekomendasi untuk solusi membuka ruang yang lebih luas untuk partisipasi publik dalam pembahasan RUU, adalah: 1) Menyebarluaskan informasi tentang mekanisme dan tatacara penyaluran aspirasi

masyarakat dalam rangka pembahasan RUU. 2) Masukan dari masyarakat yang disampaikan kepada Pansus/ Komisi dilaporkan

oleh Pimpinan Pansus dalam Rapat Pansus dan laporan akhir, sebelum pengambilan keputusan dalam pembicaraan Tingkat II.

3) membuka kotak pos pengaduan masyarakat. 4) Membuka website DPR.

Page 52: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

5) Membuka kesempatan kepada masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi secara langsung.

B. Solusi dan Rekomendasi Fungsi Pengawasan

Untuk pelaksanaan fungsi pengawasan terdapat beberapa permasalahan, yaitu rendahnya efektivitas pengawasan melalui rapatrapat, Aspirasi masyarakat/konstituen pada saat melakukan pengawasan ke daerah tertentu (kunjungan kerja) sering kali tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya, DPR belum efektif menjalankan tugas dan fungsi check and balances. Terhadap ketiga permasalahan tersebut, kajian ini mengajukan beberapa solusi dan rekomendasi. 1 Solusi Permasalahan pelaksanaan fungsi pengawasan

a Solusi untuk permasalahan rendahnya efektivitas pengawasan melalui rapat-rapat adalah: 1) Meningkatkan koordinasi Anggota Dewan dan mengefektifkan mekanisme

rapat intern Alat-alat Kelengkapan Dewan. 2) Membuat kesepakatan seluruh anggota dewan dalam menggunakan hak

bicara melalui perubahan tata tertib. 3) Meningkatkan kemampuan staff sekretariat dalam pelayanan informasi

kepada Anggota. 4) Meningkatkan profesionalitas staf ahli. 5) Meningkatkan komunikasi Alat Kelengkapan Dewan dengan mitra kerja. 6) Menetapkan mekanisme untuk evaluasi tindak lanjut dari kesimpulan rapat

kerja. 7) Membangun fasilitas pelayanan informasi di setiap Komisi agar informasi

yang terkini mudah diakses pihak yang membutuhkan. 8) Pimpinan Dewan dan Alat Kelengkapan Dewan memberikan panutan dan

keteladanan bagi kedisiplinan Anggota. b Solusi untuk permasalahan aspirasi masyarakat pada saat mengunjungi daerah

atau konstituen tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya adalah: 1) Pokok-pokok pengawasan oleh Dewan dilakukan dengan transparan dan

dipublikasikan secara berkala. 2) Pada awal Rapat Kerja perlu ada agenda penyampaian tindaklanjut

kesimpulan rapat yang lalu yang dilakukan oleh pemerintah. c Solusi terhadap masalah belum efektifnya menjalankan tugas dan fungsi check

and balances adalah: 1) Melaksanakan kunjungan perorangan, lintas fraksi, dan lintas komisi dalam

rangka pengawasan sektoral dan regional. 2) Merevisi UU yang terkait anggaran DPR. 3) Menyempurnakan prosedur dan mekanisme pengawasan termasuk

transparansi untuk akuntabilitas kepada publik.

2 Rekomendasi Terhadap berbbagai solusi yang disebutkan di atas, tim kajian ini merumuskan beberapa

rekomendasi, yaitu: a Rekomendasi untuk solusi meningkatkan koordinasi Anggota Dewan dan

mengefektifkan mekanisme rapat intern Alat-alat Kelengkapan Dewan, adalah: 1) Memperbaiki manajemen persidangan melalui Rapat Intern. 2) Perubahan Tata Tertib

Page 53: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

• Sanksi bagi Anggota Dewan yang terlambat hadir dalam rapat. • Sanksi bagi Anggota Dewan yang meninggalkan rapat sebelum rapat

ditutup. • Penentuan kuorum waktu mulai rapat (rapat dapat dimulai apabila

sudah dihadiri oleh 60% wakil fraksi atau 50% + 1 dari jumlah Anggota).

• Penentuan kuorum pengambilan keputusan (apabila dihadiri oleh 60% wakil fraksi atau 50% + 1 dari jumlah Anggota).

3) Anggota yang mengusulkan pihak yang akan diundang dalam rapat, wajib memberikan pokok-pokok permasalahan yang akan disampaikan.

4) Menyusun prosedur baku kesimpulan rapat dan laporan singkat. b Rekomendasi untuk solusi membuat kesepakatan seluruh anggota dewan dalam

menggunakan hak bicara melalui perubahan tata tertib, adalah: 1) Membatasi hak bicara Anggota dalam rapat maksimal 3 (tiga) menit, apabila

melebihi dari 3 (tiga) menit, maka pertanyaan Anggota harus diajukan secara tertulis.

2) Anggota sudah slap mengajukan pertanyaan sebelum rapat dimulai. 3) Anggota yang datang terlambat lebih dari 30 (tiga puluh) menit, maka

kehilangan hak bicara dalam rapat. c Rekomendasi untuk solusi meningkatkan kemampuan staff sekretariat dalam

pelayanan informasi kepada Anggota, adalah: 1) Menyampaikan laporan singkat kepada Anggota paling lambat 1 (satu) hari

setelah pelaksanaan rapat. 2) Mengadakan pendidikan dan latihan penyusunan draft kesimpulan rapat,

laporan singkat, catatan rapat, dan risalah rapat. d Rekomendasi untuk solusi meningkatkan profesionalitas staf ahli, adalah:

1) Menetapkan mekanisme rekruitmen dan persyaratan calon tenaga ahli. 2) Menetapkan job description (uraian tugas) tenaga ahli. 3) Mengubah Tata Tertib yang memungkinkan adanya tenaga ahli yang

bersifat temporer. 4) Mengevaluasi secara berkala (6 bulan) terhadap kinerja, tenaga ahli.

e Rekomendasi untuk solusi meningkatkan komunikasi Alat Kelengkapan Dewan dengan mitra kerja, adalah: 1) Surat undangan dan topik/tema pembicaraan dari DPR sudah disampaikan

kepada Pemerintah minimal 7 (tujuh) hari kerja sebelum pelaksanaan rapat. 2) Jawaban Pemerintah sudah disampaikan kepada Anggota minimal 2 (dua)

hari kerja sebelum pelaksanaan rapat. f Rekomendasi untuk solusi menetapkan mekanisme untuk evaluasi tindak lanjut

dari kesimpulan rapat kerja, adalah: 1) Sebelum rapat dimulai, Pemerintah menyampaikan laporan secara tertulis

terhadap tindak lanjut hasil kesimpulan Rapat Kerja sebelumnya. 2) Mengkompilasi kesimpulan Rapat Kerja yang belum/tidak ditindalanjuti

Pemerintah untuk menjadi bahan rapat dan agenda rapat konsultasi DPR dengan Presiden.

3) Merevisi UU tentang SUSDUK (Menteri berkewajiban menindaklanjuti Kesimpulan Rapat Kerja).

g Rekomendasi untuk solusi membangun fasilitas pelayanan informasi di setiap Komisi agar informasi yang terkini mudah diakses pihak yang membutuhkan, adalah:

Page 54: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Memberikan pelatihan staf komisi (minimal 2 orang) dalam hal kehumasan (membuat press release, mengadakan jumpa pers) untuk disampaikan kepada masyarakat.

h Rekomendasi untuk solusi Pimpinan Dewan dan Alat Kelengkapan Dewan memberikan panutan dan keteladanan bagi kedisiplinan Anggota, adalah mengubah Tata Tertib (seluruh Pimpinan Dewan dan Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan hadir di ruang rapat pada saat pelaksanaan rapat)

i Rekomendasi untuk solusi pokok-pokok pengawasan oleh Dewan dilakukan dengan transparan dan dipublikasikan secara berkala, adalah memberikan pelatihan staf komisi (minimal 2 orang) dalam hal kehumasan (membuat press release, mengadakan jumpa pers) untuk disampaikan kepada masyarakat.

j Rekomendasi untuk solusi pada awal Rapat Kerja perlu ada agenda penyampaian tindaklanjut kesimpulan rapat yang lalu yang dilakukan oleh pemerintah, adalah: 1) Mempersiapkan pokok-pokok pembicaraan antara Pemerintah dan DPR

dalam Pertemuan Konsultasi (berkoordinasi dengan Alat Kelengkapan Dewan). Contoh : kesimpulan Rapat-rapat Kerja yang tidak ditindaklanjuti oleh Pemerintah.

2) Mengubah UU tentang SUSDUK (mengenai hubungan kerja DPR dengan Pemerintah).

k Rekomendasi terhadap solusi merevisi UU yang terkait anggaran DPR adalah: 1) Mengubah UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(pelaksanaan otonomi pengelolaan anggaran sesuai dengan cabang kekuasaan negara, perubahan nomenklatur anggaran sesuai dengan tugas dan fungsi DPR).

2) Mengubah UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 3) Mengubah UU Nomor 15 Tahun 2004 .tentang Pemeriksaan Pengelolaan

dan Tanggungjawab Keuangan Negara. l Rekomendasi untuk solusi menyempurnakan prosedur dan mekanisme

pengawasan termasuk transparansi untuk akuntabilitas kepada Public, adalah: 1) Sebelum rapat dimulai, Pemerintah menyampaikan laporan secara tertulis

terhadap tindak lanjut hasil kesimpulan Rapat Kerja sebelumnya. 2) Mengkompilasi kesimpulan Rapat Kerja yang belum/tidak ditindalanjuti

Pemerintah untuk menjadi bahan rapat dan agenda rapat konsultasi DPR dengan Presiden.

3) Merevisi UU tentang SUSDUK (Menteri berkewajiban menindaklanjuti Kesimpulan Rapat Kerja).

C. Solusi dan Rekomendasi Pelaksanaan Fungsi Anggaran

Dalam pelaksanaan fungsi anggaran terdapat beberapa permasalahan, yaitu APBN belum menjawab kebutuhan masyarakat, banyak anggota Dewan yang belum memahami sikius dan mekanisme APBN. Terhadap kedua permasalahan tersebut, tim kajian mengajukan beberapa solusi dan rekomendasi. 1 Solusi tehadap permasalahan pelaksanaan fungsi anggaran.

a Solusi terhadap permasalahan APBN belum menjawab kebutuhan masyarakat adalah: 1) Pembahasan APBN dimulai dengan penyampaian program masing-masing

departemen di depan sidang paripurna dewan. 2) Memperjelas mekanisme pembahasan anggaran antara alat kelengkapan

Dewan dengan Panitia Anggaran.

Page 55: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

3) Menyiapkan ketentuan-ketentuan dalam UU untuk mendukung kemandirian DPR dalam menyusun APBN.

4) Menyusun RAPBN alternatif sebagai sandingan RAPBN yang diajukan oleh Pemerintah.

b Solusi terhadap permasalahan banyaknya Anggota Dewan yang belum memahami sikius dan mekanisme penyusunan APBN adalah dengan meningkatkan pemahaman Anggota Dewan tentang sikius dan mekanisme penyusunan APBN.

2 Rekomendasi terhadap peningkatan kinerja Dewan di bidang fungsi Anggaran. a Rekomendasi terhadap solusi pembahasan APBN dimulai dengan penyampaian

program masing-masing departemen di depan sidang paripurna dewan, dengan rekomendasi 1) Meningkatkan kemampuan SDM Sekretariat Jenderal DPR RI dalam

mempersiapkan data dan analisa berkaitan dengan RAPBN. 2) Menyiapkan tenaga analis anggaran di Sekretariat Jenderal DPR RI. 3) Membuka peluang bagi Anggota Dewan yang tidak menjadi Anggota Panitia

Anggaran untuk dapat menyampaikan kebutuhan di daerah pemilihannya. b Rekomendasi terhadap solusi memperjelas mekanisme pembahasan anggaran

antara alat kelengkapan Dewan dengan Panitia Anggaran, dengan rekomendasi 1) Mengubah Tata Tertib (terkait hubungan kerja Panitia Anggaran dan Alat

kelengkapan DPR). 2) Mengubah UU Nomor 17 Tahun 2003.

c Rekomendasi terhadap solusi menyiapkan ketentuan-ketentuan dalam UU untuk mendukung kemandirian DPR dalam menyusun APBN adalah dengan mengubah UU Nomor 17/2003.

d Rekomendasi untuk solusi menyusun RAPBN alternatif sebagai sandingan RAPBN yang diajukan oleh Pemerintah, adalah: 1) Membangun pusat data dan analisa APBN; 2) Membuka akses data/link dengan pemda untuk menjaga konsistensi dan

kesinambungan data; 3) Membangun net-working dengan pusat-pusat data berkaitan dengan APBN

(Bappenas, Depkeu, BPS, dll); 4) Menyusun SOP mekanisme dukungan terhadap pelaksanaan fungsi budget. 5) Meminta Pemerintah untuk menyampaikan RKA-KL disertai dengan target

kinerja, dan prakiraan maju tahun berikutnya dengan waktu proses pembahasan yang relatif Iebih lama.

6) Membahas plafon anggaran berdasarkan kinerja yang akan dicapai dan evaluasi kinerja tahun sebelumnya, oleh karenanya DPR harus meminta laporan kinerja masing-masing KL.

7) Pada setiap komisi perlu didukung oleh SDM yang mampu menganalisis anggaran.

8) Perlu mengamandamen UU No. 25 Tahun 2004 dan UU Nomor 17 Tahun 2003 yang diintegrasikan menjadi UU Perancanaan Penganggaran.

e Rekomendasi untuk solusi meningkatkan pemahaman Anggota Dewan tentang siklus dan mekanisme penyusunan APBN, adalah: 1) Meningkatkan sosialisasi tentang siklus dan mekanisme penyusunan APBN

kepada Anggota Dewan. 2) Melakukan Rapat Konsultasi intensif atas laporan hasil pemeriksaan BPK

terhadap penggunaan APBN. 3) Meminta BPK untuk menyertakan LHP yang disampaikan kepada DPR.

Page 56: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

4) Meminta BPK untuk melakukan audit investigasi terhadap temuan tertentu yang menjadi perhatian utama DPR.

D. Solusi dan Rekomendasi Peningkatkan Kinerja Sekretariat Jenderal

Beberapa permasalahan kinerja Sekretariat Jenderal sebagai sistem pendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan adalah: dukungan Sumber Daya Manusia Sekretariat Jenderal belum memadai, komunikasi antara staf Setjen dengan alat kelengkapan belum memadai, termasuk kurangnya kemampuan dalam hal kualitas komunikasi yang mampu melahirkan konsep-konsep, Struktur Sekretariat Jenderal yang belum sepenuhnya efektif dalam memberikan dukungan kepada Dewan, Sulitnya mengakses informasi termasuk hasil-hasil rapat/risalah di DPR. 1 Solusi terhadap peningkatkan kinerja Setjen DPR RI.

Beberapa solusi yang berkaitan dengan peningkatan kinerja Sekretariat Jenderal DPR RI dalam memberikan dukungan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan adalah:

a Menciptakan proporsionalitas dalam jumlah dan penempatan staf administrasi dan staf fungsional di Iingkungan Setjen.

b Menyelenggarakan diktat yang disesuaikan dengan tuntutan pekerjaan dan dimonitor pemanfaatannya sebagai input yang berkesinambungan.

c Mengupayakan alternatif lain dalam pembinaan jabatan fungsional d Mendayagunakan tenaga ahli sesuai dengan dasar keahlian masingmasing

khususnya yang melekat pada alat kelengkapan Dewan. e Perlu terus dilakukan peningkatan kualitas dan wawasan melalui berbagai

pendidikan dan pelatihan yang mendukung pelaksanaan tugas masing-masing pegawai.

f Melakukan restrukturisasi Sekretariat Jenderal DPR g Membuat call center dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang Iebih terkendali dan

penanganan secara khusus. h Mendesak dibentuknya pusat data dan informasi publik di Iingkungan DPR dan

berada di bawah koordinasi Setjen. i Meningkatkan hubungan kerja "media relation" antara pihak Setjen DPR dengan

wartawan koordinatoriat di DPR. j Menata kembali fungsi kehumasan di Iingkungan DPR RI dengan melakukan

peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan bidang kehumasan. k Mereposisi dan merevitalisasi peran kehumasan dalam rangka pemulihan dan

peningkatan citra DPR. 2 Rekomendasi terhadap solusi-solusi tersebut di atas adalah:

a Rekomendasi yang berkaitan dengan solusi mMenciptakan proporsionalitas dalam jumlah dan penempatan staf administrasi dan staf fungsional di Iingkungan Setjen, adalah: 1) Membuka kesempatan mutasi staf struktural/non struktural untuk menjadi

staf pendukung keahlian/fungsional intern Setjen DPR. Membuka rekruitmen PNS fungsional mutasi antar instansi lain.

2) Rekrutmen PNS dilakukan tanpa adanya diskriminasi dan perspektif gender. 3) Membuka rekruitmen CPNS untuk formasi calon tenaga fungsional. 4) Percepatan pengangkatan staf fungsional perancang (legislatif drafter) dan

perencana di Setjen DPR berkoordinasi dengan instansi pembina jabatan fungsional terkait.

Page 57: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

5) Menyusun riwayat kerja (track record) pribadi pegawai yang akan menjadi dasar pertimbangan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) dalam penempatan pada di unit kerja Setjen DPR.

6) Melakukan evaluasi kinerja masing-masing pejabat struktural berdasarkan kontrak jabatan sesuai kebutuhan.

b Rekomendasi untuk solusi menyelenggarakan diklat yang disesuaikan dengan tuntutan pekerjaan dan dimonitor pemanfaatannya sebagai input yang berkesinambungan, adalah: 1) Menyusun prioritas program penyelenggaraan jenis diklat yang sesuai

dengan tuntutan kebutuhan pelaksanaan fungsi-fungsi Dewan. 2) Membuat pedoman seleksi calon peserta diktat dengan prioritas kompetensi

dan prestasi kerja pegawai. 3) Menyusun pedoman evaluasi dan mengevaluasi penyelenggaraan diktat-

diktat secara berkelanjutan. 4) Memberikan bea siswa lanjutan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi

pegawai yang berprestasi dan dibutuhkan oleh Setjen DPR. 5) Menetapkan peraturan Sekretaris Jenderal tentang persyaratan ijin belajar

dan tugas belajar bagi pegawai yang akan melanjutkan studi. 6) Menetapkan peraturan Sekretaris Jenderal tentang persyaratan

penyesuaian kenaikan golongan berdasarkan ijasah. 7) Kualitas SDM yang khusus melayani pelayanan informasi perlu ditingkatkan,

antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, baik di dalam maupun luar negeri.

8) Sebagai upaya untuk efisiensi dan efektifitas dalam bidang kepegawaian maka ke depan Setjen DPR merekrut pegawai yang mempunyai keahlian, pendidikan, pengetahuan, kemampuan yang memadai (misal : ahli komputer, ahli bahasa, ahli hukum, ahli keuangan, dsb). Sedangkan untuk tenaga-tenaga teknis pendukung seperti sopir, keamanan (Pamdal), taman, kebersihan, dsb, dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga (outsourcing).

c Rekomendasi untuk solusi mengupayakan alternatif lain dalam pembinaan jabatan fungsional, adalah: 1) Mengkaji penyusunan rumpun jabatan fungsional yang sesuai dengan

kebutuhan dukungan pelayanan keahlian kepada Dewan, yang pembinaan kepegawaian dan jenjang karirnya berada di Setjen DPR.

2) Perlu ada pemikiran mengenai sistem karir khususnya bagi peneliti sehingga tidak terjadi overlapping antara tugas memberikan pelayanan kepada anggota DPR dan hasrat untuk meningkatkan karir.

d Rekomendasi untuk solusi mendayagunakan tenaga ahli sesuai dengan dasar keahlian masing-masing khususnya yang melekat pada alat kelengkapan Dewan, adalah: 1) Menambah jumlah tenaga ahli yang bersifat temporer untuk alat

kelengkapan. 2) Menetapkan mekanisme rekruitmen dan persyaratan calon tenaga ahli. 3) Menetapkan job description (uraian tugas) tenaga ahli. 4) Menetapkan mekanisme kerja bagi tenaga ahli. 5) Mengubah Tata Tertib yang memungkinkan adanya tenaga ahli/

pendamping untuk pembahasan kasus-kasus spesifik (temporer). 6) Mengevaluasi secara berkala (6 bulan) terhadap kinerja tenaga ahli.

Page 58: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

e Rekomendasi untuk solusi perlu terus dilakukan peningkatan kualitas dan wawasan melalui berbagai pendidikan dan pelatihan yang mendukung pelaksanaan tugas masing-masing pegawai, adalah: 1) Menyusun prioritas program penyelenggaraan jenis diklat yang sesuai

dengan tuntutan kebutuhan pelaksanaan fungsi-fungsi Dewan. 2) Membuat pedoman seleksi calon peserta diktat dengan prioritas kompetensi

dan prestasi kerja pegawai. 3) Menyusun pedoman evaluasi dan mengevaluasi penyelenggaraan diktat-

diktat secara berkelanjutan. 4) Memberikan beasiswa lanjutan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi

pegawai yang berprestasi dan dibutuhkan oleh Setjen DPR. 5) Menetapkan peraturan Sekretaris Jenderal tentang persyaratan ijin belajar

dan tugas belajar bagi pegawai yang akan melanjutkan studi. 6) Kulitas sumber daya manusia di P3I perlu ditingkatkan, antara lain melalui

pendidikan dan pelatihan baik di dalam negeri maupun luar negeri. f Rekomendasi untuk solusi meningkatkan hubungan kerja "media relation" antara

pihak Setjen DPR dengan wartawan koordinatoriat di DPR, dengan rekomendasi 1) Meningkatkan fasilitas "press room" dengan mencarikan ruangan baru yang

lebih representatif dalam menunjang tugas kewartawanan koordinatoriat DPR.

2) Melibatkan wartawan koordinatoriat DPR dalam kunjungan kerja alat kelengkapan DPR secara selektif.

3) Menyediakan bahan laporan singkat rapat-rapat alat kelengkapan DPR kepada wartawan koordinatoriat DPR

4) Meminta ringkasan mated rapat kepada pasangan kerja Komisi/Pemerintah yang dapat diberitakan/ekspose untuk wartawan.

g Rekomendasi untuk solusi menata kembali fungsi kehumasan di lingkungan DPR RI dengan melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan bidang kehumasan, adalah: 1) Memberikan diklat kehumasan bagi pegawai di lingkungan Setjen DPR. 2) Melakukan kerjasama dengan stasiun Swara dalam peliputan kegiatan

Dewan dengan sistem kontrak kerja. 3) Membangun kerjasama dengan Stasiun TV, Radio, dan Media Massa

Iainnya, serta mengembangkan website DPR yang dapat menyiarkan/mempublikasikan/mensosialisasikan kegiatan, berita, dan informasi keparlemenan dalam Iingkup nasional (dapat diakses oleh semua rakyat.

4) Humas dalam tupoksinya memberikan pelayanan informasi keparlemenan kepada peserta didik dan masyarakat umum dalam melakukan wisata pendidikan/politik di DPR.

h Rekomendasi untuk solusi mereposisi dan merevitalisasi peran kehumasan dalam rangka pemulihan dan peningkatan.citra DPR, adalah: 1) Menggunakan tenaga konsultan untuk merancang peran yang ideal

kehumasan Setjen DPR. 2) Menggunakan tenaga ahli/public figure untuk menjadi juru bicara (PR) DPR.

Dalam kaitannya dengan hubungan DPR dengan dan masyarakat, maka hubungan

tersebut dapat dilihat sebagai bagian dari pendidikan politik. Untuk itu, dapat melaksanakan fungsi pendidikan politik tersebut, maka solusi yang dapat dilakukan adalah: Membentuk pusat data dan informasia publik di lingkungan DPR dan berada di bawah koordinasi Sekretariat

Page 59: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Jenderal dengan rekomendasi meningkatkan peran dan fungsi bagian Humas; menggunaan sistem hansard yang yang diprogram dalam bahasa Indonesia agar pencatatan risalah dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien, sehingga mempermudah akses publik, dan meningkatkan kemampuan SDM pencatat rapat dan transkiptor serta peningkatan sarana prasarana yang mendukung pencatatan rapat dan transkrip. Solusi kedua adalah meningkatkan hubungan kerja "media relation" antara pihak Setjen DPR dengan wartawan koordinatorai di DPR, dengan rekomendasi antara lain meningkatkan fasilitas "press room" dengan mencarikan ruangan baru yang lebih representatidf dalam menunjang tugas kewartawanana koordinatoriat DPR, melibatkan wartawan koordinatoriat DPR dalam kunjungan kerja alat kelengkapan DPR secara selektif, menyediakan bahan laporan singkat rapat-rapat alat kelengkapan DPR kepada wartawan koordinatoriat DPR, meminta ringkasan mated rapat kepada pasangan kejra Komisi/Pemerintah yang dapat diberitakan/eksposs untuk wartawan. Solusi ketiga dalam rangka pendidikan politik adalah menata kembal;i fungsi kehumasan DPR dengan melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan bidang kehumasan, dengan rekomendasi memberikan dikhat kehumasan bagi pegaswai di lingkungan Setjen DPR, melakukan kerjasama dengan stasiun Swara dalam peliputan kegiatan Dewan dengan sistem kontrak kerja, membangun kerja sama dengan Stasiun TV, Radio, dan Media Mass lainnya, serta mengembangkan website DPR yang dapat rmienyiarkan/mempublikasikan/mensosialisasikan kegiatan, berita dasn informasi keparlemenan dalam Iingkup nasional dalam arti dapat diakses oleh masyarakat, Humas dalam tupoksinya memberikan pelayanan informasi keparlemenanan kepada peserta didik dan masyarakat umum dalam melakukan wisata pendidikan/politik di DPR. Solusi keempat, adalah mereposisi dan merevitalisasi peran kehumasan dalam rangka pemulihan dan peningkatan citra DPR, dengan rekomendasi: menggunakan tenaga konslutasn untuk merancang peran yang ideal kehumasan Setjen DPR, dan menggunakan tenaga ahli/publik figure untuk menjadi juru bicara (PR) DPR.

Page 60: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada Bab-bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut; • Bahwa untuk melakukan pengkajian terhadap, peningkatan kinerja Dewan, Tim telah

berhasil melakukan identifikasi terhadap berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas Dewan dan sekaligus juga mengidentifikasi penyebab permasalahannya.

• Permasalahan yang telah teridentifikasi, kemudian secara garis besar diklasifikasikan berdasarkan fungsi-fungsi Dewan, supporting system, dan aspek lain-lain. Berdasarkan identifikasi permasalahan yang dihasilkan, dapat diketahui berbagai permasalahan yang terkait dengan kinerja Dewan, antara lain:

- Pada bidang Legislasi: 1 Dari segi kualitas, banyak UU yang dibentuk dinilai belum memberi manfaat

langsung terhadap kehidupan masyarakat. 2 DPR belum dapat memenuhi target jumlah penyelesaian UU yang telah ditetapkan

dalam Prolegnas. 3 Proses pembahasan RUU kurang transparan.

- Pada bidang Pengawasan:

1 Rendahnya efektifitas pengawasan melalui rapat-rapat. 2 Aspirasi masyarakat/konstituen pada saat Anggota melakukan pengawasan ke

daerah tertentu (kunjungan kerja) sering kali tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

3 DPR belum efektif menjalankan tugas dan fungsi check and balances.

- Pada bidang Anggaran 1 APBN belum menjawab kebutuhan masyarakat. 2 Banyak anggota yang belum memahami siklus dan mekanisme penyusunan

APBN.

- Dari Supporting System atau Dukungan Sekretariat Jenderal DPR 1 Dukungan Sumber Daya Manusia Sekretariat Jenderal belum memadai. 2 Komunikasi antara staf Setjen dengan alat kelengkapan belum memadai, termasuk

kurangnya kemampuan dalam hal kualitas komunikasi yang mampu melahirkan konsep-konsep.

3 Struktur Sekretariat Jenderal yang beium sepenuhnya efektif dalam memberikan dukungan kepada Dewan

4 Sulitnya mengakses informasi termasuk hasil-hasil rapat/risalah di DPR.

- Dalam aspek Permasalahan lainnya: 1 Anggota belum dapat bekerja secara efektif. 2 Terjadi kemacetan (bottle neck) dalam pelaksanaan tugas-tugas rutin

Page 61: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

3 Adanya mis alokasi anggaran yang secara proporsional belum mencerminkan keadilan sesuai dengan beban kerja.

4 Alokasi anggaran Anggota Dewan belum sesuai dengan kebutuhan yang mendukung pelaksanaan kerja.

5 Kurangnya komunikasi Anggota DPR dengan konstituen (masyarakat yang diwakilinya)

Permasalahan tersebut perlu diketahui terlebih dahulu penyebabnya untuk selanjutnya dianalisis dan dicarikan alternatif solusi penyelesaiannya.

Penilaian terhadap kinerja DPR, pada umumnya dilakukan dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang hasil (result oriented) dan sudut pandang proses (process oriented). Secara ideal diharapkan kinerja Dewan baik apabila dilihat dari dua sudut pandang tersebut.

Penilaian dari sudut pandang hasil (result oriented) biasanya melihat apakah yang dihasilkan oleh DPR selama ini.

Misalnya, di bidang legislasi apakah jumlah undang-undang yang disahkan sesuai dengan program legislasi yang telah diundangkan. Apakah undang-undang yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Atau apakah undang-undang yang dihasilkan bertentangan dengan UUD 1945 dengan indikasi jumlah UU yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji secara material. Di bidang pengawasan, apakah fungsi pengawasan DPR terhadap eksekutif dapat menjadikan kinerja eksekutif menjadi lebih baik. Sedangkan di bidang anggaran, misalnya apakah APBN yang ditetapkan telah memenuhi kebutuhan masyarakat atau berpihak kepada kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan.

Penilaian dari sudut pandang proses melihat kinerja Dewan berdasarkan proses yang dilalui dalam pembuatan kebijakan. Proses atau ketentuan mengenai mekanisme kerja DPR biasanya diatur di dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan tata tertib DPR. Sehingga yang menjadi tolok ukur adalah apakah proses yang dilakukan oleh DPR dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya apakah dalam hal pembentukan undang-undang membuka seluas-Iuasnya partisipasi masyarakat. Apakah DPR cukup menyosialisasikan setiap randangan undang-undang yang dibahas. Apakah pembahasan dilakukan secara transparan. Apakah DPR cukup meluangkan waktu untuk melakukan pembahasan secara intensif. Atau apakah DPR peka dan tanggap terhadap aspirasi dan pengaduan masyarakat.

Melalui tolok ukur tersebut, berbagai permasalahan yang telah diidentifikasi kemudian dianalisis untuk dicarikan alternatif solusi penyelesaiannya. Sebelum sampai pada hasil yang maksimal, maka analisis dilakukan terhadap penyebab permasalahan.

Berdasarkan analisis permasalahan ditemukan beberapa penyebab permasalahan tersebut, yang pada dasarnya terkait dengan permasalahan ketidakjelasan aturan atau mekanisme dan Iemahnya sistem pendukung (baik untuk memberikan dukungan keahlian maupun sarana dan prasarana). Untuk itu Tim merekomendasikan beberapa alternatif penyelesaiannya dengan harapan apabila hambatan tersebut dapat dihilangkan, maka proses pelaksanaan tugas dan fungsi dewan dapat berjalan dengan baik, sehingga bermuara pada hasil akhir yang baik pula. Apabila dari sudut padang proses dan hasil tersebut telah menjadi lebih baik, maka dapat dikatakan bahwa kinerja dewan telah semakin membaik. B. Saran

Pembentukan Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR-RI mempunyai tujuan untuk perbaikan dan atau terkait dengan upaya peningkatan kinerja Dewan dalam melaksanakan tugas-tugas konstitusionalnya. Oleh karenanya Tim Kajian ini melakukan pemetaan terhadap semua permasalahan yang dihadapi dewan, antara lain dengan melakukan identifikasi masalah, mencari penyebab masalahnya,. dan kemudian menyusun solusi dan rekomendasi.

Dari analisa yang dilakukan dan beberapa kesimpulan diatas, terlihat Iangkah-Iangkah yang selanjutnya dapat dilakukan oleh DPR-RI, agar hasil kerja dari Tim Kajian Peningkatan

Page 62: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI · EXECUTIVE SUMMARY Amandemen Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 telah menempatkan DPR-RI pada posisi strategis

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

Kinerja Dewan ini menjadi bermanfa'at. Karenanya perlu dipertimbangkan untuk penetapan kebijakan sebagai berikut; Pertama; perlu segera membentuk Tim yang akan menindaklanjuti Rekomendasi dari Tim kajian Peningkatan Kinerja Dewan; Kedua; Perlu segera meneruskan rekomendasi Tim Kajian khususnya mengenai revisi beberapa undang-undang kepada badan legislasi untuk ditindaklanjuti; Ketiga; Perlu segera dibentuk pansus untuk melakukan revisi terhadap peraturan tata tertib DPR-RI; Keempat; penting untuk.dilakukan sosialisasi terhadap hasil analisa Tim Kajian Peningkatan Kinerja dewan, kepada masyarakat dan lembaga yang terkait; Kelima; Menugaskan kepada setjen untuk memfasilitasi kegiatan tindaklanjut hasil analisa Tim kajian Peningkatan kinerja;