Upload
rere-arlita-sariningrum
View
90
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Bedah Hari/ Tangal : Rabu/ 16 Oktober 2013Ilmu Bedah Khusus Veteriner I Tempat : R.P. Hewan Kecil
Waktu : 10.00 – 13.00 WIBDosen : drh. Dudung Abdullah
KASTRASI
KELOMPOK V
Arlita Sariningrum B04100070 (Asisten 1)Fahmi Khairi B04100071 (Asisten 2)Fitri Aprian Harjo B04100072 (Asisten 3)Irene Soteriani Uren B04100073 (Asisten 4)Zulfitra Utami Putri B04100074 (Operator)
Bagian Bedah dan RadiologiDepartemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor2013
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Testis merupakan orgna primer dari alat reproduksi jantan yang
menghasilkan spermatozoa dan hormon-hormon reproduksi. Kelainan-kelainan
pada alat reproduksi membuat perlunya dilakukan tindakan bedah terhadap
testis. Salah satu tindakan bedah yang dilakukan adalah kastrasi. Kastrasi atau
orchiectomi adalah tindakan bedah yang dilakukan pada testis, berupa
pengambilan atau pemotongan testis dari tubuh. Hal ini umumnya dilakukan
untuk sterilisasi (mengontrol populasi), penggemukan hewan, mengurangi sifat
agresif, serta salah satu pilihan terapi dalam menangani kasus-kasus pada testis
atau skrotum.
Hewan yang dikastrasi harus dalam keadaan sehat. Sebagian besar
kucing yang dikastrasi pada umur 5-8 bulan. Hal ini dilakukan sebelum memasuki
masa puber untuk mencegah penyimpangan prilaku pada hewan. Pada hewan
muda, kastrasi dilakukan dengan maksud penggemukan hewan dan sterilisasi
dilakukan pada hewan tua biasanyan untuk kasus-kasus pada testis
B. Tujuan
Tujuan dari operasi kali ini adalah agar mahasaiswa kedokteran hewan
mengetahui prosedur umum dalam melakukan kastrasi dan mengetahui teknik
yang benar dalm melakukan kastrasi.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Sistem reproduksi jantan terdiri dari dua testes (testikel) yang terbungkus
di dalam skrotum. Testis menghasilkan spermatozoa (sel kelamin jantan) dan
testosterin atau hormon kelamin jantan. (Frandson, 1993). Boothe (2000)
menjelaskan bahwa kastrasi adalah pembedahan testis baik yang memproduksi
spermatozoa maupun yang memproduksi hormone kelamin jantan. Dalam istilah
kedokteran, kastrasi disebut juga dengan orchidectomy/orchiectomy. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan kastrasi antara lain
hewan harus sehat, usia mencukupi (minimal usia 6 bulan), dan tidak mengalami
gangguan hormonal yang akan timbul apabila testis diambil.
Teknik kastrasi terdiri atas dua macam yaitu teknik tanpa perdarahan dan
dengan perdarahan, dimana teknik dengan perdarahan dibagi lagi menjadi dua
metode yakni :a). metode terbuka dan b). metode tertutup. Pada metode kastrasi
tertutup, proses pengambilan testis dilakukan dengan menyayat hanya sampai
lapisan tunika dartos, sehingga testis masih dalam keadaan terbungkus oleh
tunika vaginalis communis. Selanjutnya, pengikatan dan penyayatan dilakukan
langsung pada funniculus spermaticus. Berbeda halnya dengan metode terbuka,
pengambilan testis dilakukan dengan sayatan yang mencapai tunika vaginalis
communis, sehingga testis dan epididimis tidak lagi terbungkus kemudian
pengikatan dan penyayatan dilakukan langsung terhadap ductus deferens, saraf,
dan pembuluh darah.
Tujuan atau indikasi dilakukannya kastrasi sendiri adalah untuk
penggemukan, sterilitas, terapi serta mengurangi aktivitas dari hewan.
Mengurangi aktivitas disini berarti mengurangi kebiasaan kucing bersuara saat
sedang berahi. Selain itu, dampak lain yang mungkin terjadi setelah dilakukan
kastrasi adalah kucing menjadi kegemukan (obesitas) akibat perubahan
metabolisme hormon di dalam tubuh. Perubahan ini menyebabkan kucing
menjadi kurang agresif dan lebih banyak tidur (pasif), sehingga kucing menjadi
mudah gemuk akibat konversi energi tubuh yang tidak terpakai sempurna.
BAB III
MATERI DAN METODE
Alat dan bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk kastrasi adalah kucing jantan
dengan berat badan 3,4 kg, alkohol 70%, betadine, penisilin, Yodium
tinctur 3%, Amoxillin dosis 20 mg/kg BB dengan kandungan 125mg/5ml,
sediaan atropine sulfa dengan dosis 0.025 mg/kg BB, sediaan ketamin
dengan dosis 10 mg/kg BB, sediaan xilazine dengan dosis 2 mg/kg BB,
dan sediaan oxytetrasiklin dengan dosis 14 mg/kg BB.
Alat-alat yang digunakan adalah tampon steril, spoit, duk, arteri
klem, needle holder, needle, benang Silk, silet, scalpel, pinset anatomis,
pinset chirurgis, gunting tumpul-tumpul, gunting tajam-tumpul, gunting
tajam-tajam, stetoskop, dan termometer.
Prosedur operasi
Sterilisasi perlengkapan operasi dan persiapan obat-obatan :
Satu set peralatan bedah minor yang akan digunakan dalam operasi
diletakkan dalam satu wadah dan direndam menggunakan air sabun hingga
semua peralatan terendam. Setelah itu, instrumen tersebut disikat dan dicuci
satu-persatu dari bagian ujung yang berdekatan dengan kucing hingga bagian
yang sering disentuh oleh operator sebanyak 10-15 kali menggunakan air yang
mengalir. Selanjutnya, instrument tersebut dikeringkan dengan handuk dan
dimasukkan kedalam bak instrument dengan urutan dari bawah keatas yaitu
needle holder, tang arteri bengkok syrhorgis, tang arteri bengkok anatomis, tang
arteri lurus syrhorgis, tang arteri lurus anatomis, gunting lurus tumpul-tumpul,
gunting lurus tajam-tupul, gunting lurus tajam-tajam, pinset syrhorgis, pinset
anatomis, gagang scalpel dan blade, dan empat buah towl klem. Kemudian, bak
instrument dibungkus dengan dua lapis kain dan dimasukkan kedalam autoklaf
(sterilisator) dengan suhu 100 °C selama 1 jam atau pada suhu 121 °C selama
15 menit. Bak instrument yang telah terbungkus diletakkan secara vertikal dan
longitudinal di dalam autoklaf, tidak menempel dengan dinding autoklaf maupun
wadah peralatan lainnya, dan diantara wadah peralatan yang satu dengan yang
lainnya harus diberi jarak.
Perlengkapan yang akan dipakai oleh operator dan asisten disipakan dan
disusun dengan urutan dari atas ke bawah (tutup kepala, masker, 2 buah sikat,
handuk, baju operasi, dan sarung tangan), lalu dibungkus seperti alat bedah
minor, kemudian disterilisasi di autoklaf dengan suhu 60 ˚C selama 30 menit.
Obat-obatan yang akan digunakan preoperasi, saat operasi, dan pasca operasi
meliputi desinfektan, iodine tincture, preanasthesi, sedasi, anasthesikum,
betadin, anti pendarahan, cairan infuse, dan Antibiotik.
Preparasi ruang operasi
Ruangan dan meja operasi dibersihkan dari kotoran terlebih dahulu.
Setelah itu, ruangan dan meja operasi tersebut didesinfektan dengan campuran
formalin 10% dan KmNO4 5% dengan perbandingan 1:2 dan didiamkan selama
15 menit sampai 24 jam.
Preparasi kucing
Kucing yang akan di bedah di periksa terlebih dahulu signalement, dan
keadaan umumnya. Parameter signalement yang dicatat adalah nama kucing,
jenis dan ras, jenis kelamin, umur, warna rambut dan kulit, serta bobot badan.
Sedangkan, keadaan umum yang dicatat adalah habitus, gizi, sikap berdiri, cara
berjalan, adptasi lingkungan, turgor kulit, kelenjar pertahanan, refleks pupil,
refleks palpebrae, frekuensi dan ritme napas, temperature, CRT, warna mukosa,
dan diameter pupil.
Setelah itu, kucing diinjeksi dengan premedikasi yaitu atropine sulfa
dengan dosis 0,025 mg/kg BB. Setelah 15 menit, kucing diinjeksikan dengan
ketamin+xylazine dengan dosis 10mg/kg BB dan 2 mg/kg BB. Setelah kucing
terbius, daerah scrotum dicukur disekitar sayatan, lalu daerah tersebut
dibersihkan, dan diolesi dengan iodine tincture. Kemudian,kucing dibawa dan
diletakkan di meja operasi yang telah diberi alas terlebih dahulu. Selanjutnya,
kaki dapan dan belakang kucing diikat dengan simpul tomfool ke sisi meja
operasi.
Preparasi operator dan asisten operator
Operator dan asisten operator memakai tutup kepala dan masker yang
telah steril terlebih dahulu. Dilanjutkan dengan mencuci kedua tangan
menggunakan antiseptik dan menyikat jari-jari kedua tangan kanan dan kiri,
menyikat bagian lengan, membilas tangan dengan air dengan arah dari ujung jari
ke lengan. Kran air ditutup menggunakan siku untuk meminimalisir kontaminasi
tangan terhadap agen infeksius. Kemudian mengeringkan tangan menggunakan
handuk tiap sisi untuk tiap tangan, selanjutnya membuka perlengkapan bedah.
Memakai baju bedah, memakai glove dan operasi siap dilakukan.
Pelaksanaan Operasi
Kucing yang telah diletakkan dan diikat pada meja operasi.
Selanjutnya ditutup dengan duk. Posisi duk harus tepat pada daerah
orientasi untuk mempermudah operator. Duk dan kulit difiksasi dengan
menggunakan towel clamp, namun jika tidak ada dapat menggunakan
arteri klem tapi harus terfiksasi dengan baik.
Penyayatan dilakukan pada Raphe testis. Penyayatan dimulai dari
kulit, subkutan, tunika dartos, tunika vaginalis communis. Kastrasi yang
digunakan adalah tipe terbuka, sehingga penyayatan dilakukan sampai ke
tunica vaginalis communis. Setelah tunica vaginalis communis disayat,
testis ditarik dan dipisahkan dari ligamentum dengan ditarik menggunakan
pinset. Akan terlihat funiculus spermaticus yang menyatu dengan testis.
Funiculus spermaticus tersebut kemudian diputar beberapa kali dan di
fiksir menggunakan 2 tang arteri.beri sedikit jarak antara keduanya untung
pemotongan. Bagian caudal dari tang arteri diikat. Kemudian dilakukan
pemotongan diantara klem ganda, sesegera mungkin klem dilepas dan
sisa funiculus spermaticus dimasukkan kembali ke skrotum dan diberi
penicilin untuk mencegah infeksi.
Hal yang sama dilakukan pada testis yang lainnya. Kemudian
dilakukan penjahitan sederhana dengan benang catgut pada bagian
kulitnya. Tidak perlu terlalu banyak, tiga ikatan saja cukup. Setelah selesai
di jahit, berikan iodium tincture pada bekas jahitan dan beri oxytertrasiklin
secara intramuscular.
Postoperasi
Kucing postoperasi dimonitoring kesehatannya dengan melakukan
pemeriksaan
frekuensi jantung, frekuensi napas, suhu tubuh, CRT, warna membran mukosa,
perdarahan, rasa nyeri, tinkah lakunya (makan, minum, urinasi, defekasi dan skor
feses) dan keadaan luka. Pemeriksaan dilakukan setiap hari dalam 3 periode
waktu yaitu pagi, siang, dan malam. Selain itu pemberian pakan dan minum
kucing juga harus diperhatikan dan kandang juga harus dijaga kebersihannya.
Pembukaan jahitan dilakukan hari ke 7 post operasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil Pemeriksaan Fisik
Signalement
Nama Kucing : Kleo
Jenis / ras kucing : Kucing/ domestik
Jenis kelamin : Jantan
Usia : 0 tahun 9 bulan
Warna rambut & kulit : putih, abu-abu
Bobot Badan : 3,4 kg
Keadaan umum hewan
Habitus : pendiam dan ramah
Gizi : baik
Sikap berdiri : tegap
Cara berjalan : tidak pincang/ tidak ada kelainan
Adaptasi lingkungan : baik
Turgor kulit : tidak ada kelainan
Kelenjar pertahanan : tidak ada pembengkakan
Refleks pupil : tidak ada kelainan
Refleks palpebrae : tidak ada kelainan
Frekuensi napas : 32 kali/menit
Ritme napas : teratur
Frekuensi Jantung : 120 kali/ menit
Ritme jantung : teratur
Temperatur : 38, 7˚C
CRT : 1 detik
Warna mukosa : rose
Diameter pupil : 7 cm
b. Tahap Pembiusan
Tahap
PembiusanJam Sediaan Dosis Rute
Jumlah
Pemberian
Premedikasi 10.45 Atropin0,025
mg/kg BBSC 0, 34 ml
Induksi 11.00Ketamin –
Xylazine
10 – 2 mg/
kg BBIM 0, 68 ml
Maintenance I 11.25 Ketamin10 mg/ kg
BBIM 0, 34 ml
c. Tahap Induksi
Tahap Induksi Waktu
Injeksi bius 11.00
Sternal Recumbency 11.25
Pupil dilatasi 11.30
Refleks sakit hilang 11.30
Tidak ada perlawanan 11.30
Waktu mulai operasi: 11.15 WIB
Waktu selesai operasi : 12.00 WIB
d. Tabel Pengamatan selama operasi
ParameterWaktu
0’ 15’ 30’ 45’
Suhu tubuh (˚C) 38,7 37.7 37.1 37.0
Frekuensi jantung (kali/
menit)120 136 144 124
Ritme Jantung (T/) T T T T
Frekuensi napas (kali/
menit)32 16 28 20
Ritme napas (T/) T T T T
Refleks pupil (+/) + + + +
Ø pupil (cm) 1,2 0,8 1,2 0,8
Refleks palpebrae (+/) + - - -
Protrusi membrana
nictitans (+/)+ + + +
CRT (detik) 1 1 1 1
Warna mukosa rose rose rose rose
Gerak refleks (+/)
Refleks nyeri (+/) +
Urinasi (+/) -
Defekasi (+/)
Muntah (+/)
e. Pemulihan:
Waktu penghentian pembiusan: 25 menit setelah injeksi obat bius
Waktu dari mulai penghentian pembiusan hingga sternal recumbency: 1
menit (26 menit setelah injeksi obat bius).
Waktu dari mulai sternal recumbency hingga mencoba berjalan: 150
menit (176 menit setelah injeksi obat bius)
Makan : 7 jam 21 menit setelah injeksi obat bius
Waktu yang dibutuhkan hingga dapat berjalan normal: 8 jam 6 menit
setelah injeksi obat bius.
No. Gambar Langkah Kerja
Preoperasi
1. Penyuntikan atropin sulfa
sebagai premedikasi untuk
mengurangi efek salivasi.
2. Pembiusan yang bersifat
anaesthesi umum dengan
xylazine dan ketamin secara
intra muscular, yaitu pada M.
Semitendinosus.
Operasi
1. Daerah caudal dekat skrotum
hewan ditutup dengan duk, lebar
dan panjang disesuaikan,
kemudian difiksir dengan towel
clamp.
2. Kulit daerah raphe testis disayat
sepanjang 1.5 cm dengan
scalpel. Setelah kulit terbuka,
dilakukan penyayatan hingga
tunika vaginalis comunis.
3. Setelah itu testis satu-persatu
dikeluarkan secara bergantian.
4. Testis ditarik keluar dan
ligamentum penggantungnya
dilepaskan menggunakan tang
arteri.
5. Daerah funikulus spermatikus
dijepit dengan tang arteri pada
bagian cranial (jauh dari testis)
dan daerah caudal (dekat
dengan testis).
6. bagian cranial dari dari daerah
cranial yang dijepit tang arteri
diikat menggunakan benang silk
(3/0).
7. Antibiotik penicillin 20.000 IU
diberikan topikal sebelum
dilakukan penjahitan.
8. Penjahitan dilakukan terhadap
kulit dengan benang silk dan
menggunakan jahitan
sederhana.
9. Setelah penjahitan selesai, pada
daerah bekas jahitan diberikan
iodine tingture secara topikal.
Pembahasan
Praktikum kastrasi yang dilkakuakan kali ini adalah menggunakan kucing
yang berumur sekitar 9 bulan, kucing dalam keadaan sehat, tidak memiliki tanda
kelainan, dan kecacatan pada tubuhnya. Saat operasi berlangsung suhu kucing
turun dari 38,7 menjadi 37.0 0C (menit 0-45). Hal ini terjadi akibat adanya
homeostasis pada tubuh kucing. Frekuensi jantung (kali/menit) pada menit ke-0
(120) dan meningkat pada menit ke-15-30 (136-144), namun kembali turun pada
menit ke-30-45 (144-124) yang disebabkan oleh adanya kerja obat yang
mempengaruhi frekuensi denyut jantung, intensitas, dan ritme jantung. Frekuensi
nafas (kali/menit) pada menit ke-0 adalah 32 kali/menit kemudian mengalami
penurunan pada menit ke-15 menjadi 16 kali/menit dan meningkat kembali pada
menit ke-30 menjadi 28 kali/menit, akan tetapi pada menit ke-45 kembali
menurun menjadi 20 kai/menit. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh
anastesi terhadap tubuh kucing yang mempengaruhi sistem pernapasan.
Refleks pupil dari menit ke-0-45 tetap positif berarti kucing masih dalam
keadaan hidup, sedangkan pada pengamatan pupil (cm) menit ke-0 (1.2)
kemudian mengecil pada menit ke-15 (0.8) dan pupil kembali melebar pada
menit ke-30 (1.2), akan tetapi pupi kembali mengecil pada menit ke-45 (0.8) yang
disebabkan oleh adanya pengaruh obat yang bekerja pada pupil mata. Refleks
palpebre positif pada menit ke-0, dan negatif pada menit ke-15,30, dan 45 nilai
negatif ini diakibatkan oleh adanya rangsangan obat pada palpebre. Protrusi
membrane nictitans dari menit ke-0 sampai ke-45 bernilai positif ini menandakan
kucing tidak mengalami gangguan dalam metabolisme, dan hasil CRT (detik)
didapatkan pada menit ke-0 adalah 1 dari menit ke-0 hingga menit ke-45 yang
menandakan bahwa kondisi kucing tidak mengalami dehidrasi karena CRT tidak
lebih dari 3 detik. Warna mukosa rose dari menit ke-0 sampai ke-45 yang
menandakan bahwa kucing tidak mengalami anemia.
Gerak reflks terlihat negatif dari menit ke-0 dan sampai menit ke-45 yang
menandakan bahwa kerja obat anastesi bekerja dengan baik. Refleks nyeri menit
ke-0 positif dan negatif pada menit ke-15 sampai ke-45 yang menandakan kerja
obat pada otot masih berjalan dan selama operasi dilakukan kucing tidak
mengalami urinasi, defekasi, dan muntah karena kucing dipuasakan sebelum
dioperasi.
Pascaoperasi kucing menunjukkan grafik frekuensi napas jantung dan
suhu yang cukup baik. Kucing nomal memiliki frekuensi napas 25-30 kali per
menit (Eldredge 2008). Frekuensi napas pada hari ke-1 kucing tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu pada kisaran 24-32 kali/menit. Hal
ini dapat mengindikasikan bahwa hewan tidak mengalami gangguan pernapasan
pascaoperasi. Begitu juga pada hari-hari selajutnya hingga hari ke-4 frekuensi
napas kucing tidak mengalami perbedaan yang signifikan yaitu pada kisaran 28-
32 kali/menit. Hal ini menandakan bahwa kucing masih tetap berada dalam
kondisi yang sehat walaupun frekuensi napas meningkat sedikit dibandingkan
frekuensi normal. Hal tersebut diduga terjadi karena adanya stress cuaca panas
pada saat pemeriksaan.
Gambar 1. Grafik frekuensi napas kucing pascaoperasi
Frekuensi jantung kucing pascaoperasi tidak menunjukkan peningkatan
yang signigfikan yaitu 128-136 kali/menit dari frekuensi normal yaitu 110–130
kali/menit. Ferekuensi napas mencapai 136 yang sedukit lebih tinggi dari
frekuensi normal diduga disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan tehadap
kucing.
Gambar 2. Grafik Frekuensi denyut jantung kucing pascaoperasi
Suhu tubuh kucing pada hari pertama pascaoperasi menunjukkan adanya
peningkatan yang cukup signifikan dari suhu normal yaitu mencapai 40 oC. Hal ini
diduga disebabkan oleh adanya peradangan yang terjadi pada bekas operasi
atau adanya stress pascaoperasi dan adaptasi lingkungan. Akan tetapi pada
hari-hari selanjutnya suhu tubuh kucing menunjukkan suhu yang stabil dan
berada dalam kisaran suhu normal yaitu 38.4-38.7 oC dari suhu normal 100 -
102.5°F (37.7 - 39.1°C).
Gambar 3. Grafik suhu tubuh kucing pascaoperasi
Selama masa penyembuhan kucing menunjukkan nafsu makan yang baik
dan semakin meningkat. Hal seperti ini sangat mendukung dalam proses
penyembuhan luka pascaoperasi. Defekasi pada kucing juga tidak mengalami
kelainan yaitu tetap melakukan defekasi 3 kali sehari dengan konsitensi
keras/padat (5) yang ditandai dengan tidak terlihatnya cairan pada feses atau
feses yang cair. Minum dan urinasi pada kucing juga tidak terdapat kelainan,
kucing selalu urinasi setiap hari mulai pagi hingga malam secara teratur dengan
jumlah urin yang tidak terlalu banyak ataupun sedikit. Volume urin kucing normal
berkisar 18-25 ml/kg BB per-24 jam (Widodoet al. 2011). Jumlah urin normal
tersebut dapat menunjukkan bahwa kucing tersebut melakukan urinasi dengan
baik dan tidak ada gangguan ataupun kelainan. Jahitan pada bekas sayatan
sudah mulai mengering pada hari ketiga yang menandakan bahwa bekas operasi
sudah mulai sembuh.
BAB V
Penutup
Kesimpulan
Kastrasi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk sterilisasi pada
hewan jantan. Kastrasi juga memiliki metode yang berbeda berdasarkan
keperluan dan tujuannya yaitu metode terbuka dan metode tertutup.
Saran
Sebelum melakukan kastrasi kondisi hewan harus benar-benar dijaga
agar tidak berdampak buruk saat operasi dilakukan. Operator harus benar-benar
mengetahui anatomi organ reproduksi jantan untuk meminimalisir terjadinya
kesalahan. Setiap asisten laparotomi atau asisten bedah harus benar-benar
mengetahui apa yang akan dilakukannya dan tidak boleh lupa akan tugasnya
tersebut karena hal itu akan berdampak buruk pada pasien. Asisten operator
adalah orang yang benar-benar mengetahui fungsi dan nama-nama alat bedah
minor yang akan digunakan.
Daftar Pustaka
Boothe HW. 2000. Surgery of The Testes and Scrotum. Di dalam Bichard
SJ, Sherding RG. Saunders Manual of Small Animal Practice. Ed
ke 2 Philadelphia: WB Saunders Company. Hlm 1005-1008
Eldredge D. M, Carlson D. G, Carlson L. D &Giffin J. M. 2008. Cat Owner’s Home
Veterinary Handbook. 3th Ed. Wiley Publishing, Inc., Hoboken, New Jersey
Frandson, R. D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta : UGM
press
Widodo S, Dondin S, Chusnul C, AgusW, Retno W, Agus L. 2011. Diagnostik
Klinik Hewan Kecil. IPB Press: Bogor