34
LAPORAN KASUS 1. Identitas Pasien Nama : Tn.M Umur : 55 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Sudah Menikah Agama : Islam Alamat : Tanah Tinggi RT 10/RW 10 No. RM : 134161 Ruangan : Wijaya Kusuma - Cempaka Tgl masuk RS : 7 Juli 2010 Tgl keluar RS : 14 Juli 2010 2. Anamnesa 2.1. Keluhan utama : Kaki kiri nyeri dan bengkak 10 hari SMRS 2.2 Keluhan tambahan : sulit tidur 2.3. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang dengan keluhan kaki kiri nyeri dan bengkak sejak 10 hari SMRS. Nyeri dirasakan setelah memakai sandal refleksi selama 1 minggu. Pasien juga mengeluh sulit tidur. Pasien mengatakan pada telapak kaki kiri awalnya kemerahan lalu terdapat bercak putih yang tengahnya berwarna kuning. Pasien mengeluh kaki kiri 1

LAPORAN KASUS

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn.M

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Sudah Menikah

Agama : Islam

Alamat : Tanah Tinggi RT 10/RW 10

No. RM : 134161

Ruangan : Wijaya Kusuma - Cempaka

Tgl masuk RS : 7 Juli 2010

Tgl keluar RS : 14 Juli 2010

2. Anamnesa

2.1. Keluhan utama : Kaki kiri nyeri dan bengkak 10 hari SMRS

2.2 Keluhan tambahan : sulit tidur

2.3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan kaki kiri nyeri dan bengkak sejak 10 hari

SMRS. Nyeri dirasakan setelah memakai sandal refleksi selama 1 minggu.

Pasien juga mengeluh sulit tidur. Pasien mengatakan pada telapak kaki kiri

awalnya kemerahan lalu terdapat bercak putih yang tengahnya berwarna

kuning. Pasien mengeluh kaki kiri sering kesemutan dan telapak terasa baal

sebelum memakai sandal Pasien sudah ke dokter klinik hari Senin (5/7/10)

dan pada bercak putih tersebut dilubangi kemudian keluar nanah. Pasien

mendapat antibiotik dan obat penghilang rasa nyeri.

2.4. Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengaku sakit kencing manis sejak 1 tahun yang lalu dengan keluhan

sering lapar, haus dan sering buang air kecil (± 5 kali) pada malam hari.

1

Page 2: LAPORAN KASUS

Pasien sudah ke dokter dan diberi obat glibenklamid yang diminum pagi dan

malam sebelum makan.

Penyakit asma, penyakit jantung, dan darah tinggi disangkal pasien, tidak

ada riwayat pernah dirawat dan di operasi sebelumnya.

2.5. Riwayat penyakit keluarga

Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang sedang menderita

penyakit serupa dengan pasien.

Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit

darah tinggi, kencing manis, jantung, dan asma.

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 130/80 mmhg

Freukuensi nadi : 64 x/menit

Pernapasan : 30 x/menit

Suhu : 36.4 °C

Tinggi Badan : 160 cm

Berat Badan : 50 kg

3.1. Kepala

Bentuk : Normocephal, simetris

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/- ,

pupil isokor kanan = kiri, refleks cahaya (+/+)

Telinga : Bentuk normal, simetris kiri dan kanan, liang lapang,

membran timpani intak, serumen (-)

Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi,

Pernafasan cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada.

Mulut : Mukosa bibir basah, lidah tidak kotor, faring dan tonsil

tidak hiperemis.

3.2. Leher

2

Page 3: LAPORAN KASUS

Inspeksi : Bentuk normal, deviasi trakea (-)

Palpasi : Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening (-)

JVP tidak meningkat

3.3. Thoraks Anterior

Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri, pergerakan nafas kanan = kiri

Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan = kiri

Iktus kordis teraba di sela iga V garis midklavikula kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Batas atas : sela iga III garis sternalis kiri

Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan

Batas kiri : sela iga V garis midklavikula kiri

Auskultasi : Pernafasan vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

3.4. Thoraks Posterior

Inspeksi : punggung simetris kanan = kiri

Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Pernafasan vesikuler

3.5. Abdomen

Inspeksi : Supel, perut tampak datar, dan tidak ada jaringan parut

Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Seluruh lapang abdomen timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

3.6. Ekstremitas

Superior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/-)

Inferior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/+) , ulkus pada telapak

kaki kiri 2 x 1 cm

3.7. Genitalia

Laki-laki, tidak ada kelainan

3

Page 4: LAPORAN KASUS

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan glukosa darah (6 Juli 2010)

Glukosa darah Puasa 222 mg/dL

Glukosa darah 2 jam PP 342 mg/dL

5. Diagnosis Sementara

Ulkus Diabetes Pedis Sinistra

Diabetes Mellitus tipe II

6. Diagnosis Banding

-

7. Penatalaksanaan

Diet DM 1700 kalori

IVFD RL 20 tetes/menit

Injeksi Humalog 3 x 6 IU

Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram

Tablet Nonflamin 2 x 1

Plan : kultur pus

Konsultasi dokter bedah umum

8. Prognosis

Ad bonam

Pemeriksaan anjuran:

1. Pemeriksaan Darah Lengkap

2. Pemeriksaan Glukosa darah Puasa dan 2 Jam PP

3. Tes fungsi hati dan ginjal

4. Pemeriksaan masa perdarahan dan masa pembekuan

5. Foto thoraks PA dan EKG

Hasil Konsultasi dengan Dokter Spesialis Bedah Umum (7 Juli 2010)

1. Rawat bersama

4

Page 5: LAPORAN KASUS

2. Rencana debridement jika kadar glukosa darah < 200 mg/dl

3. Perawatan luka 2 kali/hari : gentamycin + betadine + NaCl + ganti verband

4. Terapi dilanjutkan ditambah flagyl suppositoria 3 x 1

5. Rencana foto pedis sinistra AP & lateral

5

Page 6: LAPORAN KASUS

FOLLOW UP

Tanggal 7/7/2010 8/7/2010 9/7/2010 10/7/2010 11/7/2010 12/7/2010 13/7/2010 14/7/2010Keluhan Kaki kiri nyeri

dan bengkak sejak 10 hari yang laluSulit tidur

Kaki kiri nyeri dan bengkakSulit tidurLemas

Kaki kiri nyeri dan bengkakNyeri pada daerah sekitar kanul infus

Kaki kiri nyeri dan bengkak

Kaki kiri nyeri dan bengkakSulit tidurBatuk kering

Kaki kiri nyeri TAK TAK

Pemeriksaan Fisik- KU/KS- Tekanan Darah- Nadi- Pernafasan- Suhu

Ringan/CM130/8064 x/menit30 x/menit36.4 °C

Ringan/CM130/7076 x/menit30 x/menit36.6 °C

Ringan/CM130/8076 x/menit24 x/menit36 °C

Ringan/CM130/70762436 °C

Ringan/CM140/80802036 °C

Baik/CM150/70742036.2 °C

Baik/CM120/70782036 °C

Baik/CM140/90802036 °C

Mata-Sklera Ikterik-Konjungtiva anemisThorak-Cor

-Pulmo

Abdomen

Ekstremitas

(-/-)(-/-)

BJ I-II regulermurmur (-)gallop (-)SN vesikulerrhonki (-/-)

wheezing (-/-)Supel,datar, bising usus (+), NT (-)

Akral hangatEdema S (-/-)I (-/+)SianosisS (-/-)I (-/-)

(-/-)(-/-)

BJ I-II regulermurmur (-)gallop (-)SN vesikulerrhonki (-/-)wheezing (-/-)Supel,datar,bising usus (+), NT (-)

Akral hangatEdema S (-/-)I (-/+)SianosisS (-/-)I (-/-)

(-/-)(-/-)

BJ I-II regulermurmur (-)gallop (-)SN vesikulerrhonki (-/-)wheezing (-/-)Supel,datar,bising usus (+), NT (-)

Akral hangatEdema S (-/-)I (-/+)SianosisS (-/-)I (-/-)

(-/-)(-/-)

BJ I-II regulermurmur (-)gallop (-)SN vesikulerrhonki (-/-)wheezing (-/-)Supel,datar, bising usus (+) NT(-)Akral hangatEdema S (-/-)I (-/+)SianosisS (-/-)I (-/-)

(-/-)(-/-)

BJ I-II regulermurmur (-)gallop (-)SN vesikulerrhonki (-/-)wheezing (-/-)Supel,datar, bising usus (+), NT (-)Akral hangatEdema S (-/-)I (-/+)SianosisS (-/-)I (-/-)

(-/-)(-/-)

BJ I-II regulermurmur (-)gallop (-)SN vesikulerrhonki (-/-)wheezing (-/-)Supel,datar, bising usus (+), NT (-)Akral hangatEdema S (-/-)I (-/+)SianosisS (-/-)I (-/-)

(-/-)(-/-)

BJ I-II regulermurmur (-)gallop (-)SN vesikulerrhonki (-/-)wheezing (-/-)Supel,datar, bising usus (+), NT (-)Akral hangatEdema S (-/-)I (-/+)SianosisS (-/-)I (-/-)

(-/-)(-/-)

BJ I-II regulermurmur (-)gallop (-)SN vesikulerrhonki (-/-)wheezing (-/-)Supel,datar, bising usus (+), NT (-)Akral hangatEdema S (-/-)I (-/+)SianosisS (-/-)I (-/-)

Hasil Lab Glukosa darah (mg/dL) (6/7/10)Puasa : 2222PP : 342

Hb 13.0 g/dlHt 42 %T 664.000/mm3L 12.200/mm3Ba –

Glukosa darah (mg/dL) Puasa : 1452PP : 226

- Hb 12.7 g/dlHt 41 %T 679.000/mm3L 13.400/mm3BT 2’15”

GDS 168 mg/dL Foto pedis sinistra AP & lateral :soft tissue swelling sekitar phalanx

Glukosa darah (mg/dL) Puasa : 1232 PP : 223

-

6

Page 7: LAPORAN KASUS

E –Staf 1 %Segmen 71 %Limfosit 25%Monosit 2 %LED 113Ureum 26Creatinin 0,77SGOT 21SGPT 30GDS 159 mg/dL

CT 12’Glukosa darah (mg/dL) Puasa : 2062PP : 292

prosimal dan distal digiti 1 sampai ke interphalanx proximal digiti 1-2 dan 2-3foto thoraks : dbnEKG : dbn

Penatalaksanaan IVFD RL 20 tpmInj. Humalog 3 x 6 IUInj. Cefotaxime 2 x 1 grNonflamin 2 x 1Flagyl supp 3 x 1Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hariPlan : kultur pus

IVFD RL 20 tpmInj. Humalog 3 x 6 IUInj. Cefotaxime 2 x 1 grNonflamin 2 x 1Flagyl supp 3 x 1Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hariAmbil pus → kultur

IVFD RL 20 tpmInj. Humalog 3 x 10 IUInj. Cefotaxime 2 x 1 grNonflamin 2 x 1Flagyl supp 3 x 1Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari

IVFD RL 20 tpmInj. Humalog 3 x 10 IUInj. Cefotaxime 2 x 1 grNonflamin 2 x 1Flagyl supp 3 x 1Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari

IVFD RL 20 tpmInj. Humalog 3 x 15 IUInj. Cefotaxime 2 x 1 grNonflamin 2 x 1Flagyl supp 3 x 1Ketorolac 3 x 1Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari

DebridementIVFD RL 30 tpmInj. Humalog 3 x 15 IUInj. Cefotaxime 3 x 1 grInj. Ranitidine 3 x 1 ampDrip Cefalexim 3 x 1 grFlagyl supp 3 x 1Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari

IVFD RL 30 tpmInj. Actrapid 3 x 20 IUInj. Cefotaxime 3 x 1 grInj. Ranitidine 3 x 1 ampDrip Ketorolac 3 x 1 grDrip Novalgin 2 Ampul/hariFlagyl supp 3 x 1Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari

Inj. Actrapid 3 x 20 IU

7

Page 8: LAPORAN KASUS

ANALISA KASUS

Anamnesa pada pasien ini didapatkan keluhan kaki kiri nyeri dan bengkak sejak 10 hari

SMRS. Nyeri dirasakan setelah memakai sandal refleksi selama 1 minggu. Pasien juga

mengeluh sulit tidur. Pasien mengatakan pada telapak kaki kiri awalnya kemerahan lalu

terdapat bercak putih yang tengahnya berwarna kuning. Pasien mengeluh kaki kiri sering

kesemutan dan telapak terasa baal sebelum memakai sandal Pasien sudah ke dokter klinik 2

hari SMRS dan pada bercak putih tersebut dilubangi kemudian keluar nanah. Pasien

mendapat antibiotik dan obat penghilang rasa nyeri. Pasien mengaku sakit kencing manis

sejak 1 tahun yang lalu dengan keluhan sering lapar, haus dan buang air kecil (± 5 kali)

pada malam hari. Pasien sudah ke dokter dan diberi obat glibenklamid yang diminum pagi

dan malam sebelum makan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 64 x/menit,

pernapasan 30 x/menit, suhu 36.4 °C, konjungtiva tidak anemis, akral hangat, sianosis (-),

edema kaki kiri, ulkus pada telapak kaki kiri 2 x 1 cm, pemeriksaan leher, thoraks,

abdomen, genitalia dalam batas normal.

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan :

1. Pemeriksaan Glukosa darah (6 Juli 2010)

Glukosa darah puasa : 222 mg/dL

Glukosa darah 2 jam PP : 342 mg/dL

2. Pemeriksaan Darah Lengkap (8 Juli 2010)

Hb 13.0 g/dl

Ht 42 %

T 664.000/mm3

L 12.200/mm3

Ba –

E –

Staf 1 %

Segmen 71 %

8

Page 9: LAPORAN KASUS

Limfosit 25%

Monosit 2 %

LED 113

3. Pemeriksaan Fungsi Hati, Ginjal, Endokrin (8 Juli 2010)

SGOT/SGPT : 21/30

Ureum/Creatinin : 26/0.77

GDS : 159 mg/dL

4. Pemeriksaan Glukosa darah (9 Juli 2010)

Glukosa darah puasa : 145 mg/dL

Glukosa darah 2 jam PP : 226 mg/dL

5. Pemeriksaan Glukosa darah (11 Juli 2010)

Glukosa darah puasa : 206 mg/dL

Glukosa darah 2 jam PP : 292 mg/dL

6. Pemeriksaan Glukosa darah (12 Juli 2010)

Glukosa darah sewaktu 168 mg/dL

7. Foto pedis sinistra AP & lateral (12 Juli 2010)

soft tissue swelling sekitar phalanx prosimal dan distal digiti 1 sampai ke

interphalanx proximal digiti 1-2 dan 2-3

8. Pemeriksaan Glukosa darah (13 Juli 2010)

Glukosa darah puasa : 123 mg/dL

Glukosa darah 2 jam PP : 223 mg/dL

Oleh karena itu, diagnosis yang ditegakkan adalah ulkus diabetes pedis sinistra dan

diabetes mellitus tipe II.

Pemberian terapi awal pada pasien ini adalah :

9

Page 10: LAPORAN KASUS

1. Diet DM 1700 kalori

2. IVFD RL 20 tpm

3. Inj. Humalog 3 x 6 IU

4. Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr

5. Nonflamin 2 x 1

6. Flagyl supp 3 x 1

7. Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari

Pemberian terapi awal tepat guna karena

Diet DM 1700 kalori

BBI : (160-100) – 10% = 54 kg

Kebutuhan kalori : BBI x 35 kalori : 54 x 30 kalori = 1620 kalori

Dengan koreksi : di atas usia 40 tahun : - 5%

Aktivitas ringan : + 10%

Koreksi : + 5 %

Kebutuhan kalori : 1620 kalori + 5% = 1701 kalori ~ 1700 kalori

Inj. Cefotaxim 2 x 1 gram dan Flagyl supp 3 x 1

Leukosit 12.200/mm3, Nanah +

Nonflamin 2 x 1

Nyeri dan bengkak

Inj. Humalog 3 x 6 IU

Glukosa darah puasa : 222 mg/dL

Glukosa darah 2 jam PP : 342 mg/dL

Prognosis pasien ini adalah ad bonam

PEMBAHASAN

10

Page 11: LAPORAN KASUS

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi, fungsi atau kerja insulin atau keduanya.

DM diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan onset yaitu DM tipe I, DM tipe II, diabetes

gestasional, DM tipe lain.

Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia

setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,4% dari total penduduk,

diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025

diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data Departemen

Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit

menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4% wanita hamil menderita

diabetes gestasional. Data Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) dari berbagai

penelitian epidemiologis sebagaimana diungkapkan Ketua Pengurus Besar Perkeni dr

Sidartawan Soegondo SpPD KE menunjukkan, sekitar tahun 1980-an prevalensi diabetes

pada penduduk di atas usia 15 tahun adalah 1,5-2,3%. Penelitian tahun 1991 di kota Surabaya

mendapatkan prevalensi 1,43% pada penduduk di atas 20 tahun. Di pedesaan Jawa Timur

tahun 1989, prevalensinya 1,47%. Hasil penelitian di Jakarta menunjukkan adanya

peningkatan prevalensi diabetes dari 1,7% (1982) menjadi 5,7% (1993). Sementara di Depok

dan Jakarta, tahun 2001 angkanya 12,8%. Prevalensi diabetes di Makassar meningkat dari

1,5% (1981) menjadi 2,9% (1998).

Etiologi DM tipe 1 adalah destruksi sel beta karena autoimun atau idiopatik, DM tipe 2

bervariasi mulai dari resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai gangguan

sekresi insulin bersama resistensi insulin. Diabetes gestasional terjadi akibat menurunnya

produksi hormon insulin selama kehamilan dan DM tipe lain diakibatkan oleh penyakit

seperti pankreatitis, infeksi, obat dan lain-lain.

Diagnosis klinis DM umumnya dapat ditegakkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuri,

polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan

lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada perempuan. Jika keluhan khas,

pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis

DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL juga digunakan untuk

11

Page 12: LAPORAN KASUS

patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa

darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.

Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar

glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL pada hari yang

lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca

pembebanan ≥ 200 mg/dL.

Retinopati, nefropati, dislipidemia,hipertensi, koma, ketosis, dan ketoasidosis diabetikum

merupakan komplikasi diabetes. Selain itu, neuropati dan kaki diabetes berupa ulkus juga

dapat terjadi.

Pengobatan diabetes dapat berupa terapi non farmakologis dan farmakologis. Terapi non

farmakologis dapat berupa pengaturan pola makan yang berdasarkan status gizi diabetesi dan

latihan jasmani.Terapi farmakologis berupa penyuntikan insulin, obat hipoglikemik oral

seperti glibenklamid, metformin, acarbose dan lain-lain.

Anatomi dan Fisiologi

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar  5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa  dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (cauda) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan (corpus) yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan  embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :

(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

(2). Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.

Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :

12

Page 13: LAPORAN KASUS

(1). Sel – sel α jumlahnya sekitar 20 – 40 %, memproduksi glukagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai aktivitas anti-insulin.

(2). Sel – sel β jumlahnya sekitar 60 – 80 % , memproduksi insulin.

(3). Sel – sel δ jumlahnya sekitar 5 – 15 %, memproduksi somatostatin.

Masing – masing sel tersebut dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel β sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang  normal dimana sel β tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh  dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.

Insulin disintesis sel β pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.

Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.

Patofisiologi

13

Page 14: LAPORAN KASUS

Klasifikasi

1. Diabetes mellitus tipe I

Diabetes mellitus tipe I, diabetes anak-anak (childhood-onset diabetes, juvenile diabetes,

insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena

berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin

pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang

dewasa.

Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet

maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan

yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh

terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.

Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah reaksi autoimun

yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimuni tersebut dapat dipicu oleh adanya

infeksi pada tubuh.

Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan

pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.

Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah

penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan ketoasidosis diabetikum bisa menyebabkan

14

Page 15: LAPORAN KASUS

koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga) juga

diperlukan.

Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan mempengaruhi

aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan

kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk

pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l).

Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang

bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events". Angka

di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil

yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l)

biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat

glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglikemia, dapat menyebabkan kehilangan

kesadaran.

2. Diabetes mellitus tipe II

Diabetes mellitus tipe II (adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-

dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe DM yang terjadi bukan disebabkan

oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang

disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β,

gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh

disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan,

terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan

penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi glukosa darah oleh hati.

Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat

yang ditemukan pada manusia.

Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang

tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,

penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.

DM tipe II juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom resistensi

insulin.

15

Page 16: LAPORAN KASUS

Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang

ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglikemia dapat diatasi

dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau

mengurangi produksi glukosa dari hepar. Namun, semakin parah penyakit, sekresi insulin pun

semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang

menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral

diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin dalam kaitan

dengan pengeluaran adipokines yang merusak toleransi glukosa. Obesitas ditemukan kira-kira

90% dari pasien dunia dan didiagnosis DM tipe II.

Diabetes tipe II awalnya diobati dengan cara perubahan pola hidup berupa olahraga, diet

(umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan pengurangan berat badan. Hal ini dapat

mengembalikan kepekaan hormon insulin. Langkah berikutnya adalah penggunaan obat

hipoglikemik oral yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin

(sulfonylureas) dan menurunkan produksi glukosa hati serta meningkatkan penggunaan

glukosa oleh sel usus (metformin), dan meningkatkan aktivitas hormon insulin

(thiazolidinediones). Jika gagal, pengobatan dengan hormon insulin diperlukan untuk

memelihara kadar glukosa darah sampai atau mendekati normal.

3. Diabetes gestasional

Diabetes gestasional (gestational diabetes) atau diabetes melitus pada kehamilan melibatkan

kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup dan terjadi selama

kehamilan dan dapat sembuh setelah melahirkan.

Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. Diabetes

gestasional bersifat temporer dan harus diterapi. Jika tidak diterapi dapat menyebabkan

permasalahan dengan kehamilan, termasuk makrosomia, janin cacat dan menderita penyakit

jantung sejak lahir. Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang kehamilan.

Peningkatan kadar hormon insulin pada janin menyebabkan penurunan produksi surfaktan,

hiperbilirubinemia sampai kematian. Seksio cesaria mungkin dilakukan jika terdapat

kesulitan saat melahirkan normal akibat makrosomia seperti distosia bahu serta indikasi

gawat janin.

16

Page 17: LAPORAN KASUS

4. DM tipe lain

DM tipe lain disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, kerja insulin juga penyakit

eksokrin pankreas seperti pankreatitis, trauma/pankreotomi dan lain-lain. Selain itu, tipe ini

juga dapat disebabkan oleh penggunaan obat seperti glukokortikoid, tiazid serta infeksi virus

CMV dan lainnya. Pada sindrom Klinefelter, Down, Turner dan lainnya juga dapat terjadi

DM tipe ini.

Diagnosis

Glukosa darah Bukan DM Belum pasti DM DM

Sewaktu(mg/dL) Plasma vena

Darah kapiler

<110

<90

110-199

90-100

≥ 200

≥ 200

Puasa (mg/dL) Plasma vena

Darah kapiler

<110

<90

110-125

90-109

≥ 126

≥ 110

17

Page 18: LAPORAN KASUS

Tes toleransi glukosa oral (TTGO)

Penderita diberi beban glukosa dan kemampuan penderita terhadap beban glukosa tersebut

dimonitor dengan mengukur kadar glukosa terhadap waktu.

Persiapan Penderita :

1. Minimal 3 hari sebelum tes pasien diet karbohidrat minimal 150 g/hari

2. Obat yang mempengaruhi glukosa dalam darah dihindari atau dikurangi.

3. Sebelum dilakukan test, pasien puasa 10-12 jam, maksimal 16 jam.

Beban Glukosa :

1. 75 gr glukosa dilarutkan dalam 300 cc air (konsentrasi glukosa 25 g/dL)

2. untuk anak-anak, 1,75 gram per berat badan ideal

Pelaksanaan Tes :

1. Ambil darah puasa (kadar glukosa darah) dan urin (kadar glukosa tereduksi)

2. Beban glukosa 75 gr/ 300 cc air harus habis dalam 5 menit

3. Ambil darah dan urin setiap 30 menit sampai dengan 3 jam

Penatalaksanaan

1. Non-farmakologi

= Pengubahan pola hidup

Makanan

A. Diet sesuai kebutuhan gizi diabetesi

Karbohidrat : 60 – 70 %

Protein : 15 – 20 %

Lemak : 15 – 20%

B. Penghitungan jumlah kalori

Penghitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya

penyakit akut dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat memakai indeks

massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

Indeks Massa Tubuh = Berat Badan (BB)Tinggi Badan (TB)2

18

Page 19: LAPORAN KASUS

IMT Status gizi

< 18.5 Berat badan kurang

18.5 – 22.9 Berat badan Normal

≥ 23.0 Berat badan lebih

23 – 24.9 Dengan resiko

25 – 29.9 Obes I

≥ 30 Obes II

Berat badan idaman (BBI) : (TB – 100) – 10%

BB Status gizi

< BBI Berat badan kurang

90 – 110% BBI Berat badan normal

110 – 120% BBI Berat badan lebih

> 120% BBI Gemuk

Kebutuhan kalori :

♂ : BBI x 30 kalori

♀ : BBI x 25 kalori

Koreksi atau penyesuaian :

Umur di atas 40 tahun - 5 %

Aktivitas ringan (duduk, nonton tv, dll) + 10 %

Aktivitas sedang (kerja kantor, dokter) + 20 %

Aktivitas berat (olahragawan, kuli) + 30 %

BB gemuk - 20 %

BB lebih - 10 %

BB kurus + 20 %

Proses metabolik (infeksi, post op,stroke) + 10 – 30%

Hamil trimester I & II + 300 kalori

Hamil trimester III, menyusui + 500 kalori

Makanan dibagi dalam porsi besar untuk makan pagi (30 – 35%), siang (30%),

malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%)

Olah raga

Frekuensi : 3-5 x/minggu

Intensitas : ringan dan sedang

Durasi : 30 – 60 menit

Jenis : jalan, jogging, berenang, bersepeda

19

Page 20: LAPORAN KASUS

4. Farmakologi

Insulin

Sediaan :

o Dosis rendah : orang kurus dan tua

o Dosis Medium: berat badan ideal

o Dosis Tinggi : berat badan lebih & obesitas

o Dosis Sangat Tinggi : infeksi & menggunakan steroid

Insulin disuntikkan subkutan di daerah deltoid, abdomen dan paha.

Obat Hipoglikemik oral

Glucose Level

(mg/dL)Low Dose Regimen

Medium Dose

RegimenHigh Dose Regimen

Very High Dose

Regimen

Serum FBS <60

Hypoglycemia Protocol and

Call MD

Hypoglycemia Protocol and

Call MD

Hypoglycemia Protocol and

Call MD

Hypoglycemia Protocol and

Call MD60-150 0 0 0 0150-200 0 2 4 6201-250 3 6 8 10251-300 4 8 12 14301-350 6 10 14 18351-400 9 12 16 22

> 4009 Units and

call MD12 Units and

call MD16 Units and

call MD22 Units and

call MD

20

Page 21: LAPORAN KASUS

Komplikasi

Retinopati

nefropati

dislipidemia

hipertensi

koma diabetikum

ketosis

ketoasidosis diabetikum

neuropati

kaki (ulkus) diabetikum

Ulkus diabetikum

21

Page 22: LAPORAN KASUS

Ulkus Diabetikum adalah luka pada kaki yang merah kehitam – hitaman dan berbau busuk

akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh sedang atau besar di tungkai.

Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi :

2. Faktor endogen

1. Genetik, metabolik

2. Angiopati diabetik

3. Neuropati diabetik

1. Faktor eksogen

4. Trauma

5. Infeksi

6. Obat

Patofisiologi

Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia yaitu

teori sorbitol dan teori glikosilasi.

1. Teori Sorbitol

Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu

dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan

termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan

enzim aldose-reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan menumpuk dan

menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.

2. Teori Glikosilasi

Hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang

mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat

menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.

22

Page 23: LAPORAN KASUS

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah angiopati, neuropati

dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi

nyeri pada kaki sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa dan mengakibatkan terjadinya

ulkus pada kaki. Gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki

sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi pada kaki. Apabila sumbatan darah

terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada

tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan

menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga

menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh. Infeksi sering merupakan komplikasi yang

menyertai ulkus diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati sehingga faktor

angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan ulkus diabetikum.

Manifestasi klinis

Ulkus diabetikum akibat mikroangiopati disebut juga ulkus panas walaupun terjadi nekrosis.

Daerah akral tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi

arteri dibagian distal. Proses mikroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,

sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

1. Pain (nyeri)

2. Paleness (kepucatan)

3. Paresthesia (kesemutan)

4. Pulselessness (denyut nadi hilang)

5. Paralisis (lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari Fontaine :

1. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)

2. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

3. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat

4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

Klasifikasi

Menurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diaberikum dibagi menjadi enam derajat

menurut Wagner, yaitu :

23

Page 24: LAPORAN KASUS

Tingkat Keterangan

0 tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai dengan kelainan bentuk

kaki "claw,callus"

I ulkus superficial terbatas pada kulit

II ulkus dalam (menembus tendon atau tulang)

III abses dalam dengan atau tanpa osteomielitis (infeksi)

IV ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitis (gangren pada 1-2 jari kaki)

V ulkus pada seluruh kaki atau sebagian tungkai (gangren luas)

Penatalaksanaan

Pengobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap

ulkus itu sendiri.

Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan terjadinya luka. Strategi yang

dapat dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki serta

pengunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh

menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak.

Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita resiko tinggi adalah kuku harus dipotong

secara tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak jaringan sekitar.

Penanganan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan :

Tingkat

Penanganan

0

Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan cara

pencegahan.

I

Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan lokal luka dan

pengurangan beban.

II

Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan luka dan

pengurangan beban yang lebih berarti.

III

Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih

ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.

24

Page 25: LAPORAN KASUS

IV

Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh kaki.

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo,Aru W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Umami, Vidhia. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

http://id.wikipedia.org/diabetes_mellitus

        

        

25

Page 26: LAPORAN KASUS

        

        

        

26