16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Saluran penghantar udara yang membaawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernafasan dari hisung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa repirasi yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. (5) Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut- rambut yang terdapat dalam rongga hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia akan mendorong lapisan mukus ke posterior didalam rongga hidung, dan ke superior didalam sistem pernafasan bagian bawah menuju faring. Dari sini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar, lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah dibawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga udara yang mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati tubuh dan kelembabannya mencapai 100%. (5,6) 3

laporan kasus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Anatomi dan Fisiologi

Saluran penghantar udara yang membaawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernafasan dari hisung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa repirasi yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa.(5)Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam rongga hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia akan mendorong lapisan mukus ke posterior didalam rongga hidung, dan ke superior didalam sistem pernafasan bagian bawah menuju faring. Dari sini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar, lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah dibawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga udara yang mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati tubuh dan kelembabannya mencapai 100%.(5,6)Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga antara pita suara (yaitu glotis) bermuara kedalam trakea dan membentuk bagian antara saluran nafas atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran nafas atas dan bawah. Meskipun laring terutama dihubungkan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring keatas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk kedalam esofagus. Jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran nafas bagian bawah.(5,6)

Gambar 2.1 Anatomi dari jalan nafas pada sistem respirasi

Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Strukur trakea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Permukaan posterior trakea agak pipih dibandingkan sekelilingnya karena cincin tulang rawan didaerah itu tidak sempurna, dan letaknya tepat didepan esofagus. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme berat dan batuk berat jika dirangsang.(5,6)Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus utama utama kiri lebih panjang dan lebih sempit dibandingkan dengan bronkus utama kanan dan merupakan lanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkus terminalis, yaitu saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang dari 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat tulang rawan, tetapi dikelilingi otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara kebawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ketempat pertukaran gas paru.(5,6)B. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irreversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.(4)C. Insidensi Dan Prevalensi

Di negara-negara barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% di antara populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalamai penurunan yang berarti sesudah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan pemakaian antibiotik. Di indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan diklinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun perempuan.(3)D. Etiologi Dan PatogenesisInfeksiwhooping cough

campaktuberkulosis

pneumonia

Obstruksi bronkhial tumorbronkholithiasis

bronkhial stenosis

lymph nodes

benda asing

Auto-immune rheumatoid arthritis

systemic lupus erythematosus (SLE)

Sjogrens syndrome

Inflammatory bowel diseaseulcerative colitis

Crohns

Vaskulitis Wegeners

Cystic fibrosis

Ciliary defects

Immune deficiencies

Hyperimmune states ABPA (allergic bronchopulmonary aspergillosis)

Congenital anatomic defects

Traction bronchiectasis associated

with pulmonary fibrosis

Alpha 1 antitrypsin deficiency

Chronic asthma

Tabel 2.1 Penyebab dari bronkiektasis. Catatan : 50% kasus penyebab bronkiektasis tidak dapat ditemukan.(7)

Bronkiektasis dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru bahkan secara difus dapat mengenai kedua paru. Bagian paru yang sering terkena dan merupakan tempat predisposisi bronkiektasis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingula paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru. Bronkus yang terkena umurnya adalah bronkus ukuran sedang, sedangkan bronkus besar jarang terkena. Bronkus yang terkena dapat hanya pada satu segmen saja maupun difus mengenai bronkus kedua paru.(3)

Perubahan morfologis yang terjadi diantaranya :

Dinding bronkus. Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan reversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkat keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elatis, pembuluh darah dan tulang rawan bronkus.(3)Mukosa bronkus. Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi dan penanahan.(3)Jaringan paru peribronkial. Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat paru. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti oleh jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah. Arteri bronkialis disekitar bronkiektasis dapat mengalami pelebaran (aneurisma rasmussen) atau membentuk anastomosis dengan pembuluh sirkulasi pulmonal.(3)

Gambar 2.2 Paru-paru dan jalan nafas normal (A) dan paru-paru pasien dengan bronkiektasis (B) pada panel B bronkiektasis umumnya ada dilobus bawah yang merupakan tempat distribusi yang paling sering. Dilatasi saccular dan kluster seperti anggur dengan kolam mukus adalah tanda bronkiektasis berat.(2)E. Klasifikasi

Ada tiga variasi bentuk kelainan anatomosis bronkiektasis, yaitu : a) bentuk tabung (tubular). Variasi ini merupakan bronkiektasis yang peling ringan dan sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik. b) bentuk kantong (saccular). Bentuk ini merupakan bentuk yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat iregular. Bentuk ini kadang berbentuk kista. c) bentuk varicose, merupakan bentuk antara tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena.(4)

Gambar 2.3 Bentuk dari bronkiektasis.F. Diagnosis

Diagnosa dari bronkiektasis haruslah dicurigai pada pasien yang mengeluhkan batuk terus menerus dengan sputum mukopurulen. Ada banyak gejala tambahan pada pasien dengan bronkiektasis termasuk hemoptisis, nyeri dada, dispnea, berkurangnya kekuatan pasien, dan juga gejala konstitusional termasuk lelah, malaise, letargi dan kehilangan berat badan tetapi gejala ini tidak spesifik. Pada pemeriksaan fisik juga tidak spesifik dan dapat terlihat ada clubbing finger dan rhonki kasar serta wheezing pada pasien.(4,8)

Foto thoraks merupakan pemeriksaan yang penting untuk pasien yang dicurigai dengan bronkiektasis. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak sensitif untuk penegakan diagnosa yang adekuat, hanya dapat mendeteksi kurang dari 50% kasus dari salah satu penelitian yang dikonfirmasi dengan menggunakan bronkhografi.(4)

Gambar 2.4 Tampilan foto thoraks anteroposterior yang dikenal sebagai honeycomb appereance pada pasien bronkiektasis

Meskipun bronkografi sebelumnya merupakan pemeriksaan penunjang yang memastikan adanya bronkiektasis, dalam beberapa tahun terakhir pemeriksaan ini sudah digantikan oleh high resolution CT (HRCT) thoraks, yang akhirnya menjadi standar baku emas untuk penyakit ini. Kriteria hasil HRCT thoraks diantaranya adalah : 1) Diameter internal dari bronkus lebih besar daripada diameter arteri pulmonari sehingga membentuk gambaran signet ring formation. 2) kegagalan bronkus untuk menguncup 3) Bronkus biasanya ditampilkan hingga 1 sampai 2 cm terluar dari lapangan paru.(4)

Gambar 2.5 Bronkiektasis kistik berat pada lobus kanan bawah pada pasien dewasa yang ditampilkan pada HRCT thoraks.(4)

Pemeriksaan lain yang dianjurkan pada bronkiektasis meliputi :1) Pemeriksaan darah

2) kultur sputum

3) pemeriksaan bakteri tahan asam

4) radiografi untuk sinus

5) skin test

6) sweat test

7) bersihan mukosiliar hidung.(4,9)G. Penatalaksanaan

Tujuan dari pengobatan bronkiektasis adalah :

1) menemukan dan menangani penyakit penyebab untuk mengurangi progesi dari penyakit2) mempertahankan atau memperbaiki fungsi dari pernafasan3) mengurangi eksaserbasi4) memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi gejala yang sering dan eksaserbasi.(7)Bersihan jalan nafas. Ada berbagai jenis teknik bersihan jalan nafas yang dapat dilakukan pasien. Fungsinya adalah untuk memobilisasi sekresi dari bronkopulmonari, memperbaiki effisiensi ventilasi, mempertahankan atau memperbaiki toleransi dari latihan. Direkomendasikan 20 sampai 30 menit sekali atau dua kali sehari tergantung dari derajat berat tidaknya pasien. Pasien direkomendasikan untuk melakukan fisioterapi dada. Latihan otot pernafasan pada pasien bronkiektasis diperkirakan dapat memperkuat otot respirasi sehingga dapat memaksimalkan sistem penyerapan oksigen yang terjadi. Fisioterapi yang dapat dilakukan diantaranya a) drainase postural, b) tekhnik pernafasan aktif, c) terapi batuk, d) latihan kekuatan. Efektif tidaknya teknik bersihan jalan nafas harus diperhatikan selama 3 bulan setelah dilakukan. (7,10,11,12)Farmakoterapi jalan nafas. a) bronkodilator menggunakan beta2 agonis atau antikolinergik sebagai kontrol untuk obstruksi jalur nafas. b) steroid inhalasi dapat mengurangi produksi sputum. Beberapa jenis farmakoterapi yang belum dibuktikan secara jelas efesiensinya adalah penggunaaan mukolitik, inhalasi hipertonik saline, inhalasi dari manitol, kortikosteroid oral dan inhalasi antibiotik (gentamisin). Pada dasarnya pemberian inhalasi hipertonik saline dengan isotonik saline memiliki efek yang sama terhadap angka kejadian eksaserbasi bronkiektasis. (4,7,13,14,15)Penggunaan antibiotik. Bronkiektasis ditandai dengan adanya pneumonia komunitas yang berulang. Diketahui mikroorganisme yang paling sering ditemukan pada kultur sputum pasien bronkiektasis adalah streptococcus pneumoniae, pseudomonas aeroginosa dan enterobacteriaceae. Belakangan dijelaskan bahwa pemakaian makrolide jangka panjang dapat mengurangi insidensi eksaserbasi dari bronkiektasis, terutama pada pemakaian 6 bulan atau lebih. Antibiotik yang disarankan adalah eritromisin, azitromisin, klaritomisin dan roxitromisin. Standar pemakaian antibiotik saat eksaserbasi adalah dengan pemeriksaan kultur sputum. Berikut bagan penggunaan antibiotik pada bronkiektasis: (7,16,17)

Pembedahan. Tujuan dari pembedahan adalah membuang tumor yang menyumbat atau sisa dari benda asing, menghilangkan segmen yang paling rusak dan diduga menjadi penyebab eksaserbasi, sekresi kental, pengerasan mukus, area yang merupakan sumber dari perdarahan, dan juga bagian yang disangka tempat infeksi organisme. Reseksi bedah dilakukan untuk mengurangi gejala dan memperlambat progesi dari penyakit. Pada satu penelitian dijelaskan bahwa morbiditas dan mortalitas pada bedah ini nyaris 100% dengan tidak adanya faktor resiko berupa immunocompromised dan keyakinan operasi dapat bebas dari mikroorganisme pseudomonas aeroginosa sebagai faktor resiko. Selain itu, pada pasien yang belum terlalu tua, volume sputum kurang dari 30 ml, tidak adanya penggunaan otot bantu nafas, tidak ditemukannya bakteri gram negatif dan perlengkatan pleura.(9,18,19,20)Pasien datang dengan eksaserbasi

Mengirimkan sputum untuk kultur dan sensitivitas. Penggunaan antibiotik segera dilakukan tanpa menunggu hasil.

Ketika hasil kultur dan sensitivitas selesai, periksa untuk menemukan antibiotik yang sesuai

Hanya ganti antibiotik jika tidak ada perbaikan klinis.(7)

Jika sebelumnya telah diperiksakan sputum, hasilnya dapat menjadi petunjuk

Jika tidak ada hasil sputum sebelumnya, obati dengan amoxicillin 500 mg tds

7 hari ( sakit ringan)

14 hari (sakit berat)

(clarithromycin 500mg bd untuk 7 to14 hari jika alergi penisilin).

3