41
BAB I LAPORAN KASUS ANAMNESE Nama : Tn. BK Umur : 75 tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Alamat : Kota baru Pendidikan : SMA Pekerjaan : - Status : Menikah Keluhan Utama Kedua mata terasa gelap. Anamnese Khusus Pasien mengeluh pandangan mata kanan dan kiri gelap.awalnya 3 tahun yang lalu mata sebelah kanan terasa kabur terjadi secara perlahan – lahan hingga mata kanan tidak dapat melihat kemudian 1 bulan ini mata kiri juga ikut kabur. Nyeri (-),mata merah (-) , mata silau (-), rasa berpasir(-),sakit kepala (-) Riwayat penyakit yang Riwayat hipertensi disangkal 1

LAPORAN KASUS

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

LAPORAN KASUS

ANAMNESE

Nama : Tn. BK

Umur : 75 tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Alamat : Kota baru

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : -

Status : Menikah

Keluhan Utama Kedua mata terasa gelap.

Anamnese Khusus

Pasien mengeluh pandangan mata kanan dan

kiri gelap.awalnya 3 tahun yang lalu mata

sebelah kanan terasa kabur terjadi secara

perlahan – lahan hingga mata kanan tidak

dapat melihat kemudian 1 bulan ini mata kiri

juga ikut kabur. Nyeri (-),mata merah (-) ,

mata silau (-), rasa berpasir(-),sakit kepala (-)

Riwayat penyakit yang laluRiwayat hipertensi disangkal

Riwayat diabetes melitus disangkal

Anamnese KeluargaPaman pasien juga menderita penyakit yang

sama dan sudah meninggal dunia.

Riwayat Gizi Baik

Keadaan sosial ekonomi Menengah

PENYAKIT SISTEMIK

- Tractus Respiratorius

- Tractus digestivus

: Tidak ada keluhan

: Tidak ada keluhan

1

- Cardio vasculer

- Endokrin

- Neurologi

- Kulit

- THT

- Gigi dan mulut

: Tidak ada keluhan

: Tidak ada keluhan

: Tidak ada keluhan

: Tidak ada keluhan

: Tidak ada keluhan

: Tidak ada keluhan

I. PEMERIKSAAN VISUS

OD OS

0 2/60

II. MUSCLE BALANCE

Pergerakan bola mata

Duksi : buruk

Versi : buruk

Duksi : baik

Versi : baik.

III. PEMERIKSAAN EKSTERNAL

2

Palpebra superior

: Hiperemis (-), edema (-) : Hiperemis (-), edema (-)

Palpebra inferior

: Hiperemis (-), edema (-) : hiperemis (-), edema (-)

Cilia : Trikiasis (-) : trikiasis (-)

Aparatus Lakrimalis: sumbatan (-) : sumbatan (-)

Conjungtiva Tarsal Superior

: papil (-), folikel (-) : papil (-), folikel (-)

Conjungtiva Tarsal Inferior

: papil (-), folikel (-) : papil (-), folikel (-)

Conjungtiva Bulbi: injeksi (-) : injeksi (-)

Cornea : jernih : jernih

COA : dalam : dalam

Pupil: bulat, reguler, isokor, diameter 3 mm : bulat, reguler, isokor, diameter 3 mm

Reflek cahaya :

*direct (-) *konsensul (-) *direct (+) *konsensul(+)

Iris: coklat, kripta iris jelas : coklat, kripta iris jelas

Lensa: jernih : jernih

IV. PEMERIKSAAN SLIT LAMP

Cilia : Trikiasis (-) Trikiasis (-)

Conjungtiva: injeksi (-) Injeksi (-)

Cornea : jernih Jernih

COA: dalam Dalam

Iris: coklat, kripta iris jelas coklat, kripta iris jelas

Lensa: Jernih Jernih

V. TONOMETRI

Digital : N+ N+

Schiotz : 5/10 : 37,2 7/10 : 27,2

VI. GONIOSCOPY: tidak dilakukan

3

VII. VISUAL FIELD : tes lapang pandang menyempit ODS

VIII. Pemeriksaan pada keadaan midriasis

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IX. PEMERIKSAAN UMUM

- Keadaan Umum

- Berat badan

- Tinggi Badan

- Tekanan darah

- Nadi

- Suhu

- Pernapasan

: Composmentis

: 50 Kg

: 153 cm

: 130/80 mmHg

: 84 x/menit

: Afebris

: 22 x/menit

X. Pemeriksaan lain-lain

-

XI. DIAGNOSA: Glaukoma kronis ODS

XII. Differential Diagnosa :

XIII. ANJURAN PEMERIKSAAN :

- USG

- Gonioskopi

XIV. PENATALAKSANAAN

- Timolol 0,5% 2x1

- Asetazolamid 250 mg 3x1

XV.PROGNOSA :

Dubia ad malam

BAB II

4

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang

memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata

glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik,

dan berkurangnya lapangan pandang.1

Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini disebabkan

oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya

pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil. Pada

glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapangan

pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik,

yang dapat berakhir dengan kebutaan.2

Beberapa klasifikasi glaukoma berdasarkan American Academy of

Ophthalmology adalah sebagai berikut: glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut

tertutup dan childhood glaucoma.3

Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta penduduk Amerika

Serikat terkena glaukoma, dan di antara kasus-kasus tersebut, sekitar 50% tidak

terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat glaucoma, termasuk

100.000 penduduk Amerika, menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama

kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Ras kulit hitam memiliki risiko

yang lebih besar mengalami onset dini, keterlambatan diagnosis, dan penurunan

penglihata yang berat dibadingkan ras kulit putih. Glaukoma sudut tertutup

didapatkan pada 10-15% kasus ras kulit putih. Glaukoma sudut tertutup primer

berperan pada lebih dari 90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di China.3

2.2 Anatomi dan fisiologi 3,4

5

Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah

bagian yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran descement

dan membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke dalam mengelilingi

kanal schlemn dan trabekula sampai ke bilik mata depan. Akhir dari membran

descement disebut garis schwalbe.

Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari a. siliaris

anterior.

Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari:

1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea dan

menuju ke belakang, mengelilingi kanal schlemn untuk berinsersi pada sklera.

2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke

skleralspur (insersi dari m. siliaris) dan sebagian ke m. siliaris meridional.

3. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe), menuju jaringan

pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.

4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju

depan trabekula.

Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan

seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang,

sehingga ada darah di dalam kanal schlemn, dapat terlihat dari luar.

Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi

kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0.5 mm. Pada dinding

sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan

langsung antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran

kolektor 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena didalam jaringan sklera dan

episklera dan v. siliaris anterior di badan siliar.

HUMOR AKUOUS 3,4,5

6

Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueus

dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata Humor akuos adalah suatu cairan

jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior mata.

a. Komposisi humor akueus

Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior

dan posterior mata, yang berfungsi memberikan nutrisi dan oksigen pada kornea dan

lensa. Volumenya adalah sekitar 250 µL, dan kecepatan pembentukannya, yang

bervariasi diurnal, adalah 1,5 – 2 µL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi

daripada plasma. Komposisi humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa

cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan

protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah. Tekanan intraokular normal rata-rata

yakni 15 mmHg pada dewasa, dimana lebih tinggi daripada rata-rata tekanan jaringan

pada organ lain di dalam tubuh. Tekanan yang tinggi ini penting dalam proses

penglihatan dan membantu untuk memastikan :

- Kurvatura dari permukaan kornea tetap halus dan seragam

- Jarak konstan antara kornea, lensa dan retina

- Keseragaman barisan fotoreseptor di retina dan epitel berpigmen di memran

Bruch’s dimana normalnya rapi dan halus

b. Pembentukan dan Aliran Humor Akueus

Humor akueus diproduksi oleh badan siliar. Ultrafiltrat plasma yang

dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus

sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera okuli posterior, humor akueus

mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior lalu ke jalinan trabekular di sudut

kamera anterior (sekaligus, terjadi pertukaran diferensial komponen – komponen

dengan darah di iris), melalui jalinan trabekular ke kanal schlemn menuju saluran

kolektor, kemudian masuk kedalam pleksus vena, ke jaringan sklera dan episklera

juga ke dalam v.siliaris anterior di badan siliar. Saluran yang mengandung cairan

camera oculi anterior dapat dilihat di daerah limbus dan subkonjungtiva, yang

dinamakan aqueus veins.

7

Gambar 2.1 Fisiologi Sirkulasi Humor Akueus

Humor akueus akan mengalir keluar dari sudut COA melalui dua jalur, yakni:

8

- Outflow melalui jalur trabekular yang menerima sekitar 85% outflow kemudian

akan mengalir kedalan canalis Schlemm. Dari sini akan dikumpulkan melalui

20-30 saluran radial ke plexus vena episcleral (sistem konvensional)

- Outflow melalui sistem vaskular uveoscleral yang menerima sekitar 15%

outflow, dimana akan bergabung dengan pembuluh darah vena

2.3 GLAUKOMA

Menurut Von Graefe (abad 19) glaukoma merupakan kumpulan beberapa

penyakit dengan tanda utama tekanan intraokuler yang tinggi dengan segala

akibatnya yaitu penggaungan dan atrofi saraf optik serta defek lapangan pandang

yang khas. Bagian mata yang penting pada glaukoma adalah sudut filtrasi.

Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran

keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan

(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase

(glaukoma sudut tertutup). Glaukoma terjadi bila terdapat ketidakseimbangan antara

pembentukan dan pengaliran aqueous humor.1,3,6

Glaukoma kronis adalah glaukoma yang terjadi perlahan-lahan dengan ciri-ciri :

o Kerusakan saraf optikus glaukomatosa

o Kerusakan lapangan pandang glaukomatosa

o TIO beberapa kali berulang lebih tinggi dari 21 mmHg

o Usia dewasa

o Sudut bilik mata depan terbuka dan terkesan normal

o Tidak adanya penyebab sekunder lainnya

9

2.3.1 Klasifikasi Glaukoma3

A. Klasifikasi Menurut Sugar

1. Glaukoma primer:

a. Dewasa

- Glaukoma simpleks (sudut terbuka, kronis)

- Glaukoma akut (sudut tertutup)

b. Kongenital / juvenil

2. Glaukoma sekunder

a. Sudut tertutup

b. Sudut terbuka

B. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

1. Glaukoma Primer

a. Glaukoma sudut terbuka

- Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka kronik,

glaukoma simpleks kronik)

- Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)

b. Glaukoma sudut tertutup

- Akut

- Subakut

- Kronik

- Iris Plateu

2. Glaukoma Kongenital

a. Glaukoma kongenital primer

b. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain

- Sindrom-sindrom pembelahan bilik mata depan

- Sindrom Axenfeld

- Sindrom Reiger

- Sindrom Peter

10

- Aniridia

c. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan

ekstraokular

- Sindrom Sturge-Weber

- Sindrom Marfan

- Neurofibromatosis 1

- Sindrom Lowe

- Rubela kongenital

3. Glaukoma Sekunder

a. Glaukoma pigmentasi

b. Sindrom eksfoliasi

c. Akibat kelainan lensa (fakogenik)

- Dislokasi

- Intumesensi

- Fakolitik

d. Akibat kelainan traktus uvea

- Uveitis

- Sinekia posterior (seklusio pupilae)

- Tumor

- Edema corpus ciliare

e. Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)

f. Trauma

- Hifema

- Kontusio/resesi sudut

- Sinekia anterior perifer

g. Pascaoperasi

- Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)

- Sinekia anterior perifer

- Pertumbuhan epitel ke bawah

11

- Pascabedah tandur kornea

- Pascabedah ablatio retinae

h. Glaukoma neovaskular

- Diabetes melitus

- Oklusi vena centralis retinae

- Tumor intraokular

i. Peningkatan tekanan vena episklera

- Fistula karotis-kavernosa

- Sindrom Sturge-Weber

j. Akibat steroid

4. Glaukoma Absolut

C. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme Peningkatan Tekanan Intraokular

1. Glaukoma sudut terbuka

a. Membran pratrabekular : semua kelainan ini dapat berkembang

menjadi glaukoma sudut tertutup akibat kontraksi memran

pratrabekular

- Glaukoma neovaskular

- Pertumbuhan epitel ke bawah

- Sindrom ICE

b. Kelainan trabekular

- Glaukoma sudut terbuka primer

- Glaukoma kongenital

- Glaukoma pigmentasi

- Sindrom eksfoliasi

- Glaukoma akibat steroid

- Hifema

- Kontusio atau resesi sudut

- Iridosiklitis (uveitis)

12

- Glaukoma fakolitik

c. Kelainan pasca trabekular

- Peningkatan tekanan vena episklera

2. Glaukoma sudut tertutup

a. Sumbatan pupil (iris bombe)

- Glaukoma sudut tertutup primer

- Seklusio pupilae (sinekia posterior)

- Intumesensi lensa

- Dislokasi lensa anterior

- Hifema

b. Pergeseran lensa ke anterior

- Glaukoma sumbatan siliaris

- Oklusi vena centralis retinae

- Skleritis posterior

- Pascabedah ablatio retinae

c. Pendesakan sudut

- Iris plateau

- Intumesensi lensa

- Midriasis untuk pemeriksaan fundus

d. Sinekia anterior perifer

- Penyempitan sudut kronik

- Akibat bilik mata depan yang datar

- Akibat iris bombe

- Kontraksi membran pratrabekular

2.3.2 Epidemiologi 7

Terdapat 70 juta orang yang menderita glaukoma di seluruh dunia, dan 7 juta

menjadi buta karena penyakit tersebut. Glaukoma merupakan penyakit kedua

tersering yang menyebabkan kebutaan pada negara berkembang setelah diabetes

13

mellitus. Dimana 15-20% kebutaan mengalami kehilangan pandangan sebagai hasil

dari glaukoma. Di negara Jerman, sebagai contohnya kurang lebih 10% dari populasi

diatas usia 40 tahun mengalami peningkatan tekanan intraokular. Kurang lebih 10%

pasien yang menemui dokter spesialis mata menderita glaukoma. Pada populasi di

negara Jerman, 8 juta penduduk memiliki risiko untuk berkembangnya glaukoma,

dimana pada 800.000 orang glaukoma tersebut telah berkembang, dan 80.000

menghadapi kenyataan adanya risiko untuk menjadi buta apabila glaukoma tidak

terdiagnosis dan tidak diobati pada saat itu. Di Indonesia, glaukoma menjadi

penyebab lebih dari 500.000 kasus kebutaan di Indonesia dan kebutaan yang

disebabkan oleh glaukoma bersifat permanen.

2.3.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang dapat

disebabkan oleh bertambahnya produksi humor akueus oleh badan siliar ataupun

berkurangnya pengeluaran humor akueus di daerah sudut bilik mata atau di celah

pupil.

Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi humor akueus,

hambatan terhadap aliran akueous dan tekanan vena episklera. Ketidakseimbangan

antara ketiga hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler, akan

tetapi hal ini lebih sering disebabkan oleh hambatan terhadap aliran humor akueus.

Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf

optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf

optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami

kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang

pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral.

Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.

14

Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah :

1. Tekanan darah tinggi

2. Fenomena autoimun

3. Degenerasi primer sel ganglion

4. Usia di atas 45 tahun

5. Keluarga mempunyai riwayat glaukoma

6. Miopia atau hipermetropia

7. Pasca bedah dengan hifema atau infeksi

Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah :

1. Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat

2. Makin tua usia, makin berat

3. Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering

4. Kerja las, resiko 4 kali lebih sering

5. Keluarga penderita glaukoma, resiko 4 kali lebih sering

6. Tembakau, resiko 4 kali lebih sering

7. Miopia, resiko 2 kali lebih sering

8. Diabetes melitus, resiko 2 kali lebih sering

2.3.4 Patofisiologi

Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus

humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus

humor melalui sudut bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata

depan, keadaan jalinan trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan

vena episklera. Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20 mmHg

pada pemeriksaan dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20

mmHg yang juga disebut hipertensi oculi dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila

tekanan lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaukoma (tonometer Schiotz).3,8,9

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel

ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian

15

dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga

menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.3

Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga

disebabkan oleh ; gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi

berkas serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang

sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan ini disebabkan oleh peninggian tekanan

intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf

optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.

Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga

terjadi cekungan pada papil saraf optic.3,8

Gambar 2.2

2.3.5 Diagnosis10

Diagnosa Glaukoma ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan tambahan.

1. Anamnesis

Tanda dan gejala klinis yang biasa ditemukan pada anamnesis adalah:

Biasanya orang tua, hiperopia, riwayat glaukoma (-). Gejala muncul secara

dramatis.

Nyeri periorbital dan gangguan penglihatan

16

Penglihatan kabur, fenomena “melihat halo di sekitar objek”

Faktor pencetus: penerangan redup, obat-obatan antikolinergik,

simpatomimetik

Kebanyakan pasien: gejala ekstraokular dan sistemik merupakan keluhan

utama (nyeri kepala, muntah, nyeri perut)

2. Pemeriksaan Fisik dan tambahan

- Iluminasi oblik dari COA10

COA diiluminasi dengan sinar dari lampu tangensial menuju bidang iris. Pada

mata dengan kedalaman COA yang normal, iris tampak seragam saat diiluminasi.

Pada mata dengan COA yang dangkal dan sudut yang tertutup baik sebagian

ataupun seluruhnya, iris menonjol ke anterior dan tidak seragam saat diiluminasi.

Gambar 2.3 Pemeriksaan Kedalaman COA

- Slit Lamp10

Kedalaman sentral dan perifer dari COA harus dievaluasi dengan ketebalan dari

kornea. COA yang memiliki kedalam kurang dari 3 kali ketebalan kornea pada

bagian sentral disertai kedalam bagian perifer kurang dari ketebalan kornea

17

memberikan kesan sudut yang sempit. Gonioskopi penting dilakukan untuk evaluasi

selanjutnya. Untuk evaluasi kedalaman dari COA dengan pemeriksaan slit lamp

biomiocroscop, pengaturan cahaya yang sempit dipilih. Cahaya harus mengenai mata

pada sudut penglihatan yang sempit dari garis cahaya pemeriksa. Alat untuk imaging

dari segmen anterior telah tersedia (Visante OCT, Zeiss) menyediakan gambaran

tomografi dari COA dan ukurannya.

Gambar 2.4 Evaluasi Kedalaman COA dengan Slit Lamp

- Gonioskopi10

. Gonioskopi dapat membedakan beberapa kondisi:

Sudut terbuka : glaukoma sudut terbuka

Sudut tertutup : glaukoma sudut tertutup

Akses sudut menyempit : konfigurasi dengan risiko glaukoma akut sudut tertutup

Sudut teroklusi : glaukoma sekunder sudut tertutup, sebagai contoh disebabkan

neovaskularisasi pada rubeosis iridis.

18

Sudut terbuka tetapi disertai deposit sel inflamasi, eritrosit atau pigmen pada

jalinan trabekular : glaukoma sekunder sudut terbuka

Gonioskopi merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengidentifikasi bentuk

respektif dari glaukoma.

Gambar 2.5 Gonioskopi

- Pengukuran Tekanan Intraokular10

Palpasi Perbandingan palpasi dari kedua bola mata merupakan pemeriksaan awal

yang dapat mendeteksi peningkatan tekanan intraokular. Jika pemeriksa dapat

memasukkan bola mata dimana pada saat palpasi berfluktuasi, tekanan kurang

dari 20 mmHg. Bola mata yang tidak berpegas tetapi keras seperti batu

merupakan tanda tekanannya sekitar 60-70 mmHg (glaukoma akut sudut

tertutup).

19

Gambar 2.6 Pengukuran Tekanan Intraokular dengan Palpasi

Tonometri Schiotz10

Pemeriksaan ini mengukur derajat dari kornea yang dapat diindentasi pada

posisi pasien supine. Semakin rendah tekanan intraokular, semakin dalam pin

tonometri yang masuk dan semakin besar jarak dari jarum bergerak. Tonometri

indentasi sering memberikan hasil yang tidak tepat. Sebagai contohnya kekakuan

dari sklera berkurang pada mata miop dimana akan menyebabkan pin dari

tonometer masuk lebih dalam. Oleh karena itu tonometri indentasi telah

digantikan oleh tonometri applanasi.

Gambar 2.7 Pemeriksaan Tonometri Schiotz

Tonometri Applanasi10

Metode ini merupakan metode yang paling sering dilakukan untuk mengukur

tekanan intraokular. Pemeriksaan ini memungkinkan pemeriksa untuk

20

melakukan pemeriksaan pada posisi pasien duduk dalam beberapa detik (metode

Goldmann’s). Atau posisi supine ( metode Draeger’s). Tonometer dengan ujung

yang datar memiliki diameter 3.06 mm untuk applanasi pada kornea diatas area

yang sesuai (7,35 mm) . Metode ini dapat mengeliminasi kekakuan dari sklera

yang merupakan sumber dari kesalahan .

Gambar 2.8 Pemeriksaan Tonometri Applanasi Goldmann

Tonometri pneumatik non kontak10

Tonometer elektronik menembakkan udara 3ms secara langsung ke kornea.

Tonometer merekam defleksi dari kornea dan mengkalkulasi tekanan

intraokular.

21

Keuntungan : tidak memerlukan penggunaan anestesi topikal, pengukuran tanpa

kontak mengurangi risiko infeksi (dapat dilakukan pengukuran pada keadaan

konjungtivitis).

Kerugian : kalibrasi sulit, pengukuran yang tepat hanya dapat dilakukan diantara

tekanan yang rendah dan sedang, tidak bisa digunakan bila terdapat skar pada

kornea, pemeriksaan tidak nyaman untuk pasien, aliran udara besar, peralatan

lebih mahal dibandingkan tonometer applanasi.

Kurva Pengukuran tekanan 24 jam10

Pengukuran dilakukan untuk menganalisis fluktuasi dari tekanan sepanjang

24 jam pada pasien dengan suspek glaukoma. Pengukuran single dapat tidak

representativ. Hanya kurva 24 jam yang menyediakan informasi yang tepat

mengenai tingkat tekanan. Tekanan intaokular berfluktuasi pada gambaran

ritmis. Anga tertinggi seringnya timbul pada malam hari atau awal pagi hari.

Pada pasien normal, fluktuasi dari tekanan intraokular jarang melebihi 4-6

mmHg. Tekanan diukur pada pukul 06.00 pagi hari dan pukul 06.00 sore hari,

09.00 malam hari dan tengah malam. Kurva tekanan 24 jam dari pasien rawat

jalan tanpa pengukuran waktu malam hari dan awal pagi hari hasilnya kurang

tepat.

Tonometric self-examination10

Perkembangan terbaru memungkinkan pasien untuk mengukur tekanan

intraokular sendiri di rumah dimana serupa dengan pengukuran gula darah dan

tekanan darah sendiri. Tonometer pasien memungkinkan untuk memperoleh

kurva tekanan 24 jam dari beberapa kali pemeriksaan pada kondisi yang normal

setiap hari. Tonometr pasien dapat diresepkan untuk pasien yang sesuai (seperti

pasien dengan meningkatnya risiko glaukoma akut). Bagaimanapun juga

pengggunaan alat memerlukan kemampuan khusus. Pasien dengan gangguan

pada pemakaian tetes mata merupakan petimbangan yang tepat untuk tidak

22

mencoba menggunakan tonometer pasien. Pasien muda dan memiliki motivasi

yang baik merupakan kandidat yang baik untuk tonometric self-examination.

Gambar 2.9 Tonometer self-examination

Partner Tonometry10

Tonometer portable peneumatic non contact telah tersedia dan sesuai untuk

tonometri di rumah. Hal yang perlu dilakukan adalah menyejajarkan tonometer

dengan partner dan pengukurannya sendiri tidak tergantung pada pemeriksa.

Hasilnya dapat dipercaya. Kekurangan dari alat ini alah harganya yang mahal.

Gambar 2.10 Partner Tonometry

Oftalmoskop10

Diskus optikus memiliki indentasi yang disebut optic cup. Pada keadaan

peningkatan tekanan intraokular yang persisten, optic cup menjadi membesar

dan dapat dievaluasi dengan oftalmoskop. Pemeriksaan stereoskopik dari diskus

23

optikus melalui slit lamp biomicroscope dicoba dengan lensa kontak

memberikan gambaran 3 dimensi. Optic cup dapat diperiksa stereoskop dengan

pupil yang dilatasi. Nervus opticus merupakan “glaucoma memory”. Evaluasi

struktur ini akan memberikan informasi pada pemeriksa keruasakan akibat

glaukoma terjadi dan berapa jauh kerusakan tersebut.

Optic cup normal, anatomi normal dapat berbeda jauh. Optic cup besar yang

normal selalu bulat dan elongasi vertikal dari optic cup didapatkan pada mata

dengan glaukoma.

Pengukuran diskus optikus, area diskus optikus, opticus cup dan pinggiran

neuroretinal (jaringan vital diskus optikus) dapat diukur dengan planimetri pada

gambaran 2 dimensi dari nervus opticus.

Gambar 2.11 Diskus Optikus Normal

Perubahan glaukomatosa pada nervus opticus, glaukoma menimbulkan

perubahan tipikal pada bentuk dari opticus cup. Kerusakan progresif dari serabut

saraf, jaringan fibrosa dan vaskular, serta jaringan glial akan diobservasi. Atrofi

jaringan ini akan menyebabkan peningkatan pada ukuran dari optic cup dan

warna diskus optikus menjadi pucat. Perubahan progresif dari diskus optikus

pada glaukoma berhubungan dekat dengan peningkatan defek dari lapang

pandang.

24

Gambar 2.12 Lesi Glaukomatosa pada Nervus Opticus

Gambar 2.13 Perbedaan Diskus Optikus pada keadaan normal dan glaukoma

Tes Lapang Pandang10

Deteksi glaukoma sedini mungkin memerlukan dokumentasi gangguan

lapang pandang pada stadium sedini mungkin. Seperti telah diketahui bahwa

gangguan lapang pandang pada glaukoma bermanifestasi pada awalnya di daerah

lapang pandang superior paracental nasal atau jarangnya pada lapang pandang

inferior, dimana skotoma relatif nantinya akan berkembang menjadi skotoma

absolut. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30°

lapang pandang bagian tengah. Kelainan pandang pada glaucoma yaitu

terjadinya pelebaran blind spot dan perubahan scotoma menjadi byerrum,

25

kemudian jadi arcuata dan berakhir dengan pembentukan ring, serta terdapatnya

seidel sign

Computerized static perimetry (pengukuran sensitivitas untuk membedakan

cahaya)pemeriksaan utama dibandingkan metode kinetik dalam mendeteksi

gangguan lapang pandang stadium awal.

Gambar 2.14 Tes Lapang Pandang

- Tes provokasi, dilakukan pada keadaan yang meragukan8

Tes yang dilakukan: tes kamar gelap, tes midriasis, tes membaca, tes bersujud

(prone test). Untuk glaucoma sudut tertutup, yang umum dilakukan adalah tes

kamar gelap (karena pupil akan midriasis dan pada sudut bilik mata yang sempit,

ini akan menyebabkan tertutupnya sudut bilik mata). Caranya adalah ukur TIO

awal, kemudian pasien masuk kamar gelap selama 60-90 menit. Ukur segera

TIO nya. Kenaikan ³8 mmHg, tes provokasi (+)

26

2.3.6 Penatalaksanaan

A. Medikamentosa

Untuk menurunkan TIO maka digunakan obat-obat yang mampu menghambat

produksi humor akuos, meningkatkat drainase humor akuos pada trabekula dan

uvoskleral. 10

27

B. Operasi 10

Operasi hanya dilakukan jika pengobatan dengan medikamentosa gagal.

- Argon laser trabeculoplasty

Prinsip : laser menyebabkan kontraksi dari trabekula meshwork,sehingga

menjadi lebih lebar,akibatnya terjadi peningkatan drainase dari humor aquos

melewati trabekula meshwork

- Filtration surgery

Prinsipnya adalah humor akuos dialirkan ke bilik mata depan melewati

subkonjungtiva mengitari Trabekula Meshwork

- Cyclodialysis

Prinsipnya adalah humor akuos dialirkan ke ruang supra koroid. Insisi

dilakukan pada sklera ke korpus siliaris, 4 mm posterior dari limbus. Kemudian

sclera dipisahkan dengan korpus siliaris dengan menggunakan retractor dan

diretraksi ke depan ke bilik mata depan. Pada daerah insisi terjadi atropi dari korpus

siliaris sehingga juga berperan dalam menurunkan produksi humor akuos.

- Cycloablation (cyclodestructive procedures)

Menginduksi terjadinya atropi pada korpus siliaris sehingga produksi humor

akuos menurun. Misalnya menggunkan laser YAG atau laser dengan energi tinggi.

2.3.7 Prognosis

Apabila obat tetes anti-glaukoma dapat mengontrol TIO pada mata yang

belum mengalami kerusakan glaukomatousa luas, prognosis akan baik (walupun

penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut walupun TIO telah normal).

Apabila proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat

ditangani dengan baik secara medis. 3

28

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan kedua mata terasa gelap,

awalnya 3 tahun yang lalu mata sebelah kanan terasa kabur terjadi secara perlahan –

lahan hingga mata kanan tidak dapat melihat kemudian 1 bulan ini mata kiri juga ikut

kabur. Nyeri (-),mata merah (-) , mata silau (-), rasa berpasir(-),sakit kepala (-),dalam

keluarga juga ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Berdasarkan

anmnesis,gejala yang dikeluhkan pasien diatas khas untuk glaukoma kronis

Sedangkan pada pemeriksaan fisik didapatkan visus OD =0 OS =

2/60,konjungtiva, kornea dan pupil dalam batas normal ,pada palpasi dimata teraba

adanya peningkatan tekanan dimata kiri dan kanan,dan ketika di lakukan

pemeriksaan menggunakan tonometri schiotz didapatkan TIO OD =37,2mmHg OS =

27,2 mmHg. Gejala – gejala pada pasien ini akaibat peningkatan tekanan bola mata

Pasien berusia 75 tahun , proses penuaan kemungkinan mempunyai peran

penting dalam proses terjadinya glaukoma jenis ini,sehingga apabila ada penderita di

atas 40 tahun yang mengeluh gejala- gejala yang khas seperti diatas maka patut

diduga sebagai glaukoma kronis

Prinsip penatalaksanaan pasien ini adalah untuk mencegah progresifitas

penggaungan papil dengan menurunkan tekanan intra okuler. Pada pasien ini

diberikan timolol 0,5% dan asetazolamid 250 mg untuk mata kanan dan kiri.

Dianjurkan pada pasien agar secara rutin kontrol untuk memeriksakan

tekanan bola matanya dan melihat kemajuan pengobatan

29