Upload
riska-pasha
View
46
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ulkus
Citation preview
LAPORAN KASUS
OD Ulkus Kornea Cum Hipopion e.c Suspek Jamur
Penguji Kasus :
Pembimbing :
Dibacakan Oleh :
Dibacakan Tanggal :
I. PENDAHULUAN
\ Ulkus kornea didefinisikan sebagai rusaknya lapisan kornea yang disebabkan oleh
inflamasi atau kerusakan pada daerah epitel maupun stromal kornea 1,2,3 yang kesemuanya
dapat mengakibatkan kematian jaringan kornea 1,2. Penyebab dari ulkus kornea sangatlah
beragam karena dapat disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun dan infeksi 1.
Infeksi kornea pada umumnya didahului oleh trauma, penggunaan lensa kontak,
pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol.1
Ulkus kornea merupakan kegawatan ditujukan ulkus kornea dapat menyebabkan
kerusakan jaringan yang progresif dan jika tidak mendapat perawatan dalam waktu lama
maka ulkus kornea dapat berubah menjadi perforasi dan bahkan kebutaan 2. Ulkus kornea,
terjadi pembentukan jaringan parut akibat ulserasi kornea, dan menyebabkan kebutaan
dan gangguan pengelihatan 4. Pada ulkus kornea yang telah sembuh dapat menyebabkan
kekeruhan kornea yang berakhir dengan penurunan tajam pengelihatan 4.
Laporan kasus akan dibahas mengenai ulkus kornea dan tata laksananya, yang apabila
tepat dalam penegakan diagnosis dan penata laksanaannya maka dapat megurangi
komplikasi yang mungkin muncul.
1
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. S
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Alamat : Getas RT 003 RW 007 Kelurahan Getas Kecamatan Singorojo
Kabupaten Kendal Propinsi Jawa Tengah
Pekerjaan : Petani
No Cm : C523710
Tanggal Masuk RS : 23 / 03 / 2015
III. ANAMNESIS
( Autoanamnesis pada tanggal 24 maret 2015 di bangsal rajawali lantai 1B RSDK)
Keluhan Utama : Putih – putih pada manik mata kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 50 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit pasien mengaku terkena lumpur
sawah yang bercampur rumput disaat sedang bekerja. Mata merah (+), nyeri (+), berair
(+), keluar kotoran mata (-), silau bila melihat cahaya (+) dan pandangan mulai terasa
kabur (+). Lalu pasien merendamnya dengan air sirih dan berobat ke mantri diberi obat
tetes mata tutup warna putih namun pasien lupa nama obat tersebut. Keluhan demam (-),
batuk (-), dan pilek (-).
Dua minggu setelah terkena lumpur sawah, mulai timbul putih – putih dimanik mata
kanan, mata merah (+), nyeri (+), berair (+), keluar kotoran mata (-),silau bila melihat
cahaya (+) dan pandangan makin terasa kabur (+) dan segera memeriksakan diri ke RS
Swasta diberi obat tetes moxifloxacin dan peumas namun tidak kunjung membaik
sehingga pasien dirujuk ke poliklinik mata RSDK dan disarankan untuk mondok.
2
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit seperti ini sebelumnya disangkal
- Riwayat trauma (-) sebelumnya disangkal
- Riwayat menggunkan kacamata sebelumnya disangkal
- Riwayat penggunaan lensa kontak disangkal
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat penggunaan obat – obatan jangka panjang disangkal
- Riwayat operasi pada mata kanan sebelumnya disangkal
- Riwayat penyakit mata lainnya disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga pasien yang sakit seperti ini
Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien bekerja sebagai petani
- Biaya pengobatan ditanggung BPJS Non PBI
- Kesan : Sosial Ekonomi Kurang
IV. PEMERIKSAAN
Status Praesen (Tanggal 24 Maret 2015)
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis GCS=15
Tanda vital :
TD : 130 / 80 mmHg suhu : 360C
nadi : 80 x/menit RR : 20x/menit
Pemeriksaan fisik : kepala : mesosefal
thoraks : cor : tidak ada kelainan
paru : tidak ada kelainan
abdomen : tidak ada kelainan
ekstremitas : tidak ada kelainan
3
Status Oftalmologi (Tanggal 24 Maret 2015)
Oculus Dexter Oculus Sinister
1/300 VISUS 5 / 60
Tidak Dilakukan KOREKSI Tidak dilakukan
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah
baik
PARASE/PARALYSE Gerak bola mata ke segala arah
baik
Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan
Edema (+) minimal,
spasme (+)
PALPEBRA SUPERIOR Edema (-), spasme (-)
Edema (+) minimal,
spasme (+)
PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (+), sekret (-), CONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
hiperemis (-), sekret (-),
Hiperemis (+), sekret (-), CONJUNGTIVA FORNICES hiperemis (-), sekret (-),
Mixed Injeksi (+), sekret (-),
Kemosis (-),
CONJUNGTIVA BULBI Hiperemis (-), sekret (-),
kemosis (-)
Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan
Edem (+), Tes Flourecein (+),
Defek epitel (+) letak sentral
ukuran Ø 3x4 mm, kedalaman
profunda, infiltrat (+) letak
sentral ukuran 5 x 6 mm,
kedalaman 1/3 profunda,
Lesi satelit (+), jaringan
nekrotik (+), feathery edge (+)
CORNEA Jernih
Kedalaman cukup, Tyndall CAMERA OCULI Kedalaman cukup, Tyndall
4
defek epitel
infiltrat
Lesi satelit
Hipopion bentuk piramid shape
Mixed Injeksi
Lensa keruh tidak rata
effect sulit dinilai, Hipopion
(+) 5 mm berbentuk piramid
shape
ANTERIOR Effect (-), hipopion (-)
Kripte (+) detail tidak dapat
dinilai
IRIS Kripte (+), sinekia (-)
Tidak dapat dinilai PUPIL Bulat, sentral, regular,
Ø 3mm, Refleks cahaya (+)
Tidak dapat dinilai LENSA Keruh tidak rata
Suram FUNDUS REFLEKS (+) kurang cemerlang
T (digital) N (+) 1 TENSIO OCULI T(digital) normal
Tidak dilakukan SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
Tidak dilakukan
V. RESUME
Seorang laki-laki 57 tahun datang ke poliklinik mata RSUP dr. Kariadi dengan
keluhan adanya putih – putih pada kornea oculi dextra. Keluhan munculnya putih
– putih dirasakan muncul 2 minggu setelah trauma bahan organik disaat pasien
sedang bekerja. Setelah terkena trauma bahan organik, oculi dextra menjadi
hiperemis, nyeri (+), lakrimasi (+), sekret (-), fotofobia (+) dan penurunan visus
(+). Lalu pasien mencuci matanya dengan air sirih selanjutnya berobat ke mantri
dan diberi obat tetes tutup warna putih lalu berobat ke RS Swasta dan diberi obat
tetes moxifloxacin dan artificial tears tetapi tidak membaik lalu dirujuk ke RSUP
dr Kariadi dan disarankan untuk mondok.
Status praesens dalam batas normal
Status oftalmologi
5
Oculus Dexter Oculus Sinister
1/300 VISUS 5 / 60
Edema (-), spasme (+) PALPEBRA SUPERIOR Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (+) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (+), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (+), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA FORNICES hiperemis (-), sekret (-),
edema(-)
Mixed Injeksi (+), sekret (-),
Kemosis (-),
CONJUNGTIVA BULBI Injeksi konjungtiva (-), Injeksi
Siliar (-), sekret (-), kemosis (-)
Edem (+), Tes Flourecein (+),
Defek epitel (+) letak sentral
ukuran Ø 3x4 mm, kedalaman
profunda, infiltrat (+) letak
sentral ukuran 5 x 6 mm,
kedalaman 1/3 profunda,
Lesi satelit (+), jaringan
nekrotik (+)
CORNEA Jernih
Kedalaman cukup, Tyndall
effect sulit dinilai, Hipopion
(+) 5 mm berbentuk piramid
shape
CAMERA OCULI
ANTERIOR
Kedalaman cukup, Tyndall
Effect (-), hipopion (-)
Tidak dapat dinilai LENSA Keruh tidak rata
Suram FUNDUS REFLEKS (+) kurang cemerlang
T (digital) N (+) 1 TENSIO OCULI T(digital) normal
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
6
PEMERIKSAAN HASIL ( SATUAN) NILAI RUJUKAN
7
Hematologi Paket
Hemoglobin 14,4 g / dL 13, 00 – 16,00 g / dl
Hematokrit 40,1 % 40 – 54 %
Eritrosit 4,6 106 / uL 4,4 – 5,9 106 / uL
MCH 31,7 pg 27,00 – 32,00 pg
MCV 87,9 tL 76 – 96 tL
MCHC 36,1 g / dL 29,00 – 36,00 g / dL
Leukosit 9,4 103 / uL 3,8 – 10,6 103 / uL
Trombosit 267,7 103 / uL 150 – 400 103 / uL
RDW 12,3 % 11,6 – 14,8 %
MPV 6,9 Fl 4,00 – 11,00 fL
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 148 mg / dL 80 – 160 mg / dL
Ureum 15 mg / dL 15 – 39 mg / dL
Kreatinin 0,8 mg / dL 0,6 – 1,3 mg / dL
Elektrolit
Natrium 142 mmol / L 136 – 145 mmol / L
Kalium 3,5 mmol / L 3,5 – 5,1 mmol / L
Chlorida 101 mmol / L 98 – 107 mmol / L
Koagulasi
Plasma Prothrombine Time
Waktu Prothrombine 10,4 detik 9,4 – 11,3 detik
PPT Kontrol 10,2 detik
Partial Thromboplastin Time (PTTK)
Waktu Thromboplastin 33,4 detik 23,4 – 36,8 detik
APTT Kontrol 29,1 detik
Pewarnaan Gram
Kuman Tidak ditemukan kuman
8
Pewarnaan Jamur
Yeast Cell (-) / negatif
Kultur Tidak ada pertumbuhan
kuman
USG B Scan axial vertical Lensa ecospike, tidak
nampak gambaran
membran like lession,
coin like lession dan
point like lession, after
movement eye (-), retina
menempel di papil N II
VII. DIAGNOSA BANDING
OD Ulkus Kornea cum hipopion e.c suspek bakteri
OD Ulkus Kornea cum hipopion e.c suspek jamur
VIII. DIAGNOSA
OD Ulkus Kornea cum hipopion e.c suspek jamur
IX. DIAGNOSA TAMBAHAN
OS Katarak Senilis Imatur
X. TERAPI
Cefazolin fortified 3,3 % eye drop 1 gtt / jam OD
9
Gentamicine fortified 0,9 % eye drop 1 gtt / jam OD
Natamicin eye drop 1 gtt / jam OD
Sulfasatropin 1 % 1 gtt / 12 jam OD
Ketokonazole tab 200 mg / 8 jam per oral
Ibuprofen 400 mg / 8 jam per oral
Acetazolamide 250 mg / 24 jam per oral
KCl 250 mg / 24 jam per oral
XI. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam Ad malam Ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad malam Ad bonam
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad cosmeticam Dubia ad malam
XII. SARAN
Pemrograman OD Parasintesis Hipopion + Amniotic Membrane Transplantation
XIII. EDUKASI
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa penyakit yang diderita
pasien adalah ulkus kornea, yaitu suatu luka serta infeksi pada kornea yang
kemungkinan disebabkan oleh infeksi jamur
- Mengusulkan kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien menjalani rawat inap
di RSDK agar dapat mengendalikan serta menghilangkan infeksi dari luka pada
kornea yang terjadi serta juga kepentingan mendapatkan pengawasan ketat
menilai progresifitas atau kemajuan pengobatan yang diberikan
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa untuk harapan perbaikan
pengelihatan pada pasien mungkin tidak dapat kembali seperti sebelum terkena
ulkus kornea dan terapi yang diberikan hanya berfungsi untuk mengendalikan
10
infeksi yang sudah terjadi, setelah sembuh akan terbentuk parut kornea yang
berwarna putih dan akan menghalangi pandangan.
- Menjelaskan dan menekankan kepada pasien dan juga keluarga pasien bahwa
pasien dilarang mengucek mata untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut
- Menjelaskan dan menekankan kepada pasien dan juga keluarga pasien agar pasien
dapat menjaga kebersihan tangan
- Menjelaskan dan menekankan kepada pasien dan keluarga pasien agar menaati
serta mematuhi terapi yang diberikan sesuai anjuran dokter
XIV. DISKUSI
a. Anatomi Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan 1 Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar
pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal
0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda beda, yaitu lapisan epitel (yang
bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. 5
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam, yaitu:1
1. Epitel
- Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang sating
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
- Pada sel basal Bering terlihat mitosis sel, dan sel muds ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal di sampingya dan sel poligonal di depannya melalui des-
mosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa
yang merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
11
- Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
- Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
- Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma komea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
- Bersifat sangat elastik dan berkembang terns seumur hidup, mempunyai tebal 40
µm.
5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 pm.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.
Bulbul Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.1
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh - pembuluh darah limbus, humour aquous,
dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfer.
12
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.5
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenerasi.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.1
Gambar 1. 5
b. Ulkus Kornea
13
Definisi Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya
kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang 1.
Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan
anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil.1
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-
batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan
timbullah ulkus kornea.1
Kornea mempunyai banyak serabut saraf, maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.5
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah
yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih
14
cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke
membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan
menyebabkan terjadinya sikatrik.5
Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada
permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering. Tepi
lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang
baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat
satelit-satelit disekitarnya..Ulkus kadang-kadang dalam, seperti ulkus yang disebabkan
bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi
neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.1
Ulkus Kornea Bakterialis
Untuk kuman gram positif dapat dijumpai ulkus berbentuk oval atau bulat
berwarna putih keabuan, nampak kering, dan berbatas tegas. Terdapat reaksi peradangan
yang hebat terutama jika penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae
Pada ulkus yang disebabkan oleh kuman gram negatif biasanya tampak lebih
berat seperti terlihat infiltrat basah dan menyebar ke seluruh permukaan kornea, terutama
bila penyebabnya adalah Pseudomonas aeruginosa. Terdapat discharge mukopurulen
kuning kehijauan serta reaksi radang oada bilik mata depan yang hebat.1
15
Gambar 2 6
16
Manifestasi Klinis1,5
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa gejala subjektif dan
gejala objektif.
Gejala subjektif berupa eritema kelopak mata dan konjungtiva, sekret
mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, bintik putih pada kornea
pada lokasi ulkus, mata berair, silau, nyeri. Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit
nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan
epitel kornea.
Gejala objektif berupa injeksi siliar, hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
adanya infiltrat, adanya hipopion
Diagnosis1,5
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat
trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya
keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula
ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes
simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes,
AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti ketajaman
penglihatan, tes air mata, pemeriksaan slit-lamp, keratometri, respon reflek pupil,
pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi,goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan
gram, giemsa atau KOH)
Pengobatan ulkus kornea secara umum
Tujuan pengobatan ulkus kornea secara umum adalah untuk mencegah
berkembangnya bakteri dan mengurangi reaksi radang.
1. Benda asing dan bahan yang merangsang harus lekas dihilangkan. Erosi
kornea yang sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
2. Pemberian sikloplegika
Sikloplegika yang sering digunakan adalah sulfas atropin karena bekerjannya lama
1-2 minggu. Efek kerja atropin adalah sebagai berikut :
17
Sedatif, menghilangkan rasa sakit
Dekongestif, menurunkan tanda radang
Menyebabkan paralise m.siliaris dan m.konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya
m.siliaris mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga mata dalam keadaan istirahat.
Dengan lumpuhnya m.konstriktor pupil, terjadi midriasis, sehingga sinekia posterior yang
telah terjadi dapat dilepaskan dan dicegah pembentukan sinekia posterior yang baru.
3. Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
dapat diberikan sebagai salep, tetes, atau suntikan subkonjunctiva.
4. Anti Jamur
Untuk jamur yang belum teridentifikasi jenisnya : topikal amphotericin B
1,2,5 mg / ml , thiomerosal 10 mg / ml, natamicin > 10 mg / ml, golongan imidazole
Untuk jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, natamicin,
imidazol
Untuk Yeast : Amphotericin B, Natamicin, Imidazol
Untuk Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis
antibiotik
5. Anti viral
6. Bedah
Tindakan bedah meliputi
Tarsorafi lateral atau medial
Tissue adhesive atau graft amnion multilayer
Flap konjungtiva
Patch graft dengan flap konjungtiva
Fascia lata graft
Komplikasi dan Prognosis
18
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
XV. ANALISIS KASUS
Laporan kasus ini, pasien didiagnosis ulkus kornea sentral et causa suspek fungal
berdasarkan pemeriksaan status oftalmologis dan mikrobiologis serta ditunjang dari
anamnesis
Seorang laki-laki 57 tahun datang ke poliklinik mata RSUP dr. Kariadi dengan
keluhan adanya putih – putih pada manik mata kanan. Keluhan munculnya putih – putih
dirasakan muncul 2 minggu setelah trauma bahan organik yaitu lumpur sawah bercampur
rumputdisaat pasien sedang bekerja. Sesaat setelah terkena trauma organik, mata kanan
menjadi merah, nyeri (+), berair (+), keluar kotoran mata (-), silau bila melihat cahaya
(+) dan pandangan terasa kabur (+). Lalu pasien merendamnya dengan air suruh
selanjutnya berobat ke mantri dan diberi obat tetes. Dua minggu setelah terkena lumpur
sawah bercampur rumput, munculnya putih – putih dimata tersebut membuat pasien
berobat ke RS Swasta dan diberi obat tetapi tidak membaik. Adanya riwayat trauma oleh
bahan organik dan pasien mengalami keratitis yang tidak tertangani dengan baik,
sehingga menjadi ulkus kornea.
Pemeriksaan oftalmologis pada OD didapatkan visus 1/300, spasme pada
palpebra superior dan inferior dan mixed injection pada conjungtiva bulbi. Pada kornea
didapatkan adanya edem (+), defek epitel (+) ukuran 3x4 mm, letak sentral, berbatas
tegas, tepi tidak rata, kedalaman profunda, Infiltrat (+) ukuran 5 x 6 mm kedalaman 1 / 3
profunda, jaringan nekrotik (+).Lesi satelit (+), dan test Fluorescein (+). Penurunan visus
19
pada pasien ini karena letak defek epitel dan infiltrat di kornea sentral sehingga menutupi
axis visual.
Pemeriksaan penunjang scrapping cornea : tidak ditemukan adanya kuman, Yeast
cell (-) dan pada hasil pemeriksaan kultur tidak ditemukan adanya kuman, sehingga
pemberian terapi didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan oftamologi yang
mengarah pada jamur sehingga diberikan anti jamur topikal dan sistemik.
Pada kasus ini pasien diberikan sulfasatropin 1 % diberikan sebagai siklopegik
untuk mengurangi nyeri, menurunkan tanda radang dan mengistirahatkan daya
akomodasi mata dengan membuat paralise m. Siliaris dan m.konstriktor pupil. Dengan
lumpuhnya m.siliaris mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga mata dalam
keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya m. Konstriktor pupil sehingga terjadi midriasis dan
nantinya mencegah pembentukan sinekia ataupun jika telah terdapat sinekia porterior
maka sinekia posterior tersebut dapat dilepaskan dan mencegah pembentukan sinekia
posterior yang baru. Pemberian cefazolin sebagai antibiotik sefalosforin golongan satu
berfungsi untuk membunuh bakteri gram positif seperti staphylococcus dan
streptococcus, gentamicin sebagai antibiotik jenis aminoglikoside berfungsi untuk
membunuh bakteri gram negatif, pemberian antibiotik pada kasus ini sebagai terapi
empiris sampai pemeriksaan mikrobiologis dapat dipastikan. natamicin sebagai anti
jamur yang paling efektif untuk jamur aspergillus dan fusarium serta candida, biasa
digunakan mengobati penyakit mata akibat jamur , ketokonazol sebagai anti jamur
seperti candida, histoplasma, coccidioides dan blastomyces meskipun tidak ampuh
melawan aspergillus , ibuprofen untuk meredakan nyeri dan sebagai anti inflamasi,
Acetazolamid sebagai obat untuk menurunkan tekanan intraokular pada pasien ini T
(digital) N (+) 1 dan KCl sebagai adjuvan untuk mecegah hipokalemi.
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Ilyas, Sidarta.2004. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Leempat FKUI : Jakarta
2. Tuli, S.S., G.S Schultz.Science and Strategy For Preventing and Managing Corneal
Ulceration. The Ocular Surface.2007.5(1) : 23 – 39
3. Reeves, S.W., E.J Cohen, Terry Kim. Corneal Infection. Ophthalmology Secrets in
Color (Third Edition). 2007. 90-100
4. Anonimous. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com. 2007
5. Vaughan dkk. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika
6. Guideline for Corneal Ulcer Management. WHO. 2004
21