Upload
khadijah-amir
View
18
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bla bla bla
Citation preview
1
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn.SF
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Lahir : 1 Agustus 1990
Agama : Islam
Alamat : Dusun mekar sari, Luwu Timur
Ruang Rawat : Lontara 1 Bawah Belakang RS Wahidin Sudirohusodo
RM : 723758
B. Anamnesa (Autoanemnesis)
1. Keluhan Utama : Bengkak seluruh tubuh
2. Anamnesis Terpimpin :
Bengkak seluruh tubuh dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan terakhir dan
memberat sejak 1 bulan terakhir. Awalnya bengkak pada kelopak mata
dan lama kelamaan bengkak menyebar keseluruh tubuh dan dirasakan
sampai kebuah zakar yang semakin hari semakin memberat. Pasien juga
mengeluh sesak napas sejak beberapa hari terakhir, tidak dipengaruhi
cuaca dan aktivitas dan sesak berkurang dengan posisi bersandar. Demam
tidak ada. Batuk tidak ada. Mual ada. Muntah tidak ada. Nafsu makan
dirasakan menurun.
BAK : kesan lancar, warna kuning. Riwayat BAK berdarah dan berpasir
tidak ada.
BAB : biasa, konsistensi padat, warna kuning. Riwayat BAB berwarna
hitam atau bercampur darah tidak ada.
Riwayat menderita penyakit hipertensi disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit kuning tidak ada
Riwayat mengkonsumsi alkohol disangkal
2
Riwayat sebelumnya dirawat di RS Lagaligo dengan keluhan yang
sama.
C. Pemeriksaan Fisis
Status Present :
Sakit Sedang/ Gizi kurang / Composmentis (E4M6V5)
T : 140/90 mmHg P : 28x/menit
N : 98 x/menit S : 36,6°C (axilla)
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 60 kg
Berat badan koreksi : 60 kg – (60 x 30%) = 60 kg – 18 = 42 kg
IMT : 16.4 kg/m2
Kepala : Ekspresi : Biasa
Deformitas : tidak ada
Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut
Simetris muka = simetris kiri dan kanan
Mata : Eksopthalmus/Enophtalmus tidak ada
Kelopak mata : edema palpebra ada, ptosis tidak ada
Konjungtiva : anemis ada
Sklera : ikterus tidak ada
Kornea : jernih, refleks cahaya positif
Pupil : isokor, diameter 2.5 mm/2.5 mm
Telinga : Tophi : negatif
Otore tidak ada
Hidung : Perdarahan tidak ada
Rhinorea tidak ada
Mulut : Bibir : kering tidak ada
Mulut : Stomatitis tidak ada
3
Tonsil : T1-T1 hiperemis tidak ada
Faring : Hiperemis tidak ada
Gigi geligi : caries dentis tidak ada
Gusi : Perdarahan tidak ada
Lidah : kotor tidak ada
Leher : Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R+/-2 cm H2O
Pembuluh darah : Tidak ada kelainan
Massa Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada
Thoraks : Inspeksi :Simetris kiri dan kanan
Sela iga : kesan normal, tidak melebar
Palpasi :Nyeri tekan : tidak ada
Massa tumor : tidak ada
Vokal fremitus : menurun di ICS IV
hemithorax dextra et sinistra
Perkusi :Paru kiri : pekak di ICS IV
Paru kanan : pekak di ICS IV
Batas paru : sulit dinilai
Auskultasi :Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Ronchi tidak ada, wheezing
tidak ada
Bunyi pernapasan menurun di basal paru
bilateral
Jantung : Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi :Thrill tidak teraba
Perkusi :Pekak
Batas jantung kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas jantung basal : ICS II
4
Batas jantung apex : ICS V
Auskultasi :Bunyi jantung I/II murni reguler
Abdomen : Inspeksi : Cembung ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Palpasi : Massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak ada
Hepar dan lien sult dinilai
Ginjal : tidak teraba
Perkusi :shifting dullness
Ekstremitas : Edema : edema pretibial (+), edema dorsum pedis (+)
D. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 27 Agustus 2015
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
RBC
HGB
PLT
HCT
WBC
3.34
9.3
414
28.7
9.7
4,5 x 106 - 6,5 x 106/mm3
14,0 -18,0 g/dl
150x103 - 400 x 103/mm3
40.0 – 54.0 %
4,0 – 10,0 x 103/mm3
Fungsi ginjal
Ureum
Kreatinin
Fungsi hati
Albumin
SGOT
SGPT
102
4.65
1.2
32
38
10 – 50 mg/dL
< 1.1 mg/dL
3.5 – 5.0 g/dL
< 38
< 41
5
Elektrolit
Na
Kalium
Klorida
140
2.8
119
136 – 145 mmol/L
3.5 – 5.1 mmol/L
97 – 111 mmol/L
E. Pemeriksaan Penunjang lainnya
1. USG abdomen atas + bawah (whole abdomen) : Slight hepatomegaly,
nephropaty bilateral, ascites, efusi pleura dextra.
F. Diagnosis Sementara :
1. Edem anasarka et causa sindrom nefrotik
2. Acute on chronic kidney disease
3. Hipertensi grade II
4. Anemia normositik normokrom
5. Efusi pleura bilateral
6. Hipoalbuminemia
7. Hipokalemia
G. Penatalaksanaan :
Diagnostik :
Protein urin (Esbach)
Urinalisa
Profil lipid
EKG
Foto thorax
Echocardiography
Analisa darah tepi, Fe, TIBC, Ferritin
Biopsi ginjal
Terapi :
6
a. Non Farmakologik :
Balance cairan seimbang
Diet rendah garam, rendah purin
b. Farmakologik :
Furosemid 40mg/12jam/oral
Spironolactone 25mg/24jam/oral
Nephrosteril 250 mg/24 jam/intravena
Amlodipine 10 mg/24 jam/oral
Human albumin 25% 100 ml/24 jam/intravena
KSR 1 tablet/12 jam/oral
Monitoring :
Timbang berat badan setiap hari
Ukur lingkar perut setiap hari
H. Follow up
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
27 Agustus 2015 S : Bengkak seluruh tubuh, sesak napas, dan lemas
O : SS / GK / CM T :140/90 mmHg N : 84 x/i P : 28 x/i S : 37 C⁰ Anemis (+), ikterus (-) DVS R+1 cmH2O BP : Vesikuler Rh -/- Wh -/-
Menurun di basal paru bilateral CV : BJ I/II murni regular, BT
(-) Peristaltik kesan normal Hepar dan lien sulit dinilai Ascites grade II, shifting
dullness
7
Edema ekstremitas +/+, akral hangat, pitting edem
Lingkar perut : 99 cmBB : 60 kgKoreksi BB = (30/100) x 60 kg
= 60 kg – 18 = 42 kg
A :1. Edem anasarka et causa
sindrom nefrotik
2. Acute on chronic kidney disease
3. Hipertensi grade II
4. Anemia normositik normokrom
Plan diagnostik :- Periksa urinalisa, protein esbach,
profil lipidPlan terapi :- Furosemide 40 mg/12
jam/intravena- Spironolactone 25 mg/24
jam/oral- Balance cairan
Plan diagnostik :- Periksa urinalisa, ureum,
kreatinin, elektrolitPlan terapi :- Diet rendah garam, rendah purin- Balance cairan- Usul nephrosteril 250 ml/24
jam/intravena
Plan diagnostik :- Foto thorax, EKG,
EchocardiographyPlan terapi :- Diet rendah garam- Amlodipine 10 mg/24 jam/oral
Plan diagnostik :- Analisa darah tepi, Fe, TIBC,
8
5. Efusi pleura bilateral
6. Hipoalbuminemia
7. Hipokalemia
FerritinPlan terapi :- Atasi penyakit dasar
Plan diagnostik :- Foto thorax- Analisa sitology cairan pleuraPlan terapi :- Atasi penyakit dasar
Plan diagnostik :- Protein esbachPlan terapi :- Human albumin 25% 100 ml/24
jam/intravena
Plan diagnostik :- Kontrol elektrolitPlan terapi :- KSR 1 tablet/12 jam/oral
28 Agustus 2015 S :Bengkak seluruh tubuh, lemas, perut membesar, O :
SS / GK / CM T :180/100 mmHg N : 88 x/i P : 24 x/i S : 36,8 C⁰ Anemis (+), ikterus (-) DVS R+1 cmH2O BP : Vesikuler Rh -/- Wh -/-
Menurun di basal paru bilateral CV : BJ I/II murni regular, BT
(-) Peristaltik kesan normal Hepar & lien sulit dinilai Ascites, shifting dullness Edema ekstremitas +/+ Lingkar perut 99 cmBB : 60 kg
P:
9
Koreksi BB = (30/100) x 60 kg = 60 kg – 18 = 42 kgUreum : 102Kreatinin : 4.65Albumin : 1.2Hb : 9.3MCV : 86MCH : 27.8GFR : 16.42
A :1. Sindrom nefrotik
2. Hipertensi grade II
3. Hipokalemia
4. Anemia normositik normokrom
- Diet rendah garam- Albumin 25% 2 botol- Spironolactone 25 mg/24
jam/oral- Furosemide 40 mg/12
jam/iv- Balance cairan per 24 jam- Periksa urinalisa, protein
esbach, profil lipid
- Diet rendah garam- Amlodipine 10 mg/24
jam/oral
- KSR 600 mg/12 jam/oral
- Periksa ADT, Fe, TIBC, Ferritine
29 Agustus 2015 S :Bengkak seluruh tubuh, lemas, BAK sedikitO :
SS / GK / CM
P:
10
T :150/100 mmHg N : 86 x/i P : 24 x/i S : 36,5 C⁰ Anemis (+), ikterus (-) DVS R+1 cmH2O BP : Vesikuler Rh -/- Wh -/-
Menurun di basal paru bilateral CV : BJ I/II murni regular, BT
(-) Peristaltik kesan normal Hepar & lien sulit dinilai Ascites, shifting dullness Edema ekstremitas +/+ Lingkar perut 99 cmBB : 60 kgKoreksi BB = (30/100) x 60 kg = 60 kg – 18 = 42 kg
Urine output 500 ml/24 jamUrinalisa :Protein +++/300Blood +++/500Sedimen eritrosit penuhKolesterol total : 379HDL : 19LDL : 297Trigliserida : 344Hb : 8.8Fe : 23TIBC : 28Ferritin : >1200Sat.transferin : 82%Kalium : 2.8
A :1. Sindrom nefrotik - Spironolactone 100 mg/24
jam/oral
- Balance cairan per 24 jam
- Force diuretic + albumin
11
2. Hipokalemia
3. Hipertensi on treatment
4. Anemia normositik normokrom
25% 2 botol
- Periksa protein esbach
- Periksa ureum dan
kreatinin
- Biopsy ginjal
- KSR 600 mg/12 jam/oral
- Diet rendah garam
- Micardis 80 mg/24
jam/oral
- Tunggu hasil lab
ADT,Fe,TIBC
31 Agustus 2015 S :Bengkak seluruh tubuh, lemas, BAK sedikitO :
SS / GK / CM T :160/130 mmHg N : 110 x/i P : 22 x/i S : 36,4 C⁰ Anemis (+), ikterus (-) DVS R+1 cmH2O BP : Vesikuler Rh -/- Wh -/-
Menurun di basal paru bilateral CV : BJ I/II murni regular, BT
(-) Peristaltik kesan normal Hepar & lien sulit dinilai Ascites, shifting dullness Edema ekstremitas +/+ Lingkar perut 99 cmBB : 60 kg
P:
12
Koreksi BB = (30/100) x 60 kg = 60 kg – 18 = 42 kg
Urine output 500 ml/24 jamUreum : 102Kreatinin : 4.65GFR : 16.42Albumin : 1.2Protein +++/300Blood +++/500Sedimen eritrosit penuhEsbach : 8Kolesterol total : 379HDL : 19LDL : 297Trigliserida : 344Kalium :2.8
A :1. Sindrom nefrotik
2. Hypokalemia
3. Hipertensi on treatment
4. Anemia normositik normokrom
- Rencana biopsy ginjal
- Spironolactone 100 mg/24
jam/oral
- Force diuretic + albumin
25% 3 botol
- Metilprednisolon 4 mg/24
jam/oral
- KSR 600 mg/12 jam/oral
- Cek elektrolit ulang
- Diet rendah garam
- Micardis 80 mg/24
jam/oral
- Tunggu hasil lab ADT, Fe,
TIBC
- Cek darah rutin ulang
S :Bengkak seluruh tubuh, lemas, P:
13
1 September 2015 perut membesar, O :
SS / GK / CM T :140/110 mmHg N : 92 x/i P : 20 x/i S : 36,9 C⁰ Anemis (+), ikterus (-) DVS R+1 cmH2O BP : Vesikuler Rh -/- Wh -/-
Menurun di basal paru bilateral CV : BJ I/II murni regular, BT
(-) Peristaltik kesan normal Hepar & lien sulit dinilai Ascites, shifting dullness Edema ekstremitas +/+ Lingkar perut 99 cmBB : 60 kgKoreksi BB = (30/100) x 60 kg = 60 kg – 18 = 42 kg
Ureum : 77Kreatinin : 3.8GFR : 16.42Albumin : 1.2Esbach : 8Kalium :2.8Hb : 9.4Fe : 23TIBC : 28Sat.transferin : 82
A :1. Sindrom nefrotik
- Spironolactone 100 mg/23
jam/oral
- Furosemide 200
mg/jam/syringe pump +
albumin 25% 3 botol
14
2. Hypokalemia
3. Hipertensi on treatment
4. Anemia normositik normokrom
- Metilprednisolon 4 mg/12
jam/oral
- Cellcept 500 mg/12
jam/oral
- Atorvastatin 20 mg/12
jam/oral
- KSR 600 mg/12 jam/oral
- Diet rendah garam
- Micardis 80 mg/24
jam/oral
- Atasi penyakit dasar
RESUME
Seorang laki-laki usia 25 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan
bengkak seluruh tubuh dialami sejak 3 bulan lalu, dan memberat 1 bulan terakhir.
Awalnya bengkak disadari pada kedua mata sekitar 3 bulan lalu dan bengkak
dirasakan sampai ke buah zakar. Riwayat bengkak sebelumnya ada, di opname di
RS Lagaligo dengan diagnosis sindrom nefrotik. Pasien merasa sesak dirasakan
terutama jika berbaring, dan merasa nyaman jika bersandar. Sesak tidak
dipengaruhi aktivitas dan cuaca. Riwayat demam ada, mual ada, muntah tidak ada,
batuk tidak ada, dan nafsu makan dirasakan menurun.
15
BAK : kesan lancar, warna kuning. Riwayat BAK berdarah dan berpasir
tidak ada.
BAB : biasa, konsistensi padat, warna kuning. Riwayat BAB berwarna
hitam atau bercampur darah tidak ada.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien tampak sakit sedang, gizi
kurang, kesadaran komposmentis, status vitalis tekanan darah 140/90 mmHg ,
tidak demam ( S 36,6 C ), normokardi (nadi 98 x/menit), dan pernapasan
(28x/menit) dalam batas normal. Tes shifting dullness (+) pada abdomen. Pada
ekstremitas didapatkan edema.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Albumin : 1,2 g/dl, Ureum :
102 mg/dl, Creatinine : 4.65 mg/dl. Kolestrol total :379 mg/dl, Protein Esbach = 8
(Vol: 600 cc/24 jam)
Sehingga berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang lainnya, maka pasien ini didiagnosis Suspek Sindroma Nefrotik.
DISKUSI KASUS
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah bengkak seluruh
tubuh dialami sejak 3 bulan lalu, dan memberat 1 bulan terakhir. Awalnya
bengkak disadari pada kedua mata sekitar 3 bulan lalu dan bengkak dirasakam
sampai ke buah zakar. Riwayat bengkak sebelumnya ada, di opname di RS
Lagaligo dengan diagnosis sindrom nefrotik. Pasien merasa sesak dirasakan
terutama jika berbaring, dan merasa nyaman jika bersandar. Sesak tidak
dipengaruhi aktivitas dan cuaca. Riwayat demam ada, mual ada, muntah tidak ada,
batuk tidak ada, dan nafsu makan dirasakan menurun.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien
didiagnosa sebagai Sindrom Nefrotik, karena pada pasien ini terdapat edema
anasarka yaitu bengkak seluruh tubuh dialami sejak 3 bulan lalu, dan memberat 1
16
bulan terakhir. Sedangkan hasil laboratorium, terdapat hipoalbumin ( albumin 1.2
g/dl), dislipidemia ( kolestrol total:379 mg/dl, HDL : 19 mg/dl, LDL : 297 mg/dl,
Trigliserida : 344 mg/dl ), protenuri ( +++/300), protein esbach : 8 ( vol : 600
cc/24 jam ).
Sindrom Nefrotik (SN) terdiri dari kumpulan tanda dan gejala berupa
proteinuria massif (>3,5g/24jam), hiperlipidemia, edema anasarka dan
hipoalbuminemia (<3,5g/dl). Sindrom nefrotik merupakan diagnosis klinis yang
memiliki etiologi primer (dari ginjal) maupun sekunder (di luar ginjal, biasanya
sistemik). Lebih dari 50% SN pada dewasa disebabkan oleh penyebab sekunder.
TINJAUAN PUSTAKA
SINDROM NEFROTIK
17
A. PENDAHULUAN
Sindrom Nefrotik merupakan penyakit yang sering ditemukan dari beberapa
penyakit ginjal dan saluran kemih. Sindroma Nefrotik (SN) dapat terjadi secara
primer dan sekunder, primer apabila tidak menyertai penyakit sistemik. Sekunder
apabila timbul sebagai bagian dari penyakit Sistemik atau yang berhubungan
dengan obat / Toksin.
Sindrom nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik
glomerulonefritis yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif >3,5
g/hari, hipoalbuminemia <3,5 g/dl, hiperkolesterolemia dan lipiduria. .
Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak
semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas
SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi
protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap
berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan
metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN.
Umumnya pada SN, fungsi ginjal normal kecuali pada sebagian kasus
yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN
dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid,
tetapi sebagian lagi dapat berkembang menjadi kronik. Jika tidak terdiagnosa atau
tidak diterapi, sindrom ini dapat berakibat kerusakan pada glomeruli hingga
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus hingga berakhir gagal ginjal.
(1,2,3)
B. DEFINISI
Sindrom nefrotik merupakan penyakit dengan gejala proteinuria,
hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia. (1,2)
18
C. INSIDEN
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%)
dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki ; perempuan= 2:1 sedangkan pada
masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Pada anak-anak (< 16 tahun)
paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata
2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak
daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-
50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1.
Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa
3/1000.000/tahun. (1,2,3,4)
D. ETIOLOGI
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan sekunder akibat
infeksi, keganasan , penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin, dan akibat
penyakit sistemik. Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab
SN yang paling sering. (1,2,6)
Dalam kelompok GN primer, GN lesi minimal, glomerulosklerosis fokal
segmental,GN membranosa, dan GN membranoploriferatif merupakan kelainan
histopatologik yang sering ditemukan. Penyebab sekunder akibat infeksi yang
sering ditemukan misalnya GN pasca infeksi streptokokus atau infeksi virus
hepatitis B, akibat obat misalnya obat antiinflamasi non-steroid aau preparat emas
organik dan akibat penyakit sistemik misalnya padalupus eritematosus sistemik
dan diabetes melitus.(1,2)
1. Sindrom nefrotik primer (1,2,3)
faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh
karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus
itu sendiri tanpa ada penyebab lain.
19
Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
2. Sindrom nefrotik sekunder (1,2,6)
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari
berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang
sering dijumpai adalah :
20
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schönlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
E. PATOFISIOLOGI
Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah
proteinuria, yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler
glomerolus. Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi
dihubungkan dengan hilangnya glikoprotein bermuatan negatif pada dinding
kapiler. (1,2)
Mekanisme timbulnya edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh
hipoalbumin akibat proteinuria. Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma sehingga terjadi transudasi cairan dari kompartemen intravaskuler
ke ruangan interstitial. Penurunan volum intravaskuler menyebabkan penurunan
perfusi renal sehingga mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron yang
selanjutnya menyebabkan reabsorpsi natrium di tubulus distal ginjal. Penurunan
volum intravaskuler juga menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik (ADH)
yang akan meningkatkan reabsorpsi air di tubulus kolektivus.
21
Mekanisme terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida akibat 2
faktor. Pertama, hipoproteinemia menstimulasi sintesis protein di hati termasuk
lipoprotein. Kedua, katabolisme lemak terganggu sebagai akibat penurunan kadar
lipoprotein lipase plasma (enzim utama yang memecah lemak di plasma darah).
(1,2,3)
F. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis (1,2,5,6)
1. Proteinuria masif >3.5 g/24 jam
2. Hiperlipidemia
3. Edema anasarka
4. Hipoalbuminemia <3.5 g/dl
- Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan tanda-tanda retensi cairan seperti
bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh, peningkatan
berat badan, dan rasa penuh di perut hingga dapat menyebabkan sesak. Perlu
ditanyakan mengenai riwayat buang air kecil, dalam 24 jam , adakah oligouria.
Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan. Kemudian
ditanyakan penyakit yang mengarah ke penyebab penyakit ginjal seperti
hipertensi.
- Pemeriksaan fisik
Dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata (puffy eyelids), tungkai
atau adanya ascites, efusi pleura atau edema skrotum atau labia. Kadang-kadang
ditemukan., tanda-tanda hipertensi, dan striae pada kulit akibat edema.
- Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis antara lain darah
lengkap, hipoalbumin, kimia darah, profil lipid, elektrolit, gula darah, penentuan
kreatinin dan protein urin. Pada urinalisis ditemukan masif proteinuria (>3.5 g/24
jam), glikosuria, sel-sel granular, sel hialin, dan sel-sel lemak. Biasanya sedimen
22
urin normal namun bila didapati hematuria mikroskopik (>20eritrosit/LPB) bisa
dicurigai adanya lesi glomerular (misal : sklerosis glomerulus fokal). Dari
makroskopis, urin tampak berbuih. Pada pemeriksaan darah didapatkan
hipoalbuminemi (< 3.5 g/dl), dan hiperkolesterolemia.
SN untuk menentukan jenis kelainan histopatologi ginjal yang menentukan
prognosis dan respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal.
G. DIAGNOSIS BANDING (3)
1. Sembab non renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi (kwasiorkor),
edema hepatal, edema Quincke
2. Glomerulonefritis akut
3. Lupus eritematosus sistemik
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap
penyakit dasar dan pengobatan non spesifik untuk mengurngi proteinuria,
mengontrol edema, dan mengobati komplikasi. Diuretik serta diet rendah garam
dan tirah baring dapat membantu mengontrol edema. Furosemid oral dapat
diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi dengan tiazid, metalazon, dan atau
asetazolamid. Kontrol proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan
mengurangi risiko komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan protein 0.8-1
g/KgBB/hari dapat mengurangi proteinuria.obat angiotensin converting enzyme
inhibitor dan antagonis reseptor angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah.
Obat golongan statin seperti simvastatin , pravastin dan lovastatin dapat
menurunkan kolesterol, LDL, trigliserid dan meningkatkan kolesterol HDL.
Untuk SN dengan penyebab primer tatalaksana sesuai etiologi masing-masing :
a. Glomerulosklerosis fokal
23
Prednison 1 mg/kgBB/hari( maksimal 80mg) atau 2
mg/KgBB/2hari(maksimal 120 mg ). Regimen diberikan minimal 4
minggu sampai maksimal 16 minggu, atau sampai remisi komplit tercapai.
Setelah remisi komplit tercapai, lakukan tappering off kortikosteroid
selama 6 bulan.
b. Glomerulonefritis membranosa
Terapi inisial selama 6 bulan dengan kortikosteroid dan agen alkil oral
(siklofosfamid/klorambusil) bergantian selang 1 bulan.
c. Glomerulonefritis lesi minimal
Predison atau prednisolon 1 mg/KgBB/hari. Regimen diberikan selama
minimal 4 minggu sampai remisi komplit tercapai. Apabila tidak tercapai,
diberikan maksimal 16 minggu.
d. Glomerulonefritis membranoploriferatif
Kortikosteroid dosis rendah ditambah dengan siklofosfamid selama 6
bulan.
Untuk SN sekunder , tata laksana penyebab sekunder juga diperlukan misalnya
tata laksana DM pada nefropati DM (1,2,4,5)
I. KOMPLIKASI (1,2)
- Keseimbangan nitrogen terganggu
- Hiperlipidemia dan Lipiduria
- Hiperkoagulasi
- Metabolisme kalsium dan tulang terganggu
- Infeksi
- Gangguan fungsi ginjal
- Penyakit kardiovaskular
24
J. PROGNOSIS
Prognosis sindroma nefrotik tergantung dari beberapa faktor antara lain
umur, jenis kelamin, penyulit pada saat pengobatan dan kelainan histopatologi
ginjal. prognosis pada umur muda lebih baik daripada umur lebih tua.Makin
dini terdapat penyulitnya, biasanya prognosisnya lebih buruk.
Kelainan minimal mempunyai respons terhadap kortikosteroid lebih
baik dibandingkan dengan lesi dan mempunyai prognosis paling buruk pada
glomerulonefritis proliferatif. Sebab kematian pada sindroma nefrotik
berhubungan dengan gagal ginjal kronis disertai sindroma uremia dan infeksi
sekunder.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta : EGC : 2009.
2. Tanto, C dkk. Kapita Selekta Kedokteran Essential of Medicine. Jakarta .
Media Aesculapius. 2014.
3. Sukmarini, L. Sindrom Nefrotik. FIK-UI. [Online] 2009. [Cited: April
10, 2011.]
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/3be14bb14445635211418a7a
75d0a7da6c06b7de.pdf.
4. Katzung, BG. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi IV. Jakarta : EGC,
1998.
5. Lullmann, H and dkk. Color Atlas of Pharmacology. Stuttgart : Thieme,
2000.
6. Budi, Y and dkk. Pedoman Diagnosis Terapi Sindrom Nefrotik.
Samarinda : RSUD AW Sjahranie Samarinda, 2001.