Upload
firdhatriasnawas
View
625
Download
78
Embed Size (px)
DESCRIPTION
CKD + Anemia
Citation preview
BAB I
IDENTITAS PASEN
Nama : Ny. H
Usia : 41 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : SLTA
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Rawa Badung, Jakarta Timur
1. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri Perut Sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Badan Lemas, penglihatan berkunang-kunang, Mual Muntah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 4 hari SMRS. Nyeri perut menjalar
hingga ke pinggang. Nyeri perut dirasakan terutama sebelum dan setelah buang air kecil.
Air kencing berdarah di sangkal pasien. Keluhan ini pernah dirasakan 2 minggu yang
lalu, namun akhir-akhir ini keluhan menetap dan semakin berat. Nyeri perut yang
menjalar ke pinggang dirasakan berupa pegal-pegal yang hilang timbul. Pada Pasien
terdapat gangguan buang air kecil, BAK dirasakan menjadi lebih jarang dan kurang
lancar. Sekali buang air kecil kurang lebih setengah gelah aqua Gangguan BAB disangkal
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 1
pasien. Pasien juga mengeluh adanya lemas dan mudah lelah beberapa minggu sebelum
masuk rumah sakit. Pusing (+) tapi tidak merasakan sakit kepala. Demam (+) demam
naik-turun tidak menentu. Mual muntah (-), Penurunan Nafsu Makan (+).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pasien mengkonsumsi obat
hipertensi yang diberikan dokter. Pasien minum obat-obatan darah tinggi
hanya pada saat ada keluhan, pasien tidak rutin meminum obat atau pun
kontrol kedokter.
Pasien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya, keluhan pada saluran
kencing dan ginjal.
Riwayat penyakit Keluarga
Ayah Hipertensi
Ibu riwayat penyakit kolesterol
Hiperglikemia, Asma, Jantung disangkal oleh keluarga pasien
Riwayat penyakit ginjal d keluarga di sangkal
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi apapun
Riwayat Psikososial
Psien tidak bekerja, keseharian seperti Ibu rumah tangga
Makan dan minum kadang teratur- kadang tidak teratur
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 2
2. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Status Gizi :
BB : 46 kg
TB : 150 cm
Kesimpulan : 20 (normal)
A. TANDA VITAL (05 Januari 2015)
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Nadi : 89x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37.7ºC
B. STATUS GENERALIS
Kepala : Normochepal, rambut hitam
Mata : Konjungtiva Anemis +/+, Sklera Ikterik -/-
Hidung : Notmonasi, Septum Deviasi -/- , Epitaksis -/-
Telinga : Normotia (+) , Sekret -/-
Mulut : Bibir lembab, tidak ada perdarahan gusi
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 3
C. THORAX
Paru – paru :
Inspeksi : Retraksi pada paru ka/ki -/-
Palpasi : Vocal Fremitus ka/ki sama
Perkusi : Suara sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronki -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS 5 Linea Midclavicula
Perkusi :
Batas Atas : ICS III Linea Parasternalis Dextra
Batas Kanan : ICS IV Linea Parasternalis Dextra
Batas Kiri : ICS V Linea Midclavicula Sinistra
Auskultasi : Bg I dan II Reguler, Murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Tampak Cembung
Palpasi : Supel, hepar lien tidak teraba, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Tympani pada seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : BU (+) 7x/menit
Extremitas : Atas Bawah
Akral : Hangat
Edema : +/+
RCT < 2 detik : < 2”
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 4
3. RESUME
Pasien perempuan 41 tahun datang dengan keluhan abdominal pain sejak 4
hari SMRS. Menjalar hingga ke pinggang. Dirasa sebelum dan setelah buang
air kecil. Pernah dirasakan 2 minggu yang lalu, saat ini keluhan menetap dan
semakin berat. Gangguan buang air kecil, BAK lebih jarang dan kurang
lancar. Malaise (+). Chepalgia (+). Demam (+) febris (+). Mual muntah (-),
Anoreksia (+). RIwayat gangguan ginjal. Hipertensi (+).
Tekanan Darah: 140/100 mmHg ; Suhu: 37.7ºC.
Konjungtiva Anemis. Edema Miniml pada kaki.
05 Januari 2015: Urea H 235 mg/dL, Creatinine H 15.3 mg/dL
4. DAFTAR MASALAH
Hipertensi
CKD
Aemia
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 5
5. ASSESMENT
Hipertensi
S: Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pasien mengkonsumsi obat hipertensi
yang diberikan dokter. Pasien minum obat-obatan darah tinggi hanya pada saat ada
keluhan, pasien tidak rutin meminum obat atau pun kontrol kedokter.
O:
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Nadi : 89x/menit
RR : 20x/menit
A: Hipertensi Grade I
P: Berikan Diuretik tipe thiazide. Petimbangkan: ACEI, ARB, BB, CCB atau
kombinasi.
CKD
S: Keluhan nyeri perut sejak 4 hari SMRS. Nyeri perut menjalar hingga ke pinggang.
Nyeri perut dirasakan terutama sebelum dan setelah buang air kecil. Air kencing
berdarah di sangkal pasien. Keluhan ini pernah dirasakan 2 minggu yang lalu, namun
akhir-akhir ini keluhan menetap dan semakin berat.
O: tanggal 05 Januari 2015: Urea H 235 mg/dL, Creatinine H 15.3 mg/dL
A: Gagal Ginjal Kronik
P: Pengendalian gangguan yang mendasari . Kemungkinan pembatasan protein diet,
fosfat, dan K. Suplemen vitamin D. Pengobatan anemia dan gagal jantung . Dosis
semua obat disesuaikan sesuai kebutuhan. Dialisis untuk GFR sangat menurun, gejala
uremik, atau kadang-kadang hiperkalemia atau gagal jantung. Transplantasi ginjal
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 6
ANEMIA
S: Pasien juga mengeluh adanya lemas dan mudah lelah beberapa minggu sebelum
masuk rumah sakit. Pusing (+) tapi tidak merasakan sakit kepala.
O: Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 05 januari 2015:
Haemoglobin: L 7.0 mg/dL ; Haematocryt: L 20 %
A: Anemia ec CKD
P: Asam Folat, Vitamin B12
6. HASIL LABORATORIUM
Tanggal Pemeriksaan Hasil
05 Januari 2015 Urinalysis Test
Pregnant Test Negative
Hematology
Haemoglobin L 7.0 mg/dL
Leukocyte 7.3 10^/uL
Hematocrytes L 20 %
Thrombocyte 274
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 7
7. FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
06/01/2015 S:Lemas, pusing, mual muntah.
O: TD:140/100. N: 80x/menit
Edema minimal +4
JVP meningkat
Pemeriksaan Labratorium: Natrium 139
mmol/L. Kalium 4.55 mmol.L. Chloride
H 116 mmol/L
A: Hipertensi Grade II, CKD, Anemia
P: rencana HbsAg, Anti HcV
Konsul dokter Kuspujii
Bicnat 3x1
Vit B12 3x1
Amplidipine 1x10 mg
CaCO3 3x1
Ceftriaxone 2x1 g IV
07/01/2015 S: Lemas, Pusing
O: TD:130/90 mmHg. N: 80x/menit
Pemeriksaan Laboratorium: Urea: H
218 mg/dL. Creatinine H 15.5 mg/dL
A: Hipertensi Grade II, CKD, Anemia
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 8
P: USG Ginjal, Buli. Terapi Lanjut
08/01/2014 S: Lemas
O: TD: 120/90 mmHg
A: Hipertensi Grade II, CKD, Anemia
P:USG ; Mild Sklerotik Ginjal bilateral
Tidak terlihat batu di kedua ginjal dan
kandung kemih.
09/01/2015 S: Pasien menolk HD
O:
A: CKD
P: Transfusi 300cc. USG ; Mild
Sklerotik Ginjal bilateral
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 9
BAB II
Pendahuluan
Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia publik. Hal
ini diakui sebagai kondisi umum yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular dan gagal ginjal kronis (CRF). Di Amerika Serikat, ada meningkatnya
insiden dan prevalensi gagal ginjal, dengan hasil yang buruk dan biaya tinggi (lihat
Epidemiologi).
Penyakit Ginjal Kualitas Hasil Initiative (K / DOQI) dari National Kidney Foundation
(NKF) mendefinisikan penyakit ginjal kronis baik sebagai kerusakan ginjal atau tingkat
filtrasi glomerulus menurun (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m 2 untuk 3 atau bulan
lagi. Apapun etiologi yang mendasarinya, penghancuran massa ginjal dengan sclerosis
ireversibel dan hilangnya nefron menyebabkan penurunan progresif GFR. Pada tahun
2002, K / DOQI diterbitkan klasifikasinya dari tahap penyakit ginjal kronis, sebagai
berikut:
Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 3: penurunan moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 5: Kegagalan ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m 2 atau dialisis)
Pasien dengan stadium penyakit ginjal kronis 1-3 umumnya asimtomatik; klinis
manifestasi biasanya muncul dalam tahap 4-5. Diagnosis dini dan pengobatan dan
penyebab / atau lembaga tindakan pencegahan sekunder sangat penting pada pasien
dengan penyakit ginjal kronis. Ini mungkin menunda, atau mungkin menghentikan,
kemajuan. Perawatan medis pasien dengan penyakit ginjal kronis (lihat Pengobatan)
harus fokus pada hal berikut: Menunda atau menghentikan perkembangan penyakit
kronis kidney, Mengobati manifestasi patologis penyakit ginjal kronis , Tepat waktu
perencanaan jangka panjang terapi pengganti ginjal.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 10
BAB III
Tinjauan Pustaka
Anatomi dan Fisiologi ginjal
Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi untuk
homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur keseimbangan
cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia, masing-
masing di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak retroperitoneal (di
belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi juga dengan
sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-buli/kandung kemih) dan uretra yang
membawa urine ke lingkungan luar tubuh.
1. Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium (retroperitoneal),
didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus
lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal
terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di
sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm,
lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa.
Mikroskopis Ginjal
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah pada tiap
ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai
kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal,
yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.
Vaskularisasi ginjal
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 11
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II.
Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis
tengah. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-
25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada
korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah
otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat
merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.
Persarafan Pada Ginjal
Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf
ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan
bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal”.
2. Fisiologi Ginjal
Fungsi ginjal yaitu :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O di dalam tubuh
2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh
3. Mengatur kuantitas dan konsentrasi sebagian besar ion ECF seperti sodium, klorida,
potasium, ion hidrogen, bikarbonat, dll
4. Mempertahankan volume plasma
5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa di dalam tubuh
6. Membuang produk akhir metabolisme tubuh
7. Membuang zat asing seperti obat-obatan, pestisida, dan material non-nutritive lain yang
masuk ke dalam tubuh
8. Memproduksi eritropoietin
9. Memproduksi renin
10. Mengubah vitamin D ke bentuk aktif
Filtrasi glomerulus
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 12
Kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeable terhadap protein plasma yang
lebih besar dan cukup permeable terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam
amino, glukosa dan sisa nitrogen. Kapiler glomerulus mengalami kenaikan tekanan darah (90
mmHg vs 10-30 mmHg). Kenaikan ini terjadi karena arteriol aferen yang menuju ke kapiler
glomerulus mempunyai diameter yang lebih besar dan memberikan sedikit tahanan daripada
kapiler yang lain.
Faktor-faktor yang memengaruhi laju filtrasi glomerulus
1. Tekanan arteri
Bila tekanan arteri meningkat, maka tekanan di dalam glomerulus meningkat.
Tetapi, peningkatan filtrasi tidak sebesar yang diperkirakan, karena arteriol secara
otomatis diatur oleh suatu mekanisme yang disebut “autoregulasi” untuk menjaga
tekanan glomerulus dari peningkatan yang terjadi pada organ lain.
2. Efek konstriksi arteriol aferen pada laju filtrasi glomerulus
Konstriksi arteriol aferen menurunkan kecepatan aliran darah dalam glomerulus dan
menurunkan tekanan glomerulus. Akibatnya, ada penurunan filtrasi yang
berhubungan dengan glomerulus
3. Efek konstriksi arteriol eferen
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 13
Konstriksi arteriol eferen meningkatkan tahanan terhadap aliran keluar dari
glomerulus.
4. Efek aliran darah glomerulus
Jika arteriol aferen dan eferen berkonstriksi, maka jumlah darah yang mengalir ke
glomerulus tiap menitnya akan menurun.
Lebih tepatnya, GFR adalah tingkat aliran cairan antara kapiler glomerulus dan kapsula
Bowman:
Dimana:
adalah GFR.
disebut filtrasi konstan dan didefinisikan sebagai produk dari konduktivitas hidrolik dan
daerah permukaan kapiler glomerulus.
adalah tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus.
adalah tekanan hidrostatik dalam kapsul Bowman.
adalah tekanan osmotik koloid dalam kapiler glomerular.
dan adalah tekanan osmotik koloid dalam kapsula Bowman.
Metode penentuan GFR tercatat di bagian atas dan di bawah dan jelas dari persamaan kami
bahwa dapat ditemukan dengan membagi GFR eksperimental oleh tekanan filtrasi
bersih:
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 14
Tahap Pembentukan Urine :
1. Filtrasi Glomerular
2. Reabsorpsi
3. Sekresi
Tubular reabsopsi
Hanya sekitar 1% dari fitrasi glomerulus yang meninggalkan tubuh karena sisanya (99%
lainnya) diserap ke dalam darah ketika melewati tubulus ginjal. Hal ini disebut reabsorpsi
tubular dan terjadi melalui tiga mekanisme yaitu osmosis, difusi dan transportasi aktif.
Proses reabsorpsi tubular terjadi dalam urutan sebagai berikut :
Tubulus konvulasi proksimal
Sebagian besar volume larutan fitrat ini direabsorpsi dalam tubulus konvulasi proksimal
(PCT). Termasuk air dan sebagian besar / semua glukosa (kecuali dalam kasus penderita
diabetes).
Sebagian besar energi yang dikonsumsi oleh ginjal digunakan dalam reabsorpsi ion natrium
(Na+), yang merupakan zat terlarut negatif yaitu mereka dilarutkan dalam komponen air
dari solusi fitrat. Sebagai konsentrasi Na+ dalam larutan filtrat tinggi (hampir sama
dengan konsentrasi Na+ dalam plasma darah), Na+ bergerak dari cairan tubulus ke dalam
sel dari PCT. Dalam kasus ion Na+ banyak ini terjadi dengan bantuan symporters.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 15
Symporters sekaligus memfasilitasi perjalanan melalui membran PCT kedua Na+ dan lain
zat / zat terlarut. Zat lain seperti itu yang diserap dengan Na+ dengan cara ini termasuk
glukosa (jenis penting dari gula), asam amino , asam laktat dan ion bikarbonat (HCO 3-).
Ini kemudian melanjutkan melalui sel-sel melalui difusi dan/atau proses transportasi
lainnya.
Zat terlarut secara selektif pindah dari filtrat glomular untuk plasma dengan transportasi
aktif. (Namun, hampir semua glukosa dan asam amino, dan jumlah tinggi tetapi variabel
ion, yang diserap kembali lagi nanti - lihat bagian berikutnya, di bawah).
Setelah zat terlarut (termasuk Na+), air ini kemudian juga diserap kembali melalui osmosis.
Sekitar 80% dari volume filtrat diserap kembali dengan cara ini. Karena ini bagian dari
proses reabsorpsi tidak dikontrol oleh tubulus proksimal itu sendiri. Air yang tersisa
(bersama dengan garam-garam terlarut dan urea) melewati dari PCT ke dalam bagian
bawah Henle. Kemudian melewati sepanjang Loop of Henle, dan sampai bagian atas
Henle.
Sekresi tubular
Proses ketiga dimana darah ginjal bersih (mengatur komposisi dan volume) disebut sekresi
tubular dan melibatkan zat yang ditambahkan ke cairan tubular. Hal ini menghilangkan
jumlah yang berlebihan dari zat terlarut tertentu dari tubuh, dan juga menjaga darah pada
pH sehat normal (yang biasanya dalam kisaran pH 7,35 sampai pH 7.45).
Zat yang disekresikan ke dalam cairan tubular (untuk dihapus dari tubuh) meliputi:
Kalium ion (K +),
Ion Hidrogen (H +),
Ammonium ion (NH 4 +),
kreatinin,
urea,
beberapa hormon, dan
beberapa obat (misalnya penisilin).
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 16
Aldosteron
Aldosteron merupakan salah satu hormon mineralokortikoid yang diproduksi oleh korteks
adrenal. Aldosteron dan steroid lain yang mempunyai aktivitas mineralokortikoid
meningkatkan reabsorpsi ion Na+ di ginjal, kelenjar keringat, saliva, dan kolon. Dengan
demikian Na+ ditahan di cairan ekstrasel, sehingga volume cairan ekstrasel meningkat.
Di ginjal, terutama pada sel P (principal cells) di duktus koligentes, aldosteron meningkatkan
retensi Na+ melalui pertukaran dengan ion K+ dan ion H+ di tubulus renalis, sehingga
menimbulkan diuresis K+ dan meningkatkan keasaman kemih.
Reabsorpsi Na+ dan K+
Reabsorpsi Na+ dan Cl- berperan penting dalam metabolisme aor dan eletrolit tubuh.
Trransport Na+ umumnya berpasangan dengan transport H+, elektrolit lain, glukose, asam
amino, asam organik, fosfat, dan beberapa zat lain dalam melewati dinding tubulus. Di
tubulus proksimal, ansa Henle asendens tebal, tubulus distal, dan di tubulus koligentes
ginjal, ion Na+ dari lumen tubulus masuk ke dalam sel epitel tubulus melalui
kotransporter atau penukar (exhanger) menuruni selisih konsentrasi dan selisih potensial
listrik dan kemudian ditransport secara aktif ke ruang antar sel ginjal oleh Na+-K+-
ATPase, yaitu 3 ion Na+ keluar dari sel dan 2 ion K+ masuk ke dalam sel. Transport
terjadi di lateral intercellular space.
Normalnya sekitar 60% ion Na+ yang difiltrasi glomerulus, akan direabsorpsi oleh tubulus
proksimal, terutama melalui penukar (exchanger) Na+-H+. Selebihnya yang 30%
diabsorpsi kotransporter bersama Na+-Cl--K+ di ansa Henle asendens tebal, 7% diabsorsi
oleh kotransporter Na+-Cl- di tubulus liku distal (distal convoluted tubule). Sedang
sisanya yang sekitar 3% yang mencapai duktur koligentes ekskresi atau absorpsinya
diatur oleh aldosteron.
Pengaturan ekskresi Na+
Ion Na+ difiltrasi di glomerulus dalam jumlah yang banyak. Tetapi lebih dari 96% ion Na+
diserap kembali oleh ginjal. Karena ion Na+ merupakan ion yang paling banyak di cairan
ekstrasel dan karena garam Na+ merupakan 90% zat yang aktif menimbulkan tekanan
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 17
osmosis dalam plasma dan cairan antarsel, maka jumlah Na+ di dalam tubuh merupakan
penentu utama volume cairan tubuh. Melalui berbagai mekanisme, ion Na+ diatur
ekskresinya sesuai dengan yang dikonsumsi. Ion Na+ yang diekskresikan melalui kemih
dapat berkisar dari hanya 1 mEq/d pada saat konsumsi garam rendah sampai 400 mEq/d
pada saat konsumsi Na+ tinggi.
Variasi ekskresi Na+ terjadi melalui perubahan LFG (laju filtrasi glomerulus = glomerular
filtration rate, GFR) dan pengaturan aldosteron pada sekitar 3% yang mencapai duktus
koligentes. Faktor lain yang berpengaruh pada reabsorpsi Na+ yaitu hormon
adrenokortikal lain, ANP dan hormon natriuretik lain, serta sekresi H+ dan K+ di tubulus
ginjal.
Pengaturan ekskresi K+
Sebagian besar dari K+ yang difiltrasi direabsorpsi secara aktif dari lumen tubulus di tubulus
proksimal., dan kemudian sekresikan kembali di tubulus distal. Tetapi kecepatan sekresi
K+ ini sangat bergantung kepada kecepatan aliran di lumen tubulus. Jumlah K+ yang
diekskresi biasanya sesuai dengan yang dikonsumsi.
Ekskresi air
Sekitar 180 L air difiltrasi dalam sehari semalam di glomerulus ginjal. Sedang produksi
kemih dalam 24 jam hanya sekitar 1 liter. Itu berarti bahwa yang 179 L direabsorpsi oleh
ginjal. Ada dua macam reabsorpsi air di ginjal, yaitu obligatory water reabsorption (tidak
boleh tidak pasti terjadi) yang terjadi di tubulus proksimal, dan facultative water
reabsorption yang terjadi di duktus koligentes. Fakultatif artinya kalau perlu. Reabsorpsi
ini diatur oleh vasopresin atau hormon antidiuresis (ADH). Bila osmolalitas cairan
ekstrasel tinggi, sekresi ADH dirangsang, ADH akan memasang banyak aquaporin (kanal
air) di duktus koligentes sehingga reabsorpsi air banyak (air ditahan di dalam tubuh).
Sebaliknya bila osmolalitas cairan ekstrasel rendah, sekresi ADH dihambat, akuaporin
yang terpasang sedikit dan reabsorpsi air sedikit. Hal demikian dapat terjadi karena
mekanisme counter current ginjal membuat daerah antarsel di medula ginjal sangat tinggi
osmolalitasnya sehingga bila akuaporin banyak terpasang maka air yang lewat duktus
koligentes akan terserap ke daerah itu.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 18
Gagal Ginjal
1. Definisi
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti
sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal
sebagian atau sepenuhnya kehilangan kemampuan mereka untuk menyaring air dan
limbah dari darah.
Membangun dari zat beracun yang biasanya dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal dapat
menyebabkan masalah kesehatan yang berbahaya.
Akut gagal ginjal (juga disebut sebagai ginjal kegagalan) terjadi dengan cepat.
Disfungsi ginjal ringan sering disebut insufisiensi ginjal.
Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah kondisi yang ditandai oleh hilangnya fungsi
ginjal secara bertahap dari waktu ke waktu atau penurunan lambat dan progresif fungsi
ginjal. Ini biasanya akibat komplikasi dari yang lain kondisi medis yang serius. Tidak
seperti gagal ginjal akut, yang terjadi dengan cepat dan tiba-tiba, gagal ginjal kronis
terjadi secara bertahap - selama minggu, bulan, atau tahun - sebagai ginjal perlahan
berhenti bekerja, yang mengarah ke stadium akhir penyakit ginjal (ESRD).
2. Klasifikasi
Pada tahun 2002, K / DOQI diterbitkan klasifikasinya dari tahap penyakit ginjal
kronis, sebagai berikut:
Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 3: penurunan moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 5: Kegagalan ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m 2 atau dialisis)
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 19
3. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, ada meningkatnya insiden dan prevalensi gagal ginjal,
dengan hasil yang buruk dan biaya tinggi. Penyakit ginjal adalah penyebab utama
kematian kesembilan di Amerika Serikat. Nasional Ketiga Kesehatan dan Survey
(NHANES III) memperkirakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis pada orang
dewasa di Amerika Serikat adalah 11% (19,2 juta): 3,3% (5,9 juta) memiliki tahap 1, 3%
(5,3 juta) harus tahap 2, 4,3% (7,6 juta) memiliki stadium 3, 0,2% (400.000) memiliki
stadium 4, dan 0,2% (300.000) memiliki tahap 5.
Prevalensi penyakit ginjal kronis tahap 1-4 meningkat dari 10% pada tahun 1988-1994
menjadi 13,1% pada 1999-2004. Peningkatan ini sebagian dijelaskan oleh peningkatan
prevalensi diabetes dan hipertensi, yang merupakan penyebab paling umum dari penyakit
ginjal kronis. Data dari Amerika Serikat Renal Data System (USRDS) menunjukkan
bahwa prevalensi gagal ginjal kronis meningkat 104% antara tahun 1990-2001.
Menurut ketiga Kesehatan Nasional dan Survei Pemeriksaan Gizi, diperkirakan bahwa
6,2 juta orang (yaitu 3% dari total penduduk AS) lebih tua dari 12 tahun memiliki nilai
kreatinin serum di atas 1,5 mg / dL; 8 juta orang memiliki GFR kurang dari 60 mL /
menit, mayoritas dari mereka berada di populasi Medicare senior (5,9 juta orang).
Rasial demografi
Penyakit ginjal kronis mempengaruhi semua ras, tetapi, di Amerika Serikat, kejadian
signifikan lebih tinggi dari ESRD ada pada orang kulit hitam dibandingkan kulit putih;
tingkat kejadian untuk orang kulit hitam hampir 4 kali lipat untuk kulit putih.
Choi et al menemukan bahwa tingkat ESRD antara pasien kulit hitam melebihi orang-
orang di antara pasien putih di semua tingkat baseline GFR diperkirakan (eGFR). Risiko
ESRD antara pasien kulit hitam tertinggi pada eGFR 45-59 mL/min/1.73 m 2 (rasio
hazard, 3,08), seperti risiko kematian.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 20
Jenis kelamin dan yang berkaitan dengan usia demografi
Pada NHANES III, distribusi GFRs diperkirakan untuk tahap penyakit ginjal kronis
adalah serupa pada kedua jenis kelamin. Meskipun demikian, USRDS Tahunan 2004
Laporan Data menunjukkan bahwa tingkat kejadian kasus ESRD lebih tinggi untuk pria,
dengan 409 per juta penduduk pada tahun 2002 dibandingkan dengan 276 untuk wanita.
Penyakit ginjal kronis ditemukan pada orang dari segala usia. Meskipun demikian, di
Amerika Serikat, tingkat kejadian tertinggi terjadi pada pasien ESRD lebih tua dari 65
tahun. Sesuai NHANES III data, prevalensi penyakit ginjal kronis adalah 37,8% di antara
pasien yang lebih tua dari 70 tahun. Sebuah studi tentang pemuda Israel mengungkapkan
bahwa pasien berusia 16-25 tahun dengan hematuria mikroskopis gigih tanpa gejala
terisolasi memiliki peningkatan risiko diperlakukan ESRD selama 22 tahun.
Proses biologis penuaan memulai perubahan struktural dan fungsional dalam berbagai
ginjal. Massa ginjal semakin menurun dengan bertambahnya umur. Glomerulosclerosis
menyebabkan penurunan berat ginjal. Pemeriksaan histologi adalah penting untuk
penurunan jumlah glomerulus sebanyak 30-50% pada usia 70 tahun. Puncak GFR selama
dekade ketiga kehidupan di sekitar 120 mL/min/1.73 m 2; itu menunjukkan penurunan
rata-rata tahunan sekitar 1 mL/min/y/1.73 m 2, dengan nilai rata-rata 70 mL/min/1.73 m 2
pada usia 70 tahun.
4. Etiologi
Gagal ginjal dapat terjadi dari suatu situasi akut atau dari masalah kronis. Pada gagal ginjal
akut, fungsi ginjal hilang dengan cepat dan dapat terjadi dari berbagai penghinaan bagi
tubuh. Daftar penyebab sering dikategorisasikan berdasarkan:
Penyebab prerenal (pre = sebelum + ginjal) penyebab adalah karena penurunan suplai darah
ke ginjal. Contoh penyebab prerenal dari gagal ginjal adalah:
hipovolemia (volume darah rendah) karena kehilangan darah;
dehidrasi akibat kehilangan cairan tubuh (misalnya, muntah , diare , berkeringat, demam)
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 21
miskin asupan cairan;
obat, misalnya, diuretik ("air pil") dapat menyebabkan kehilangan air yang berlebihan,
dan
aliran darah yang abnormal dari dan ke ginjal karena penyumbatan arteri renalis atau
vena.
Penyebab ginjal gagal ginjal (merusak langsung pada ginjal sendiri) termasuk:
Sepsis : sistem imun tubuh yang kewalahan dari infeksi dan menyebabkan peradangan
dan penutupan ginjal. Hal ini biasanya tidak terjadi dengan infeksi saluran kemih .
Obat-obatan: Beberapa obat yang toksik terhadap ginjal, termasuk nonsteroidal anti-
inflammatory drugs seperti ibuprofen dan naproxen . Lainnya berpotensi obat beracun
meliputi antibiotik seperti aminoglikosida [ gentamicin (Garamycin), tobramycin ],
lithium (Eskalith, Lithobid), yodium yang mengandung obat seperti yang disuntikkan
untuk studi radiologi pewarna.
Rhabdomyolysis: Ini adalah situasi di mana ada kerusakan otot yang signifikan dalam
tubuh, dan serat otot yang rusak menyumbat sistim penyaringan dari ginjal. ini dapat
terjadi karena trauma, cedera menghancurkan, dan luka bakar. Beberapa obat digunakan
untuk mengobati tinggi kolesterol dapat menyebabkan rhabdomyolysis .
Multiple Myeloma
Akut glomerulonefritis atau peradangan dari glomeruli, sistim penyaringan dari ginjal.
Banyak penyakit dapat menyebabkan peradangan ini termasuk lupus eritematosus
sistemik , Wegener granulomatosis , dan sindrom Goodpasture .
Pasang penyebab ginjal gagal ginjal (posting = setelah + ginjal) disebabkan oleh faktor-
faktor yang mempengaruhi arus keluar urin:
Obstruksi kandung kemih atau ureter dapat menyebabkan tekanan balik karena ginjal
terus memproduksi urin, tetapi obstruksi bertindak seperti bendungan, dan air seni
punggung atas ke ginjal. Ketika tekanan meningkat cukup tinggi, ginjal yang rusak dan
ditutup.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 22
Hipertrofi prostat atau kanker prostat dapat menghalangi urethra dan mencegah kandung
kemih dari pengosongan.
Tumor di perut yang mengelilingi dan menghalangi ureter.
Batu ginjal. Biasanya, batu ginjal hanya mempengaruhi satu ginjal dan tidak
menyebabkan gagal ginjal. Namun, jika hanya ada satu hadir ginjal, batu ginjal dapat
menyebabkan ginjal tunggal gagal
Penyebab penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:
Diabetes penyakit ginjal
Hipertensi
Vascular penyakit
Glomerular penyakit (primer atau sekunder)
Tubulointerstitial penyakit
Obstruksi saluran kemih
Penyakit pembuluh darah yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis adalah sebagai
berikut:
Ginjal arteri stenosis
Pola antibodi antinetrofil sitoplasma sitoplasma (C-ANCA)-positif dan pola antibodi
antinetrofil perinuklear sitoplasma (P-ANCA)-positif vaskulitid
Antinetrofil sitoplasma antibodi (ANCA)-negatif vaskulitid
Atheroemboli
Hipertensi nephrosclerosis
Renal vein thrombosis
Belum dilunasi ginjal cedera akut
Penyakit glomerulus primer meliputi:
Membran nefropati
Imunoglobulin A nefropati (IgA)
Focal dan segmental glomerulosclerosis (FSGS)
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 23
Minimal perubahan penyakit
Membranoproliferatif glomerulonefritis
Cepat penyebab glomerulonefritis progresif (bulan sabit) Sekunder penyakit glomerulus
meliputi:
Diabetes mellitus
Sistemik lupus eritematosus
Rheumatoid arthritis
Campuran jaringan ikat penyakit
Scleroderma
Goodpasture sindrom
Wegener granulomatosis
Campuran krioglobulinemia
Postinfectious glomerulonefritis
Endokarditis
Hepatitis B dan C
Sipilis
Human immunodeficiency virus (HIV)
Infeksi parasit
Heroin menggunakan
Emas
Penisilamin
Amiloidosis
Rantai cahaya deposisi penyakit
Neoplasia
Thrombocytopenic purpura trombotik (TTP)
Hemolitik uremik-syndrome (HUS)
Henoch Schonlein purpura-
Alport syndrome
Refluks nefropati
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 24
Penyebab penyakit tubulointerstitial meliputi:
Obat-obatan (misalnya sulfa, allopurinol)
Infeksi (virus, bakteri, parasit)
Kronis hipokalemia
Kronis hypercalcemia
Sarkoidosis
Multiple myeloma cor nefropati
Logam berat
Radiasi nefritis
Polikistik ginjal
Cystinosis
Obstruksi saluran kemih dapat disebabkan oleh salah satu dari berikut:
Urolitiasis
Benign prostatic hypertrophy
Tumor
Retroperitoneal fibrosis
Uretra striktur
Neurogenik kandung kemih
5. Pathophysiology
CKD secara kasar dapat dikategorikan sebagai cadangan ginjal berkurang, insufisiensi ginjal,
atau gagal ginjal (stadium akhir penyakit ginjal). Awalnya, sebagai jaringan ginjal kehilangan
fungsinya, ada kelainan sedikit karena jaringan yang tersisa dapat meningkatkan kinerja
(adaptasi fungsional ginjal); kehilangan 75% dari jaringan ginjal menyebabkan penurunan GFR
hanya 50% dari normal.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 25
Fungsi ginjal menurun mengganggu kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis
cairan dan elektrolit. Perubahan melanjutkan ditebak, tetapi tumpang tindih dan variasi individu
ada. Kemampuan untuk berkonsentrasi penurunan urin awal dan diikuti dengan penurunan
kemampuan untuk mengekskresikan fosfat, asam, dan K. Ketika gagal ginjal lanjut (GFR ≤ 10
mL/min/1.73 m 2), kemampuan untuk mengencerkan urin hilang, dengan demikian osmolalitas
urin biasanya tetap dekat dengan plasma (300-320 mOsm / kg), dan volume urin tidak merespon
cepat terhadap variasi dalam asupan air.
Plasma konsentrasi kreatinin dan urea (yang sangat tergantung pada filtrasi glomerular) mulai
naik nonlinier sebagai GFR berkurang. Perubahan-perubahan yang minimal sejak dini. Ketika
GFR turun di bawah 10 mL/min/1.73 m 2 (normal = 100 mL/min/1.73 m 2), tingkat mereka
meningkat dengan cepat dan biasanya berhubungan dengan manifestasi sistemik (uremia). Urea
dan kreatinin tidak kontributor utama dengan gejala uremik, mereka adalah penanda untuk zat
lain (sebagian belum didefinisikan dengan baik) yang menyebabkan gejala.
Meskipun keseimbangan GFR, Na dan air berkurang tetap terjaga dengan ekskresi fraksional
peningkatan Na dan respon normal terhadap rasa haus. Dengan demikian, konsentrasi plasma Na
biasanya normal, dan hipervolemia jarang terjadi kecuali asupan Na atau air sangat dibatasi atau
berlebihan. Gagal jantung dapat terjadi dari Na dan kelebihan air, terutama pada pasien dengan
cadangan jantung menurun.
Kelainan Ca, fosfat, hormon paratiroid (PTH), vitamin metabolisme D, dan osteodistrofi ginjal
dapat terjadi. Produksi ginjal penurunan calcitriol kontribusi untuk hipokalsemia. Penurunan
ekskresi ginjal hasil fosfat dalam hiperfosfatemia. Hiperparatiroidisme sekunder adalah umum
dan dapat mengembangkan pada gagal ginjal sebelum kelainan pada Ca atau konsentrasi fosfat
terjadi. Untuk alasan ini, pemantauan PTH pada pasien dengan CKD moderat, bahkan sebelum
hyperphosphatemia terjadi, telah direkomendasikan.
Osteodistrofi ginjal (mineralisasi tulang abnormal akibat hiperparatiroidisme, defisiensi
calcitriol, fosfat serum, atau rendah atau normal serum Ca) biasanya mengambil bentuk
meningkatnya turnover tulang karena penyakit hyperparathyroid tulang (osteitis fibrosa) tetapi
juga dapat melibatkan pergantian tulang menurun karena tulang adinamik penyakit (dengan
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 26
penekanan paratiroid meningkat) atau osteomalacia. Kekurangan calcitriol dapat menyebabkan
osteopenia atau osteomalacia.
Hiperkalemia
Kemampuan untuk mempertahankan kalium (K) ekskresi pada tingkat mendekati normal
umumnya diselenggarakan dalam penyakit ginjal kronis selama keduanya sekresi aldosteron dan
aliran distal dipertahankan. Lain pertahanan terhadap retensi kalium pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis meningkat ekskresi kalium dalam saluran pencernaan, yang juga berada di bawah
kendali aldosteron.
Metabolik asidosis
Asidosis metabolik sering merupakan campuran dari anion gap yang normal dan anion gap
meningkat, yang terakhir ini umumnya diamati dengan penyakit ginjal kronis tahap 5 tetapi
dengan anion gap umumnya tidak lebih tinggi dari 20 mEq / L. Pada penyakit ginjal kronis,
ginjal tidak mampu untuk memproduksi amoniak cukup dalam tubulus proksimal
mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk amonium. Pada penyakit ginjal
tahap kronis 5, akumulasi fosfat, sulfat, dan anion organik lainnya adalah penyebab dari
peningkatan anion gap.
Asidosis metabolik telah terbukti memiliki efek merusak pada keseimbangan protein,
menyebabkan berikut:
Negatif nitrogen balance
Peningkatan degradasi protein
Peningkatan oksidasi asam amino esensial
Mengurangi sintesis albumin
Kurangnya adaptasi ke diet rendah protein
Kelainan Na dan air
Garam dan air oleh ginjal penanganan diubah pada penyakit ginjal kronis. Volume ekstraseluler
ekspansi dan total-tubuh hasil volume overload dari kegagalan natrium dan ekskresi air bebas.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 27
Ini biasanya menjadi klinis nyata ketika GFR turun menjadi kurang dari 10-15 ml / menit, ketika
mekanisme kompensasi telah menjadi kelelahan.
Sebagai fungsi ginjal menurun lebih lanjut, retensi natrium dan volume memimpin ekspansi
ekstraseluler edema perifer dan, tidak jarang, edema paru dan hipertensi. Pada natrium, lebih
tinggi GFR dan air berlebih asupan bisa menghasilkan gambar yang sama jika jumlah yang
tertelan natrium dan air melebihi potensi yang tersedia untuk ekskresi kompensasi.
Anemia
Normokromik normositik anemia terutama berkembang dari sintesis ginjal penurunan
eritropoietin, hormon yang bertanggung jawab untuk stimulasi sumsum tulang untuk produksi sel
darah merah (RBC). Dimulai pada awal perjalanan penyakit dan menjadi lebih parah sebagai
GFR semakin menurun dengan ketersediaan massa ginjal kurang layak.
Tidak ada respon retikulosit terjadi. RBC kelangsungan hidup menurun, dan kecenderungan
perdarahan meningkat dari disfungsi uremia akibat trombosit. Penyebab lain dari anemia pada
penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:
Kehilangan darah yang kronis
Sekunder hiperparatiroidisme
Peradangan
Gizi kekurangan
Akumulasi inhibitor dari eritropoiesis
Patofisiologi Anemia pada Gagal Ginjal Kronik
Ketika terjadi gangguan pada glomerulus maka fungsi ginjal pun terganggu, termasuk fungsi endokrinnya (Gambar 4). Anemia pada penyakit ginjal kronik dikaitkan dengan konsekuensi patofisiologik yang merugikan, termasuk berkurangnya transfer oksigen ke jaringan dan penggunaannya, peningkatan curah jantung, dilatasi ventrikel, dan hipertrofi ventrikel.
Hemolisis sedang yang disebabkan hanya karena gagal ginjal tanpa faktor lain yang memperberat seharusnya tidak menyebabkan anemia jika respon eritropoesis mencukupi tetapi proses eritropoesis pada gagal ginjal terganggu. Alasan yang paling utama dari
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 28
fenomena ini adalah penurunan produksi eritropoetin pada pasien dengan penyakit ginjal yang berat. Defisiensi eritropoetin merupakan penyebab utama anemia pada pasien-pasien penyakit ginjal kronik.Para peneliti mengatakan bahwa sel-sel peritubular yang menghasilkan eritropoetin rusak sebagian atau seluruhnya seiring dengan progresivitas penyakit ginjalnya. Selanjutnya pada penelitian terdahulu menggunakan teknik bio-assay menunjukkan bahwa dalam perbandingan dengan pasien anemia tanpa penyakit ginjal, pasien anemia dengan penyakit ginjal menunjukkan peningkatan konsentrasi serum eritropoetin yang tidak adekuat. Inflamasi kronik, menurunkan produksi sel darah merah dengan efek tambahan terjadi defisiensi erotropoetin. Proses inflamasi seperti glomerulonefritis, penyakit reumatologi, dan pielonefritis kronik, yang biasanya merupakan akibat pada gagal ginjal terminal, pasien dialisis terancam inflamasi yang timbul akibat efek imunosupresif. Defisiensi eritropoetin relatif pada penyakit ginjal kronik dapat berespon terhadap penurunan fungsi glomerulus. Satu studi mengatakan bahwa untuk mempertahankan kemampuan untuk meningkatkan kadar eritropoetin dengan cara tinggal pada daerah yang tinggi. Selain itu, telah terbukti juga bahwa racun uremik juga dapat menginaktifkan eritopoietin atau menekan respon sumsum tulangterhadap eritropoietin.
Dalam hal pengurangan jumlah eritropoetin, penghambatan respon sel prekursor eritrosit terhadap eritropoetin dianggap sebagai penyebab dari eritropoesis yang tidak adekuat pada pasien uremia. Terdapat toksin-toksin uremia yang menekan proses ertropoesis yang dapat dilihat pada proses hematologi pada pasien dengan gagal ginjal terminal setelah terapi reguler dialisis. Ht biasanya meningkat dan produksi sel darah merah yang diukur dengan kadar Fe yang meningkat pada eritrosit, karena penurunan kadar eritropetin serum. Substansi yang menghambat eritropoesis ini antara lain poliamin, spermin, spermidin, dan PTH. Spermin dan spermidin yang kadar serumnya meningkat pada gagal ginjal kronik yang tidak hanya memberi efek penghambatan pada eritropoesis tetapi juga menghambat granulopoesis dan trombopoesis. Karena ketidakspesifikkan, leukopenia, dan trombositopenia bukan merupakan karakteristik dari uremia, telah disimpulkan bahwa spermin dan spermidin tidak memiliki fungsi yang signifikan pada patogenesis dari anemia pada penyakit ginjal kronik. Kadar PTH meningkat pada uremia karena hiperparatiroidsm sekunder, tetapi hal ini masih kontroversi jika dikatakan bahwa PTH memberikan efek penghambatan pada eritropoesis. Walaupun menurut penelitian, dilaporkan paratiroidektomi menyebabkan peningkatan dari kadar Hb pada pasien uremia, peneliti lain mengatakan tidak ada hubungan antara kadar PTH dengan derajat anemia pada pasien uremia. Walaupun efek langsung penghambatan PTH pada eritropoesis belum dibuktikan secara final, akibat yang lain dari peningkatan PTH seperti fibrosis sumsum tulang dan penurunan masa hidup eritrosit ikut bertanggung jawab dalam hubungan antara hiperparatiroid dan anemia pada gagal ginjal.
Pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki risiko kehilangan darah oleh karena terjadinya disfungsi platelet. Penyebab utama kehilangan darah pada pasien-pasien ini adalah dari hemodialisis. Pada suatu penelitian, dibuktikan pasien-pasien hemodialisis dapat kehilangan darah rata-rata 4,6 L/tahun. Kehilangan darah melalui saluran cerna, sering diambil untuk pemeriksaan laboratorium dan defisiensi asam folat juga dapat menyebabkan anemia. Kekurangan asam folat bisa bersamaan dengan uremia, dan bila pasien mendapatkan terapi hemodialisis, maka vitamin yang larut dalam air akan hilang
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 29
melalui membran dialisis. Kecendrungan terjadi perdarahan pada uremia agaknya disebabkan oleh gangguan kualitatif trombosit dan dengan demikian menyebabkan gangguan adhesi.
Kekurangan zat besi dapat disebabkan karena kehilangan darah dan absorbsi saluran cerna yang buruk (antasida yang diberikan pada hiperfosfatemia juga mengikat besi dalam usus). Selain itu, proses hemodialisis dapat menyebabkan kehilangan 3 -5 gr besi per tahun. Normalnya, kita kehilangan besi 1-2 mg per hari (Gambar 3), sehingga kehilangan besi pada pasien-pasien dialisis 10-20 kali lebih banyak.
Homeostasis besi tampaknya terganggu pada penyakit ginjal kronik. Untuk alasan yang masih belum diketahui (kemungkinan karena malnutrisi), kadar transferin pada penyakit ginjal kronik setengah atau sepertiga dari kadar normal, menghilangkan kapasitas sistem transport besi. Situasi ini yang kemudian mengganggu kemampuan untuk mengeluarkan cadangan besi dari makrofag dan hepatosit pada penyakit ginjal kronik.
Masa hidup eritrosit pada pasien gagal ginjal hanya sekitar separuh dari masa hidup eritrosit normal. Peningkatan hemolisis eritrosit ini tampaknya disebabkan oleh kelainan lingkungan kimia plasma dan bukan karena cacat pada sel darah itu sendiri. Hemolisis pada gagal ginjal terminal adalah derajat sedang. Pada pasien hemodialisis kronik, masa hidup eritrosit diukur menggunakan 51Cr menunjukkan variasi dari sel darah merah normal yang hidup tetapi rata-rata waktu hidup berkurang 25-30%.
Diabetes Melitus
Patofisiologi yang mendasari pada diabetes tipe 2 ditandai oleh tiga gangguan berikut (1)
resistensi perifer terhadap insulin, terutama pada sel otot: (2) peningkatan produksi glukosa
oleh hati, dan (3) sekresi pankreas diubah. Peningkatan jaringan resistensi terhadap insulin
umumnya terjadi pertama dan akhirnya diikuti oleh sekresi insulin terganggu. Pankreas
memproduksi insulin, namun resistensi insulin mencegah penggunaan yang tepat pada
tingkat sel. Glukosa tidak dapat memasuki sel target dan terakumulasi dalam aliran darah,
mengakibatkan hiperglikemia. Tingkat glukosa darah tinggi sering merangsang peningkatan
produksi insulin oleh pankreas: demikian. Tipe 2 diabetes individu seringkali memiliki
produksi insulin yang berlebihan (hiperinsulinemia).
Resistensi insulin mengacu pada sensitivitas jaringan terhadap insulin. Reaksi intraseluler
berkurang, membuat insulin kurang efektif merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan dan mengatur pelepasan glukosa oleh hati.
Jika kadar glukosa darah yang meningkat secara konsisten untuk jangka waktu yang
signifikan, mekanisme filtrasi ginjal ditekankan, memungkinkan protein darah bocor ke
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 30
dalam urin. Akibatnya, tekanan di dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Diperkirakan
bahwa tekanan tinggi berfungsi sebagai stimulus tingkat nefropati.
Perubahan terdeteksi paling awal dalam perjalanan nefropati diabetik adalah penebalan di
glomerulus. Pada tahap ini, ginjal dapat mulai memungkinkan lebih albumin (protein)
dari normal dalam urin, dan ini dapat dideteksi dengan tes sensitif untuk albumin.
Sebagai nefropati diabetes berlangsung, peningkatan jumlah glomeruli yang hancur.
Sekarang jumlah albumin yang diekskresikan dalam urin meningkat, dan dapat dideteksi
dengan teknik urinalisis biasa. Pada tahap ini, biopsi ginjal jelas menunjukkan nefropati
diabetes dan akhirnya menyebabkan gagal ginjal kronis.
6. Manifestasi Klinis
Gagal Ginjal Akut Gejala
Gejala-gejala berikut dapat terjadi dengan gagal ginjal akut. Beberapa orang tidak memiliki
gejala, setidaknya pada tahap awal. Gejala-gejala mungkin sangat halus.
Penurunan produksi urin
Tubuh bengkak
Masalah berkonsentrasi
Kebingungan
Kelelahan
Kelesuan
Mual, muntah
Diare
Nyeri perut
Logam rasa di mulut
Kejang dan koma dapat terjadi pada gagal ginjal akut yang sangat parah
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 31
Pemeriksaan Penunjang
Penyakit ginjal kronis biasanya tidak menimbulkan gejala pada tahap awal. Hanya tes
laboratorium dapat mendeteksi masalah berkembang. Siapapun pada peningkatan risiko
untuk penyakit ginjal kronis harus secara rutin diuji untuk perkembangan penyakit ini.
Urin, darah, dan pencitraan tes ( X - ray ) digunakan untuk mendeteksi penyakit ginjal,
serta mengikuti kemajuannya, seperti kelainan jantung kongestif, effusi pleura.
Semua tes ini memiliki keterbatasan. Mereka sering digunakan bersama-sama untuk
mengembangkan gambaran sifat dan tingkat dari penyakit ginjal.
Secara umum, pengujian ini dapat dilakukan secara rawat jalan.
Tes Urine
Urinalisis: Analisis urin memberi wawasan yang sangat besar ke dalam fungsi dari ginjal.
Langkah pertama dalam urine adalah melakukan tes dipstick. Dipstick ini memiliki
reagen yang memeriksa urin untuk kehadiran konstituen normal dan abnormal berbagai
termasuk protein. Kemudian, urin diperiksa dibawah mikroskop untuk mencari sel-sel
darah merah dan putih, dan adanya gips dan kristal (padatan).
Tes urine dua puluh empat jam: Tes ini mengharuskan Anda untuk mengumpulkan semua
urin Anda selama 24 jam berturut-turut. Urin dapat dianalisa untuk produk protein dan
limbah (urea nitrogen, dan kreatinin). Keberadaan protein dalam urin mengindikasikan
kerusakan ginjal. Jumlah kreatinin dan urea diekskresikan dalam urin dapat digunakan
untuk menghitung tingkat fungsi ginjal dan laju filtrasi glomerulus (GFR).
Laju filtrasi glomerulus (GFR): GFR adalah cara standar untuk menyatakan fungsi ginjal
secara keseluruhan. Sebagai penyakit ginjal berlangsung, GFR turun. GFR normal adalah
sekitar 100-140 ml / menit pada pria dan 85-115 mL / menit pada wanita. Ini mengurangi
pada kebanyakan orang dengan usia. GFR dapat dihitung dari jumlah produk sampah di
urin 24-jam atau dengan menggunakan spidol khusus diberikan secara intravena.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 32
Perkiraan GFR (eGFR) dapat dihitung dari tes rutin pasien darah. Pasien dibagi menjadi
lima tahap penyakit ginjal kronis didasarkan pada mereka GFR (lihat Tabel 1 di atas).
Tes Darah
Kreatinin dan urea (BUN) dalam darah: darah urea nitrogen dan serum kreatinin adalah tes
darah yang paling umum digunakan untuk layar untuk, dan memonitor penyakit ginjal.
Kreatinin adalah produk dari kerusakan otot normal. Urea adalah produk limbah dari
pemecahan protein. Tingkat zat ini meningkat dalam darah sebagai memperburuk fungsi
ginjal.
Rumus Cockcroft-Gault untuk memperkirakan CrCl harus digunakan secara rutin sebagai
sarana sederhana untuk memberikan pendekatan yang dapat diandalkan fungsi ginjal
residu pada semua pasien dengan penyakit ginjal kronis. Rumus adalah sebagai berikut:
CrCl (pria) = ([140-usia] × berat badan dalam kg) / (serum kreatinin × 72)
CrCl (perempuan) = CrCl (pria) × 0,85
Perkiraan GFR (eGFR): Laboratorium atau dokter Anda dapat menghitung GFR diperkirakan
dengan menggunakan informasi dari kerja darah Anda. Adalah penting untuk menyadari
Anda GFR estimasi dan stadium penyakit ginjal kronis. Dokter Anda menggunakan tahap
penyakit ginjal Anda untuk merekomendasikan pengujian tambahan dan saran pada
manajemen.
Pemeriksaan pencitraan
X - ray : Sebuah pyelogram retrograde dapat diindikasikan jika indeks kecurigaan yang tinggi
klinis untuk obstruksi meskipun ada sebuah temuan negatif pada ginjal ultrasonografi.
Pyelography intravena tidak umum dilakukan karena potensi toksisitas ginjal dari kontras
intravena, namun prosedur ini sering digunakan untuk mendiagnosa batu ginjal. Plain perut x-ray
sangat berguna untuk mencari batu radio-opak atau nefrokalsinosis. Sebuah voiding
cystourethrogram (VCUG) merupakan standar kriteria untuk diagnosis refluks vesicoureteral
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 33
USG: USG sering digunakan dalam diagnosis penyakit ginjal. USG adalah jenis tes
noninvasif pencitraan. Secara umum, ginjal menyusut dalam ukuran pada penyakit ginjal
kronis, meskipun mereka mungkin normal atau bahkan dalam ukuran besar dalam kasus-
kasus disebabkan oleh penyakit ginjal polikistik dewasa, nefropati diabetik, dan
amiloidosis. USG juga dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya obstruksi saluran
kemih, batu ginjal dan juga untuk menilai aliran darah ke ginjal.
Biopsi: Sebuah contoh dari jaringan ginjal (biopsi) kadang-kadang diperlukan dalam kasus-
kasus di mana penyebab dari penyakit ginjal tidak jelas. Biasanya, biopsi dapat
dikumpulkan dengan anestesi lokal dengan memperkenalkan jarum melalui kulit ke
dalam ginjal.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 34
CT scan / MRI : Sebuah computed tomography (CT) scan berguna untuk lebih menentukan
massa ginjal dan kista biasanya dicatat pada USG. Juga, adalah tes yang paling sensitif untuk
mengidentifikasi batu ginjal. IV kontras ditingkatkan CT scan harus dihindari pada pasien
dengan gangguan ginjal untuk menghindari gagal ginjal akut; risiko ini secara signifikan
meningkatkan pada pasien dengan moderat sampai berat penyakit ginjal kronis. Dehidrasi juga
nyata meningkatkan risiko ini. Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat berguna pada pasien
yang memerlukan CT scan tetapi tidak bisa menerima kontras intravena. Hal ini dapat
diandalkan dalam diagnosis trombosis vena ginjal, seperti CT scan dan venography ginjal.
Magnetic resonance angiography juga menjadi lebih berguna untuk diagnosis stenosis arteri
ginjal, meskipun arteriografi ginjal tetap menjadi standar kriteria.
7. Tatalaksana
Pengendalian gangguan yang mendasari
Kemungkinan pembatasan protein diet, fosfat, dan K
Suplemen vitamin D
Pengobatan anemia dan gagal jantung
Dosis semua obat disesuaikan sesuai kebutuhan
Dialisis untuk GFR sangat menurun, gejala uremik, atau kadang-kadang hiperkalemia
atau gagal jantung
Transplantasi ginjal
Tidak ada obat untuk penyakit ginjal kronis. Empat Tujuan terapi adalah untuk:
1. memperlambat perkembangan penyakit;
2. mengobati penyebab dan faktor-faktor;
3. mengobati komplikasi penyakit, dan
4. menggantikan fungsi ginjal hilang.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 35
Strategi untuk memperlambat progresi dan mengobati kondisi yang mendasari penyakit ginjal
kronis adalah sebagai berikut:
Pengendalian glukosa darah: Mempertahankan kontrol yang baik dari diabetes sangat
penting. Orang dengan diabetes yang tidak mengontrol glukosa darah mereka memiliki
risiko jauh lebih tinggi dari semua komplikasi diabetes, termasuk penyakit ginjal kronis.
Kontrol tekanan darah tinggi: ini juga memperlambat perkembangan penyakit ginjal
kronis. Dianjurkan untuk menjaga tekanan darah Anda di bawah ini mmHg 130/80 jika
Anda memiliki penyakit ginjal. Hal ini sering berguna untuk memonitor tekanan darah di
rumah. Obat tekanan darah yang dikenal sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme
(ACE) atau penghambat reseptor angiotensin (ARB) memiliki manfaat khusus dalam
melindungi ginjal.
Diet: Diet kontrol sangat penting untuk perkembangan memperlambat penyakit ginjal
kronis dan harus dilakukan konsultasi dengan praktisi kesehatan dan ahli gizi. Untuk
beberapa pedoman umum, lihat Perawatan Diri di Depan bagian dari artikel ini.
Gizi:
Pembatasan garam: Batasi untuk 4-6 gram sehari untuk menghindari retensi cairan dan
membantu mengontrol tekanan darah tinggi.
Asupan cairan: asupan air yang berlebihan tidak membantu mencegah penyakit ginjal.
Pembatasan asupan air disamakan dengan jumlah air yang keluar melalui urin
(penampungan urin per 24 jam) dikurangkan sedikit untuk asupan air.
Pembatasan Kalium: Hal ini diperlukan pada penyakit ginjal maju karena ginjal tidak
mampu mengeluarkan kalium. Tingginya kadar kalium bisa menyebabkan irama jantung
abnormal . Contoh makanan tinggi kalium meliputi pisang, jeruk, kacang-kacangan, dan
kentang.
Pembatasan protein berat pada penyakit ginjal masih kontroversial. Namun, pembatasan
moderat (0,8 g / kg / hari) aman dan mudah untuk sebagian besar pasien untuk
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 36
mentolerir. Beberapa ahli merekomendasikan 0,6 g / kg / hari untuk pasien dengan
diabetes dan, untuk pasien tanpa diabetes,> 0,8 g / kg / hari jika GFR adalah 25 sampai
55 mL/min/1.73 m 2 atau 0,6 g / kg / hari jika GFR adalah 13 sampai 24 mL/min/1.73 m 2.
Gejala uremik Banyak nyata mengurangi ketika protein katabolisme dan generasi urea
berkurang. Karbohidrat dan lemak yang cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan
energi dan mencegah ketosis. Pasien untuk siapa <0,8 g / kg / hari telah diresepkan harus
diikuti oleh ahli gizi. Karena pembatasan diet dapat mengurangi asupan vitamin yang
diperlukan, pasien harus mengambil multivitamin yang mengandung vitamin yang larut
dalam air. Administrasi vitamin A dan E tidak diperlukan. Vitamin D dalam bentuk 1,25-
dihydroxyvitamin D
Komplikasi penyakit ginjal kronis mungkin memerlukan perawatan medis.
Retensi cairan dapat diobati dengan salah satu dari sejumlah obat diuretik, yang
menghilangkan kelebihan air dari tubuh. Namun, obat ini tidak cocok untuk semua
pasien.
Anemia dapat diobati dengan agen eritropoiesis merangsang seperti erythropoietin
(Aranesp, Aranesp Gratis Albumin, Aranesp SureClick). Eritropoiesis merangsang agen
adalah kelompok obat yang menggantikan kekurangan erythropoietin, yang biasanya
diproduksi oleh ginjal sehat. Seringkali, pasien yang dirawat dengan obat tersebut
membutuhkan suplemen besi dengan mulut atau kadang-kadang bahkan intravena.
Penyakit tulang berkembang pada penyakit ginjal karena ketidakmampuan untuk
mengeluarkan fosfor dan kegagalan untuk membentuk aktif vitamin D. Dalam keadaan
seperti itu, dokter anda mungkin meresepkan obat fosfor mengikat dalam usus, dan
mungkin meresepkan bentuk aktif vitamin D.
Asidosis dapat berkembang dengan penyakit ginjal. Asidosis dapat menyebabkan
kerusakan protein, peradangan, dan penyakit tulang. Jika asidosis signifikan, dokter
mungkin menggunakan obat-obatan seperti natrium bikarbonat (baking soda) untuk
memperbaiki masalah.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 37
Dialisis
Ada dua jenis dialisis 1) hemodialisis dan 2) dialisis peritoneal.
Dialisis Akses
Sebuah akses vaskular diperlukan untuk hemodialisis sehingga darah dapat dipindahkan
meskipun filter dialisis pada kecepatan cepat untuk memungkinkan pembersihan limbah, racun,
dan kelebihan cairan. Ada tiga jenis akses vaskular: fistula arteriovenosa (aVF), graft
arteriovenosa, dan kateter vena sentral.
1. Fistula arteriovenosa (aVF): Akses yang lebih disukai untuk hemodialisis adalah aVF,
dimana arteri secara langsung bergabung ke pembuluh darah. Vena ini memakan waktu
dua sampai empat bulan untuk memperbesar dan matang sebelum dapat digunakan untuk
cuci darah. Setelah matang, dua jarum ditempatkan ke dalam vena untuk dialisis. Satu
jarum digunakan untuk menarik darah dan dijalankan melalui mesin dialisis. Jarum kedua
adalah untuk mengembalikan darah dibersihkan. AVFs cenderung tidak terinfeksi atau
mengembangkan gumpalan dari jenis lainnya akses dialisis.
2. Graft arteriovenosa: Sebuah graft arteriovenosa ditempatkan pada mereka yang
memiliki pembuluh darah kecil atau dalam fistula yang telah gagal dibuat. Teknik ini
terbuat dari bahan buatan dan jarum dialisis dimasukkan ke dalam jalur secara langsung.
3. Kateter vena sentral: Sebuah kateter mungkin baik sementara atau permanen. Pipa ini
yang baik ditempatkan di leher atau pangkal paha ke dalam pembuluh darah besar.
Meskipun kateter memberikan akses langsung untuk cuci darah, mereka rentan terhadap
infeksi dan juga dapat menyebabkan pembuluh darah menggumpal atau sempit.
Peritoneal akses (untuk dialisis peritoneal): Sebuah kateter ditanamkan ke dalam rongga perut
(dibatasi oleh peritoneum) dengan prosedur bedah minor. Kateter ini adalah tabung tipis yang
terbuat dari bahan yang fleksibel lembut, biasanya silikon atau poliuretan. Kateter biasanya
memiliki satu atau dua manset yang membantu menahannya di tempat. Ujung kateter mungkin
lurus atau melingkar dan memiliki beberapa lubang untuk memungkinkan jalan keluar dan
kembali cairan. Meskipun kateter dapat digunakan segera setelah implantasi, biasanya
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 38
disarankan untuk menunda dialisis peritoneal selama minimal 2 minggu sehingga
memungkinkan penyembuhan dan mengurangi risiko kebocoran berkembang.
Hemodialisis
Hemodialisis melibatkan sirkulasi darah melalui filter atau dialyzer pada mesin dialisis.
Dialyzer memiliki dua kompartemen cairan dan dikonfigurasi dengan kumpulan
berongga tabung kapiler serat.
Darah di kompartemen pertama dipompa sepanjang satu sisi membran semipermeabel,
sedangkan dialisat (cairan yang digunakan untuk membersihkan darah) dipompa
sepanjang sisi lain, dalam kompartemen yang terpisah, dalam arah yang berlawanan.
Konsentrasi gradien zat antara darah dan dialisat menyebabkan perubahan yang
diinginkan dalam komposisi darah, seperti pengurangan produk-produk limbah (urea
nitrogen dan kreatinin), sebuah koreksi kadar asam, dan equilibrium tingkat mineral
berbagai.
Pengeluaran kelebihan cairan.
Darah kemudian kembali ke tubuh.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 39
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal menawarkan hasil terbaik dan kualitas terbaik dari kehidupan.
Transplantasi ginjal Sukses terjadi setiap hari di Amerika Serikat. Transplantasi ginjal dapat
berasal dari donor hidup terkait, donor hidup tidak berhubungan, atau orang yang telah
meninggal karena sebab lain (donor kadaver).
8. Prognosis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa GFR diperkirakan lebih rendah, lebih tinggi albuminuria,
usia muda, dan seks laki-laki menunjuk sebuah pengembangan yang lebih cepat dari gagal ginjal.
Juga, serum albumin rendah, kalsium, dan bikarbonat, dan fosfat serum yang lebih tinggi dapat
memprediksi peningkatan risiko gagal ginjal.
Angka kematian yang berhubungan dengan hemodialisis yang mencolok dan menunjukkan
bahwa harapan hidup pasien masuk ke hemodialisis nyata dipersingkat. Pada tahun 2003, lebih
dari 69.000 pasien dialisis terdaftar dalam program ESRD meninggal.
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 40
Daftar Pustaka
Davey, Patrick. At a Glance Medicine. 2005. Penerbit : Erlangga. Hal : 258, Gagal ginjal
Kronis dan pasien dialisis.
Kathuria, Yogendra, MD, FACP, FASN. 2012. Chronic Kidney Disease.
http://www.emedicinehealth.com/chronic_kidney_disease/article_em.htm
Arora, Pradeep, MD. Mar 28, 2012. Chronic Kidney Disease.
http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview
Kaufman, Dixon B, MD, PhD. Jan 25, 2012. Renal Transplantation (Medical).
http://emedicine.medscape.com/article/429314-overview
PATHOPHYSIOLOGY: Chronic kidney failure secondary to Diabetes Mellitus type II.
http://nursingdepartment.blogspot.com/2009/03/pathophysiology-of-diabetes-
milletus.html
James I. McMillan, MD. December 2007. Chronic Kidney Disease (Chronic Renal
Failure).
http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary_disorders/renal_failure/
chronic_kidney_disease.html
Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. Edisi ke-16. New York : Lange
Medical Book. 2004.
Physiology of Kidney. 2012.
http://www.ivy-rose.co.uk/HumanBody/Urinary/Urinary_System_Kidneys_Actions.php
Laporan Kasus 3. Stase Ilmu Penyakit Dalam 41