Powerpoint Templates Page 1 Disusun Oleh : Restoe Agustin Riagara 1102006219 Dosen Pembimbing : Dr. H. Hami Zulkifli Abbas, Sp. PD, M.HKes, FINANSIM Dr. Sibli, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD ARJAWINANGUN MARET 2015 CASE REPORT ANEMIA PADA CKD
Slide 1Dr. Sibli, Sp.PD
CASE REPORT
Powerpoint Templates
Keluhan Tambahan :
Penglihatan buram, demam, pusing, lemaH, mual, muntah dan nyeri di
bagian punggung belakang bagian bawah
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak nafas,
sesak dirasakan memberat sejak ± 2 hari SMRS. Sesak dirasakan saat
beraktifitas maupun saat beristirahat, sesak tidak dipengaruhi oleh
perubahan posisi.
Powerpoint Templates
Page *
Pasien mengeluh kepala sering pusing, lemah disertai mual dan
muntah sejak beberapa minggu SMRS. Pasien juga merasakan sakit
pinggang di bagian belakang sejak ±3 bulan SMRS dan pasien
merasakan BAK yang sedikit ± 1 tutup botol air mineral,dengan
frekuensi 3x sehari dan berwarna kuning jernih, keluhan ini
dirasakan ± 3 bulan SMRS. BAB tidak ada keluhan, penglihatan buram
dan kaki terasa bengkak.
Powerpoint Templates
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak mengakui pernah menderita penyakit serupa sebelumnya.
Pasien tidak ada riwayat sesak nafas sebelumnya. Riwayat Hipertensi
tidak ada, riwayat DM tidak ada, Pasien juga tidak memiliki riwayat
alergi pemakaian obat-obatan dan makanan sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
serupa.
Powerpoint Templates
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 50 kg
Rambut : Hitam (mudah rontok)
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera iktrerik (-/-), pupil
isokor kanan = kiri, Refleksi cahaya (+).
Telinga : Bentuk normal, simetris
Powerpoint Templates
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat deviasi
trakhea dan tidak ada pembesaran KGB. Tekanan Vena Jugularis tidak
meningkat
Powerpoint Templates
Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri simetris, pergerakan napas
kanan = kiri.
Palpasi : Tidak teraba nyeri tekan, Fremitus taktil kanan =
kiri
Perkusi : Terdengar sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Pernapasan vesikuler, Rh-/-,Wh-/-
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba pada sela iga V garis
midklavikula kiri.
Powerpoint Templates
Powerpoint Templates
umbilikus tidak menonjol
Undulasi (-)
Sesak (+), Batuk (+), mual (+), mutah (+), penglihatan buram
(+),pusing (+), lemah (+), BAK sedikit
Sesak (+), Batuk (+), mual (+), mutah (+), penglihatan buram (+),
pusing (+), lemah (+), BAK sedikit
Sesak (+), Batuk (+), mual (+), mutah (-), penglihatan buram (+),
pusing (+), lemah (+)
Sesak berkurang, Batuk (-), mual (-), mutah (-), penglihatan buram
(+)
Sesak berkurang, mual (-), muntah (-), penglihatan buram (+)
Pemeriksaan fisik Kesadaran TD Nadi Pernapasan Suhu Berat
badan
CM 210/140mmHg 82x/mnt 27x/mnt 36,50 C 50 kg
CM 200/110mmHg 88x/mnt 28x/mnt 36,30 C 50 kg
CM 180/100mmHg 84x/mnt 28x/mnt 36,30 C 50 kg
CM 160/100mmHg 80x/mnt 28x/mnt 36,30 C 50 kg
CM 150/90mmHg 80x/mnt 32x/mnt 36,50 C 50 kg
Mata Conjungtiva anemis Abdomen Ekstremitas
(+/+) Undulasi (-) Shifting dullnes (-) Akral hangat Edema
(+)
(+/+) Undulasi (-) Shifting dullnes (-) Akral hangat Edema
(+)
(+/+) Undulasi (-) Shifting dullnes (-) Akral hangat Edema
(+)
(+/+) Undulasi (-) Shifting dullnes (-) Akral hangat Edema
(+)
(+/+) Undulasi (-) Shifting dullnes (-) Akral hangat Edema
(+)
Diagnosa
Penatalaksanaan
Bed rest O2 2-4 L/menit. Asering 10gtt/menit. Ranitidine 2 x 1gr
IV. Ondancentron 3 x 4 Furosemid 2 x 1 gr IV
Bed rest. O22-4L/menit. RL Amlodipin 2 x 10 mg Ramipril 2 x 500 mg
HCT 2 x 1 Furosemid 2x1 ISDN 2 x 5 Ranitidin 2x1 Ketorolak 2x1
Aspilet 1 x 1 As.Folat 3 x 1 Biknat 3 x 1 B12 ransfusi PRC 2 labu
Bed rest. O22-4L/menit. RL Amlodipin 2 x 10 mg Ramipril 2 x 500 mg
HCT 2 x 1 Furosemid 2x1 ISDN 2 x 5 Ranitidin 2x1 Ketorolak 2x1
Aspilet 1 x 1 As.Folat 3 x 1 Biknat 3 x 1 B12
Bed rest. RL Amlodipin 2 x 10 mg Ramipril 2 x 500 mg HCT 2 x 1
Furosemid 2x1 ISDN 2 x 5 Ranitidin 2x1 Ketorolak 2x1 Aspilet 1 x 1
As.Folat 3 x 1 Biknat 3 x 1 B12
Bed rest. RL Ramipril 2 x 500 mg HCT 2 x 1 ISDN 2 x 5 Ranitidin 2x1
Ketorolak 2x1 Aspilet 1 x 1 As.Folat 3 x 1 Biknat 3 x 1 B12
Pemeriksaan anjuran tambahan
saturasi transferin (TSat) dan serum ferritin
Powerpoint Templates
jenis
Nilai
72 x 9,59
Page *
RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak nafas,
sesak dirasakan memberat sejak ± 2 hari SMRS,sesak dirasakan saat
beraktivitas maupun saat beristirahat, sesak tidak dipengaruhi oleh
perubahan posisi. Pasien mengeluh kepala sering pusing, lemas
disertai mual dan muntah sejak beberapa minggu SMRS. Pasien juga
merasakan sakit pinggang di bagian belakang sejak ±3 bulan SMRS dan
pasien merasakan BAK yang sedikit ± 1 tutup botol air
mineral,dengan frekuensi 3x sehari dan berwarna kuning jernih,
keluhan ini dirasakan ± 3 bulan SMRS. BAB tidak ada keluhan,
penglihatan buram dan kaki terasa bengkak.
Powerpoint Templates
Pada pemeriksaan fisik TD 210/140, konjungtiva anemis, ballotmen
ginjal (+) dan edema (+).
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan HB 5,4g/dl, ureum 83,2
mg/dl, kreatinin 9,59mg/dl, RBC 2,10 106/μL , HCT 17,5 %.
Powerpoint Templates
DIAGNOSA BANDING
Medikamentosa
RL
HCT 2 x 1
Furosemid 2 x 1
ISDN 2 x 5
Ranitidin 2 x 1
Ketorolak 2 x 1
Aspilet 1 x 1
As.Folat 3 x 1
Biknat 3 x 1
Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan, atau suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif.
Table 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,
berupa kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk
kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes
pencitraan (imaging test) 2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang
dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3bulan, dengan atau tanpa kerusakan
ginjal
Powerpoint Templates
Powerpoint Templates
Definisi
Adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel darah
merah , kuantitas hemoglobin, dan volume packed red cells
(hematokrit) per 100 ml darah.
Ditandai konsentrasi hemoglobin < 13,0 mg/dl pada laki-laki dan
wanita < 12,0.
Anemia pada penyakit ginjal kronik jika Hb ≤ 10 gr/dl dan Ht ≤
30%.
Anemia pada gagal ginjal merupakan tipe normositik normokrom
apabila tidak ada faktor lain yang memperberat seperti defisiensi
besi yang terjadi pada gagal ginjal.
Di dalam darah eritrosit akan hidup kira-kira 120 hari..
Powerpoint Templates
Page *
Eritrosit dibentuk di dalam sumsum tulang dari ruas tulang belakang
(vertebrae), trokanter femur dan pada tulang-tulang gepeng. Sel-sel
eritrosit ini mengalami pematangan di dalam sumsum tulang.
Pada mulanya eritrosit mempunyai inti yang disebut normoblas.
Hemoglobin dibentuk di dalam protoplasma normoblas ini. Kemudian
inti sel akan menghilang dan sesudahnya akan ditransportasikan ke
peredaran darah.
Powerpoint Templates
Erythropoietin adalah hormon peptida yang terlibat dalam kontrol
produksi erythrocyte oleh sumsum tulang. Sumber utama dari
erythropoietin adalah ginjal, walaupun disekresikan juga dalam
jumlah sedikit oleh hati.
Erythropoietin menstimulasi sumsum tulang untuk meningkatkan
produksi erythrocytes. Penyakit ginjal bisa menyebabkan penurunan
sekresi erythropoietin, dan memicu penurunan aktivitas sumsum
tulang adalah faktor penyebab penting dari anemia pada penyakit
ginjal kronik.
Powerpoint Templates
Page *
PATOFISIOLOGI
Dalam kondisi homeostatik normal, ginjal berfungsi mengatur volume
plasma melalui reabsorpsi atau ekskresi dari garam dan air. Kadar
hemoglobin dipantau melalui respon pembentukan eritropoietin ke
jaringan yang mengalami hipoksia. Eritropoietin dikenal sebagai
faktor multi fungsi dengan efek tidak hanya pada sumsum tulang
tetapi pada sistem saraf pusat dimana penelitian telah menunjukkan
fungsi neurotropik dan fungsi neuroprotektif.
Powerpoint Templates
Target utamanya meskipun adalah sel-sel induk hematopoietik
pluripoten dari sumsum tulang. Jalur sel ini mampu membentuk
eritrosit, leukosit, dan megakarosit. Eritropoietin diproduksi oleh
fibroblas khusus dalam interstitium ginjal sebagai respon terhadap
hipoksia.
Karena fungsi ginjal menurun,anemia menjadi lebih umum terjadi.
Sebagian besar pasien dengan GFR kurang dari 60 mL /mnt/1.73 m2 (
K/DOQI stadium 3 ) terjadi penurunan produksi eritropoietin.
Powerpoint Templates
Page *
Hasil ini khas sebagai anemia normositik normokrom pada penyakit
ginjal kronis. Namun, anemia pada penyakit ginjal kronis sering
disebabkan oleh penyebab lainnya selain kadar eritropoietin yang
rendah.
Anemia normositik normokrom terjadi pada awal stadium tiga penyakit
ginjal kronis dan kejadian anemia pasti terjadi pada stadium empat.
Penyebab utama terjadinya anemia adalah penurunan produksi
eritropoeitin (EPO) oleh karena rusaknya ginjal.
Powerpoint Templates
Faktor tambahan lain yang mempengaruhi seperti kekurangan zat besi,
proses inflamasi akut atau kronis yang menyebabkan gangguan
utilisasi besi (anemia pada penyakit kronis), hiperparatiroid yang
berat dengan terjadinya fibrosis sumsum tulang, dan pendeknya umur
sel darah merah karena keadaan uremik.
Anemia pada penyakit ginjal kronis dikaitkan dengan terjadinya
patofisiologis yang merugikan, termasuk penurunan aliran dan
penggunaan oksigen di jaringan, meningkatkan curah jantung,
dilatasi ventrikel, dan hipertrofi ventrikel.
Powerpoint Templates
Terdapat 3 mekanisme utama yang terlibat pada patogenesis anemia
pada gagal ginjal, yaitu : hemolisis, produksi eritropoetin yang
tidak adekuat, dan penghambatan respon dari sel prekursor eritrosit
terhadap eritropoetin.
pasien anemia dengan penyakit ginjal menunjukkan peningkatan
konsentrasi serum eritropoetin yang tidak adekuat.
Inflamasi kronik, menurunkan produksi sel darah merah dengan efek
tambahan terjadi defisiensi erotropoetin.
Powerpoint Templates
Produksi eritropoetin yang inadekuat ini merupakan akibat kerusakan
yang progresif dari bagian ginjal yang memproduksi
eritropoetin.
Powerpoint Templates
Page *
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk pencapaian kadar Hb > 10
g/dL dan Ht > 30%, baik dengan pengelolaan konservatif maupun
dengan EPO
Pemberian eritropoeitin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam
pemberian EPO, status besi harus selalu mendapat perhatian karena
EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya.
Transfusi darah hanya memberikan keuntungan sementara dan beresiko
terhadap infeksi (virus hepatitis dan HIV) dan hemokromatosis
sekunder.
Powerpoint Templates
Efek samping utamanya adalah meningkatkan tekanan darah dan
memerlukan dosis heparin yang tinggi untuk mencegah pembekuan pada
sirkulasi ekstra korporial selama dialisis.
Powerpoint Templates
Page *
Indikasi: Bila Hb < 10 g/dL, Ht < 30% pada beberapa kali
pemeriksaan dan penyebab lain anemia sudah disingkirkan. Syarat
pemberian adalah:
Cadangan besi adekwat : feritin serum > 100 mcg/L, saturasi
transferin > 20%
Tidak ada infeksi yang berat
Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap EPO
Keadaan yang perlu diperhatikan pada terapi EPO, hati-hati pada
keadaan:
Hipertensi tidak terkendali
Terapi Eritropoietin ini memerlukan syarat yaitu status besi yang
cukup.
Anemia dengan status besi cukup
Anemia defisiensi besi:
Saturasi Transferin < 20 %
Untuk mengoreksi anemia renal sampai target Hb/Ht tercapai.
Pada umumnya mulai dengan 2000-4000 IU subkutan, 2-3x seminggu
selama 4 minggu.
Target respon yang diharapkan : Hb naik 1-2 g/dL dalam 4 minggu
atau Ht naik 2-4 % dalam 2-4 minggu.
Pantau Hb,Ht tiap 4 minggu
Bila target respon tercapai: pertahankan dosis EPO sampai target Hb
tercapai (> 10 g/dL)
Bila terget respon belum tercapai naikkan dosis 50%
Bila Hb naik >2,5 g/dL atau Ht naik > 8% dalam 4 minggu,
turunkan dosis 25%
Pemantauan status besi: Selama terapi Eritropoietin, pantau status
besi, berikan suplemen sesuai dengan panduan terapi besi.
Powerpoint Templates
Terapi EPO fase pemeliharaan
Dilakukan bila target Hb sudah tercapai (>12 g/dL). Dosis 2 atau
1 kali 2000 IU/minggu
Pantau Hb dan Ht setiap bulan. Periksa status besi setiap 3
bulan
Bila dengan terapi pemeliharaan Hb mencapai > 12 g/dL (dan
status besi cukup) maka dosis EPO diturunkan 25%
Powerpoint Templates
Page *
Untuk pasien penyakit ginjal kronis dewasa dengan anemia tidak
menggunakan terapi besi atau terapi ESA disarankan pengunaan
percobaan besi IV (atau pada penyakit ginjal kronis non dialisis
pasien alternatif pengobatan terapi besi oral selama 1-3 bulan)
:
Peningkatan konsentrasi Hb tanpa memulai pengobatan ESA yang
diinginkan
TSAT<30% dan ferritin<500ng/ml(<500µg/l)
Powerpoint Templates
Eritropoietin Dosis permulaan : Target Hb : Tingkat koreksi optimal
:
50–150 units/kg/minggu IV atau SC (1, 2, atau 3 kali/minggu) 11-12
gr% Peningkatan Hb 1-2 gr% periode selama 4 minggu
Darbopoietin alfa Dosis permulaan : Target Hb : Tingkat koreksi
optimal :
0.45 mcg/kg diberikan IV tunggal atau injeksi SC 1X/minggu 0.75
mcg/kg diberikan IV tunggal atau injeksi SC 1X/2 minggu ≤12 gr%
Peningkatan Hb 1-2 gr% periode selama 4 minggu
Zat Besi Monitor kadar zat besi dari saturasi transferin (TSat) dan
serum ferritin Jika pasien kekurangan zat besi (TSat <20% ;
serum feritin <100 mcg/L), beri zat besi 50 – 100 mg IV
2X/minggu selama 5 minggu, jika indeks zat besi masih rendah,
ulangi Jika indeks zat besi normal,Hb masih tidak mencukupi,
berikan zat besi seperti yang di uraikan diatas, monitor Hb, TSat,
dan ferritin Tahan terapi zat besi saat TSat >50% dan/atau
ferritin >800mcg/L
Powerpoint Templates
Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative
Anemias inHarrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition
vol 1. McGraw-HillCompanies : 2005.p.586-92
Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume
3 Edisi13. Jakarta: EGC, 2000. hal.1435-1443.
Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran
Jilid II Edisi 3.Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002. Hal.
118-123
Price, S. A. & Lorraine M., Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2005. Hal.
1345-1360
Simardibrata, M., dkk., Penyakit Kronik dan Generatif.
Penatalaksanaan Dalam Praktik Sehari-hari. Jakarta : FKUI. 2003.
Hal .270-287