Upload
diyahherawati
View
315
Download
83
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
DERMATITIS KONTAK IRITAN ET CAUSA SABUN CUCI PIRING
Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepanitraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin
RSUD Sunan Kalijaga Demak
Disusun oleh :
Diyah Herawati (01.207.5471)
Pembimbing :
dr. Wahyu Hidayat, Sp. KK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No.RM : 023983
Tgl Periksa : 11 Februari 2013
Alamat : Cabean RT 08/RW 04, Demak
ANAMNESA
Keluhan Utama :
Muncul bercak merah dan kulit mengelupas di kedua tangan hingga lengan,
kedua ketiak, dada, perut, kedua selakangan dan kedua tungkai atas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan muncul bercak merah dan kulit mengelupas di
kedua tangan hingga lengan, kedua ketiak, dada, perut, kedua selakangan dan kedua
tungkai atas. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Bercak merah dan kulit
mengelupas tersebut terasa gatal dan panas. Keluhan bertambah luas sejak pertama
kali muncul. Pasien mengatakan keluhan muncul setelah ia sering mencuci piring
menggunakan sabun sunlight. Pertama kali muncul berupa plenting-plenting merah
berair yang terasa gatal dan panas di kedua telapak tangan serta punggung tangan, dan
jika pecah mengeluarkan cairan bening. Pasien mengatakan sering menggaruk kedua
tangannya tersebut. Lama-kelamaan plenting-plenting merah berair tersebut menjadi
bercak-bercak merah disertai kulit mengelupas dan menyebar hingga ke kedua lengan,
kedua ketiak, dada, perut, kedua selakangan dan kedua tungkai atas. Selama 1 minggu
ini hanya diberi obat yang dibeli di apotek (pasien lupa nama obatnya). Bila pasien
minum obat, gatal terasa berkurang. Namun bila terkena air atau setelah mencuci
piring, rasa gatal dan panas muncul kembali. Selain terasa gatal dan panas, tidak ada
keluhan lain yang menyertai.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini selama ± 8 bulan. Keluhan
dirasakan hilang timbul. Bila obat yang dikonsumsi habis, maka keluhan muncul
kembali. Sebelumnya pasien selalu menggunakan sabun mandi lifeboy atau lux, serta
menggunakan deterjen rinso. Setelah diobati oleh dokter spesialis dan disarankan
tidak menggunakan jenis detergen yang biasa dipakai serta mengganti sabun
mandinya dengan sabun mandi bayi, keluhan lama-kelamaan mereda. Riwayat alergi
makanan ataupun obat disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat bersin-bersin
pagi hari disangkal. Riwayat mata sering terasa gatal dan berair disangkal. Riwayat
biduran disangkal.
Riwayat Pengobatan :
Selama 1 minggu ini hanya diberi obat yang dibeli di apotek (namun pasien lupa
nama obatnya). Sebelum keluhan muncul, pasien mengatakan tidak mengkonsumsi
obat-obatan.
Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan :
Tidak ada keluarga yang menderita sakit yang sama.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : tidak tampak sakit
Kesadaran : komposmentis, kooperatif
Status gizi : baik
Pemeriksaan thorak : tidak dilakukan
Pemeriksaan abdomen : tidak dilakukan
Status Dermatologik :
Lokasi : kedua tangan hingga lengan, kedua ketiak, dada, perut, kedua selakangan dan
kedua tungkai atas
UKK : plakat eritem, papul eritem multipel, skuama, erosi, makula hiperpigmentasi batas
tak tegas, central healing (-), tepi aktif (-), fenomena tetesan lilin (-), fenomena
Auspitz (-), fenomena Kobner (-)
DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis kontak iritan e.c. sabun cuci piring
Dermatitis kontak alergik e.c. sabun cuci piring
Dermatitis atopik
Tinea manus et korporis et kruris
Psoriasis vulgaris
DIAGNOSA KERJA
Dermatitis kontak iritan e.c. sabun cuci piring
USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes tempel (patch test) untuk menentukan substansi penyebab
Kadar IgE serum dermatitis atopi : IgE meningkat
Tes alergi prick test dermatitis atopi : hasil (+)
Pemeriksaan KOH 10 % tinea : hifa bersepta dan artrospora
Pemeriksaan histopatologi psoriasis : papilomatosis, abses Munro, akantosis,
spongioform pustula Kogoj, rete ridges memanjang dan menebal
PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
Menggunakan alat pelindung (sarung tangan) saat kontak dengan bahan iritan.
Mencegah atau menghindari bahan yang mengiritasi (sabun mandi, deterjen dan sabun
cuci piring).
Mandi menggunakan sabun bayi.
Menggunakan pelembab kulit atau emolien untuk mengatasi kulit kering.
Jangan menggaruk luka karena bisa menjadi tempat infeksi baru dan dapat meninggalkan
bekas garukan yang permanen.
Kontrol bila obat habis.
Medikamentosa
Antibiotik : Cefixim Tab, ʃ 2 dd I, No. X
Kortikosteroid : Metilprednisolon Tab 16 mg, ʃ 2 dd 1, No.X
Antihistamin : Loratadine 10 mg Tab, ʃ 2 dd 1, No.X
Topikal : Klobetasol propionate 0,05% cream, ʃ u.e ( siang dan malam )
Betamethasone diproprionat 0,05% - Gentamycin cream, ʃ u.e (pagi dan
sore)
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad kosmetikam : dubia ad bonam
RINGKASAN
Telah diperiksa seorang wanita usia 60 tahun dengan diagnosis dermatitis
kontak iritan e.c. sabun cuci piring. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada pasien ini didapatkan keluhan sejak 1 minggu muncul bercak
merah dan kulit mengelupas di kedua tangan hingga lengan, kedua ketiak, dada, perut,
kedua selakangan dan kedua tungkai atas. Terasa gatal dan panas. Keluhan muncul
setelah ia sering mencuci piring menggunakan sabun sunlight. Bila terkena air atau
setelah mencuci piring, rasa gatal dan panas muncul kembali. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan :
Lokasi : kedua tangan hingga lengan, kedua ketiak, dada, perut, kedua selakangan dan
kedua tungkai atas.
UKK : plakat eritem, papul eritem multipel, skuama, erosi, makula hiperpigmentasi
batas tak tegas, central healing (-), tepi aktif (-), fenomena tetesan lilin (-),
fenomena Auspitz (-), fenomena Kobner (-).
Pada pasien ini diberikan terapi cefixim tab ʃ 2 dd I selama 5 hari, metil prednisolon
tab 16mg ʃ 2 dd 1 selama 5 hari, loratadine 10 mg tab ʃ 2 dd 1 selama 5 hari,
klobetasol propionate 0,05% cream, ʃ u.e (siang dan malam), betamethasone
diproprionat 0,05% - Gentamycin cream, ʃ u.e (pagi dan sore). Prognosis pada pasien
ini baik, tergantung kepatuhan pasien karena mengingat penyakit tersebut disebabkan
oleh bahan iritan yang biasa digunakannya.
BAB II
DERMATITIS KONTAK IRITAN
I. DEFINISI
Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit
oleh bahan dari luar yang bersifa iritan.
II. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit
didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit
untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak
datang berobat dengan kelainan ringan.
III. ETIOLOGI
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan
lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.
Faktor Eksogen
Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi potensial iritan
sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan bentuk senyawa
mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat
kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi,
ionisasi, bahan dasar, kelarutan ; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan
dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan
sebelumnya ; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor
mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan lingkungan yang rendah dan
suhu dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih
rentan pada bahan iritan.
Faktor Endogen
a. Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan
radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan kemampuan untuk
membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik.
Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan
ititan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk
setiap bahan iritan. Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin
mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF-α polimorfis telah dinyatakan
sebagai marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan.
b. Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan. Dari hubungan
antara jenis kelamin dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan
iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak ada pembedaan
jenis kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.
c. Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih mudah menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan kimia
dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada
kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur. Data
pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang
kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak
kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda. Reaksi terhadap
beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon
inflamasi dan TEWL (Transepidermal Water Loss), dimana menunjukkan penurunan
potensial penetrasi perkutaneus.
d. Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi
berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema sulit
diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-
satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada
kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan daripada
kulit putih.
e. Lokasi kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga kulit
wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis
kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.
f. Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan pada
tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan
kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya
fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan. Pada pasien dengan
dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh
bahan iritan.
IV. PATOGENESIS
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak
iritan, yaitu:
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung
Gambar 1 : (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a) bahan iritan fisik dan kimia memicu pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya tersebut. (c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi. Sitokin utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya, dari produksi sitokin inflamasi, banyak sel inflamasi termasuk neutrofil diserang dan dibawa pengaruh picuan inflamasi mengeluarkan mediator inflamasi. Hasilnya dapat dilihat secara klinis pada DKI.
Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang dapat
didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan mediator radang,
khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang mendapat rangsangan
kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit
menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, tumor necrosis
factor- α (TNF- α). Pada dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF-α hingga sepuluh
kali lipat dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga
tiga kali lipat. TNF- α adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan,
yang menyebabkan peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II
dan intracelluler adhesin molecul-I pada keratinosit.
Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan dermatitis
kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah keterlibatan dari
spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat terjadinya kontak
dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada dua jenis bahan iritan
yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menyebabkan kelainan kulit pada pajanan
pertama pada hampir semua orang, sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit
setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi
yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah
kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.
V. GAMBARAN KLINIS
Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala
akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang
mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Berdasarkan penyebab tersebut
dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu:
1. Dermatitis Kontak Iritan Akut
Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas
kelainanya sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas. Pada beberapa individu,
gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat) mungkin hanya satu-satunya
manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam beberapa detik dari pajanan. Spektrum
perubahan kulit berupa eritma hingga vesikel dan bahan pajanan bahan yang dapat
membakar kulit dapat menyebabkan nekrosis. Secara klasik, pembentukan dermatitis
akut biasanya sembuh segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang
– hal ini dikenal sebagai “decrescendo phenomenon”. Pada beberapa kasus tidak
biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah pajanan, diikuti
dengan resolusi lengkap. Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai luka bakar akibat
bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan gambaran
eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak.
2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)
Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga
8-24 jam atau lebih setelah pajanan. Sebaliknya, gambaran kliniknya mirip dengan
dermatitis kontak iritan akut. Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh
serangga yang terbang pada malam hari, dimana gejalanya muncul keesokan harinya
berupa eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)
Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan lemah
(seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih
sering terkena pada tangan. Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari,
Gambar 2 : DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.
minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor
yang paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak
iritan yang paling sering ditemukan. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan
lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus
berlangsung.
Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak iritan
kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar ke bagian
dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah tangga, biasanya dimulai dari ujung jari
(pulpitis). DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih
banyak ditemukan pada tangan dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh
(contohnya: tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun,
penata rambut).
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa
skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari
tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan
basah. Reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi
DKI kumulatif.
Gambar 3 : DKI kronis akibat efek korosif dari semen
5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah tauma akut pada kulit seperti panas
atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau
lebih lama. Pada proses penyembuhan, akan terjadi eritema, skuama, papul dan
vesikel. Secara klinik gejala mirip dengan dermatitis numular.
6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous
Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit,
kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara
histologi. Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar, gatal, atau rasa
tersengat. Iritasi suberitematous ini dihubungkan dengan penggunaan produk dengan
jumlah surfaktan yang tinggi. Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar stratum
korneum tanpa tanda klinis (DKI subklinis).
7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat,
rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan. Biasanya terjadi di
daerah wajah, kepala dan leher. Asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling
sering menyebabkan penyakit ini.
8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)
Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan
yang berulang. DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah,
dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah yang
terkena gesekan DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan seringkali
terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi tidak
gatal. Secara klinis, DKI Gesekan dapat hanya mengenai pinggiran-pinggiran dan
ujung jemari tergantung oleh tekanan mekanik yang terjadi.
Gambar 4 : Reaksi Iritan.
9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform
Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform. Biasanya dilihat setelah
pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan beberapa
kosmetik. Reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan dapat
berkembang beberapa hari setelah pajanan. Tipe ini dapat dilihat pada pasien
dermatitis atopy maupun pasien dermatitis seboroik.
10. Dermatitis Asteatotik
Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa
menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama
ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini.
Gambar 6: DKI Akneiform. Dikutip dari kepustakaan
Gambar 7: DKI Asteatotik.
Gambar 5 : DKI Gesekan.
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya
lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis
timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan
dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih
memastikan diagnosis DKI.
A. Anamnesis
Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada
anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat mendukung
penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah :
- Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus
- Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI
lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium klorida
(biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24
jam setelah pajanan.
- Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI
kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu
bahan iritan yang merusak kulit.
- Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat
pruritus yang terjadi.
B. Pemeriksaan Fisik
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut:
- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel
- Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh
- Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit
- Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan
C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam
kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat
memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada
spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika
terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya
merupakan hasil dari efek berbagai iritans.
1. Patch Test
Patch test digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan dermatitis
kontak. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat
memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu
tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas setelah 48
jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan
kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan
ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI. Pemeriksaan patch
tes digunakan untuk pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren.
2. Kultur Bakteri
Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri.
3. Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur
superficial infeksi candida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari lesi.
4. Pemeriksaan IgE
Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya riwayat atopi.
VII. DIAGNOSA BANDING
1. Dermatitis Kontak Iritan
2. Dermatitis Kontak Alergi
Berbeda dengan DKI, pada DKA, terdapat sensitasi dari pajanan/iritan. Gambaran lesi
secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah interpretasi ulang dari antigen
oleh sel T (memori), dan keluhan utama pada penderita DKA adalah gatal pada
daerah yang terkena pajanan. Pada patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen
yang telah diujikan, dan sensitifitasnya berkisar antara 70 – 80%.
3. Dermatitis Atopi
Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga penderita. Oleh
karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan diagnosis dermatitis atopi.
4. Tinea Manus et Kruris et Korporis
Merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
korneun pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofitosis. Penderita bisa merasa gatal dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas
macam-macam effloresensi kulit. Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda
peradangan) daripada bagian tengah.
4. Psoriasis
merupakan sebuah penyakit kulit inflamasi kronis yang memiliki hubungan kuat
dengan faktor genetik. Kelainan kulit berupa bercak-bercak eritem yang meeninggi
(plak) dengan skuama di atasnya. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih
seperti mika. Ukuran lesi bervariasi dari lentikular, numular, atau plakat, dapat
berkonfluensi. Terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Predileksi pada
skalp, perbatasan daerah tersebut dengan wajah, ekstremitas bagian ekstensor
terutama siku dan lutut, serta daerah lumbosakral.
VIII.PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan melakukan
dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain itu, prinsip
pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan, melakukan proteksi (seperti
penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti bahan-bahan
iritan dengan bahan lain.
Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis
kontak iritan adalah sebagai berikut :
A. Pengobatan sistemik
1. Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan hanya digunakan dalam waktu
singkat
- Prednison
Dewasa : 5-10 mg /dosis, 2-3 kali/24 jam
Anak : 1 mg/kgBB/hari
- Deksametasojn
Dewasa : 0,5-1 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam
Anak : 0,1 mg/kgBB/hari
- Triamsinolon
Dewasa : 4-8 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam
Anak : 1 mg/kgBB/hari
2. Antihistamin
- CTM
Dewasa : 3-4 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam
Anak : 0,09 mg/kgBB/dosis, 3 kali/24 jam
- Difenhidramin
Dewasa : 10-20 mg/dosis im 1-2 kali/24 jam
Anak : 0,5 mg/kgBB/dosis, 1-2 kali/24 jam
- Loratadin
Dewasa : 1 tablet/hari
B. Pengobatan topikal
- Bentuk akut dan eksudatif : kompres larutan NaCl 0,9%
- Bentuk kronik dan kering : krim hidrokortison 1% atau diflukortolon valerat
0,1% atau krim betametason valerat 0,005-0,1%
IX. PROGNOSIS
Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak
dapat disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang
penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi.
X. KESIMPULAN
Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit oleh bahan dari luar yang bersifa iritan. Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Etiologi dermatitis kontak iritan adalah multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan. Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan dermatitis kontak. Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbitan FK UI. Jakarta.
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN. 2007. Atlas Penyakit Kulit dan
Kelamin. Airlangga University Press. Surabaya.
Siregar, dr.Sp.KK. 2007. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Ed.2. EGC. Jakarta.