Upload
dinda-teresha
View
28
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kedokteran
Citation preview
LAPORAN KASUS
MITRAL STENOSIS (MS)
Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik di
SMF Ilmu Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi Jember
Disusun oleh :
Dinda Ayu Teresha
NIM.112011101089
Pembimbing :
dr. Dandy Hari Hartono, Sp. JP
SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSD dr. SOEBANDI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran
darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur mitral
leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan
pengisian ventrikel kiri saat diastol.
Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung
kongestif di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi dari
stenosis mitral telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam rematik.
Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal pharyngitis turut
berperan pada penurunan insidensi ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung valvular menduduki urutan ke-2
setelah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rowe dkk (1925) terhadap 250
penderita mitral stenosis, setelah sepuluh tahun 39% penderita meninggal dunia,
22% menjadi semakin sesak dan 16% memiliki setidaknya satu manifestasi
komplikasi tromboemboli. Setelah 20 tahun kemudian, 7% meninggal dunia, 8%
penderita menjadi semakin sesak dan 26% memilki setidaknya satu manifestasi
tromboemboli.
Secara keseluruhan 10-years survival rate dari penderita stenosis mitral
tanpa pengobatan lanjut hanya sekitar 50-60%, tergantung dari keluhan yang
timbul saat itu. Tanpa tindakan pembedahan, 20-years survival rate hanya sekitar
85%. Penyebab kematian pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, yaitu:3
Gagal jantung (60-70%),
Emboli sistemik (20-30%) dan emboli paru (10%),
Infeksi (1-5%).
2
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. SA
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Kalisat RT4/1 Biting Arjasa, Jember
Agama : Islam
Suku Bangsa : Madura
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Tanggal MRS : 8 Juni 2015
Tanggal Pemeriksaan : 10 Juni 2015
No. Rekam Medik : 02980
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan terhadap pasien pada tanggal 12 Juni 2015 di bangsal
ruang Adenium RSD dr. Soebandi Jember.
a. Keluhan Utama : Sesak Nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan keluhan sesak sudah sejak 1 minggu yang lalu. Sesak
dirasakan memberat saat aktifitas dan tidak berkurang dengan istirahat.
Sesak terjadi secara bertahap dan memberat 1 minggu yang lalu. Pasien
mudah lelah dan bila berjalan sedikit-sedikit berhenti untuk istirahat.
Pasien adalah pasien kontrol poli jantung RS Soebandi sejak 5 tahun yang
lalu. Hari selasa pada saat pasien kontrol di poli jantung, pasien
mengeluhkan sesak dan batuk sehingga disarankan untuk MRS. Lima
tahun yang lalu pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan yang sama.
Sebelum mengeluhkan sesak, seminggu sebelumnya pasien demam. Mual
(-), muntah (-), BAB normal, BAK normal.
3
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat asma (-), diabetes (-), hipertensi (-), penyakit jantung (+)
d. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah mengkonsumsi obat - obat Jantung selama 5 tahun.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah menderita sakit seperti ini.
f. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Pasien mengenyam pendidikan terakhir di bangku sekolah menengah
pertama (SMP), pasien tidak bekerja, hanya sebagai ibu rumah tanggah di
rumah. Pasien tinggal bersama suaminya. Suami pasien bekerja sebagai
tukang bangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup, penghasilan tiap
bulan tidak tetap lebih kurang Rp. 1.000.000 untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Pasien dikenal baik oleh tetangga sekitar rumah dan juga
keluarga dekatnya.
Kesan : Riwayat sosial baik dan ekonomi cukup
g. Riwayat Gizi
Sehari pasien makan 2 – 3 kali. Rata-rata menu setiap harinya adalah
nasi, tempe, tahu, sayur, ikan, kadang-kadang ayam, daging, dan jarang
sekali makan buah-buahan.
BB: 45 kg
TB: 150 cm
BMI = Berat Badan (Kg) = 40
Tinggi Badan(m)2 (1,50)2
BMI = 17,7 (kurang dari normal)
Kesan : Riwayat gizi kurang baik.
4
I. ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem Serebrospinal : tidak ada penurunan kesadaran, tidak
demam dan tidak kejang.
b. Sistem Kardiovaskular : tidak ada keluhan
c. Sistem Pernafasan : batuk dan sesak
d. Sistem Gastrointestinal : tidak ada mual, muntah, nafsu makan
menurun dan tidak ada keluhan BAB
e. Sistem Urogenital : kencing lancar, warna kuning jernih, tidak
nyeri saat BAK
f. Sistem Intengumentum : tidak ada bengkak pada keempat
ekstremitas
g. Sistem Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Kesan : Pada anamnesis sistem ditemukan sesak dan batuk
II. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : cukup
2. Kesadaran : kompos mentis (GCS = 4-5-6)
3. Tanda vital : TD : 100/70 mmHg
N : 86 x/mnt
RR : 24 x/mnt
Tax : 360C
4. Status Gizi : kurang
5. Kulit : Turgor kulit normal, elastisitas baik, tidak
ada ruam
6. Kelenjar Limfe : Limfonodi leher, aksila, dan inguinal tidak
membesar.
7. Otot : Dalam batas normal, atrofi (-), spastik (-)
8. Tulang : Tidak ada deformitas, krepitasi ataupun false
movement pada tulang tubuh.
Kesimpulan : Didapatkan status gizi kurang
5
b. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk : bulat, simetris
Rambut : panjang, warna hitam, ikal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak
terdapat edema palpebra pada kedua mata, mata
tidak cowong, Hematom peripalpebra -/-. Reflek
cahaya +/+
Hidung : tidak ada sekret, tidak bau, tidak perdarahan
pernafasan cuping hidung (-)
Telinga : tidak ada sekret, tidak bau, tidak perdarahan
Mulut : sianosis
Lidah : tidak kotor, tidak hiperemis
Kesan : terdapat sianosis
2. Leher
Inspeksi : simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher
Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB leher
Kaku kuduk : tidak ada
JVP : tidak didapatkan peningkatan JVP
Kesan : pemeriksaan leher dalam batas normal
3. Dada
- Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba
Perkusi : redup di ICS IV PSL D s/d ICS V MCL S
Auskultasi : S1S2 tunggal, suara tambahan (+) murmur
diastolic rumbling
Kesan : didapatkan suara murmur diastolik rumbling
6
- Paru
Aspectus Ventralis Aspectus Dorsalis
I Bentuk dada normal, simetris
Retraksi –supraklavikularis -/-
-intercosta -/-
- subcosta -/-
Gerak nafas tertinggal (-)
Simetris, Ketinggalan gerak (-)
P Nyeri tekan (-)
Fremitus raba V
N
N
N
N N
N
N
N
N
N N
N
Nyeri tekan (-)
Fremitus raba D
N
N
N
N N
N
N
N
N
N N
N
P Perkusi V
S
S
S
S S
S
S
S
S
R R
R
Perkusi D
S
S
S
R R
R
S
S
S
S S
S
A Suara Dasar V
V
V
V
↓V V
↓V
V
V
V
V V↓
V↓
Suara Dasar D
V
V
V
↓V V
V↓
V
V
V
V V↓
V↓
7
Rhonki V
-
-
-
-
- -
-
-
-
-
-
- -
-
Wheezing
+
+
+
-
- -
-
+
+
+
-
- -
-
Rhonki
-
-
-
-
- -
-
-
-
-
-
- -
-
Wheezing
+
+
+
-
- -
-
+
+
+
-
- -
-
Kesan : didapatkan wheezing
4. Abdomen
Inspeksi : flat, massa (-), lesi (-)
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri
tekan, soepel, turgor kulit normal
Perkusi : timpani, nyeri ketok ginjal (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 12x/menit
5. Anogenital : anus (+), genital wanita
6. Ekstremitas : Superior : akral hangat +/+, edema -/-
Inferior : akral hangat +/+, edema -/-
Kesan : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal
8
Status Psikiatri Singkat
1. Emosi dan afek : adekuat
2. Proses berpikir :
Bentuk : realistik
Arus : koheren
Isi : waham tidak ada
3. Kecerdasan : dbn
4. Kemauan : dbn
5. Psikomotor : dbn
6. Ingatan : dbn
Kesan: Status psikiatri dalam batas normal
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium pada tanggal 8 Juni 2015
JENIS
PEMERIKSAAN
HASIL PEMERIKSAAN
8/6/2015 Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14 11,4-15.1 g/dl
Lekosit 13,8 4.5-11.3x109L
Hematokrit 38,7 36-46%
Trombosit
PTT penderita
APTT kontrol
267
13,8
10
150-450 x 109/L
Beda dengan kontrol >2 detik
FAAL HATI
SGOT 29 10-31 U/L
SGPT 29 9-36 U/L
GLUKOSA DARAH
Glukosa Sewaktu 102 < 200 mg/dL
LEMAK
Trigliserida 90 <150
9
Kolesterol total 161 3.5-5.0 mmol/L
Kolesterol HDL 34 low <40, high >40
Kolesterol LDL 94 <100
ELEKTROLIT
Natrium 136,9 135-155 mmol/L
Kalium 4,18 3.5-5.0 mmol/L
Chlorida 105,1 90-110 mmol/L
Kalsium 2,17 2,15-2,57 mmol/L
Magnesium 0,70 0,77-1,03 mmol/L
Kesan : Leukositosis, PTT meningkat, magnesium menurun
FOTO THORAX
Tanggal 8 Juni 2015
Kesan: Sela iga melebar.
10
EKG
Tanggal 10 Juni 2015
11
Tanggal 12 Juni 2015
Kesan: Atrial Fibrilasi
12
RESUME
Seorang wanita berumur 47 tahun datang ke poli RS Soebandi dengan
keluhan sesak sudah sejak 1 minggu yang lalu. Pasien adalah pasien kontrol poli
jantung RS Soebandi sejak 5 tahun yang lalu. Lima tahun yang lalu pasien datang
ke rumah sakit dengan keluhan yang sama. Sebelum mengeluhkan sesak,
seminggu sebelumnya pasien demam. Mual (-), muntah (-), BAB normal, BAK
normal.
Dari anamnesis sistem ditemukan batuk dan sesak(+).
Pada pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum pasien cukup,
kesadaran komposmentis, status gizi kurang
Pemeriksaan khusus didapatkan, sianosis(+), murmur diastolik rumbling (+),
wheezing (+).
Pada pemeriksaan hematologi ditemukan leukositosis dan meningkatnya
PTT. Pada pemeriksaan Elektrolit didapatkan menurunnya magnesium.
Pada pemeriksaan
I. DIAGNOSIS
Reumatic Heart Disease Mitral Stenosis berat + DCFC II + bronkitis kronis
II. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah :
Planning Terapi :
- Infuse PZ 7 tpm
- Inj. Lasix 3x1
- Inj. Digoxin 1x1
- p/o Simarc 2 mg tablet 0-0-1
- p/o spironolacton 25 mg 1x1
Edukasi:
- Pasien diminta untuk membatasi aktivitas dan istirahat total (bedrest)
13
- Pasien mengurangi asupan cairan dan membatasi makanan dengan
kandungan garam tinggi
III. PROGNOSIS
Dubia
FOLLOW UP
PEMERIKSAAN HARI KE-1 ( 10 Juni 2015)
S Sesak, batuk berdahak, darah (-), tidak BAB 3 hari
O KU : cukup Kesadaran : CM
V/S: Tek. darah:
Nadi :
RR :
Suhu :
100/70 mmHg
86 x/menit
24 x/menit
360C
Kepala leher a/i/c/d = -/-/+/-
Cor I IC tidak tampak
P IC teraba
P redup di ICS IV PSL D s/d ICS V MCL S
A S1 S2 tunggal (e/g/m : -/-/+)
Pulmo I Simetris, retraksi (-)
P FR V D
N N N N
N N N N
N N N N
14
P V D
S S S S
S S S S
S S S S
S S R R R R S S
S R R S
A SD V D
V V V V
V V V V
V V V V
V V V V V V V V
V V V V
Wh V D
+ + + +
+ + + +
+ + + +
- - - - - - - -
- - - -
Rh V D
- - - -
- - - -
- - - -
- - - - - - - -
- - - -
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
P Timpani
15
P Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat Oedem
+ + - -
+ + - -
A Reumatic Heart Disease Mitral Stenosis berat + DCFC II
P - Infuse 500 cc/hari
- Inj. Lasix 2x1
- Inj. Digoxin 1x1
- p/o Simarc 2 mg tablet 0-0-2
PEMERIKSAAN HARI KE-2 ( 11 Juni 2015)
S Sesak, batuk berkurang
O KU : cukup Kesadaran : CM
V/S: Tek. darah:
Nadi :
RR :
Suhu :
100/70 mmHg
80 x/menit
24 x/menit
360C
Kepala leher a/i/c/d = -/-/+/-
Cor I IC tidak tampak
P IC teraba
P redup di ICS IV PSL D s/d ICS V MCL S
A S1 S2 tunggal (e/g/m : -/-/+)
Pulmo I Simetris, retraksi (-)
P FR V D
N N N N
N N N N
N N N N
16
P V D
S S S S
S S S S
S S S S
S S R R R R S S
S R R S
A SD V D
V V V V
V V V V
V V V V
V V V V V V V V
V V V V
Wh V D
+ + + +
+ + + +
+ + + +
- - - - - - - -
- - - -
Rh V D
- - - -
- - - -
- - - -
- - - - - - - -
- - - -
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
17
P Timpani
P Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat Oedem
+ + - -
+ + - -
A Reumatic Heart Disease Mitral Stenosis berat + DCFC II
P - Infuse PZ 7 tpm
- Inj. Lasix 2x1
- Inj. Digoxin 1x1
- p/o Simarc 2 mg tablet 0-0-2
- p/o spironolacton 25 mg 1x1
PEMERIKSAAN HARI KE-3 ( 12 Juni 2015)
S Sesak dan batuk berkurang
O KU : cukup Kesadaran : CM
V/S: Tek. darah:
Nadi :
RR :
Suhu :
120/70 mmHg
84 x/menit
22 x/menit
36,30C
Kepala leher a/i/c/d = -/-/+/-
Cor I IC tidak tampak
P IC teraba
P redup di ICS IV PSL D s/d ICS V MCL S
A S1 S2 tunggal (e/g/m : -/-/+)
Pulmo I Simetris, retraksi (-)
P FR V D
N N N N
N N N N
N N N N
18
P V D
S S S S
S S S S
S S S S
S S R R R R S S
S R R S
A SD V D
V V V V
V V V V
V V V V
V V V V V V V V
V V V V
Wh V D
+ + + +
+ + + +
+ + + +
- - - - - - - -
- - - -
Rh V D
- - - -
- - - -
- - - -
- - - - - - - -
- - - -
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
P Timpani
19
P Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat Oedem
+ + - -
+ + - -
A Reumatic Heart Disease Mitral Stenosis berat + DCFC II + bronkitis
kronis
P - Infuse PZ 7 tpm
- Inj. Lasix 2x1
- Inj. Digoxin 2x1
- p/o Simarc 2 mg tablet 0-0-1
- p/o spironolacton 25 mg 2x1
PEMERIKSAAN HARI KE-4 (13 Juni 2015)
S Sesak berkurang, batuk berdahak
O KU : cukup Kesadaran : CM
V/S: Tek. darah:
Nadi :
RR :
Suhu :
130/70 mmHg
72 x/menit
24 x/menit
360C
Kepala leher a/i/c/d = -/-/+/-
Cor I IC tidak tampak
P IC teraba
P redup di ICS IV PSL D s/d ICS V MCL S
A S1 S2 tunggal (e/g/m : -/-/+)
Pulmo I Simetris, retraksi (-)
P FR V D
N N N N
N N N N
N N N N
20
P V D
S S S S
S S S S
S S S S
S S R R R R S S
S R R S
A SD V D
V V V V
V V V V
V V V V
V V V V V V V V
V V V V
Wh V D
+ + + +
+ + + +
+ + + +
- - - - - - - -
- - - -
Rh V D
- - - -
- - - -
- - - -
- - - - - - - -
- - - -
Abdomen I Flat
21
A BU (+) normal
P Timpani
P Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat Oedem
+ + - -
+ + - -
A Reumatic Heart Disease Mitral Stenosis berat + DCFC II + bronkitis
kronis
P - Infuse PZ 7 tpm
- Inj. Lasix 1x1
- Inj. Digoxin 2x1
- p/o Simarc 2 mg tablet 0-0-1
- p/o spironolacton 25 mg 2x1
22
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Jantung adalah sebuah pompa muskuler yang memiliki empat katup, yang
terbuka dan tertutup untuk menjaga agar darah mengalir pada arah yang tepat.
Katup mitral menghubungkan atrium kiri dengan ventrikel kiri.
Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah
yang melintasi katup-katup tersebut. Katup normal memiliki dua ciri aliran yang
kritis: aliran searah dan aliran yang tidak dihalangi.
Katup akan terbuka jika tekanan dalam ruang jantung di proksimal katup
lebih besar dari tekanan dalam ruang atau pembuluh di sebelah distal katup. Daun
katup sedemikian responsifnya sehingga perbedaan tekanan yang kecil (kurang
dari 1 mmHg) antara dua ruang jantung sudah mampu membuka dan menutup
daun katup tersebut.
Katup yang terserang penyakit dapat menimbulkan dua jenis gangguan
fungsional:
(1) insufisiensi katup-daun katup tidak dapat menutup dengan rapat
sehingga darah dapat mengalir balik (sinonimnya adalah regurgitasi katup dan
inkompetensi katup); dan
(2) stenosis katup-lubang katup mengalami penyempitan sehingga aliran
darah mengalami hambatan. Insufisiensi dan stenosis dapat terjadi bersamaan
pada satu katup, dikenal sebagai “lesi campuran” atau sendiri-sendiri. Yang
terakhir ini disebut “lesi murni”.
23
Mitral stenosis adalah suatu penyempitan jalan aliran darah ke ventrikel.
Pasien dengan mitral stenosis secara khas memiliki daun katup mitral yang
menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan
memendek.
Diameter transversal jantung biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi
dari katup mitral dan pembesaran sedang dari atrium kiri dapat terlihat.
Meningkatnya tekanan vena pulmonalis menyebabkan diversi darah yang nampak
dengan radiografi berupa pelebaran relatif pembuluh darah untuk bagian atas paru
dibandingkan dengan pembuluh darah untuk bagian bawah paru.
Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat
dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral
menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi
ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala
lainnya.
MITRAL STENOSIS
DEFINISI
Mitral stenosis (MS) didefinisikan sebagai blok aliran darah pada tingkat
katub mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leaflets yang menyebabkan
tidak membukanya katub mitral secara sempurna pada saat diastolik.
Mitral stenosis murni terdapat pada kurang lebih 40% dari semua penderita
penyakit jantung reumatik. Terdapat periode laten antara 10-20 tahun, atau lebih,
setelah suatu episode penyakit jantung rematik; dengan demikian tidak akan
terjadi onset dari gejala mitral stenosis sebelumnya.
Penyempitan dari katup mitral menyebabkan perubahan pada peredaran
darah, terutama di atas katup. Ventrikel kiri yang berada di bawah katup tidak
banyak mengalami perubahan kecuali pada mitral stenosis yang berat, ventrikel
kiri dan aorta dapat menjadi kecil.
24
Luas normal orifisium katup mitral adalah 4-6 cm2. Ketika daerah orifisium
ini berkurang hingga 2 cm2 maka akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri
yang dibutuhkan agar aliran transmitral tetap normal.
Mitral stenosis yang parah terjadi ketika pembukaan berkurang hingga 1
cm2. Pada tahap ini dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk
mempertahankan cardiac output yang normal.
Mitral stenosis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri
selama fase diastolic ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan
mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang
lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit.
Karena itu, selisih tekanan atau gradient tekanan antara kedua ruang tersebut
meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal.
Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan
memompa darah. Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai
faktor pembantu pengisian ventrikel. Dilatasi atrium kiri terjadi oleh karena
volume atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan atrium untuk
mengosongkan diri secara normal.
Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke
dalam pembuluh paru-paru. Tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler
meningkat, akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai dari kongesti vena yang
ringan sampai edema interstitial yang kadang-kadang disertai transudasi dalam
alveoli.
Pada akhirnya, tekanan arteria pulmonalis harus meningkat sebagai akibat
dari resistensi vena pulmonalis yang meninggi. Respon ini memastikan gradient
tekanan yang memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh paru-paru.
Akan tetapi, hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel
kanan menuju arteria pulmonalis. Ventrikel kanan memberi respons terhadap
peningkatan beban tekanan ini dengan cara hipertrofi.
Lama kelamaan hipertrofi ini akan dikuti oleh dilatasi ventrikel kanan.
Dilatasi ventrikel kanan ini nampak pada foto jantung pada posisi lateral dan
posisi PA. Pembesaran ventrikel kanan ini lama kelamaan mempengaruhi fungsi
25
katup trikuspid. Katup ini akan mengalami insufisiensi. Kalau ventrikel kanan
mengalami kegagalan, maka darah yang mengalir ke paru berkurang. Dilatasi
ventrikel kanan akan bertambah, sehingga kemungkinan terjadinya insufisisiensi
katup trikuspid semakin besar pula.
INSIDENSI
Di negara-negara maju, insidens dari mitral stenosis telah menurun karena
berkurangnya kasus demam rematik sedangkan di negara-negara yang belum
berkembang cenderung meningkat. Katup mitral adalah katup jantung yang paling
banyak terkena pada pasien dengan penyakit jantung rematik. Dua pertiga pasien
kelainan ini adalah wanita.
Gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai 50 tahun. Gejala dapat pula
nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai defek tunggal. Mitral stenosis kongenital
lebih sering sebagai bagian dari deformitas jantung kompleks.
ETIOLOGI
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat
reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus.
Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik.
Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari
systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis,
rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s disease, Fabry disease, akibat obat
fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia
lanjut akibat proses degeneratif.
PATOLOGI
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan
(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup.
Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi
komisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan
ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya
area katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing
(button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium,
sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.
26
Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami
sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga
menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shape.
PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila area
orifisium katup berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri
berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat
terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga
menjadi 1 cm2. Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25
mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal. Peningkatan tekanan
atrium kiri akan meningkatkan tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler,
sehingga bermanifestasi sebagai exertional dyspneu. Seiring dengan
perkembangan penyakit, peningkatan tekanan atrium kiri kronik akan
menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya akan
menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diatol, regurgitasi trikuspidal
dan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti
sistemik.
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
stenosis mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat
kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru berupa
vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal seperti endotelin atau perubahan
anatomi yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima
(reactive hypertension).
Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi lanjut,
yaitu pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20% penderita, dan
terjadinya atrial fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40% penderita.
Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien
transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan
antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap.
Berdasarkan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut:
Minimal : bila area >2,5 cm2
27
Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2
Sedang : bila area 1-1,4 cm2
Berat : bila area <1,0 cm2
Reaktif : bila area <1,0 cm2
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup
mitral menurun sampai seperdua dari normal (<2-2,5 cm2). Hubungan antara
gradien dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada
tabel berikut:
Derajat stenosis A2-OS interval Area Gradien
Ringan >110 msec >1,5 cm2 <5 mmHg
Sedang 80-110 msec >1 cm2-1,5 cm2 5-10 mmHg
Berat <80 msec <1 cm2 >10 mmHg
A2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dengan pembukaan katup mitral
Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan
meningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm2 yang
berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.
MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan
utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral
yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal
nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering
terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih
lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium
kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti
tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat
besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.
DIAGNOSIS
Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks,
28
elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi. Dari riwayat penyakit biasanya
didapatkan adanya:
Riwayat demam rematik sebelumnya, walaupun sebagian besar penderita
menyangkalnya.
Dyspneu d’effort.
Paroksismal nokturnal dispnea.
Aktifitas yang memicu kelelahan.
Hemoptisis.
Nyeri dada.
Palpitasi.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:
Sianosis perifer dan wajah.
Opening snap.
Diastolic rumble.
Distensi vena jugularis.
Respiratory distress.
Digital clubbing.
Systemic embolization.
Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan oedem
perifer.
Dari pemeriksaan foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium kiri serta
pembesaran arteri pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda
bendungan pada lapangan paru.
Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa
takik pada gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada
tahap lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan
dan kemudian akan terlihat gambaran RS pada hantaran prekordial kanan.
Dari pemeriksaan ekokardiografi akan memperlihatkan:
E-F slope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan menghilangnya
gelombang a,
Berkurangnya permukaan katup mitral,
29
Berubahnya pergerakan katup posterior,
Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat
kalsifikasi.
DIAGNOSIS BANDING
1) Insufisiensi mitral
Bentuk jantung pada insufisiensi mitral ini hampir sama dengan stenosis mitral.
Pada insufisiensi mitral, ventrikel kiri nampak besar; sedang pada stenosis mitral
ventrikel kiri normal atau mengecil.
2) Regurgitasi Aorta
Hipertrofi ventrikel kiri yang jelas, pengurangan bunyi jantung pertama (S1) dan
tidak adanya opening snap pada auskultasi menyokong kearah regurgitasi aorta.
TATALAKSANA
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan
hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung,
atau pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik
golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk demam
rematik atau pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif seperti ß-
blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus
yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang
bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta
frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan
indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan
fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus
untuk mencegah fenomena tromboemboli.
30
Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan oleh
Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik.
Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan
dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan
prosedur satu balon.
Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali
diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada tahun
1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena
adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat jelas antara pemisahan
komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan
dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan diambil apakah itu
reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa.
Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:
Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm2) dan
keluhan,
Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,
Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti:
Usia tua dengan fibrilasi atrium,
Pernah mengalami emboli sistemik,
Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.
Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi,
2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat
dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di
dalam atrium,
3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai
regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas.
Sesuai dengan petunjuk dari American Collage of Cardiology/American
Heart Association (ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnosis prosedur
terapi sebagai berikut:
31
1. Klas I: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa
prosedur atau pengobatan itu bermanfaat dan efektif,
2. Klas II: keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat atau
efikasi dari suatu prosedur atau pengobatan,
a. II.a. Bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif,
b. II.b. Kurang/tidak terdapatnya bukti atau pendapat adanya
menfaat atau efikasi.
3. Klas III: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa
prosedur atau pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada
beberapa kasus berbahaya
PROGNOSA
Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka
harapan hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46% angka
harapan hidup 10 tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko terjadinya emboli
arterial secara bermakna meningkat pada atrium fibrilasi.
KOR PULMONAL
DIAGNOSIS
Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya
hipertensi pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Untuk
menegakkan diagnosis kor pulmonal secara pasti maka dilakukan prosedur
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara tepat. Pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang
mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun
fungsional. Adanya hipertensi pulmonal tidak dapat ditegakkan secara pasti
dengan hanya pemeriksaan fisik dan anamnesis tetapi membutuhkan pemeriksaan
penunjang.
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang
mendasari dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak nafas
32
waktu beraktifitas, nafas yang berbunyi, mudah lelah. Pada fase awal berupa
pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan keluhan jadi lebih banyak
keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan
baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema dan nyeri parut
kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi branchus,
edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul
gagal jantung kanan.
Dispnea merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya karena
adanya peningkatan kerja pernapasan akibat adanya perubahan dalam elastisitas
paru-paru (fibrosis penyakit paru) atau adanya over inflasi pada penyakit PPOK).
Nyeri dada atau angina juga dapat terjadi. Hal ini terjadi disebabkan oleh iskemia
pada ventrikel kanan atau teregangnya arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena
rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami arteroslerotik atau terdilatasi
akibat hipertensi pulmonal juga dapat terjadi. Bisa juga ditemukan variasi gejala-
gejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia.
Selanjutnya pada pemeriksaan fisik, kita bisa mendapatkan keadaan
sianosis, suara P2 yang mengeras, ventrikel kanan dapat teraba di parasternal
kanan. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal dan triskuspid dan terabanya
ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih lanjut. Bila sudah terjadi fase
dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu juga dapat
ditemukan murmur akibat insufisiensi trikuspid. Dilatasi vena jugularis,
hepatomegali, splenomegali, asites dan efusi pleura merupakan tanda-tanda
terjadinya overload pada ventrikel kanan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi
Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu akan
menyebabkan berbagai gambaran parenkim dan pleura yang mungkin dapat
menunjukkan penyakit primernya. Gambaran radiologi hipertensi pulmonal
adalah dilatasi arteri pulmonalis utama dan cabang-cabangnya, meruncing ke
perifer, dan lapang paru perifer tampak relatif oligemia. Pada hipertensi pulmonal,
33
diameter arteri pulmonalis kanan >16mm dan diameter arteri pulmonalis kiri
>18mm pada 93% penderita. Hipertrofi ventrikel kanan terlihat pada rontgen
thoraks PA sebagai pembesaran batas kanan jantung, pergeseran kearah lateral
batas jantung kiri dan pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke daerah
retrosternal pada foto dada lateral.3
Elektrokardiogram
Gambaran abnormal kor pulmonal pada pemeriksaan EKG dapat berupa:
a. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.
b. Terdapat pola S1 S2 S3
c. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1
d. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1
e. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF
f. Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau
inkomplet.
g. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan
prekordial.
h. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK
karena adanya hiperinflasi.
i. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan
gambaran gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat
membingungkan dengan infark miokard.
j. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi
prematur atrium terisolasi hingga supraventrikuler takikardi, termasuk
takikardi atrial paroksismal, takikardi atrial multifokal, fibrilasi atrium,
dan atrial flutter. Disritmia ini dapat dicetuskan karena keadaan
penyakit yang mendasari (kecemasan, hipoksemia, gangguan
keseimbangan asam- basa, gangguan elektrolit, serta penggunaan
bronkodilator berlebihan).
Ekokardiografi
Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan
diagnosis kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dari hasil ekokardiografi
34
dapat ditemukan dimensi ruang ventrikel kanan yang membesar, tapi struktur dan
dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup pulmonal,
gelombang “a” hilang, menunjukkan hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan
pemeriksaan ekokardiografi susah terlihat katup pulmonal karena “accoustic
window” sempit akibat penyakit paru.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk
menurunkan hipertensi pulmonal, mengobati gagal jantung kanan, meningkatkan
kelangsungan hidup, dan mengobati penyakit dasar dan komplikasinya.
Tirah Baring dan Pembatasan Garam
Tirah baring sangat penting untuk mencegah memburuknya hipoksemia, yang
nantinya akan lebih menaikkan lagi tekanan arteri pulmonalis. Garam perlu
dibatasi tetapi tidak secara berlebihan karena klorida serum yang rendah akan
menghalangi usaha untuk menurunkan hiperkapnia.
Terapi Oksigen
Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan
hidup belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis: (1) terapi oksigen
mengurangi vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskuler paru yang
kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan, (2) terapi oksigen
meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke
jantung, otak, dan organ vital lainnya.
Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of
Health, USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) , dan 24 jam (NIH)
meningkatkan kelangsungan hidup dibanding kan dengan pasien tanpa terapi
oksigen.
Indikasi terapi oksigen adalah PaO2 ≤ 55 mmHg atau SaO2 ≤ 88%, PaO2
55-59 mmHg, dan disertai salah satu dari tanda seperti, edema yang disebabkan
gagal jantung kanan, P pulmonal pada EKG, dan eritrositosis hematokrit > 56%.
Diuretika
35
Diuretika diberikan untuk mengurangi tanda-tanda gagal jantung kanan.
Namun harus dingat, pemberian diuretika yang berlebihan dapat menimbulkan
alkalosis metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu,
dengan terapi diuretika dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan
preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun.
Vasodilator
Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis
alfa adrenergik, ACE-I, dan postaglandin belum direkomendasikan pemakaiannya
secara rutin. Vasodilator dapat menurunkan tekanan pulmonal pada kor pulmonal
kronik, meskipun efisiensinya lebih baik pada hipertensi pulmonal yang primer.1
Digitalis
Digitalis hnya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal
jantung kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada
pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel normal, hanya pada pasien kor
pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun, digoksin bisa meningkatkan
fungsi ventrikel kanan. Pada pemberian digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia.
Antikoagulan
Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tromboemboli akibat
disfungsi dan pembesaran ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada
pasien.
36
BAB 3
PEMBAHASAN
Textbook Pasien
Anamnesis
- Riwayat demam rematik
- Sesak saat aktifitas
- Paroksismal nokturnal dispnea
- Nyeri dada
- Fatigue
- Batuk darah
- Palpitasi
-
+
-
+
+
-
+
Pemeriksaan Fisik
- Sianosis perifer dan wajah.
- Opening snap.
- Diastolic rumble.
- Distensi vena jugularis.
- Respiratory distress
-
-
+
+
-
37
- Digital clubbing.
- Systemic embolization.
- Tanda-tanda kegagalan jantung kanan
seperti asites, hepatomegali dan
oedem perifer.
- Thrill
-
-
-
+
Pemeriksaan Radiologis
Foto Rontgen
- Pembesaran atrium kiri
- Pembesaran arteri pulmonalis
- Kalsifikasi katup mitral
EKG
- takik pada gelombang P dengan
gambaran QRS kompleks yang
normal
-
-
-
-
Tatalaksana
1. Rawat inap
2. Antibiotik
3. Inotropik negatif
4. Digitalis
5. Diuretika
6. Antikoagulan
7. Valvotomi mitral
8. Komisurotomi
+
-
-
Digoxin 1x1 amp
Lasix 2x1 amp
Spironolacton 25 mg 1x1
Simarc 2 mg 0-0-1
-
-
38
Pada pasien ditemukan keluhan batuk, sesak terutama saat beraktivitas
(dispnea d’effort) ,dan nyeri dada. Sesak pada pasien mitral stenosis dipresipitasi
oleh aktivitas (latihan), stress emosional, infeksi, atau atrial fibrilasi yang
meningkatkan aliran darah melewati katub mitral dan menyebabkan peningkatan
tekanan atrium kiri. Dispnea umumnya merupakan keluhan utama pada Mitral
Stenosis, keluhan ini diakibatkan tekanan tinggi pada atrium kiri dan pembuluh
kapiler dan terjadi bendungan paru kronik disertai episode edema alveolus,
keluhan akan berkurang apabila tekanan turun. Paroxysmal nocturnal dispnea
diakibatkan redistribusi cairan pada waktu tidur, cairan ekstravaskuler masuk
kedalam intravaskuler sehingga menambah volume darah, menambah venous
return, terjadilah bendungan pada MS.
Mitral stenosis adalah terjadinya penyempitan katup sehingga berkurangnya
aliran saat diastole. Hal ini semua menyebabkan berkurangnya daya alir katup
mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan di atrium kiri, sehingga timbul
perbedaan tekanan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri saat diastole. Jika
peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh, maka akan terjadi bendungan pada atrium kiri
dan selanjutnya juga menyebabkan bendungan vena-vena pulmonalis dan cabang-
cabang, kapiler, arteriol, dan arteri pulmonalis sehingga terjadi hipertensi
pulmonal. Hipertensi system pembuluh darah pulmonal merupakan systolic
overload dari pada ventrikel kanan dengan akibat dilatasi dan hipertrofi ventrikel
kanan. Pecahnya vena bronkhialis ini akan menimbulkan hemoptoe. Hemoptisis
atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak mengandung darah, berasal
dari saluran nafas di bawah pita suara. Pada pasien dengan mitral stenosis,
hemoptisis diakibatkan oleh reflexi hipertensi vena pulmonal pada vena bronchial.
Hemoptisis dapat terjadi pada setiap kenaikan tekanan vena pulmonal yang
mendadak, misalnya akibat latihan jasmani yang dilakukan secara tiba-tiba.
Namun pada pasien ini hanya ditemukan batuk berdahak.
Perubahan-perubahan kronik pada MS terutama pada lobus bawah
meskipun terdapat vasokontriksi pada arteri dan vena tempat tersebut, ini
dikarenakan gaya gravitasi. Pada keadaan yang lebih berat terdapat dilatasi vena-
39
vena pada lobus atas, karena menampung darah yang lebih. Pada MS berat pada
lobus bawah terdapat edema interstitial yang kronik yaitu keluarnya cairan dari
kapiler yang terjadi terus menerus. Alveoli menjadi lebih kaku karena pembuluh
kapiler pada dinding alveoli mengalami dilatasi dan transudasi, pada bronchial
proses tersebut mengakibatkan penyempitan.
Nyeri dada pada pasien stenosis mitral dihubungkan dengan adanya tekanan
tinggi pada ventrikel kanan hebat yang menyertai penyakit pembuluh darah paru
dan aterosklerosis.
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang
bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta
frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan
indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
Penyebab stenosis mitral pada pasien ini dipikirkan oleh karena penyakit
jantung reumatik yang pernah dialami pasien. Adanya riwayat sakit demam dan
batuk yang berulang yang dialami pasien diduga berkaitan dengan terjadinya
penyakit jantung reumatik oleh karena suatu infeksi saluran napas atas oleh
kuman Streptococcus ß haemolyticus group A.
Namun pada foto roentgen pasien ini tidak ditemukan jantung yang
membesar, dan didapatkan sela iga melebar. Dapat dipikirkan diagnosis banding
kor pulmonale. Pada kor pulmonale juga didapatkan dyspneu d’effort, fatigue,
nyeri dada, cyanosis dan gallop. Tetapi terapi pada stenosis mitral dan kor
pulmonale hampir sama, yaitu vasodilator, diuretik, antikoagulan dan digitalis.
Pada pasien ini diberikan diuretik, digitalis dan antikoagulan.
Setelah dirawat selama 5 hari di RS dr. Soebandi, pasien pulang atas
permintaan sendiri karena merasa sesaknya sudah berkurang.
40
BAB 4
KESIMPULAN
Assesment pada pasien ini adalah mitral stenosis dengan diagnosis banding
kor pulmonale.
Mitral stenosis (MS) didefinisikan sebagai blok aliran darah pada tingkat
katub mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leaflets yang menyebabkan
tidak membukanya katub mitral secara sempurna pada saat diastolik. Manifestasi
klinis mitral stenosis adalah palpitasi, sesak, nyeri dada, fatigue, cyanosis.
Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks,
elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi.
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan
hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung,
atau pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik
golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk demam
rematik atau pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif seperti ß-
blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus
yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.
Kor pulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan atau
dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan
pada kontrol pernapasan, tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan
yang terjadi akibat kelainan jantung kiri atau penyakit jantung bawaan.
Penyebab yang paling sering adalah PPOK, dimana terjadi perubahan
struktur jalan napas dan hipersekresi yang mengganggu ventilasi alveolar.
Penyebab lainnya adalah kondisi yang membatasi atau menganggu ventilasi yang
41
mengarah pada hipoksia atau asidosis (deformitas sangkar iga dan obesitas
massif) atau kondisi yang mengurangi jaring-jaring vaskular paru (hipertensi
arteri pulmonal idiopatik primer dan embolus paru). Kelainan tertentu dalam
sistem persarafan, otot pernafasan, dinding dada, dan percabangan arteri
pulmonal juga dapat menyebabkan terjadinya kor pulmonal.
Patogenesis kor pulmonal sangat erat kaitannya dengan hipertensi
pulmonal yang terjadi akibat mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding
pembuluh darah pulmonal, dan trombosis in situ. Diagnosis kor pulmonal dapat
ditegakkan jika terbukti terdapat adanya hipertensi pulmonal akibat dari kelainan
fungsi dan atau struktural paru. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk mendukung diagnosis kor pulmonal diantaranya adalah pemeriksaan
laboratoris, pemeriksaan foto toraks, ekokardiografi, CT scan, serta pemeriksaan
EKG
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengobati kor pulmonal, seperti
pemberian oksigen, tirah baring dan pembatasan garam, diuretik, dan digitalis.
Tetapi dari beberapa cara yang dilakukan tersebut dapat ditemukan adanya efek
samping yang berarti.
42