Upload
fadlan-adima-adrianta
View
197
Download
23
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kehamilan ektopik tetganggu
Citation preview
LAPORAN KASUS
TATALAKSANA PEMBERIAN CAIRAN RESUSITASI
PADA PENDERITA KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU PRE OPERATIF
Oleh :
Fadlan Adima 0810710042
Nanda Rela Qonita 0810710084
Pembimbing :
dr. Karmini Yupono, Sp.An K-AP
LABORATORIUM / SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR
MALANG
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Anatomi Usus
2.3 Defisit Volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh
yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah
kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare
dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada
cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan
luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan
tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan
yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular
yang berat terjadi (Schwartz, 1999).
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum
dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L)
atau hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik
sekitar 5-10% dari kasus. Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika
kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah.
Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen
intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular (Ellsbury, 2006).
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis).
Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air
yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen
intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan
penurunan volume intravascular (Ellsbury, 2006).
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara
garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang
hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah
ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume
intravaskula (Ellsbury, 2006).
Tabel 2. 4. Tanda-Tanda Klinis Dehidrasi
(Ellsbury, 2006)
Tabel 2. 5. Derajat Dehidrasi
(Ellsbury, 2006)
Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan,
cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung. Cara rehidrasi :
Nilai status rehidrasi, banyak cairan yang diberikan
(D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24
jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
Pemberian cairan :
6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M
18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M
(Graber, 2003)
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Permadi, Polehan, Malang
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Sudah kawin
Tinggi badan : 150cm
Berat Badan : 40 kg
Nomer Register : 111233xx
Dirawat di : Ruang 9
Tanggal MRS : 5 Juli 2013
Lama Anestesi : 22.30 – 00.00 (90 menit)
Diagnosa Pra Bedah : KET
Jenis Pembedahan : Explorasi Laparatomi + Partial Salphyngectomy
Jenis Anestesi : GA - Intubasi
3.2 Persiapan Pre Operasi
3.2.1 Anamnesis (5 Juli 2013)
A (Alergy)
Tidak terdapat riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan. Tidak ada
riwayat asthma, atopi, maupun riwayat alergi pada keluarga
M (Medication)
Pasien tidak sedang menjalani pengobatan apapun.
P (Past Medical History)
Tidak didapatkan riwayat hipertens, dabetes mellitus, mengorok saat
tidur, kejang, nyeri dada, maupun keterbatasan aktifitas akiat sesak.
Riwayat anestesi sebelumnya belum ada. Pasien tidak merokok maupun
mengonsumsi minuman beralkohol. Keadaan psikis pasien: kesan tenang
L (Last Meal)
Pasien terakhir makan pukul 07.00 WIB.
E (Elicit History)
Pasien mengeluhkan nyeri seluruh perut dan keluar flek-flek dari jalan
lahir sejak pukul 13.00 namun tetap di rumah. Pukul 18.00, nyeri semakin
bertambah dan pasien memeriksaan diri ke dokter spesialis obstetri dan
ginekologi. Selanjutnya dilakukan USG dan didapatkan hasil kehamilan di
luar kandungan. Pasien mengetahui bahwa dirinya hamil sejak telat haid
1 bulan yang lalu (25 Juni 2013) dengan tes kencing sendiri. Pasien
belum mendapat terapi apapun dari dokter SpOG tersebut.
3.2.2 Pemeriksaan Fisik (5 Juli 2013)
B1 (Breathing)
Airway paten, nafas spontan, RR 26x/menit, Saturasi O2 99% dengan
NRBM 10lpm
Rhonki ¿, Wheezing ¿
Buka mulut >3 jari, mallampati 1, gigi palsu (-), maloklusi rahang (-)
Leher gemuk (-), gerak leher bebas
B2 (Blood)
Akral dingin, pucat, dan kering. Nadi 110x/menit, regular, kuat, CRT <2”,
TD 100/70 mmHg, S1 S2 tunggal, murrmur (-), gallop (-)
B3 (Brain)
Compos mentis, GCS 456
B4 (Bladder)
Produksi urine (+), kateter (+)
produksi urine inisial 100cc, produksi urine selanjutnya 125cc/3,5 jam
atau sebanyak 35cc/jam (0,8cc/kgBB/jam). Urine berwarna kuning jernih.
B5 (Bowel)
Slightly distended, BU (+) Normal, nyeri tekan (+) di seluruh lapangan
abdomen
B6 (Bone)
Edema ¿, sianosis ¿, anemis ¿
3.3 Pemeriksaan Penunjang Pre-Operatif
USG
Menyokong gambaran KET dengan cairan bebas >1000cc suspek
hemperitonium.
Pemeriksaan Laboratorium
Nilai Satuan Nilai Rujukan Kesan
Darah Lengkap
Hemoglobin 9,9 g/dL 11.4-15.1 Normal
Leukosit 17.140 103/mm3 4,3-10,3 Meningkat
Hematokrit 28,1 % 40 – 47 Menurun
Trombosit 253.000 103/mm3 142 – 424 Normal
Faal Hemostasis
PPT 11,6 Detik 11,6 Normal
APTT 23,0 Detik 27,0 Normal
Berdasarkan Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan
Penunjang, maka pasien ini dikategorikan dalam ASA 3 dengan KET.
3.4 Assestment and Planning
Assesment
o Aktual: KET
o Ptensial: anemia, syok hipovolemik
Planning
- Tanggal di lakukan anastesi : 5 Mei 2013
- Jenis anastesi : GA Intubasi
- Jenis pembedahan : explorasi laparotomi + partial
salphyngectomy
3.5 Persiapan Preoperatif
- Surat persetujuan operasi dan anastesi
- O2 10 lpm NRBM
- IVFD RL 4000 mL
- Cek DL dan FH
- Pasan kateter urine
- KIE keluarga engenai rencan dan resiko operasi
- Premedikasi :
o Inj. Ranitidin 1 amp
o Inj. Metoclopramide 1 amp
3.6 Laporan Anestesi Perioperatif
Diagnosa pra bedah dengan ASA 3 dengan Ket
Keadaan pra bedah :
o BB: 40kg
o TD 144/73, nadi 90x/menit
o Hb 9,9g/dL
o Terakhir makan dan minum 14,5 jam yang lalu
Jenis pembedahan : explorasi laparatomi + partial salphyngectomy
3.6 Selama-Operatif
- Lama operasi : 22.40 - 23.50
- Lama anastesi : 22.30 - 00.00
- Medikasi :
o Midazolam 2mg
o Fentanyl 100µg
o Propofol 40mg
o Atracurium 20m
o Kalnex 1g
o Fentnyl 25mg (durante op)
o Ondansetron 4mg
o Ketorolac 30mg
- Monitor Cairan Masuk dan Keluar
o Cairan Masuk
Pre operatif : RL 4000 mL
Durante Operasi :
RL 2000 mL
Whole blood 700cc
o Cairan Keluar
Pre operatif : Urin 225 mL
Durante Operasi :
Perdarahan : 1200 cc, kuning jernih
Urin : 50 mL, kuning jernih
EBV : ± 2400 mL
ABL : ± 460 mL
M : 80 mL/jam
O8 : 320 mL/jam
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Tatalaksana Terapi Cairan Pada Pasien Ileus Obstruktif Pre Operatif
Penanganan awal terhadap pasien ini adalah melakukan penilaian
terhadap AMPLE dan B1-6, lalu dievaluasi pemberian cairan rumatan yang pada
akhirnya diputuskan untuk dilakukan tindakan bedah. Penderita datang ke IGD
RSSA pada pukul 19.00. Pada penderita ini didapatkan tidak ada kegawatan
ABCDE dengan kondisi pasien awake atau GCS 456, pasien ini memiliki resiko
mengalami perdarahan yang banyak dan membutuhkan penggantian cairan
intravena dengan cairan salin isotonic seperti ringer laktat. Terapi cairan ialah
tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis
dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara
intravena. Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa
sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat
pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang
pindah ke rongga ketiga (Evers, 2004).
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah
sebelum induksi. Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung
berdasarkan kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat
pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi)
(Evers, 2004).
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien didapatkan:
B1-Breathing
- Airway paten, nafas spontan, RR 26 kali/menit, rhonki (-), wheezing (-)
B2-Blood
Akral dingin, pucat, dan kering, nadi 110 kali/menit, reguler, kuat, CRT < 2”, TD
100/70 mmHg, S1S2 tunggal, tidak terdapat mur-mur dan gallop.
B3-Brain
Compos mentis, GCS 456
B4-Bladder
Produksi urin (+), kateter (+),produksi urin initial ± 100 mL dan produksi urin rata-
rata pasien sampai jam 22.30, yaitu 225 mL (3,5 jam) ~ 35 mL /jam. kuning
jernih
B5-Bowel
Slightly distended,BU (+) normal, nyeri tekan (+)
B6-Bone/Body
Mobilitas terbatas, edema =|=, sianosis =|=, anemis +|+, ikterik =|=
Berdasarkan gejala klinis di atas, maka dapat diperkirakan bahwa pasien ini
mengalami perdarahan derajat 2 atau sebesar 15-30% dari EBV. EBV pasien
adalah sebesar:
EBV = 40x65 = 2600 cc
Maka, jumlah perdarahan pada pasien diperkirakan sebesar:
15% x 2600 = 390 cc hingga 30% x 2600 = 780 cc
Untuk mengganti jumlah perdarahan sebesar 390 cc s.d 780 cc tersebut
maka perlu digantikan dengan cairan kristaloid sebanya 3-4 kali volume
perdarahan, yaitu sebanyak 1170 cc s.d 3120 cc.
Selain jumlah perdarahan yang banyak, jam makan dan minum terakhir
pasien adalah pukul 07.00 WIB atau telah berpuasa selama 14,5 jam sebelum
masuk ke kamar operasi. Karena itu dibutuhkan rehidrasi untuk menggantikan
cairan pasien selama berpuasa sebesar cairan maintenance yang diperlukan.
Cairan maintenance bisa dihitung dengan menggunakan rumus Holiday Segar
seperti pada anak-anak:
Cara Menghitung Kebutuhan Cairan
Berat Badan (kg) mL/kgBB/jam mL/kgBB/hari
1 – 10 4 100
11 – 20 2 50
21 – n 1 20
Dari perhitungan, didapatkan:
10 x 4 = 40 mL
10 x 2 = 20 mL
20 x 1 = 20 mL
Total: 80 mL/jam
Pasien berpuasa selama 14,5 jam sehingga diperlukan 14,5 x 80 cc = 1160
cc cairan. Kebutuhan untuk puasa pasien tersebut diberikan dalam 2 tahap, yaitu
tahap preoperasi dan tahap durante operasi. Selama pre operasi pasien
diberikan tambahan cairan sebanyak 1000cc sehingga jumlah total cairan yang
diberikan kepada pasien adalah sebesar 4000cc (3000cc untuk perdarahan
ditambah 1000cc untuk puasa).
Setelah mendapatkan cairan tersebut, tenda vital pasien mengalami
perbaikan. Tekanan darah pasien meningkat dari 100/70 mmHg menjadi 144/73
mmHg. Nadi pasien turun dari 110 kali/menit menjadi 90x/menit. Hal ini
menunjukkan bahwa kondisi sirkulasi pasien telah baik.
Selama operasi berlangsung, pasien mengalami perdarahan sebanyak
1200cc atau sebesar 46% dari EBV. Perdarahan ini termasuk perdarahan derajat
3. Sedangkan jumlah perdarahan yang diizinkan tanpa perlu diganti cairan
adalah:
ABL= ∆ HbHbawal
x EBV
ABL= 9,9 –89,9
x2600
ABL = 263cc
Dengan demikian maka jumlah cairan yang harus digantikan adalah sebesar
1200 cc – 263 cc = 937 cc. karena termasuk perdarahan derajat 3, maka darah
yang keluar harus digantikan dengan kristaloid dan darah. Pada pasien ini
diberikan 2 kantong darah utuh/whole blood (±700cc) sedangkan sisanya
sebesar 300 cc perlu digantikan dengan kristaloid RL sebanyak 3-4 kalinya yaitu
sebesar 900cc s.d 1200 cc. Darah dan RL diberikan secara bersama-sama
selama operasi.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke
ruang peritoneum, dan keluar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar
kecilnya pembedahan, pada pasien ini akan dilakukan terapi pembedahan
kategori bedah besar, perhitungan cairan yang dibutuhkan selama proses
operasi adalah 6-8 ml/kg/jam. Dari perhitungan didapatkan:
O8 = 8 x 40 = 320 cc/jam
.jumlah cairan penguapan tersebut ditambah dengan jumlah cairan yang
dibutuhkan untuk maintenance adalah:
320 cc/jam + 80 cc/jam = 400cc/jam
Sedagkan operasi berlangsung mulai pukul 22.40 s.d 23.50 atau ±1 jam,
sehingga diperlukan cairan sebanyak 400cc.
Total jumlah cairan kristaloid yang diperlukan selama operasi adalah 1600cc
(1200cc untuk perdarahan dan 400cc untuk penguapan dan maintenance). Pada
pasien ini diberikan 4 flash RL (2000 cc) untuk memenuhi kebutuhan tersebut
dan kekurangan kebutuhan cairan selama pasien berpuasa selama 14,5 jam
sebelum naik kamar operasi.
Monitoring resusitasi cairan di IGD menggunakan produksi urin dari pasien,
sesuai yang telah disebutkan di atas bahwa produksi urin dijaga tetap dengan
volume 0.5 - 1 mL/kg/jam. Pada penderita ini, dipasang kateter urin sekitar jam
19.00 malam dengan initial produksi urin sebesar 100 mL, produksi urin initial ini
dibuang untuk mengetahui keberhasilan resusitasi, selama 3,5 jam observasi di
IGD didapatkan produksi urin pasien 125 mL atau setara dengan 35,8 mL/jam
atau 0,9 mL/kgBB/jam. Sementara durante operasi, produksi urin pasien juga
sebanyak 50 mL dalam 1 jam atau 1,25 mL/kgBB/jam. Urine pasien berwarna
kuning jernih. Produksi urine tersebut dalam batas normal sehingga bisa
dikatakan bahwa pasien mendapatkan terapi cairan yang adekuat.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Bickle, I. C. 2002. Abdominal X-Rays Make Easy: Normal Radiographs.
StudentBMJ April 2002:10:102-3.
Ellsbury D.L. 2006. Dehydration. (http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm) diakses tanggal 9 Mei 2013.
Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed). Jakarta: EGC.
Evers, B. M. 2004. Sabiston Textbook of Surgery (17 ed, pp. 1339-1340).
Philadelphia: Elseviers, Saunders.
Faradilla, N. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru: FK UNSRI.
Graber, M.A. 2003. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik. Ed.2. Farmedia; 17-40.
Khan, A. N. 2009. Small Bowel Obstruction.
http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview diakses tanggal 9
Mei 2013.
Moses, S. 2008. Mechanical Ileus.
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm diakses tanggal 9 Mei
2013.
Nobie, B. A. 2009. Obstruction of Small Bowel. http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview diakses tanggal 9 Mei 2013.
Price, S. A. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Saladin. 2010. Anatomy and Physiology 5th Edition. McGraw-Hill Companies.
Schwartz, S.I. 1999. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york: McGraw-Hill; 153-70.
Sjamsuhidajat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Snell, R. S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students Fifth Edition. New York: McGraw-Hill Companies.
Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. Digestive Tract Surgery (Vol. 2. P. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.
Ullah, S. 2009. Intestinal Obstruction: A Spectrum of Causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92.
Whang, E. 2005. Small Intestine. Schwatz’s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.
Yates, K. 2004. Bowel Obstruction. In: Cameron P. Jelinek. Editors. Textbook of
Adult Emergency Medicine, 2nd ed. New York: Churchill Livingstone. P306-
9.